Pengaruh Penambahan Unsur Nb Pada Paduan U-Zr-Nb Terhadap Sifat Kekerasan, Densitas, Fasa Dan Mikrostruktur

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reaktor Nuklir
Salah satu pemanfaatan energi nuklir secara besar-besaran adalah dalam
bentuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Energi nuklir di sini digunakan
untuk membangkitkan tenaga listrik.
Reaktor nuklir adalah tempat terjadinya reaksi inti berantai terkendali, baik
pembelahan inti (fisi) atau penggabungan inti (fusi). Fungsi reaktor fisi dibedakan
menjadi dua, yaitu reaktor riset dan reaktor daya.
Pada reaktor riset, yang diutamakan adalah pemanfaatan netron hasil
pembelahan untuk berbagai penelitian dan iradiasi serta produksi radioisotop.
Panas yang ditimbulkan dirancang sekecil mungkin sehingga panas tersebut dapat
dibuang ke lingkungan. Pengambilan panas pada reaktor riset dilakukan dengan
sistem pendingin,yang terdiri dari sistem pendingin primer dan sistem pendingin
sekunder. Panas yang berasal dari teras reaktor diangkut oleh air di sekitar teras
reaktor (sistem pendingin primer) dan dipompa oleh pompa primer menuju alat
penukar panas. Selanjutnya panas dibuang ke lingkungan melalui menara
pendingin (alat penukar panas pada sistem pendingin sekunder). Perlu diketahui
bahwa antara alat penukar panas, sistem pendingin primer atau sekunder tidak
terjadi kontak langsung. Pada reator daya, panas yang dihasilkan dari pembelahan

yang dimanfaatkan untuk menghasilkan uap yang bersuhu dan bertekanan tinggi
untuk memutar turbin. (Hidayanto,2009)

2.2 Uranium
Uranium merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan bahan bakar
nuklir, baik untuk bahan bakar reaktor riset maupun reaktor daya. Spesifikasi
uranium sebagai bahan bakar sangat ditentukan oleh jenis reaktor penggunanya
24

Universitas Sumatera Utara

dan kemampuan proses fabrikasinya. Uranium adalah logam padat, berwarna
putih keperak-perakkan dan mempunyai tiga bentuk kristal dengan sifat yang
berbeda-beda yaitu fasa α temperatur medium rendah bersifat semiductile, fasa β
temperatur medium bersifat brittle dan fasa γ temperatur tinggi bersifat ductile,
dapat ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Fasa, densitas, dan sistem kristal logam uranium
Temperatur

Fasa


o

Densitas

Sistem kristal

Sifat

3

( C)

(gram/cm )

25

α

19,070


Orthorhombic

Semi Ductile

662

α

18,369

Orthorhombic

Semi Ductile

662

β

18,170


Tetragonal

Brittle

772

β

18,070

Tetragonal

Brittle

772

γ

17,940


Cubic

ductile

1100

γ

17,560

Cubic

ductile

Titik lebur dan titik uap uranium murni masing-masing adalah 1132 dan 3527
o

C sedangkan titik lebur semakin menurun seiring dengan bertambahnya


impuritas di dalamnya. Logam uranium sangat reaktif dengan semua unsur non
logam yang membentuk senyawa intermetalik. (Kadarjono,2010)
Logam uranium murni merupakan bahan bakar yang memiliki berat jenis
tinggi, tetapi isotropic fasa γU selama iradiasi hanya stabil pada temperatur tinggi.
Sementara pada temperatur rendah struktur fasa αU berpotensi swelling.
Perubahan fasa γ ke α tidak dapat ditahan dengan quenching fasa γU murni pada
temperatur tinggi, tetapi pada rentang temperatur tertentu fasa α, β dan γ menjadi
stabil sehingga sebagai alternatifnya memerlukan penambahan bahan pemadu.
(Suparjo,2011)

25

Universitas Sumatera Utara

2.3 Zirkonium
Zirkonium memiliki tampang lintang serapan netron termal yang rendah yaitu
0,180 barn, titik lebur tinggi pada suhu 1850 oC, kekuatan mekanik tinggi pada
temperatur tinggi, daya korosi terhadap air dan uap air serta keberadaan dan
kelimpahan di alam cukup besar. Hal ini dapat memberikan peluang bagi
zirkonium untuk digunakan sebagai kelongsong elemen bahan bakar dan bahan

struktur pada reaktor air ringan atau air berat. Biasanya zirkonium yang digunakan
dipadu dengan unsur lain sehingga membentuk paduan zirkonium yang
mempunyai sifat-sifat yang lebih baik seperti yang diinginkan. (Suparjo,2011)

2.4 Niobium
Niobium adalah suatu logam yang berwarna abu-abu dengan nomor atom 41
dan massa atom 92,91 g/mol. Unsur Nb dapat ditambahkan ke dalam paduan
berbasis zirkonium bertujuan untuk meningkatkan kekuatan paduan dan
ketahanan korosi paduan dalam air dan uap lewat jenuh. Hal ini disebabkan unsur
niobium dapat berfungsi memperhalus ukuran butir, sehingga memberikan
peningkatan kekuatan mekanik paduan berbasis zirkonium. Niobium juga
memfasilitasi pembentukan lapisan oksida yang tebal dan padat di permukaan
paduan. Lapisan oksida tersebut berfungsi sebagai penghalang penetrasi ion
oksigen ke permukaan logam, sehingga meningkatkan ketahanan korosi paduan
berbasis zirkonium. Disamping itu, niobium mempunyai tampang lintang serapan
neutron termal yang rendah (σa = 1,15 barn) sehingga penambahan unsur Nb akan
meningkatkan

ekonomi


neutron

termal

paduan

berbasis

zirkonium.

(Sungkono,2006)
2.5 Paduan U-Zr-Nb
Logam uranium mempunyai sifat-sifat yang terbatas, sehingga perlu ditambah
dengan unsur atau logam pemadu. Beberapa unsur di dalam sistem berkala dapat
dipadukan dengan logam uranium. Penambahan unsur pemadu ke dalam logam
murni dengan tujuan antara lain sebagai berikut:
26

Universitas Sumatera Utara


a. Mendapatkan ukuran butir yang halus
b. Menaikkan sifat mekanik
c. Sifat logam murninya mudah difabrikasi dengan logam lain
d. Dapat menaikkan ketahanan terhadap bahaya radiasi
e. Mempertahankan fasa beta atau gamma U pada temperatur kamar
f. Melarutkan U yang diperkaya
g. Menahan lapisan difusi U dengan material kelongsong
h. Membuat elemen bakar tipe dispersi secara teknik langsung atau dengan
teknik metalurgi serbuk.
i. Dapat menaikkan kemampuan cor (castability) bahan bakar hasil cor.
(Masrukan,2010)
Unsur-unsur yang biasa ditambahkan ke dalam logam U dengan tujuan
mempertahankan fasa βU pada temperatur kamar adalah V, Nb, Cr, Mo, Mn, Ir,
Pt, Al, Si, sedangkan unsur-unsur Nb, Mo, Zr dapat ditambahkan ke dalam logam
U untuk mempertahankan fasa γ. Dalam pembentukan UZrNb, sistem akan
membentuk keseimbangan tiga unsur (ternary system) U, Zr dan Nb yang terdiri
dari keseimbangan eutectoid tiga fasa. Diagram fasa ternary U,Zr dan Nb dapat
dilihat pada Gambar 2.1. (Ivanov,1983)

Gambar 2.1 Diagram Fasa Ternary U,Zr dan Nb pada Paduan UZrNb

27

Universitas Sumatera Utara

Keunggulan utama zirkonium sebagai bahan struktur reaktor termal adalah
mempunyai sifat nuklir spesifik yaitu serapan netron rendah. Untuk memenuhi
penyediaan tersebut, ada batasan unsur pemadu yaitu :
1.

koefisien serapan netron termal dari unsur pemadu harus rendah dan
mempunyai umur paro radiasi pendek setelah iradiasi.

2.

Pemadu harus menjadikan paduan tahan korosi dengan tangkapan hidrogen
yang rendah

3.

Pemadu harus memberikan sifat mekanik paduan


4.

Pemadu harus menjamin sifat dan dimensi yang stabil pada berkas elemen
bakar selama operasi.
Ketahanan korosi pada zirkonium dapat ditingkatkan juga dengan

penambahan sedikit logam Nb 0,05% - 0,2 % dapat mengurangi pertambahan
berat. Sementara penambahan Nb lebih lebih besar dari 0,2 % dapat
meningkatkan ketahanan terhadap korosi. (Sugondo,2011)

2.6 Tungku Busur Listrik
Tungku busur listrik merupakan peralatan peleburan yang digunakan untuk
proses lebur dan pemaduan logam. Proses pemaduan logam hingga mencapai
homogen dan sempurna sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor parameter.
Parameter tersebut antara lain, suhu dan waktu proses peleburan, tingkat
kevakuman dan jumlah proses pengulangan peleburan untuk mendapatkan
homogenitas paduan agar masing-masing unsur logam terbagi merata ke seluruh
bagian logam hasil leburan.
Tungku busur listrik dalam industri nuklir digunakan antara lain untuk
penelitian pembuatan kelongsong bahan bakar nuklir dan bahan struktur reaktor.
Material kelongsong bahan bakar dan bahan struktur menggunakan unsur paduan
logam yang diperoleh melalui beberapa proses antara lain dengan cara teknik
peleburan.Sebelum proses peleburan pada pada ruang lebur (chamber) divakum
dan dialiri gas argon.

28

Universitas Sumatera Utara

Proses peleburan dilakukan dengan menggunakan tungku busur listrik dalam
kondisi teraliri oleh gas argon. Paduan logam yang dilebur mengalami pencairan
dan pembekuan dan kemudian didinginkan hingga suhu kamar. Proses peleburan
tersebut dilakukan berulang sehingga diperoleh paduan yang homogen. Dalam
proses peleburan, parameter arus dan waktu lebur sangat menentukan untuk
mendapatkan paduan logam yang sempurna. (Susanto,2006)

2.7 Diagram Fasa Sebagai Dasar Metalografi
Struktur dan sifat logam murni sangat berubah jika dipadu dengan unsur lain.
Perlakuan bahan seperti ini dapat dilihat juga pada bahan cair dan gas, tetapi yang
sangat menyolok terdapat pada bahan padat.
Jika bahan (komponen A) menjadi sistem dua komponen dengan
menambahkan komponen B, fasa baru tidak terbentuk apabila B larut dalam
keadaan padat dalam A. Tetapi apabila B dipadukan melebihi kelarutan
maksimumnya maka terjadi campuran larutan padat jenuh dan berlebihan fasa B.
Kadang-kadang A dan B bereaksi satu sama lain membentuk fasa lain.
Dalam sistem tiga komponen atau sistem berkomponen banyak maka sistem
itu menjadi berfasa banyak yang rumit. Sifat bahan berubah yang disebabkan oleh
perbandingan campuran dan kondisi campuran fasa yang ada. Hubungan antara
jumlah setiap komponen dan fasa yang terjadi dapat dilihat dari diagram fasa yang
dapat memberikan informasi mengenai sifat bahan tersebut.

a. Diagram Fasa Sistem Satu Komponen
Keadaan sistem komponen dapat ditentukan dalam tekanan P dan temperatur
T tertentu. Persamaan fasa gas PV = RT mempunyai hubungan tertentu antara P,T
dan V, jadi apabila P dan T tertentu, volume V atau massa jenisnya juga tertentu.
Hal ini berlaku terhadap fasa cair dan padat.

29

Universitas Sumatera Utara

Hal ini dinyatakan dalam Gambar 2.2 menunjukkan daerah keadaan gas, cair
dan padat dengan berbagai kombinasi P dan T, sebagai contohnya air. Pada
tekanan tetap misalnya 1 atm, temperatur diubah, maka terjadi fasa padat (es) di
bawah titik cair 0oC , fasa cair (air) dalam daerah temperatur antara titik cair dan
titik didih (100oC) dan fasa gas (uap) di atas titik didih. Ada dua fasa cair dan gas
pada titik didih.

Gambar 2.2 Diagram Fasa Air

b. Diagram Fasa Sistem Dua Komponen
Dalam sistem dua komponen variabel dari keadaan adalah temperatur,
tekanan dan komponen. Jadi diperlukan tiga sumbu untuk menyatakan keadaan
pada satu titik dalam ruang. Akan tetapi bagi bahan yang dipakai di industri yang
umumnya berfasa padat dan tekanan uapnya sangat rendah, jadi keadaan gasnya
dapat diabaikan.
Contoh diagram fasa dengan sistem dua komponen pada Gambar 2.3 yaitu
diagram paduan timah dan timbal. Sumbu mendatar digunakan sebagai sumbu
komponen 100% timbal dan 0% timah pada di satu ujung, 100% timah dan 0%
timbal di ujung lain. Dengan cara ini setiap komposisi dari komponen dapat

30

Universitas Sumatera Utara

dinyatakan oleh satu titik pada sumbu ini. Sebagai contoh paduan 75% timbal
adalah titik x dalam gambar tersebut.
Titik 1 menyatakan keadaan paduan 70% timbal dan 30% timah pada suhu
300oC yang merupakan fasa cair. Titik 2 menyatakan keadaan paduan yang sama
pada suhu 200oC yang terdiri dari kira-kira 55% fasa cair dan larutan padat α pada
larutan timbal. Titik 3 menyatakan bahwa keadaan paduan yang sama pada suhu
100oC yang menunjukkan dua larutan padat α dan larutan padat β. Pada larutan
padat β sedikit timbal larut dalam timah. Paduan 10% timah dan 90% timbal pada
suhu 200oC dititik 4 mempunyai fasa tunggal larutan padat α. Dan paduan 20%
timah dengan 80% timbal pada titik 5 terdiri dari dua fasa yaitu larutan padat α
dan cairan. Dan paduan 60% timah dengan 40% timbal pada titik 6 hanya
mempunyai satu fasa yaitu cair. Diatas garis aeb hanya terdiri dari fasa cair, garis
ini dinamakan garis cair. Di bawah garis acedb hanya terdapat fasa padat, garis ini
disebut garis padat. Daerah cfdg terdiri dari fasa padat. Garis fcdg menunjukkan
batas larutan padat yang disebut garis larutan.

Gambar 2.3 Diagram Fasa Sistem Timbal -Timah Putih

31

Universitas Sumatera Utara

c. Diagram Fasa Sistem Tiga Komponen
Tidak selalu bahan terdiri dari sistem dua komponen, ada yang terdiri dari sistem
tiga komponen atau lebih, contohnya suatu paduan yang tahan panas dengan
mempunyai 10 komponen. Untuk sistem komponen banyak tersebut maka
diagram fasanya menjadi sangat rumit dan bentuk nyata yang sukar diperoleh.
Namun dalam hal ini, sistem tiga komponen masih dianggap sederhana.

Gambar 2.4 Diagram Fasa Terner

Semua komposisi dari sistem biner dinyatakan dengan titik pada garis alas
antara titik 100% A - 0% B di satu ujung dan titik 0% A-100% B di ujung lainnya,
tetapi untuk sistem tiga komponen dapat dijelaskan pada Gambar 2.4. Semua
komposisi dari sistem ini dinyatakan oleh titik dalam segitiga sama sisi yang titik
sudutnya merupakan 100% komponen. Jumlah panjang garis a, b dan c yang
ditarik dari titik x masing-masing sejajar dengan sisi segitiga itu, sama dengan
panjang satu sisi yang dapat menyatakan 100%. Oleh karena itu panjang a, b dan c
32

Universitas Sumatera Utara

masing-masing dapat menyatakan prosentase komponen A, B dan C. Hal ini
serupa dengan hubungan tuas pada sistem biner, karena x sebagai tumpuan tuas a,
b dan c dengan masing-masing komponen A, B dan C yang menyeimbangkan.
Dari penjelasan ini, komposisi sistem 40% A, 20% B dan 40% C (Surdia,2005)

2.8 XRD (X-Ray Diffraction)
Sinar-X ditemukan oleh Wilhelm Conrad Rontgen seorang berkebangsaan
Jerman pada tahun 1895. Penemuanya diilhami dari hasil percobaan percobaan
sebelumnya antara lain dari J.J Thomson mengenai tabung katoda dan Heinrich
Hertz tentang foto listrik. Kedua percobaan tersebut mengamati gerak elektron
yang keluar dari katoda menuju ke anoda yang berada dalam tabung kaca yang
hampa udara.
Pembangkit sinar-X berupa tabung hampa udara yang di dalamnya terdapat
filamen yang juga sebagai katoda dan terdapat komponen anoda. Jika filamen
dipanaskan maka akan keluar elektron dan apabila antara katoda dan anoda diberi
beda potensial yang tinggi, elektron akan dipercepat menuju ke anoda. Dengan
percepatan elektron tersebut maka akan terjadi tumbukan tak sempurna antara
elektron dengan anoda, akibatnya terjadi pancaran radiasi sinar-X. (Suyatno,2008)
Teori tentang difraksi sinar-X pertama kali dikemukakan oleh Van Laue.
Laue menyatakan bahwa seandainya suatu kristal dari atom-atom yang tersusun
teratur dan periodik dalam ruang dan jarak antar atom hampir sama dengan
panjang gelombang sinar-X, maka kristal-kristal tersebut dapat berfungsi sebagai
kisi-kisi yang dapat menghamburkan cahaya. Sinar-X mempunyai panjang
gelombang yang mendekati jarak antar atom, maka difraksi dapat terjadi jika
kristal dikenai oleh sinar-X.
Hukum Bragg menyatakan apabila suatu material dikenai sinar-X, maka
intensitas sinar yang direfleksikan oleh kisi kristal lebih rendah dari sinar yang
datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga
penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut.
33

Universitas Sumatera Utara

Berkas sinar x yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan
karena fasanya berbeda dan ada pula yang saling menguatkan karena fasanya
sama. Berkas sinar-X yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas
difraksi. Hukum Bragg merupakan perumusan matematik tentang persyaratan
yang harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut merupakan
berkas difraksi.

Gambar 2.5 Difraksi Sinar-X melalui Kisi Kristal

Pada Gambar 2.5, garis mendatar merupakan lapisan dalam kristal yang
terpisah sejarak d. Bidang ABC tegak lurus terhadap berkas yang masuk dari
sinar-X monokromatik dan bidang LMN tegak lurus terhadap berkas yang
direfleksi. Bila sudut masuk θ berubah, maka refleksi diperoleh dengan
gelombang sefasa pada bidang LMN, artinya perbedaan jarak antara bidang ABC
dan LMN diukur sepanjang sinar yang direfleksi dari berbagai bidang yang
merupakan bilangan bulat dari panjang gelombangnya. Maka persamaan hukum
Bragg adalah;

34

Universitas Sumatera Utara

2d sin θ = n. λ

Dimana,

(2.1)

λ = Panjang gelombang Sinar X (Ǻ)
d = Jarak antar kisi kristal (Ǻ)
θ = Sudut datangnya sinar
n = Orde difraksi (n = 1,2,3 dst)

(Masrukan,2008)

2.9 Densitas Sejati (True Density)
Banyak alat atau metode yang dapat digunakan untuk menentukan harga
densitas sejati (True density). Prinsipnya didasarkan pada penetrasi fluida ke
dalam seluruh ruang kosong (pori-pori) pada butiran serbuk. Piknometer
Quantacrome 1200e adalah alat untuk menentukan densitas sejati untuk sampel
padat berdasarkan penurunan tekanan gas yang dihasilkan sebanding dengan
volume.
Prinsip kerjanya berdasarkan hukum gas ideal P.V = nRT yaitu volume
sampel ditentukan dengan pengukuran variasi tekanan gas yang dihasilkan dari
setiap operasi penetrasi gas yang bertekanan awal sama yang dikerjakan pada
suhu tetap.
Volume sampel dapat dilakukan dengan mengukur variasi tekanan gas yang
dihasilkan pada saat operasi wadah kosong dan tekanan gas yang dihasilkan pada
saat operasi sampel. Densitas diperoleh dengan cara membandingkan besaran
berat sampel terhadap data volume sampel yang diperoleh pada analisis.

35

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6 Blok Diagram Alat Piknometer Quantacrome 1200e

Prinsip kerja dan teknik pengukuran sampel dapat dilihat pada Gambar 2.6
dan penjabaran rumus hukum gas ideal adalah sebagai berikut:
Kondisi awal wadah sampel ketika valve dibuka pada kondisi linggkungan setelah
pembersihan dengan gas helium adalah
(2.2)

Pa Vc = n R Ta

Kondisi wadah sampel bila sejumlah sampel dengan volume sebesar V p
dimasukkan maka,
P a (V c - V p ) = n1 R T a

(2.3)

Saat tekanan diposisikan di atas tekanan lingkungan dengan membuka valve gas
helium, maka
P 2 (V c -V p) = n 2 R T a

(2.4)

36

Universitas Sumatera Utara

Kondisi ketika valve penghubung wadah sampel dan volume added dibuka , maka
tekanan akan turun menjadi P 3
(2.5)

P 3 (V c -V p + V a ) = n2 R T a + na R T a

Selanjutnya P a V a dapat digunakan untuk menggantikan n a RT a sehingga
P 3 (V c - V p + V A) = n2 R T a + P a V A

(2.6)

Substitusi Persamaan (2.5) ke persamaan (2.7) maka
P 3 (V c - V p + V A ) = P 2 (V c - V p) + P a V A

(2.7)

Sehingga rumus yang berlaku untuk Ultrapycnometer 1200e adalah

Vp = Vc +

VA
1 − ( p 2 / p3)

(2.8)

(Aminhar,2009)

2.10 Kekerasan
Kekerasan merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi tekan.
Deformasi yang terjadi dapat berupa deformasi plastis. Pada permukaan dari dua
komponen yang saling bersinggungan dan bergerak satu terhadap lainnya akan
terjadi deformasi plastis. Deformasi plastis terjadi pada permukaan yang lebih
keras. Efek deformasi tergantung pada kekerasan permukaan material.
Berdasarkan sifat pengujinya, pengujian kekerasan dibagi atas 3 yaitu

1. Metode Goresan
Pengujian kekerasan dengan metode goresan dilakukan dengan cara
mengukur kemampuan suatu material dengan menggoreskan material uji kepada
spesimen. Skala uji yang digunakan adalah skala Mohs, yang terdiri dari 10 nilai
37

Universitas Sumatera Utara

material standar sesuai dengan kemampuannya untuk menggores material. Berikut
ini skala dari 1 yang paling lunak sampai dengan 10 paling keras;
1. Talk / gips
2. Gypsum
3. Calcite
4. Fluorite
5. Apatite
6. Orthoclase
7. Quartz
8. Topas
9. Corundum
10. Diamond
Namun kelemahan dari skala Mohs adalah jarak antar intervalnya kurang spesifik
yaitu nilai kekerasan tiap benda kurang akurat.

2. Metode Dinamik
Pengujian kekerasan dengan metode dinamik (kekerasan pantul) dilakukan
dengan cara menghitung energi impak yang dihasilkan oleh indentor yang
dijatuhkan pada permukaan spesimen. Alat yang digunakan dalam pengujian ini
adalah Shore Scleroscope. Prissip alat pengujian ini yaitu Indentor dijatuhkan
pada permukaan material, kemudian diamati tinggi pantulan indentor yang terjadi.
Perbedaan ketinggian saat dijatuhkan dan pantulannya menunjukkan besarnya
energi yang diserap material. Pada metode dinamik, indentor yang digunakan
berupa bola.

38

Universitas Sumatera Utara

3. Metode Indentasi
Pengujian kekerasan dengan metode indentasi (metode penekanan) adalah
dengan cara mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya yang diberikan
oleh identor dengan memperhatikan besar beban yang diberikan dan besar
indentasi. Uji kekerasan ini yang paling sering digunakan dalam material teknik.
Adapun jenis uji kekerasan dengan metode indentasi yaitu;

a. Uji Kekerasan Brinell
Uji kekerasan ini paling pertama diterima secara meluas dan standar,
ditemukan oleh J.A Brinell pada tahun 1900. Mengujinya dengan cara melakukan
indentasi pada permukaan spesimen, indentor berupa bola baja yang memiliki
beban bervariasi dari 500 kg hingga 3000 kg dengan diameter 10 mm. Untuk soft
material digunakan beban sebesar 500 kg, untuk intermediate hardness digunakan
beban sebesar 1500 kg, dan untuk hard material digunakan beban sebesar 3000
kg.
Prinsip dari pengujian kekerasan ini adalah dengan menekan identor selama
30 detik, lalu diameter hasil indentasi diukur dengan menggunakan mikroskop.
Diameter harus dihitung dua kali pada sudut tegak lurus yang berbeda, kemudian
dirata-ratakan. Kekerasan brinell adalah besar beban indentor per luas permukaan
indentasi. Dapat dirumuskan sebagai berikut nilai kekerasan Brinell (BHN):
BHN =

2P

πD ( D − D 2 − d 2 )

=

P
πDt

(2.9)

Keterangan;
P

=

besar beban indentor (kg)

D

=

diameter indentor (mm)

d

=

diameter indentasi (mm)

t

=

kedalaman indentasi (mm)

39

Universitas Sumatera Utara

Kelemahan dari uji kekerasan Brinell adalah uji kekerasan ini tidak dapat
digunakan pada benda yang tipis dan kecil. Selain itu juga tidak berlaku untuk
material yang sangat lunak maupun material yang sangat keras.
Kelebihan dari uji kekerasan Brinell adalah uji kekerasan ini tidak
dipengaruhi oleh permukaan material yang kasar dan bekas penekan yang cukup
besar, sehingga bekas penekan mudah diamati.

b. Uji Kekerasan Meyer
Uji kekerasan ini merupakan perbaikan dari uji kekerasan Brinell, Meyer
berpendapat

bahwa tekanan rata-rata pada

permukaan indentasi harus

diperhitungkan dalam nilai kekerasan, hal ini tidak terdapat pada uji kekerasan
Brinell. Nilai rata-rata tersebut dapat dirumuskan;

MHN =

4P
πd 2

(2.10)

Keterangan;
P = besar beban indentor (kg)
d = diameter indentasi (mm)

Kelemahan dari uji kekerasan Meyer adalah kurang sensitif terhadap beban
indentor daripada uji kekerasan Brinell, serta pengukuran kurang akurat karena
deformasi material di sekitar penekanan tidak sepenuhnya plastis. Kelebihan dari
uji kekerasan Meyer yaitu harga kekerasan tidak bergantung pada besar beban.

40

Universitas Sumatera Utara

c. Uji Kekerasan Vickers
Uji kekerasan ini meggunakan indentor yang berbentuk piramida intan. Besar
beban indentor yang digunakan bervariasi antara 1 kg - 120 kg yang disesuaikan
dengan tingkat kekasaran material spesimen.
Prinsip dari uji kekerasan Vickers adalah besar beban dibagi dengan luas
daerah indentasi atau dapat dirumuskan sebagai berikut:

VHN =

2 PSin (φ / 2 )
l2

(2.11)

Keterangan;
P=

besar beban indentor (kg)

l=

panjang rata-rata diagonal (mm)

Kelemahan dari uji kekerasan Vickers adalah waktu yang cukup lama untuk
menentukan nilai kekerasan.
Kelebihan dari uji kekerasan Vickers adalah berat indentor tidak perlu diubah
karena nilai kekerasan tidak bergantung terhadap berat indentor. Selain itu, pada
uji kekerasan Vickers dapat dilakukan pada benda-benda dengan ketebalan yang
tipis.

d. Uji Kekerasan Rockwell
Uji kekerasan Rockwell memperhitungkan kedalaman indentasi dalam
keadaan beban konstan sebagai penentu nilai kekerasan. Sebelum dilakukan
pengukuran, spesimen diberi beban minor sebesar 10 kg untuk mengurangi
kecenderungan ridging dan sinking akibat beban indentor. Sesudah beban minor
diberikan, spesimen langsung dikenakan beban mayor.

41

Universitas Sumatera Utara

Kedalaman indentasi yang terkonversi dalam skala langsung dapat diketahui
nilainya dengan membaca dial gage pada alat. Disesuaikan dial sehingga nilai
kekerasan yang tinggi berkorelasi dengan kecilnya pentrasi.
Berdasarkan kombinasi jenis indentor yang digunakan dengan beban yang
diberikan, kekerasan Rockwell dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
a. Rockwell A
Indentor berupa kerucut intan dengan beban 60 kg. Umumnya digunakan pada
jenis logam yang sangat keras.
b. Rockwell B
Indentor berupa bola baja dengan diameter 1,6 mm dengan beban 100 kg.
Umumnya digunakan pada material yang lunak.
c. Rockwell C
Indentor berupa kerucut intan dengan beban 150 kg. Umumnya digunakan untuk
logam-logam yang diperkeras dengan pemanasan.

e. Uji Kekerasan Microhardness
Metalurgi jaman sekarang yang berkembang membutuhkan penentuan
kekerasan pada permukaan yang sangat kecil. Untuk pengujian spesimen ini,
metode yang paling tepat digunakan adalah indentor knoop.
Metode ini merupakan pengembangan dari uji Vickers namun pada uji ini
digunakan beban yang lebih kecil. Indentor knoop adalah piramida intan yang
membentuk indentasi berbentuk layang-layang dengan perbandingan diagonal 7:1
yang menyebabkan kondisi regangan pada daerah terdeformasi.
Nilai kekerasan knoop (KHN) dapat didefenisikan besar beban dibagi dengan
luas daerah proyeksi indentasi tersebut sehingga dapat dirumuskan sebagai
berikut:

42

Universitas Sumatera Utara

KHN =

P
L2C

(2.12)

Keterangan;
P=

besar beban indentor (kg)

L=

panjang rata-rata diagonal (mm)

C=

konstanta indentor

Kelebihan dari indentor knoop adalah kedalaman dan luas daerah indentasi
knoop hanya sekitar 15% dari luas daerah Vickers. Oleh karena itu, metode ini
cocok untuk spesimen yang tipis dan kecil. (Dieter,1987)

2.11 Mikrostruktur
Tampilan gambar kontras yang diamati melalui mikroskop akan sangat
membantu interpretasi kualitatif maupun kuantitatif yang berkaitan dengan
keberhasilan dalam penganalisaan bahan. Sampel yang akan diamati dengan
Optical Microscopy, lalu dilakukan pemotretan. Pengamatan pada foto
mikrostruktur secara umum memperlihatkan adanya grain size (ukuran butir) dan
grain boundary (batas butir) yang merupakan identitas dari sifat mekanis suatu
bahan. Keadaan mikrostruktur dalam hal ini, ukuran butir (grain size) sangat
berpengaruh terhadap sifat mekanis logam. Namun pada saat dilakukan
pengamatan struktur mikro pada suatu spesimen maka perlu dilakukan penyiapan
spesimen yang meliputi: pemilihan sampel, penggerindaan, pemolesan dan
pengetsaan yaitu dengan mencelupkan spesimen ke dalam larutan etsa.
Pada pengamatan struktur mikro, umumnya yang diamati adalah ukuran
butiran, bentuk butiran dan larutan padat yang terbentuk. Semakin halus dan kecil
bentuk butiran, maka kekuatan mekanis akan bertambah baik. Larutan padat yang
tersebar merata, maka kekuatan tariknya akan bertambah baik. (Bailin,2011)

43

Universitas Sumatera Utara