Hubungan Pola Komunikasi Keluarga Dengan Tingkat Depresi Lanjut Usia di Desa Huta Padang Kecamatan BP. Mandoge Kabupaten Asahan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi
2.1.1
Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran ide, perasaan dan pikiran
antara dua orang atau lebih yang bertujuan untuk terjadinya perubahan sikap dan
tingkah laku serta penyesuaian yang dinamis antara orang-orang yang terlibat
dalam komunikasi (Suryani,2006). Komunikasi merupakan proses pengiriman
atau pertukaran (stimulus, signal, simbol, informasi) baik dalam bentuk verbal
maupun non verbal dari pengirim ke penerima pesan dengan tujuan adanya
perubahan baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor (Mundakir,
2006).
Komunikasi sangat diperlukan dalam hubungan antar individu di
kehidupan sehari-hari. Kerjasama dan koordinasi yang baik akan tercapai saat
komunikasi yang dibangun baik dan hubungan yang harmonis akan tercapai saat
komunikasi yang dibangun baik pula. Setiap komunikasi memiliki tujuan masingmasing, baik antara penyampaian informasi dan yang mencari informasi
(Priyanto, 2009)
10
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi
1.
Perkembangan
Usia seseorang berpengaruh terhadap cara seseorang berkomunikasi baik
dari segi bahasa maupun proses pikir orang tersebut. Sangat perlu mempelajari
bahasa sesuai umur ketika berkomunikasi, sehingga komunikasi dapat berjalan
lancar (Priyanto, 2009).
2.
Nilai
Nilai adalah keyakinan yang dianut seseorang. Jalan hidup seseorang
dipengaruhi oleh keyakinan, fikiran dan tingkah lakunya. Nilai seseorang berbeda
satu sama lainnya (Mundakir, 2006). Nilai adalah standar yang mempengaruhi
perilaku seseorang termasuk dalam berkomunikasi(Priyanto, 2009).
3.
Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau
peristiwa. Persepsi sendiri dibentuk dari harapan atau pengalaman. Perbedaan
persepsi dapat menghambat komunikasi (Priyanto,2009). Persepsi akan sangat
mempengaruhi jalannya komunikasi karena proses komunikasi harus ada persepsi
dan pengertian yang sama tentang pesan yang disampaikan dan diterima oleh
kedua belah pihak (Mundakir, 2006).
4.
Latar Belakang
Bahasa dan gaya bahasa akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya.
Budaya akan membatasi seseorang bertindak atau berkomunikasi(Priyanto, 2009).
Faktor ini memang sedikit pengaruhnya namun peling tidak dapat dijadikan
pegangan dalam bertutur kata,bersikap dan melangkah dalam berkomunikasi
(Mundakir, 2006).
11
Universitas Sumatera Utara
5.
Emosi
Emosi adalah subjektif seseorang dalam merasakan situasi yang terjadi
disekelilingnya. Kekuatan emosi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana
kemampuan atau kesanggupan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain
(Mundakir, 2006). Emosi seperti marah, sedih dan senang akan dapat
mempengaruhi seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain (Priyanto,
2009).
6.
Jenis Kelamin
Setiap jenis kelamin baik wanita maupun pria mempunyai gaya
komunikasi yang berbeda-beda. Disebutkan bahwa wanita dan laki-laki
mempunyai perbedaan gaya dalam berkomunikasi(Priyanto, 2009).
7.
Pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan.
Seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit merespon pertanyaan
yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih
tinggi(Priyanto,2009).
8.
Peran dan Hubungan
Peran seseorang mempengaruhi dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Komunikasi akan berlangsung terbuka, rileks dan nyaman bila dilakukan
dengan kelompok yang mempunyai peran sama (Mundakir,2006).
9. Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif.
Suasana yang bising dan tidak adanya privasi akan menimbulkan kerancuan,
12
Universitas Sumatera Utara
ketegangan, dan ketidaknyamanan(Priyanto, 2009). Banyak orang bersedia
melayani komunikasi dalam lingkungan yang nyaman. Lingkungan yang kacau
akan dapat merusak pesan yang dikirim oleh kedua belah pihak (Mundakir, 2006).
10. Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu dapat menimbulkan
rasa aman. Seperti misalnya orang akan merasa terancam bilaorang yang tidak
dikenal tiba-tiba berada pada jarak yang sangat dekat dengan dirinya (Priyanto,
2009).
2.1.3
Unsur-unsur Komunikasi
Komunikasi
dapat
terjadi
apabila
didukung
dengan
unsur-unsur
komunikasi yang meliputi sumber, pesan, media, penerima, efek, serta umpan
balik (Nasir, dkk, 2009).
1.
Sumber
Sumber merupakan orang yang pertama atau memprakarsai untuk memulai
terjadinya proses komunikasi. Hal ini disebabkan karena semua peristiwa
komunikasi akan melibatkan dan tergantung dari sumber sebagai pembuat atau
pengirim informasi.
2.
Pesan
Pesan adalah produk utama komunikasi. Pesan berupa lambinglambang
yang menjalankan isi/ide/gagasan, sikap, perasaan, praktik, atau tindakan. Pesan
dapat berbentuk kata-kata tertulis, lisan, gambar-gambar, angka-angka, benda,
gerak-ferik, atau tingkah laku.
3.
Media
13
Universitas Sumatera Utara
Media merupakan sarana yang digunakan oleh komunikator untuk
memindahkan pesan dari pihak satu ke pihak lainnya.
4.
Penerima
Penerima merupakan objek sasaran pesan yang dikirim oleh pengirim
pesan.
Hal-hal
yang
perlu
diperhatikan
adalah
karakteristik,
budaya,
carapenyampaian, pemahaman, waktu, lingkungan fisik dan psikologis, tingkat
kebutuhan.
5.
Efek/pengaruh
Efek merupakan perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan
dilakukan penerima pesan sebelum dan sesudah menerima pesan. Efek/pengaruh
bias terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tingkah laku individu.
6.
Lingkungan
Lingkungan merupakan situasi yang dapat mempengaruhi proses
komunikasi mulai dari sumber yang menyampaikan pesan, sampai pada efek atau
pengaruh pesan terhadap penerima pesan.
2.1.4
Fungsi Komunikasi
Menurut Nasir, dkk, 2009 adabeberapa fungsi komunikasi secara umum:
1.
Dapat menyampaikan pikiran atau perasaan
2.
Tidak terasing atau terisolir dari lingkungan
3.
Dapat mengajarkan atau memberitahukan sesuatu
4.
Dapat mengetahui atau mempelajari peristiwa di lingkungan
5.
Dapat mengenal diri sendiri
6.
Dapat memperoleh hiburan atau menghibur orang lain
7.
Dapat mengurangi atau menghilangkan perasaan tegang
14
Universitas Sumatera Utara
8.
Dapat mengisi waktu luang
9.
Dapat menambah pengetahuan dan mengubah sikap, serta perilaku
kebiasaan
10.
Dapat membujuk atau memaksa orang lain agar berpendapat, bersikap atau
berperilaku sebagaimana yang diharapkan.
2.2.
Keluarga
2.2.1
Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1998). Keluarga
adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adaptasi dan
kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial individu yang
ada di dalamnya, dilihat dari interaksi yang reguler dan ditandai dengan adanya
ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum (Ali, 2009).
Keluarga dipandang sebagai suatu kesatuan yang unik dalam menghadapi
masalah. Keunikannya terlihat dengan cara berkomunikasi, mengambil keputusan,
sikap, nilai, cita-cita, hubungan dengan masyarakat luas dan gaya hidup yang
tidak sama antara satu keluarga dan keluarga lainya. Perbedaan itu dipengaruhi
oleh lingkungan, zaman dan geografis, keluarga di desa sangat berbeda dengan di
kota dalam hal besarnya keluarga, struktur, nilai, dan juga gaya hidupnya (Ali,
2009)
15
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Pola Komunikasi Keluarga
Menurut Friedman, 1998 komunikasi keluarga didefenisikan sebagai suatu
proses
simbolik,
transaksional
untuk
menciptakan
dan
mengungkapkan
pengertian dalam keluarga. Pola komunikasi keluarga ada dua, yaitu pola
komunikasi keluarga fungsional dan pola komunikasi keluarga disfungsional.
1.
Pola Komunikasi Keluarga Fungsional
Komunikasi fungsional dipandang sebagai kunci bagi sebuah keluarga
yang berhasil dan sehat, transmisi langsung, dan penyambutan terhadap pesan,
baik tingkat instruksi maupun isi, dan juga kesesuaian antara tingkat
printah/instruksi dan isi. Komunikasi fungsional dalam lingkungan keluarga
menuntut bahwa maksud dan artidari pengirim yang dikirim lewat saluran-saluran
yang relatif jelas dan bahwa penerima pesan mempunyai suatu pemahaman
terhadap arti dari pesan itu yang mirip dengan pengirim (Friedman 1998).
Komunikasi yang efektif akan mencocokkan arti, mencapai konsistensi,
dan mencapai kesesuaian antara pesan yang diterima dan diharapkan. Dengan
demikian komunikasi yang efektif dalam keluarga merupakan suatu proses
definisi konstan dan redefinisi yang akan mencapai suatu kecocokan dari pesan
tingkat instruksi dan isi. Baik pengirim dan penerima harus terlibat secara aktif
dan mampu saling tukar-menukar posisi dengan menjadi pengirim maupun
penerima selama proses berlangsungnya.
Pola-pola komunikasi dalam sistem keluarga mempunyai suatu pengaruh
besar terhadap anggota individu. Individualisasi, belajar tentang orang lain,
perkembangan dan mempertahankan harga diri dan mampu membuat pilihan,
16
Universitas Sumatera Utara
semuanya tergantung kepada informasi yang masuk melewati para anggota
keluarga.
Sebuah keluarga yang fungsional menggunakan komunikasi untuk
menciptakan suatu hubungan timbal balik yang bermanfaat. Interaksinya
menyatakan adanya suatu toleransi dan memahami ketidaksempurnaan dan
individualitas anggota. Dengan adanya suatu keterbukaan dan kejujuran yang
cukup jelas, anggota keluarga mampumengakui kebutuhan dan emosi satu sama
lain.
Pola-pola komunikasi dalam sebuah keluarga fungsional menunjukkan
adanya penyambutan terhadap perbedaan, dan juga penilaian minimum dan kritik
tidak realistis yang dilontarkan satu sama lain. Penilaian terhadapperilaku
individual diharuskan oleh tekanan tuntutan sosial eksternal atau perlunya sistem
keluarga atau perkembangan pribadi, melahirkan penilaian yang sehat dalam
keluarga secara keseluruhan.
Komunikasi dalam keluarga yang sehat merupakan proses dua arah yang
sangat dinamis. Pesan tidak semata- mata hanya dikirim dan diterima oleh seorang
penerima dan pengirim. Akan tetapi, sifat dinamis dari komunikasi ini
menciptakan interaksi fungsional yangkompleks dan tidak bisa diprediksi. Bahkan
dalam keluarga yang paling sehat sekali pun, komunikasi banyak kali menjadi
renggang dan problematis. Dalam keluarga fungsional, telah dicatat bahwa
perasaan dari para anggota keluarga merupakan ekspresi yang diperbolehkan.
Ciri pertama dari keluarga sehat adalah komunikasi yang jelas dan
kemampuan mendengar satu sama lain. Komunikasi sangat penting bagi
kedekatan hubungan agar berkembang dan terpelihara. Kemampuan anggota
17
Universitas Sumatera Utara
keluarga untuk mengenal dan memberi respon terhadap peran-peran non verbal,
diidentifikasi sebagai suatu atribut penting keluarga sehat (Friedman, 1998) .
2.
Pola Komunikasi Keluarga Disfungsional.
Komunikasi disfungsional didefenisikan sebagai suatu pengiriman dan
penerimaan isidan instruksi/ perintah dari pesan yang tidak jelas antara isi dan
perintah dari pesan. Salah satu faktor utama yang melahirkan pola-pola
komunikasi yang tidak berfungsi (disfungsional) adanya harga diri yang rendah
dari keluarga maupun anggota. Tiga nilai terkait yang terus menerus
menghidupkan harga diri rendah adalah pemusatan pada diri sendiri, perlunya
persetujuan total, dan kurangnya empati ( Friedman, 1998).
Pemusatan pada diri sendiri dicirikan dengan memfokuskan pada
kebutuhan sendiri seseorang untuk mengesampingkan kebutuhan, perasaan dan
perspektif orang lain. Jika individu ini harus memberi, mereka akan
melakukannya dengan enggan dan dengan cara bermusuhan, defensif dan
mengorbankan diri. Dengan demikian tawar-menawar atau negosiasi secara
efektif merupakan hal yang sulit, karena orang orang-orang memusatkan pada diri
sendiri percaya bahwa mereka tidak bisa kehilangan sekecil apapun yang mereka
harus berikan (Friedman, 1998).
Nilai yang dimiliki keluarga menyangkut upaya memelihara persetujuan
total dan menghindari tercetusnya konflik karena berbeda satu sama lain,
meskipun apa yang secara tepat bahwa masing-masing berbeda yang mungkin
sulit dijelaskan. Perbedaan dalam opini-opini, kebiasaan-kebiasaan, keinginan,
dan harapan-harapan mungkin dipandang sebagai suatu ancaman karena hal itu
dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan sadar bahwa mereka adalah individu18
Universitas Sumatera Utara
individu yang berbeda. Sebagai bagian dari proses sosialisasi, anggota keluarga
mempelajari nilai-nilai yang sama dan cara-cara untuk berhubungan dan begitu
pula memiliki kesulitan mengenal dan menginterpretasikan bermacam-macam
perasaan dan pengalaman.
Kurang empati saat anggota keluarga tidak dapat mengenal efek dari
pikiran, perasaan dan perilaku mereka sendiri terhadap anggota keluarga lain dan
dengan berpura-pura tidak punya perhatikan sehingga individu ini boleh jadi
mengalami perasaan tidak memiliki kekuatan, menciptakan iklim ketegangan,
ketakutan dan/atau bersalah.
Dari sebab itu tahap ini membentuk sebuah gaya komunikasi yang
membingungkan, kabur, tidak langsung, tidak jelas, dengan sikap bertahan bukan
terbuka, jelas dan sopan. Komunikasi dari pengirim yang disfungsional bersifat
defensif secara pasif maupun aktif dan sering kali menghapuskan kemungkinan
untuk mencari umpan balik yang jelas dari penerima. Komunikasi yang tidak
sehat pada pengirim dibagi dalam lima kategori; asumsi-asumsi, ungkapan
perasaan-perasaan yang tidak jelas, ekspresi yang menghakimi, ketidakmampuan
mendefenisikan kebutuhan- kebutuhan, komunikasi yang tidak cocok.
Jika penerimanya tidak berfungsi (disfungsional) maka akan terjadi
kegagalan komunikasi karena pesan tidak diterima sebagai mana diharapkan,
mengingat
kegagalan
penerima
mendengar,
menggunakan
diskualifikasi,
memberikan respon secara efensif, gagal menggali pesan pengirim, gagal
memvalidasi pesan. Proses yang disfungsional biasanya tidak jelas dan maksud
dari komunikasi pun tidak jelas atau tersembunyi
19
Universitas Sumatera Utara
2.3
Depresi
2.3.1
Pengertian Depresi
Depresi adalah suatu penyakit jiwa dengan gejala utama sedih, murung,
putus asa, merana dan tidak berharga. Depresi juga dapat berupa sekumpulan
gejala atau sindroma (disertai perubahan kognitif, psikomotor dan vegetatif).
gejala lainnya depresi juga mengalami gangguan dari beberapa segi antara lain
segi psikis gejalanya seperti perasaan kosong, konsentrasi, ingatan, terhambat
dalam berpikir dan segi somatik gejalanya seperti mengalami gangguan berat
badan, gangguan tidur, gangguan libido, gangguan perut sampai obesitas,
gangguanvegetatif dalam bentuk berdebar-debar, sesak nafas, tremor dan
kecemasaan (Soetjiningsih, 2004).
Depresi merupakan suatu gangguan alam perasaan (suasana hati atau
mood) yang ditandai dengan tidak bersemangat, merasa tidak berharga, merasa
hidupnya hampa, tidak ada harapan, pemikiran berpusat pada kegagalan,
kesalahan atau menuduh diri, perasaan sedih yang berlebihan, murung, sering
disertai iri dan pikiran bunuh diri. Depresi biasanya memerlukan pengobatan
jangka panjang, meskipun demikian, banyak penderita depresi yang merasa
nyaman dan bisa beraktivitas seperti biasa setelah minum obat (Jiwo, 2012).
Depresi mempunyai bentuk yang bermacam-macam. Kata depresi
sebagaimana yang dipakai dalam bahasa sehari-hari mengacu sedikitnya pada dua
keadaan yaitu suasana hati dan keadaan sakit. Suasana hati yang tertekan adalah
perasaan sedih, sakit dan derita yang pernah dialami oleh setiap orang
(Marin,2003).
20
Universitas Sumatera Utara
Depresi juga digunakan untuk menggambarkan sekelompok gejala. Gejala
yang paling banyak dinyatakan adalah kesedihan yang terus-menerus dari suasana
hati yang khas terjadi akibat terjadinya rasa kehilangan. Suasana hati yang
cenderung mudah tertekan ini mempengaruhi keseluruhan kepribadian. Penderita
dalam kehidupan mentalnya tenggelam dalam rasa kehilangan yang nyata atau
yang hanya bayangan belaka. Kehidupan sosial pada lanjut usia menarik diri dari
pergaulan dengan keluarga dan teman-temannya dan dalam kehidupan rohaninya
terganggu oleh perasaan-perasaan terasing. Penderita tersebut dapat juga secara
fisik terganggu oleh nafsu makan yang turun, berat badan yang turun dan
insomnia (penyakit sulit tidur). Perasaan putus asa dan pikiran untuk bunuh diri
juga biasa muncul dalam diri penderita depresi (Kuntjoro, 2002)
Depresi berhubungan dengan perubahan suasana hati yang khas, seperti
kesedihan, kesepian, dan apati, konsep diri negatif, keinginan yang regresif dan
menghukum diri, perubahan-perubahan vegetatif seperti anoreksia, insomnia,
penurunan nafsu makan, perubahan aktivitas seperti retardasi dan agitatif. Depresi
merupakan penyakit mental yang paling sering terjadi pada pasien berusia diatas
60 tahun dan merupakan contoh penyakit yang paling umum dengan tampilan
gejala yang tidak spesifik atau tidak khas pada pasien geriatri. Depresi pada
pasien geriatri adalah masalah besar yang mempunyai konsekuensi medis, sosial,
dan ekonomi. Hal ini menyebabkan penderitaan bagi pasien, dan keluarganya,
memperburuk kondisi medis dan membutuhkan sistem pendukung yang mahal.
Depresi pada geriatri sulit untuk diidentifikasi, sehingga terlambat untuk diterapi,
karena perbedaan pola gejala tiap kelompok umur. Depresi pada geriatri sering
21
Universitas Sumatera Utara
tidak diakui oleh pasien dan tidak dikenali dokter karena gejalanya yang tumpang
tindih (Setyohadi, 2006).
Depresi timbul akibat adanya dorongan negatif dari super ego yang
direpresi dan lambat laun akan tertimbun dialam bawah sadar. Sehingga depresi
adalah sebentuk penderitaan emosional. Kekecewaan ataupun ketidakpuasan
secara emosional yang direpresi tidak secara otomatis akan hilang, melainkan
sewaktu-waktu akan muncul (Syamsudin, 2006).
2.3.2
Penyebab Depresi
Banyak faktor yang menyebabkan lansia mengalami depresi diantaranya
yaitu faktor biologis, faktor psikologik, dan faktor sosial. Terjadinya depresi pada
lansia merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor tersebut. Faktor sosial adalah
berkurangnya interaksi sosial, kesepian, berkabung, kesedihan, dan kemiskinan.
Faktor psikologik dapat berupa rasa rendah diri, kurang rasa keakraban
dan menderita penyakit fisik, sedangkan faktor biologi yaitu hilangnya sejumlah
neurotransmitter di otak, resiko genetik maupun adanya penyakit fisik. Menurut
eori Erickson lansia merupakan suatu tahap proses menua yang dengan
bertambahnya umur lansia melalui tahapan-tahapan yang sangat sulit untuk
dilewati. Lansia yang sukses melewatinya, maka lansia akan dapat beradaptasi
dengan perubahan tersebut. Kebanyakan lansia tidak dapat melewatinya, apabila
lansia dapat menerima perubahan seiring bertambahnya umur, maka lansia akan
dapat melewati hidup dengan damai dan bijaksana. Lansia yang tidak
dapatmelewatinya, maka lansia akan merasa bahwa hidup ini terlalu pendek dan
tidak dapat menerima perubahan sesuai bertambahnya umur. Lansia akan
22
Universitas Sumatera Utara
melakukan pemberontakan, marah, putus asa, dan merasakan kesedihan. Kondisi
ini akan menyebabkan lansia mengalami depresi (Setyohadi, 2006).
2.3.3
Tanda dan Gejala Depresi
Menurut pedoman dan penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)-
III (2001), gangguan depresi ditandai oleh dua gejala, yaitu yang pertama
adalahgejala utama yang terdiri dari mood yang depresi, hilangnya minat dan
semangat, dan mudah lelah atau tenaga hilang. Gejala yang kedua adalah gejala
lainya terdiri dari konsentrasi menurun, harga diri menurun, perasaan bersalah dan
tidak berguna, pesimis terhadap masa depan, ide bunuh diri atau gagasan
membahayakan diri sendiri, pola tidur berubah, nafsu makan menurun (Depkes,
2000).
2.3.4
Faktor Resiko Depresi
Faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinyadepresi adalah sebagai
berikut: kehilangan/meninggalnya orang (objek) yang dicintai, sikap pesimistik,
kecenderungan
berasumsi
negatif
terhadap
suatu
pengalaman
yang
mengecewakan, kehilangan integritas pribadi, dan penyakit degeneratif kronik,
tanpa dukungan sosial yang adekuat (Tamher dan Noorkasiani, 2009).
2.4
Lanjut usia
2.4.1 Pengertian Lansia
Lansia atau lanjut usia adalah tahap akhir dari siklus kehidupan manusia
dan merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan
akan dialami oleh setiap individu. Lansia dengan berbagai perubahan-perubahan
baik anatomis, biologis, fisiologis maupun psikologis yang menjadikan mereka
kelompok yang rentan terhadap berbagai permasalahan kesehatan (Juniarti, 2008
23
Universitas Sumatera Utara
dalam Heningsih, 2014). Lansia mengalami masa penurunan berbagai hal,
penurunan kemampuan fisik, penurunan aktivitas rutin, mulai berhenti bekerja,
mulai ditinggal oleh anak-anak. Sehingga seringkali muncul perasaan kesepian,
tidak berguna dan tidak diperlukan oleh lingkungan (Hidayat, 2009). Usia lanjut
dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia.
Undang-undang No.13 Tahun 1998 tentang kesehatan bahwa lansia adalah
seseorang telah mecapai usia 60 tahun (Maryam, 2008).
2.4.2
Pengelompokan Lanjut Usia
Menurut WHO lanjut usia ada tiga tahap yaitu:
a.
Usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun
b.
Lanjut usia (elderly)60-74 tahn
c.
Lanjut usia tua (old)75-90 tahun
d.
Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
2.4.3
Permasalahan Khusus Lanjut Usia
a.
Gangguan fisik, pada lanjut usia akan mengalami berbagai perubahan fisik
yaitu berkurangnya ketajaman panca indra, turunya kekuatan motorik,
perubahan penampilan fisik, kemunduran efisiensi intergratif susunan
saraf pusat, kelemahan ingatan dan penurunan intelegensi.
b.
Kehilangan dalam bidang sosial, lansia kehilangan keluarga atau
kedudukan sosial, uang, pekerjaan dan tempat tinggal.
c.
Sex pada lansia, orang berusia lanjut dapat saja mempunyai kehidupan sex
yang aktif sampe umur 60 tahun, libido dan nafsu seksual penting pada
lansia, tetapi sering mengakibatkan rasa malu dan binggung pada lansia
24
Universitas Sumatera Utara
sendiri, lansia menganggap sex pada lansia sebagai hal yang tabu dan tidak
wajar.
d.
Adaptasi terhadap lingkungan, kebanyakan lansia kehilangan sumber daya
ditambahkan pada sumber daya yang memang sudah terbatas, kekurangan
kemampuan adaptasi berdasarkan hambatan psikiatrik adalah rasa
khawatir dan takut yang diperoleh dari masa lalu lebih muda dan yang
dimodifikasi, diperkuat dan diuraikan sepanjang masa hidup individu.
e.
Gangguan psikiatrik, yang sering didapat adalah sindromas otak organik
dan psikosis involusi, skizofrenia, psikosa naik depresi dan ketergantungan
obat (Dalami, Suliswati, Rochimah, Suryati & Lestari, 2009).
2.4.4 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
a.
Perubahan fisik, secara fisik lansia akan mengalami perubahan
pendengaran seperti membran timpani atrofi, sehingga terjadi gangguan
pendengaran, Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan. Gangguan
pengelihatan seperti respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap
gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun dan
katarak. Gangguan kulit seperti keriput serta kulit kepala dan rambut
menipis, rambut memutih (uban) kelenjar keringat menurun, kuku keras
dan rapuh. Gangguan belajar dan memori seperti kemampuan belajar
masih ada tetapi relatif menurun, memori menurun karena proses encoding
menurun.
b.
Perubahan sosial, lansia mengalami perubahan sosial keluarga seperti
kesendirian dan kahampaan. Pensiun seperti menjadi PNS akan ada
25
Universitas Sumatera Utara
tabungan (dana pensiun, kalau tidak anak dan cucu yang akan memberi
uang). Lansia yang tinggal di panti jompo merasa dibuang dan diasingkan.
c.
Perubahan psikologis, perubahan psikologis pada lansia meliputi frustasi,
kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian,
perubahan keinginan, depresi dan kecemasaan. Masalah perubahan yang
dialami lansia adalah keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga
bergantung pada orang lain, mencari teman baru untuk menggantikan
suami atau istri yang telah meninggal, pergi jauh atau cacat
(Maryam,2008).
26
Universitas Sumatera Utara
2.5
Kerangka konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Tingkat Depresi Lansia
yang ada di Huta Padang
Pola Komunikasi Keluarga
-
Fungsional
Disfungsional
-
- Normal
Ringan - sedang
- Berat
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Dimana pola komunikasi keluarga menurut Friedmen (1998) bahwa pola
komunikasi keluarga terdiri pola komunikasi fungsional dan pola komunikasi
disfungsional dan pola komunikasi itu yang menjadi katagori pola komuniukasi
keluarga yaitu fungsional dan disfungsional menjadi variabel independen yang
berhubungan dengan tingkat depresi lansia yang meliputi tiga kategori yaitu
normal, ringan sampai sedang, berat yang menjadi variabel dependen.
27
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi
2.1.1
Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran ide, perasaan dan pikiran
antara dua orang atau lebih yang bertujuan untuk terjadinya perubahan sikap dan
tingkah laku serta penyesuaian yang dinamis antara orang-orang yang terlibat
dalam komunikasi (Suryani,2006). Komunikasi merupakan proses pengiriman
atau pertukaran (stimulus, signal, simbol, informasi) baik dalam bentuk verbal
maupun non verbal dari pengirim ke penerima pesan dengan tujuan adanya
perubahan baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor (Mundakir,
2006).
Komunikasi sangat diperlukan dalam hubungan antar individu di
kehidupan sehari-hari. Kerjasama dan koordinasi yang baik akan tercapai saat
komunikasi yang dibangun baik dan hubungan yang harmonis akan tercapai saat
komunikasi yang dibangun baik pula. Setiap komunikasi memiliki tujuan masingmasing, baik antara penyampaian informasi dan yang mencari informasi
(Priyanto, 2009)
10
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi
1.
Perkembangan
Usia seseorang berpengaruh terhadap cara seseorang berkomunikasi baik
dari segi bahasa maupun proses pikir orang tersebut. Sangat perlu mempelajari
bahasa sesuai umur ketika berkomunikasi, sehingga komunikasi dapat berjalan
lancar (Priyanto, 2009).
2.
Nilai
Nilai adalah keyakinan yang dianut seseorang. Jalan hidup seseorang
dipengaruhi oleh keyakinan, fikiran dan tingkah lakunya. Nilai seseorang berbeda
satu sama lainnya (Mundakir, 2006). Nilai adalah standar yang mempengaruhi
perilaku seseorang termasuk dalam berkomunikasi(Priyanto, 2009).
3.
Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau
peristiwa. Persepsi sendiri dibentuk dari harapan atau pengalaman. Perbedaan
persepsi dapat menghambat komunikasi (Priyanto,2009). Persepsi akan sangat
mempengaruhi jalannya komunikasi karena proses komunikasi harus ada persepsi
dan pengertian yang sama tentang pesan yang disampaikan dan diterima oleh
kedua belah pihak (Mundakir, 2006).
4.
Latar Belakang
Bahasa dan gaya bahasa akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya.
Budaya akan membatasi seseorang bertindak atau berkomunikasi(Priyanto, 2009).
Faktor ini memang sedikit pengaruhnya namun peling tidak dapat dijadikan
pegangan dalam bertutur kata,bersikap dan melangkah dalam berkomunikasi
(Mundakir, 2006).
11
Universitas Sumatera Utara
5.
Emosi
Emosi adalah subjektif seseorang dalam merasakan situasi yang terjadi
disekelilingnya. Kekuatan emosi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana
kemampuan atau kesanggupan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain
(Mundakir, 2006). Emosi seperti marah, sedih dan senang akan dapat
mempengaruhi seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain (Priyanto,
2009).
6.
Jenis Kelamin
Setiap jenis kelamin baik wanita maupun pria mempunyai gaya
komunikasi yang berbeda-beda. Disebutkan bahwa wanita dan laki-laki
mempunyai perbedaan gaya dalam berkomunikasi(Priyanto, 2009).
7.
Pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan.
Seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit merespon pertanyaan
yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih
tinggi(Priyanto,2009).
8.
Peran dan Hubungan
Peran seseorang mempengaruhi dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Komunikasi akan berlangsung terbuka, rileks dan nyaman bila dilakukan
dengan kelompok yang mempunyai peran sama (Mundakir,2006).
9. Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif.
Suasana yang bising dan tidak adanya privasi akan menimbulkan kerancuan,
12
Universitas Sumatera Utara
ketegangan, dan ketidaknyamanan(Priyanto, 2009). Banyak orang bersedia
melayani komunikasi dalam lingkungan yang nyaman. Lingkungan yang kacau
akan dapat merusak pesan yang dikirim oleh kedua belah pihak (Mundakir, 2006).
10. Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu dapat menimbulkan
rasa aman. Seperti misalnya orang akan merasa terancam bilaorang yang tidak
dikenal tiba-tiba berada pada jarak yang sangat dekat dengan dirinya (Priyanto,
2009).
2.1.3
Unsur-unsur Komunikasi
Komunikasi
dapat
terjadi
apabila
didukung
dengan
unsur-unsur
komunikasi yang meliputi sumber, pesan, media, penerima, efek, serta umpan
balik (Nasir, dkk, 2009).
1.
Sumber
Sumber merupakan orang yang pertama atau memprakarsai untuk memulai
terjadinya proses komunikasi. Hal ini disebabkan karena semua peristiwa
komunikasi akan melibatkan dan tergantung dari sumber sebagai pembuat atau
pengirim informasi.
2.
Pesan
Pesan adalah produk utama komunikasi. Pesan berupa lambinglambang
yang menjalankan isi/ide/gagasan, sikap, perasaan, praktik, atau tindakan. Pesan
dapat berbentuk kata-kata tertulis, lisan, gambar-gambar, angka-angka, benda,
gerak-ferik, atau tingkah laku.
3.
Media
13
Universitas Sumatera Utara
Media merupakan sarana yang digunakan oleh komunikator untuk
memindahkan pesan dari pihak satu ke pihak lainnya.
4.
Penerima
Penerima merupakan objek sasaran pesan yang dikirim oleh pengirim
pesan.
Hal-hal
yang
perlu
diperhatikan
adalah
karakteristik,
budaya,
carapenyampaian, pemahaman, waktu, lingkungan fisik dan psikologis, tingkat
kebutuhan.
5.
Efek/pengaruh
Efek merupakan perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan
dilakukan penerima pesan sebelum dan sesudah menerima pesan. Efek/pengaruh
bias terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tingkah laku individu.
6.
Lingkungan
Lingkungan merupakan situasi yang dapat mempengaruhi proses
komunikasi mulai dari sumber yang menyampaikan pesan, sampai pada efek atau
pengaruh pesan terhadap penerima pesan.
2.1.4
Fungsi Komunikasi
Menurut Nasir, dkk, 2009 adabeberapa fungsi komunikasi secara umum:
1.
Dapat menyampaikan pikiran atau perasaan
2.
Tidak terasing atau terisolir dari lingkungan
3.
Dapat mengajarkan atau memberitahukan sesuatu
4.
Dapat mengetahui atau mempelajari peristiwa di lingkungan
5.
Dapat mengenal diri sendiri
6.
Dapat memperoleh hiburan atau menghibur orang lain
7.
Dapat mengurangi atau menghilangkan perasaan tegang
14
Universitas Sumatera Utara
8.
Dapat mengisi waktu luang
9.
Dapat menambah pengetahuan dan mengubah sikap, serta perilaku
kebiasaan
10.
Dapat membujuk atau memaksa orang lain agar berpendapat, bersikap atau
berperilaku sebagaimana yang diharapkan.
2.2.
Keluarga
2.2.1
Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1998). Keluarga
adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adaptasi dan
kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial individu yang
ada di dalamnya, dilihat dari interaksi yang reguler dan ditandai dengan adanya
ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum (Ali, 2009).
Keluarga dipandang sebagai suatu kesatuan yang unik dalam menghadapi
masalah. Keunikannya terlihat dengan cara berkomunikasi, mengambil keputusan,
sikap, nilai, cita-cita, hubungan dengan masyarakat luas dan gaya hidup yang
tidak sama antara satu keluarga dan keluarga lainya. Perbedaan itu dipengaruhi
oleh lingkungan, zaman dan geografis, keluarga di desa sangat berbeda dengan di
kota dalam hal besarnya keluarga, struktur, nilai, dan juga gaya hidupnya (Ali,
2009)
15
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Pola Komunikasi Keluarga
Menurut Friedman, 1998 komunikasi keluarga didefenisikan sebagai suatu
proses
simbolik,
transaksional
untuk
menciptakan
dan
mengungkapkan
pengertian dalam keluarga. Pola komunikasi keluarga ada dua, yaitu pola
komunikasi keluarga fungsional dan pola komunikasi keluarga disfungsional.
1.
Pola Komunikasi Keluarga Fungsional
Komunikasi fungsional dipandang sebagai kunci bagi sebuah keluarga
yang berhasil dan sehat, transmisi langsung, dan penyambutan terhadap pesan,
baik tingkat instruksi maupun isi, dan juga kesesuaian antara tingkat
printah/instruksi dan isi. Komunikasi fungsional dalam lingkungan keluarga
menuntut bahwa maksud dan artidari pengirim yang dikirim lewat saluran-saluran
yang relatif jelas dan bahwa penerima pesan mempunyai suatu pemahaman
terhadap arti dari pesan itu yang mirip dengan pengirim (Friedman 1998).
Komunikasi yang efektif akan mencocokkan arti, mencapai konsistensi,
dan mencapai kesesuaian antara pesan yang diterima dan diharapkan. Dengan
demikian komunikasi yang efektif dalam keluarga merupakan suatu proses
definisi konstan dan redefinisi yang akan mencapai suatu kecocokan dari pesan
tingkat instruksi dan isi. Baik pengirim dan penerima harus terlibat secara aktif
dan mampu saling tukar-menukar posisi dengan menjadi pengirim maupun
penerima selama proses berlangsungnya.
Pola-pola komunikasi dalam sistem keluarga mempunyai suatu pengaruh
besar terhadap anggota individu. Individualisasi, belajar tentang orang lain,
perkembangan dan mempertahankan harga diri dan mampu membuat pilihan,
16
Universitas Sumatera Utara
semuanya tergantung kepada informasi yang masuk melewati para anggota
keluarga.
Sebuah keluarga yang fungsional menggunakan komunikasi untuk
menciptakan suatu hubungan timbal balik yang bermanfaat. Interaksinya
menyatakan adanya suatu toleransi dan memahami ketidaksempurnaan dan
individualitas anggota. Dengan adanya suatu keterbukaan dan kejujuran yang
cukup jelas, anggota keluarga mampumengakui kebutuhan dan emosi satu sama
lain.
Pola-pola komunikasi dalam sebuah keluarga fungsional menunjukkan
adanya penyambutan terhadap perbedaan, dan juga penilaian minimum dan kritik
tidak realistis yang dilontarkan satu sama lain. Penilaian terhadapperilaku
individual diharuskan oleh tekanan tuntutan sosial eksternal atau perlunya sistem
keluarga atau perkembangan pribadi, melahirkan penilaian yang sehat dalam
keluarga secara keseluruhan.
Komunikasi dalam keluarga yang sehat merupakan proses dua arah yang
sangat dinamis. Pesan tidak semata- mata hanya dikirim dan diterima oleh seorang
penerima dan pengirim. Akan tetapi, sifat dinamis dari komunikasi ini
menciptakan interaksi fungsional yangkompleks dan tidak bisa diprediksi. Bahkan
dalam keluarga yang paling sehat sekali pun, komunikasi banyak kali menjadi
renggang dan problematis. Dalam keluarga fungsional, telah dicatat bahwa
perasaan dari para anggota keluarga merupakan ekspresi yang diperbolehkan.
Ciri pertama dari keluarga sehat adalah komunikasi yang jelas dan
kemampuan mendengar satu sama lain. Komunikasi sangat penting bagi
kedekatan hubungan agar berkembang dan terpelihara. Kemampuan anggota
17
Universitas Sumatera Utara
keluarga untuk mengenal dan memberi respon terhadap peran-peran non verbal,
diidentifikasi sebagai suatu atribut penting keluarga sehat (Friedman, 1998) .
2.
Pola Komunikasi Keluarga Disfungsional.
Komunikasi disfungsional didefenisikan sebagai suatu pengiriman dan
penerimaan isidan instruksi/ perintah dari pesan yang tidak jelas antara isi dan
perintah dari pesan. Salah satu faktor utama yang melahirkan pola-pola
komunikasi yang tidak berfungsi (disfungsional) adanya harga diri yang rendah
dari keluarga maupun anggota. Tiga nilai terkait yang terus menerus
menghidupkan harga diri rendah adalah pemusatan pada diri sendiri, perlunya
persetujuan total, dan kurangnya empati ( Friedman, 1998).
Pemusatan pada diri sendiri dicirikan dengan memfokuskan pada
kebutuhan sendiri seseorang untuk mengesampingkan kebutuhan, perasaan dan
perspektif orang lain. Jika individu ini harus memberi, mereka akan
melakukannya dengan enggan dan dengan cara bermusuhan, defensif dan
mengorbankan diri. Dengan demikian tawar-menawar atau negosiasi secara
efektif merupakan hal yang sulit, karena orang orang-orang memusatkan pada diri
sendiri percaya bahwa mereka tidak bisa kehilangan sekecil apapun yang mereka
harus berikan (Friedman, 1998).
Nilai yang dimiliki keluarga menyangkut upaya memelihara persetujuan
total dan menghindari tercetusnya konflik karena berbeda satu sama lain,
meskipun apa yang secara tepat bahwa masing-masing berbeda yang mungkin
sulit dijelaskan. Perbedaan dalam opini-opini, kebiasaan-kebiasaan, keinginan,
dan harapan-harapan mungkin dipandang sebagai suatu ancaman karena hal itu
dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan sadar bahwa mereka adalah individu18
Universitas Sumatera Utara
individu yang berbeda. Sebagai bagian dari proses sosialisasi, anggota keluarga
mempelajari nilai-nilai yang sama dan cara-cara untuk berhubungan dan begitu
pula memiliki kesulitan mengenal dan menginterpretasikan bermacam-macam
perasaan dan pengalaman.
Kurang empati saat anggota keluarga tidak dapat mengenal efek dari
pikiran, perasaan dan perilaku mereka sendiri terhadap anggota keluarga lain dan
dengan berpura-pura tidak punya perhatikan sehingga individu ini boleh jadi
mengalami perasaan tidak memiliki kekuatan, menciptakan iklim ketegangan,
ketakutan dan/atau bersalah.
Dari sebab itu tahap ini membentuk sebuah gaya komunikasi yang
membingungkan, kabur, tidak langsung, tidak jelas, dengan sikap bertahan bukan
terbuka, jelas dan sopan. Komunikasi dari pengirim yang disfungsional bersifat
defensif secara pasif maupun aktif dan sering kali menghapuskan kemungkinan
untuk mencari umpan balik yang jelas dari penerima. Komunikasi yang tidak
sehat pada pengirim dibagi dalam lima kategori; asumsi-asumsi, ungkapan
perasaan-perasaan yang tidak jelas, ekspresi yang menghakimi, ketidakmampuan
mendefenisikan kebutuhan- kebutuhan, komunikasi yang tidak cocok.
Jika penerimanya tidak berfungsi (disfungsional) maka akan terjadi
kegagalan komunikasi karena pesan tidak diterima sebagai mana diharapkan,
mengingat
kegagalan
penerima
mendengar,
menggunakan
diskualifikasi,
memberikan respon secara efensif, gagal menggali pesan pengirim, gagal
memvalidasi pesan. Proses yang disfungsional biasanya tidak jelas dan maksud
dari komunikasi pun tidak jelas atau tersembunyi
19
Universitas Sumatera Utara
2.3
Depresi
2.3.1
Pengertian Depresi
Depresi adalah suatu penyakit jiwa dengan gejala utama sedih, murung,
putus asa, merana dan tidak berharga. Depresi juga dapat berupa sekumpulan
gejala atau sindroma (disertai perubahan kognitif, psikomotor dan vegetatif).
gejala lainnya depresi juga mengalami gangguan dari beberapa segi antara lain
segi psikis gejalanya seperti perasaan kosong, konsentrasi, ingatan, terhambat
dalam berpikir dan segi somatik gejalanya seperti mengalami gangguan berat
badan, gangguan tidur, gangguan libido, gangguan perut sampai obesitas,
gangguanvegetatif dalam bentuk berdebar-debar, sesak nafas, tremor dan
kecemasaan (Soetjiningsih, 2004).
Depresi merupakan suatu gangguan alam perasaan (suasana hati atau
mood) yang ditandai dengan tidak bersemangat, merasa tidak berharga, merasa
hidupnya hampa, tidak ada harapan, pemikiran berpusat pada kegagalan,
kesalahan atau menuduh diri, perasaan sedih yang berlebihan, murung, sering
disertai iri dan pikiran bunuh diri. Depresi biasanya memerlukan pengobatan
jangka panjang, meskipun demikian, banyak penderita depresi yang merasa
nyaman dan bisa beraktivitas seperti biasa setelah minum obat (Jiwo, 2012).
Depresi mempunyai bentuk yang bermacam-macam. Kata depresi
sebagaimana yang dipakai dalam bahasa sehari-hari mengacu sedikitnya pada dua
keadaan yaitu suasana hati dan keadaan sakit. Suasana hati yang tertekan adalah
perasaan sedih, sakit dan derita yang pernah dialami oleh setiap orang
(Marin,2003).
20
Universitas Sumatera Utara
Depresi juga digunakan untuk menggambarkan sekelompok gejala. Gejala
yang paling banyak dinyatakan adalah kesedihan yang terus-menerus dari suasana
hati yang khas terjadi akibat terjadinya rasa kehilangan. Suasana hati yang
cenderung mudah tertekan ini mempengaruhi keseluruhan kepribadian. Penderita
dalam kehidupan mentalnya tenggelam dalam rasa kehilangan yang nyata atau
yang hanya bayangan belaka. Kehidupan sosial pada lanjut usia menarik diri dari
pergaulan dengan keluarga dan teman-temannya dan dalam kehidupan rohaninya
terganggu oleh perasaan-perasaan terasing. Penderita tersebut dapat juga secara
fisik terganggu oleh nafsu makan yang turun, berat badan yang turun dan
insomnia (penyakit sulit tidur). Perasaan putus asa dan pikiran untuk bunuh diri
juga biasa muncul dalam diri penderita depresi (Kuntjoro, 2002)
Depresi berhubungan dengan perubahan suasana hati yang khas, seperti
kesedihan, kesepian, dan apati, konsep diri negatif, keinginan yang regresif dan
menghukum diri, perubahan-perubahan vegetatif seperti anoreksia, insomnia,
penurunan nafsu makan, perubahan aktivitas seperti retardasi dan agitatif. Depresi
merupakan penyakit mental yang paling sering terjadi pada pasien berusia diatas
60 tahun dan merupakan contoh penyakit yang paling umum dengan tampilan
gejala yang tidak spesifik atau tidak khas pada pasien geriatri. Depresi pada
pasien geriatri adalah masalah besar yang mempunyai konsekuensi medis, sosial,
dan ekonomi. Hal ini menyebabkan penderitaan bagi pasien, dan keluarganya,
memperburuk kondisi medis dan membutuhkan sistem pendukung yang mahal.
Depresi pada geriatri sulit untuk diidentifikasi, sehingga terlambat untuk diterapi,
karena perbedaan pola gejala tiap kelompok umur. Depresi pada geriatri sering
21
Universitas Sumatera Utara
tidak diakui oleh pasien dan tidak dikenali dokter karena gejalanya yang tumpang
tindih (Setyohadi, 2006).
Depresi timbul akibat adanya dorongan negatif dari super ego yang
direpresi dan lambat laun akan tertimbun dialam bawah sadar. Sehingga depresi
adalah sebentuk penderitaan emosional. Kekecewaan ataupun ketidakpuasan
secara emosional yang direpresi tidak secara otomatis akan hilang, melainkan
sewaktu-waktu akan muncul (Syamsudin, 2006).
2.3.2
Penyebab Depresi
Banyak faktor yang menyebabkan lansia mengalami depresi diantaranya
yaitu faktor biologis, faktor psikologik, dan faktor sosial. Terjadinya depresi pada
lansia merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor tersebut. Faktor sosial adalah
berkurangnya interaksi sosial, kesepian, berkabung, kesedihan, dan kemiskinan.
Faktor psikologik dapat berupa rasa rendah diri, kurang rasa keakraban
dan menderita penyakit fisik, sedangkan faktor biologi yaitu hilangnya sejumlah
neurotransmitter di otak, resiko genetik maupun adanya penyakit fisik. Menurut
eori Erickson lansia merupakan suatu tahap proses menua yang dengan
bertambahnya umur lansia melalui tahapan-tahapan yang sangat sulit untuk
dilewati. Lansia yang sukses melewatinya, maka lansia akan dapat beradaptasi
dengan perubahan tersebut. Kebanyakan lansia tidak dapat melewatinya, apabila
lansia dapat menerima perubahan seiring bertambahnya umur, maka lansia akan
dapat melewati hidup dengan damai dan bijaksana. Lansia yang tidak
dapatmelewatinya, maka lansia akan merasa bahwa hidup ini terlalu pendek dan
tidak dapat menerima perubahan sesuai bertambahnya umur. Lansia akan
22
Universitas Sumatera Utara
melakukan pemberontakan, marah, putus asa, dan merasakan kesedihan. Kondisi
ini akan menyebabkan lansia mengalami depresi (Setyohadi, 2006).
2.3.3
Tanda dan Gejala Depresi
Menurut pedoman dan penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)-
III (2001), gangguan depresi ditandai oleh dua gejala, yaitu yang pertama
adalahgejala utama yang terdiri dari mood yang depresi, hilangnya minat dan
semangat, dan mudah lelah atau tenaga hilang. Gejala yang kedua adalah gejala
lainya terdiri dari konsentrasi menurun, harga diri menurun, perasaan bersalah dan
tidak berguna, pesimis terhadap masa depan, ide bunuh diri atau gagasan
membahayakan diri sendiri, pola tidur berubah, nafsu makan menurun (Depkes,
2000).
2.3.4
Faktor Resiko Depresi
Faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinyadepresi adalah sebagai
berikut: kehilangan/meninggalnya orang (objek) yang dicintai, sikap pesimistik,
kecenderungan
berasumsi
negatif
terhadap
suatu
pengalaman
yang
mengecewakan, kehilangan integritas pribadi, dan penyakit degeneratif kronik,
tanpa dukungan sosial yang adekuat (Tamher dan Noorkasiani, 2009).
2.4
Lanjut usia
2.4.1 Pengertian Lansia
Lansia atau lanjut usia adalah tahap akhir dari siklus kehidupan manusia
dan merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan
akan dialami oleh setiap individu. Lansia dengan berbagai perubahan-perubahan
baik anatomis, biologis, fisiologis maupun psikologis yang menjadikan mereka
kelompok yang rentan terhadap berbagai permasalahan kesehatan (Juniarti, 2008
23
Universitas Sumatera Utara
dalam Heningsih, 2014). Lansia mengalami masa penurunan berbagai hal,
penurunan kemampuan fisik, penurunan aktivitas rutin, mulai berhenti bekerja,
mulai ditinggal oleh anak-anak. Sehingga seringkali muncul perasaan kesepian,
tidak berguna dan tidak diperlukan oleh lingkungan (Hidayat, 2009). Usia lanjut
dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia.
Undang-undang No.13 Tahun 1998 tentang kesehatan bahwa lansia adalah
seseorang telah mecapai usia 60 tahun (Maryam, 2008).
2.4.2
Pengelompokan Lanjut Usia
Menurut WHO lanjut usia ada tiga tahap yaitu:
a.
Usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun
b.
Lanjut usia (elderly)60-74 tahn
c.
Lanjut usia tua (old)75-90 tahun
d.
Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
2.4.3
Permasalahan Khusus Lanjut Usia
a.
Gangguan fisik, pada lanjut usia akan mengalami berbagai perubahan fisik
yaitu berkurangnya ketajaman panca indra, turunya kekuatan motorik,
perubahan penampilan fisik, kemunduran efisiensi intergratif susunan
saraf pusat, kelemahan ingatan dan penurunan intelegensi.
b.
Kehilangan dalam bidang sosial, lansia kehilangan keluarga atau
kedudukan sosial, uang, pekerjaan dan tempat tinggal.
c.
Sex pada lansia, orang berusia lanjut dapat saja mempunyai kehidupan sex
yang aktif sampe umur 60 tahun, libido dan nafsu seksual penting pada
lansia, tetapi sering mengakibatkan rasa malu dan binggung pada lansia
24
Universitas Sumatera Utara
sendiri, lansia menganggap sex pada lansia sebagai hal yang tabu dan tidak
wajar.
d.
Adaptasi terhadap lingkungan, kebanyakan lansia kehilangan sumber daya
ditambahkan pada sumber daya yang memang sudah terbatas, kekurangan
kemampuan adaptasi berdasarkan hambatan psikiatrik adalah rasa
khawatir dan takut yang diperoleh dari masa lalu lebih muda dan yang
dimodifikasi, diperkuat dan diuraikan sepanjang masa hidup individu.
e.
Gangguan psikiatrik, yang sering didapat adalah sindromas otak organik
dan psikosis involusi, skizofrenia, psikosa naik depresi dan ketergantungan
obat (Dalami, Suliswati, Rochimah, Suryati & Lestari, 2009).
2.4.4 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
a.
Perubahan fisik, secara fisik lansia akan mengalami perubahan
pendengaran seperti membran timpani atrofi, sehingga terjadi gangguan
pendengaran, Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan. Gangguan
pengelihatan seperti respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap
gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun dan
katarak. Gangguan kulit seperti keriput serta kulit kepala dan rambut
menipis, rambut memutih (uban) kelenjar keringat menurun, kuku keras
dan rapuh. Gangguan belajar dan memori seperti kemampuan belajar
masih ada tetapi relatif menurun, memori menurun karena proses encoding
menurun.
b.
Perubahan sosial, lansia mengalami perubahan sosial keluarga seperti
kesendirian dan kahampaan. Pensiun seperti menjadi PNS akan ada
25
Universitas Sumatera Utara
tabungan (dana pensiun, kalau tidak anak dan cucu yang akan memberi
uang). Lansia yang tinggal di panti jompo merasa dibuang dan diasingkan.
c.
Perubahan psikologis, perubahan psikologis pada lansia meliputi frustasi,
kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian,
perubahan keinginan, depresi dan kecemasaan. Masalah perubahan yang
dialami lansia adalah keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga
bergantung pada orang lain, mencari teman baru untuk menggantikan
suami atau istri yang telah meninggal, pergi jauh atau cacat
(Maryam,2008).
26
Universitas Sumatera Utara
2.5
Kerangka konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Tingkat Depresi Lansia
yang ada di Huta Padang
Pola Komunikasi Keluarga
-
Fungsional
Disfungsional
-
- Normal
Ringan - sedang
- Berat
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Dimana pola komunikasi keluarga menurut Friedmen (1998) bahwa pola
komunikasi keluarga terdiri pola komunikasi fungsional dan pola komunikasi
disfungsional dan pola komunikasi itu yang menjadi katagori pola komuniukasi
keluarga yaitu fungsional dan disfungsional menjadi variabel independen yang
berhubungan dengan tingkat depresi lansia yang meliputi tiga kategori yaitu
normal, ringan sampai sedang, berat yang menjadi variabel dependen.
27
Universitas Sumatera Utara