BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu - BAB II CHAULIA NURRIZKI TEKNIK SIPIL'16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini penulis memaparkan penelitian terdahulu yang

  relevan dengan permasalahan yang akan diteliti perbandingan penggunaan dua merk semen pcc terhadap kuat tekan beton dengan menggunakan pasir sungai pemali serta penambahan serat limbah kain perca.

  Mujiyanto (2009) dalam tesisnya yang berjudul “Pemanfaatan Limbah Kain Perca Sebagai Bahan Pembuatan Campuran Beton” memamparkan bahwa dari 6 variasi yang telah di uji, setiap variasi terdiri dari 2 item yang diuji. Hasil dari pengujian yang dilakukan menujukan hasil rata – rata sebagai berikut :

Tabel 2.1 Hasil Pengujian Beton

  Presentase ∑ Kuat Tekan ∑ Kuat Tarik ∑ Massa Spesifik (Subtitusi)

  Beton 100 % 10,65 MPa 0,19 1380 kg/m 80 % 9,03 MPa 0,15 1500 kg/m 60 % 8,03 MPa 0,10 1720 kg/m 40 % 9,81 MPa 0,04 1900 kg/m 20 % 10,46 MPa 0,01 1980 kg/m 0 % 14,88 MPa 0,00 2090 kg/m

  Sumber : Mujiyanto, 2009 Dalam pemanfaatan limbah kain perca sebagai campuran beton ringan, penggunaan bahan dapat disesuaikan dengan kebutuhan perencanaan, sehingga dapat mencapai tekanan, regangan, dan massa tertentu yang memenuhi kriteria teknik yang dibutuhkan.

  Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini adalah semakin banyak penambahan kain perca dalam campuran beton akan berpengaruh terhadap kuat tekan yang normal yaitu 10,65 MPa, serta peningkatan nilai kuat tarik yaitu 0,19, dan mengurangi berat beton. Sebaliknya semakin sedikit penambahan kain perca dalam campuran beton mempengaruhi nilai kuat tarik yang cenderung lebih rendah, tetapi memiliki nilai kuat tekan yang tinggi.

  Akibat tidak adanya penambahan kain perca maka berat beton semakin berat.

B. Umum

  Penggunaan berbagai macam semen untuk bahan pengikat kerikil, batu dan bahan

  • – bahan lain telah dipraktekan sejak zaman dahulu. Pembakaran bisa merubah batu kapur (limestone) menjadi kapur mentah yang dapat menjadi
  • – panas bila dicampur dengan air dan kemudian mengeras secara perlahan lahan. Inilah yang dikenal sebagai adukan kapur yang pemakaiannya telah dikenal pada pekerjaan pemasangan batu bata beberapa tahun yang silam. Beberapa jenis batu kapur dengan kandungan tanah liat menghasilkan kapur mentah dengan sifat-sifat hidrolis (mengeras jika tercampur air), dan ternyata lebih awet.

  Isaac C. Johnson menemukan semen yang merupakan prototip dari semen Portland di abad sekarang ini. Caranya yaitu dengan menaikan suhu dimana batu kapur dan tanah liat dibakar sehingga berbentuk seperti lahar yang telah mengeras. Dari sini berbagai usaha diadakan untuk memperbaiki kualitas semen, bersamaan dengan semakin meluasnya penggunaan beton. Pada akhir abad tersebut dikenal secara umum, tentang kemungkinan konstruksi dengan mengecor besi beton atau baja di dalam beton. Hal ini disebabkan beton adalah lemah dalam menahan tarikan, sehingga dapat menguntungkan di sini yakni bahwa koeffisien pemuaian panas kedua bahan tersebut sama dan kemungkinan berkaratnya baja dicegah oleh adanya kapur di dalam beton.

  Beton, seperti yang dikenal sekarang ini, adalah suatu bahan bangunan dan konstruksi, yang sifat-sifatnya dapat ditentukan lebih dahulu dengan mengadakan perencanaan dan pengawasan yang teliti terhadap bahan-bahan yang dipilih. Bahan-bahan pilihan itu adalah, ikatan keras, yang ditimbulkan oleh reaksi kimia antara semen dan air, serta agregat dimana semen yang mengeras itu ber-adhesi dengan baik maupun kurang baik. Agregat boleh berupa kerikil, batu pecah, sisa-sisa bahan mentah tambang, agregat ringan buatan, pasir atau bahan sejenis lainnya. (L. J. Murdock, 1999)

  Agregat, semen dan air, semuanya dicampur bersama-sama sehingga bersifat plastis dan mudah untuk dikerjakan. Sifat-sifat inilah yang memungkinkannya dicetak dalam bentuk yang kita inginkan. Dalam beberapa jam selama penyediaan campuran ini, semen dan air mengalami reaksi kimia, pada umumnya bersifat hidrasi, yang menghasilkan suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan. Pertambahan kekuatan ini berlangsung terus menerus di bawah suatu kelembaban dan suhu yang cocok, dengan suatu perbaikan umum terhadap kualitas beton.

  Beton mempunyai kelebihan dari pada kayu atau baja, antara lain : harganya relatif murah, tidak memerlukan biaya perawatan, tahan lama karena tidak membusuk dan berkarat, mudah dibentuk sesuai dengan keinginan pembuatnya.(Kardiyono Tjokrodimuljo, 1998). Disamping itu beton juga mempunyai kekurangan yaitu sifat getas (brittle) dan tidak mampu menahan Tarik, dan retak bila mendapatkan tegangan tarik, lantur maupun beban kaejut yang tidak begitu besar (Hartono, 1997).

  Perencanaan campuran beton yang digunakan dalam pelaksanaan konstruksi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : Persyaratan kekuatan

  • Persyaratan keawetan
  • Persyaratan kemudahan pekerjaan
  • Persyaratan ekonomis
  • C.

   Agregat

  Agregat merupakan butir ‐butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen

  ‐fragmen.(Silvia Sukirman, 2003)

  Agregat adalah sekumpulan butir- butir batu pecah, kerikil, pasir, atau mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun buatan (SNI No: 1737-1989- F). Agregat adalah material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton semen hidraulik atau adukan.

  Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lain-lain) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan. Agregat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu agregat halus dan agregat kasar 1.

  Agregat halus Agregat halus adalah agregat yang semua butirnya lolos ayakan dengan lubang 4,8 mm. agregat ini dapat digolongkan menjadi 3 jenis yaitu: pasir galian, pasir sungai, dan pasir laut. Variasi ukuran dalam suatu campuran harus mempunyai gradasi yang baik, serta sesuai dengan standar analisis saringan dari ASTM (American Society of Testing and Materials). Untuk beton penahan radiasi, serbuk baja halus dan serbuk besi pecah digunakan sebagai agregat halus.

Gambar 2.1 Persen pasir terhadap kadar total agregat yang

  dianjurkan untuk ukuran butir maksimum 40mm

  (Sumber : SNI 03-2834-2000) 2.

  Agregat kasar Agregat kasar adalah agregat dengan butiran-butirannya tertinggal diatas ayakan dengan lubang 4,8 mm, tetapi lolos ayakan 40 mm. Agregat kasar harus bersih dari bahan organik dan harus mempunyai ikatan yang baik dengan semen. Berikut jenis

  • – jenis agregat kasar secara umum : a.

  Batu pecah alami : bahan ini diperoleh dari cadas atau batu pecah alami yang digali. Batu ini berasal dari gunung api, jenis metamorf, atau jenis sedimen. Meskipun dapat menghasilkan kekuatan yang tinggi terhadap beton, batu pecah kurang memberikan kemudahan pengerjaan dan pengecoran dibanding dengan jenis agregat kasar lainnya.

  b.

  Kerikil alami : bahan ini diperolah dari pengikisan tepi atau dasar sungai oleh pasir sungai yang mengalir, kerikil mempunyai kekuatan

  29 yang lebih rendah dari batu pecah. Tetapi lebih mudah dalam pekerjaannya.

  c.

  Agregat kasar buatan : merupakan hasil dari proses lain seperti blast-

  furnace dan lain-lain. Berupa slag atau shale yang digunakan untuk beton berbobot ringan.

  d.

  Agregat untuk pelindung nuklir dan berbobot berat : Agregat kasar yang diklasifikasikan di sini misalnya baja pecah, barit, magnatit, dan limonit. Agregat ini berfungsi untuk pelindung dari radiasi nuklir akibat dari pembangunan pembangkit atom, maka pelu adanya beton yang mampu melindungi dari sinar x, sinar gamma, dan neutron.

D. Semen Portland (PC)

  Semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen Portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk Kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain (SNI 15-2049-2004).

  Semen Portland yang dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya adalah kalsium dan aluminium silikat. Penambahan air pada mineral ini menghasilkan suatu pasta yang jika mongering akan mempunyai kekuatan seperti batu. Berat jenisnya berkisar antara 3,12 dan 3,16, serta berat volume satu sak semen adalah 94 lb/ft

  3 .(Edwar G. Nawy, 1998).

  Bahan pembuat semen adalah :

  • Kapur (CaO) dari batu kapur

  ) dari lempung

  2

  • Silika (SiO

2 O 3 ) dari lempung 1.

  • Aluminia (Al

   Jenis dan Penggunaannya a.

  Jenis I yaitu semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.

  b.

  c.

  Jenis III semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.

  d.

  Jenis IV yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah.

  e.

  Jenis V yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.

  Semen Portland yang ada dipasaran Indonesia dibagi menjadi berbagai macam jenis yang sesuai dengan aturan Badan Standarisasi Nasional (BSN), yaitu:

  Jenis II yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.

Tabel 2.2 Jenis Semen Portland yang Beredar di Indonesia

  Jenis Semen No. SNI Nama

  SNI 15 – 0129 - 2004 Semen Portland Putih SNI 15

  • – 0302 - 2004 Semen Portland Pozzolan / Portland Pozzolan Cement (PPC)

  SNI 15 – 2049 – 2004 Semen Portland / Ordinary Portland Cement (OPC)

  SNI 15

  • – 3500 – 2004 Semen Portland Campur SNI 15 – 3758 – 2004 Semen Masonary SNI 15
  • – 7064 - 2004 Semen Portland Komposit / Portland Composite Cement (PCC)

  Sumber : (http:/id.wikipedia.org/wiki/semen), SNI 2. Syarat Mutu

Tabel 2.3 Syarat Kimia Utama

  Jenis Semen Portland No Uraian

  I II b,c)

  III

  IV V

  1 SiO 2, minimum

  • - 20,0 - - -

  2 - - - AI 2 O

  • - 3 , maksimum 6,0
  • b,c)

      

    3 Fe O , maksimum 6,0 6,5 - - -

    2 3

      4 MgO, maksimum 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0

      5 SO 3 , maksimum Jika C 3 A ≤ 8,0 3,0 3,0 3,5 2,3 2,3 d) d) d) Jika C

    3 A > 8,0 3,5 4,5

      6 Hilang pijar, maksimum 5,0 3,0 3,0 2,5 3,0

      7 Bagian tak larut, maksimum 3,0 1,5 1,5 1,5 1,5 a) b)

      8 3 a) - 35 - - b) - C S, maksimum 2 a) -

      9 40 - b) - - C S, minimum b)

    • 10 C
    • 3 A, maksimum 8,0 a)

        15

        7

        5

        11 C AF + 2 C A atau 4 4 2 3 c)

      • AF + C F , maksimum - - C

        25 Sumber : SNI 15-2049-2004 CATATAN

        a)

        Persyaratan pembatasan secara kimia berdasarkan perhitungan untuk senyawa potensial tertentu tidak harus diartikan bahwa oksida dari senyawa potensial tersebut dalam keadaan murni.

        C = CaO, S = SiO

      2 A = Al

        2 O 3 , F = Fe

        2 O 3 , Contoh C 3 A = 3CaO.

        2

      3 Al O

        Titanium dioksida (TiO

        2 ) dan Fosfor pentaoksida (P

        2 O 5 ) termasuk

        2

        3

        dalam Al O Nilai yang biasa digunakan untuk Al

        2 O 3 dalam menghitung senyawa

        potensial (missal : C

      3 A) untuk tujuan spesifikasi adalah jumlah

        4

        endapan yang diperoleh dengan penambahan NH OH dikurangi jumlah Fe

        2 O 3 (R

      2 O

        3

        

      2 O

      3 ) yang diperoleh dalam analisis kimia

      • – Fe basah.

        b)

        Apabila yang disyaratkan adalah kalor hidrasi seperti yang tercantum pada tabel syarat fisika tambahan, maka syarat kimia ini teidak berlaku.

        c)

        Apabila yang disyaratkan adalah pemuaian karena sulfat yang tercantum pada tabel syarat fisika tambahan, maka syarat kimia ini tidak berlaku.

        d)

        Tidak dapat dipergunakan E.

         Portland Composite Cement (PCC) / Semen Portland Komposit

        Semen Portland composite cement (Semen Portland Komposit) PCC adalah semen dari hasil penggilingan terak semen Portland, gypsum, dan satu atau lebih bahan anorganik, untuk konstruksi beton umum, pasangan batu bata, plesteran, selokan, pembuatan elemen bangunan khusus seperti beton pracetak, beton pratekan, dan paving block.

        Menurut SNI 17064-2004, Semen Portland Campur adalah Bahan pengikat hidrolisis hasil penggilingan bersama sama terak (clinker) semen portland dan gibs dengan satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen portland dengan bubuk bahan bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi pozzoland, senyawa silika, batu kapur, dengan kadar total bahan anorganik 6

      • – 35 % dari massa semen portland composite. Menurut

        Standard Eropa EN 197-1 Portland Composite Cement atau Semen Portland Campur dibagi menjadi 2 Type berdasarkan jumlah Aditif material aktif 1.

        Type II/A-M mengandung 6 – 20 % aditif 2. Type II/B-M mengandung 21 – 35 % aditif

        Semen Portland composite cement masuk dalam kategori semen campur, semen campur ini dibuat atau dirancang karena dibutuhkan sifat-sifat tertentu yang mana sifat tersebut tidak dimiliki oleh semen Portland tipe I. untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu pada semen campur maka pada proses pembuatannya ditambahkan bahan aditif seperti pozzolan, fly ash, silica fume dll.

      1. Sifat-Sifat Yang Dimiliki Semen PCC : a.

        Mempunyai panas hidrasi rendah sampai sedang b.

        Tahan terhadap serangan sulfat c. Kekuatan tekan awal kurang, namun kekuatan akhir lebih tinggi

        Ditinjau dari sifat yang dimiliki oleh semn PCC maka semen tersebut dapat digunakan sebagai alternatif atau pengganti semen Portland tipe

        II, IV atau V.

      2. Standard Acuan Semen PCC

        Standard acuan yang digunakan semen Portland composite bersumber dari EN-197-1, Europen Standard CEM II Portland Composite Cement. Menurut EN-197-1, Europen Standard CEM II terbagi menjadi 2 yaitu : a.

        CEM II/A-M, Komposisi semen ini terdiri dari, 80 – 90 % klinker / terak,

        6

      • – 20 % bahan anorganik (Blast Furnace, silica, fume, pozzolam, flyash,

        burn shale lime stone ), 0

      • – 5 % bahan tambahan minor (gypsum) b.

        CEM II/B-M, komposisi semen ini terdiri dari, 65 – 79 % klinker / terak,

        21

      • – 35 % bahan anorganik (Blast Furnace, silica, fume, pozzolan, flyash,

        burn shale lime stone ), 0 – 5 % bahan tambahan minor (gypsum).

        Sedangkan kalau mengacu ke standar ASTM maka standard yang digunakan adalah ASTM C 595, Specification for Blended Cement.

        Menurut standard ini makan blended cemen terbagi menjadi : 1.

        Tipe IS = Portland Blast Furnace Slag Cement 2. Tipe IP = Portland Pozzolan Cement 3. Tipe P = Portland Pozzolan Cement for use when higher strength at early age not required

        Kalau menurut SNI maka semen PCC mengacu pada SNI 15 7064.

        3. Pengaruh Suhu

        Kecepatan dari reaksi kimia yang berlangsung selama pengikatan dan pengerasan tergantung pada suhu perawatannya. Pada suatu massa beton yang kecil, dimana panas yang ditimbulkan oleh semen dikeluarkan dengan cepat, kecepatan pengerasan tergantung pada suhu di sekitarnya.

        4. Panas Hidrasi

        Seperti telah diterangkan, bahwa reaksi kimia yang terjadi ketika semen mengadakan ikatan dan pengerasan, diikuti dengan evolusi pembebasan panas. Ini tergantung pada kuantitas relatip dari bermacam- macam senyawa kimia yang terkandung dalam semen.

        Evolusi panas menyebabkan suhu beton naik. Pada kenyataan yang dijumpai selama ini dipraktekkan, hal ini tidak tergantung pada evolusi panas semen saja, tetapi juga tergantung pada : a.

        Volume beton yang dicetak setiap satu kali operasi b.

        Kecepatan mencetak beton c. Jenis dari acuan d.

        Keadaan atmosfir, terutama suhu sekitarnya e. Suhu beton pada saat dicetak f. Daya hantar suhu dari beton.

        5. Sifat – Sifat Beton dalam Hubungannya dengan Kadar Semen

        Pada umumnya orang mengetahui bahwa kekuatan beton akan bertambah, bila pemakaian semen juga ditambah. Di sini juga diperdebatkan bahwa penambahan proporsi semen memperbesar penyusutan. Hal-hal tersebut benar untuk campuran yang mempunyai perbandingan air / semen yang sama. Di dalam praktek hal ini tidak begitu penting. Karena biasanya untuk suatu pekerjaan telah ditentukan “work- abiliti”-nya (kemudahan untuk dikerjakan) di lapangan, seperti yang diukur secara kasar dengan pengujian slump meski demikian, pemakaian air dan semen terlalu banyak dapat menyebabkan penyusutan yang luar biasa dengan meningkatnya kecenderungan untuk retak-retak.

        Pada perbandingan air/semen yang tetap, penambahan penggunaan semen akan memperbaiki kemudahan campuran untuk dikerjakan tanpa adanya pengaruh terhadap kekuatannya.

      Tabel 2.4 Persyaratan Jumlah Semen Minimum dan Faktor Air Semen

        Maksimum untuk Berbagai Macam Pembetonan dalam Lingkungan Khusus

        Lokasi Jumlah semen minimum Per m3 beton (Kg)

        Nilai Faktor air semen maksimum

        Beton di dalam ruangan :

        a. keadaan keliling non korosif

        b. keadaan keliling korosif disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif Beton di luar ruangan bangunan :

        a. tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. terlindung dari hujan dan terik matahari langsung Beton masuk ke dalam tanah :

        a. mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti b. mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah

        275 325

        325

        275 325

        0,60 0,52

        0,60

        0,60 0,55 Beton yang kontinu berhubungan :

        a. air tawar

        b. air laut

        Sumber : (SNI 03-2834-2000) F.

         Bahan Campuran

        Bahan campuran berkisar pada campuran bahan kimia sampai pada penggunaan bahan buangan yang dianggap potensial. Penggunaannya untuk beton telah dikenal hampir bersamaan waktunya dengan penemuan semen.

        Penggunaan bahan campuran seharusnya hanya dipertimbangan, bila beton keras atau yang belum mengeras diinginkan untuk dirubah sifatnya karena alasan tertentu maupun yang tak dapat dimodifikasi dengan perubahan proporsi dari komposisi campuran beton normalnya. Misalnya, campuran yang kaku dapat dibuat lebih plastis dan kohesip dengan penambahan bahan untuk menjadikan plastis (pasticizer). Atau dapat juga dengan bahan pengisi pori, bahan pengisi udara, perubahan proporsi pasir kepada agregat kasar, perubahan gradasi pasir, atau dengan menggunakan tambahan semen.

        Kain Perca

        Beberapa macam fiber dapat dipakai untuk memperbaiki sifat-sifat beton telah dilaporkan oleh ACI committee 544 (1982) dan Soroushin dan Bayasi (1987). Bahan tersebut adalah baja (steel), plastik (polypropylene), kaca (glass), dan karbon (carbon). Untuk keperluan non struktural, fiber dari bahan alamiah (seperti ijuk atau serat tumbuhan lainnya), juga dapat dipakai. Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukan bahwa sifat-sifat beton yang dapat diperbaiki adalah : a) daktalitas (ductility), yang berhubungan dengan kemampuan bahan untuk menyerap energi (energy absorption), b) ketahanan terhadap beban kejut (impact resistance), c) kemampuan untuk menahan Tarik dan momen lentur, d) ketahanan terhadap pengaruh susutan (srinkaqe), dan f) ketahanan terhadap keausan (abrasion), fragmentasi (fragmentation) dan spalling (hartono, 1997).

        Serat buatan menurut Jumaeri, (1979:35), yaitu “Serat yang molekulnya disusun secara sengaja oleh manusia. Sifat-sifat umum dari SERAT buatan, yaitu :

        1. Memiliki kekuata yang cukup tinggi

        2. Padat

        3. Mudah kusut

        4. Mudah menyerap air

        5. Ketahanan panas yang tinggi

        6. Tahan gesek Namun selain memiliki sifat yang menguntungkan, kain perca juga mempunyai sifat sifat perusak, antara lain sebagai berikut :

      1. Ketahanan terhadap jamur 2.

        Ketahanan terhadap binatang pemakan kain 3. Tidak tahan terhadap asam

      G. Air

        Di dalam campuran beton, air mempunyai dua buah fungsi, yang pertama untuk memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan, dan kedua sebagai pelincir campuran kerikil, pasir dan semen agar memudahkan percetakan.

        Air merupakan bahan pembuat beton yang sangat penting namun harganya paling murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen sehingga terjadi reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya proses pengerasan pada beton, serta untuk menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air hanya diperlukan 25 % dari berat semen saja. Selain itu, air juga digunakan untuk perawatan beton dengan cara pembasahan setelah dicor (Tjokrodimuljo, 1996).

      1. Perbandingan Air Semen dan Workabilitas

        Seperti pada reaksi kimia lainnya, semen dan air dikombinasikan dalam proporsi tertentu. Untuk semen Portland, 1 bagian berat semen membutuhkan sekitar 0,25 bagian berat air untuk hidrasi. Akan tetapi juga, beton yang mengandung proporsi air yang sangat kecil, menjadi sangat kering dan sangat sukar dipadatkan. Oleh karena itu dibutuhkan tambahan air untuk menjadi pelincir campuran agar dapat dikerjakan, dank arena seluruh bagian air menguap ketika beton mongering, dengan meninggalkan rongga-rongga, penting dalam hal ini untuk menjaga agar air yang digunakan seminimal mungkin

        Jika beton tidak sempurna, sejumlah gelembung udara mungkin

      terperangkap, dan mengakibatkan rongga yang lebih banyak lagi. Oleh

      karenanya terdapat dua sumber utamanya dari rongga dalam beton :

      gelembung udara terperangkap, dan air pelincir yang menguap.

        Beton yang paling padat dan kuat diperoleh dengan menggunakan

      jumlah air yang minimal konsisten dengan derajat workabilitas yang

      dibutuhkan untuk memberikan kepadatan maksimal. Derajat workabilitas

      harus dipertimbangkan dalam hubungannya dengan cara pemadatan dan

      jenis konstruksi, agar terhidar dari kebutuhan akan pekerjaan yang

      berlebihan dalam mencapai kepadatan maksimal.

        Perbandingan air semen perlu dijelaskan. Kesulitannya timbul dari adanya air didalam takaran beton yang berasal dari tiga sumber :

        a.

        Air yang diserap dalam agregat (Wa) b. Air permukaan pada agregat (Ws) c. Air yang ditambahkan selama mencampur (Wm)

        Air dari sumber (2) dan (3) bersama-sama memberikan, apa yang diistilahkan air bebas dalam campuran, bahwa :

      • Perbandingan air / semen = (2.1)

        = Dimana Wc menunjukan berat semen.

        Di dalam persamaan ini dianggap bahwa agregat adalah basah, lembab tetapi jenuh di dalamnya. Bilamana ini harus kering, air yang ditambahkan pada pencampuran,

      • = (2.2)
      Hubungan antara perbandingan air/semen, banyaknya semen dalam campuran gradasi dari agregat, workabilitas dan kekuatan beton, pertama

      • – tama dipelajari oleh Professor Abraham di Amerika. Pekerjaan ini dapat disimpulkan dalam suatu hukum perbandingan air semen dari Abraham, sebagai berikut :

        “Pada bahan-bahan beton dan keadaan pengujian tertentu, jumlah air campuran yang dipakai menentukan kekuatan beton, selama campuran cukup plastis dan dapat dikerjakan”.

        Istilah workabilitas didefinisikan sebagai berikut menurut Newman: a.

        Kompaktibilitas, atau kemudahan di mana beton dapat didapatkan dan rongga-rongga udara diambil.

        b.

        Mobilitas, atau kemudahan di mana beton dapat mengalir ke dalam cetakan di sekitar baja dan dihitung kembali.

        c.

        Stabilitas, atau kemampuan beton untuk tetap sebagi masa yang homogeny, koheren dan stabil selama dikerjakan dan digetarkan tanpa terjadi agregasi/pemisahan butiran dari bahan-bahan utamanya.

      2. Kadar air bebas

        Kadar air bebas ditentukan sebagai berikut : a.

        Agregat alami (tak pecah) dan agregat pecah b. Agregat campuran (alami dan pecah)

      Tabel 2.5 Perkiraan kekuatan tekan (MPa) beton dengan faktor air

        31

        38

        44 pecah

        25

        33

        44

        48 alami

        25

        46

        21

        53 pecah

        30

        40

        53

        60 semen Tipe II,

        V Silinder Kubus Silinder Kubus semen tipe III semen Tipe I

        Jenis semen Jenis agregat kasar

        Pada umur (hari) kekuatan tekan (Mpa) bentuk benda uji

        28

        54 alami

        semen, dan agregat kasar yang sering dipakai

        19

        3

        

      7

        28

        29 Alami

        17

        23

        33

        40 pecah

        27

        45

        37

        45 alami

        20

        28

        40

        48 pecah

        25

        32

        Sumber : SNI 03-2834-2000

      Gambar 2.2 Hubungan antara kuat tekan & faktor air semen

        (Sumber : SNI 03-2834-2000)

        27 23,68

        0,54

      H. Karakteristik Beton yang Baik 1.

        Kepadatan Ruang yang ada pada beton sedapat mungkin terisi oleh agregat dan pasta semen. Kepadatan mungkin saja merupakan kriteria primer untuk beton yang dipakai pada radiasi nuklir.

        2. Kekuatan Beton harus mempunyai kekuatan daya tahan internal terhadap berbagai jenis kegagalan.

        3. Faktor Air Semen Faktor air semen harus terkontrol sehingga memenuhi persyaratan kekuatan beton yang direncanakan.

        4. Tekstur Permukaan beton ekspos harus mempunyai kerapatan dan kekerasan tekstur yang tahan segala cuaca.

        5. Parameter yang mempengaruhi kualitas beton Untuk mencapai kondisi diatas, maka harus ada kontrol kualitas yang baik atas, berikut parameter yang paling penting : a.

        Kualitas semen ; b. Proporsi semen terhadap terhadap air dalam campurannya; c. Kekuatan dan kebersihan agregat; d. Interaksi atau adesi antara pasta semen dan agregat ; e. Pencampuran yang cukup dari bahan – bahan pembentuk beton ; f. Penempatan yang benar, penyelesaian dan kompaksi beton segar ; g.

        Perawatan pada temperatur yang tidak lebih rendah dari 50°F pada saat beton mencapai kekuatan maksimal h. kandungan klorida tidak melebihi 0,15% dalam beton ekspos dan 1% untuk beton terlindung.

      I. Perencanaan Campuran Beton

        Teori faktor air semen (faktor w/c) menyatakan bahwa untuk suatu kombinasi bahan yang diberikan yang sudah memenuhi konsistensi yang sudah dikerjakan, kekuatan beton pada umur tertentu bergantung pada perbandingan berat air dan berat semen dalam campuran beton. Jika angka perbandingan air terhadap semen sudah tertentu, maka kekuatan beton pada umur tertentu pada dasarnya dapat diperoleh, dengan syarat bahwa campurannya plastis, dapat dikerjakan, dan agregatnya baik, tahan lama, dan bebas material yang merugikan. Sementara kekuatan bergantung pada faktor air semen, nilai ekonomis bergantung pada presentase agregat yang ada yang masih menghasilkan campuran yang dapat dikerjakan. Yang harus dicapai perencanaan adalah memperoleh campuran beton berkekuatan optimum, dengan semen yang minimum, dan kemudahan pengerjaan yang dapat diterima. Semakin kecil faktor air semen, semakin tinggi kekuatan beton (Edwar G. Nawi, 1998)

        Perencanaan adukan cara inggris ini dikenal dengan cara DOE (“Departemen of Environment”), yaitu penggunaan tabel sangat penting dalam perencanaan metode ini. Berikut cara

      • – cara yang digunakan dalam perencanaan ini: 1.

        Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (F’c) pada umur 28 hari.

        Kuat tekan yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan perencanaan struktur dan kondisi setempat. Kuat tekan beton yang disyaratkan kemungkinan lebih rendah dari nilai itu hanya sebesar 5% saja.

      2. Penetapan deviasi standar (Sd)

        Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pengendalian pelaksanaan pencampuran beton. Makin baik mutu pelaksanaan makin kecil nilai deviasi standar. Kuat tekan rata

      • – rata yang ditargetkan dihitung dari : a.

        Deviasi standar yang peroleh dari pengalaman di lapangan dalam memproduksi beton minimal 30 buah b.

        Jika pelaksanaan tidak mempunyai data kurang dari 15 benda uji, maka nilai deviasi standar diambil dari tingkat pengendalian mutu pekerjaan dibawah ini.

      • – ratanya pada umur 28 hari, maka jumlah data koreksi terhadap nilai deviasi standar dengan suatu faktor pengali.

        25

        Perhitungan nilai tambah (margin), (M) M = K x S r (2.4) Keterangan : M = nilai tambah, Mpa

        , c

        harus diambil tidak kurang dari (f

        cr

        Bila data uji lapangan untuk menghitung deviasi standar kurang dari 15, maka kuat tekan rata-rata yang ditargetkan f

        1 1,03 1,08 1,16 - Sumber : Tjokrodimuljo, 1995 d.

        20 15 <15 Faktor pengali

        30

        Jumlah data

      Tabel 2.7 Faktor pengali deviasi standar

        Sumber : Tjokrodimuljo, 1995 c. Jika pelaksana mempunyai data pembuatan beton serupa minimum 30 buah silinder yang diuji kuat tekan rata

        Tanpa kendali 2,8 3,5 4,2 5,6 7,0 8,4

        Cukup Jelek

        Sangat baik Baik

        Tingkat pengendalian mutu pekerjaan Sd (Mpa) Memuaskan

      Tabel 2.6 Nilai deviasi standar untuk berbagai tingkat pengendalian mutu pekerjaan

      • 12 MPa); (2.3) e.

        K = 1,64

        S r = Deviasi standar rencana, Mpa Rumus diatas berlaku jika pelaksanaan mempunyai data pengalaman pembuatan beton yang diuji kuat tekannya pada umur 28 hari, jika tidak mempunyai pengalaman atau mempunyai pengalaman ukuran dari 15 benda uji, maka nilai N langsung diamil 12 Mpa.

        f.

        Penetapan kuat tekan rata – rata yang ditargetkan f

        cr

        = f’c + M (2.5) f cr = f’ c + 1,64 S

        r (2.6)

        keterangan : f’cr = Kuat tekan rata – rata, Mpa f’ c = Kuat tekan yang disyaratkan, Mpa M = Nilai tambah, Mpa 3. Penetapan jenis semen Portland

        Semen yang berada di Indonesia dibedakan menjadi 5 jenis semen, yaitu I, II, III, IV, V.

      4. Penetapan nilai slump

        Penetapan nilai slump ini dilakukan dengan memperhatikan pelaksanaan, pembuatan, penuangan, pemadatan. Untuk menentukan nilai slump bisa menggunakan rumus sebagai berikut :

        Nilai Slump = tinggi cetakan - tinggi rata rata benda uji

      • Dinding, plat pondasi, dan pondasi telapak bertulang
      • Pondasi telapak tidak bertulang, kaison dan struktur dibawah tanah
      • Plat, balok, kolom, dan dinding
      • Pengerasan jalan
      • Pembetonan masal

        10 Alami Pecah 150 180

        175 205

        140 175 160 190

        40 Alami Pecah 115 155

        195 255

        160 190 180 210

        20 Alami Pecah 135 170

        225 250

        180 205 205 230

        0-10 10-30 30-60 60-80

        Nilai slump yang diinginkan dapat diperoleh dengan tabel berikut.

        Ukuran maks kerikil (mm) Jenis batuan Slump (mm)

      Tabel 2.9 Perkiraan kebutuhan air per meter kubik beton

        Sumber : Tjokrodimuljo, 1995 5. Penentuan jumlah air yang digunakan berdasarkan ukuran maksimum agregat, dan slump yang digunakan. Berikut ini tabelnya:

        5,0 2,5 7,5 5,0 2,5

        15,0 7,5 7,5

        12,5 9,0

        Pemakaian Beton maks min

      Tabel 2.8 Penetapan nilai slump (cm)

        Sumber : Tjokrodimuljo, 1995 Dalam tabel apabila agregat halus dan agregat kasar yang dipakai jenis yang berbeda (alami dan pecahan) maka jumlah air yang diperlukan menggunakan rumus :

        A = 0,67 Ah + 0,33 Ak (2.7) Dimana :

        A = Jumlah air yang diperlukan (liter/m3) Ah = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya (liter) Ak = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya (liter)

      6. Pengujian gradasi agregat halus

        Berdasarkan gradasinya yang diperoleh dari proses pengayakan agregat halus diklasifikasikan menjadi 4 daerah, yaitu sebagai berikut :

      Tabel 2.10 Batas gradasi pasir

        Lubang ayakan (mm)

        Persen berat butiran yang lewat ayakan

        1

        2

        3

        4 1,000 0,850 0,600 0,425 0,250 0,150 0,075

        100 90-100 60-95 30-70 15-34 5-20 0-10

        100 90-100 75-100 55-90 35-59 8-30 0-10

        100 90-100 85-100 75-100 60-79 12-40 0-10

        100 95-100 95-100 90-100 80-100 15-50 0-15

        Sumber : SNI 03-2834-2000

        

      Untuk lebih jelasnya akan di sajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut:

      A.

        Daerah / Zona Gradasi 1

      Gambar 2.3 Grafik daerah zona 1

        )

        (SNI 03-2834-2000 B.

        Daerah / Zona Gradasi 2

      Gambar 2.4 Grafik daerah zona 2

        (SNI 03-2834-2000) C.

        Daerah / Zona Gradasi 3

      Gambar 2.5 Grafik Daerah Gradasi 3 (SNI 03-2834-2000)

        D.

        Daerah / Zona Gradasi 4

      Gambar 2.6 Grafik Daerah Gradasi 4

        (SNI 03-2834-2000)

        J. Pemadatan Adukan Beton

        Untuk pemadatan beton dilakukan dengan cara pemadatan manual dengan menggunakan tongkat besi atau kayu. Adukan harus dipadatkan dengan ditusuk-tusuk atau ditumbuk dengan tongkat tersebut setelah dituangkan. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai adukan benar-benar padat dan tampak lapisan mortar diatas permukaan beton. Apabila pemadatan kurang sempurna akan menghasilkan beton yang berongga.

        K. Perawatan Beton

        Perawatan beton yang perlu dilakukan adalah menjaga kelembaban beton agar terus menerus dalam keadaan basah selama beberapa hari dan mencegah penguapan dan penyusutan awal. Perawatan yang teratur dan terjaga akan memperbaiki kualitas beton itu sendiri yaitu membuat beton tahan terhadap agresi kimia menurut (Triono Budi Sutanto, 2001).

        L. Sifat – Sifat Beton

        Karakteristik dari beton harus dipertimbangkan dalam hubungannya dengan kwalitas yang dituntut untuk suatu tujuan konstruksi tertentu, pedekatan praktis yang paling baik untuk mengusahakan kesempurnaan semua sifat beton, akan berarti pemborosan bilamana dipandang dari segi ekonomi.

        Yang paling diharapkan dari suatu konstruki ialah dapat memenuhi harapan maksimal, dengan tepat mengikuti variasi sifat-sifat beton, dan tidak hanya terpancing pada satu pandangan saja, misalnya kekuatan harus semaksimal mungkin.

        Sifat-sifat beton yang di uraikan tidak selalu sama semua harus dimiliki oleh setiap konstruksi beton, dan sifat-sifat tersebut juga relatif ditinjau dari sudut pemakaian beton itu sendiri. Yang penting beton harus memiliki sifat- sifat yang sesuai dengan tujuan pemakaian beton. Misalnya suatu kolom bangunan, yang terpenting harus memiliki kuat tekan yang tinggi yang cukup kuat untuk menahan beban bangunan itu, sedang sifat kerapatan air tidak penting untuk diperhatikan, sebaliknya suatu bak air harus memiliki sifat rapat air. (Dr. Wuryati Samekto, M.Pd dan Candra Rahmadiyanto, S.T.,2001)