Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Motor Bakar
Motor bakar adalah mesin kalor atau mesin konversi energi yang mengubah
energi kimia bahan bakar menjadi energi mekanik berupa kerja. Ditinjau dari cara
memperoleh energi thermal nya, maka motor bakar dapat dibagi menjadi 2 golongnan
yaitu motor pembakaran luar dan pembakaran dalam. Motor pembakaran dalam
(Internal Combustion Engine) ialah motor bakar yang pembakarannya terjadi di
dalam pesawat itu sendiri.
Motor bakar dapat juga disebut sebagai motor otto. Motor tersebut dilengkapi
dengan busi dan karburator. Busi menghasilkan loncatan bunga api listrik yang
membakar campuran bahan bakar dan udara karena motor ini cenderung disebut
spark ignition engine. Pembakaran bahan bakar dengan udara ini menghasilkan daya.
Di dalam siklus otto (siklus ideal) pembakaran tersebut dimisalkan sebagai
pemasukan panas pada volume konstanta.[4]
Ntienne Lenoir yang lahir pada tahun 1822 dan meniggal dunia pada tahun
1900 adalah seorang berkebangsaan Perancis yang pertama kali menemukan motor
bakar 2 tak. Sedangkan August Otto yang hidup antara 1832 sampai 1891 adalah
seorang berkebangsaan Jerman yang membuat cikal bakal ramainya industri Mobil
sipenemu mesin 4 tak. Pada tahun 1860, Otto mendengar kabar ada ilmuwan jenius
yang bernama Leonir, yang mampu membuat mesin pembakar dengan dua dorongan

putaran alias 2 tak. Sayangnya mesin 2 tak ini memakai bahan bakar gas. Otto menilai
ini kurang praktis. Otto kemudian menciptakan karburator, sayangnya ditolak
lembaga paten, karena ada yang mendahului. Namun ia menyempurnakan mesin 2 tak
dengan 4 dorongan alias 4 langkah. Hasil ini dipatenkan di Jerman pada tahun 1863.
Mendapat formula jitu, lalu ia membuat mesin yang dibiayai oleh Eugene Langen.
Konstruksi buatannya mendapatkan medali World Fair di Paris 1867.
Motor bakar torak menggunakan silinder tunggal atau beberapa silinder. Salah
satu fungsi torak disini adalah sebagai pendukung terjadinya pembakaran pada motor
bakar. Tenaga panas yang dihasilkan dari pembakaran diteruskan torak ke batang
torak, kemudian diteruskan ke poros engkol yang mana poros engkol nantinya akan
diubah menjadi gesekan putar.

19
Universitas Sumatera Utara

2.2 Prinsip Kerja Motor Bakar Empat Langkah
Yang dimaksud dengan motor bakar 4 (empat) langkah adalah bila 1 (satu)
kali proses pembakaran terjadi pada setiap 4 (empat) langkah gerakan piston atau 2
(dua) kali putaran poros engkol. Pada dasarnya prinsip kerja pada motor adalah
sebagai berikut :


1. Langkah isap (0-1) merupakan proses tekanan konstan.
2. Langkah kompresi (1-2) ialah proses isentropik.
3. Proses pembakaran volume-konstan (2-3) dianggap sebagai proses pemasukan
kalor pada volume konstan.
4. Langkah kerja (3-4) ialah proses isentopik.
5. Proses pembuangan (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada
volume-konstan.
6. Langkah buang (1-0) ialah proses tekanan konstan.

Siklus ideal volume kostan ini adalah siklus untuk mesin otto. Siklus volume
konstan sering disebut dengan siklus ledakan (explostion cycle) karena secara teoritis
proses pembakaran terjadi sangat cepat dan menyebabkan peningkatan tekanan yang
tiba-tiba. Penyalaan untuk proses pembakaran dibantu dengan loncatan bunga api.
Nikolaus August Otto menggunakan siklus ini untuk membuat mesin sehingga siklus
ini sering disebut dengan siklus otto.

Gambar 2.1 Diagram P-v siklus otto [5]

20

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Diagram T-S Siklus otto

Katup masuk dan katup buang terbuka tepat ketika pada waktu piston
berada pada TMA dan TMB, maka siklus motor 4 (empat) langkah dapat
diterangkan sebagai berikut:
a. Langkah Hisap
Piston bergerak dari TMA ke TMB. Dalam langkah ini, campuran
udara dan bahan bakar diisap ke dalam silinder. Katup isap terbuka sedangkan
katup buang tertutup. Waktu piston bergerak ke bawah, menyebabkan ruang
silinder menjadi vakum, masuknya campuran udara dan bahan bakar ke dalam
silinder disebabkan adanya tekanan udara luar (atmospheric pressure).
b. Langkah Kompresi
Piston bergerak dari TMB ke TMA. Dalam langkah ini, campuran
udara dan bahan bakar dikompresikan/dimampatkan. Katup isap dan katup
buang tertutup. Waktu torak mulai naik dari titik mati bawah (TMB) ke titik
mati atas (TMA) campuran udara dan bahan bakar yang diisap tadi
dikompresikan. Akibatnya tekanan dan temperaturnya menjadi naik, sehingga
c. Langkah Usaha

Akibat adanya pembakaran maka pada ruang bakar terjadi panas dan
pemuaian yang tiba-tiba. Pemuaian tersebut mendorong piston untuk bergerak

21
Universitas Sumatera Utara

dari TMA ke TMB. Kedua katup masih dalam keadaan tertutup rapat sehingga
seluruh tenaga panas mendorong piston untuk bergerak.
d. Langkah Buang
Piston bergerak dari TMB ke TMA. Dalam langkah ini, gas yang
terbakar dibuang dari dalam silinder. Katup buang terbuka, piston bergerak dari
TMB ke TMA mendorong gas bekas pembakaran ke luar dari silinder.Ketika
torak mencapai TMA, akan mulai bergerak lagi untuk persiapan berikutnya,
yaitu langkah isap.

Gambar 2.3 prinsip kerja motor 4 (empat) langkah[6]

2.3 Performansi Motor Bakar Empat Langkah
Performansi dapat disebut juga sebagai unjuk kerja dari motor bakar
bensin. Ada beberapa hal yang mempengaruhi performa motor bakar, antara lain

besarnya perbandingan kompresi, tingkat homogenitas campuran bahan bakar
dengan udara, angka oktan bensin sebagai bahan bakar, tekanan udara masuk
ruang bakar. Semakin besar perbandingan udara motor akan semakin efisien, akan
tetapi semakin besar perbandingan kompresi akan menimbulkan knocking pada
motor yang berpotensi menurunkan daya motor, bahkan bisa menimbulkan
kerusakan serius pada komponen motor. Untuk mengatasi hal ini maka harus
dipergunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi. Angka oktan pada
bahan bakar motor Otto menunjukkan kemampuannya menghindari terbakarnya
campuran udara bahan bakar sebelum waktunya (self ignition) yang menimbulkan
22
Universitas Sumatera Utara

knocking tadi. Untuk memperbaiki kualitas campuran bahan bakar dengan udara
maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas
campuran akan lebih baik.

2.3.1 Torsi (Torque)
Perkalian antara gaya dengan jarak dapat disebut sebagai Torsi. Disaat
proses pembakaran pada ruang bakar, dimana piston akan bergerak translasi dan
poros engkol yang menghubungkan piston dengan batang piston akan merubah

gerak translasi menjadi gerak rotasi. Persamaan (2.1) dapat digunakan untuk
menghitung torsi.
........................................................................................... 2.1
Dimana : Pb = Daya (W)
n = Putaran mesin (rpm)
Pengujian torsi yang dilakukan menggunakan timbangan pegas tarik
sehingga yang terhubung dengan roda belakang. Maka akan terjadi gaya antara
roda belakang pada timbangan pegas tarik dalam pengujian torsi rem.[7]
Persamaan (2.2) dapat digunakan untuk menghitung gaya yang diberikan roda
belakang.
F = g x m ................................................................................................. 2.2
Dimana : F = Gaya yang diberikan roda belakang (N)
g = Percepatan gravitasi (9,807 m/s2)
m = Massa tarik timbangan pegas (kg)

Persamaan (2.3) dapat digunakan untuk menghitung torsi roda belakang:

τroda
=
F

x
................................................................................................2.3

r

Dimana : τroda = Torsi roda belakang (N.m)
F
r

= Gaya yang diberikan roda belakang (N)
= Jari-jari roda belakang (m)

23
Universitas Sumatera Utara

Putaran pada roda belakang diberikan oleh putaran poros engkol yang terhubung
dengan sistem transmisi. Persamaan (2.4) dapat digunakan untuk mencari final
ratio.
Final Ratio = perbandingan final gear x perbandingan rasio gigi 3
x perbandingan rasio poros engkol dengan transmisi .... 2.4

Persamaan (2.5) dapat digunakan untuk menghitung torsi mesin.
..................................................................................... 2.5
Dimana : τmesin = Torsi mesin (Nm)

τroda = Torsi roda belakang (Nm)
FR

= Final Ratio

2.3.2 Daya (Power)
Kerja mesin selama waktu tertentu dapat disebut sebagai daya. Besarnya
poros engkol yang bekerja dengan pembebanan merupakan daya poros. Daya
poros berasal dari langkah kerja disaat campuran udara dan bahan bakar meledak
dan menyebabkan piston mengalami dorongan yang menghasilkan kerja pada
poros engkol yang mengubah gerak translasi menjadi gerak rotasi. Prestasi mesin
motor bakar ditentukan oleh daya poros yang telah dibebankan akibat gesekan
seperti pada torak, dinding silinder, poros, dan bantalan. Frekuensi putaran motor
atau disebut dengan RPM (Revolution per Minute) mempengaruhi besarnya daya
poros dimana semakin banyak putaran poros yang terjadi maka semakin besar
daya poros tersebut[26]. Persamaan (2.6) dapat digunakan untuk menghitung daya

poros.
............................................................................. 2.6
Dimana : τmesin = Torsi mesin (Nm)

2.3.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Specific Fuel Consumption)
Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang
berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan
24
Universitas Sumatera Utara

mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk
menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu. Persamaan (2.7) dapat
digunakan untuk menghitung laju aliran massa bahan bakar.
̇

.............................................................................. 2.7

Jika diketahui rasio massa jenis zat (pertamax/aditif)–air maka massa jenis zat
tersebut dapat dicari dengan persamaan (2.8).
.............................................................................. 2.8

Dimana : ṁf

= Laju aliran bahan bakar (kg/jam)

Sgz

= Rasio massa jenis zat

ρz

= Massa jenis zat (kg/m3)

ρf

= Massa jenis bahan bakar (kg/m3)

ρair

= Massa jenis air (kg/m3)


Vf

= Volume bahan bakar yang diuji (m3)

tf

= Waktu menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (detik)

Jika terdapat beberapa jenis campuran zat yang terkandung dalam bahan bakar
maka rasio massa jenis campuran bahan bakar-air dihitung dengan persamaan
(2.9).
............................................................ 2.9
Dimana: A = Rasio volume zat aditif-campuran bahan bakar
P = Rasio volume pertamax-campuran bahan bakar
ρa = Massa jenis zat aditif (kg/m3)
ρp = Massa jenis pertamax (kg/m3)
Persamaan (2.10) dapat digunakan untuk menghitung besarnya konsumsi bahan
bakar spesifik.
................................................................................ 2.10

Dimana : sfc = Konsumsi bahan bakar spesifik (g/kWh)
ṁf = Laju aliran massa bahan bakar (kg/jam)
Pb

= Daya (Watt)
25
Universitas Sumatera Utara

2.3.4 Rasio Udara-Bahan Bakar (Air Fuel Ratio)
Perbandingan udara dan bahan bakar yang masuk kedalam ruang bakar
adalah AFR. Secara kimia dibutuhkan rasio udara/bahan bakar yang tepat unutk
berlangsungnya pembakaran yang sempurna. Rasio udara bahan bakar dalam
sistem bahan bakar bervariasi, bergantung pada kondisi operasi saat itu. Hal yang
dapat mempengaruhi rasio udara bahan bakar yaitu temperatur mesin, temperatur
udara yang dihisap, tekanan udara yang terhisap dan kerapatan udara sekitar. Saat
beroperasi dengan beban ringan dengan kecepatan medium, dan rancangan ruang
bakar yang baik, campuran bahan bakar miskin (dalam kisaran 16:1-18:1) masih
dimungkinkan untuk terbakar. Campuran miskin meningkatkan ekonomi bahan
bakar, mengurangi emisi, tetapi juga mengurangi daya keluaran. Campuran udara
dan bahan bakar yang stokiometri (14:1-14,7:1) menghasilkan daya keluaran yang
optimal. Campuran bahan bakar yang kaya (11,5:1-13,5:1) mengurangi nilai
ekonomi bahan bakar tetapi mempunyai daya yang terbesar. Jika campuran udara
bahan bakar terlalu miskin (diatas 18:1), campuran tidak akan menyala yang
menyebabkan kondisi kegagalan penyalaan.[1] Persamaan (2.11) dapat digunakan
untuk menghitung rasio udara-bahan bakar.
̇

̇

........................................................................................ 2.11
Dimana : ̇ ṁ� = Laju Aliran Massa Udara (kg/jam)
�f = Laju aliran bahan bakar (kg/jam)

Persamaan (2.12-2.15) dapat digunakan untuk menghitung laju aliran massa
udara.

......................................................................... 2.12
.................................................................................... 2.13

.................................................................................... 2.14

.............................................................. 2.15
26
Universitas Sumatera Utara

Dimana: Pi

= Tekanan udara masuk silinder (kPa)

Ti

= Temperatur udara masuk silinder (Kelvin)

R

= Konstanta udara (0,287 kJ/kg.K)

Vd

= Volume silinder/displacement (m3)

Vc

= Volume sisa/clearence (m3)

ma

= Massa udara masuk silinder per siklus (kg)

Nd

= Jumlah silinder (silinder)

n

= Putaran mesin (rpm)

a

= Putaran poros dalam satu siklus (putaran)

B

= Diameter piston (m)

S

= Panjang langkah (m3)

RC = Rasio Kompresi
2.3.5 Efisiensi Termal ( Thermal Efficiency)
Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang
dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi-rugi
mekanis seperti gesekan, kerja pompa oli dan pompa pendingin, dan panas yang
terbuang. Efisiensi termal pembakaran didefinisikan untuk menyatakan fraksi dari
bahan bakar yang terbakar. Persamaan (2.18) dapat digunakan untuk menghitung
efisiensi termal.
̇

........................................... 2.18

Dimana : Pb
ṁf

= Daya (Watt)
= Laju aliran bahan bakar (kg/jam)

LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar (kJ/kg)
2.4 Nilai Kalor Bahan Bakar
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan
panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar
sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Caloric Value). Berdasarkan asumsi
ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai
kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi
27
Universitas Sumatera Utara

nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas bahan bakar (High Heating
Value), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan
menggunakan bom kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar
didinginkan sampai suhu kamar sehingga sabagian besar uap air yang terbentuk
dari pembakaran hydrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara
teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (2.19).[8]
.......................................................... 2.19
Dimana : HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)
T1

= Temperatur air pendingin sebelum penyalaan (oC)

T2

= Temperatur air pendingin sesudah penyalaan (oC)

Tkp

= Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (oC)

Cv

= Panas jenis bom kalorimeter (73529,6 kJ/kgoC)

Dan nilai kalor bawah bahan bakar dapat dihitung dengan persamaan (2.20).
LHV = HHV –3240 ............................................................................... 2.20
Dimana : LHV = Nilai kalor bawah (kJ/kg)
HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)
Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar dapat menggunakan
nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang
meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga
menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat
tersedia. Besarnya nilai kalor bahan bakar mempengaruhi dari energi ledakan
yang akan terjadi jika bahan bakar tersebut dibakar atau dinyalakan. Kandungan
energi di dalam bahan bakar diukur dengan membakar semua bahan bakar di
dalam bom kalorimeter serta mengukur peningkatan temperatur yang terjadi.
Energi yang tersedia tergantung wujud air yang dihasilkan dari pembakaran
hidrogen. Jika air di dalam produk buangan berwujud gas (uap air), kemudian
tidak dapat melepaskan panas penguapannya, maka dihasilkan nilai kalor bersih
yang disebut nilai kalor bawah bahan bakar (Lower Heating value). Jika air
dikondensasikan kembali ke temperatur asal bahan bakar hingga berwujud cair
28
Universitas Sumatera Utara

maka akan menghasilkan nilai kalor kotor (Higher heating value, HHV).
Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Engineers)
menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE
(Society of Automotive Engineers) menetukan penggunaan nilai kalor bawah
(LHV).[9]
Dilakukan 5 kali pengujian bom kalorimeter pada setiap bahan bakar yang
digunakan dan dicari rata-rata dari nilai kalor bahan bakar dengan menggunakan
persamaan (2.21) dan (2.22).
.................................................................. 2.21

.................................................................. 2.22

2.5 Pertamax
Fraksi minyak bumi yang paling banyak dimanfaatkan adalah bensin
(Gasoline). Bensin digunakan untuk bahan bakar kendaraan bermotor dan
industri. Bensin yang berasal dari peyulingan merupakan senyawa hidrokarbon
rantai lurus. Hal ini mengakibatkan pembakaran tidak merata dalam mesin
bertekanan tinggi sehingga menimbulkan ketukan (Knocking). Peristiwa tersebut
menyebabkan kerasnya getaran mesin dan mesin menjadi sangat panas yang
mengakibatkan mesin menjadi mudah rusak. Komponen utama bensin adalah
nheptana (C7H16) dan isooktana (C8H18). Kualitas bensin ditentukan oleh
kandungan isooktana yang dikenal dengan istilah bilangan oktan.[10]
Angka Oktan Riset/Research Octane Number (RON) adalah nilai oktan
yang memberikan gambaran tentang kecenderungan bahan bakar untuk
mengalami pembakaran tidak normal pada kondisi pengendaraan sedang dan juga
pada kecepatan rendah dan dilakukan dengan metode riset. Angka Oktan
Motor/Motor Octane Number (MON) adalah nilai oktan yang memberikan
gambaran kinerja pengendaraan pada kondisi operasi yang lebih berat, kecepatan
tinggi atau kondisi beban tinggi. Indeks Anti Detonasi/Anti Knock Index (AKI)
adalah rata-rata dari penjumlahan angka oktan riset dengan angka oktan
motor.[11]
Berdasarkan keputusan Dirjen Migas No.313.K/10/DJM.T/2013 [12]:
29
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Jenis Bensin 92
(Pertamax)

Tabel 2.1 Perkembangan spesifikasi bensin di Indonesia
Pertamax membuat pembakaran pada mesin kendaraan dengan teknologi
terkini lebih baik dibandingkan dengan premium yang memiliki RON 88.
Keunggulan pertamax adalah:
1. Durability, pertamax dapat dikategorikan sebagai bahan bakar kendaraan
yang memenuhi syarat dasar durability/ketahanan, dimana bbm ini tidak akan
menimbulkan gangguan serta kerusakan mesin, karena kandungan oktan 92
lebih sesuai dengan perbandingan kompresi kebanyakan kendaraan bermotor
yang beredar di Indonesia.

30
Universitas Sumatera Utara

2. Fuel Economy, kesesuaian oktan 92 Pertamax dengan perbandingan kompresi
kebanyakan kendaraan beroperasi sesuai dengan rancangannya. Perbandingan
Air Fuel Ratio yang lebih tinggi dengan konsumsi bahan bakar menjadikan
kinerja mesin lebih optimal dan efisien untuk menempuh jarak lebih jauh
karena

perbandingan

biaya

dengan

operasi

bahan

bakar

dalam

(Rupiah/kilometer) akan lebih hemat.
3. Performance,

kesesuaian

angka

oktan

Pertamax

dan

aditif

yang

dikandungnya dengan spesifikasi mesin akan menghasilkan performa mesin
yang jauh lebih baik dibandingkan ketika menggunakan oktan 88 ataupun 90.
Hasilnya adalah torsi mesin lebih tinggi dan kecepatan meningkat.[13]

2.6 Zat Aditif
Aditif adalah suatu senyawa yang ditambahkan kedalam suatu senyawa
yang ditambahkan kedalam senyawa lain. Penggunaan zat aditif secara umum
bertujuan untuk mengontrol pembakaran bensin agar menghasilkan energi yang
maksimum dan suara ketukan minimum. Zat aditif pada bahan bakar bensin
digunakan untuk meningkatkan angka oktan sedangkan pada bahan bakar diesel
digunakan untuk meningkatkan angka setana. Penggunaan zat aditif untuk
pelumas bertujuan untuk meminimalisir busa dan sebagai peningkat kualitas dan
ketahanan pelumas.[14]
2.6.1 Jenis-Jenis Zat Aditif
Zat aditif yang digunakan sebagai senyawa yang ditambahkan pada motor
bakar terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan fungsinya, yaitu:

1. Fungsi bahan pelumasan
2. Fungsi sistem distribusi bahan bakar dan sistem pembakaran
3. Fungsi bahan bakar

2.6.2 Manfaat Zat Aditif pada Fungsi Sistem Distribusi Bahan Bakar dan
Sistem Pembakaran
Zat aditif ditambahkan pada bahan bakar atau diinjeksikan secara langsung
ke dalam ruang bakar yang bertujuan untuk membersihkan dan merawat saluran
bahan bakar, ruang bakar, dan saluran buang mesin motor bakar[16], antara lain:
31
Universitas Sumatera Utara

1. Fuel System Cleaner, untuk membersihkan tangki bahan bakar, saluran bahan
bakar, pompa bahan bakar, saringan bahan bakar, dan karburator dari endapan
kotoran pada bahan bakar atau sisa-sisa pembakaran, sehingga bahan bakar dan
udara dapat bercampur dengan baik dan terbakar sempurna di dalam ruang
bakar.
2. Injectors Cleaner¸ untuk membersihkan injektor dari kerak karbon hasil
pembakaran, adanya kandungan air pada bahan bakar dan endapan kotoran
bahan bakar yang dapat membuat mesin sulit untuk dinyalakan, kehilangan
akselarasi dan langsam (Idle) yang tidak stabil.
3. Detergents, untuk menetralisir kotoran pada bahan bakar, endapan kotoran dari
udara yang masuk ke dalam ruang bakar dan memberikan pelumasan pada
ruang bakar.
4. Gas Treatment, untuk meningkatkan kemampuan membersihkan serta menjaga
bahan bakar dari endapan karbon sisa pembakaran, menghilangkan kandungan
air pada bahan bakar, dan mencegah pembekuan bahan bakar pada saluran
bahan bakar.
5. Ethanol Treatment, untuk mencegah efek korosi pada mesin yang
menggunakan bahan bakar campuran Ethanol.
6. Antirust, untuk mencegah pengeroposan mesin akibat korosi yang timbul pada
mesin motor bakar yang digunakan di daerah panas dan lembab

2.6.4 Manfaat Zat Aditif pada Fungsi Bahan Bakar
Zat aditif ditambahkan pada bahan bakar mesin motor bakar yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas bahan bakar[16], antara lain:
1. Octane Booster, untuk meningkatkan angka oktan dari bahan bakar.
2. Restore Performance. untuk mengembalikan performansi dan efisiensi mesin
yang hilang akibat kualitas bahan bakar yang rendah.
3. Reduce Knocking and Pinging, untuk mengurangi detonasi pada mesin dan
ketidakstabilan putaran mesin sehingga suara mesin semakin halus.
4. Maximize Horsepower, untuk meningkatkan torsi dan daya dari mesin.

32
Universitas Sumatera Utara

5. Lubricate Upper Cylinder, untuk melumasi bagian dari permukaan atas piston
dengan ruang bakar sehingga tidak terjadi endapan karbon sisa pembakaran
yang dapat menyebabkan kerusakan komponen mesin. Kerak karbon yang
telah terbentuk akan terkikis oleh pelumas aditif seiring dengan proses
pembakaran dan akan dibuang melalui saluran pembakaran.
2.6.5 Zat Aditif Secara Umum
Aditif mempunyai berbagai macam zat kimia yang terkandung di
dalamnya dan mempunyai fungsi yang berbeda-beda, secara umum zat kimia
tersebut adalah:
1. Tetraethyl Lead (TEL)
Zat aditif Tetrathyl Lead akan meningkatkan bilangan oktan bensin.
Mengandung senyawa timbal (Pb). Lapisan tipis timbal terbentuk pada
atmosfer dan membahayakan alam dan kesehatan makhluk hidup.
2. Senyawa Oksigenat
Senyawa oksigenat adalah senyawa organik beroksigen (oksigenat) seperti
alkohol (methanol, ethanol, isopropil alkohol) dan Eter (Metil Tertier Butil
Eter/MTBE, Etil Tertier Butil Eter/ETBE dan Tersier Amil Metil Eter/TAME)
dan minyak Atsiri. Oksigenat cair yang dapat dicampur ke dalam bensin untuk
menambah angka oktan dan kandungan oksigennya. Alkohol seperti etanol
dapat diperoleh dari fermentasi tumbuh-tumbuhan sehingga termasuk dalam
energi terbaharukan. Kadar CO2 di atmosfer pun akan menurun seiring dengan
budidaya tumbuhan yang dimanfaatkan untuk pembuatan ethanol.[10]

3. Naphtalene
Naftalena adalah salah satu komponen yang termasuk Benzena Aromatic
Hidrocarbon dan dapat meningkatkan angka oktan. Proses pembakaran
berjalan dengan baik dan tidak mudah menguap. Selain itu naftalena tidak
meninggalkan getah padat pada bagian-bagian mesin. Penggunaan naftalena
relatif aman untuk digunakan.[17]
4. Methylcyclopentadienyl

Manganese

Tricarbonyl

(MMT)

MMT

atau

Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl adalah senyawa organik non
logam yang digunakan sebagai pengganti bahan aditif TEL.
5. Benzene
33
Universitas Sumatera Utara

Benzena banyak digunakan sebagai zat aditif untuk meningkatkan angka oktan
seiring dengan penghapusan pengunaan bensin yang mengandung timbal.
Benzena dapat meningkatkan kualitas bahan bakar dan menurunkan ketukan
pada mesin. International Agency for Research on Cancer (IARC) dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa kontaminasi Benzena yang berlebihan
mempunyai dampak negatif pada kesehatan antara lain akan menyebabkan
timbulnya berbagai macam jenis kanker.[18]
2.7 Kapur Barus
Kapur barus atau naftalena adalah hidrokarbon kristalin aromatik
berbentuk padatan berwarna putih dengan rumus molekul C10H8 dan berbentuk
dua cincin benzena yang bersatu. Senyawa ini bersifat volatil, mudah menguap
walau dalam bentuk padatan. Uap yang dihasilkan bersifat mudah terbakar.
Naftalena paling banyak dihasilkan dari destilasi tar batu bara, dan sedikit dari
sisa fraksionasi minyak bumi. Senyawa ini bersifat volatil, mudah menguap walau
dalam bentuk padatan. Uap yang dihasilkan bersifat mudah terbakar. Naftalena
paling banyak dihasilkan dari destilasi tar batu bara, dan sedikit dari sisa
fraksionasi minyak bumi. Naftalena merupakan suatu bahan keras yang putih
dengan bau tersendiri, dan ditemui secara alami dalam bahan bakar fosil seperti
batu bara dan minyak.[19]

2.7.1 Sejarah Kapur Barus
Kapur

barus

dahulu

kala

dibuat

dari

potongan

kayu

batang

pohon Cinnamomum camphora yang banyak tumbuh di kawasan Barus. Dimana
potongan-potongan kecil kayu ini direbus dan melalui proses penyulingan dan
penghabluran diperoleh kristal kamfer sebagai bahan baku untuk diproses di
pabrik. Jadi tidak mengherankan kalau akhirnya kamfer ini dalam bahasa Melayu
dinamakan ’kapur barus’. Istilah camphor pun sebetulnya juga berasal dari bahasa
Sanskerta karpoor atau bahasa Arab kafur yang dalam bahasa kita diserap menjadi
’kapur’. Sejak abad ke 9 Kota Barus terkenal sebagai penghasil bahan baku
kamfer, bahkan hingga semua saudagar dari seluruh penjuru dunia berlayar ke
Barus untuk membeli kayu penghasil kamfer ini. Cladius Prolomeus, seorang
34
Universitas Sumatera Utara

gubernur kerajaan yunani yang berpusat di Iskandariyah Mesir, membuat sebuah
peta dan menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera ada barousai yang dikenal
sebagai penghasil wewangian dari kapur.

2.7.2 Sumber Kapur Barus
Perlu diketahui bahwa pohon Kamfer (Cinnamomum camphora) termasuk
dalam suku Lauraceae selain dari kayu manis (Cinnamomu iners). Tumbuhan ini
dapat tumbuh di dataran tinggi, pegunungan, dengan ciri-cirinya sebagai berikut :
1. memiliki bau khas kulit manis
2. berkelamin ganda (diaceous)
3. pohon, tinggi lebih dri 40 meter
4. kulit batang coklat, dan memiliki retakan vertical
5. bunga majemuk berwarna kuning agak putih
6. buah hijau, setelah tua menjadi biru
Tumbuhan ini mengandung zat naftalena yang merupakan salah satu
senyawa aromatik. Dimana sebutir kapur barus biasanya mengandung 250-500
mg naphthalene.

Gambar 2.4 Pohon Kapur

35
Universitas Sumatera Utara

Selain tumbuhan Cinnamomum campora pohon kapur atau Dryobalanops
aromatica merupakan salah satu tanaman penghasil kapur barus atau kamper.
Kapur barus dari pohon Kapur ini telah menjadi komoditi perdagangan
internasional sejak abad ke-7 Masehi. Untuk mendapatkan kristal kapur barus dari
Pohon Kapur dimulai dengan memilih, menebang, dan memotong-motong batang
pohon Kapur (Dryobalanops aromatica). Potongan-potongan batang pohon Kapur
kemudian dibelah untuk menemukan kristal-kristal kapur barus yang terdapat di
dalam batangnya.[20]

2.7.3 Kapur Barus sebagai Zat Adiktif untuk Meningkatkan Angka Oktan
Kapur barus (naftalena) adalah salah satu komponen yang termasuk
benzena aromatik hidrokarbon, tetapi tidak termasuk polisiklik. Naftalena
memiliki kemiripan sifat yang memungkinkannya menjadi aditif bensin untuk
meningkatkan angka oktan. Sifat-sifat tersebut antara lain: sifat pembakaran yang
baik, mudah menguap sehingga tidak meninggalkan getah padat pada bagianbagian mesin. Penggunaan Naftalena sebagai aditif memang belum terkenal
karena masih dalam tahap penelitian. Sampai saat ini memang belum diketahui
akibat buruk penggunaan naftalena terhadap lingkungan dan kesehatan, namun ia
relatif aman untuk digunakan. Satu molekul napthalena merupakan perpaduan dari
sepasang cincin benzena. Naftalena merupakan salah satu jenis hidrokarbon
polisiklik aromatik .
Naftalena digunakan sebagai reaksi intermediet dari berbagai reaksi kimia
industri, seperti reaksi sulfonasi, polimerisasi, dan neutralisasi. Selain itu,
naftalena juga berfungsi sebagai fumigan (kamper, dsb), surfaktan, dan
sebagainya.[19]

2.8

Katalitik Konverter

Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor saat ini berdampak pada
kualitas udara yang buruk di daerah perkotaan menuntut pabrikan motor
berinovasi, salah satunya adalah katalitik konverter yang terdapat pada mobil
maupun motor saat ini. Alat ini diperkenalkan pada publik pada tahun 1975 di
Amerika Serikat, kebijakan itu sejalan dengan niat EPA dalam mengurangi

36
Universitas Sumatera Utara

intensitas pencemaran udara gas buang dikarenakan proses pembakaran kendaraan
bermotor.
Ada dua jenis katalitik converter, yakni Tipe Universal Fit dapat dipilih
berdasarkan ukuran yang sesuai kemudian dilas di bagian saluran gas buang dan
Tipe Direct Fit merupakan tipe yang hanya menggunakan baut untuk
memasangnya di area saluran gas buangnya. Tipe universal merupakan jenis
termurah daripada tipe direct fit, akan tetapi masalah pemasangannya tipe direct
fit lebih mudah dipasang daripada tipe universal
Penggunaan katalitik konverter bukan semata pada kendaraan bermotor
saja, alat tersebut digunakan juga untuk truk, bis, kereta api, generator, dan masih
banyak lagi. Pengguna katalitik converter dianjurkan melakukan pemeriksaan dan
perawatan berkala untuk mengoptimalkan kinerja mesin dan efisiensi bahan
bakar. Pemeriksaan emisi gas buang sangat perlu dilakukan untuk mengetahui
apakah katalitik converter harus diganti dengan yang baru.

2.8.1 Konstruksi Katalitik Konverter
Katalitik converter terdiri dari :
1. Inti katalis (substrate)
Pengguna CC pada bidang otomotif biasanya menggunakan inti dari
keramik monolit dengan struktur sarang lebah (honeycomb). Monolit tersebut
dilapisi oleh FeCrAl pada beberapa aplikasi.
2. Washcoat
Washcoat

adalah

pembawa

material

katalis

digunakan

untuk

menyebarkan katalis tersebut pada area yang luas sehingga katalis mudah bereaksi
dengan gas buang.
Washcoat biasanya terbuat dari aluminium oksida, titanium oksida, silikon
oksida dan campuran silika dan alumina. Washcoat dibuat dengan permukaan
agak kasar dan bentuk yang tidak biasa untuk memaksimalkan luas permukaan
yang kontak dengan gas buang sehingga katalis dapat bekerja secara efektif dan
efisien.
Biasanya terbuat dari logam mulia, platina adalah katalis yang paling aktif
diantara logam mulia lainnya dan secara luas digunakan namun tidak cocok
dengan segala aplikasi karena adanya reaksi tambahan yang tidak diinginkan serta
37
Universitas Sumatera Utara

harganya yang mahal. Palladium dan rhodium adalah jenis logam mulia lainnya
yang biasa digunakan secara bersamaan. Palladium berfungsi sebagai katalis
reaksi oksida , rhodium digunakan sebagai katalis reaksi reduksi dan platina dapat
melakukan kedua reaksi tersebut (oksida dan reduksi). Logam lain yang terkadang
digunakan walaupun secara terbatas adalah cerium, besi, mangan, tembaga, dan
nikel. Digunakan secara terbatas karena memiliki produk sampingan yang juga
cukup berbahaya. Nikel dilarang di uni eropa karena reaksinya dengan CO
menghasilkan nikel tetrakarbonil. Tembaga dilarang di Amerika Utara karena
mengahasilkan senyawa dioksin.
Katalitik Konverter dibagi menjadi 2 berdasarkan jumlah polutan yang
dapat direaksikan :

2.8.2 Tipe-Tipe Katalitik Konverter
1. Two way converter. Di dalam converter ini terdapat 2 reaksi simultan,
yakni:
a. Oksidasi karbon monoksida menjadi karbondioksida.
b. Oksidasi senyawa hidrokarbon (yang tidak terbakar / terbakar parsial)
menjadi karbondioksida dan air converter jenis ini secara luas dipakai
pada mesin diesel untuk mengurangi senyawa hidrokarbon dan karbon
monoksida.
2. Three way Converter. Di dalam converter jenis ini terdapat 3 reaksi
simultan, yakni :
a. Reaksi reduksi nitrogen oksida menjadi nitrogen dan oksigen
b. Reaksi oksidasi karbon monoksida menjadi karbon dioksida.
c. Reaksi oksidasi senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar menjadi
karbon dioksida dan air Ketiga reaksi ini berlangsung paling efisien
ketika campuran udara – bahan bakar (air to fuel ratio) mendekati
(stoikiometri) yaitu antara 14,6 – 14,8 berbanding 1. Oleh karena itu, CC
sulit diaplikasikan pada mesin yang masih menggunakan karburator untuk
pemasukan bahan bakar. CC paling ideal digunakan dengan mesin yang
telah menggunakan closed loop feedback fuel injection.

38
Universitas Sumatera Utara

2.8.3 Efek Pada Lingkungan
Katalitik Konverter telah terbukti memiliki manfaat untuk mengurangi
emisi kendaraan bermotor. Namun, katalitik konverter tetap memiliki beberapa
efek pada lingkungan, yakni :
a. Katalitik konverter tidak mereduksi jumlah CO2 yang dihasilkan bahan
bakar bahkan mengubah CO menjadi CO2. Padahal telah kita ketahui bersama
bahwa CO2 ditenggarai menjadi penyebab utama green house effect yang
menyebabkan pemanasan global di seluruh dunia. Bahkan CC juga melepas N2O
yang ternyata telah diteliti 3 kali lebih besar efeknya dibandingkan dengan CO2.
EPA (Enviromental Protection Agency), badan lingkungan hidup Amerika Serikat
mencatat bahwa 3% emisi nitrogen oksida yang dihasilkan oleh kendaraan
bermotor.
b. Air to fuel ratio kendaraan harus senantiasa pada kondisi stoikiometri
saat penggunaan CC. Akibatnya kadar CO2 yang dihasilkan lebih banyak
dibandingkan mesin dengan campuran yang rendah (lean burn engine).
c. Katalitik konverter membutuhkan logam mulia palladium dan rhodium.
Salah satu penyuplai logam mulia ini adalah daerah industry Norilsk, Rusia.
Ternyata

industri

untuk

mengekstrak

palladium

dan

rhodium

tersebut

menghasilkan polusi yang paling besar disbanding dengan industri lainnya.
Katalitik konverter pada knalpot kendaraan bermotor ditempatkan di
belakang exhaust manifold atau antara muffler dengan header, seperti ditunjukkan
pada gambar 2.17 dengan pertimbangan agar CC cepat panas ketika mesin
dinyalakan

39
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5 Katalitik Konverter
Kendaraan yang menggunakan katalitik converter harus menggunakan
bensin tanpa timbal, karena timbal pada bensin akan menempel pada katalis yang
mengakibatkan katalisator tersebut tidak efektif. Agar katalitik converter tersebut
lebih efektif, campuran udara bahan bakar harus dalam perbandingan stoikiometri.
Pada saat motor dilakukan pemanasan, udara sekunder dari pompa didorong
menuju ruang udara pembatas. Udara tersebut membantu untuk mengoksidasi
katalis mengubah HC dan CO menjadi karbondioksida dan air. Berikut penjelasan
tahapan kerja dari katalitik konverter.
1. Tahap awal dari proses yang dilakukan pada katalitik konverter adalah
reduction catalyst. Tahap ini menggunakan platinum dan rhodium untuk
membantu mengurangi emisi NOx. Ketika molekul NO atau NO2 bersinggungan
dengan katalis, sirip katalis mengeluarkan atom nitrogen dari molekul dan
menahannya. Sementera oksigen yang ada diubah ke bentuk O2. Atom nitrogen
yang terperangkap dalam katalis tersebut diikat dengan atom nitrogen lainnya
sehingga terbentuk format N2. Rumus kimianya sebagai berikut :
2NO→ N2 + O2 atau 2NO2 →N2 + 2O2
2. Tahap kedua dari proses di dalam CC adalah oxidization catalyst.
Proses ini mengurangi hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang bakar dan CO
dengan membakarnya (oxidizing) melalui katalis platinum dan palladium. Katalis

40
Universitas Sumatera Utara

ini membantu reaksi CO dan HC dengan oksigen yang ada di dalam gas buang.
Reaksinya sebagai berikut :
2CO + O2→ 2CO2
3. Tahap ketiga adalah pengendalian sistem yang memonitor arus gas
buang. Informasi yang diperoleh dipakai lagi sebagai kendali sistem injeksi bahan
bakar. Ada sensor oksigen yang diletakkan sebelum katalitik converter dan
cenderung lebih dekat ke mesin ketimbang ke converter itu sendiri. Sensor ini
memberi informasi ke Electronic Control System (ECS) seberapa banyak oksigen
yang ada di saluran gas buang. ECS akan mengurangi atau menambah jumlah
oksigen sesuai rasio udara bahan bakar. Skema pengendalian membuat ECS
memastikan kondisi mesin mendekati rasio stoikiometri dan memastikan
ketersediaan oksigen di dalam saluran buang untuk proses oxidization HC dan CO
yang belum terbakar. Setiap kendaraan memiliki jumlah sensor yang berbeda,
tergantung kebutuhan dan teknologi mesinnya. Umumnya kendaraan yang
menggunakan sistem injeksi menggunakan dua sensor oksigen yang berbeda
tempat. Sensor tersebut berfungsi memberikan informasi ke ECS agar mengatur
kembali pasokan udara ke dalam ruang bakar.
2.8.4 Fungsi Lain Dari Katalitik Konverter
Katalitik konverter yang merupakan bagian yang kompak dengan knalpot
kendaraan bermotor memiliki fungsi lain sebagai pengurang kebisingan (noise
silencer) dimana dilakukan modifikasi pada daerah sekitar exhaust muffler. Salah
satu karakteristik sebuah muffler adalah seberapa besar backpressure / BP
(tendangan balik) yang dihasilkannya. Pada muffler knalpot bawaan pabrik motor
yg beredar di Tanah Air umumnya terbentuk dari lubang, pemantul dan putaran
pipa (turn) yang harus dilewati gas buang. Desain seperti ini adalah untuk
menghasilkan suara knalpot yang bersahabat dengan lingkungan, akan tetapi
menghasilkan BP yang besar, yang mengurangi power dari engine.
Untuk mengatasi ini, dirancanglah tipe muffler yang menghasilkan BP
yang jauh lebih kecil, yang disebut “glass pack” atau “cherry bomb”. Tipe muffler
ini hanya mengandalkan “penyerapan” untuk mengurangi level suara, dengan
tanpa memberikan halangan bagi aliran gas buang. Gas buang menglir lurus
melalui pipa yang berlubang yang terbungkus lapisan glass wool, sehingga BP-

41
Universitas Sumatera Utara

nya kecil dan sebagian kecil suara di redam oleh glass wool tsb. Jadi muffler jenis
ini BP-nya kecil tapi suaranya masih cukup nyaring. memang cocok buat balapan.
Dari ilustrasi di atas, maka tipe muffler secara umum dibagi menjadi 2,
yaitu muffler/silencer yg bersifat :
1. Sound Absorption
2. Sound Cancelation
2.8.4.1. Sound Absorption Muffler/Silencer
Pada silencer terdapat material peredam suara (accoustical material) untuk
menurunkan level gelombang suara. Ketebalan dari peredam tidak sembarangan,
akan tetapi harus disesuaikan, dengan pada frekuensi berapa (penyebab berisik)
yang harus diredam (perhitungan menyusul di artikel berikutnya). Bentuk yang
umum dari silencer jenis ini seperti gambar 2.18 di bawah ini.

Gambar 2.6 Sound Absorptio

2.8.4.2 Sound Cancelation Muffler/Silencer
Dalam silencer ini terdapat beberapa elemen yang tersusun secara paralen
dan serial yang bertujuan, untuk menghasilkan gelombang pantulan dengan fasa
terbalik yang diarahkan kembali ke sumbernya, sehingga penjumlahan dari dua
42
Universitas Sumatera Utara

gelombang tersebut akan saling menghilangkan (cancelation). Biasanya
diterapkan pada motor standar, yang bentuk silencernya seperti gambar 2.19 di
bawah ini.

Gambar 2.7 Sound cancelation Muffler
Saat ini telah umum dikembangkan muffler yang merupakan kombinasi
dari tipe absorption dan cancelation, yang tujuannya tiada lain adalah
menghasilkan muffler dengan BP sekecil mungkin dan suara sesuai dengan
standar perundangan yg berlaku. Bentuknya ditunjukkan pada gambar 2.20 di
bawah ini.

Gambar 2.8 Kombinasi Absorption dan Cancelation
Terlihat pada pinggirnya terdapat glass wool yang berfungsi sebagai
penyerap energi suara yang masuk melalui dinding yng berlubang. Dan pada
bagian tengah terdapat plat-plat yang berfungsi sebagai penghilang suara knalpot.

43
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.9 Skema Pereduksian Kebisingan
Sehingga suara (panah biru) yang keluar kecil, sementara aliran gas buang
tidak terganggu.

44
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Uji Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertalite dan Variasi Campuran Pertalite-Serbuk Kapur Barus

4 45 107

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 21 88

Kajian Studi Perbandingan Performansi Mesin Otto Empat Langkah Dengan Bahan Bakar Pertamax 92 dan Variasi Bahan Bakar Campuran Pertamax 92-Kapur Barus

2 41 78

Kajian Studi Perbandingan Performansi Mesin Otto Empat Langkah Dengan Bahan Bakar Pertamax 92 dan Variasi Bahan Bakar Campuran Pertamax 92-Kapur Barus

0 0 13

Kajian Studi Perbandingan Performansi Mesin Otto Empat Langkah Dengan Bahan Bakar Pertamax 92 dan Variasi Bahan Bakar Campuran Pertamax 92-Kapur Barus

0 0 2

Kajian Studi Perbandingan Performansi Mesin Otto Empat Langkah Dengan Bahan Bakar Pertamax 92 dan Variasi Bahan Bakar Campuran Pertamax 92-Kapur Barus

0 0 4

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 0 13

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 0 2

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 0 5

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 0 1