Kajian Kriteria Aus Pahat Dan Kondisi Pemotongan Pada Operasi Pembubutan Kering Baja AISI 1045 Yang Dikeraskan Menggunakan Pahat Karbida CVD Berlapis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Bubut
Proses pemotongan logam merupakan suatu proses yang digunakan untuk
mengubah bentuk suatu produk dari logam (komponen mesin) dengan cara
memotong. Selain itu proses pemotongan logam merupakan kegiatan terbesar
yang dilakukan pada industri manufaktur, proses ini mampu menghasilkan
komponen yang memiliki bentuk yang komplek dengan akurasi geometri dan
dimensi tinggi. Prinsip pemotongan logam dapat defenisikan sebagai sebuah aksi
dari sebuah alat potong yang dikontakkan dengan sebuah benda kerja untuk
membuang permukaan benda kerja tersebut dalam bentuk geram. Meskipun
definisinya sederhana akan tetapi proses pemotongan logam adalah sangat
komplek.
Salah satu proses pemesinan yang digunakan pada pemotongan logam adalah
proses bubut. Proses ini bertujuan untuk membuang material dimana benda kerja
dicekam menggunakan sebuah chuck atau pencekam dan berputar pada sebuah
sumbu, alat potong bergerak arah aksial dan radial terhadap benda kerja sehingga
terjadi pemotongan dan menghasilkan permukaan yang konsentris dengan sumbu
putar benda kerja. Gambar 2.1 adalah skematis dari sebuah proses bubut dimana
N adalah putaran poros utama, f adalah pemakanan, dan a adalah kedalaman

potong. Bagian-bagian serta penamaan (nomenclature) dari alat potong yang
digunakan pada proses bubut dijelaskan pada Gambar 2.2. Radius pahat potong
menghubungkan sisi dengan ujung potong (cutting edge) dan berpengaruh
terhadap umur pahat, gaya radial, dan permukaan akhir.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 proses pembubutan

Gambar 2.2 Penamaan (nomenclature) pahat kanan
Sumber : Taufiq Rochim (1993)

Ada tiga parameter utama yang berpengaruh terhadap gaya potong,
peningkatan panas, keausan, dan integritas permukaan benda kerja yang dihasilkan.
Ketiga parameter itu adalah kecepatan potong (v), pemakanan (f), dan kedalaman
potong (a). Kecepatan potong adalah kecepatan keliling benda kerja dengan satuan

Universitas Sumatera Utara

(m/min), pemakanan adalah perpindahan atau jarak tempuh pahat tiap satu putaran

benda kerja dengan satuan (mm/rev), kedalaman potong adalah tebal material
terbuang pada arah radial dengan satuan (mm).

2.1.1 Kondisi Pemesinan
Menurut Rochim (1993) pada setiap proses pemesinan ada lima elemen
dasar yang perlu dipahami, yaitu:
a. Kecepatan potong (cutting speed ) : V (m/min)
b. Kecepatan makan (feeding speed) : Vf (mm/min)
c. Kedalaman potong (depth of cut) : a (mm)
d. Waktu pemotongan (cutting time) : tc (min)
e. Laju pembuangan geram (material removal rate) : MRR (cm3/min)
Elemen dasar pada proses pembubutan dapat diketahui menggunakan
rumus yang dapat diturunkan berdasarkan Gambar 2.3 berikut ini:

Gambar 2.3 Proses bubut
Sumber: Taufiq Rochim (1993)

Universitas Sumatera Utara

Geometri benda kerja :

do = diameter awal (mm)
dm = diameter akhir (mm)
lt = panjang pemesinan (mm)
Geometri pahat :
kr = sudut potong utama (o)
γo = sudut geram (o)
Kondisi pemesinan: a = kedalaman potong
a=

(mm) ................................................................................................. 2.1

f = pemakanan (mm/putaran)
N = putaran poros utama (rpm)
Dengan diketahuinya besaran-besaran di atas sehingga kondisi pemotongan dapat
diperoleh sebagai berikut:
a. Laju pemotongan

; (m/mm)

…………………….………….. 2.2


Dimana d = diameter rata-rata
d=

; (mm) …………………………………………...…….........

.2.3

b. Laju pemakanan vf = f . n ; (mm/min) …………………….................. 2.4
c. Waktu pemotongan tc =

; (min) ……………………………………

2.5

d. Laju pembuangan geram MRR = A.V ; (cm3 /min) …………...……… 2.6
Dimana A = penampang geram sebelum terpotong

Universitas Sumatera Utara


A = f.a ; (mm2 ) ……………………………….…………………………… 2.7
MRR = V.f.a ; (cm3/min) ……………………………….………………… 2.8
Sudut potong utama (principal cutting edge angle/Kr) adalah sudut antara
mata potong utama dengan laju pemakanan (Vf), besarnya sudut tersebut
ditentukan oleh geometri pahat dan cara pemasangan pada mesin bubut. Untuk
nilai pemakanan (f) dan kedalaman potong (a) yang tetap maka sudut ini akan
mempengaruhi lebar pemotongan (b) dan tebal geram sebelum terpotong (h)
sebagai berikut :
Lebar pemotongan b =

; (mm) ….………………………….....................2.9

Tebal geram sebelum terpotong h = f sin

(mm) ...………………...........2.10

Dengan demikian penampang geram sebelum terpotong adalah :
A = f.a =b.h ; (mm) ………………………..……………………………....2.11

2.2. Pembubutan Kering

Untuk alasan ekonomi dan lingkungan, telah terjadi terus di seluruh dunia tren
sejak pertengahan 1990-an untuk meminimalkan atau menghilangkan penggunaan
cairan logam. Tren ini telah menyebabkan praktek mesin dekat-kering (NDM),
dengan manfaat besar seperti berikut:
1. Mengurangi dampak lingkungan dari menggunakan cairan pemotongan,
meningkatkan udara
2. kualitas dalam pembuatan tanaman, dan mengurangi bahaya kesehatan.
3. Mengurangi biaya operasi mesin, termasuk biaya pemeliharaan, daur
ulang, dan pembuangan cairan pemotongan.
4. Selanjutnya meningkatkan kualitas permukaan.
(Kalpakjian, 1995)
2.3. Pembubutan Keras
Pembubutan keras adalah proses pemesinan menggunakan material baja yang
dikeraskan dengan nilai kekerasan lebih dari 45 HRC (Hardness Rockwell C)

Universitas Sumatera Utara

untuk menentukan akhir dari benda kerja sesuai dengan komponen yang telah
dikeraskan. Perkembangan dari proses pembubutan keras adalah berkat dari
penggunaan pahat baru yang canggih seperti Cubic Boron Nitride (CBN),

Polycrystalline Cubic Boron Nitride (PCBN), Chemical Vapor Deposition (CVD),
Physical Vapor Deposition (PVD) dan keramik sejak tahun 1970. Pengurangan
biaya mesin, penghapusan penggunaan cairan pemotongan, peningkatan
fleksibelitas, efisiensi dan biaya produksi. Keuntungan yang paling besar dari
pembubutan kering adalah sebagian besar dilakukan tanpa pelumas (Varaprasad,
2014).
Sekarang di industri pemesinan proses pembubutan keras digunakan untuk
mendapatkan material removal rate (MRR) yang tinggi, untuk keberhasilan
pelaksanaan pembubutan keras, pemilihan dari parameter pemotongan untuk
pahat potong, benda kerja,dan peralatan mesin adalah langkah penting
(Narasimhulu, 2012).
Proses pembubutan keras (Hard Turning) sama dengan bubut biasa, tetapi
pada proses pembubutan keras pemotongan dilakukan terhadap benda kerja
dengan kekerasan lebih besar dari 45 HRC. Prinsip kerja proses bubut biasa pada
dasarnya diterapkan pada proses bubut keras. Bagaimanapun terdapat perbedaan
karakteristik sebagai akibat tingginya kekerasan material yang akan dipotong.
Material yang keras memiliki sifat abrasif, dan nilai kekerasan atau young
modulus rasio yang tinggi. Akibat dari semua itu maka pada proses bubut keras
dibutuhkan alat potong yang jauh lebih keras dan tahan terhadap abrasif dibanding
proses bubut biasa. Proses bubut keras dapat dilakukan terhadap berbagai macam

jenis logam seperti baja paduan (steel alloy), baja untuk bantalan (bearing steel),
hot dan coldwork tool steel, high speed steel, die steel, dan baja tuang yang
dikeraskan.
Proses bubut keras dapat menjadi solusi untuk mengurangi waktu produksi
melalui pengurangan jumlah proses (tahapan), setup peralatan dan waktu untuk
inspeksi karena proses bubut keras dapat dilakukan pada mesin bubut yang sama
dimana proses bubut konvensional dilakukan, peralatan yang sama dapat
digunakan

dan

tanpa

membutuhkan

tambahan

sebuah

mesin


gerinda.

Bagaimanapun mesin untuk bubut keras memiliki kebutuhan spasi ruangan yang

Universitas Sumatera Utara

lebih kecil dibandingkan mesin gerinda. Dibutuhkan investasi yang lebih kecil
untuk sebuah mesin bubut CNC dibandingkan sebuah mesin gerinda presisi.
Keuntungan yang sangat signifikan dari pahat potong bermata tunggal (single
point cutting tool) sebagaimana yang digunakan pada proses bubut dapat
digunakan untuk pekerjaan dengan kontur permukaan yang rumit, tidak demikian
halnya dengan proses gerinda.

2.4. Bahan Pahat
2.4.1. Syarat dan jenis-jenis bahan pahat
Prinsip dasar pemesinan adalah kemampuan ketangguhan (toughness) pahat
terhadap benda kerja. Banyak perkembangan pada bahan pahat guna
meningkatkan kemampumesinan di mana geometri dan bahan pahat merupakan
hal yang perlu di pertimbangkan. Syarat bahan pahat yang harus dipenuhi

mencakup:
(1) kekerasan terutama pengerasan karena panas, dengan tujuan untuk
menjaga suhu pemotongan dan mencegah perubahan bentuk plastik (Plastic
Deformation).
(2) ketangguhannya harus dapat menahan beban yang tiba–tiba.
(3) rendah sifat adhesi terhadap benda kerja untuk mencegah BUE.
(4) rendah penyerapan (solubility) pahat terhadap unsur benda kerja untuk
mencegah aus pahat.
(5) tahan aus untuk mendapatkan umur pahat yang panjang dan
(6) kemampuan kesetimbangan secara kimia terhadap pengaruh benda kerja
(Kalpakjian, 1995).
Kekerasan yang rendah dan daya adhesi yang tinggi tidak diinginkan sebab
mata potong akan terdeformasi, terjadi keausan tepi dan keausan kawah yang
besar. Keuletan yang rendah serta ketahanan beban kejut termal yang kecil
mengakibatkan rusaknya mata potong maupun retak mikro yang menimbulkan

Universitas Sumatera Utara

kerusakan fatal. Pada umumnya kekerasan dan daya tahan termal yang di
pertinggi selalu diikuti oleh penurunan keuletan. Berbagai penelitian dilakukan

untuk mempertinggi kekerasan dan menjaga supaya keuletan tidak terlalu rendah
sehingga pahat tersebut dapat digunakan pada kecepatan tinggi. Hal ini dapat
dimaklumi karena peninggian kecepatan potong berarti menaikkan produktifitas.
Pada mulanya untuk memotong baja digunakan baja karbon tinggi sebagai
bahan perkakas potong di mana kecepatan potong pada waktu itu hanya boleh
mencapai sekitar 10m/menit. Berkat kemajuan teknologi, kecepatan potong ini
dapat

dinaikkan

sehingga

mencapai

sekitar

700m/menit

yaitu

dengan

menggunakan CBN (Cubic Boron Nitride).
Jenis-jenis pahat yang di pakai pada proses pemesinan adalah:
1. Baja Karbon (High Carbon Steels)
2. HSS (High Speed Steels)
3. Paduan Cor Nonferro (Cast Nonferrous Alloys)
4. Karbida (Cemented Carbides)
5. Keramik (Ceramics)
6. CBN (Cubic Boron Nitride)
7. Intan (Sinteran Diamonds and Natural Diamonds)
(Taufiq Rochim, 1993)
2.4.2 Karbida
Karbida atau cemented carbides ditemukan pada tahun 1923 (KRUPP
WIDIA) merupakan bahan pahat yang dibuat dengan cara mennyinter (sintering)
serbuk karbida (Nitrida, Oksida) dengan bahan pengikat yang umumnya dari
cobalt (Co). dengan Carburizing masing-masing bahan dasar (serbuk) Tungsten
(Wolfram,W) Titanium (Ti), Tantalum (Ta) dibuat menjadi karbida yang
kemudian digiling (Ball Mill) dan disaring. Salah satu atau campuran serbuk
karbida tersebut kemudian dicampur dengan bahan pengikat (Co) dan dicetak
tekan dengan memakai bahan pelumas (lilin). Setelah itu dilakukan presintering
(1000o C pemanasan mula untuk menguapkan bahan pelumas) dan kemudian
sintering (1600o C) sehingga bentuk keeping (sisipan) sebagai hasil proses cetak
tekan (Cold, atau HIP) akan menyusut menjadi sekitar 80% dari volume semula.

Universitas Sumatera Utara

Hot hardeness karbida ini hanya akan menurun bila terjadi pelunakan elemen
pengikat. Semakin besar persentase pengikat Co maka kekerasannya menurun dan
sebaliknya keuletannya membaik. Modulus elastisitasnya sangat tinggi demikian
pula berat jenisnya (density, sekitar 2 kali baja). Koefisien muainya setengah
daripada baja dan konduktiitas panas HSS. Ada 3 jenis utama pahat karbida
sisipan, yaitu :
1. Karbida tungsten (WC + Co), yang merupakan jenis pahat karbida
untuk memotong besi tuang (cast iron cutting grade)
2. Karbida tungsten paduan (WC – TiC + Co ; WC – TaC – TiC + Co ;
WC –TaC + Co ; WC – TiC – TiN + Co ; TiC +Ni,Mo) ; merupakan
jenis pahat karbida untuk pemotongan baja (steel cutting grade).
3. Karbida lapis (coated cemented carbides) ; merupakan jenis karbida
tungsten yang dilapis (satu atau bebrapa lapisan) karbida, nitrida atau
oksida lain yang lebih rapuh tetapi hot hardness nya tinggi.

Karbida berlapis
Coated cemented carbide pertama kali diperkenalkan pada tahun 1968 dan
sampai sekarang terus berkembang dan banyak dimanfaatkan dalam berbagai
proses permesinan (dinegara-negara maju). Umumnya sebagai material dasar
karbida tungsten (WC-Co) yang dilapis dengan bahan keramik (karbida, nitrida,
dan oksida yang keras tahan temperatur tinggi serta non adhesif). Lapisan setebal
1 s/d 8 mikron ini diperoleh secara CVD ataupun PVD. Pelapisan secara CVD
(chemical vapour deposition) menghasilkan ikatan yang lebih kuat daripada PVD
(physical vapour deposition). CVD dilaksanakan dengan mengendapkan elemen
atau paduan elemen (keramik) yang terjadi akibat reaksi pada fasa uap antara
elemen/paduan tersebut dengan gas pereaksi sehingga menempel dengan kuat
pada material yang dilapis. Pelaisan dapat diulang untuk kedua atau ketiga kalinya
dengan menggunakan elemen pelapis yang berbeda.

2.5.Bahan Rekayasa
2.5.1 Bahan logam ferro

Universitas Sumatera Utara

Bahan logam ferro adalah suatu logam yang memiliki dasar paduan besi
(ferrous), sedangkan unsur lain hanyalah sebagai unsur tambahan untuk
mendapatkan sifat bahan sesuai dengan aplikasi dalam penggunaannya.
Bahan logam ferro diantaranya adalah:
1. Besi Tempa (Wrought Iron)
2. Baja Karbon (Carbon Steel)
3. Baja Paduan
4. Baja dan Besi Tuang

2.5.2 Bahan logam non ferro
Bahan logam non ferro adalah bahan yang memiliki unsur logam tetapi
tidak ada unsur besi (ferrous).
Bahan logam non ferro diantaranya adalah:
1. Aluminium
2. Magnesium dan paduannya
3. Tembaga dan paduannya
4. Nikel dan paduannya
5. Seng dan paduannya
6. Titanium dan paduannya
7. Timah hitam dan paduannya(Pb)
8. Timah putih dan paduannya (Tin)

2.5.3 Sifat dan karakteristik logam
Logam mempunyai beberapa sifat antara lain: sifat mekanis, sifat fisika,
sifat kimia dan sifat pengerjaan. Sifat mekanis adalah kemampuan suatu logam
untuk menahan beban yang diberikan pada logam tersebut. Pembebanan yang
diberikan dapat berupa pembebanan statis (besar dan arahnya tetap), ataupun

Universitas Sumatera Utara

pembebanan dinamis (besar dan arahnya berubah). Yang termasuk sifat mekanis
pada logam, antara lain: kekuatan bahan (strength), kekerasan elastisitas,
kekakuan, plastisitas, kelelahan bahan, sifat fisika, sifat kimia, dan sifat
pengerjaan. Kekuatan (strength) adalah kemampuan material untuk menahan
tegangan tanpa kerusakan. Beberapa material seperti baja struktur, besi tempa,
alumunium, dan tembaga mempunyai kekuatan tarik dan tekan yang hampir sama.
Ukuran kekuatan bahan adalah tegangan maksimumnya, atau gaya terbesar
persatuan luas yang dapat ditahan bahan tanpa patah. Untuk mengetahui kekuatan
suatu material dapat dilakukan dengan pengujian tarik, tekan, atau geser.
Kekerasan (hardness) adalah ketahanan suatu bahan untuk menahan pembebanan
yang dapat berupa goresan atau penekanan. Kekerasan merupakan kemampuan
suatu material untuk menahan takik atau kikisan. Kekakuan adalah ukuran
kemampuan suatu bahan untuk menahan perubahan bentuk atau deformasi setelah
diberi beban. Kelelahan bahan adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima
beban yang berganti-ganti dengan tegangan maksimum diberikan pada setiap
pembebanan. Elastisitas adalah kemampuan suatu bahan untuk kembali ke bentuk
semula setelah menerima beban yang mengakibatkan perubahan bentuk.
Elastisitas merupakan kemampuan suatu material untuk kembali ke ukuran
semula setelah gaya dari luar dilepas.

2.5.4 Baja paduan
Baja paduan adalah baja yang dipadukan dengan beberapa elemen dalam
jumlah total antar 1,0% dan 50% berat utuk meningkatkan sifat mekanik. Dalam
penelitian ini dipilih baja AISI 1045 sebagai bahan ujinya
. Pemilihan baja AISI 1045 karena baja ini banyak dipakai dalam pembuatan
komponen-komponen permesinan, murah dan mudah didapatkan di pasaran.
Komponen mesin yang terbuat dari baja ini contohnnya poros, roda gigi dan
rantai. Adapun data-data dari baja ini adalah sebagai berikut :
1. AISI 1045 diberi nama menurut standar American Iron and Steel Institude
(AISI) dimana angka 1xxx menyatakan baja karbon, angka 10xx menyatakan

Universitas Sumatera Utara

karbon steel sedangkan angka 45 menyatakan kadar karbon persentase (0,45
%).
2. Penulisan atau penggolongan baja AISI 1045 ini menurut standar yang lain
adalah sama dengan DIN C 45, JIS S 45 C, dan UNS G 10450.
3. Menurut penggunaannya termasuk baja kontruksi mesin.
4. Menurut struktur mikronya termasuk baja hypoeutectoid (kandungan karbon
< 0,8 % C).
5. Dengan meningkatnya kandungan karbon maka kekuatan tarik dan kekerasan
semakin menjadi naik sedangkan kemampuan regang, keuletan, ketangguhan
dan kemampuan lasnya menurun. Kekuatannya akan banyak berkurang bila
bekerja pada temperatur yang agak tinggi. Pada temperatur yang rendah
ketangguhannya menurun secara dratis.
6. Kandungan unsur pada AISI 1045 menurut standard ASTM A 827-85 adalah
sebagai berikut :
Tabel 2.1 Unsur pada baja AISI 1045
Unsur

Kandungan (%)

Carbon, C

0.420 - 0.50 %

Iron, Fe

98.51 - 98.98 %

Manganese, Mn

0.60 - 0.90 %

Phosphorous, P

≤ 0.040 %

Sulfur, S

≤ 0.050 %

(sumber : http://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=6130.)
2.6. Rentang Kondisi Pemotongan
Proses pemesinan mempunyai peranan penting dalam menentukan laju
produksi sebuah industri. Dalam proses pemesinan terdapat 3 parameter yang
mempengaruhi laju produksi yaitu kecepatan potong ( v ), kecepatan makan ( f ),
dan kedalaman potong ( a ). Jika proses pemotongan dilakukan pada kecepatan

Universitas Sumatera Utara

yang dibawah ketentukan, maka penyelesaian akan memakan waktu yang lebih
lama. Selanjutnya jika proses pemotongan dilakukan dengan kecepatan tinggi,
maka umur pahat akan lebih pendek sebelum mencapai umur minimal dari pahat
yang bisa mengakibatkan pahat pecah atau rusak, begitu juga dengan kecepatan
makan dan kedalaman potong.
Maka dari itu, perlunya suatu sistem yang dapat membantu penentuan kondisi
pemotongan optimum. Metode pengerjaan yang dilakukan meliputi pengumpulan
informasi penelusuran dari literatur dan pengamatan secara langsung untuk
membandingkan hasil teori dan dilapangan.
Rentang kondisi pemotongan dilakukan dengan mencari kriteria kondisi
pemotongan operasional yang diinginkan, dan membentuknya/memaparkannya
kedalam bentuk grafik VB Versus T.

Universitas Sumatera Utara