BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Brain Based Learning (Pembelajaran Berbasis Otak) - Lina Fatimatuz Zahroh BAB II

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Brain Based Learning (Pembelajaran Berbasis Otak) Menurut Masykur dan Fathani (2017), penggunaan otak sebelah kiri

  lebih banyak pada pembelajaran matematika. Menurut Jensen (2008), Brain

  Based Learning sebagai pembelajaran yang diselaraskan dengan cara kerja

  otak, didesain secara alamiah, tidak terfokus pada keterurutan, akan tetapi lebih mengutamakan pada kesenangan dan kecintaan terhadap belajar sehingga siswa mudah menyerap materi yang dipelajari. Brain Based Learning mempertimbangkan sifat alami bagi otak dan bagaimana otak dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman, juga tidak mengharuskan siswa untuk belajar, tetapi merangsang dan memotivasi siswa untuk belajar dengan keinginannya sendiri.

  Masykur dan Fathani (2017) menyatakan bahwa berpikir dengan cara hanya menggunakan otak kanan sifatnya acak dan tidak teratur seperti perasaan dan emosi, penggunaan bentuk dan pola, musik, kreativitas dan visualisasi. Jika belajar hanya dengan menggunakan otak kiri, sementara otak kanan tidak diaktifkan maka mudah menimbulkan perasaan jenuh, bosan dan mengantuk. Begitu juga sebaliknya, hanya menggunakan otak kanan tanpa diimbangi dengan pemanfaatan otak kiri, bisa jadi mereka akan banyak menyanyi, mengobrol atau menggambar, dan hanya sedikit ilmu yang masuk ke otaknya. Maka mengembangkan pemanfaatan otak kiri dan otak kanan menjadi penting dalam penciptaan suasana belajar.

  Gardner et al. (Belkhir, J et al, 1996) menyarankan untuk menggunakan kedua belahan otak pada matematika. Menurut Jensen (2008), Brain Based

  

Learning menciptakan pembelajaran yang berorientasi pada upaya

  pemberdayaan otak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Brain Based Learning yaitu pembelajaran yang diselaraskan dengan cara kerja otak sebagai upaya pemberdayaan otak sehingga otak dapat belajar secara optimal.

  Implementasi Brain Based Learning pada pembelajaran, dapat dilakukan dengan mengembangkan tiga strategi utama, yaitu: 1). Menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa, 2). Menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan, 3). Menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. Adapun tahap-tahap

  Brain Based Learning menurut Jensen (2011), yaitu :

Tabel 2.1 Tahapan Brain Based Learning Fase Deskripsi

  

Pra-pemaparan Tahap ini memberikan sebuah ulasan atau tinjauan kepada

  otak tentang pembelajaran baru sebelum benar-benar menggali lebih jauh: pra-pemaparan membantu otak membangun peta konseptual yang lebih baik.

  

Persiapan Tahap ini merupakan fase dalam menciptakan

  keingintahuan atau kesenangan siswa terhadap materi yang akan diajarkan.

  Inisiasi dan Akuisisi

  Tahap ini merupakan tahap penciptaan koneksi atau pada saat neuron- neuron itu saling “berkomunikasi” satu sama lain. Tahap ini membantu siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman awal.

  

Elaborasi Tahap pengolahan informasi. Pada tahap ini memberikaan

  kesempatan kepada otak untuk menyortir, menyelidiki, menganalisis, menguji dan memperdalam pelajaran.

  

Inkubasi dan Tahap ini menekankan pentingnya waktu istirahat dan

  Memasukkan Memori

  b) Siswa dirangsang kesenangannya untuk belajar dengan memberitahukan kelompok yang memperoleh skor LKK tertinggi akan mendapat hadiah.

  h) Siswa diminta maju sebagai perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas dan siswa yang lain memperhatikan,

  4. Elaborasi Menalar dan Mengomunikasikan

  g) Siswa dibagikan LKK untuk dikerjakan secara berkelompok.

  f) Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok heterogen 4-5 anak.

  e) Siswa membangun koneksi antara informasi yang telah diperoleh sebelumnya (materi pra-syarat) dengan materi yang akan dipelajari.

  d) Siswa memperhatikan penjelasan yang disampaikan guru mengenai materi bangun ruang sisi datar, diantaranya menentukan luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas.

  3. Inisiasi dan Akuisisi Menanya dan Mencoba

  c) Siswa dirangsang keingintahuan untuk belajar dengan memberikan contoh-contoh kontekstual terkait materi yang sedang dibahas.

  Menanya

  waktu untuk mengulang kembali/ tinjauan. Otak belajar paling efektif dari waktu ke waktu, bukan berlangsung pada suatu saat.

  a) Siswa memusatkan perhatian untuk masuk dalam pembelajaran terkait materi bangun ruang sisi datar dengan mengamati peta konsep yang telah disajikan oleh guru.

  Mengamati

Tabel 2.2 Langkah- langkah Brain Based Learning Langkah Kegiatan 1. Pra- pemaparan

  Langkah- langkah Brain Based Learning dalam pelaksanaannya di dalam kelas selama proses pembelajaran berlangsung adalah sebagai berikut :

  Tahap ini menanamkan semua arti penting dari kecintaan terhadap belajar. Tahap ini sebaiknya dibuat mengasyikan, ceria, dan menyenangkan

  Perayaan dan Integrasi

  Dalam tahap ini, guru mengecek apakah siswa sudah paham dengan materi yang telah dipelajari atau belum. Hal tersebut dilakukan bukan hanya untuk kepentingan guru, melainkan untuk kepentingan siswa. Siswa juga perlu mengetahui apakah dirinya sudah memahami atau belum.

  Verifikasi dan Pengecekan Keyakinan

2. Persiapan

  mengungkapkan pendapat atau memberikan pertanyaan.

  5. Mengomunikasikan Inkubasi dan Memasukkan i) Siswa diberikan waktu istirahat dan waktu mengulang memori atau meninjau ulang pembelajaran dengan membuat

  catatan sederhana (rangkuman) tentang materi yang baru dipelajari.

  6. Mengomunikasikan Verifikasi dan j) Siswa diberikan soal kuis untuk mengecek pengecekan pemahamannya terhadap materi.

  k) Siswa mengerjakan kuis secara individu.

  keyakinan

7. l) Siswa dibimbing untuk menyimpulkan materi yang

Perayaan dan Integrasi dipelajari hari ini dan guru memberitahu tentang

  materi apa yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya. m) Guru memberikan motivasi tentang pentingnya mempelajari materi bangun ruang sisi datar. n) Siswa diminta untuk tos dengan teman kelompoknya. o) Guru mengumumkan perolehan skor LKK dan memberi hadiah kepada kelompok dengan skor tertinggi. Adapun kelebihan dan kekurangan Brain Based Learning adalah sebagai berikut (Afidah, 2014):

  1. Kelebihan Brain Based Learning a) Memberikan suatu pemikiran baru tentang bagaimana otak bekerja.

  b) Memerhatikan kerja alamiah otak dalam proses pembelajaran.

  c) Menciptakan iklim pembelajaran di mana pembelajar dihormati dan didukung.

  d) Menghindari pemforsiran terhadap kerja otak.

  e) Dapat menggunakan berbagai model dalam proses pembelajaran.

  2. Kelemahan Brain Based Learning

  a) Tenaga kependidikan di Indonesia belum sepenuhnya mengetahui tentang teori pembelajaran berbasis otak b) Memerlukan waktu yang tidak sedikit untuk memahami/ mempelajari bagaimana otak bekerja.

  c) Memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk menciptakan pembelajaran yang baik bagi otak.

  d) Memerlukan fasilitas yang memadai 2.

   Kemampuan Koneksi Matematis

  Koneksi dengan kata lain dapat diartikan sebagai keterkaitan, koneksi dalam kaitannya dengan matematika disebut dengan koneksi matematis.

  Menurut NCTM (2000), kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan yang sangat penting bagi siswa. Ketika siswa dapat menghubungkan ide- ide dalam matematika, berarti mereka telah memahami lebih dalam dan akan bertahan lebih lama. Reed (2010), menyampaikan gagasan tentang koneksi matematis yaitu koneksi matematis dapat menghubungkan topik- topik dalam matematika ke dalam kehidupan sehari- hari dan dengan topik matematika yang lain, atau menghubungkan matematika dengan bidang lain. Koneksi matematis dapat membantu siswa dalam memahami matematika dengan lebih baik dan memandang matematika berguna dalam kehidupan sehari- hari.

  Kemampuan koneksi matematis ini bukan hanya penting dimiliki oleh seorang guru, namun penting juga untuk dimiliki oleh seorang siswa.

  Kemampuan koneksi matematis dapat diartikan sebagai keterkaitan antara konsep-konsep matematika secara internal dan eksternal. Keterkaitan secara internal yaitu berhubungan dengan matematika itu sendiri dan keterkaitan secara eksternal yaitu antara matematika dengan bidang lain baik bidang studi lain maupun dengan kehidupan sehari- hari.

  Menurut Anghileri (Anthony dan Walshaw, 2009), guru yang efektif mendukung siswa untuk membuat koneksi dan memberi kesempatan untuk terlibat dalam tugas yang kompleks dan percaya bahwa mereka dapat menjelaskan strategi pemikiran dan solusi mereka serta dapat mendengarkan pemikiran orang lain. Haji et al (2017) menyampaikan bahwa keterkaitan antara konsep dalam matematik dan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dapat membantu siswa untuk memahami konsep matematika.

  Tujuan siswa perlu mempunyai kemampuan koneksi matematis adalah agar siswa mampu mengaitkan atau menghubungkan konsep- konsep matematika baik antar matematika itu sendiri maupun antara matematika dengan kehidupan sehari- hari. Selain itu, menurut Noto et al (2016), siswa yang memiliki kemampuan koneksi yang baik akan lebih mudah mempelajari banyak materi pembelajaran dengan cara menghubungkan materi satu dengan materi yang lainnya.

  Dalam kaitannya dengan kehidupan sehari- hari, siswa akan semakin menyadari dan memahami bahwa konsep- konsep di dalam matematika saling berkaitan, sehingga siswa akan mengetahui bahwa matematika penting untuk memecahkan permasalahan sehari- hari, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

  Sedangkan tujuan siswa perlu mempunyai kemampuan koneksi matematis menurut NCTM (2000) yaitu : a. Memperluas wawasan pengetahuan siswa Dengan koneksi matematis, siswa diberi suatu materi yang bisa menjangkau ke berbagai aspek permasalahan baik di dalam maupun di luar sekolah, sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa tidak bertumpu pada materi yang sedang dipelajari saja tetapi secara tidak langsung siswa memperoleh banyak pengetahuan yang pada akhirnya dapat menunjang peningkatan kualitas hasil belajar secara menyeluruh.

  b. Memandang matematika sebagai suatu keseluruhan yang padu bukan materi yang berdiri sendiri.

  c. Menyatakan relevansi dan manfaat baik disekolah maupun di luar sekolah.

  Menurut NCTM (2000) indikator kemampuan koneksi matematis diantaranya : a. Mengenali dan memanfaatkan hubungan- hubungan antara gagasan dalam matematika.

  Dalam hal ini, koneksi dapat membantu siswa untuk memanfaatkan konsep- konsep yang telah mereka pelajari dengan konteks baru yang akan dipelajari oleh siswa dengan cara menghubungkan satu konsep dengan konsep lainnya sehingga siswa dapat mengingat kembali tentang konsep sebelumnya yang telah siswa pelajari dan siswa dapat memandang gagasan- gagasan baru tersebut sebagai perluasan dari konsep matematika yang sudah dipelajari sebelumnya.

  b. Memahami keterkaitan ide- ide matematika dan membentuk ide satu dengan yang lain sehingga menghasilkan suatu keterkaitan yang menyeluruh.

  Pada tahap ini, siswa mampu melihat struktur matematika yang sama dalam seting yang berbeda. Melalui tahap ini, diharapkan terjadi peningkatan pemahaman tentang hubungan antar satu konsep dengan konsep lainnya.

  c. Mengenali dan mengaplikasikan matematika baik dalam matematika dan lingkungan di luar matematika.

  Konteks eksternal matematika berkaitan dengan hubungan matematika dengan kehidupan sehari- hari, sehingga siswa mampu mengkoneksikan antara kejadian yang ada pada kehidupan sehari- hari ke dalam model matematika.

  Mousley (2004) mengembangkan indikator kemampuan koneksi matematis menjadi tiga yaitu: (1) koneksi antara pengetahuan matematika baru dengan pengetahuan matematika yang sudah ada sebelumnya, (2) koneksi antar konsep- konsep matematika, dan (3) koneksi antara matematika dengan kehidupan sehari- hari.

  Adapun indikator kemampuan koneksi matematis menurut Sumarmo (Lestari dan Yudhanegara, 2015) adalah: (1) Mencari hubungan berbagai representatif konsep dan prosedur, (2) Memahami hubungan diantara topik matematika, (3) Menerapkan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari, (4) Memahami representatif ekuivalen suatu konsep, (5) Mencari hubungan satu prosedur lain dengan prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen, (6) Menerapkan hubungan antartopik matematika dan antara topik matematika dengan topik di luar matematika.

  Berdasarkan kajian teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan siswa untuk mengaitkan atau menghubungkan matematika baik antar topik matematika maupun di luar matematika. Indikator dalam penelitian ini yaitu: (1) Memahami dan menghubungkan antar topik dalam matematika, artinya siswa mampu memahami dan mengkoneksikan konsep- konsep matematika dalam topik yang berbeda. (2) Memahami dan menghubungkan antar konsep dalam matematika, artinya siswa mampu memahami dan mengkoneksikan konsep- konsep matematika dalam topik yang sama. (3) Memahami dan menghubungkan matematika dalam kehidupan sehari- hari, artinya siswa mampu memahami dan mengkoneksikan konsep- konsep matematika dengan kehidupan sehari- hari.

3. Self-Efficacy

  Menurut Ormrod (2008), efikasi diri (self-efficacy) merupakan keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu mengerjakan tugas tertentu atau meraih sasaran tertentu. Menurut Bandura (Lestari dan Yudhanegara, 2015) mendefinisikan self-efficacy sebagai sikap menilai kemampuan diri sendiri dalam menyelesaikan tugas yang spesifik. Dengan kata lain, self-efficacy adalah keyakinan dalam menilai diri berkenaan dengan kompetensi seseorang untuk sukses dalam tugas- tugasnya.

  Bandura (1993) menyatakan bahwa individu yang memiliki self-

  

efficacy tinggi akan mencapai suatu kinerja yang lebih baik karena individu ini

  memiliki motivasi yang kuat, tujuan yang jelas, emosi yang stabil dan kemampuannya untuk memberikan kinerja atas aktivitas atau perilaku dengan sukses. Berbeda dengan individu yang memiliki self-efficacy rendah akan cenderung tidak mau berusaha atau lebih menyukai kerjasama dalam situasi yang sulit dan tingkat kompleksitas tugas yang tinggi.

  Menurut Rahyubi (2014), efikasi diri atau ekspektasi adalah persepsi diri tentang seberapa bagus dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri berkaitan dengan keyakinan bahwa seorang individu memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa self-

  

efficacy adalah keyakinan dalam menilai diri berkenaan dengan kompetensi

individu untuk sukses dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

  Menurut Zimmerman (2000), self-efficacy dibedakan atas tiga dimensi yaitu: Level/magnitude, Generallity dan Strength.

  1. Level/magnitude, yaitu penilaian kemampuan individu pada tugas yang sedang dihadapinya. Dimensi ini mengacu pada tingkat kesulitan suatu masalah yang dipersepsikan berbeda dari masing-masing individu. Apabila individu merasa sedikit rintangan yang dihadapi maka masalah tersebut mudah ditangani. Dengan kata lain magnitude adalah masalah yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas individu. Komponen ini berimplikasi pada pemilihan perilaku yang akan dicoba individu berdasar ekspektasi efikasi pada tingkat kesulitan tugas. Individu akan berupaya melakukan tugas tertentu yang ia persepsikan dapat diselesaikan dan akan menghindari situasi dan perilaku yang ia persepsikan di luar batas kemampuannya. Zimmerman (2000) mengatakan level terbagi atas 3 bagian yaitu: 1) analisis pilihan perilaku yang akan dicoba, yaitu seberapa besar individu merasa mampu atau yakin untuk berhasil menyelesaikan tugas dengan pilihan perilaku yang akan diambil; 2) menghindari situasi dan perilaku yang dirasa melampaui batas kemampuannya dan 3) menyesuaikan dan menghadapi langsung tugas-tugas yang sulit.

  2. Strength, yaitu mengacu pada ketahanan dan keuletan individu dalam menyelesaikan masalah. Individu yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah akan terus bertahan dalam usahanya meskipun banyak kesulitan dan tantangan. Dengan efikasi diri, kekuatan untuk usaha yang lebih besar mampu didapat. Semakin kuat perasaan efikasi diri dan semakin besar ketekunan, maka semakin tinggi kemungkinan kegiatan yang dipilih dan dilakukan dengan berhasil. Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan, walaupun mungkin belum memiliki pengalaman-pengalaman yang menunjang. Sebaliknya, pengharapan yang lemah dan ragu-ragu terhadap kemampuan diri, akan mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menunjang. Jadi yang dimaksud

  

strength adalah taraf keyakinan siswa terhadap kemampuan yang

  dimilikinya, dalam mengatasi masalah yang muncul dari penyelesaian tugas-tugasnya.

  3. Generality yaitu mengacu pada penilaian efficacy individu berdasarkan aktivitas keseluruhan tugas yang pernah dijalaninya. Generality berkaitan dengan tingkah laku dimana individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya, tergantung pemahaman kemampuan dirinya yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang lebih luas dan bervariasi. Jadi generality dapat dikatakan sebagai keyakinan siswa terhadap kemampuan yang dimiliki dalam menggeneralisasikan tugas- tugasnya, berdasarkan tugas yang pernah dijalaninya. Menurut Bandura (Ormrod, 2008), orang lebih mungkin terlibat dalam perilaku tertentu ketika mereka yakin bahwa mereka akan mampu menjalankan perilaku tersebut dengan sukses yaitu ketika mereka memiliki self-efficacy yang tinggi.

  Adapun indikator dari self-efficacy pada penelitian ini yaitu : 1) Keyakinan siswa terhadap kemampuannya menghadapi tugas dengan tingkat kesulitan yang berbeda.

  2) Minat siswa dalam mengerjakan tugas matematika. 3) Keyakinan siswa pada kemampuannya untuk bertahan dalam menyelesaikan masalah.

  4) Keyakinan siswa terhadap usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan. 5) Keyakinan siswa terhadap kemampuannya menggunakan pengalaman sebelumnya untuk menyelesaikan masalah.

  6) Mampu menyikapi situasi dan kondisi yang beragam dengan sikap positif.

4. Pembelajaran Langsung

  Menurut Suprijono (2013) disebut pembelajaran langsung karena mengacu pada gaya belajar di mana guru terlibat aktif dalam menjelaskan isi pelajaran dan mengajarkannya secara langsung kepada seluruh kelas. Menurut Kardi (Al-Tabany, 2014), pengajaran langsung dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, praktik dan diskusi. Pengajaran langsung berpusat pada guru, dan menjamin adanya keterlibatan siswa. Guru menyampaikan materi secara terstruktur, mengarahkan kegiatan siswa, dan menguji ketrampilan siswa melalui latihan- latihan dengan dibimbing oleh guru.

  Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran langsung yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru, dimana guru menyampaikan materi secara langsung kepada siswa dengan metode ceramah, tanya jawab maupun diskusi dan membimbing aktifitas siswa agar mampu memperoleh pemahaman yang benar dengan memberikan soal latihan.

  Sintaks pembelajaran langsung menurut Majid (2013) diantaranya sebagai berikut: a. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

  Tujuan langkah awal ini untuk menarik dan memusatkan perhatian siswa, serta memotivasi mereka untuk berperan serta dalam pembelajaran.

  b. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan Guru mendemonstrasikan ketrampilan dengan benar atau menyampaikan informasi tahap demi tahap dan sejelas mungkin dan mengikuti langkah- langkah demonstrasi yang efektif.

  c. Membimbing pelatihan Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih konsep atau ketrampilan serta memberikan bimbingan kepada siswa. Latihan terbimbing ini baik untuk menilai kemampuan siswa dalam melakukan tugasnya.

  d. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik Guru memeriksa atau mengecek kemampuan siswa seperti memberikan kuis dan umpan balik serta membuka diskusi untuk siswa.

  Guru memberikan review terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan umpan balik terhadap respons siswa yang benar dan mengulang ketrampilan jika diperlukan.

  e. Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan Guru memberikan tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah dipelajari. Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian terhadap penerapan pada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.

  Kelebihan dan kekurangan pembelajaran langsung menurut Majid (2013) yaitu sebagai berikut: Kelebihan

  a. Guru dapat mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa, sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa.

  b. Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.

  c. Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan ketrampilan-ketrampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah. d. Menekankan kegiatan mendengarkan (ceramah) sehingga membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini.

  e. Model pembelajaran langsung dapat memberikan tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan antara teori (hal yang seharusnya) dan observasi (kenyataan yang terjadi).

  f. Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi apabila model pembelajaran langsung digunakan secara efektif.

  Sedangkan kekurangannya yaitu:

  a. Sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar atau ketertarikan siswa.

  b. Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat aktif, sulit bagi siswa untuk terlibat secara aktif, sulit bagi siswa untuk mengembangkan ketrampilan social dan interpersonal mereka.

  c. Karena guru memainkan peran pusat, kesuksesan strategi pembelajaran bergantung pada image guru.

5. Materi Materi dalam penelitian ini adalah Materi Bangun Ruang Sisi Datar kelas VIII.

  

KD : 3.9 Membedakan dan menentukan luas permukaan dan volume bangun

ruang sisi datar (kubus, balok, prisma, dan limas).

  4.9 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume bangun ruang sisi datar (kubus, balok, prisma dan limas), serta gabungannya.

  Indikator

  3. 9. 1 Menemukan turunan rumus luas permukaan kubus, balok, prisma, dan limas 3. 9. 2 Mengetahui rumus luas permukaan kubus, balok, prisma, dan limas 3. 9. 3 Mengetahui rumus volume kubus dan balok 3. 9. 4 Memahami proses dalam menemukan rumus volume prisma dan limas 4. 9. 1 Menghitung luas permukaan kubus, balok, prisma, dan limas 4. 9. 2 Menghitung volume kubus, balok, prisma, dan limas 4. 9. 3 Menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan luas permukaan kubus, balok, prisma, dan limas 4. 9. 4 Menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan volume kubus, balok, prisma, dan limas

B. Penelitian Relevan

  Terdapat penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan, diantaranya penelitian Lestari (2014) dengan nilai rata-rata N-gain kelas eksperimen sebesar 0,74 kelas kontrol sebesar 0,61 untuk kemampuan koneksi matematis yang berarti terdapat peningkatan koneksi matematis siswa yang mengikuti Brain Based Learning. Penelitian Agustina dan Hanifah (2017) dengan skor N-gain kemampuan koneksi sebesar 0,51 (kelas eksperimen) dan 0,30 (kelas kontrol) yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan model Brain Based Learning. Penelitian Hidayah (2015) dengan nilai t hitung 1,673 dan t tabel 4,395, jika dipersentasekan maka kelas eksperimen 11,93% lebih tinggi dari rata-rata kelas kontrol yang berarti model Brain Based Learning dengan pendekatan saintifik berbantuan alat peraga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

  Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penerapan Brain Based Learning. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, Brain Based Learning diduga mampu berdampak positif terhadap kemampuan koneksi matematis dan self-efficacy siswa. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh Brain Based Learning terhadap kemampuan koneksi matematis dan self-efficacy siswa.

C. Kerangka Pikir

  Brain Based Learning yaitu pembelajaran yang diselaraskan dengan cara

  kerja otak sebagai upaya pemberdayaan otak sehingga otak dapat belajar secara optimal. Brain Based Learning memiliki 7 (tujuh) tahap, yaitu meliputi tahapan berikut ini. Tahap pertama yaitu pra-pemaparan dimana tahap ini memberikan sebuah ulasan atau tinjauan kepada otak tentang pembelajaran baru sebelum benar-benar dipelajari lebih jauh, bisa dilakukan dengan menyajikan peta konsep tentang materi yang akan dipelajari. Guru hanya baru menyampaikan topiknya saja. Tahap ini memberikan pemahaman kepada siswa tentang topik- topik apa saja yang akan dipelajari.

  Tahap kedua yaitu persiapan, dalam tahap ini menciptakan keingintahuan atau kesenangan siswa terhadap materi yang akan diajarkan. Untuk menciptakan kesenangan siswa terhadap belajar, siswa diberi tahu adanya hadiah untuk kelompok dengan skor LKK tertinggi. Siswa mulai dilatih mengkoneksikan materi dengan kehidupan sehari- hari. Pada tahap ini diduga dapat mengembangkan indikator koneksi matematis yang ketiga yaitu mengkoneksikan matematika dengan kehidupan sehari- hari.

  Tahap ketiga yaitu inisiasi dan akuisisi merupakan tahap penciptaan koneksi sehingga membantu siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman awal. Guru membangun koneksi antara materi sebelumnya (pra- syarat) dengan materi yang sedang dipelajari. Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang materi yang sedang disampaikan. Guru mulai menyampaikan konsep- konsep dari masing- masing topik. Siswa dibagi ke dalam kelompok diskusi. Siswa diberikan LKK untuk dikerjakan bersama kelompoknya. Soal- soal LKK minimal harus ada yang berkaitan dengan kehidupan sehari- hari. Tahap ini diduga dapat mengembangkan ketiga indikator koneksi matematis karena siswa telah mengetahui konsep-konsep dari masing-masing topik sehingga dapat mengkoneksikan antar topik, antar konsep, maupun dengan kehidupan sehari- hari.

  Tahap keempat yaitu elaborasi adalah tahap pemrosesan informasi, memberikan kesempatan kepada otak untuk menyortir, menyelidiki, menganalisis, menguji dan memperdalam materi pelajaran. Siswa dari salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas dan siswa lainnya menanggapi.

  Tahap ini juga diduga dapat mengembangkan ketiga indikator koneksi matematis karena siswa menjadi tahu apakah kemampuannya dalam mengkoneksikan antar topik, antar konsep, maupun dengan kehidupan sehari-hari sudah benar atau belum.

  Tahap kelima yaitu inkubasi dan memasukkan memori adalah tahap menekankan pentingnya waktu istirahat dan waktu mengulang kembali. Siswa membuat catatan sederhana (rangkuman) tentang materi yang baru dipelajari. Tahap keenam adalah verifikasi dan pengecekan keyakinan yaitu guru mengecek pemahaman siswa tentang materi yang baru dipelajari dengan memberikan soal kuis yang dikerjakan secara individu. Pada tahap ini dapat mengembangkan salah satu indikator koneksi tergantung soal kuis yang diberikan pada tiap pertemuan.

  Tahap ketujuh yaitu perayaan dan integrasi merupakan tahap menanamkan arti penting dari kecintaan terhadap belajar. Siswa dibimbing guru untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Siswa diberikan motivasi tentang pentingnya mempelajari materi bangun ruang. Guru mengakhiri pembelajaran dengan meminta siswa tos dengan teman kelompoknya dan memberikan hadiah kepada kelompok yang memperoleh skor LKK tertinggi.

  Pada tahap- tahap penerapan Brain Based Learning diduga dapat mengembangkan semua indikator kemampuan koneksi matematis dan pada tahap inisiasi dan akuisisi, kemudian tahap verifikasi dan pengecekan keyakinan, siswa menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya sebagai materi pra- syarat untuk mempelajari materi yang sedang dibahas dan menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan persoalan secara individu sehingga Brain diduga mampu mempengaruhi kemampuan koneksi matematis

  Based Learning dan self-efficacy siswa.

D. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini mengambil hipotesis sebagai berikut:

  1. Kemampuan koneksi matematis siswa yang mengikuti Brain Based Learning lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran langsung.

  2. Self-efficacy siswa yang mengikuti Brain Based Learning lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran langsung.

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Teoretik 1. Pengertian Media - BAB II KAJIAN TEORETIK

0 1 23

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Media Pembelajaran - BAB II KAJIAN PUSTAKA

1 28 23

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Manajemen a. Pengertian Manajemen Pembelajaran - BAB 2 Revisi Cetak 2017

0 1 28

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Akuntabilitas Manajerial a. Definisi Akuntabilitas - AKUNTABILITAS MANAJERIAL (Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akuntabilitas Manajerial di PTAIS Kopertais Wilayah 1 Jakarta) - Raden Intan Reposito

0 0 122

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Pustaka 1. Pengertian Kurikulum - FILE 5 BAB II

0 0 17

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kinerja Guru (Y) a. Pengertian Kinerja Guru - Pengaruh supervisi dan kepemimpinan kepala madrasah terhadap kinerja guru Mts Se-Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus 2016/2017 - Raden Intan Repository

0 0 49

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual Fokus dan Subfokus Penelitian 1. Definisi Pengelolaan - Pengelolaan program ekstrakurikuler di MTs. Negeri 1 Tulang Bawang - Raden Intan Repository

0 0 25

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Pustaka 1. Aṣ-Ṣalātu al-Wus ṭ - FILE 5 BAB II

0 0 42

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Variabel Terikat (Y) Mutu Proses Pembelajaran - Pengaruh budaya organisasi dan kinerja guru terhadp mutu proses pembelajaran pada madrasah ibtidaiyah Negeri di Kota Bandar Lampung - Raden Intan Repository

0 1 58

BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual - NUR EKA SARI BAB II

0 0 32