Hubungan Pola Komunikasi Keluarga Dengan Tingkat Depresi Lanjut Usia di Desa Huta Padang Kecamatan BP. Mandoge Kabupaten Asahan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Manusia dalam hidupnya mengalami perkembangan dalam serangkaian
periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lansia. Semua individu
mengikuti pola perkembangan dengan pasti. Setiap masa yang dilalui merupakan
tahap-tahap yang saling berkaitan dan tidak dapat diulang kembali. Hal-hal yang
terjadi di masa awal perkembangan individu akan memberikan pengaruh terhadap
tahap - tahap selanjutnya. Salah satu tahap yang akan dilalui oleh individu
tersebut adalah masa lanjut usia atau sering disebut lansia (setiawan,2013).
Saat ini di Indonesia ada 23,9 juta orang tergolong lansia. Dari jumlah itu,
menurut data di Kementerian Sosial, 3 juta (tepatnya 2.994.330) di antaranya
telantar. Indonesia termasuk lima besar negara berpenduduk lansia terbesar
didunia. Jumlahnya pun terus meningkat dari waktu ke waktu. Jika pada tahun
1970 penduduk lansia sekitar 5,3 juta jiwa (4,48 persen), tahun 1990 menjadi 12,7
juta jiwa (6,29 persen) dan tahun 2000 mencapai 14,4 juta (7,18 persen). Tahun
2020 diproyeksikan menjadi 28,8 juta jiwa atau 11,34 persen dari total penduduk
Indonesia. Jadi setiap tahunnya, lansia di Indonesia mengalami peningkatan yang
signifikan.
(http://nasional.kompas.com/read/2010/06/01/08081851/Mereka.yang.Telantar.d
an.Terkapar )
1
Universitas Sumatera Utara
Meningkatnya
jumlah
penduduk
Indonesia
ini
sejalan
dengan
meningkatnya jumlah lanjut usia di Indonesia. Demikian juga semakin baiknya
derajat kehidupan dan penghidupan diakibatkan berhasilnya pembanngunan
disegala bidang sehingga secara tidak langsung mengakibatkan meningkatnya usia
harapan hidup dan menurunnya tingkat kematian yang pada gilirannya jumlah
para lanjut usia akan meningkat pula.
Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk maka pertumbuhan
jumlah penduduk lansia di dunia berkembang pesat. Pada tahun 2005- 2010,
jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19,3 juta
jiwa (9%) dari jumlah penduduk. Bahkan pada tahun 2020-2025, Indonesia akan
menduduki peringkat negara dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut usia
setelah RRC, India dan Amerika Serikatdengan umur harapan hidup di atas 70
tahun (Nugroho, 2008).
Seiring dengan berkembangnya Indonesia sebagai salah satu negara
dengan tingkat pekembangan yang cukup baik, maka makin tinggi pula
harapan hidup penduduknya. Perlahan tapi pasti masalah lansia mulai mendapat
perhatian dari pemerintah dan masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi
logis terhadap berhasilnya pembangunan yaitu bertambahnya usia harapan
hidup dan banyaknya jumlah lansia di Indonesia. Dengan meningkatnya jumlah
penduduk usia lanjut makin panjangnya usia harapan hidup sebagai akibat yang
telah dicapai dalam pembangunan selama ini, maka mereka yang memiliki
pengalaman, keahlian, dan kearifan perlu diberi kesempatan untuk berperan
dalam pembangunan. Kesejahteraan penduduk usia lanjut yang karena kondisi
fisik dan / atau mentalnya tidak memungkinkan lagi untuk berperan
dalam
2
Universitas Sumatera Utara
pembangunan, maka lansia perlu mendapat perhatian khusus dan pemerintah
dan masyarakat (Depkes RI 2000).
Lanjut usia merupakan suatu keadaan atau proses alamiah yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Memasuki usia tua terjadi banyak perubahan baik itu
perubahan fisik dan fungsi, perubahan mental dan perubahan psikososial.
Memasuki usia tua juga berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran
fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai
ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan
lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional. Kemunduran mempunyai dampak
terhadap tingkah laku dan perasaan orang yang memasuki lanjut usia. Selain
berbagai macam kemunduran, ada sesuatu yang dapat meningkat dalam proses
menua, yaitu sensitivitas emosional seseorang. Akibat kemunduran tersebut,
lansia kehilangan kemandirian baik secara fisik maupun secara psikologis. Hal ini
dapat dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain
(Nugroho, 2008).
Pada usia lanjut banyak persoalan hidup yang dihadapi oleh lansia. Akibat
dari proses menua sering terjadi masalah seperti krisis ekonomi karena lansia
sudah tidak dapat bekerja secara optimal, tidak punya keluarga/sebatang kara,
merasa kehilangan teman, tidak adanya teman sebaya yang bisa diajak bicara,
merasa tidak berguna, sering marah dan tidak sabaran, kurang mampu berpikir
dan berbicara, merasa kehilangan peran dalam keluarga, mudah tersinggung dan
merasa tidak berdaya. Kondisi seperti ini dapat memicu terjadinya depresi pada
lansia (Tamher & Noorkasiani, 2009).
3
Universitas Sumatera Utara
Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan
dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan
hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitasdanperilaku dapat
terganggu tetapi dalam batas-batas normal. Depresi merupakan gangguan alam
perasaan yang dapat disertai gejala-gejala psikologis, gangguan somatik maupun
gangguan psikomotor dalam waku tertentu (Hawari, 2001).
Depresi terus menjadi masalah kesehatan mental yang serius meskipun
pemahaman kita tentang penyebab dan perkembangan pengobatan farmakologi
dan psikoterapeutik sudah demikian maju. Studi epidemiologis tentang depresi di
antara lansia yang ada di komunitas melaporkan tingkat yang sangat bervariasi,
dari 2 sampai 44% tergantung pada kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan
depresi dan metode yang digunakan untuk mengevaluasi hal tersebut. Studi yang
paling tepat menyatakan bahwa gejala-gejala penting dari depresi menyerang kirakira 10 sampai 15% dari semua orang yang berusia lebih dari 65 tahun yang tidak
diinstitusionalisasi.Gejala-gejala
depresi
ini
sering
berhubungan
dengan
penyesuaian yang terlambat terhadap kehilangan dalam hidup dan stressorstressor, misal pensiun yang terpaksa, kematian pasangan dan penyakit-penyakit
fisik (Stanley&Beare, 2006).
Prevalensi
depresi
pada
lansia
berdasarkan
penelitian
kesehatan
Universitas Indonesia dan Oxford Institute of agingmenunjukkan bahwa 30 % dari
jumlah lansia di Indonesia mengalami depresi (Komnas Lansia, 2011).Pada tahun
2020 depresi akan menduduki urutan teratas menggantikan penyakit – penyakit
infeksi di negara berkembang terutama Indonesia.Terjadinya depresi pada usia
4
Universitas Sumatera Utara
lanjut selalu merupakan interaksi antara faktor biologik, fisik, psikologik dan
sosial(Ibrahim, 2011)
Dari hasil observasi yang saya lakukan, bahwa di Desa Huta Padang
terdapat 287 lansia. Dari 287 lansia yang tinggal di Huta Padang, banyak lansia
yang mengeluh bahwa hubungannya dengan anak maupun menantunya kurang
baik. Lansia merasa tidak dihargai karena usianya yang sudah tua yang dianggap
anaknya tidak pantas lagi pendapatnya untuk menjadi pertimbangan. Selain itu,
lansia yang sudah tua yang seharusnya tidak lagi bekerja keras, namun pada
kenyataannya di Desa Huta Padang ini banyak lansia yang sudah tua tetapi masih
bekerja ke ladang untuk memenuhi kehidupannya. Ini yang memicu lansia
menjadi kepikiran dan khawatir akan masa tuanya.
Dukungan keluarga berupa komunikasi sangat diperlukan sebagai salah
satu sistem pendukung pada lansia dalam menghadapi depresi. Komunikasi itu
sendiri merupakan suatu proses sosial yang mengakibatkan terjadinya hubungan
antara manusia atau interaksi yang dapat menguatkan sikap dan tingkah laku
orang lain serta mengubah sikap dan tingkah laku tersebut. Komunikasi sangat
penting bagi kedekatan keluarga, mengenal masalah, memberi respon terhadap
peran-peran non-verbal dan mengenal masalah pada tiap individu. Proses
komunikasi yang baik di harapkan dapat membentuk suatu pola komunikasi yang
baik dalam keluarga. Di harapkan penerapan pola komunikasi yang baik nantinya
akan memberikan kontribusi yang baik antara keluarga dan lansia dalam
menyelesaikan masalah (Suryani, 2006).
Ciri pertama dari keluarga sehat adalah komunikasi yang jelas dan
kemampuan mendengar satu sama lain. Komunikasi sangat penting bagi
5
Universitas Sumatera Utara
kedekatan keluarga, mengenal masalah, memberi respon terhadap peran-peran
non-verbal, dan mengenal masalah stres pada tiap individu. Stress merupakan
suatu hal yang tidak dapat terelakan di dalam kehidupan kita. Tidak ada orang
yang bisa lepas sama sekali dari rasa was-was dan cemas. Ketegangan perasaan
atau stress selalu beredar dalam lingkungan pekerjaan, pergaulan sosial,
kehidupan keluarga dan bahkan menyelusup ke dalam tidur. Emosi yang ekstrim
dapat mengganggu kemampuan klien menerima bahaya lingkungan. Contohnya
situasi penuh stress dapat menurunkan konsentrasi dan menurunkan kepekaan
pada stimulus eksternal. Respon orang terhadap sumber stress sangat beragam,
suatu rentang waktu bisa tiba-tiba jadi pencetus stress yang temporer. Perubahan
status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial serta
perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi salah satu pemicu munculnya
depresi pada Lansia (Jonia, 2007).
Dari berbagai tekanan dan masalah yang harus dilalui oleh lansia, idealnya
dapat diantisipasi oleh keluarga sesuai dengan fungsi keluarga sebagai tempat
dimana anggotanya dapat saling berbagi perhatian dan kasih sayang. Salah satu
indikator terlaksananya fungsi keluarga tersebut adalah adanya pola komunikasi
yang baik dan efektif di antara anggota keluarga, yang dikenal dengan pola
komunikasi fungsional (Friedman, 1998).
Di sisi lain, pola komunikasi yang tidak sehat dan tidak berjalan dengan
baik dinamakan pola komunikasi disfungsional, dimana salah satu cirinya adalah
tidak efektifnya fungsi komunikasi dan adanya pemusatan pada diri sendiri,
mengesampingkan kebutuhan, perasaan dan perspektif orang lain (Friedman,
1999). Lansia yang berasal dari keluarga yang memiliki support system yang baik
6
Universitas Sumatera Utara
dalam hal mempertahankan dan meningkatkan status mental serta memberikan
motivasi berupa komunikasi yang baik akan lebih sulit untuk terkena depresi
dibandingkan dengan lansia dengan keluarga yang tidak memiliki support system
yang baik dan tidak peduli terhadap urusan masing-masing anggota keluarganya
(Maryam,dkk, 2008).
Dari gambaran tersebut di atas, dapat dilihat bahwa pola komunikasi
keluarga dapat mempengaruhi tingkat depresi lansia. Namun demikian penelitian
tentang hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia masih
menimbulkan pertanyaan mendasar bahwa benarkah kedua pola komunikasi
keluarga tersebut dapat berhubungan dengan tingkat depresi lansia di Huta Padang
Kecamatan BP. Mandoge Kabupaten Asahan.
Maka dari itu, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul
“Hubungan Pola Komunikasi Keluarga Dengan Tingkat Depresi Lansia di Huta
Padang Kecamatan BP.Mandoge Kabupaten Asahan”.
7
Universitas Sumatera Utara
1.2
Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah hubungan
pola komunikasi dengan tingkat depresi lansia di Huta Padang Kecamatan
BP.Mandoge Kabupaten Asahan.
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Adapun Tujuan penelitian ini antara lain : Untuk mengetahui hubungan
pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di Huta Padang
Kecamatan BP.Mandoge Kabupaten Asahan
1.3.2
Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui pola komunikasi keluarga di Huta Padang Kecamatan
BP.Mandoge Kabupaten Asahan
2.
Untuk mengetahui tingkat depresi lansia di Huta Padang Kecamatan
BP.Mandoge Kabupaten Asahan.
3.
Untuk mengetahui hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat
depresi lansia di Huta Padang Kecamatan BP. Mandoge Kabupaten
Asahan.
8
Universitas Sumatera Utara
1.4
Manfaat Penelitian
1.
Secara
akademis
penelitian
ini
diharapkan
khasanah penelitian Pendidikan kesehatan dan
akan
memperkaya
Ilmu Perilaku
di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2.
Menambah pengetahuan dan wawasan sipeneliti untuk mengetahui
hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di Huta
Padang Kecamatan BP.Mandoge Kabupaten Asahan
3.
Sebagai masukan bagi peneliti sejenis yang akan dilaksanakan dimasa
yang akan datang.
9
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Manusia dalam hidupnya mengalami perkembangan dalam serangkaian
periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lansia. Semua individu
mengikuti pola perkembangan dengan pasti. Setiap masa yang dilalui merupakan
tahap-tahap yang saling berkaitan dan tidak dapat diulang kembali. Hal-hal yang
terjadi di masa awal perkembangan individu akan memberikan pengaruh terhadap
tahap - tahap selanjutnya. Salah satu tahap yang akan dilalui oleh individu
tersebut adalah masa lanjut usia atau sering disebut lansia (setiawan,2013).
Saat ini di Indonesia ada 23,9 juta orang tergolong lansia. Dari jumlah itu,
menurut data di Kementerian Sosial, 3 juta (tepatnya 2.994.330) di antaranya
telantar. Indonesia termasuk lima besar negara berpenduduk lansia terbesar
didunia. Jumlahnya pun terus meningkat dari waktu ke waktu. Jika pada tahun
1970 penduduk lansia sekitar 5,3 juta jiwa (4,48 persen), tahun 1990 menjadi 12,7
juta jiwa (6,29 persen) dan tahun 2000 mencapai 14,4 juta (7,18 persen). Tahun
2020 diproyeksikan menjadi 28,8 juta jiwa atau 11,34 persen dari total penduduk
Indonesia. Jadi setiap tahunnya, lansia di Indonesia mengalami peningkatan yang
signifikan.
(http://nasional.kompas.com/read/2010/06/01/08081851/Mereka.yang.Telantar.d
an.Terkapar )
1
Universitas Sumatera Utara
Meningkatnya
jumlah
penduduk
Indonesia
ini
sejalan
dengan
meningkatnya jumlah lanjut usia di Indonesia. Demikian juga semakin baiknya
derajat kehidupan dan penghidupan diakibatkan berhasilnya pembanngunan
disegala bidang sehingga secara tidak langsung mengakibatkan meningkatnya usia
harapan hidup dan menurunnya tingkat kematian yang pada gilirannya jumlah
para lanjut usia akan meningkat pula.
Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk maka pertumbuhan
jumlah penduduk lansia di dunia berkembang pesat. Pada tahun 2005- 2010,
jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19,3 juta
jiwa (9%) dari jumlah penduduk. Bahkan pada tahun 2020-2025, Indonesia akan
menduduki peringkat negara dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut usia
setelah RRC, India dan Amerika Serikatdengan umur harapan hidup di atas 70
tahun (Nugroho, 2008).
Seiring dengan berkembangnya Indonesia sebagai salah satu negara
dengan tingkat pekembangan yang cukup baik, maka makin tinggi pula
harapan hidup penduduknya. Perlahan tapi pasti masalah lansia mulai mendapat
perhatian dari pemerintah dan masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi
logis terhadap berhasilnya pembangunan yaitu bertambahnya usia harapan
hidup dan banyaknya jumlah lansia di Indonesia. Dengan meningkatnya jumlah
penduduk usia lanjut makin panjangnya usia harapan hidup sebagai akibat yang
telah dicapai dalam pembangunan selama ini, maka mereka yang memiliki
pengalaman, keahlian, dan kearifan perlu diberi kesempatan untuk berperan
dalam pembangunan. Kesejahteraan penduduk usia lanjut yang karena kondisi
fisik dan / atau mentalnya tidak memungkinkan lagi untuk berperan
dalam
2
Universitas Sumatera Utara
pembangunan, maka lansia perlu mendapat perhatian khusus dan pemerintah
dan masyarakat (Depkes RI 2000).
Lanjut usia merupakan suatu keadaan atau proses alamiah yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Memasuki usia tua terjadi banyak perubahan baik itu
perubahan fisik dan fungsi, perubahan mental dan perubahan psikososial.
Memasuki usia tua juga berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran
fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai
ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan
lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional. Kemunduran mempunyai dampak
terhadap tingkah laku dan perasaan orang yang memasuki lanjut usia. Selain
berbagai macam kemunduran, ada sesuatu yang dapat meningkat dalam proses
menua, yaitu sensitivitas emosional seseorang. Akibat kemunduran tersebut,
lansia kehilangan kemandirian baik secara fisik maupun secara psikologis. Hal ini
dapat dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain
(Nugroho, 2008).
Pada usia lanjut banyak persoalan hidup yang dihadapi oleh lansia. Akibat
dari proses menua sering terjadi masalah seperti krisis ekonomi karena lansia
sudah tidak dapat bekerja secara optimal, tidak punya keluarga/sebatang kara,
merasa kehilangan teman, tidak adanya teman sebaya yang bisa diajak bicara,
merasa tidak berguna, sering marah dan tidak sabaran, kurang mampu berpikir
dan berbicara, merasa kehilangan peran dalam keluarga, mudah tersinggung dan
merasa tidak berdaya. Kondisi seperti ini dapat memicu terjadinya depresi pada
lansia (Tamher & Noorkasiani, 2009).
3
Universitas Sumatera Utara
Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan
dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan
hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitasdanperilaku dapat
terganggu tetapi dalam batas-batas normal. Depresi merupakan gangguan alam
perasaan yang dapat disertai gejala-gejala psikologis, gangguan somatik maupun
gangguan psikomotor dalam waku tertentu (Hawari, 2001).
Depresi terus menjadi masalah kesehatan mental yang serius meskipun
pemahaman kita tentang penyebab dan perkembangan pengobatan farmakologi
dan psikoterapeutik sudah demikian maju. Studi epidemiologis tentang depresi di
antara lansia yang ada di komunitas melaporkan tingkat yang sangat bervariasi,
dari 2 sampai 44% tergantung pada kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan
depresi dan metode yang digunakan untuk mengevaluasi hal tersebut. Studi yang
paling tepat menyatakan bahwa gejala-gejala penting dari depresi menyerang kirakira 10 sampai 15% dari semua orang yang berusia lebih dari 65 tahun yang tidak
diinstitusionalisasi.Gejala-gejala
depresi
ini
sering
berhubungan
dengan
penyesuaian yang terlambat terhadap kehilangan dalam hidup dan stressorstressor, misal pensiun yang terpaksa, kematian pasangan dan penyakit-penyakit
fisik (Stanley&Beare, 2006).
Prevalensi
depresi
pada
lansia
berdasarkan
penelitian
kesehatan
Universitas Indonesia dan Oxford Institute of agingmenunjukkan bahwa 30 % dari
jumlah lansia di Indonesia mengalami depresi (Komnas Lansia, 2011).Pada tahun
2020 depresi akan menduduki urutan teratas menggantikan penyakit – penyakit
infeksi di negara berkembang terutama Indonesia.Terjadinya depresi pada usia
4
Universitas Sumatera Utara
lanjut selalu merupakan interaksi antara faktor biologik, fisik, psikologik dan
sosial(Ibrahim, 2011)
Dari hasil observasi yang saya lakukan, bahwa di Desa Huta Padang
terdapat 287 lansia. Dari 287 lansia yang tinggal di Huta Padang, banyak lansia
yang mengeluh bahwa hubungannya dengan anak maupun menantunya kurang
baik. Lansia merasa tidak dihargai karena usianya yang sudah tua yang dianggap
anaknya tidak pantas lagi pendapatnya untuk menjadi pertimbangan. Selain itu,
lansia yang sudah tua yang seharusnya tidak lagi bekerja keras, namun pada
kenyataannya di Desa Huta Padang ini banyak lansia yang sudah tua tetapi masih
bekerja ke ladang untuk memenuhi kehidupannya. Ini yang memicu lansia
menjadi kepikiran dan khawatir akan masa tuanya.
Dukungan keluarga berupa komunikasi sangat diperlukan sebagai salah
satu sistem pendukung pada lansia dalam menghadapi depresi. Komunikasi itu
sendiri merupakan suatu proses sosial yang mengakibatkan terjadinya hubungan
antara manusia atau interaksi yang dapat menguatkan sikap dan tingkah laku
orang lain serta mengubah sikap dan tingkah laku tersebut. Komunikasi sangat
penting bagi kedekatan keluarga, mengenal masalah, memberi respon terhadap
peran-peran non-verbal dan mengenal masalah pada tiap individu. Proses
komunikasi yang baik di harapkan dapat membentuk suatu pola komunikasi yang
baik dalam keluarga. Di harapkan penerapan pola komunikasi yang baik nantinya
akan memberikan kontribusi yang baik antara keluarga dan lansia dalam
menyelesaikan masalah (Suryani, 2006).
Ciri pertama dari keluarga sehat adalah komunikasi yang jelas dan
kemampuan mendengar satu sama lain. Komunikasi sangat penting bagi
5
Universitas Sumatera Utara
kedekatan keluarga, mengenal masalah, memberi respon terhadap peran-peran
non-verbal, dan mengenal masalah stres pada tiap individu. Stress merupakan
suatu hal yang tidak dapat terelakan di dalam kehidupan kita. Tidak ada orang
yang bisa lepas sama sekali dari rasa was-was dan cemas. Ketegangan perasaan
atau stress selalu beredar dalam lingkungan pekerjaan, pergaulan sosial,
kehidupan keluarga dan bahkan menyelusup ke dalam tidur. Emosi yang ekstrim
dapat mengganggu kemampuan klien menerima bahaya lingkungan. Contohnya
situasi penuh stress dapat menurunkan konsentrasi dan menurunkan kepekaan
pada stimulus eksternal. Respon orang terhadap sumber stress sangat beragam,
suatu rentang waktu bisa tiba-tiba jadi pencetus stress yang temporer. Perubahan
status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial serta
perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi salah satu pemicu munculnya
depresi pada Lansia (Jonia, 2007).
Dari berbagai tekanan dan masalah yang harus dilalui oleh lansia, idealnya
dapat diantisipasi oleh keluarga sesuai dengan fungsi keluarga sebagai tempat
dimana anggotanya dapat saling berbagi perhatian dan kasih sayang. Salah satu
indikator terlaksananya fungsi keluarga tersebut adalah adanya pola komunikasi
yang baik dan efektif di antara anggota keluarga, yang dikenal dengan pola
komunikasi fungsional (Friedman, 1998).
Di sisi lain, pola komunikasi yang tidak sehat dan tidak berjalan dengan
baik dinamakan pola komunikasi disfungsional, dimana salah satu cirinya adalah
tidak efektifnya fungsi komunikasi dan adanya pemusatan pada diri sendiri,
mengesampingkan kebutuhan, perasaan dan perspektif orang lain (Friedman,
1999). Lansia yang berasal dari keluarga yang memiliki support system yang baik
6
Universitas Sumatera Utara
dalam hal mempertahankan dan meningkatkan status mental serta memberikan
motivasi berupa komunikasi yang baik akan lebih sulit untuk terkena depresi
dibandingkan dengan lansia dengan keluarga yang tidak memiliki support system
yang baik dan tidak peduli terhadap urusan masing-masing anggota keluarganya
(Maryam,dkk, 2008).
Dari gambaran tersebut di atas, dapat dilihat bahwa pola komunikasi
keluarga dapat mempengaruhi tingkat depresi lansia. Namun demikian penelitian
tentang hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia masih
menimbulkan pertanyaan mendasar bahwa benarkah kedua pola komunikasi
keluarga tersebut dapat berhubungan dengan tingkat depresi lansia di Huta Padang
Kecamatan BP. Mandoge Kabupaten Asahan.
Maka dari itu, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul
“Hubungan Pola Komunikasi Keluarga Dengan Tingkat Depresi Lansia di Huta
Padang Kecamatan BP.Mandoge Kabupaten Asahan”.
7
Universitas Sumatera Utara
1.2
Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah hubungan
pola komunikasi dengan tingkat depresi lansia di Huta Padang Kecamatan
BP.Mandoge Kabupaten Asahan.
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Adapun Tujuan penelitian ini antara lain : Untuk mengetahui hubungan
pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di Huta Padang
Kecamatan BP.Mandoge Kabupaten Asahan
1.3.2
Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui pola komunikasi keluarga di Huta Padang Kecamatan
BP.Mandoge Kabupaten Asahan
2.
Untuk mengetahui tingkat depresi lansia di Huta Padang Kecamatan
BP.Mandoge Kabupaten Asahan.
3.
Untuk mengetahui hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat
depresi lansia di Huta Padang Kecamatan BP. Mandoge Kabupaten
Asahan.
8
Universitas Sumatera Utara
1.4
Manfaat Penelitian
1.
Secara
akademis
penelitian
ini
diharapkan
khasanah penelitian Pendidikan kesehatan dan
akan
memperkaya
Ilmu Perilaku
di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2.
Menambah pengetahuan dan wawasan sipeneliti untuk mengetahui
hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di Huta
Padang Kecamatan BP.Mandoge Kabupaten Asahan
3.
Sebagai masukan bagi peneliti sejenis yang akan dilaksanakan dimasa
yang akan datang.
9
Universitas Sumatera Utara