Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

(1)

DAFTAR PUSTAKA

1.Heywod, Jhon B. Internal Combustion Engine Fundamentals. McGraw Hill Book Company, New York, 1988

2.Pulkrabek, Williard W.1997.Engineering Fundamental of the Internal Combustion Engine. New Jersey. Prentice Hall.

3.Shigley, dkk (Terjemahan Gandhi Harahap). (1991). Perencanaan Teknik Mesin, Jilid 2.Jakarta:Erlangga.

4.Moran, Michael.j.and Shapiro, N.howard, TERMODINAMIKA TEKNIK II EDISI 4, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2003.

5.Pudjanarsa,Astu. Dan Nursuhud, Djati, Mesin Konversi Energi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2006.

6.Arismunandar, Wiranto. Penggerak Mula Motor Bakar Torak. Edisi kelima. Penerbit : ITB Bandung, 1988

7.Sindarto, Didik, Pengaruh Magnetasi Bahan Bakar Pada Motor Otto, Universitas Indonesia, Jakarta,2 005.

8.Sudrajad, Agung, Menghemat Bahan Bakar Dengan Magnet Portable, Universitas Dharma Persada, Jakarata, 2005

Website :

1.

2. Hondarodamotor.com/motor-honda/Honda supra x-125-helm in

3.

4. http:www.penghematbbm-magnet.com

5.

6. http://id.wikibooks.org/wiki/Rumus Rumus Fisika Lengkap/Dinamika_rotasi


(2)

45 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Pengujian ini dilakukan dibeberapa tempat dengan waktu kurang lebih 1 bulan dimulai pada tanggal 6 juni 2016 sampai dengan tanggal 6 Juli 2016.

A. Pengujian nilai kalor bahan bakar dilakukan di Laboratorium Motor Bakar STT Harapan Sumatera Utara selama 1 hari. Pengujian nilai kalor bahan bakar ditunjukkan pada gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.1 Pengujian nilai kalor bahan bakar

B. Pengujian konsumsi bahan bakar dilakukan di Laboratorium Teknologi Mekanik, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, selama satu minggu. Pengujian konsumsi bahan bakar ditunjukkan pada Gambar 3.2 berikut.


(3)

C. Pengujian Torsi dilakukan di Laboratorium Teknologi Mekanik, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, selama tiga minggu. Pengujian torsi ditunjukkan pada Gambar 3.3 berikut.

Gambar 3.3 Pengujian torsi

D. Pengujian AFR dan emisi gas buang dilakukan selama satu minggu di Bengkel Toyota Auto 2000 SM. Raja. Pengujian AFR dan emisi gas buang ditunjukkan Gambar 3.4 berikut.


(4)

47 3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bom kalorimeter, alat yang digunakan untuk mengukur nilai kalor bahan bakar.

Bom kalorimeter ditunjukkan pada gambar 3.5 berikut.

Gambar 3.5 Bom kalorimeter 2. Mesin otto 4 lngkah 1 s

3. Silinder, yaitu mesin sepeda motor Honda Supra X 125 cc. Sepeda motor yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 3.6 berikut.


(5)

Spesifikasi :

Kapasitas tangki bahan bakar : 3,6 liter.

Tipe Mesin : 4 langkah, SOHC, pendingin udara. Diameter langkah : 52,4 x 57,9 mm

Volume langkah : 124,9 cc. Perbandingan kompresi : 9,0 : 1.

Daya maksimum : 9,3 PS @ 7500 RPM Torsi maksimum : 10,1 Nm @ 4000 RPM

Kapasitas Minyak Pelumas : 0,7 liter pada pergantian periodik. Kopling : Otomatis, basah, ganda

Transmisi : 4 kecepatan rotari / bertautan tetap. Pola pengoperan gigi : N-1-2-3-4-N (rotari).

Starter : Pedal dan elektrik.

Aki : 12 V – 3,5 Ah.

Busi : ND U20EPR9 / NGK CPR6EA-9.

Sistem pengapian : CDI-DC, Battery

4. Tachometer, alat yang digunakan untuk mengukur berapa jumlah putaran mesin per menit (Revolutions Per-Minute). Tachometer yang digunakan ditunjukkan pada gambar 3.7 berikut.


(6)

49 5. Tools, alat yang digunakan seperti kunci ring, kunci pas, obeng, tang, dan

lain-lain untuk membongkar atau memasang alat penelitian. Tools yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 3.8 berikut.

Gambar 3.8 Tools

6. Timbangan Digital, digunakan untuk mengukur massa bahan bakar dan kapur barus yang akan dilakukan pengujian. Timbangan digital ditunjukkan pada Gambar 3.9 berikut.

Gambar 3.9 Timbangan digital

7. Timbangan Pegas, digunakan untuk mencari massa tarik dari sepeda motor melalui roda belakang. Timbangan pegas yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 3.10 berikut.


(7)

Gambar 3.10 Timbangan pegas

8. Stopwatch, digunakan untuk menghitung waktu konsumsi bahan bakar yang dihabiskan saat pengujian. Stopwatch yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 3.11 berikut.

Gambar 3.11 Stopwatch

9. Tali nilon, digunakan untuk pengikat timbangan pegas dengan roda belakang dalam pengujian torsi. Tali tambang yang digunakan ditunjukkan pada gambar 3.12 berikut.


(8)

51 Gambar 3.12 Tali nilon

10. Tabung ukur terdiri dari Spuit sebagai wadah bahan bakar dan terhubung dengan selang bahan bakar yang digunakan dalam pengujian konsumsi bahan bakar.

Spesifikasi :

Display Counts : 60 cc Analog

Range : 0 – 60 cc

Ketelitian : 1 cc

Adapun tabung ukur yang digunakan ditunjukkan pada gambar 3.14 berikut.

Gambar 3.13 Tabung ukur

11. Selang bahan bakar, digunakan sebagai saluran bahan bakar dari tabung ukur ke karburator saat melakukan pengujian. Selang bahan bakar ditunjukkan pada Gambar 3.15 berikut.


(9)

Gambar 3.14 Selang bahan bakar

12. Katalitik konverter, Katalitik konverter adalah suatu alat yang berbentuk sarang tawon yang ditempatkan disalurkan gas buang/knalpot, berfungsi untuk mengubah za-zat hasil pembakaran (hidrokarbon,CO,CO2,NOx) menjadi zat yang lebih ramah lingkungan (H2O,CO2,N2). Katalitik konverter ini terbuat dari plat tembaga yang di bentuk seperti sarang tawon. Katalitik konverter di tunjukkan pada gambar 3.16

Gambar 3.15 Katalitik Konverter 3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pertamax, adalah bahan bakar produk PT.PERTAMINA(Persero) dengan RON


(10)

53 \

Gambar 3.16 Pertamax

2. Kapur barus (naftalena) merk Swallow, digunakan sebagai zat aditif untuk bahan bakar pertalite. Kapur barus (naftalena) ini mempunyai manfaat untuk menambahkan bilangan oktan bahan bakar dan dapat meningkatkan torsi dan daya motor bakar. Kapur barus yang digunakan ditunjukkan pada gambar 3.18 berikut.

Gambar 3.17 Kapur barus 3.3 Metode Penelitian

Data yang dipergunakan dalam pengujian ini meliputi:

1. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran dan pembacaan pada unit instrumentasi dan alat ukur pada masingmasing pengujian.

2. Data sekunder, merupakan data tentang karakteristik bahan bakar yang digunakan dalam pengujian.


(11)

3.4 Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengujian diolah menggunakan rumus empiris. Kemudian hasil dari perhitungan diajukan dalam bentuk tabulasi dan grafik.

3.5 Pengamatan dan Tahap Pengujian

Parameter yang akan ditinjau dalam pengujian ini adalah:

1. Nilai kalor atas bahan bakar (HHV) dan nilai kalor bawah bahan bakar (LHV)

2. Torsi motor (T) 3. Daya motor (N)

4. Konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) 5. Rasio udara bahan bakar (AFR) 6. Efisiensi termal (ηth,B)

Prosedur pengujian yang dilakukan adalah: 1. Pengujian nilai kalor bahan bakar

2. Pengujian unjuk kerja motor bakar dengan menggunakan bahan bakar pertamaxmurni.

3. Pengujian unjuk kerja motor bakar gasoline dengan menggunakan bahan bakar campuran pertamax-kapur barus dan penambahan alat katalitik konverter.

4. Pengujian emisi gas buang dengan bahan bakar pertamaxdan campuran pertamax-kapur barus serta penambahan alat katalitiki konverter.


(12)

55 Gambar 3.18 Diagram alir penelitian

Mulai

Survei Lapangan dan Studi Literatur

Pengadaan Alat dan Bahan Bakar

Pemasangan Alat dan pengecekan sepeda motor

Pengujian performansi dengan bahan bakar pertamax dan campuran pertamax–kapur barus

dan penambahan alat katalitik konverter

2000, 3000, 4000, 5000, 6000

Torsi Daya SFC Efisiensi Thermal

AFR Emisi gas

buang

Kesimpulan


(13)

3.6 Prosedur Pengujian Konsumsi Bahan Bakar

Peralatan yang digunakan dalam pengujian meliputi: 1. Tabung ukur

2. Tachometer 3. Stopwatch 4. Tools

Tahapan pengujian yang dilakukan dalam pengujian konsumsi bahan bakar adalah sebagai berikut:

1. Mengisi bahan bakar kedalam tabung ukur sampai pada garis 60 ml. 2. Menghidupkan motor dengan electric stater.

3. Menentukan putaran mesin yang ditampilkan pada tachometer dengan cara memutar bukaan gas pada karburator memakai obeng (tools).

4. Memulai stopwatch pada saat bahan bakar telah melalui garis 50 ml. 5. Mematikan stopwatch saat bahan bakar telah melalui garis 10 ml. 6. Mematikan motor.

7. Mencatat waktu melalui pembacaan stopwatch.

8. Mengulang pengujian sebanyak 5 kali dengan variasi putaran dan variasi jenis bahan bakar (Pertamax 100%, C0,16:80, C1:80, C3:80).

3.7 Prosedur Pengujian Performansi Mesin

Peralatan yang digunakan dalam pengujian meliputi: 1. Tabung ukur

2. Tachometer 3. Video Recorder 4. Rantai

5. Tools

6. Timbangan pegas

Tahapan pengujian yang dilakukan dalam pengujian konsumsi bahan bakar adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan kondisi motor secara umum dan tabung ukur bahan bakar. 2. Mengikat sepeda motor pada tiang tahanan.


(14)

57 4. Memastikan angka pada timbangan sudah tepat pada angka 0 kg dan mengikatkan salah satu ujungnya pada roda belakang dan ujung yang lain pada tiang penahan.

5. Memposisikan gigi gtransmisi pada posisi gigi ketiga.

6. Start mesin dengan electric stater sambil menekan perseneling gigi (kopling otomatis).

7. Atur variasi putaran mesin dengan melihat angka yang ditampilkan tachometer dengan memutar bukaan gas pada karburator dan memastikan putaran mesin sudah konstan.

8. Merekam hasil pengujian pada timbangan pegas dengan video kamera.

9. Melepaskan perseneling gigi sehingga timbangan tertarik oleh roda belakang hingga mesin berhenti pada beban maksimal.

10. Mematikan motor.

11. Memutar kembali rekaman video dan mencatat massa yang terlihat pada timbangan.

12. Mengulang pengujian sebanyak lima kali untuk setiap variasi putaran dan variasi jenis bahan bakar (Pertamax 100%, K 1 gr, K 1,5 gr K 2 gr).

3.8 Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar

Alat yang digunakan dalam pengukuran nilai kalor bahan bakar ini adalah Bom Kalorimeter.

Peralatan yang digunakan meliputi:

1. Kalorimeter, sebagai tempat air pendingin dan tabung bom. 2. Tabung bom, sebagai tempat pembakaran bahan bakar yang diuji. 3. Tabung gas oksigen.

4. Alat ukur tekanan gas oksigen, untuk mengukur jumlah oksigen yang dimasukkan ke dalam tabung bom.

5. Termometer, dengan akurasi pembacaan skala 0.01°C.

6. Elektromotor yang dilengkapi pengaduk untuk mengaduk air pendingin. 7. Split, untuk menentukan jumlah volume bahan bakar.

8. Pengatur penyalaan (skalar), untuk menghubungkan arus listrik ke tangkai penyala pada tabung bom.


(15)

10. Pinset, untuk memasang busur nyala pada tangkai dan cawan pada dudukannya.

Adapun tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mengisi cawan bahan bakar dengan bahan bakar yang akan diuji.

2. Menggulung dan memasang kawat penyala pada tangkai penyala yang ada penutup bom.

3. Menempatkan cawan yang berisi bahan bakar pada ujung tangkai penyala serta mengatur posisi kawat penyala agar berada tepat diatas permukaan bahan bakar yang berada di dalam cawan dengan menggunakan pinset.

4. Meletakkan tutup bom yang telah dipasangi kawat penyala dan cawan berisi bahan bakar pada tabungnya serta dikunci dengan ring “O” sampai rapat. 5. Mengisi bom dengan oksigen (30 bar).

6. Mengisi tabung kalorimeter dengan air pendingin sebanyak 1250 ml. 7. Menempatkan bom yang telah terpasang ke dalam tabung kalorimeter. 8. Menghubungkan tangkai penyala penutup bom ke kabel sumber arus listrik. 9. Menutup kalorimeter dengan penutupnya yang telah dilengkapi dengan

pengaduk.

10. Menghubungkan dan mengatur posisi pengaduk pada electromotor. 11. Menempatkan termometer melalui lubang pada tutup kalorimeter.

12. Menghidupkan elektromotor selama lima menit kemudian membaca dan mencatat temperatur air pendingin pada termometer.

13. Menyalakan kawat penyala dengan menekan saklar.

14. Memastikan kawat penyala telah menyala dan putus dengan memperhatikan lampu indikator selama elektromotor terus bekerja.

15. Membaca dan mencatat kembali temperatur air pendingin setelah lima menit dari penyalaan berlangsung

16. Mematikan elektromotor pengaduk dan mempersiapkan peralatan untuk pengujian berikutnya.


(16)

59 3.9 Prosedur Pengujian AFR dan Emisi Gas Buang

Pengujian AFR dan emisi gas buang yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan alat gas analyzer.

Prosedur pengujian AFR dan emisi gas buang dilakukan dengan langkah berikut :

1. Memasang semua peralatan pengujian pada sepeda motor seperti gelas ukur, tacometer dan mengisi bahan bakar pada gelas ukur.

2. Menghubungkan kabel utama gas analyzer ke sumber listrik.

3. Menekan tombol ON pada bagian belakang alat uji gas analyzer untuk menghidupkan alat.

4. Tunggu beberapa saat hingga tampilan “auto zero” pada layar untuk mengkalibrasi alat dan layar menunjukkan “ready” yang berarti alat sudah siap digunakan.

5. Starting motor dan menentukan putara mesin yang akan di uji yaitu 2000 rpm, 3000 rpm, 4000 rpm, 5000 rpm dan 6000 rpm dengan bukaan gas dan melihatnya pada tacometer.

6. Memasukkan Probe ke dalam knalpot dan tunggu hingga data yang ditampilkan di layar gas analyzer stabil.

7. Mencetak hasil pengujian.

8. Mengulang langkah 4 – 7 dengan variasi putaran mesin dan bahan bakar yang telah ditentukan.


(17)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar

Pengujian nilai kalor bahan bakar dilakukan dengan menggunakan bom kalorimeter yang terdapat di Laboratorium Motor Bakar STT Harapan Sumatera Utara.

Terdapat 4 jenis bahan bakar yang diuji antara lain : 1. Pertamax murni (100%)

2. 1 liter pertamax + 1 gr kapur barus (K 1 gr) 3. 1 liter pertamax + 1,5 gr kapur barus (K 1,5 gr) 4. 1 liter pertamax + 2 gr kapur barus (K 2 gr)

Data massa bahan bakar (M) dan temperatur air (T) pada pengujian bom kalorimeter dapat dilihat pada tabel (4.1).

Tabel 4.1 Data hasil massa bahan bakar (M) dan temperatur air (T) pada bom kalorimeter.

Bahan Bakar Pengujian 1 Pengujian 2 Pengujian 3 Pengujian 4 Pengujian 5 Pertama x M1 M2 T1 T2 34,80 35,87 30,1 35,1 34,80 35,9 31,2 36,1 34,80 35,89 31,2 36,2 34,80 35,92 31,4 36,2 34,80 35,9 30,9 36,0 K 1 gr

M1 M2 T1 T2 34,80 35,93 30,2 35,9 34,80 35,89 30,4 36,1 34,80 35,95 30,3 36,0 34,80 35,94 30,6 36,2 34,80 35,9 30,1 35,8 K 1,5 gr

M1 M2 T1 T2 34,80 35,94 29,4 35,3 34,80 35,82 30,1 36,1 34,80 35,96 29,9 35,9 34,80 35,85 30,2 35,7 34,80 35,97 29,7 35,6 K 2 gr

M1 M2 T1 T2 34,80 35,87 30,1 36,3 34,80 35,9 31,2 37,2 34,80 35,97 32,2 38,2 34,80 35,93 31,1 37,1 34,80 35,94 30,8 36,8 Dapat dicari nilai kalor atas bahan bakar (HHV) dan nilai kalor bawah bahan bakar (LHV) bahan bakar pertamax , K 1 gr, K 1,5 gr dan K 2 gr dengan


(18)

61 menggunakan persamaan (2.19) dan persamaan (2.20) dari pengujian pertama sampai pengujian kelima. Kemudian dapat dicari rata-rata nilai kalor atas bahan bakar (HHV) menggunakan persamaan (2.21) dan persamaan (2.22).

Hasil dari HHV dan LHV serta rata-rata dari HHV dan rata-rata LHV dapat dilihat pada tabel (4.2).

Tabel 4.2 Data hasil pengujian dan perhitungan HHV dan LHV Bahan Bakar No. Pengujian HHV (kj/kg) LHV (kj/kg) HHV (kj/kg) LHV (kj/kg) Pertamax 1 2 3 4 5 10864,48 10356,81 10665,13 9964,28 10779,54 7624,48 7116,81 7425,13 6724,28 7539,54

10525,95 7284,04

K 1 gr

1 2 3 4 5 11727,87 12158,25 11523,05 11421,05 12047,72 8487,87 8918,25 8283,91 8181,05 8807,72

11775,76 8535,76

K 1,5 gr

1 2 3 4 5 12032,89 12455,35 12025,86 12178,57 11724,35 8792,29 9215,35 8785,86 8983,57 8484,35

12083,40 8843,28

K 2 gr

1 2 3 4 5 13471,96 12681,81 11923,07 12345,13 12236,84 10501,96 9441,81 8683,07 9105,13 8996,84

12533,56 9345,76

Dapat dilihat perbandingan nilai kalor atas bahan bakar (HHV) dan nilai kalor bawah bahan bakar (LHV) pada gambar (4.1) dan (4.2).


(19)

Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Nilai Kalor Atas Bahan Bakar (HHV) Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai HHV tertinggi terdapat pada bahan bakar K 2 gr, yaitu sebesar 12533,56 kj/kg. Sedangkan untuk nilai HHV terendah didapat pada bahan bakar pertamax, yaitu sebesar 10525,95 kj/kg.

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Nilai Kalor Bahan Bakar (LHV) Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai LHV tertinggi terdapat pada bahan bakar K 2 gr, yaitu sebesar 9345,76 kj/kg. Sedangkan untuk nilai LHV terendah didapat pada bahan bakar pertamax, yaitu sebesar 7284,04 kj/kg.

4.2 Pengujian Performansi Motor Bakar

Data-data yang diperoleh saat pengujian performansi mesin bensin 1 silinder 4-tak Honda Supra X 125cc dengan sistem pengabutan karburator antara lain:


(20)

63 1. Putaran melalui Tachometre.

2. Massa tarik melalui timbangan pegas.

3. Volume campuran kapur barus melalui Spuit.

4. Volume bahan bakar uji sebanyak 10 ml melalui Spuit.

5. Waktu untuk menghabiskan 10 ml bahan bakar (s), melalui pembacaan Stopwatch.

Pada pengujian massa tarik timbangan pegas dan pengujian waktu untuk menghabiskan 10 ml bahan bakar (s) melalui pembacaan stopwatch dilakukan sebanyak 5 kali pengujian. Setiap pengujian ditabulasikan dan hasil dari tiap pengujian dirata-ratakan pada tabel (4.3), gambar (4.3) dan (4.4).

Tabel 4.3 Nilai Rata-Rata Pengujian Massa Tarik Timbangan Pegas dan Konsumsi 40 ml bahan bakar

Data Pengujian

Bahan Bakar

Putaran Mesin (RPM)

2000 3000 4000 5000 6000

Massa tarik timbangan pegas (kilogram) Pertamax 10 gr dan Katalitik Konverter

K 1 gr K 1,5 gr

K 2 gr

5 6 6,7 7,2 7,8 9 10,8 10 10,9 10,4 11,3 111,2 13,3 15,3 15,6 14,4 17 17,5 17 16,3 Waktu menghabiskan bahan bakar 10 ml bahan bakar (detik)

Pertamax dan 10 gr Katalitik Konverter

K 1 gr K 1,5 gr

K 2 gr

186,07 200,25 204,21 205,33 155,25 163,30 169,25 168,26 105,09 111,09 118,23 120,03 85,25 90,03 97,06 98,25 67,03 75,02 83,45 86,43 Dapat dilihat perbandingan massa tarik timbangan pegas terhadap bahan bakar pada diagram berikut :


(21)

Gambar 4.3 Grafik Massa Tarik Timbang Pegas (Kg) Vs Putaran Mesin (RPM) Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa massa tarik terendah terdapat pada bahan bakar pertamax dengan alat katalitik konverter yaitu sebesar 5 kg pada putaran mesin 2000 rpm, sedangkan massa tarik tertinggi terdapat pada bahan bakar K 1,5 gr yaitu sebesar 15,6 kg.

Dapat dilihat perbandingan waktu konsumsi 10 ml bahan bakar tiap variasi bahan bakar pada gambar berikut :

Gambar 4.4 Grafik Waktu Konsumsi 10 ml Bahan Bakar vs Putaran Mesin (rpm)

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa waktu terlama dalam konsumsi 10 ml bahan bakar adalah pada putaran mesin 2000 rpm dengan menggunakan bahan bakar K 2 gr dengan waktu selama 205,33 detik, penggunaan bahan bakar


(22)

65 pertamax dan katalitik konverter selama 186,07 detik, penggunaan bahan bakar K 1 gr selama 200,25 detik dan penggunaan bahan bakar K 1,5 gr selama 204,21 detik. Sedangkan waktu tercepat dalam konsumsi 10 ml bahan bakar terdapat pada putaran mesin 6000 rpm dengan menggunakan bahan bakar pertamax dn katalitik konverter dengan waktu selama 67,03 detik, menggunakan bahan bakar K 1 gr selama 75,02 detik, menggunakan bahan bakar K 1,5 gr selama 83,45 detik dan menggunakan bahan bakar K 2 gr selama 86,43 detik.

4.2.1 Torsi

Besarnya torsi yang dihasilkan mesin yang disalurkan melalui sistem transmisi sampai memutar roda belakang yang terhubung dengan timbangan pegas dan akan menarik timbangan pegas tersebut. Massa tarik timbangan pegas akan digunakan sebagai data-data perhitungan mendapatkan torsi. Selain data-data massa tarik timbangan tarik diperlukan juga data transmisi [30] sebagai berikut: 1. Final Gear

Besar gigi tarik roda depan : 14T Besar gigi tarik roda belakang : 36T 2. Rasio gigi 3

Besar poros utama (mainshaft) : 20T Besar gear poros kedua (countershaft) : 23T 3. Rasio antara poros engkol dengan poros transmisi :

Besar gear poros engkol : 20T Besar gear poros kopling : 67T 4. Roda belakang (Rear Wheel) :

Besar jari-jari roda belakang (r) = ½ x 17 inchi r = 8,5 inchi r = 0,2159 m

Data transmisi diatas dapat digunakan untuk mencari final ratio dengan menggunakan persamaan (2.4), maka didapat FR = 9,904. Besar gaya yang diberikan roda belakang terhadap timbangan pegas dapat dihitung dengan


(23)

menggunakan persamaan (2.2), kemudian torsi yang diberikan roda belakang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.3), sehingga dapat dicari torsi mesin dengan menggunakan persamaan (2.5). Dapat dilihat besar gaya yang diberikan roda belakang, torsi roda belakang dan torsi mesin pada setiap variasi putaran mesin dengan bahan bakar pertamax dan campuran kapur barus, 1 gr, 1,5 gr dan 2 gr, dengan penambahan alat katalitik konverter pada tabel (4.4) dan gambar (4.5)

Tabel 4.4 Data hasil perhitungan untuk pengujian torsi

Bahan Bakar

Putaran Mesin (RPM)

2000 3000 4000 5000 6000

F (N)

Pertamax 10 gr dan Katalitik Konverter

K 1 gr K 1,5 gr

K 2 gr

49,03 58,84 65,70 70,61 76,49 88,26 105,9 98,07 106,89 101,99 110,81 109,83 130,43 150,04 152,95 141,22 166,71 171,62 166,71 159,85

τ

roda belakang (Nm) Pertamax dan Katalitik Konverter

K 1 gr K 1,5 gr

K 2 gr

10,58 12,70 14,18 15,24 16,51 19,05 22,86 21,17 23,07 22,01 23,92 23,17 28,15 32,39 33,09 30,48 35,99 37,05 35,99 34,51

τ

mesin (Nm) Pertamax dan Katalitik Konverter

K 1 gr K 1,5 gr

K 2 gr

1,06 1,28 1,43 1,53 1,66 1,92 2,30 2,13 2,32 2,22 2,41 2,39 2,84 3,27 3,34 3,07 3,63 3,74 3,43 3,48


(24)

67 Torsi tertinggi penggunaan bahan bakar pertamax dengan menggunakan alat katalitik konverter sebesar 3,63 Nm. Torsi tertinggi penggunaan bahan bakar K 1 gr sebesar 3,74 Nm. Torsi tertinggi penggunaan bahan bakar K 1,5 gr sebesar 3,43 Nm. Torsi tertinggi penggunaan bahan bakar K 2 gr sebesar 3,48 Nm. Torsi tertinggi pada setiap bahan bakar masing-masing berada pada putaran mesin 6000 rpm.

Torsi terendah penggunaan bahan bakar pertamax dengan menggunakan alat katalitik konverter sebesar 1,06 Nm. Torsi terendah penggunaan bahan bakar K 1 gr sebesar 1,28 Nm. Torsi terendah penggunaan bahan bakar K 1,5 gr sebesar 1,43. Torsi terendah penggunaan bahan bakar K 2 gr sebesar 1, 53 Nm. Torsi terendah pada setiap bahan bakar masing-masing berada pada putaran mesin 2000 rpm.

Gambar 4.5 Grafik Pengujian Torsi (Nm) vs Putaran Mesin (rpm)

Berdasarkan gambar 4.5 di atas semua jenis bahan bakar mengalami peningkatan torsi seiring dengan menungkatnya putaran mesin. Diperoleh torsi terbesar dari setiap bahan bakar terdapat pada penggunaan bahan bakar K 1 gr yaitu sebesar 3,74 Nm pada putaran mesin 6000 rpm dan torsi terkecil dari setiap bahan bakar terdapat pada penggunaan bahan bakar pertamax dengan alat katalitik konverter yaitu sebesar 1,06 Nm pada putaran mesin 2000 rpm.

Besarnya torsi dipengaruhi oleh energi ledakan pada ruang bakar. Semakin besar nilai kalor bahan bakar, maka semakin besar energi ledakan pada ruang bakar. Pembakaran sempurna terjadi jika terdapat kandungan molekul udara yang cukup pada molekul bahan bakar. Semakin tinggi putaran mesin maka akan


(25)

semakin singkat waktu pencampuran molekul udara dengan molekul bahan bakar, sehingga terjadi pembakaran yang tidak sempurna dan penurunan torsi.

4.2.2. Daya

Besarnya daya yang dihasilkan poros engkol dalam pengujian performansi mesin Supra X 125 dengan menggunakan bahan bakar pertamax dan katalitik konverter, K 1 gr, K 1,5 gr, K 2 gr pada setiap putaran mesin dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.6) dan dapat dilihat pada tabel (4.5) dan gambar (4.6) Putara Mesin (RPM) Daya (Watt) Pertamax 10 gr dan katalitik konverter

K 1 gr K 1,5 gr K 2 gr

2000 3000 4000 5000 6000 221,8 521,24 971,30 1486,26 2279,64 267,94 602,88 929,44 1711,3 2348,72 299,34 722,2 1008,98 1747,93 2279,64 320,28 668,82 1000,61 1606,63 2185,44

Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh daya tertinggi pada penggunaan bahan bakar K 1 gr sebesar 2348,72 Watt pada putaran mesin 6000 rpm. Daya terendah pada penggunaan bahan bakar pertamax dengan alat katalitik konverter sebesar 221,8 Watt pada putaran mesin 2000 rpm.

Daya maksimum penggunaan bahan bakar pertamax dengan alat katalitik konverter adalah sebesar 2279,64 Watt. Daya maksimum penggunaan bahan bakar K 1 gr adalah sebesar 2348,72 Watt. Daya maksimum penggunaan bahan bakar K 1,5 gr adalah sebesar 2279,64 Watt. Daya maksimum penggunaan bahan bakar K 2 gr adalah sebesar 2185,44 Watt. Daya maksimum masing-masing bahan bakar terdapat pada putaran mesin 6000 rpm.

Daya minimum penggunaan bahan bakar pertamax dengan alat katalitik konvereter adalah sebesar 221,8 Watt. Daya minimum penggunaan bahan bakar K


(26)

69 1 gr adalah sebesar 267,94 Watt. Daya minimum penggunaan bahan bakar K 1,5 gr adalah sebesar 299,34 Watt. Daya minimum penggunaan bahan bakar K 2 gr adalah sebesar 320,28 Watt. Daya minimum masing-masing bahan bakar terdapat pada putaran mesin 2000 rpm.

Gambar 4.6 Grafik Daya (Watt) vs Putaran Mesin (rpm)

` Berdasarkan grafik diatas secara garis besar semakin tinggi putaran mesin maka semakin tinggi pula daya yang dihasilkan. Penggunaan bahan bakar K 1 gr menghasilkan daya tertinggi dibandingkan dengan bahan bakar lain pada putaran putaran mesin 6000 rpm .

4.2.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Specific fuel consumption)

Konsumsi bahan bakar spesifik setiap campuran bahan bakar dan setiap variasi putaran dapat dihitung menggunakan persamaan (2.10). Diketahui dari tabel (2.2) standar dan mutu (spesifikasi) bahan bakar jenis bensin 92 (pertamax) mempunyai batas maksimum massa jenis dari pertamax pada suhu 15 °C adalah 770 kg/m3 dan batas minimum massa jenis pertamax adalah 715 kg/m3. Sehingga dapat dicari rata rata nilai massa jenis pertamax adalah 742,5 kg/m3. Dan massa jenis kapur barus sendiri adalah 990 kg/m3. Untuk mencari massa jenis (ρf) bahan bakar campuran seperti K 1 gr, K 1,5 gr dan K 2 gr dapat dicari dengan persamaan (2.9). Adapun massa jenis (ρf) bahan bakar pertamax dan bahan bakar campuran K 1 gr, K 1,5 gr, K 2 gr dapat dilihat pada tabel (4.6) berikut :


(27)

Bahan Bakar Massa Jenis (Kg/m3) Pertamax

K 1 gr K 1,5 gr

K 2 gr

742,5 742,5002 742,5003 742,5004

Besarnya laju aliran massa bahan bakar dan sfc dapat dicari dengan menggunakan persamaan (2.7) dan persamaan (2.10) dan dapat dilihat pada tabel (4.7) dan gambar (4.7).

Tabel 4.7 Data hasil perhitungan laju aliran bahan bakar (ṁf) dan konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc)

Data Pengujian

Bahan Bakar

Putaran Mesin (RPM)

2000 3000 4000 5000 6000

ṁf (kg/jam)

Pertamax 10 gr dan Katalitik konverter

K 1 gr K 1,5 gr

K 2 gr

0,1436 0,1334 0,1308 0,1301 0,1721 0,1636 0,1584 0,1588 0,2543 0,2406 0,2260 0,2226 0,3135 0,2969 0,2594 0,2720 0,3987 0,3563 0,3203 0,3092 Sfc (gr/kWh) Pertamax 10 gr dan katalitik konverter

K 1 gr K 1,5 gr

K 2 gr

647,43 497,87 436,96 406,20 330,17 271,36 219,32 237,43 261,81 258,86 223,98 222,46 210,93 173,49 148,40 169,29 174,89 151,69 140,50 141,48


(28)

71 Pada tabel (4.7), sfc terbesar dengan menggunakan bahan bakar pertamax sebesar 647,43 gr/kWh pada putaran mesin 2000 rpm. Penggunaan bahan bakar K 1 gr mempunyai nilai sfc maksimal sebesar 497,87 gr/kWh pada putaran mesin 2000 rpm. Penggunaan bahan bakar K 1,5 gr mempunyai nilai sfc maksimal sebesar 436,96 gr/kWh pada putaran mesin 2000 rpm. Penggunaan bahan bakar K 2 gr mempunyai nilai sfc maksimal sebesar 406,20 gr/kWh pada putaran mesin 2000 rpm.

Nilai sfc terendah dengan terdapat pada bahan bakar K 1,5 gr yaitu sebesar 140,50 gr/kWh pada putaran mesin 6000 rpm. Penggunaan bahan bakar pertamax mempunyai nilai sfc minimum sebesar 174,89 gr/kWh pada putaran mesin 6000 rpm. Penggunaan bahan bakar K 2 gr mempunyai nilai sfc minimum sebesar 141,48 gr/kWh pada putaran mesin 6000 rpm. Penggunaan bahan bakar K 1 gr mempunyai nilai sfc minimum sebesar 151,69 gr/kWh pada putaran mesin 6000 rpm.

Gambar 4.7 Grafik Sfc (gr/kWh) vs putaran mesin (rpm)

Berdasarkan gambar 4.7 terlihat grafik sfc terendah rata-rata dari putaran mesin 2000 rpm sampai 6000 rpm terdapat pada penggunaan bahan bakar K 1,5 gr.

Penggunaan bahan bakar pertamax mengalami penurunan Sfc hingga putaran mesin 6000 rpm. Penggunaan bahan bakar K 1 mengalami penurunan Sfc


(29)

hingga 6000 rpm. Penggunaan bahan bakar K 2 gr mengalami penurunan nilai Sfc hingga putaran mesin 6000 rpm seiring meningkatnya putaran mesin.

4.2.4 Rasio Udara-Bahan Bakar (AFR)

Rasio udara-bahan bakar (AFR) dari penggunaan bahan bakar pertamax dengan menggunakan alat katalitik konverter, K 1 gr, K 1,5 gr dan K 2 gr dengan variasi putaran mesin dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.11) dan dapat dilihat pada tabel (4.8) dan gambar (4.8).

Tabel 4.8 Data hasil rasio udara-bahan bakar (AFR) Data

Pengujian

Bahan Bakar

Putaran Mesin (RPM)

2000 3000 4000 5000 6000

AFR Pertamax 10 gr dan Katalitik Konvertar

13,79 15,35 14,88 14,58 15,05

K 1 gr 14,29 15,25 15,58 15,35 15,22

K 1,5 gr 14,10 15,23 15,42 15,26 14,9

K 2 gr 13,65 14,68 14,5 14,38 13,43


(30)

73 Dari hasil pengujian emisi gas buang dengan menggunakan alat uji emisi gas buang ( gas analyzer ), besarnya nilai air fuel ratio (AFR) pada Gambar 4.8 di ketahui :

1. AFR tertinggi terjadi pada bahan bakar K 1 gr dengan putaran mesin 4000 rpm yaitu sebesar 15,58

2. AFR terendah terjadi pada bahan bakar K 2 gr dengan putaran mesin 6000 rpm yaitu sebesar 13,43

Pada Gambar 4.8 perbandingan AFR terhadap putaran mesin menunjukkan bahwa AFR berbanding terbalik terhadap peningkatan putaran mesin pada penelitian ini. Semakin tinggi putaran mesin maka akan semakin rendah AFR yang di hasilkan dan juga sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi nya putaran mesin maka massa udara yang masuk kedalam ruang bakar akan lebih sedikit karna langkah untuk menghisap udara masuk kedalam ruang bakar akan semakin kecil. Sehingga perbandingan udara dengan bahan bakar akan menjadi lebih kecil.

4.2.5 Efisiensi Termal

Efisiensi termal dengan menggunakan bahan bakar pertamax dengan menggunkan alat kaalitik konverter, K 1 gr, K 1,5 gr, K 2 gr dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.18) dan dapat dilihat pada tabel (4.9) dan gambar (4.9).

Tabel 4.9 Data hasil perhitungan efisiensi termal

Putaran Mesin (rpm)

ηth,b (%)

Pertamax 10 gr dan Katalitik Konverter

K 1 gr K 1,5 gr K 2 gr

2000 3000 4000 5000 6000 27,51 35,64 44,94 55,78 67,28 20,16 37,00 38,79 57,87 66,19 22,18 44,19 43,27 65,31 68,98 22,57 38,62 41,22 54,17 64,82


(31)

Berdasarkan tabel (4.9), nilai efisiensi termal tertinggi terdapat pada penggunaan bahan bakar K 1,5 gr yaitu sebesar 68,98 % saat putaran mesin 6000 rpm. Penggunaan bahan bakar pertamax dan katalitik konvereter mempunyai nilai efisiensi termal maksimum sebesar 67,28 % pada putaran mesin 6000 rpm. Penggunaan bahan bakar K 2 gr mempunyai nilai efisiensi termal maksimum sebesar 64,82 % pada putaran mesin 6000 rpm. Penggunaan bahan bakar K 1 gr mempunyai nilai efisiensi termal maksimum sebesar 66,19 % pada putaran mesin 6000 rpm.

Nilai efisiensi termal terendah terdapat pada penggunaan bahan bakar pertamax dengan alat kataitik konverter yaitu sebesar 27,51 %. Pada penggunaan bahan bakar K 1 gr mempunyai nilai efisiensi termal minimum sebesar 20,16 %. Pada penggunaan bahan bakar K 1,5 gr mempunyai nilai efisiensi termal minimum sebesar 22,18 %. Pada penggunaan bahan bakar K 2 gr mempunyai nilai efisiensi termal minimum sebesar 22,57 %. Nilai minimum efisiensi termal masing-masing bahan bakar berada pada putaran mesin 2000 rpm

Gambar 4.9 Grafik Efisiensi Termal

Berdasarkan gambar (4.9) dengan penggunanaan bahan bakar K 1 dan K 2 gr nilai efisiensi termal semakin tinggi seiring dengan meningkatnya putaran mesin. Penggunaan bahan bakar pertamax dengan menggunakan alat katalitik konverter nilai efisiensi termal meningkat hingga putaran mesin 6000 rpm.


(32)

75 Penggunaan bahan bakar K 1,5 gr nilai efisiensi termal meningkat pada putaran 5000 rpm dan putaran mesin 6000 rpm

4.3Pengujian Emisi Gas Buang

4.3.1 Kadar Carbon Monoksida (CO) dalam gas buang

Data hasil pengukuran kadar CO dari emisi gas buang pembakaran bahan bakar Pertamax dengan menggunakan alat katalitik konverter, K 1 gr, K 1,5 gr dan K 2 gr melalui pembacaan alat gas analyzer dapat dilihat pada tabel berikut :

Putaran Mesin (RPM)

Kadar Carbon Monoksida (%) Pertamax 10

gr dan katalitik konverter

K 1 gr K 1,5 gr K 2 gr

2000 3000 4000 5000 6000 1,51 2,27 2,88 5,18 6,14 1,12 1,66 1,84 4,36 4,67 1,45 1,74 2,84 4,56 5,21 1,41 2,14 2,59 4,97 5,20

Berdasarkan tabel 4.10, kadar CO terbesar pada penggunaan bahan bakar K 1,5 gr yaitu sebesar 5,21 %. Pada penggunaan bahan bakar pertamax dengan menggunakan alat katalitik konverter mempunyai kadar CO maksimum sebesar 6,14 %. Pada penggunaan bahan bakar K 1 gr mempunyai kadar CO maksimum sebesar 4,76 % pada putaran mesin 5000 rpm. Pada penggunaan bahan bakar K 2 gr mempunyai kadar CO maksimum sebesar 5,20 % pada putaran mesin 6000 rpm.

Kadar CO terendah pada penggunaan bahan bakar pertamax dengan menggunakan alat katalitik konverter yaitu sebesar 1,51 % pada putaran mesin 2000 rpm. Pada penggunaan bahan bakar K 1 gr mempunyai kadar CO minimum sebesar 1,12 % pada putaran mesin 3000 rpm. Pada penggunaan bahan bakar K 1,5 gr mempunyai kadar CO minimum sebesar 1,45 % pada putaran mesin 2000


(33)

rpm. Pada penggunaan bahan bakar K 2 gr mempunyai kadar CO minimum sebesar 1,41 pada putaran mesin 2000 rpm.

Gambar 4.10 Grafik Kadar Carbon Monoksida (CO %)

4.3.2 Kadar Carbon Dioksida (CO2) dalam gas buang

Data hasil pengukuran kadar CO2 dari emisi gas buang pembakaran bahan bakar Pertamax dengan menggunakan alat katalitik konverter, K 1 gr, K 1,5 gr dan K 2 gr melalui pembacaan alat gas analyzer dapat dilihat pada tabel berikut :

Putaran Mesin (RPM)

Kadar Carbon Dioksida (%) Pertamax 10

gr dan alat katalitik konverter

K 1 gr K 1,5 gr K 2 gr

2000 3000 4000 5000 6000

3,6 4,7 5,4 6,8 6,5

2,5 4,7 1,7 6,2 5,1

3,3 4,2 4,9 6,3 6,4

3,3 2,9 4,9 6,4 6,5


(34)

77 Gambar 4.11 Grafik Kadar Carbon Dioksida (CO2 %)

Dari grafik diatas dapat dilihat untuk nilai tertinggi dalam penelitian kadar CO2 terdapat pada bahan bakar pertamax dengan menggunakan alat katalitik konverter pada putaran mesin 5000 rpm, untuk nilai tertinggi kadar CO2 pada bahan bakar K 1,5 terdapat pada 6000 rpm, dan untuk nilai terendah kadar CO2 terdapat pada bahan bakar K 1 dengan putaran mesin 4000 rpm. Dari grafik di atas dapat disimpulkan sesuai dengan hasil penelitian, bahwa semakin besar putaran mesin (RPM) maka semakin besar kadar karbon dioksida (CO2).

4.3.3 Kadar Sisa Hidro Carbon (HC) dalam gas buang

Data hasil pengukuran kadar HC dari emisi gas buang pembakaran bahan bakar Pertamax dengan menggunakan alat katalitik konverter , K 1 gr, K 1,5 gr dan K 2 gr melalui pembacaan alat gas analyzer dapat dilihat pada tabel berikut :

Putaran Mesin (RPM)

Kadar Hidro Carbon (ppm) Pertamax 10

gr dan alat katalitik konverter


(35)

2000 3000 4000 5000 6000

159 295 412 452 660

702 543 700 558 1115

433 744 651 510 642

436 785 671 868 966

Gambar 4.12 Grafik Kadar Hidro Carbon (HC)

Dari grafik diatas dapat dilihat nilai kadar hidro karbon (ppm) terendah terdapat pada bahan bakar pertamax dengan menggunakan alat katalitik konverter pada putaran mesin 2000 rpm. Sedangkan untuk nilai hidro karbon tertinggi pada bahan bakar K 1 pada putaran mesin 4000 rpm.

4.3.4 Kadar Sisa Oksigen (O2) dalam gas buang

Data hasil pengukuran kadar O2 dari emisi gas buang pembakaran bahan bakar Pertamax dengan menggunakan alat katalitik konvereter, K 1 gr, K 1,5 gr dan K 2 gr melalui pembacaan alat gas analyzer dapat dilihat pada tabel berikut :


(36)

79 Putaran

Mesin (RPM)

Kadar Oksigen (%) Pertamax 10

gr dan alat katalitik konvereter

K 1 gr K 1,5 gr K 2 gr

2000 3000 4000 5000 6000

14,52 12,80 10,29 6,39 5,35

14,32 12,29 13,97 6,29 5,79

14,47 12,50 10,56 6,52 4,92

14,54 13,74 9,10 6,23 5,49

Gambar 4.13 Grafik Oksigen (O2)

Dari gambar grafik di atas dapat dilihat bahwa untuk nilai tertinggi kadar sisa oksigen (O2) dalam gas buang adalah pada bahan bakar K 2 gr pada putaran mesin 2000 rpm. Sedangkan untuk nilai kadar sisa oksigen (O2) dalam gas buang terendah terdapat pada bahan bakar K 1,5 pada putaran mesin 6000 rpm.

4.4 Hasil Pengujian

Dari perhitungan dengan menggunakan rumus empiris maka didapat rata-rata hasil pengujian dari masing-masing bahan bakar, sebagai berikut :


(37)

1. Nilai Kalor Bahan Bakar

Hasil pengujian rata-rata dari nilai kalor bahan bakar dari pengujian bom kalorimeter dapat dilihat pada tabel 4.14 berikut.

Tabel 4.14 Hasil Pengujian rata-rata nilai kalor bahan bakar Bahan Bakar HHV (Kkal/kg) LHV (Kkal/kg) Pertamax 10 gr

K 1 gr K 1,5 gr

K 2 gr

10525,95 11775,76 12083,40 12533,56

7284,04 8535,76 8843,28 9345,76

2. Performansi

Hasil pengujian rata-rata unjuk kerja motor bakar dari setiap putaran mesin (2000 rpm, 3000 rpm, 4000 rpm, 5000 rpm, 6000 rpm) dari pengujian performansi dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut.

Tabel 4.15 Hasil pengujian rata-rata unjuk kerja motor bakar

Data Pengujian

Bahan Bakar Pertamax

10 gr katalitik konverter

K 1 gr K 1,5 gr K 2 gr

τ (Nm) 2,30 2,48 2,58 2,52

Pb (Watt) 1096,04 1172,05 1211,61 1156,39 Sfc (gr/kWh) 325,04 270,55 233,83 269,26

AFR 14,73 15,12 14,98 14,12


(38)

81 3. Emisi Gas Buang

Hasil pengujian rata-rata emisi gas buang motor bakar dari setiap putaran mesin (2000 rpm, 3000 rpm, 4000 rpm, 5000 rpm, 6000 rpm) dari pengujian dapat dilihat pada tabel 4.16 berikut.

Tabel 4.16 Hasil pengujian rata-rata emisi gas buang

Data Pengujian

Bahan Bakar Pertamax 10

gr dan katalitik konverter

K 1 gr K 1,5 gr K 2 gr

Kadar CO (%) 3,59 2,73 3,16 3,26

Kadar CO2(%) 5,04 4,04 5,02 4,80

Kadar HC(%) 395,60 723,60 595,60 744,60

Kadar O2 (%) 9,87 10,53 9,79 9,82

4.5 Perbandingan Hasil Pengujian

Dari hasil pengujian rata-rata yang didapat, maka dapat dicari perbandingan pertamax dan alat katalitik konverter dengan campuran zat aditif, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

% perbandingan = x 100 %

Dimana :

- Nilai yang dibanding : Nilai hasil dari pengujian bahan bakar campuran (K 1 gr, K 1,5 gr, K 2 gr)

- Nilai pembanding : Nilai dari hasil pengujian bahan bakar pertamax dan katalitik konverter


(39)

Jika % perbandingan < 0 (bernilai minus), maka hasil pengujian bahan bakar campuran (K 1 gr, K 1,5 gr, K 2 gr) lebih rendah dari hasil pengujian bahan bakar pertamax. Jika % perbandingan > 0 (bernilai plus), maka hasil pengujian bahan bakar campuran lebih tinggi dari hasil pengujian bahan bakar pertamax. Berikut ini dapat dilihat perbandingan penggunaan bahan bakar pertamax dan katalitik konverter dengan bahan bakar campuran pertamax dan katalitik konverter-zat aditif (K 1 gr, K 1,5 gr, K 2 gr) pada tabel (4.14) dan (4.15)berikut. 1. Nilai kalor bahan bakar

Perbandingan nilai kalor bahan bakar pertamax dengan bahan bakar campuran pertamax dengan kapur barus dengan menggunakan alat katalitik konverter dapat di lihat pada tabel 4.17 berikut :

Tabel 4.17 Perbandingan nilai kalor bahan bakar Nilai Kalor

Bahan Bakar

Bahan Bakar

K 1 gr K 1,5 gr K 2 gr

HHV Lebih rendah

11,87 %

Lebih tinggi 14,79 %

Lebih tinggi 19,70 %

LHV Lebih rendah

17,18 %

Lebih tinggi 21,40 %

Lebih tinggi 28,30 % 2. Performansi Motor Bakar

Perbandingan performansi mesin dengan bahan bakar pertamax dan katalitik konverter dan bahan bakar campuran pertamax dan katalitik konverter kapur barus dapat di lihat pada tabel 4.18 berikut :

Tabel 4.18 Perbandingan performansi bahan bakar

Performansi Bahan Bakar

K 1 gr K 1,5 gr K 2 gr

Torsi Lebih tinggi 7,82 %

Lebih tinggi 12,17 %

Lebih tinggi 9,56 % Daya Lenih tinggi

6,93 %

Lebih tinggi 10,54 %

Lebih tinggi 5,50 %


(40)

83 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik Lebih rendah 16,76 % Lebih rendah 28,06 % Lebih rendah 17,16 % Rasio udara-Bahan Bakar Lebih tinggi 2,64 % Lebih tinggi 1,69 % Lebih rendah 4,14 % Efisiensi Termal Lebih rendah

4,82 %

Lebih tinggi 5,51 %

Lebih rendah 4,36 % 3. Emisi Gas Buang

Perbandingan emisi gas buang mesin dengan bahan bakar pertamax dan katalitik konverter dengan bahan bakar campuran pertamax kapur barus dan katalitik konverter dapat di lihat pada tabel 4.19 berikut :

Tabel 4.19 Perbandingan emisi gas buang bahan bakar

Emisi Gas Buang Bahan Bakar

K 1 gr K 1,5 gr K 2 gr

Kadar CO Lebih rendah 23,95

Lebih rendah 11,97 %

Lebih rendah 9,19 % Kadar CO2 Lebih rendah

25,18 %

Lebih rendah 7,03 %

Lebih rendah 11,00 % Kadar sisa HC Lebih tinggi

82,91 %

Lebih tinggi 50,42 %

Lebih tinggi 88,22 % Kadar sisa O2 Lebih tinggi

6,68 %

Lebih rendah 0,81 %

Lebih rendah 0,50 %


(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dapat di simpulkan dari uji ekperimental dapat di peroleh yaitu:

1. Dengan menggunakan bahan bakar campuran pertamax-kapur barus dapat meningkatkan nilai kalor bahan bakar. Campuran bahan bakar pertamax dan kapur barus K 1 gr meningkat 11,87%, campuran bahan bakar pertamax dan kapur barus K 2 gr meningkat 14,79% dan campuran bahan bakar pertamax dan kapur barus juga meningkat 19,70%.

2. Dengan menggunakan bahan bakar campuran pertamax-kapur barus dan penambahan alat katalitik konverter dapat meningkatkan performansi mesin yang lebih baik dari pada bahan bakar pertamax dan kapur barus. Torsi meningkat 12,17%, daya meningkat 10,54%, konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) menurun 16,76%, rasio udara-bahan bakar (AFR) meningkat 4,14% dan efisiensi termal meningkat 5,51%.

3. Dengan Penambahan alat katalitik konverter pada knalpot, dapat menurunkan kadar karbon monoksida (CO) dan kadar karbon dioksida (CO2). Kadar sisa Hidro carbon meningkat dan kadar oksigen (O2) menurun.

5.2 Saran

1. Memakai alat ukur yang telah dikalibrasi untuk memperoleh hasil pengujian yang lebih akurat.

2. Menggunakan variasi putaran yang lebih bervariasi seperti 2000, 2500, 3000, 3500 dan seterusnya.

3. Menggunakan zat aditif lain yang lebih aman serta mempunyai kemampuan menambah nilai oktan yang lebih tinggi.


(42)

85 4. Melakukan modifikasi yang lebih sempurna terhadap katalitik konverter untuk mendapatkan emisi gas buang yang lebih rendah dah hasil pengujian yang baik.


(43)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor Bakar

Motor bakar adalah mesin kalor atau mesin konversi energi yang mengubah energi kimia bahan bakar menjadi energi mekanik berupa kerja. Ditinjau dari cara memperoleh energi thermal nya, maka motor bakar dapat dibagi menjadi 2 golongnan yaitu motor pembakaran luar dan pembakaran dalam. Motor pembakaran dalam (Internal Combustion Engine) ialah motor bakar yang pembakarannya terjadi di dalam pesawat itu sendiri.

Motor bakar dapat juga disebut sebagai motor otto. Motor tersebut dilengkapi dengan busi dan karburator. Busi menghasilkan loncatan bunga api listrik yang membakar campuran bahan bakar dan udara karena motor ini cenderung disebut spark ignition engine. Pembakaran bahan bakar dengan udara ini menghasilkan daya. Di dalam siklus otto (siklus ideal) pembakaran tersebut dimisalkan sebagai pemasukan panas pada volume konstanta.[4]

Ntienne Lenoir yang lahir pada tahun 1822 dan meniggal dunia pada tahun 1900 adalah seorang berkebangsaan Perancis yang pertama kali menemukan motor bakar 2 tak. Sedangkan August Otto yang hidup antara 1832 sampai 1891 adalah seorang berkebangsaan Jerman yang membuat cikal bakal ramainya industri Mobil sipenemu mesin 4 tak. Pada tahun 1860, Otto mendengar kabar ada ilmuwan jenius yang bernama Leonir, yang mampu membuat mesin pembakar dengan dua dorongan putaran alias 2 tak. Sayangnya mesin 2 tak ini memakai bahan bakar gas. Otto menilai ini kurang praktis. Otto kemudian menciptakan karburator, sayangnya ditolak lembaga paten, karena ada yang mendahului. Namun ia menyempurnakan mesin 2 tak dengan 4 dorongan alias 4 langkah. Hasil ini dipatenkan di Jerman pada tahun 1863. Mendapat formula jitu, lalu ia membuat mesin yang dibiayai oleh Eugene Langen. Konstruksi buatannya mendapatkan medali World Fair di Paris 1867.

Motor bakar torak menggunakan silinder tunggal atau beberapa silinder. Salah satu fungsi torak disini adalah sebagai pendukung terjadinya pembakaran pada motor bakar. Tenaga panas yang dihasilkan dari pembakaran diteruskan torak ke batang torak, kemudian diteruskan ke poros engkol yang mana poros engkol nantinya akan diubah menjadi gesekan putar.


(44)

20 2.2 Prinsip Kerja Motor Bakar Empat Langkah

Yang dimaksud dengan motor bakar 4 (empat) langkah adalah bila 1 (satu) kali proses pembakaran terjadi pada setiap 4 (empat) langkah gerakan piston atau 2 (dua) kali putaran poros engkol. Pada dasarnya prinsip kerja pada motor adalah sebagai berikut :

1. Langkah isap (0-1) merupakan proses tekanan konstan. 2. Langkah kompresi (1-2) ialah proses isentropik.

3. Proses pembakaran volume-konstan (2-3) dianggap sebagai proses pemasukan kalor pada volume konstan.

4. Langkah kerja (3-4) ialah proses isentopik.

5. Proses pembuangan (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada volume-konstan.

6. Langkah buang (1-0) ialah proses tekanan konstan.

Siklus ideal volume kostan ini adalah siklus untuk mesin otto. Siklus volume konstan sering disebut dengan siklus ledakan (explostion cycle) karena secara teoritis proses pembakaran terjadi sangat cepat dan menyebabkan peningkatan tekanan yang tiba-tiba. Penyalaan untuk proses pembakaran dibantu dengan loncatan bunga api. Nikolaus August Otto menggunakan siklus ini untuk membuat mesin sehingga siklus ini sering disebut dengan siklus otto.


(45)

Gambar 2.2 Diagram T-S Siklus otto

Katup masuk dan katup buang terbuka tepat ketika pada waktu piston berada pada TMA dan TMB, maka siklus motor 4 (empat) langkah dapat diterangkan sebagai berikut:

a. Langkah Hisap

Piston bergerak dari TMA ke TMB. Dalam langkah ini, campuran udara dan bahan bakar diisap ke dalam silinder. Katup isap terbuka sedangkan katup buang tertutup. Waktu piston bergerak ke bawah, menyebabkan ruang silinder menjadi vakum, masuknya campuran udara dan bahan bakar ke dalam silinder disebabkan adanya tekanan udara luar (atmospheric pressure).

b. Langkah Kompresi

Piston bergerak dari TMB ke TMA. Dalam langkah ini, campuran udara dan bahan bakar dikompresikan/dimampatkan. Katup isap dan katup buang tertutup. Waktu torak mulai naik dari titik mati bawah (TMB) ke titik mati atas (TMA) campuran udara dan bahan bakar yang diisap tadi dikompresikan. Akibatnya tekanan dan temperaturnya menjadi naik, sehingga c. Langkah Usaha

Akibat adanya pembakaran maka pada ruang bakar terjadi panas dan pemuaian yang tiba-tiba. Pemuaian tersebut mendorong piston untuk bergerak


(46)

22 dari TMA ke TMB. Kedua katup masih dalam keadaan tertutup rapat sehingga seluruh tenaga panas mendorong piston untuk bergerak.

d. Langkah Buang

Piston bergerak dari TMB ke TMA. Dalam langkah ini, gas yang terbakar dibuang dari dalam silinder. Katup buang terbuka, piston bergerak dari TMB ke TMA mendorong gas bekas pembakaran ke luar dari silinder.Ketika torak mencapai TMA, akan mulai bergerak lagi untuk persiapan berikutnya, yaitu langkah isap.

Gambar 2.3 prinsip kerja motor 4 (empat) langkah[6] 2.3 Performansi Motor Bakar Empat Langkah

Performansi dapat disebut juga sebagai unjuk kerja dari motor bakar bensin. Ada beberapa hal yang mempengaruhi performa motor bakar, antara lain besarnya perbandingan kompresi, tingkat homogenitas campuran bahan bakar dengan udara, angka oktan bensin sebagai bahan bakar, tekanan udara masuk ruang bakar. Semakin besar perbandingan udara motor akan semakin efisien, akan tetapi semakin besar perbandingan kompresi akan menimbulkan knocking pada motor yang berpotensi menurunkan daya motor, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen motor. Untuk mengatasi hal ini maka harus dipergunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi. Angka oktan pada bahan bakar motor Otto menunjukkan kemampuannya menghindari terbakarnya campuran udara bahan bakar sebelum waktunya (self ignition) yang menimbulkan


(47)

knocking tadi. Untuk memperbaiki kualitas campuran bahan bakar dengan udara maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas campuran akan lebih baik.

2.3.1 Torsi (Torque)

Perkalian antara gaya dengan jarak dapat disebut sebagai Torsi. Disaat proses pembakaran pada ruang bakar, dimana piston akan bergerak translasi dan poros engkol yang menghubungkan piston dengan batang piston akan merubah gerak translasi menjadi gerak rotasi. Persamaan (2.1) dapat digunakan untuk menghitung torsi.

... 2.1 Dimana : Pb = Daya (W)

n = Putaran mesin (rpm)

Pengujian torsi yang dilakukan menggunakan timbangan pegas tarik sehingga yang terhubung dengan roda belakang. Maka akan terjadi gaya antara roda belakang pada timbangan pegas tarik dalam pengujian torsi rem.[7]

Persamaan (2.2) dapat digunakan untuk menghitung gaya yang diberikan roda belakang.

F = g x m ... 2.2 Dimana : F = Gaya yang diberikan roda belakang (N)

g = Percepatan gravitasi (9,807 m/s2) m = Massa tarik timbangan pegas (kg)

Persamaan (2.3) dapat digunakan untuk menghitung torsi roda belakang:

τ

roda = F x r

...2.3 Dimana :

τ

roda = Torsi roda belakang (N.m)

F = Gaya yang diberikan roda belakang (N) r = Jari-jari roda belakang (m)


(48)

24 Putaran pada roda belakang diberikan oleh putaran poros engkol yang terhubung dengan sistem transmisi. Persamaan (2.4) dapat digunakan untuk mencari final ratio.

Final Ratio = perbandingan final gear x perbandingan rasio gigi 3

x perbandingan rasio poros engkol dengan transmisi .... 2.4 Persamaan (2.5) dapat digunakan untuk menghitung torsi mesin.

... 2.5

Dimana :

τ

mesin = Torsi mesin (Nm)

τ

roda = Torsi roda belakang (Nm) FR = Final Ratio

2.3.2 Daya (Power)

Kerja mesin selama waktu tertentu dapat disebut sebagai daya. Besarnya poros engkol yang bekerja dengan pembebanan merupakan daya poros. Daya poros berasal dari langkah kerja disaat campuran udara dan bahan bakar meledak dan menyebabkan piston mengalami dorongan yang menghasilkan kerja pada poros engkol yang mengubah gerak translasi menjadi gerak rotasi. Prestasi mesin motor bakar ditentukan oleh daya poros yang telah dibebankan akibat gesekan seperti pada torak, dinding silinder, poros, dan bantalan. Frekuensi putaran motor atau disebut dengan RPM (Revolution per Minute) mempengaruhi besarnya daya poros dimana semakin banyak putaran poros yang terjadi maka semakin besar daya poros tersebut[26]. Persamaan (2.6) dapat digunakan untuk menghitung daya poros.

... 2.6 Dimana : τmesin = Torsi mesin (Nm)

2.3.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Specific Fuel Consumption)

Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan


(49)

mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu. Persamaan (2.7) dapat digunakan untuk menghitung laju aliran massa bahan bakar.

̇

... 2.7 Jika diketahui rasio massa jenis zat (pertamax/aditif)–air maka massa jenis zat tersebut dapat dicari dengan persamaan (2.8).

... 2.8 Dimana : ṁf = Laju aliran bahan bakar (kg/jam)

Sgz = Rasio massa jenis zat

ρz = Massa jenis zat (kg/m3)

ρf = Massa jenis bahan bakar (kg/m3) ρair = Massa jenis air (kg/m3)

Vf = Volume bahan bakar yang diuji (m3)

t f = Waktu menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (detik) Jika terdapat beberapa jenis campuran zat yang terkandung dalam bahan bakar maka rasio massa jenis campuran bahan bakar-air dihitung dengan persamaan (2.9).

... 2.9 Dimana: A = Rasio volume zat aditif-campuran bahan bakar

P = Rasio volume pertamax-campuran bahan bakar ρa = Massa jenis zat aditif (kg/m3)

ρp = Massa jenis pertamax (kg/m3)

Persamaan (2.10) dapat digunakan untuk menghitung besarnya konsumsi bahan bakar spesifik.

... 2.10 Dimana : sfc = Konsumsi bahan bakar spesifik (g/kWh)

ṁf = Laju aliran massa bahan bakar (kg/jam) Pb = Daya (Watt)


(50)

26 2.3.4 Rasio Udara-Bahan Bakar (Air Fuel Ratio)

Perbandingan udara dan bahan bakar yang masuk kedalam ruang bakar adalah AFR. Secara kimia dibutuhkan rasio udara/bahan bakar yang tepat unutk berlangsungnya pembakaran yang sempurna. Rasio udara bahan bakar dalam sistem bahan bakar bervariasi, bergantung pada kondisi operasi saat itu. Hal yang dapat mempengaruhi rasio udara bahan bakar yaitu temperatur mesin, temperatur udara yang dihisap, tekanan udara yang terhisap dan kerapatan udara sekitar. Saat beroperasi dengan beban ringan dengan kecepatan medium, dan rancangan ruang bakar yang baik, campuran bahan bakar miskin (dalam kisaran 16:1-18:1) masih dimungkinkan untuk terbakar. Campuran miskin meningkatkan ekonomi bahan bakar, mengurangi emisi, tetapi juga mengurangi daya keluaran. Campuran udara dan bahan bakar yang stokiometri (14:1-14,7:1) menghasilkan daya keluaran yang optimal. Campuran bahan bakar yang kaya (11,5:1-13,5:1) mengurangi nilai ekonomi bahan bakar tetapi mempunyai daya yang terbesar. Jika campuran udara bahan bakar terlalu miskin (diatas 18:1), campuran tidak akan menyala yang menyebabkan kondisi kegagalan penyalaan.[1] Persamaan (2.11) dapat digunakan untuk menghitung rasio udara-bahan bakar.

̇

... 2.11 Dimana : ̇ṁ�= Laju Aliran Massa Udara (kg/jam)

̇ �f = Laju aliran bahan bakar (kg/jam)

Persamaan (2.12-2.15) dapat digunakan untuk menghitung laju aliran massa udara.

... 2.12

... 2.13 ... 2.14


(51)

Dimana: Pi = Tekanan udara masuk silinder (kPa) Ti = Temperatur udara masuk silinder (Kelvin) R = Konstanta udara (0,287 kJ/kg.K)

Vd = Volume silinder/displacement (m3) Vc = Volume sisa/clearence (m3)

ma = Massa udara masuk silinder per siklus (kg) Nd = Jumlah silinder (silinder)

n = Putaran mesin (rpm)

a = Putaran poros dalam satu siklus (putaran) B = Diameter piston (m)

S = Panjang langkah (m3) RC = Rasio Kompresi

2.3.5 Efisiensi Termal ( Thermal Efficiency)

Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis seperti gesekan, kerja pompa oli dan pompa pendingin, dan panas yang terbuang. Efisiensi termal pembakaran didefinisikan untuk menyatakan fraksi dari bahan bakar yang terbakar. Persamaan (2.18) dapat digunakan untuk menghitung efisiensi termal.

̇

... 2.18

Dimana : Pb = Daya (Watt)

ṁf = Laju aliran bahan bakar (kg/jam)

LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar (kJ/kg) 2.4 Nilai Kalor Bahan Bakar

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Caloric Value). Berdasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi


(52)

28 nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas bahan bakar (High Heating Value), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan bom kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sabagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hydrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.19).[8]

... 2.19 Dimana : HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan (oC) T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan (oC) Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (oC) Cv = Panas jenis bom kalorimeter (73529,6 kJ/kgoC)

Dan nilai kalor bawah bahan bakar dapat dihitung dengan persamaan (2.20). LHV = HHV –3240 ... 2.20 Dimana : LHV = Nilai kalor bawah (kJ/kg)

HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Besarnya nilai kalor bahan bakar mempengaruhi dari energi ledakan yang akan terjadi jika bahan bakar tersebut dibakar atau dinyalakan. Kandungan energi di dalam bahan bakar diukur dengan membakar semua bahan bakar di dalam bom kalorimeter serta mengukur peningkatan temperatur yang terjadi. Energi yang tersedia tergantung wujud air yang dihasilkan dari pembakaran hidrogen. Jika air di dalam produk buangan berwujud gas (uap air), kemudian tidak dapat melepaskan panas penguapannya, maka dihasilkan nilai kalor bersih yang disebut nilai kalor bawah bahan bakar (Lower Heating value). Jika air dikondensasikan kembali ke temperatur asal bahan bakar hingga berwujud cair


(53)

maka akan menghasilkan nilai kalor kotor (Higher heating value, HHV). Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menetukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).[9]

Dilakukan 5 kali pengujian bom kalorimeter pada setiap bahan bakar yang digunakan dan dicari rata-rata dari nilai kalor bahan bakar dengan menggunakan persamaan (2.21) dan (2.22).

... 2.21

... 2.22 2.5 Pertamax

Fraksi minyak bumi yang paling banyak dimanfaatkan adalah bensin (Gasoline). Bensin digunakan untuk bahan bakar kendaraan bermotor dan industri. Bensin yang berasal dari peyulingan merupakan senyawa hidrokarbon rantai lurus. Hal ini mengakibatkan pembakaran tidak merata dalam mesin bertekanan tinggi sehingga menimbulkan ketukan (Knocking). Peristiwa tersebut menyebabkan kerasnya getaran mesin dan mesin menjadi sangat panas yang mengakibatkan mesin menjadi mudah rusak. Komponen utama bensin adalah nheptana (C7H16) dan isooktana (C8H18). Kualitas bensin ditentukan oleh kandungan isooktana yang dikenal dengan istilah bilangan oktan.[10]

Angka Oktan Riset/Research Octane Number (RON) adalah nilai oktan yang memberikan gambaran tentang kecenderungan bahan bakar untuk mengalami pembakaran tidak normal pada kondisi pengendaraan sedang dan juga pada kecepatan rendah dan dilakukan dengan metode riset. Angka Oktan Motor/Motor Octane Number (MON) adalah nilai oktan yang memberikan gambaran kinerja pengendaraan pada kondisi operasi yang lebih berat, kecepatan tinggi atau kondisi beban tinggi. Indeks Anti Detonasi/Anti Knock Index (AKI) adalah rata-rata dari penjumlahan angka oktan riset dengan angka oktan motor.[11]


(54)

30 Tabel 2.2 Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Jenis Bensin 92 (Pertamax)

Tabel 2.1 Perkembangan spesifikasi bensin di Indonesia

Pertamax membuat pembakaran pada mesin kendaraan dengan teknologi terkini lebih baik dibandingkan dengan premium yang memiliki RON 88.

Keunggulan pertamax adalah:

1. Durability, pertamax dapat dikategorikan sebagai bahan bakar kendaraan yang memenuhi syarat dasar durability/ketahanan, dimana bbm ini tidak akan menimbulkan gangguan serta kerusakan mesin, karena kandungan oktan 92 lebih sesuai dengan perbandingan kompresi kebanyakan kendaraan bermotor yang beredar di Indonesia.


(55)

2. Fuel Economy, kesesuaian oktan 92 Pertamax dengan perbandingan kompresi kebanyakan kendaraan beroperasi sesuai dengan rancangannya. Perbandingan Air Fuel Ratio yang lebih tinggi dengan konsumsi bahan bakar menjadikan kinerja mesin lebih optimal dan efisien untuk menempuh jarak lebih jauh karena perbandingan biaya dengan operasi bahan bakar dalam (Rupiah/kilometer) akan lebih hemat.

3. Performance, kesesuaian angka oktan Pertamax dan aditif yang dikandungnya dengan spesifikasi mesin akan menghasilkan performa mesin yang jauh lebih baik dibandingkan ketika menggunakan oktan 88 ataupun 90. Hasilnya adalah torsi mesin lebih tinggi dan kecepatan meningkat.[13]

2.6 Zat Aditif

Aditif adalah suatu senyawa yang ditambahkan kedalam suatu senyawa yang ditambahkan kedalam senyawa lain. Penggunaan zat aditif secara umum bertujuan untuk mengontrol pembakaran bensin agar menghasilkan energi yang maksimum dan suara ketukan minimum. Zat aditif pada bahan bakar bensin digunakan untuk meningkatkan angka oktan sedangkan pada bahan bakar diesel digunakan untuk meningkatkan angka setana. Penggunaan zat aditif untuk pelumas bertujuan untuk meminimalisir busa dan sebagai peningkat kualitas dan ketahanan pelumas.[14]

2.6.1 Jenis-Jenis Zat Aditif

Zat aditif yang digunakan sebagai senyawa yang ditambahkan pada motor bakar terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan fungsinya, yaitu:

1. Fungsi bahan pelumasan

2. Fungsi sistem distribusi bahan bakar dan sistem pembakaran 3. Fungsi bahan bakar

2.6.2 Manfaat Zat Aditif pada Fungsi Sistem Distribusi Bahan Bakar dan Sistem Pembakaran

Zat aditif ditambahkan pada bahan bakar atau diinjeksikan secara langsung ke dalam ruang bakar yang bertujuan untuk membersihkan dan merawat saluran bahan bakar, ruang bakar, dan saluran buang mesin motor bakar[16], antara lain:


(56)

32 1. Fuel System Cleaner, untuk membersihkan tangki bahan bakar, saluran bahan bakar, pompa bahan bakar, saringan bahan bakar, dan karburator dari endapan kotoran pada bahan bakar atau sisa-sisa pembakaran, sehingga bahan bakar dan udara dapat bercampur dengan baik dan terbakar sempurna di dalam ruang bakar.

2. Injectors Cleaner¸ untuk membersihkan injektor dari kerak karbon hasil pembakaran, adanya kandungan air pada bahan bakar dan endapan kotoran bahan bakar yang dapat membuat mesin sulit untuk dinyalakan, kehilangan akselarasi dan langsam (Idle) yang tidak stabil.

3. Detergents, untuk menetralisir kotoran pada bahan bakar, endapan kotoran dari udara yang masuk ke dalam ruang bakar dan memberikan pelumasan pada ruang bakar.

4. Gas Treatment, untuk meningkatkan kemampuan membersihkan serta menjaga bahan bakar dari endapan karbon sisa pembakaran, menghilangkan kandungan air pada bahan bakar, dan mencegah pembekuan bahan bakar pada saluran bahan bakar.

5. Ethanol Treatment, untuk mencegah efek korosi pada mesin yang menggunakan bahan bakar campuran Ethanol.

6. Antirust, untuk mencegah pengeroposan mesin akibat korosi yang timbul pada mesin motor bakar yang digunakan di daerah panas dan lembab

2.6.4 Manfaat Zat Aditif pada Fungsi Bahan Bakar

Zat aditif ditambahkan pada bahan bakar mesin motor bakar yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas bahan bakar[16], antara lain:

1. Octane Booster, untuk meningkatkan angka oktan dari bahan bakar.

2. Restore Performance. untuk mengembalikan performansi dan efisiensi mesin yang hilang akibat kualitas bahan bakar yang rendah.

3. Reduce Knocking and Pinging, untuk mengurangi detonasi pada mesin dan ketidakstabilan putaran mesin sehingga suara mesin semakin halus.


(57)

5. Lubricate Upper Cylinder, untuk melumasi bagian dari permukaan atas piston dengan ruang bakar sehingga tidak terjadi endapan karbon sisa pembakaran yang dapat menyebabkan kerusakan komponen mesin. Kerak karbon yang telah terbentuk akan terkikis oleh pelumas aditif seiring dengan proses pembakaran dan akan dibuang melalui saluran pembakaran.

2.6.5 Zat Aditif Secara Umum

Aditif mempunyai berbagai macam zat kimia yang terkandung di dalamnya dan mempunyai fungsi yang berbeda-beda, secara umum zat kimia tersebut adalah:

1. Tetraethyl Lead (TEL)

Zat aditif Tetrathyl Lead akan meningkatkan bilangan oktan bensin. Mengandung senyawa timbal (Pb). Lapisan tipis timbal terbentuk pada atmosfer dan membahayakan alam dan kesehatan makhluk hidup.

2. Senyawa Oksigenat

Senyawa oksigenat adalah senyawa organik beroksigen (oksigenat) seperti alkohol (methanol, ethanol, isopropil alkohol) dan Eter (Metil Tertier Butil Eter/MTBE, Etil Tertier Butil Eter/ETBE dan Tersier Amil Metil Eter/TAME) dan minyak Atsiri. Oksigenat cair yang dapat dicampur ke dalam bensin untuk menambah angka oktan dan kandungan oksigennya. Alkohol seperti etanol dapat diperoleh dari fermentasi tumbuh-tumbuhan sehingga termasuk dalam energi terbaharukan. Kadar CO2 di atmosfer pun akan menurun seiring dengan budidaya tumbuhan yang dimanfaatkan untuk pembuatan ethanol.[10]

3. Naphtalene

Naftalena adalah salah satu komponen yang termasuk Benzena Aromatic Hidrocarbon dan dapat meningkatkan angka oktan. Proses pembakaran berjalan dengan baik dan tidak mudah menguap. Selain itu naftalena tidak meninggalkan getah padat pada bagian-bagian mesin. Penggunaan naftalena relatif aman untuk digunakan.[17]

4. Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl (MMT) MMT atau Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl adalah senyawa organik non logam yang digunakan sebagai pengganti bahan aditif TEL.


(58)

34 Benzena banyak digunakan sebagai zat aditif untuk meningkatkan angka oktan seiring dengan penghapusan pengunaan bensin yang mengandung timbal. Benzena dapat meningkatkan kualitas bahan bakar dan menurunkan ketukan pada mesin. International Agency for Research on Cancer (IARC) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kontaminasi Benzena yang berlebihan mempunyai dampak negatif pada kesehatan antara lain akan menyebabkan timbulnya berbagai macam jenis kanker.[18]

2.7 Kapur Barus

Kapur barus atau naftalena adalah hidrokarbon kristalin aromatik berbentuk padatan berwarna putih dengan rumus molekul C10H8 dan berbentuk dua cincin benzena yang bersatu. Senyawa ini bersifat volatil, mudah menguap walau dalam bentuk padatan. Uap yang dihasilkan bersifat mudah terbakar. Naftalena paling banyak dihasilkan dari destilasi tar batu bara, dan sedikit dari sisa fraksionasi minyak bumi. Senyawa ini bersifat volatil, mudah menguap walau dalam bentuk padatan. Uap yang dihasilkan bersifat mudah terbakar. Naftalena paling banyak dihasilkan dari destilasi tar batu bara, dan sedikit dari sisa fraksionasi minyak bumi. Naftalena merupakan suatu bahan keras yang putih dengan bau tersendiri, dan ditemui secara alami dalam bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak.[19]

2.7.1 Sejarah Kapur Barus

Kapur barus dahulu kala dibuat dari potongan kayu batang pohon Cinnamomum camphora yang banyak tumbuh di kawasan Barus. Dimana potongan-potongan kecil kayu ini direbus dan melalui proses penyulingan dan penghabluran diperoleh kristal kamfer sebagai bahan baku untuk diproses di pabrik. Jadi tidak mengherankan kalau akhirnya kamfer ini dalam bahasa Melayu dinamakan ’kapur barus’. Istilah camphor pun sebetulnya juga berasal dari bahasa Sanskerta karpoor atau bahasa Arab kafur yang dalam bahasa kita diserap menjadi ’kapur’. Sejak abad ke 9 Kota Barus terkenal sebagai penghasil bahan baku kamfer, bahkan hingga semua saudagar dari seluruh penjuru dunia berlayar ke Barus untuk membeli kayu penghasil kamfer ini. Cladius Prolomeus, seorang


(59)

gubernur kerajaan yunani yang berpusat di Iskandariyah Mesir, membuat sebuah peta dan menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera ada barousai yang dikenal sebagai penghasil wewangian dari kapur.

2.7.2 Sumber Kapur Barus

Perlu diketahui bahwa pohon Kamfer (Cinnamomum camphora) termasuk dalam suku Lauraceae selain dari kayu manis (Cinnamomu iners). Tumbuhan ini dapat tumbuh di dataran tinggi, pegunungan, dengan ciri-cirinya sebagai berikut : 1. memiliki bau khas kulit manis

2. berkelamin ganda (diaceous) 3. pohon, tinggi lebih dri 40 meter

4. kulit batang coklat, dan memiliki retakan vertical 5. bunga majemuk berwarna kuning agak putih 6. buah hijau, setelah tua menjadi biru

Tumbuhan ini mengandung zat naftalena yang merupakan salah satu senyawa aromatik. Dimana sebutir kapur barus biasanya mengandung 250-500 mg naphthalene.


(60)

36 Selain tumbuhan Cinnamomum campora pohon kapur atau Dryobalanops aromatica merupakan salah satu tanaman penghasil kapur barus atau kamper. Kapur barus dari pohon Kapur ini telah menjadi komoditi perdagangan internasional sejak abad ke-7 Masehi. Untuk mendapatkan kristal kapur barus dari Pohon Kapur dimulai dengan memilih, menebang, dan memotong-motong batang pohon Kapur (Dryobalanops aromatica). Potongan-potongan batang pohon Kapur kemudian dibelah untuk menemukan kristal-kristal kapur barus yang terdapat di dalam batangnya.[20]

2.7.3 Kapur Barus sebagai Zat Adiktif untuk Meningkatkan Angka Oktan Kapur barus (naftalena) adalah salah satu komponen yang termasuk benzena aromatik hidrokarbon, tetapi tidak termasuk polisiklik. Naftalena memiliki kemiripan sifat yang memungkinkannya menjadi aditif bensin untuk meningkatkan angka oktan. Sifat-sifat tersebut antara lain: sifat pembakaran yang baik, mudah menguap sehingga tidak meninggalkan getah padat pada bagian-bagian mesin. Penggunaan Naftalena sebagai aditif memang belum terkenal karena masih dalam tahap penelitian. Sampai saat ini memang belum diketahui akibat buruk penggunaan naftalena terhadap lingkungan dan kesehatan, namun ia relatif aman untuk digunakan. Satu molekul napthalena merupakan perpaduan dari sepasang cincin benzena. Naftalena merupakan salah satu jenis hidrokarbon polisiklik aromatik .

Naftalena digunakan sebagai reaksi intermediet dari berbagai reaksi kimia industri, seperti reaksi sulfonasi, polimerisasi, dan neutralisasi. Selain itu, naftalena juga berfungsi sebagai fumigan (kamper, dsb), surfaktan, dan sebagainya.[19]

2.8 Katalitik Konverter

Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor saat ini berdampak pada kualitas udara yang buruk di daerah perkotaan menuntut pabrikan motor berinovasi, salah satunya adalah katalitik konverter yang terdapat pada mobil maupun motor saat ini. Alat ini diperkenalkan pada publik pada tahun 1975 di Amerika Serikat, kebijakan itu sejalan dengan niat EPA dalam mengurangi


(61)

intensitas pencemaran udara gas buang dikarenakan proses pembakaran kendaraan bermotor.

Ada dua jenis katalitik converter, yakni Tipe Universal Fit dapat dipilih berdasarkan ukuran yang sesuai kemudian dilas di bagian saluran gas buang dan Tipe Direct Fit merupakan tipe yang hanya menggunakan baut untuk memasangnya di area saluran gas buangnya. Tipe universal merupakan jenis termurah daripada tipe direct fit, akan tetapi masalah pemasangannya tipe direct fit lebih mudah dipasang daripada tipe universal

Penggunaan katalitik konverter bukan semata pada kendaraan bermotor saja, alat tersebut digunakan juga untuk truk, bis, kereta api, generator, dan masih banyak lagi. Pengguna katalitik converter dianjurkan melakukan pemeriksaan dan perawatan berkala untuk mengoptimalkan kinerja mesin dan efisiensi bahan bakar. Pemeriksaan emisi gas buang sangat perlu dilakukan untuk mengetahui apakah katalitik converter harus diganti dengan yang baru.

2.8.1 Konstruksi Katalitik Konverter Katalitik converter terdiri dari :

1. Inti katalis (substrate) Pengguna CC pada bidang otomotif biasanya menggunakan inti dari keramik monolit dengan struktur sarang lebah (honeycomb). Monolit tersebut dilapisi oleh FeCrAl pada beberapa aplikasi.

2. Washcoat

Washcoat adalah pembawa material katalis digunakan untuk menyebarkan katalis tersebut pada area yang luas sehingga katalis mudah bereaksi dengan gas buang.

Washcoat biasanya terbuat dari aluminium oksida, titanium oksida, silikon oksida dan campuran silika dan alumina. Washcoat dibuat dengan permukaan agak kasar dan bentuk yang tidak biasa untuk memaksimalkan luas permukaan yang kontak dengan gas buang sehingga katalis dapat bekerja secara efektif dan efisien.

Biasanya terbuat dari logam mulia, platina adalah katalis yang paling aktif diantara logam mulia lainnya dan secara luas digunakan namun tidak cocok dengan segala aplikasi karena adanya reaksi tambahan yang tidak diinginkan serta


(62)

38 harganya yang mahal. Palladium dan rhodium adalah jenis logam mulia lainnya yang biasa digunakan secara bersamaan. Palladium berfungsi sebagai katalis reaksi oksida , rhodium digunakan sebagai katalis reaksi reduksi dan platina dapat melakukan kedua reaksi tersebut (oksida dan reduksi). Logam lain yang terkadang digunakan walaupun secara terbatas adalah cerium, besi, mangan, tembaga, dan nikel. Digunakan secara terbatas karena memiliki produk sampingan yang juga cukup berbahaya. Nikel dilarang di uni eropa karena reaksinya dengan CO menghasilkan nikel tetrakarbonil. Tembaga dilarang di Amerika Utara karena mengahasilkan senyawa dioksin.

Katalitik Konverter dibagi menjadi 2 berdasarkan jumlah polutan yang dapat direaksikan :

2.8.2 Tipe-Tipe Katalitik Konverter

1. Two way converter. Di dalam converter ini terdapat 2 reaksi simultan, yakni:

a. Oksidasi karbon monoksida menjadi karbondioksida.

b. Oksidasi senyawa hidrokarbon (yang tidak terbakar / terbakar parsial) menjadi karbondioksida dan air converter jenis ini secara luas dipakai

pada mesin diesel untuk mengurangi senyawa hidrokarbon dan karbon monoksida.

2. Three way Converter. Di dalam converter jenis ini terdapat 3 reaksi simultan, yakni :

a. Reaksi reduksi nitrogen oksida menjadi nitrogen dan oksigen b. Reaksi oksidasi karbon monoksida menjadi karbon dioksida.

c. Reaksi oksidasi senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar menjadi karbon dioksida dan air Ketiga reaksi ini berlangsung paling efisien ketika campuran udara – bahan bakar (air to fuel ratio) mendekati (stoikiometri) yaitu antara 14,6 – 14,8 berbanding 1. Oleh karena itu, CC sulit diaplikasikan pada mesin yang masih menggunakan karburator untuk pemasukan bahan bakar. CC paling ideal digunakan dengan mesin yang telah menggunakan closed loop feedback fuel injection.


(63)

2.8.3 Efek Pada Lingkungan

Katalitik Konverter telah terbukti memiliki manfaat untuk mengurangi emisi kendaraan bermotor. Namun, katalitik konverter tetap memiliki beberapa efek pada lingkungan, yakni :

a. Katalitik konverter tidak mereduksi jumlah CO2 yang dihasilkan bahan bakar bahkan mengubah CO menjadi CO2. Padahal telah kita ketahui bersama bahwa CO2 ditenggarai menjadi penyebab utama green house effect yang menyebabkan pemanasan global di seluruh dunia. Bahkan CC juga melepas N2O yang ternyata telah diteliti 3 kali lebih besar efeknya dibandingkan dengan CO2. EPA (Enviromental Protection Agency), badan lingkungan hidup Amerika Serikat mencatat bahwa 3% emisi nitrogen oksida yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor.

b. Air to fuel ratio kendaraan harus senantiasa pada kondisi stoikiometri saat penggunaan CC. Akibatnya kadar CO2 yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan mesin dengan campuran yang rendah (lean burn engine).

c. Katalitik konverter membutuhkan logam mulia palladium dan rhodium. Salah satu penyuplai logam mulia ini adalah daerah industry Norilsk, Rusia. Ternyata industri untuk mengekstrak palladium dan rhodium tersebut menghasilkan polusi yang paling besar disbanding dengan industri lainnya.

Katalitik konverter pada knalpot kendaraan bermotor ditempatkan di belakang exhaust manifold atau antara muffler dengan header, seperti ditunjukkan pada gambar 2.17 dengan pertimbangan agar CC cepat panas ketika mesin dinyalakan


(64)

40 Gambar 2.5 Katalitik Konverter

Kendaraan yang menggunakan katalitik converter harus menggunakan bensin tanpa timbal, karena timbal pada bensin akan menempel pada katalis yang mengakibatkan katalisator tersebut tidak efektif. Agar katalitik converter tersebut lebih efektif, campuran udara bahan bakar harus dalam perbandingan stoikiometri. Pada saat motor dilakukan pemanasan, udara sekunder dari pompa didorong menuju ruang udara pembatas. Udara tersebut membantu untuk mengoksidasi katalis mengubah HC dan CO menjadi karbondioksida dan air. Berikut penjelasan tahapan kerja dari katalitik konverter.

1. Tahap awal dari proses yang dilakukan pada katalitik konverter adalah reduction catalyst. Tahap ini menggunakan platinum dan rhodium untuk membantu mengurangi emisi NOx. Ketika molekul NO atau NO2 bersinggungan dengan katalis, sirip katalis mengeluarkan atom nitrogen dari molekul dan menahannya. Sementera oksigen yang ada diubah ke bentuk O2. Atom nitrogen yang terperangkap dalam katalis tersebut diikat dengan atom nitrogen lainnya sehingga terbentuk format N2. Rumus kimianya sebagai berikut :

2NO→ N2 + O2 atau 2NO2 →N2 + 2O2

2. Tahap kedua dari proses di dalam CC adalah oxidization catalyst. Proses ini mengurangi hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang bakar dan CO dengan membakarnya (oxidizing) melalui katalis platinum dan palladium. Katalis


(1)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar ...47

4.2 Pengujian Performansi Motor Bakar ...50

4.2.1 Torsi ...52

4.2.2 Daya ...55

4.2.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC) ...57

4.2.4 Rasio Udara Bahan Bakar (AFR) ...59

4.2.5 Efisiensi Termal ...61

4.3 Pengujian Emisi Gas Buang ...63

4.3.1 Kadar Karbon Monoksida (CO) Dalam Gas Buang ...63

4.3.2 Kadar Karbon Dioksida (CO2) Dalam Gas Buang ...64

4.3.3 Kadar Sisa Hidro Carbon (HC) Dalam Gas Buang ...65

4.3.4 Kadar Sisa Oksigen (O2) Dalam Gas Buang ...66

4.4 Hasil Pengujian ...67

4.5 Perbandingan hasil pengujian ...69

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...72

5.2 Saran ...72


(2)

9 DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Perkembangan spesifikasi bensin di Indonesia ... 17

Tabel 4.1 Data hasil massa bahan bakar (M) dan temperatur air (T) pada Bom kalorimeter... 47

Tabel 4.2 Data hasil pengujian dan perhitungan HHV dan LHV ... 48

Tabel 4.3 Nilai Rata-Rata Pengujian Massa Tarik Timbangan Pegasdan Konsumsi 40 ml bahanbakar ... 50

Tabel 4.4 torsi (Nm) vs putaran mesin (rpm) ... 53

Tabel 4.5 Daya (Watt) vs putaran mesin (rpm) ... 55

Tabel 4.6 Data massa jenis bahan bakar ... 57

Tabel 4.7 Data hasil perhitungan laju aliran bahan bakar (ṁf) dan Konsumsi bakar spesifik (Sfc) ... 58

Tabel 4.8 Perbandingan udara bahan bakar (Air Fuel Ratio) ... 59

Tabel 4.9 Data hasil perhitungan Efisiensi Termal ... 61

Tabel 4.10 Kadar Carbon Monoksida (CO) ... 63

Tabel 4.11 Kadar Carbon Dioksida (CO2) dalam gas buang ... 64

Tabel 4.12 Kadar SisaHidro Carbon (HC) dalam gas buang... 65

Tabel 4.13 Kadar SisaOksigen (O2) Dalam Gas Buang ... 66

Tabel 4.14 Hasil Pengujian rata-rata nilai kalor bahan bakar...68

Tabel 4.15 Hasil pengujian rata-rata unjuk kerja motor bakar...68


(3)

Tabel 4.16 Hasil pengujian rata-rata emisi gas buang...69

Tabel 4.17 Perbandingan nilai kalor bahan bakar...70

Tabel 4.18 Perbandingan performansi bahan bakar...70


(4)

11 DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Diagram P-v siklus otto ...7

Gambar 2.2 Diagram T-S Siklus otto ...8

Gambar 2.3 prinsip kerja motor 4 (empat) langkah ...9

Gambar 2.4 Pohon Kapur ...23

Gambar 2.5 Katalitik Konverter ...27

Gambar 2.6 Sound Absorptio ...29

Gambar 2.7 Sound cancelation Muffler ...30

Gambar 2.8 Kombinasi Absorption dan Cancelation ...30

Gambar 2.9 Skema Pereduksian Kebisingan ...31

Gambar 3.1 Pengujian nilai kalor bahan bakar ...32

Gambar 3.2 Pengujian konsumsi bahan bakar ...32

Gambar 3.3 Pengujian torsi ...33

Gambar 3.4 Pengujian Emisi Gas Buang ...33

Gambar 3.5 Bom Kalorometer ...34

Gambar 3.6 Sepeda motor ...34

Gambar 3.7 Tachometer ...35

Gambar 3.8 Tools ...36

Gambar 3.9 Timbangan Digital ...36

Gambar 3.10 Timbangan Pegas...37

Gambar 3.11 Stopwatch ...37

Gambar 3.12 Tali Tambang...38

Gambar 3.13 Tabung Ukur ...38

Gambar 3.14 Selang bahan bakar ...39

Gambar 3.15 Katalitik Konverter ...39

Gambar 3.16 Pertamax 92 ...40

Gambar 3.17 Kapur barus ...40

Gambar 3.18 Diagram alir penelitian ...42

Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Nilai Kalor Atas Bahan Bakar (HHV) ...49

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Nilai Kalor Bawah Bahan Bakar (LHV) ...49

Gambar 4.3 Grafik Massa Tarik Timbang Pegas (Kg) Vs Putaran Mesin (RPM) ...51


(5)

Gambar 4.4 Grafik Waktu Konsumsi 10 ml Bahan Bakar vs Putaran

Mesin (rpm)) ...51

Gambar 4.5 Grafik torsi (Nm) vs putaran mesin (rpm) ...54

Gambar 4.6 grafik daya (Watt) vs putaran mesin (rpm) ...56

Gambar 4.7 Grafik Sfc (gr/kWh) vs putaran mesin (rpm) ...59

Gambar 4.8 Ratio Perbandingan Udara Bahan Bakar(Air Fuel Ratio) ...60

Gambar 4.9 Grafik Efisiensi Termal ...62

Gambar 4.10 Grafik Kadar Carbon Monoksida (CO %)...64

Gambar 4.11 Kadar Karbon Dioksida (CO2) ...65

Gambar 4.12 Kadar Hidro Karbon (PPM) ...66


(6)

13 DAFTAR NOTASI

Lambang Keterangan Satuan

Laju massa udara dalam silinder Kg/jam

Laju aliran bahan bakar Kg/jam

AFR Rasio campuran bahan bakar dan udara

B Diameter silinder mm

CV NilaiKalor Kj/Kg

F Gaya N

G Gaya gravitasi m/s2

HHV Nilai kaloratas Kj/Kg

LHV Nilai kalor bawah Kj/Kg

ma massa aliran udara per siklus

Kg/cyc-cyc

n putaran rpm

nv Efisiensi Volumetris

PB Daya W

Pi Tekanan udara masuk ruang bakar kpa

rc Rasio kompresi

S Panjang langkah mm

Sfc Konsumsi bahan bakars pesifik

g/W.jam

t waktu jam

T Torsi N.m

Ti Temperatur udara masuk ruang bakar K

Vc Volume sisa m3

Vd Volume langkah m3

ηb Efisiensi thermal brake


Dokumen yang terkait

Uji Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertalite dan Variasi Campuran Pertalite-Serbuk Kapur Barus

4 45 107

Kajian Studi Perbandingan Performansi Mesin Otto Empat Langkah Dengan Bahan Bakar Pertamax 92 dan Variasi Bahan Bakar Campuran Pertamax 92-Kapur Barus

2 41 78

Kajian Studi Perbandingan Performansi Mesin Otto Empat Langkah Dengan Bahan Bakar Pertamax 92 dan Variasi Bahan Bakar Campuran Pertamax 92-Kapur Barus

0 0 13

Kajian Studi Perbandingan Performansi Mesin Otto Empat Langkah Dengan Bahan Bakar Pertamax 92 dan Variasi Bahan Bakar Campuran Pertamax 92-Kapur Barus

0 0 2

Kajian Studi Perbandingan Performansi Mesin Otto Empat Langkah Dengan Bahan Bakar Pertamax 92 dan Variasi Bahan Bakar Campuran Pertamax 92-Kapur Barus

0 0 4

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 0 13

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 0 2

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 0 5

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 0 26

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 0 1