ASPEK SOSIAL DAN LINGKUNGAN BAB

DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019

BAB
ASPEK SOSIAL
DAN LINGKUNGAN
8.1 Petunjuk Umum

Safeguard pada bidang Ciptakarya Departemen Pekerjaan Umum memiliki
program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai kondisi masyarakat yang
hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran limbah
permukiman.
(municipal waste water) yang terdiri dari air limbah domestik,
yang berasal dari kegiatan mandi, cuci, dan tinja manusia dari lingkungan
permukiman serta limbah dari industri rumah tangga. Air limbah permukiman
perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti ; pencemaran air
permukaan dan air tanah yang dapat menimbulkan penyakit seperti diare, thypus,
kolera dll.
Lingkup Kerangka Safeguard, terdiri dari 2 komponen, yaitu :
1. Safeguard lingkungan, dimaksudkan untuk membantu melakukan evaluasi
secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan resiko

lingkungan yang tidak diinginkan, promosi manfaat lingkungan dan
pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi publik dengan warga yang
terkena dampak (PAP).
2. safeguard pengadaan tanah dan permukiman kembali, untuk membantu
melakukan evaluasi secara sistematis terhadap penanganan pengurangan
dan pengelolaan resiko sosial yang tidak diinginkan, promosi manfaat sosial
dan pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi publik dengan warga yang
terkena dampak pemindahan (DP).
Prosedur Safeguard lingkungan, prosedur pelaksanaan AMDAL terdiri dari
beberapa kegiatan utama yaitu ; pentapisan awal sub-proyeksesuai dengan
kriteria safeguard, evaluasi dampak lingkungan ; pengkalsifikasian dampak
lingkungan dari sub-proyek yang diusulkan, perumusan SOP, UKL/UPL atau
AMDAL, pelaksanaan pemantauan pelaksanaan. Kategori Subproyek menurut
dampak lingkungan lihat Tabel 8.1
Hal 8-1

DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019

Tabel 8.1

Kategori Sub Proyek Menurut Dampak Lingkungan
Kategori

A

B

C

Dampak
Sub
proyek
dapat
mengakibatkan
dampak
lingkungan yang buruk,
berkaitan dengan kepekaan
dan keragaman
dampak
yang ditimbulkan, upaya

pemulihan kembali sangat
sulit dilakukan
Sub proyek dengan ukuran
dan
volume
kecil,
mengakibatkan
dampak
lingkungan akan tetapi
upaya pemulihannya sangat
mungkin dilakukan
Sub proyek tidak memiliki
komponen konstruksi dan
tidak
mengakibatkan
pencemaran udara, tanh dan
air

Persyaratan
Pemerintah


ANDAL dan RKL/RPL

UKL dan UPL

Tidak diperlukan ANDAL
dan RKL/RPL

8.1.1. Prinsip dasar Safeguard







Program investasi infrastruktur bidang Cipta Karya yang diusulkan
oleh kabupaten/ kota harus sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip
sebagai berikut :
penilaian lingkungan (environment assesment) dan rencana mitigasi

dampak sub proyek, yang dirumuskan dalam bentuk ; AMDAL, UKL,
SOP dll)
AMDAL harus dilihat sebagai peningkat kualitas lingkungan
Sejauh mungkin sub-proyekharusmenghindari/meminimalkan dampak
negatif terhadap lingkungan
Usulan program investasi infrastruktur bidan CK/PU tidak dapat
dipergunakan untuk mendukung kegiatan yang dapat mengakibatkan
dampak negatif terhadap habitat alamiah, warga terasing/rentan,
wilayah yang dilindungi, alur laut internasional, kawasan sengketa.
RPIJM tidak dapat membiayai pembelian, produksi, seperti
Hal 8-2

DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019

-

Bahan yang merusak ozon
Bahan yang mengandung asbes
Bahan yang termasuk kategori B3

Bahan yang termasuk pestisida, herbisida atau insektisida
Pembangunanbendungan
Kekayaan budaya
Penebangan kayu

Landasan hukum kerangka safeguard lingkungan dan sosial, antar lain :
 UU No 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan
 PP No 27 tahun 1997 tentang analisis mengenai dampak
lingkungan (AMDAL)
 PP No 27 tahun 1999 tentang AMDAL
 Kepmen KLH No 17 tahun 2001 tentang jenis rencana
usaha yang wajib dilengkapi dengan AMDAL
 Kep BAPEDAL No 09 tahun 2000 tentang pedoman
penyusunan AMDAL
 Kep MENKIMPRASWIL No 17/KPTS/2003 tentang
penetapan jenis usaha/kegiatan bidang permukiman dan
prasarana wilayah yang wajib dilengkapi dengan UKL
dan UPL
 Kepmen KLH No 86 tahun 2003 tentang petunjuk
pelaksanaan UKL/UPL

8.1.2. Kerangka Kelembagaan Safeguard Lingkungan

8.1.2.1.

Pemrakarsa Kegiatan
Pemrakarsa kegiatan adalah perumus dan pelaksana RPIJM di masingmasing pemerintah kabupaten/kota peserta. Pemrakarsa kegiatan RPIJM
bertanggungjawab untuk melaksanakan :
 Perumusan KA-ANDAL, draft ANDAL, dan RKL/RPL atau draft UKL/UPL
melaksanakan serta melakukan pemantauan pelaksanaannya. Bila
diperlukan Bappedalda dapat membantu pemrakarsa pelaksanaan
pemantauan.
 Konsultasi dengan warga yang secara potensial dipengaruhi dampak
lingkungan (PAP) dalam forum stakeholder, baik pada saat perumusan
KA-ANDAL, draft ANDAL, dan RKL/RPL atau draft UKL/UPL.
Sebelumkegiatan konsultasi dilakukan pemrakarsa kegiatan perlu
menyediakan semua bahan yang relevan, mencakup ; ringkasan tujuan
kegiatan, rincian kegiatan, gambaran menyeluruh potensi dampak.
Hasil konsultasi harus dicatat sebagai bagian dari laporan ANDAL

Hal 8-3


DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019




8.1.2.2.

Bapedalda/Dinas Terkait







8.1.2.3.

Melakukan pelaksanaan RKL/RPL

dan hasil pemantauannya
Bappedalda, bupati/walikota.
Keterbukaan informasi mengenai draft ANDAL dan RKL/RPL atau
UKL/UPL pada publik dalam waktu yang tidak terbatas
Penanganan keluhan publik secara transparan

Menurut SK Meneg LH No 86 tahun 2003 Bappedalda/dinas terkait
yang berkecimpung dalam lingkungan hidup bertangungjawab untuk
mengkaji dan memberikan persetujuan terhadap UPL/UKL yang
dirumuskan oleh pemrakarsa kegiatan
Dalam pelaksanaan RPIJM Dinas/Badan yang mengelola lingkungan
bertanggungjawab untuk melakukan supervisi pelaksanaan RKL/RPL
serta melakukan pemantauan terhadap lingkungan secara umum
Dinas/Badan yang mengelola lingkungan di Kab/Kota merupakan
anggota tetap komisi AMDAL

Komisi AMDAL

Komisi AMDAL tingkata kabupaten/kota adalah badan yang berwenang
dan bertanggung jawab untuk melakukan :

 kajian dan persetujuan terhadap KA-ANDAL, draft
ANDAL, dan RKL/RPL atau draft UKL/UPL yang
dirumuskan oleh pemrakarsakegiatan
 penyampaian laporan hasil kajian yang dilakukan kepada
Walikota yang bersangkutan (sesuai dengan PP No 27
tahun 1999 mengenai AMDAL, pasal 8)
8.1.3. Kerangka Kelembagaan Safeguard Pengadaan Tanah dan Permukiman
Kembali
Pengadaan tanah dan permukiman kembali biasanya terjadi jika kegiatan
investasi berlokasi diatas yang bukan milik pemerintah. Pengadaan tanah dan
permukimankembali untuk kegiatan RPIJM mengacu kepada prinsip-prinsip
sebagai berikut :
 Transparan
 Partsipipatif
 Adil
 Sepakat terhadap ganti rugi
 Sukarela

Hal 8-4


DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019

Kesepakatan konstribusi sukarela harus ditandatangani oleh kedua belah
pihak, SMT (safeguard monitoring team) harus dapat menjamin bahwa tidak
ada tekanan pada warga yang terkena dampak (DP) untuk melakukan
konstribusi tanah secara sukarela.
Persetujuan tersebut harus
didokumentasikan secara formal,meliputi :
1. kegiatan inventasrisasi harus sudah menentukan batas-batas lahan yang
diperlukan, jumlah warga yang terkena dampak, harga tanah yang berlaku
yang didukung dengan NJOP
2. kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak lebih dari 200 orang/40 KK
atau melibatkan lebih dari 100 orang atau 20 KK harus didukung oleh
Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan PermukimanKembali (RTPTPK)
yang menyeluruh.
3. Jika kegiatan investasi dapat mengakibatkan dampak kurang dari 200
orang/40 KK atau berdampak pada kurang dari 10 % aset produktif atau
hanya melakukan pemindahan penduduk secara temporer (sementara)
selama masa konstruksi harus dilakukan dengan RTPTPK sederhana.
4. RTPTPK menyeluruh atau sederhana dan pelaksanaannya menjadi
tanggungjawab pemrakarsa kegiatan, dimonitor oelh tim pemantau
Safeguard
5. Perhitungan ganti rugi, didasarkan pada :
 perhitungan ganti rugi tanah berdasarkan nilai pasar
 ganti rugi bangunan berdasarkan nilai pasar bangunan dengan kondisi
yang serupa di lokasi yang sama
 ganti rugi tanaman berdasarkan nilai pasar tanaman ditambah dengan
biaya atas kerugian non material
 ganti kerugian untuk aset lainnya
6. Berkenaan dengan hak hukum atas tanah, dikelompokkan menjadi :
 warga yang memiliki hak atas tanahpada saat pendaptaran dilakukan
termasuk hak adat ulayat
 warga yang tidak memiliki hak atas tanah akan tetapi menguasai/
menggarap lahan atau aset lainnya
 warga yang menguasai tanah berdasarkan perjanjian dengan pemilik
tanah (penyewa)
 warga yang menguasai/menempati tanah tanpa landasan hukum
ataupun perjanjian dengan pemilik tanah (squatter)
 warga yang mengelola tanah wakaf
Prosedur Safeguard pembebasan tanah dan permukiman kembali dirumuskan
berdasarkan sejumlah regulasi terkait yang berlaku, antar lain dengan Kepres
No 55 tahun 1993 tentang pembebasan tanah untuk pembangunan bagi
kepentingan umum.
Hal 8-5

DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019

Tabel 8.2
Kategori Sub Proyek Menurut Dampak Kegiatan Pembebasan Tanah dan
Permukiman Kembali
Kategori

A

B

C

D

Dampak
Sub proyek tidak melibatkan
kegiatan pembebasan tanah
subproyek
seluruhnya
menempati tanah negara
- sub proyek seluruhnya atau
sebagian menempati tanah
yang telah dihibahkan secara
sukarela
Pembebasan tanah secara
sukarela :
Hanya dapat dilakukan bila
lahan
produktif
yang
dihibahkan < 10 % dan
memotong
bidang
lahan
sejarak 1,5 m dari batas
kavling atau < GSB dan
bangunan tidak bergerak
lainnya
yang
dihibahkan
senilai < Rp. 1 juta
Pembebasan tanah berdampak
pada < 200 orang atau 40 KK
atau < 10 % dari aset produktif
atau melibatkan pemindahan
warga sementara selama masa
konstruksi
Pembebasan
tanah
berdampak pada > 200 orang
atau memindahkan warga >
100 orang

Persyaratan
Pemerintah

Surat pernyataan dari
pemrakarsa kegiatan
Laporan yang disusun oleh
pemrakarsakegiatan

Surat
persetujuan
yang
disepakatiu dan ditanda tangani
bersama antara pemrakarsa
kegiatan dan warga yang
menghibahkan tanahnya dgn
sukarela

RTPTPK sederhana

RTPTPK menyeluruh

Hal 8-6

DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019

Pembebasan tanah dan permukiman kembali yang telah selesai dilaksanakan
sebelum usulan sub-proyek disampaikan harus diperiksa kembali dengan
trecer Study.
Tracer study dimaksudkan untuk menjamin bahwa proses
pembebasan tanah telah sesuai dengan standar yang berlaku, tidak
mengakibatkan kondisi kehidupan DP menjadi lebih buruk dan mekanisme
penanganan keluhan dilaksanakan dengan baik.
Implementasi pembangunan membutuhkan prosedur perijinan yang jelas.
Untuk mewujudkan suatu mekanisme perijinan dalam pembangunan, peran
serta instansi pengelola sangat berpengaruh. Beberapa instansi yang berkaitan
dengan mekanisme perijinan untuk menunjang pembangunan antara lain :
 Dinas PU, khususnya Bagian Cipta Karya atau Dinas Tata Kota/Dinas Tata
Ruang, sebagai pelaksana rencana pembangunan secara teknis.
 Badan Pertanahan sebagai instansi yang berwenang dalam aspek hukum
pertanahan.
 Bappeda, sebagai instansi yang berwenang, dalam penyusunan rencana
kota serta melakukan evaluasi sejauh mana rencana tersebut dilaksanakan.
Ijin pemanfaatan ruang untuk kegiatan swasta, baik untuk kepentingan pribadi,
sosial maupun umum, dapat dibagi dalam tiga sasaran :
 Ijin yang berkaitan dengan penetapan lokasi investasi dan perolehan tanah,
selanjutanya disebut Ijin Lokasi (IL).
 Ijin yang berkaitan dengan rencana pengembangan kualitas ruang,
selanjutnya disebut Surat Persetujuan Site Plan (PSP).
 Ijin yang berkaitan dengan pengambangan kualitas selanjutnya disebut
dengan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).

A. Ijin Lokasi
Ijin lokasi adalah ijin yang diberikan kepada perusahaan dalam rangka
pengarahan lokasi penanaman modal sesuai dengan Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang, dan sekaligus sebagai ijin untuk pelaksanaan perolehan
tanah, serta berlaku pula sebagai ijin pemindahan hak atas tanah.
Ijin lokasi memiliki dasar hukum yang kuat mengingat :
 Ijin lokasi mengacu kepada Peraturan Daerah, dengan demikian dapat
disepakati bahwa rencana pemanfaatan ruang oleh pengembang yang
dimaksud dalam Ijin Lokasi sepenuhnya merupakan bagian integral dari
Rencana tata Ruang dan pemerintah sepenuhnya mendukung rencana
pemanfaatan lahan oleh pengembang

Hal 8-7

DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019



Ijin Lokasi ditandatangani oleh Bupati, dimana menurut UU PR No. 26
tahun 2007 disebutkan bahwa Bupati adalah pejabat yang paling berhak
dalam kegiatan penertiban dan sekaligus pembatalan pemanfaatan ruang.

Ijin lokasi berlaku untuk membebaskan lahan, dan sekaligus berlaku sebagai
ijin pemindahan hak atas tanah. Ini berarti bagi perusahaan yang sudah
memperoleh Ijin Lokasi memiliki kesempatan untuk melakukan pengembangan
lahan kepada sub developer atau konsumen perumahan dan pemukiman
dengan disertai status hak atas tanah.
B. Persetujuan Site Plan (PSP)
Persetujuan Site Plan (PSP) adalah ijin yang berkaitan dengan pemanfaatan
lahan (Land Development), pada lokasi yang ditunjuk dalam ijin lokasi dan PSP
berkaitan dengan kegiatan pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya.
Selanjutnya pemanfaatan ruang di atas diselenggarakan secara bertahap sesuai
dengan tahapan pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam RTR.
Kekuatan Persetujuan Site Plan (PSP), adalah :
 PSP memiliki kelebihan dibanding Ijin Lokasi, karena PSP merupakan alat
pengendali pemanfaatan ruang yang paling realistis dan operasional, karena
pemanfaatan ruang dikembangkan di atas lahan yang sudah sepenuhnya
dikuasai oleh pengembang, sehingga masalah pengembangan lahan tidak
akan terbentur dengan masalah pembebasan lahan.
 PSP memiliki kelebihan karena merupakan legal dokumen yang menjamin
kepastian hak kepada pengembang untuk mengembangkan blok kawasan
dalam bentuk kapling-kapling kemudian dapat diperjualbelikan.
C. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
IMB adalah suatu ijin yang diberikan dalam rangka pembangunan fisik suatu
bangunan di lokasi tertentu, yang bertujuan untuk mengatur mengenai
terbentuknya kualitas bangunan dan agar sesuai dengan Rencana Tata
Bangunan yang disepakati di wilayah tertentu di kabupaten.
Pemda dapat memberikan IMB dalam bentuk IMB individual untuk bangunan
tertentu yang memerlukan persyaratan teknis tersendiri atau IMB kolektif
untuk bebrapa bangunan yag pembangunannya didasarkan kepada suatu
prototipe tertentu atau untuk pengembangan kawasan perumahan dan
permukiman.

Hal 8-8

DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019

 Bagi daerah yang sudah memiliki ketetapan teknis seperti RTR/Rencana Site
Plan atau rencana bangunan setempat, maka IMB merupakan suatu bentuk
pengendalian tata bangunan yang sangat jelas, terlebih rencana tersebut di
atas memiliki legalitas hukum seperti : Perda, Ketetapan Bupati.
 Menerbitkan IMB berarti pemerintah memberikan jaminan bahwa bangunan
berdiri tidak melanggar ketentuan yang tertera dalam rencana tata
bangunan yang disepakati.
 Partisipasi masyarakat dalam proses IMB menunjukan indikator tingkat
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya memiliki IMB atau tingkat
pemahaman masyarakat terhadap proses perijinan.
Pengaturan mekanisme perijinan dalam proses pemanfaatan dan pengendalian
rencana tata ruang dilakukan berdasarkan berikut :
 Tidak adanya tumpang tindih kewenangan dalam penertiban perijinan,
Dalam proses penataan ruang, Bupati lebih menitikberatkan pada
implementasi kebijakan investasi yang sudah digariskan melalui kebijakan
Presiden/Menteri terkait mapun Gubernur, dengan cara mengembangkan
pola pengendalian pemanfaatan ruang secara lebih proporsional. Dalam era
otonomi kewenangan dalam perijinan pemanfaatan ruang seluruhnya
ditangan Bupati. Bupati tidak hanya memiliki kewenangan dalam perijinan
untuk pengembangan kawasan perumahan dan pemukiman saja, akan tetapi
juga memiliki kewenangan melakukan koordinasi seluruh kegiatan
perencanaan, pemanfaatan maupun pengendalian untuk berbagai sektor
pembangunan kota seperti : pengalokasian lahan, perencanaan dan
penetapan syarat-syarat pembangunan serta pengoperasian, syarat-syarat
pembangunan serta pengoperasian, penyediaan sarana penunjang dan
kemudahan yang diperlukan.
 Memperkecil konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang, Dalam upaya
meningkatkan gairah investasi maka pemerintah mengeluarkan berbagai
kebijakan perijinan, yang intinya adalah mempercepat dan mempermudah
proses perijinan investasi dengan cara memotong dan mengurangi jalur
birokrasi sehingga lebioh mendekatkan investor kepada pihak yang dilayani.
Penertiban ijin pemanfaatan ruang berorientasi pada pertumbuhan, dengan
tidak mengabaikan hukum, adat istiadat dan nilai-nilai kebiasanaan yang
berlaku di masyarakat setempat, untuk mencegah terjadinya konflik
kepentingan antara masyarakat di satu sisi dengan aparat pemda dan
pengusaha disisi lain
 Pemantapan koordinasi perijinan, Sesuai dengan asas otonomi dan
desentralisasi, selanjutnya Bupati mendistribusikan kewenangan dalam
menertibkan ijin pemanfaatan ruang kepada pejabat instansi terkait di
lingkungan Pemda Kabupaten, selanjutnya bertindak atas nama Bupati.
Hal 8-9

DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019

Pengalihan kewenangan dalam penertiban ijin kepada dinas-dinas terkait di
lingkungan Pemda Kabupaten, sebagaiberikut :
a. Ijin Lokasi kepada Ketua Bappeda Kabupaten
b. Persetujuan Site Plan kepada Kepala Dinas PU atau Dinas Tata Kota
c. Ijin mendirikan bangunan kepada Kepala Dinas PU atau Dinas Tata
Kota.
 Perijinan sebagai pengendali pemanfaatan ruang yang operasional, Aparat
pemda sebagai pengendali pemanfaatan ruang dapat bertindak tegas
terhadap kasus pelanggaran fungsi ruang yang ditetapkan dalam Rencana
Tata Ruang dan pelanggaran teknis bangunan yang terjadi. Perijinan yang
berlaku secara jelas dan tegas mencantumkan sanksi bagi pelanggaran. Perlu
adanya juklak yang diterbitkan oleh Bupati menyangkut penertiban
pelanggaran fungsi pembangunan, yang bersifat terpadu serta memperkecil
peluang tawar menawar.
 Perijinan perlu didukung oleh landasan hukum, Penerbitan perijinan
pemanfaatan ruang, khusunya persetujuan Site Plan menurut tata cara yang
mengacu pada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Teknik
Ruang (RTR). Untuk itu, sejak saai ini RDTR dan RTR perlu diatur dalam
Peraturan Daerah, sehingga praktis RDTR dan RTR sebagai acuan perijinan
memiliki dasar hukum yang jelas. Sehingga Persetujuan Site Plan sebagai
kebijaksanaan operasional dari Pemda Kabupaten, memiliki landasan hukum
yang kuat.
Proses Perijinan Pemanfaatan Ruang yang terbuka, Selama ini proses penataan
ruang berlangsung tanpa melibatkan masyarakat, dan cenderung berlangsung
di lingkungan Pemda. Terlebih dalam proses perijinan, ada kepentingan yang
simbiosis atara pengembang sebagai pemohon ijin dan aparat pemerintah
yang berwenang dalam menertibkan perijinan. Oleh karena itu untuk
meningkatkan fungsi kontrol terhadap proses perijinan, maka proses perijinan
pemanfaatan ruang harus lebih bersifat terbuka dengan melibatkan peran
serta masyarakat, sesuai dengan amanat dari PP No. 69 Tahun 1996 tentang
Pelaksanaan hak dan kewajiban, serta bentuk dan tata cara Peran Serta
Masyarakat dalam Penataan Ruang

Hal 8-10

DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019

Gambar 8.3
Mekanisma Keputusan Perijinan dan Tata Ruang
Jalur Pemda

Perijinan sebagai jalur kesepakatan
antara Pemda dengan Investor

RTRW

Master
Plan (maks

Kab.

400 Ha)

RTRW
Kab.

Jalur Investor

Master
Plan (maks
Ijin

400 Ha)

Lokasi
Site Plan
(Tahap I)

Kelayakan
Lingkunga
n
PSP

Analisis
Pasar &

Rencana
Detail
Lingkunga

Pembiayaan

IMB
Rencana
Tata
Bangunan

8.2.

Komponen Safeguard

8.2.1

Komponen Sosial dan Ekonomi

Desain &
Konstruksi
Bangunan

Komponen sosial dimaksudkan untuk melihat gambaran kegiatan sosial
kependudukan, baik tingkat pertumbuhan penduduk, ukuran keluarga, budaya
atau aktivitas sosial penduduk termasuk tradisi.
Sedangkan komponen ekonomi, dimaksudkan untuk melihat gambaran sektorsektor pendorong perkembangan ekonomi dan tingkat perkembangannya
yang dapat dilihat dari faktor ketenagakerjaan, kegiatan usaha, dan
perkembangan penggunaan tanah dan produktivitasnya.
Data sumberdaya manusia yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
1. Jumlah penduduk;
2. Kepadatan penduduk;
Hal 8-11

DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019

3. Pertumbuhan penduduk;
4. Penduduk menurut mata pencaharian;
5. Penduduk menurut tingkat pendidikan;
6. Penduduk menurut struktur usia;
7. Penduduk menurut struktur agama;
8. Penduduk menurut jenis kelamin;
9. Penduduk menurut struktur pendapatan;
10. Jumlah kepala keluarga;
11. Angka kelahiran dan angka kematian;
12. Tingkat mobilitas penduduk;
13. Tingkat harapan hidup;
14. Tingkat buta huruf.

8.2.2

Komponen Sosial Budaya

Komponen sosial budaya; merupakan cerminan yang berkaitan dengan
struktur sosial dan pola budaya masyarakat, yang dapat diukur dari:
Tempat peribadatan;
Tempat/kegiatan institusi sosial dan budaya;
Sarana olahraga.
8.2.3

Komponen Lingkungan

Kajian ini dimaksudkan untuk melihat kemampuan fisik dan lingkungan
perkotaan dalam mendukung pengembangan yang akan terjadi maupun yang
ada pada saat ini. Termasuk diantaranya adalah untuk mengidentifikasikan
lahan-lahan potensial bagi pengembangan selanjutnya. Informasi yang
dibutuhkan bagi keperluan tersebut antara lain:
• Kondisi tata guna tanah (penggunaan tanah);
• Kondisi bentang alam kawasan;
• Lokasi geografis;
• Sumber daya air;
• Kondisi lingkungan yang tergambarkan dari kondisi topografi dan pola
drainase;
• Sensitivitas kawasan terhadap lingkungan, bencana alam dan kegempaan;
• Status dan nilai tanah;
• Ijin lokasi, dll.
8.3 Metode Pendugaan Dampak
Pada bagian ini jelaskakan metode yg digunakan dlm metode AMDAL untuk
memperkirakan besaran dampak dan penentuan tingkat kepentingan dampak.
Hal 8-12

DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019

Metode formal dan non formal digunakan dalam memprakirakan besaran
dampak. dalam hal usaha dan/atau kegiatan yg akan dilaksanakan bersifat
terpadu dan berada dalam suatu kawasan, maka pengukuran terhadap besaran
dampak kumulatif akibat berbagai usaha dan/atau kegitan. Kriteria mengenai
dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan
hidup antara lain :
 jumlah manusia yang akan terkena dampak;
 luas wilayah persebaran dampak;
 intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
 banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;
 sifat kumulatif dampak;
 berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
Komponen lingkungan hidup yg ditelaah karena terkena dampak, antara lain :
 Iklim & Atmosfer
 Bising, Getaran dan Bau
 Kualitas Udara
 Sumber daya air
 Penggunaan Lahan dan Tata Ruang
 Tanah, Lahan dan Tataguna Lahan
 struktur bawah permukaan
 Ekosistem Perairan
 Demografi
 Sosial Ekonomi
 Sosial Budaya
 Kesehatan Masyarakat
Metode Pengumpulan dan Analisis data baik primer dan/atau sekunder yang
sahih dan dapat dipercaya (reliabel) untuk digunakan
 Menelaah, mengamati dan mengukur komponen rencana usaha
dan/atau kegiatan yg diperkirakan mendapat dampak besar dan
penting dan lingkungan hidup sekitarnya.
 Menelaah, mengamati dan mengukur komponen lingkungan hidup yg
diperkirakan terkena dampak besar dan penting.

8.4 Rencana Pemantauan Safeguard Sosial dan Lingkungan
Secara umum sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun
2007, kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui kegiatan:
(1) pengawasan; (2) penertiban; serta (3) mekanisme perijinan.

Hal 8-13

DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019

Pengawasan terdiri dari tiga kegiatan yang saling terkait, yaitu pelaporan,
pemantauan (monitoring), serta evaluasi pemanfaatan ruang. Sedang kegiatan
penertiban dilakukan melalui pengenaai sanksi administratif, sanksi perdata,
dan sanksi pidana.
A.
Pengawasan
Pengawasan yang dimaksudkan adalah upaya pelaporan, pemantauan, dan
evaluasi untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang
yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
1. Pelaporan
Pelaporan adalah pemberian informasi obyektif mengenai pemanfaatan
ruang baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang berlaku. Pada dasarnya, seluruh
stakeholders pembangunan dapat dilibatkan dalam kegiatan pelaporan.
Pelaporan dalam segala bentuk yang dilakukan oleh seluruh pihak yang
apresiatif terhadap kualitas tata ruang ditindaklanjuti dalam kegiatan
pemantauan, khususnya yang mengindikasikan adanya pembangunan
yang tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten/Kota yang berlaku.
Secara
kelembagaan,
pelaporan
ini
dilakukan
dan/atau
dikoordinasikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan secara rutin dalam rangka pengendalian pemanfaatan
ruang.
2) Pemantauan
Pemantauan adalah usaha atau tindakan mengamati, mengawasi, dan
memeriksa secara terstruktur perubahan kualitas tata ruang dan
lingkungan yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Sebagaimana dalam usaha pelaporan, maka usaha mengamati,
mengawasi, dan memeriksa perubahan kualitas tata ruang dan
lingkungan ini
menjadi
kewajiban perangkat Pemerintah
Kabupaten/Kota sebagai kelanjutan dari temuan pada proses
pelaporan, namun terbuka peluang bagi masyarakat untuk berperan
serta dalam pemantauan tata ruang, yang kemudian bersama-sama
dengan perangkat Pemerintah Kabupaten/Kota menindaklanjuti sesuai
proses dan prosedur yang berlaku.
Pada prinsipnya, pemantauan rutin terhadap perubahan tata ruang
wilayah Kabupaten/Kota dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
yang bersangkutan melalui laporan yang dihimpun, baik yang berasal
dari individu/masyarakat, organisasi kemasyarakatan, aparat Daerah,
hasil penelitian, statistik, dan sebagainya.
Hal 8-14

DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019

3)

Evaluasi
Evaluasi yang dimaksudkan sebagai usaha untuk menilai kemajuan
kegiatan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan rencana tata
ruang. Evaluasi dilakukan secara terus menerus dan secara berkala
disimpulkan sebagai kinerja penataan ruang wilayah Kabupaten/Kota
yang dilaporkan kepada perwakilan rakyat.
Evaluasi merupakan fungsi dan tugas rutin Pemerintah
Kabupaten/Kota dengan bantuan aktif masyarakat dan pihak-pihak lain
yang berkepentingan. Kegiatan utama evaluasi adalah membandingkan
hasil pemantauan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan secara berkala.
Hasil penilaian kinerja pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dituangkan dalam
keputusan mengenai tingkat penyimpangan terhadap tujuan dan
muatan RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan upaya untuk
mengatasinya. Tindakan penertiban dilakukan jika konsep, tujuan,
sasaran, dan muatan arahan pemanfaatan ruang yang ditetapkan masih
sahih. Sedang peninjauan kembali secara keseluruhan terhadap proses
penataan ruang dilakukan jika penyimpangan yang terjadi
mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap konsep, tujuan,
sasaran, dan muatan arahan pemanfaatan ruang.

B.
Penertiban
Penertiban adalah tindakan menertibkan yang dilakukan melalui pemeriksaan
dan penyelidikan atas semua pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan melalui
pengenaan sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Di samping tindakan penertiban melalui pengenaan sanksi juga mengacu kepada
rencana tata ruang yang lebih rinci dan/atau pedoman penataan ruang dan
penataan bangunan sesuai dengan penggunaannya sebagai acuan perijinan
pemanfaatan ruang.
C. Mekanisme Perijinan
Perijinan merupakan konfirmasi atas rencana pemanfaatan ruang dalam proses
pengendalian pemanfaatan ruang.
Sesuai dengan ordinasi dan skala RTRW sebagaimana diatur dalam UU Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka acuan bagi penertiban ijin dalam
pemanfaatan rang adalah RRTRW di tingkat Kecamatan, RRTRW Kawasan
Fungsional, dan rencana tata ruang yang lebih rinci.
Hal 8-15

DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019

Penertiban perijinan disesuaikan dengan skala rencana tata ruang yang diacu,
seperti Ijin Prinsip, Ijin Perencanaan, IMB, Ijin UUG/HO, Ijin Tetap, Ijin Usaha,
dan Ijin Tempat Usaha (SITU).
Perijinan yang terkait langsung dengan pemanfaatan ruang adalah Ijin Lokasi,
Ijin Perencanaan, dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), sedang pertimbangan
kelayakan lingkungan diatur melalui Ijin Undang-undang Gangguan (IUUG/HO).
Perijinan sektoral yang terkait dengan legalitas usaha atau investasi adalah Ijin
Prinsip, Ijin Tetap, dan Ijin Usaha.
Dalam berbagai situasi perijinan secara bersama-sama diintegrasikan ke dalam
proses perijinan pertanahan, mulai Ijin Lokasi hingga prosedur
pengajuan/pemberian hak atas tanah (Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha,
dan/atau Hak Milik).
D. Sanksi Hukum
Sebagaimana diatur dalam UU No 23 tahun 1997 tentang lingkungan hidup
pasal 41 sampai pasal 48, maka sanksi yaitu :
Pasal 41
1. Barangsiapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 42
1. Barangsiapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup,
diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp
150.000.000,00(seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 43
1. Barangsiapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, sengaja melepaskan atau membuang zat, energi, dan/atau
komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di atas atau ke dalam
tanah, ke dalam udara atau ke dalam air permukaan, melakukan impor,
Hal 8-16

DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019

2.

3.

ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan tersebut,
menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal mengetahui atau sangat
beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan
kesehatan umum atau nyawa orang lain, diancam dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
Diancam dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), barangsiapa yang dengan sengaja memberikan informasi
palsu atau menghilangkan atau menyembunyikan atau merusak informasi
yang diperlukan dalam kaitannya dengan perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga
bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau
nyawa orang lain.
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam
dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling
banyak Rp 450.000.000,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 44
1. Barangsiapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, karena kealpaannya melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (figa) tahun
dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 45
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau
atas nama suatu badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi
lain, ancaman pidana denda diperberat dengan sepertiga.
Pasal 46
1. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh
atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau
organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana serta tindakan
tata tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap
badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain
tersebut maupun terhadap mereka yang memberi perintah untuk
Hal 8-17

DOKUMEN RPI2JM BIDANG PU/CIPTA KARYA
Kabupaten Serang 2015-2019

2.

3.

4.

melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin
dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, dilakukan oleh
atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau
organisasi lain, dan dilakukan oleh orang-orang, baik berdasar hubungan
kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan
badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain,
tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap mereka
yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin tanpa
mengingat apakah orang-orang tersebut, baik berdasar hubungan kerja
maupun berdasar hubungan lain, melakukan tindak pidana secara sendiri
atau bersama-sama.
Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan
atau organisasi lain, panggilan untuk menghadap dan penyerahan suratsurat panggilan itu ditujukan kepada pengurus di tempat tinggal mereka,
atau di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap.
Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan,
yayasan atau organisasi lain, yang pada saat penuntutan diwakili oleh
bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan supaya pengurus menghadap
sendiri di pengadilan.

Pasal 47
Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana dan Undang-undang ini, terhadap pelaku tindak pidana
lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata tertib berupa :
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
b. penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan/atau
c. perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau
d. mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
e. meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau menempatkan
perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun

Pasal 48
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini adalah kejahatan.
Pada dasarnya, pengendalian pemanfaatan ruang tidak sekedar suatu kegiatan
pembatasan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang maupun pelarangan
terhadap kegiatan pemanfaatan ruang. Namun lebih jauh dari itu, ditinjau dari
sifatnya, pengendalian pemanfaatan ruang merupakan kegiatan untuk
mengarahkan dan mendorong pembangunan.
Hal 8-18