BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Paving Block - BAB II ARIEF KHABIBUR TEKNIK SIPIL'16

BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Paving Block Paving block merupakan komposisi bahan bangunan yang dibuat dari

  campuran semen Portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton (SNI 03-0691-1996).

  Paving block sering disebut juga sebagai bata beton (concrete block). Pada

  umumnya agregat yang digunakan dalam campuran paving block adalah agregat halus berupa pasir. Paving block dapat berwarna seperti warna aslinya atau diberi zat pewarna pada komposisinya.

  Paving block merupakan produk bahan bangunan dari semen yang digunakan

  sebagai salah satu alternatif penutup atau pengerasan permukaan tanah. Sebagai bahan penutup dan pengerasan permukaan tanah paving block sangat luas penggunaannya untuk berbagai keperluan, biasanya paving block digunakan untuk pengerasan dan memperindah trotoar jalan di kota-kota, halaman, taman dan jalan komplek perumahan.

  Ketebalan paving block yang sering digunakan (Spesifications for Precast

  Concrete Paving Block, 1980) yaitu :

  a. Ketebalan 6 cm, digunakan untuk beban lalu lintas ringan yang frekuensinya terbatas, seperti pejalan kaki, sepeda motor. b. Ketebalan 8 cm, digunakan untuk beban lalu lintas yang frekuensinya padat, seperti sedan, pick up, bus dan truk.

  c. Ketebalan 10 cm atau lebih, digunakan untuk beban lalu lintas yang super berat, seperti crane, loader.

  Badan Standarisasi Nasional (SNI 03-0691-1996) mengklasifikasi paving

  block (bata beton) dalam 4 jenis, yaitu : a. Bata beton mutu A, digunakan untuk jalan.

  b. Bata beton mutu B, digunakan untuk parkir.

  c. Bata beton mutu C, digunakan untuk pejalan kaki d. Bata beton mutu D, digunakan untuk taman dan pengguna lain.

  Menurut SK SNI T –04-1990, pembagian kelas paving block berdasarkan mutu betonnya, antara lain :

  1). Paving block dengan mutu beton I, nilai f’c 34 - 40 Mpa. 2). Paving block dengan mutu beton II, nilai f’c 25,5 - 30 Mpa.

  3). Paving block dengan mutu beton III, nilai f’c 17 - 20 Mpa.

  Klasifikasi paving block berdasarkan bentuk menurut SK SNI T-04-1990 terbagi atas dua macam, yaitu :

   a). Paving block bentuk segi empat

  b). Paving block bentuk segi banyak

Gambar 2.1 Bentuk Paving Block

  Pola pemasangan sebaiknya disesuaikan dengan tujuan penggunaannya. Pola yang umum dipergunakan yaitu pola susun bata (Strecher), anyaman tikar

  

(Basket Weave) dan tulang ikan (Herring Bone). Untuk perkerasan jalan

  diutamakan pola tulang ikan karena mempunyai kuncian yang baik. Dalam proses pemasangannya pada tepi susunan paving block biasanya ditutup dengan pasak yang berbentuk topi uskup.

  Beberapa pola pemasangan paving block untuk lapis perkerasan yang sering digunakan antara lain :

Gambar 2.2 Pola Pemasangan Paving Block

  2 Tempat parkir dan garasi

  5 Container Yard, Taxy Way I 100 TI

  80 TI

  I

  4 Terminal bus

  3 Jalan lingkungan I/II 60/80 TI

  60 SB, AT, TI

  II

  60 SB, AT,TI

Gambar 2.3 Bentuk Pasak Topi Uskup

  III

  1 Trotoar dan taman

  Kelas Tebal (mm) Pola

  No. Penggunaan Kombinasi

Tabel 2.1 Kombinasi Mutu dan Pola Pemasangan Paving block

  :

  paving block

  Berikut ini adalah kombinasi mutu, bentuk, tebal dan pola pemasangan

  Sumber : SK SNI T-04-1990-F

2. Syarat Mutu Paving Block

  Menurut SNI 03-0691-1996, paving block harus memenuhi persyaratan tentang Bata beton sebagai berikut :

  8. Sifat tampak, bata beton harus mempunyai permukaan yang rata, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan.

  9. Ukuran, bata beton harus mempunyai ukuran tebal nominal minimum 60 mm dengan toleransi ± 8 %.

  10. Sifat fisik, bata beton harus mempunyai sifat-sifat fisik seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2 Sifat-Sifat Fisik Paving Block Kuat Tekan Ketahanan Aus

  Penyerapan air rata- Mutu Kegunaan (Kg/cm2) (mm/menit) rata maks Rata

2 Min Rata

  A Perkerasan jalan 400 350 0,0090 0,103

  6 C Pejalan kaki 150 125 0,1600 1,184

  8 D Taman kota 100 85 0,2190 0,251

  10 Sumber : SNI 03-0691-1996 Menurut British Standart Institution 6717 part I 1986 tentang Precast

  Concrete Paving Block , persyaratan untuk paving block antara lain : a. Paving block sebaiknya mempunyai ketebalan tidak kurang dari 60 mm.

  b. Ketebalan paving block yang baik yaitu 60 mm, 65 mm, 80 mm, dan 100 mm.

  c. Paving block dengan bentuk persegi panjang sebaiknya mempunyai panjang 200 mm dan lebar 100 mm.

  2 Min (%)

  3 B Tempat parkir 200 170 0,1300 1,149 d. Lebar tali air yang terdapat pada badan paving block sebaiknya tidak lebih dari 7 mm.

  e. Toleransi dimensi pada paving block yang diijinkan yaitu :

   Panjang ± 2 mm.

   

   Lebar ± 2 mm.

   

   Tebal ± 3 mm.

   3.

   Kegunaan dan Keuntungan Paving Block

  Keberadaan paving block dapat menggantikan aspal dan pelat beton, dengan banyak keuntungan yang dimilikinya. Paving block mempunyai banyak kegunaan, diantaranya untuk perkerasan tempat parkir plaza, hotel, tempat rekreasi, tempat bersejarah, terminal, jalan setapak, trotoar, perkerasan jalan lingkungan pada kompleks-kompleks perumahan, taman kota dan tempat bermain. Beberapa keuntungan penggunaan paving block, antara lain : a. Dapat diproduksi secara massal.

  b. Paving block tidak mudah rusak pada kondisi pembebanan normal.

  c. Daya serap air melalui paving block menjaga keseimbangan air tanah untuk menopang betonan atau rumah diatasnya.

  d. Paving block lebih mudah dihamparkan dan langsung bisa digunakan tanpa harus menunggu pengerasan seperti pada beton.

  e. Paving block menghasilkan sampah konstruksi lebih sedikit dibandingkan penggunaan pelat beton.

  f. Paving block memiliki nilai estetika yang unik terutama jika didesain dengan pola dan warna yang inda g. Tidak menimbulkan kebisingan dan gangguan debu pada saat pengerjaan.

  h. Adanya pori-pori pada paving block meminimalisasi aliran permukaan dan memperbanyak infiltrasi dalam tanah. i. Daya serap air yang baik sekitar rumah atau tempat usaha akan menjamin ketersediaan air tanah sehingga bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari

  (Nurzal, Joni. 2013). j. Pemasangannya cukup mudah dan biaya perawatannya pun murah

   4.

   Bahan Penyusun Paving Block a. Semen Portland

  Semen Portland merupakan bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Semen Portland didefinisikan sebagai semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling kerak besi (klinker) yang mengandung kalsium silikat hidrolik yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya (ASTM C-150-1985).

  Semen merupakan bahan perekat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan konstruksi sipil. Jika ditambah air akan menjadi pasta semen dan jika ditambahkan agregat halus dan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang mengeras akan menjadi beton keras. Fungsi utama semen adalah merekatkan butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga- rongga udara diantara butir-butir agregat (Indriyanto N, Yogie L, 2008).

  Pada dasarnya semen portland terdiri dari 4 unsur yang paling penting, yaitu: a. Trikalsium silikat (C S) atau CaO.SiO

  3

  2 Unsur ini sifatnya hampir sama dengan sifat semen yaitu jika ditambahkan air

  akan menjadi kaku dan dalam beberapa jam saja pasta akan mengeras. C S

  3

  menunjang kekuatan awal semen dan menimbulkan panas hidrasi kurang lebih 58 kalori/gram setelah 3 hari.

  b. Dikalsium silikat (C S) atau 2CaO.SiO

  2

  2 Pada saat penambahan air setelah reaksi yang menyebabkan pasta mengeras

  dan menimbulkan panas 12 kalori/gram setelah 3 hari. Pasta akan mengeras, perkembangan kekuatannya stabil dan lambat pada beberapa minggu kemudian mencapai kekuatan tekan akhir hampir sama dengan C S.

  3

  c. Trikalsium aluminat (C

  A) atau 3CaO.Al O

  3

  2

  3 Unsur ini apabila bereaksi dengan air akan menimbulkan panas hidrasi tinggi

  yaitu 212 kalori/gram setelah 3 hari. Perkembangan kekuatan terjadi satu sampai dua hari tetapi sangat rendah.

  d. Tetrakalsium aluminoferit (C AF) atau Al O .Fe O

  4

  2

  3

  2

  3 Unsur ini saat bereaksi dengan air berlangsung sangat cepat dan pasta terbentuk

  dalam beberapa menit, menimbulkan panas hidrasi 68 kalori/gram. Warna abu- abu pada semen disebabkan oleh unsur ini.

  Silikat dan aluminat yang terkandung dalam semen portland jika bereaksi dengan air akan menjadi perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media perekat ini disebut dengan hidrasi (Neville, 1977: Reaksi kimia semen bersifat exothermic dengan panas yang dihasilkan mencapai 110 kalori/gram. Akibatnya dari reaksi exothermic terjadi perbedaan temperatur yang sangat tajam sehingga mengakibatkan retak-retak kecil (microcrack) pada beton (Andoyo, 2006).

  Berdasarkan SK.SNI T-15-1971-03:2, membagi semen portland menjadi 5 jenis, yaitu :

Tabel 2.3 Klasifikasi Semen Portland

  Tipe Keterangan

  I Semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Biasa digunakan untuk konstruksi bangunan bertingkat tinggi, perumahan, jembatan dan jalan raya, landasan bandara, beton pratekan, bangunan irigasi.

  II Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang serta diaplikasikan pada tempat yang lebar dan luas (bendungan, dermaga, dinding penahan besar, dll).

  III Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal tinggi (cepat mengeras) dalam fase permulaan setelah pengikatan terjadi.

  IV Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah. Jenis ini dapat mencapai kekuaan tinggi dengan lambat dan membutuhkan pemeliharaan pengeringan lebih panjang.

  V Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat dan diaplikasikan untuk pondasi, dinding basement, terowongan, juga beton yang bersentuhan dengan tanah.

  Sumber : SNI T-15-1971-03

  Jumlah kandungan semen sangat berpengaruh terhadap kuat tekan beton. Jika jumlah semen terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit, sehingga adukan beton sulit dipadatkan dan kuat tekan beton rendah. Namun jika jumlah semen berlebihan maka jumlah air juga berlebihan, sehingga beton mempunyai banyak pori dan akibatnya kuat tekan beton rendah (SNI 03-2834-1992).

b. Agregat Halus

  Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya yaitu agregat halus dan kasar. Agregat halus mempunyai ukuran dibawah 4,8 mm (British

  

Standard ) atau 4,75 mm (ASTM). Sedangkan agregat kasar mempunyai ukuran

  diatas 4,8 mm (British Standard) atau 4,75 mm (ASTM). Adapun penggolongan agregat halus berupa pasir alam, pasir olahan atau gabungan dari kedua pasir tersebut.

  Agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau pasir buatan yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai butiran sebesar 4,76 mm (SNI 03-6820-2002). Sedangkan menurut ASTM C 125-92, agregat halus adalah agregat yang lolos ayakan 3/8 inch (9,5 mm) dan hampir seluruhnya lolos saringan 4,75 mm (saringan no. 4 Standar ASTM) dan tertahan ayakan no. 200.

  Agregat yang dipakai untuk campuran adukan atau mortar harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh SNI 03-6821-2002 yakni dengan modulus halus 1,5 sampai 3,8. Modulus halus butir adalah suatu indek yang dipakai untuk menjadi ukuran kehalusan atau kekasaran butir-butir agregat yang tertinggal diatas suatu set ayakan dan kemudian dibagi seratus. Semakin besar nilai modulus halusnya menunjukkan bahwa makin besar butir-butir agregatnya.

  Tabel di bawah ini merupakan table zona gradasi agregat halus yang menentukan klasifikasi pasir yang telah di ayak menggunakan satu set ayakan standar (Shiever Shaker).

  20

  Gradasi agregat adalah distribusi ukuran butiran dari agregat. Bila butir- butir agregat memiliki ukuran yang sama (seragam) volume pori akan besar, sebaliknya bila ukuran butir-butirnya bervariasi maka volume porinya kecil. Hal ini karena butiran yang kecil akan mengisi pori diantara butiran yang besar, sehingga pori-porinya sedikit atau dengan kata lain kemampatannya tinggi (M.Tri Wibowo, 2007).

  Zona 2 = Pasir Agak Kasar Zona 3 = Pasir Halus Zona 4 = Pasir Agak Halus

  15 Sumber : SNI 03-6821-2002 Keterangan : Zona 1 = Pasir Kasar

  10

  10

  10

  15 0,15

  50

  12

  40

  8

  30

  5

  80 0,3

Tabel 2.4 Zona Gradasi Agregat Halus

  79 60 100

  35

  34

  15

  34

  90 0,6

  70 30 100 55 100 75 100

  95 1,2

  95 60 100 75 100 85 100

  95 2,4

  Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah 10 100 100 100 100 100 100 100 100 4,8 100 90 100 90 100 90 100

  Ayakan Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4 ( mm )

  Lubang Berat Tembus Kumulatif ( % )

  Menurut SII-0052, agregat halus yang dipakai untuk campuran adukan harus memenuhi persyaratan agregat halus secara umum, yaitu sebagai berikut :

  1. Agregat halus terdiri dari butiran yang tertinggal diatas ayakan no. 200 dan terdiri dari butiran tajam dan keras dan modulus halus butirnya 1,5

  • – 3,8.

  2. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm) maksimum 5 % dari berat kering, jika kadar lumpur lebih dari 5 % maka pasir harus dicuci.

  3. Kadar zat organik yang terkandung ditentukan dengan mencampur agregat halus dengan larutan natrium sulfat (NaSO ) 3%, jika dibandingkan dengan

  4 warna standar atau pembanding tidak lebih tua dari pada warna standar.

  4. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan atau zat yang sifatnya merusak beton, termasuk yang menimbulkan karat pada tulangan (PBBI 1971).

  5. Tidak boleh menggunakan pasir laut, kecuali dengan petunjuk staff ahli karena pasir laut mengandung garam yang dapat merusak beton/baja tulangan (Andre, 2012).

c. Tailing

  Tailing adalah limbah batuan atau tanah halus sisa-sisa dari pengerusan dan pemisahan (estraksi) mineral yang berharga (tembaga, emas, perak) dengan bahan tambang. Tailing terdiri dari 50% praksi pasir halus dengan diameter sekitar 0,075

  • – 0,4 mm dan 50 % terdiri dari praksi lempung dengan diameter kurang dari 0,075 mm. Bahan tambang baik itu batuan, pasir maupun tanah setelah digali dan dikeruk, lalu estrak bumi (mineral berbahaya) yang persentasenya sangat kecil dipisahkan lewat proses pengerusan, bahan tambang yang begitu banyak disirami dengan zat-zat kimia (cianida, mercury, Arsenik) lalu bijih emas tembaga atau perak disaring oleh Carbon Filter, proses pemisahan dan penyaringan mineral ini menyisakan Lumpur
dan air cucian bahan tambang yang disebut tailing , mineral berharga diambil, sedangkan tailing akan terbawa bersama zat-zat kimia yang mengandung logam berat/beracun lainnya.

d. Air Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen

  yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya proses pengerasan dalam pekerjaan beton. Air yang digunakan sebagai campuran beton adalah yang tidak mengandung senyawa-senyawa berbahaya, garam, minyak, gula atau bahan kimia lainnya (Tjokrodimuljo, 1996).

  Untuk bereaksi dengan semen, air hanya diperlukan sekitar 25% dari berat semen. Perbandingan jumlah air dengan semen yang biasa disebut Faktor Air Semen (FAS) penting untuk diperhatikan. Jika air berlebihan maka akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton.

  Menurut SK SNI S-04-1989-F, persyaratan air sebagai bahan bangunan harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Tidak mengandung lumpur atau benda tersuspensi lebih dari 2 gr/lt.

  b. Air harus bersih.

  c. Derajat keasaman (pH) normal ± 7.

  d. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang dapat dilihat secara visual.

e. Metode Pembuatan Paving Block

  Metode pembuatan paving block yang biasa digunakan oleh masyarakat, dapat diklasifikasikan menjadi dua metode yaitu :

1) Metode Konvensional

  Metode ini adalah metode yang paling banyak digunakan oleh masyarakat kita dan lebih dikenal dengan metode gablokan. Pembuatan paving block cara konvensional dilakukan dengan menggunakan alat gablokan/alat pukul dengan beban pemadatan yang berpengaruh adalah tenaga orang yang mengerjakannya.

  Mutu beton dari paving block jenis ini tergolong dalam mutu beton kelas D (K 50 – 100).

Gambar 2.5 Alat Gablokan Metode KonvensionalGambar 2.6 Prinsip Kerja Metode Konvensional

2) Metode Mekanis Metode mekanis didalam masyarakat biasa disebut dengan press.

  ini masih jarang digunakan karena untuk pembuatan paving block dengan metode ini membutuhkan alat yang harganya relatif mahal. Metode ini biasanya digunakan oleh pabrik dengan skala industri, sedang atau besar. Pembuatan paving block cara mekanis dilakukan dengan menggunakan mesin press. Mesin press yang biasa digunakan yaitu :

  a) Mesin Press Vibrasi/Getar (K 150 – 250)

  Pada umumnya paving block press mesin vibrasi tergolong sebagai paving

  block dengan mutu beton kelas C B (K150 250). Paving block dengan

  mesin press vibrasi ini diproduksi dengan mesin press sistem getar dan dapat digunakan sebagai alternatif perkerasan lahan pelataran parkir.

  b) Mesin Press Hidrolik (K 300 – 450) Paving block jenis ini diproduksi dengan cara dipress menggunakan mesin

  2 press hidrolik dengan kuat tekan diatas 300 kg/cm . Paving block press

  hidrolik dapat dikategorikan sebagai paving block dengan mutu beton kelas B

  • – A (K 300 – 450). Paving block jenis ini dapat digunakan untuk keperluan non struktural maupun untuk keperluan struktural yang berfungsi menahan beban berat yang dilalui di atasnya, seperti areal jalan lingkungan hingga sebagai perkerasan lahan pelataran terminal peti kemas di pelabuhan.

Gambar 2.7 Alat Pencetak Paving BlockGambar 2.8 Prinsip Kerja Metode Mekanis f.

   Proses Pembuatan Paving Block 1) Pembuatan Dengan Cara Manual

  Pembuatan paving block dimulai dengan mencampur semen, air, pasir, penambahan fly ash dan kapur (pengganti sebagian semen) dan penambahan abu batu (sebagai filler) dengan komposisi tertentu. Setelah adukan homogen, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan dan dipress dengan kekuatan tekan tenaga manusia.

  Pembuatan cara manual ini umumnya menghasilkan mutu paving block yang rendah karena tekanan yang diberikan pada saat mengempa tidak maksimal.

2) Pembuatan Dengan Mesin

  Mencampurkan bahan material penyusun ke dalam mesin molen, kemudian di masukkan ke dalam mesin cetak paving block. Pada mesin ini dapat disetting tekanan yang akan diterima untuk menghasilkan paving dengan mutu tertentu. Umumnya pembuatan paving block dengan menggunakan mesin akan menghasilkan mutu beton yang tinggi, keseragaman dan kestabilan tekanan pada saat penempaan atau pengepressan memberikan kontribusi peningkatan mutu paving block, Meskipun demikian, komposisi material penyusun bata beton (paving block) sangat menentukan mutu produk tersebut.

B. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian Terdahulu

  Fitriana (2016), dalam skripsinya telah melakukan penelitian tentang

  pengaruh fly ash dan kapur dalam pembuatan paving block. Isi dari penelitian tersebut mengatakan bahwa contoh fly ash yang digunakan berasal dari PLTU Cilacap. Dalam penelitian ini, setiap variasi penggantian sebagian bahan pengikat (fly ash dan kapur) sebanyak 0 %, 6 %, 12 %, 18 %, dan 24 % berturut-turut yaitu sebesar 198 kg/cm2, 223 kg/cm2, 207 kg/cm2, 241 kg/cm2, 185 kg/cm2.

  Nilai kuat tekan tertinggi sebesar 241 kg/cm2 yaitu pada paving block dengan penggantian sebagian bahan pengikat (fly ash dan kapur) sebanyak 18 % yang terdiri dari 9 % fly ash dan 9 % kapur dan nilai kuat tekan terkecil sebesar 185 kg/cm2 pada variasi 24 % yang terdiri dari 12 % fly ash dan 12 % kapur.

  Lestari (2007), melakukan test kokoh tekan hancur pada kubus/silinder

  beton. Analisa kekuatan untuk kubus, diperoleh tegangan hancur 308,2kg/cm2 untuk komposisi Semen : pulverized fly ash : Pasir : Batu Pecah adalah 1 : 1 : 1 : 2.

  2 kemudian untuk komposisi 1 : 1,5 : 2 : 3 diperoleh tegangan hancur 312,3 kg/cm .

  selain itu, pada komposisi 1 : 1 : 2 : 3 diperoleh tegangan hancur sebesar 350,4

  2 kg/cm .

  Saputro (2008), dalam skripsinya melakukan penelitian dengan tujuan untuk

  meningkatkan kuat desak dan kuat tarik beton mutu tinggi dan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggantian sebagian semen dengan abu terbang yang berasal dari PLTU Cilacap terhadap mutu kuat desak dan kuat tarik beton. Penelitian yang dilakukan di Laboratorium Bahan Konstruksi Teknik (BKT), Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia ini memakai komposisi variasi penambahan abu terbang sebanyak 0%, 20%, 25%, 30% dan 35% dari berat semen. Benda uji yang digunakan adalah berbentuk silinder, mutu beton yang direncanakan 45 MPa yang diuji pada umur 28 hari. Dari penelitian ini, dihasilkan bahwa akibat penggantian sebagian semen dengan

  

Fly Ash , kuat desak dan kuat tarik beton mengalami peningkatan. Hasil yang paling

  optimum yaitu pada komposisi 1 : 2 : 3 dengan penggantian abu terbang (fly ash) sebesar 35% dari berat semen dengan kuat tekannya sebesar 55,07 Mpa dan 3,93 MPa untuk kuat tariknya. Butiran Fly Ash yang jauh lebih kecil membuat beton lebih padat karena rongga antara butiran agregat diisi oleh Fly Ash sehingga dapat memperkecil pori-pori yang ada dan memanfaatkan sifat pozzolan dari Fly Ash dalam memperbaiki mutu beton. Penggunaan Fly Ash memperlihatkan dua pengaruh abu terbang di dalam beton yaitu sebagai agregat halus dan sebagai pozzolan. Selain itu abu terbang di dalam beton menyumbang kekuatan yang lebih baik dibanding dengan beton normal.

  Loveta (2013), dalam skripsinya melakukan penelitian dengan tujuan untuk

  mengetahui nilai kuat tekan dan daya serap air dari paving block menggunakan bahan tanah lempung dengan bahan tambahan kapur dan fly ash. Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini yaitu tanah lempung yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. Variasi kadar campuran yang digunakan adalah 6%, 8%, dan 10%, perbandingan antara kapur dan fly ash adalah 1 : 1 dan dilakukan pemeraman dengan variasi waktu pemeraman 7 hari, 14 hari, dan 28 hari serta dengan perlakuan pembakaran dan tanpa pembakaran sampel paving block.

  Berdasarkan hasil pengujian fisik tanah asli, USCS mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam kelompok CL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan paving block menggunakan bahan tanah lempung dengan bahan tambahan kapur dan fly ash tidak memenuhi SNI

  

paving block. Akan tetapi, penambahan bahan aditif tersebut dan pemeraman yang

  dilakukan dapat meningkatkan sifat fisik dan mekanik tanah. Hal ini terbukti dengan meningkatnya berat jenis tanah campuran. Untuk nilai kuat tekan paving

  

block tanpa pembakaran dan dengan proses pembakaran paling baik ditunjukkan

pada penambahan kadar campuran 10% dengan waktu pemeraman 28 hari.

  Yulianti (2013), dalam skripsinya melakukan penelitian tentang

  “Pemanfaatan Fly Ash Sebagai Bahan Campuran Tanah dengan Kapur Untuk Perkuatan Paving Block Pasca Pembakaran Untuk Jalan Lingkungan”.

  Dari Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa penambahan kadar kapur dan fly ash berpengaruh terhadap kekuatan campuran tersebut, hal ini dapat dilihat dari nilai kuat tekan yang dihasilkan.