BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - SKRIPSI MARLIANA RAHAYU BAB I

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

  Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia agar mampu menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 (1).

  Hak anak untuk memperoleh pendidikan yang dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus, juga terdapat dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2003.

  Hal ini ditetapkan agar semua warga negara Indonesia tanpa terkecuali dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20 Tahun 2003,

  Pasal 3). Anak Berkebutuhan Khusus ( ABK ) mempunyai karakteristik khusus yang berbeda dengan karakter anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Mereka tidak mampu

  1 mengikuti pelajaran sekolah sesuai dengan umur teman-teman sebaya mereka. Perilaku anak berkebutuhan khusus banyak sekali yang berbeda dengan anak- anak normal. Anak berkebutuhan khusus kadang kehilangan kontrol pada emosi mereka. Disaat mereka tersinggung ataupun tanpa sebab yang jelas, mereka tiba-tiba mengamuk, menangis, dan marah-marah kepada guru atau kepada temannya.

  Menurut Delphie (2006 : 15), yang termasuk ke dalam ABK antara lain sebagai berikut :

  1. Tunagrahita (Mental retardation) atau disebut sebagai anak dengan hen- daya perkembangan (Child with development impairment).

  2. Kesulitan Belajar (learning disabilities) atau anak yang berprestasi rendah (Specific Learning Disability).

  3. Hyperactive (Attention Defict Disorder with Hyperactive).

  4. Tunalaras (Emotional or behavioral disorder).

  5. Tunarungu wicara (Communication disorder and deafness).

  6. Tunanetra (Partially seing and legally blind) atau disebut dengan anak yang mengalami hambatan dan penglihatan.

  7. Anak Autistik (Autistic Children).

  8. Tunadaksa (Physical disability).

  9. Tunaganda (Multiple Handicapped).

  10. Anak berbakat (Giftedness and Special Talents).

  Di Indonesia, selama ini pendidikan belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para siswa untuk dapat belajar menghormati realitas keberagaman dalam masyarakat. Anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusivisme bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusivisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. Cenderung hidup menyendiri serta mengutamakan perasaan mereka karena tidak adanya contoh kongkrit pada mereka tentang bagaimana mereka harus menghormati dan menghargai orang lain adalah suatu hal yang terjadi pada anak difabel atau ABK.

  Permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh Anak Berkebutuhan Khusus yang telah disebutkan di atas, tentu tidak sesuai dengan tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam penerapan nilai moral anak.

  Sebab, Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting untuk menumbuhkan sikap kewarganegaraan generasi penerus bangsa. Tentunya studi ini sangat mendukung untuk membentuk mental dan kepribadian siswa menjadi mental yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini selaras dengan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yang telah dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995:10):

  1. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

  2. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan di atasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.

  Dari tujuan mata pelajaran PKn yang telah dikemukakan di atas, nampak jelas bahwa pengajaran nilai dan moral menghendaki lahirnya generasi muda yang memiliki sejumlah bekal sistem nilai baku yang positif sebagai landasan dan barometer kehidupan, dan lebih jauh lagi sebagai pelurus dan pembaharu nilai atau moral menuju nilai dan moral yang diinginkan; yaitu nilai dan moral Pancasila.

  SMP Putra Harapan merupakan sekolah menengah pertama di Purwokerto yang mempunyai program sekolah inklusif. Di SMP Putra Harapan Purwokerto, Anak Berkebutuhan Khusus dapat mengenyam pendidikan sesuai dengan siswa reguler yang lain dan memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

  SMP Putra Harapan memiliki 10 siswa ABK dengan karekteristik yang berbeda-beda, yaitu: a. 1 siswa yang termasuk dalam jenis Autis.

  b. 4 siswa yang termasuk dalam jenis Tunagrahita.

  c. 1 siswa yang termasuk Celebral Palsi/Tunadaksa. d. 3 siswa yang termasuk Slow Leaner.

  e. 1 siswa yang termasuk Tunalaras.

  Di SMP Putra Harapan, siswa ABK melakukan kegiatan belajar mengajar di dalam satu lingkungan yang sama dengan siswa reguler dan suatu waktu siswa ABK juga disosialisasikan untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar dalam satu ruang kelas dengan siswa reguler yang lain.

  Kegiatan belajar mengajar seperti ini diterapkan agar antara siswa ABK dengan siswa reguler dapat bersosialisasi, saling menghormati, saling menghargai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh tiap-tiap siswa. Sehingga, siswa ABK tidak lagi merasa sendiri dan terkucilkan dari teman- teman sekolah mereka.

  Permasalahan-permasalahan siswa ABK yang telah peneliti uraikan di atas yakni, permasalahan pada nilai moral siswa ABK maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai peranan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam menanamkan nilai moral siswa ABK di SMP Putra Harapan Purwokerto.

1.2. Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas, secara umum masalah yang menjadi inti penelitian dalam penelitian ini adalah bagaimana peranan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam menanamkan nilai dan moral siswa ABK. Dari rumusan masalah tersebut, peneliti kemudian merinci menjadi tiga sub masalah penelitian yaitu:

  1. Bagaimana implementasi nilai dan moral dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa ABK?

  2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam menanamkan nilai dan moral pada siswa ABK?

  3. Apa saja upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam menanamkan nilai dan moral pada siswa ABK?

1.3. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang menjadi inti penelitian dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam menanamkan nilai dan moral siswa ABK. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, kemudian dirinci menjadi tiga sub tujuan penelitian adalah untuk mengetahui:

  1. Implementasi nilai dan moral dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa ABK.

  2. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam menanamkan nilai dan moral siswa ABK.

  3. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam menanamkan nilai dan moral siswa ABK.

1.4. Manfaat Penelitian

  1. Secara Teoritis Penelitian yang dilakukan ini bermanfaat sebagai wahana untuk mengembangkan penanaman nilai dan moral pada siswa ABK dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

  2. Secara Praktis

  a. Bagi Siswa 1) Membantu siswa ABK agar mempunyai kesempatan untuk menyesuaikan diri dengan siswa reguler yang lain.

  2) Mengoptimalkan penanaman nilai moral pada siswa ABK. 3) Meningkatkan sikap saling menghormati sesama teman sekolah untuk lebih menghargai kekurangan yang dimiliki oleh teman.

  4) Mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa ABK.

  b. Manfaat bagi guru : 1) Membantu guru untuk dapat mensosialisasikan antara siswa ABK dengan siswa reguler.

  2) Menjadi suatu masukan bagi guru untuk lebih menanamkan nilai dan moral siswa ABK dalam pembelajaran PKn.

  c. Manfaat bagi Institusi (Sekolah) : 1) Menjadi suatu masukan dan pertimbangan bagi sekolah dalam upaya meningkatkan nilai moral siswa ABK agar dapat menjadi warga negara yang baik sesuai dengan pembelajaran PKn.

  2) Diharapkan akan dapat menjadi suatu masukan bagi pihak sekolah dalam mengoptimalkan kemampuan siswa ABK.