Pemodelan Gelombang Tsunami Akibat Gempa Bumi Tektonik Dasar Laut Di Daerah Pulau Nias Dan Sekitarnya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. BENCANA GEOLOGIS DI INDONESIA

Bencana merupakan hal yang tidak diinginkan oleh semua mahkluk hidup karena
menimbulkan penderitaan dalam kehidupan mahkluk hidup. Untuk itu kita perlu
memahami terjadinya suatu bencana alam sehingga kita dapat mempersiapkan diri
kita dalam menghadapi kejadian tersebut dengan baik dan benar.

Gambar 2.1. Peta sumber gempa di Indonesia
(Seismic-Eruption Maintenance program, Alan Jones. Dept. of Geological
SciencesState University of New York at Binghamton)

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan, dimana terdapat kurang
lebih 17.504 pulau besar dan kecil. Indonesia merupakan daerah yang rawan akan

Universitas Sumatera Utara

terjadinya gempa terutama gempa tektonik. Hal ini dikarenakan letak Indonesia

yang berada persis di tepi lempeng bumi yaitu Lempeng Eurasia yang sekarang
masih sangat aktif bergerak. Gerakan lempeng ini akan terus terjadi seiring
dengan berjalannya siklus pergerakan lempeng Bumi seperti yang terjadi pada
jutaan tahun yang silam. 225 juta tahun silam, di bumi ini hanya ada satu benua
raksasa yaitu Pangaea. Karena adanya siklus pergerakan lempeng, benua raksasa
itu pada akhirnya terbelah seiring dengan berjalannya waktu, dan itu masih terjadi
hingga sekarang. Masing-masing daerah yang terbelah, bergerak mengikuti
pergerakan lempeng di bawahnya. Lempeng itu sendiri bergerak karena
sebenarnya, lempeng bumi ini seperti mengambang di atas lautan batuan cair di
dalam bumi.

2.2. SUMATRAN SUBDUCTION ZONE (ZONA SUBDUKSI SUMATRA)

LAUT

LITOSFER

ZONA
SUBDUKSI


CAIRAN
PANAS

Gambar 2.2. Lapisan Dalam Inti Bumi Pada Zona Subduksi
(sumber: Ekspedisi Cincin Api)
Gambar 2.2 di atas menunjukkan lapisan inti bumi. Di dalam lapisan bumi
terdapat beberapa macam jenis lapisan. Cairan panas tersebut menyebabkan
timbulnya gaya tekan ke arah atas permukaan bumi. Lapisan keras di atas cairan
tersebut seperti litosfer akan mendapat gaya dorongan. Arah dari arus cairan panas
dapat saling berlawanan sehingga memberikan pergerakan yang berlawanan
terhadap gerak lempeng di atas cairan tersebut. Akibatnya pergerakan lempenglempeng menjadi beragam, ada yang bergerak

saling menjauh menimbulkan

Universitas Sumatera Utara

rekahan, ada yang bertumbukan dan menunjam lempeng yang lain sehingga salah
satu lempeng terangkat ke atas membentuk struktur bumi seperti pegunungan
bukit barisan di Sumatra. Daerah bertemunya 2 lempeng dimana salah satu
lempeng menabrak lempeng lain dan menunjam masuk ke bawah lempeng

tersebut disebut zona Subduksi. Salah satu zona subduksi di bumi adalah zona
subduksi Sumatra. Zona ini adalah salah satu daerah dengan tingkat seismisitas
yang tinggi, karena di daerah zona ini dalam kurun waktu telah menyebabkan
gempa bumi dan tsunami besar.

2005(8.7)

Gambar 2.3. Kondisi Tektonik Pulau Sumatra Dan Nias
(sumber: Kenneth W. Hudnut-USGS survey)
Gambar 2.3. di atas menunjukkan lempeng Australia dan lempeng India bergerak
ke arah lempeng Eurasia tepatnya di gugusan pulau di Pantai Barat Sumatra.
Pergerakan antar lempeng tersebut menyebabkan gempa bumi Sumatra-Andaman
2004 dan gempa 2005 di Nias-Simeuleu. Dan tumbukan tersebut masih
berlangsung sampai hari ini dan akan terus terjadi.

Universitas Sumatera Utara

2.3. KONDISI TEKTONIK PULAU NIAS
Pulau Nias terletak di pantai Barat pulau Sumatera. Secara administratif daerah ini
adalah bagian dari provinsi Sumatera Utara. Daerah yang dikaji sebagai bahan

penelitian diplot pada posisi 0° - 4° N dan 94° E 99° E. Menurut sumber USGS
(United States Geological Survey), bahwa frekuensi terjadinya gempa bumi di
daerah yang diplot tersebut cukup tinggi. Pulau Nias juga berada di daerah
gugusan cincin api (ring of fire).

SUMATERA
Palung Laut
dalam

Samudra Hindia

Jalur patahan
sumatra

Pulau Nias

Lempeng Benua

Lempeng samudra
Zona Gempa bumi

Zona Subduksi

Sumber gempa
zona sesar

Gambar 2.4. Zona Subduksi di Pantai Barat Sumatera
(puslit-geoteknologi LIPI)

Dari gambar 2.4 di atas dapat kita lihat bahwa di daerah tersebut, Nias dan
Pulau Sumatera terdapat 2 sumber gempa. Yaitu sumber gempa zona subduksi
dan sumber gempa sesar sumatera. Pulau Nias tepat berada di sumber gempa zona
subduksi dimana gempa akibat tabrakan lempeng ini berpotensi besar dapat
menimbulkan gelombang tsunami.

Gempa bumi adalah tanah yang berguncang akibat rekahan bumi pecah
dan bergeser dengan keras. Wilayah di sebelah barat sumatra mempunyai banyak
sumber gempa karena posisinya dekat dengan jalur tabrakan dua lempeng bumi,

Universitas Sumatera Utara


dimana lempeng samudra Hindia bergerak ke arah dan menunjam ke bawah
lempeng benua (Sumatra). Bagian lempeng yang menunjam di bawah
Kep.Mentawai dan Nias umumnya melekat kuat pada tubuh batuan di atasnya,
sehingga pergerakan ini memampatkan tubuh batuan (Gambar.2.4). Akumulasi
tekanan ini akan meningkat dari waktu kewaktu sampai pada suatusaat melampaui
daya rekat dua lempeng tersebut. Maka ibarat sebuah per pegas raksasayang sudah
ditekan maksimal dan kemudian dilepaskan, Pulau Nias akan terpental ke atas dan
ke arah luar secara tiba-tiba menimbulkan guncangan bumi yang sangat keras,
yaitu gempabumi yang terjadi pada zona subduksi.

Lempeng samudra ini menabrak Sumatra agak miring, sehingga
menyebabkan ada tekanan yang mendorong daerah Sumatra ke arah utara.
Dorongan ke utara ini tidak bisa diserap oleh zona subduksi dan Pulau Nias dan
Kep.Mentawai, tapi harus ditanggung oleh sebuah jalur patahan besar di
sepanjang Peg. Bukit Barisan Sumatra yang disebut Patahan (besar) Sumatra.
Sama halnya dengan zona subduksi, Patahan Sumatra menahan tekanan lempeng
dari hari ke hari sampai melampaui kekuatan batuan yang merekatkan bumi di
barat dan timur jalur patahan ini.

Pada saat itulah terjadi gempa besar dimana akumulasi tekanan akan

dilepaskan tiba-tiba menyebabkan bumi di bagian barat bergerak tiba-tiba ke arah
utara dan yang di bagian timur bergerak ke arah selatan. Begitulah tentang kenapa
di Sumatra banyak gempa terjadi tidak hanya di bawah lautan tapi juga di
sepanjang Bukit Barisan.

2.4.

LEMPENG TEKTONIK
Teori tektonika adalah teori dalam bidang geologi yang dikembangkan

untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar
yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga
menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada
paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan

Universitas Sumatera Utara

pada tahun 1960-an. Teori ini dikemukakan oleh Alfred Wegener pada tahun
1912.
Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas

terdapat litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku
dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat
tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala waktu
geologis yang sangat lama karena viskositas dan kekuatan geser yang rendah.
Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya menjadi lebih kaku
lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan tekanan yang
tinggi.
Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik. Di bumi,
terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih kecil.
Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka bergerak
relatif satu dengan yang lainnya di batas-batas lempeng, baik divergen (menjauh),
konvergen (bertumbukan), ataupun transform (menyamping). Gempa bumi,
aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan pembentukan palung samudera
semuanya umumnya terjadi di daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan lateral
lempeng lazimnya berkecepatan 50-100 mm/tahun. Lempeng tektonik bisa
merupakan kerak benua atau samudera, tetapi biasanya satu lempeng terdiri atas
keduanya. Misalnya, Lempeng Afrika mencakup benua itu sendiri dan sebagian
dasar Samudera Atlantik dan Hindia. Lempeng – lempeng tersebut aktif bergerak
satu sama lain, sehingga menimbulkan variasi bentuk permukaan bumi ini.


Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5. Peta Lempeng Tektonik Bumi (Sumber: USGS)
Tabel 2.1. Tabel Nama Lempeng yang Membentuk Litosfer.
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

2.5.


Nama Lempeng
Lempeng Antartik
Lempeng Pasifik
Lempeng lndo-Australia
Lempeng Eurasia
Lempeng Afrika
Lempeng Amerika Selatan
Lempeng Amerika Utara
Lempeng Filipina
Lempeng India
Lempeng Narca
Lempeng Cocos
Lempeng Arab

Keterangan
Lempeng Besar
Lempeng Besar
Lempeng Besar
Lempeng Besar
Lempeng Besar

Lempeng Besar
Lempeng Besar
Lempeng Kecil
Lempeng Kecil
Lempeng Kecil
Lempeng Kecil
Lempeng Kecil
Sumber : USGS

RING OF FIRE

Dua lempeng akan bertemu di sepanjang batas lempeng (plate boundary), yaitu
daerah di mana aktivitas geologis umumnya terjadi seperti gempa bumi dan
pembentukan kenampakan topografis seperti gunung, gunung berapi, dan palung

Universitas Sumatera Utara

samudera. Kebanyakan gunung berapi yang aktif di dunia berada di atas batas
lempeng, seperti Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire) di Lempeng Pasifik
yang paling aktif dan dikenal luas. Indonesia secara keseluruhan termasuk dalam
wilayah zona cincin api ini. Hal ini berakibat seringnya daerah – daerah di
Indonesia di landa Gempa, dari Sabang sampai Merauke, kecuali Kalimanta yang
jarang dilanda bencana gempa bumi.

Gambar 2.6. Peta Ring Of Fire / Cincin Api (sumber : USGS)
Cincin api adalah suatu zona gempa bumi dan letusan gunung api. Tempat
ini mengelilingi cekungan samudra pasifik. Cincin ini berbentuk seperti tapal
kuda dengan panjang 40.000 km. 81 % kejadian gempa bumi terjadi di sepanjang
cincin api tersebut. Terbentuknya cincin api ini adalah akibat langsung dari
pergerakan dan tabrakan lempeng tektonik.

2.6.

TSUNAMI

Adapun Kata tsunami berasal dari kata/bahasa Jepang, terdiri dari dua
kata, yaitu tsu ( pelabuhan ) dan nami

( gelombang ), pertama kali muncul di

kalangan para nelayan Jepang. Pada saat itu, para nelayan Jepang akan kembali ke

Universitas Sumatera Utara

pelabuhan setelah mereka selesai melaut. Mereka menemukan bahwa daerah
pantai sudah hancur karena hantaman gelombang yang tinggi dan yang besar.
Padahal ketika mereka berada di tengah lautan, mereka tidak merasakan adanya
gelombang tersebut. Hal ini disebabkan karena panjang gelombang tsunami
sangat panjang. Setelah itu mereka menyimpulkan bahwa gelombang tsunami
hanya timbul di sekitar pantai saja. Jadi pengertian tsunami adalah rangkaian
gelombang yang terjadi secara tiba-tiba dimana sejumlah massa air naik secara
vertikal dari laut menuju pantai dalam waktu yang singkat.

Tsunami merupakan gelombang air yang sangat besar yang dibangkitkan oleh
berbagai macam gangguan di di dasar laut. Adapun gangguan yang dapat
menyebabkan gelombang tsunami adalah gempa bumi, pergeseran lempeng, atau
gunung meletus di dasar laut. Tsunami dapat juga terjadi jika ada meteorit yang
jatuh ke atas permukaan lautan. Namun hal ini masih perkiraan para ahli, belum
pernah terjadi peristiwa dimana meteor besar jatuh ke atas permukaan laut.

Pada dasarnya tsunami dapat terjadi akibat adanya rekahan dan
rekahan itu menimbulkan perubahan ketinggian permukaan air laut secara tibatiba. Rekahan itu dapat dikarenakan lempeng bumi di dasar laut bergerak dan
saling bertabrakan dengan lempeng bumi yang lain atau karena runtuhan
dataran dasar laut yang kemudian meninggalkan cerukan besar di dasar laut
(seperti meteor yang jatuh ke laut). Syaratnya untuk dapat menimbulkan tsunami,
rekahan itu harus panjang dan sangat lebar. Ketika rekahan itu terbentuk, secara
tiba-tiba sejumlah besar volume air tersedot mengisi rekahan yang baru saja
terbentuk itu. Tetapi karena air akan segera menuju ke ketinggian semula,
air di sekitarnya dalam volume besar akan mengisi penurunan permukaan air
tersebut. Proses pengisian secara tiba-tiba itulah yang kemudian menciptakan
gelombang besar yang dapat menuju pantai dan menjadi gelombang tsunami.
Apabila rekahan yang terbentuk itu dekat dengan daratan, tsunami dapat mudah
sekali terbentuk dan dengan mudahnya juga dapat menerjang pantai.
Kekuatan gelomang itu sangatlah besar, bahkan rumah batubata pun bisa hancur
karenanya.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.7. Zona Ancaman Bencana Tsunami Di Indonesia
(sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana, BNPB)

Pada Gambar 2.7 di atas, hampir semua pantai di wilayah pantai Barat
pulau Sumatera, pantai Selatan pulau Jawa, pantai Kepulauan Nusa Tenggara,
pantai Barat Papua, pantai pulau Sulawesi dan Kepulaun Maluku merupakan
daerah yang rawan terhadap tsunami. Hal ini terbukti dengan banyaknya gempa
dan tsunami yang telah terjadi di Indonesia. Selama kurun waktu tahun 1600
sampai dengan 1999 telah terjadi 105 tempat kejadian tsunami yang mana 90% di
antaranya disebabkan gempa tektonik, 9% oleh gunung meletus dan 1% oleh
longsoran dasar laut (Latief et al. 2000). Data lain menunjukkan bahwa dari tahun
1600 sampai 2005 telah terjadi 107 kejadian tsunami, 98 kali tsunami yang
disebabkan oleh gempa bumi, 9 kali tsunami disebabkan oleh letusan gunung
berapi dan 1 kali oleh longsoran dasar laut (Diposaptono 2005). Menyimak
kejadian tsunami Aceh dan Sumatera Utara, yang mana gempa terjadi di Samudra
Indonesia pada kedalaman 30 km dari dasar laut dan berkekuatan 9,0 SR yang
telah menghasilkan tsunami dan korban yang dahsyat. Lebih dari 150.000 orang

Universitas Sumatera Utara

meninggal dunia. Sebanyak 400.000 orang kehilangan tempat tinggal dan tinggal
di barak pengungsian. Setelah gempa Aceh, giliran Pulau Nias pada 2005 gempa
dengan magnitude 8,7 SR merupakan gempa dangkal berjarak 30 km dari dasar
laut yang menyebabkan sekitar 1000 orang menjadi korban meninggal dunia dan
lebih dari 3000 orang kehilangan tempat tinggal. Daerah-daerah di Indonesia yang
rawan dan menjadi titik gempa adalah titik lempeng Indo-Australia yang berada
sejak dari pantai barat Sumatera mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Bengkulu, Lampung, selatan Jawa, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta,
Jawa Timur terus ke Bali, Nusa Tenggara bagian selatan terus naik ke atas,
merupakan satu blok atau satu lempeng Indo-Australia.

Lempeng lain yaitu lempeng Eurasia, dimulai dari Sulawesi Utara, terus ke
bawah sebelah timur Sulawesi, Nusa Tenggara di samping lempeng selatan juga
kena dengan lempeng utara. Ada pula istilah Pacific Plate yang meliputi daerah
utara dari Papua, terus ke Halmahera dan sekitarnya. Jadi ketiga lempeng ini
bertemu di Indonesia dan pulau Buru sebagai pusatnya. Indonesia merupakan
salah satu negara yang memiliki tingkat gempa yang tinggi di dunia, lebih dari 10
kali tingkat gempa di Amerika Serikat.

Gempa-gempa tersebut sebagian besar berpusat di dasar Samudera Hindia
dan dapat menimbulkan tsunami. Secara umum daerah pesisir Barat Sumatera,
selatan Jawa, utara dan selatan Nusa Tenggara, Maluku, utara Papua, dan hampir
seluruh wilayah pesisir Sulawesi merupakan daerah yang rawan bencana tsunami
dan sepanjang palung barat Sumatera sampai selatan Jawa merupakan daerah
gempa karena merupakan daerah yang berpotensi terjadinya pergesaran lempeng
benua.

Universitas Sumatera Utara

2.7. PENYEBAB TERJADINYA GELOMBANG TSUNAMI

Tsunami merupakan gelombang panjang dan stabil, dengan kecepatan tinggi,
akibat gerakan lempeng dasar laut yang signifikan. Gerakan lempeng yang tiba –
tiba itu mengakibatkan gangguan keseimbangan massa air di atasnya. Air laut
bergejolak lalu timbul energi, ketika sampai di pantai membentuk gelombang
besar tsunami. Pada beberapa kasus, tsunami juga bisa terjadi karena meletusnya
gunung api bawah laut dan jatuhnya meteor ke laut.

2.7.1. Gempa Bumi Bawah Laut ( Undersea Earthquake )
Gempa bumi dasar laut ini menimbulkan gangguan air laut akibat
berubahnya profil dasar laut. Profil dasar laut inidapat berubah karena
gerakan tanah yang tegak lurus dengan permukaan air atau permukaan
bumi.

Gambar 2.8. Proses Terjadinya tsunami (Unesco, 2007)

Dari gambar di atas ditunjukkan situasi normal, dimana permukaan air laut
tenang. Bila terjadi gangguan di lempeng samudera dimana sesar bergerak,
maka terjadi ombak yang akan bergerak dan akhirnya akan membanjiri

Universitas Sumatera Utara

pesisir pantai. Batas lempeng (patahan) bergerak karena ada tekanan yang
besar, yang akan menciptakan gelombang. Gelombang kemudian
menyebar sampai ke permukaan. Ketika mendekati daratan, maka
gelombang akan menjadi ketinggian karena dasar laut mengalami
pendangkalan.

2.7.2. Longsoran Lempeng Bawah Laut ( Undersea Landslides)
Gerakan yang besar pada kerak bumi biasanya terjadi di perbatasan antar
lempeng tektonik. Celah retakan antara kedua lempeng tektonik ini disebut
sesar (fault). Sebagai contoh, di sekeliling tepian samudera pasifik, yang
sering disebut lingkaran api (ring of fire), lempeng samudera yang lebih
padat menghujam masuk ke bawah lempeng benua. Proses ini dinamakan
dengan penghunjaman (subduction). Gempa subduksi sangat efektif
membangkitkan gelombang tsunami.

2.7.3. Aktivitas Vulkanik ( Volcanic Activities )
Meletusnya gunung berapi yang terletak di dasar laut dapat juga
menaikkan air laut dan membangkitkan gelombang tsunami. Seperti
letusan gunung Krakatau yang berada di selat sunda yang membangkitkan
tsunami yang besar.

2.7.4. Tumbukan Benda Angkasa Yang Jatuh
Tumbukan dari benda luar angkasa seperti meteor merupakan gangguan
terhadap air laut yang datang dari permukaan. Tsunami yang disebabkan
oleh tumbukan ini, umumnya terjadi sangat cepat dan jarang
mempengaruhi wilayah pesisir yang jauh dari sumber gelombang.
Meskipun begitu, bila pergerakan lempeng dan tabrakan benda angkasa
luar cukup dahsyat, kedua peristiwa menciptakan ini dapat megatsunami.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.9. Asteroid Jatuh Ke Samudra (comet program)

2.8. GEMPA BUMI PENYEBAB GELOMBANG TSUNAMI

Dari keempat jenis penyebab tsunami, gempa bumi dasar laut merupakan
penyebab paling banyak peristiwa tsunami di bumi ini. Ciri – ciri gempa yang
paling berpotensi menimbulkan tsunami adalah:
1. Episenter ( Pusat Gempa) terjadi di dasar laut
2. Kedalaman Fokus (sumber pusat gempa) dangkal kurang dari 60 km
3. Kekuatan magnitudo gempa lebih dari M= 6.5 SR
4. Gerak lempeng atau sesar vertikal (thrust fault-Reverse)
5. Topografi kelandaian dan bentuk pantai yang sesuai

2.9. BESAR SKALA TSUNAMI
2.9.1. Magnitudo Tsunami
Magnitudo daripada Tsunami merupakan besaran yang menunjukkan besarnya
ukuran kekuatan Tsunami yang dibuat dalam besaran magnitudo. Berikut tabel
magnitudo Tsunami yang dibuat oleh Imamura (1949) dan Iida (1958). Mereka
adalah peneliti dari Jepang.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Magnitudo Tsunami dan ketinggian Tsunami
Magnitudo

Ketinggian

kerusakan

Tsunami (m)

Tsunami (h)

-1

30

Rumah di pantai rusak
Kapal terdampar ke pantai
Kerusakan dan korban di daerah
tertentu di pantai
Kerusakan sampai 400 km dari
garis pantai
Kerusakan sampai sepanjang
500 km dari garis pantai

Tidak ada

2.9.2. Intensitas Tsunami
Ukuran dari tsunami yang didasarkan pada pengamatan makroskopis terhadap
dampak tsunami terhadap manusia, benda-benda termasuk kapal laut berbagai
ukuran, dan pada bangunan.

i = log 2 (√2 h )

(2.1)

dimana
i = intensitas tsunami
h = tinggi tsunami rata-rata
log 2 = logaritma basis 2

2.9.3. Hubungan magnitudo Gempa dengan magnitudo Tsunami
Iida (1963) membuat klasifikasi dari tsunami berdasarkan ukuran gelombangnya
sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3. Skala Tsunami
No

Skala

Nilai skala

1

Amat Kecil

( skala 0 )

2

Kecil

( skala 1 )

3

Menengah

( skala 2 )

4

Besar

( skala 3 )

5

Amat Besar

( skala 4 )

Ukuran skala kecil biasanya tidak terasa tetapi masih dapat diamati. Ukuran
kecil mulai terasa dan amat besar mulai merusak. Berdasarkan klasifikasi itu lida
mengamati hubungannya dengan gempa bumi dan memperoleh hubungan linear
antara magnitude gempa bumi dengan besaran tsunami. Gempa bumi dengan
magnitudo 7 Skala Richter dapat menimbulkan tsunami dalam skala 0 sedangkan
magnitude gempa 8 dapat menghasilkan skala 1 sampai 2 dan gempa 8 sampai 9
bisa menghasilkan tsunami yang dahsyat dapat mencapai skala 3. gempa bumi
bermagnitudo kurang dari 7 pada umumnya tidak menghasilkan tsunami yang
merusak dan berskala minus.

Hubungan empiris antara magnitudo tsunami dengan magnitudo gempa bumi
yang menimbulkannya diturunkan oleh Iida (1963) sebagai berikut :

m = 2,61 M – 18,44

( 2.2)

Dimana :


m = magnitudo tsunami dalam skala Immamura.



M = magnitudo gempa bumi dalam Skala Richter.
Magnitudo menunjukkan skala kekuatan dari tsunami dan gempa.

2.9.4. Skala Imamura-Iida (m)

Skala Imamura-Iida didefenisikan dengan m sebagai berikut:
m = log 2 (h)

(2.3)

Universitas Sumatera Utara

dimana :
m adalah skala Imamura-Iida (m)
h adalah ketinggian maksimum tsunami (run-up dalam meter) maka h = 2m
log 2 adalah logaritma basis 2
Persamaan ini dipengaruhi oleh tinggi tsunami atau run-up tsunami

2.9.5. Hubungan Magnitudo dengan Kedalaman Pusat Gempa

Dari hasil penellitian gelombang-gelombang tsunami yang terjadi di Jepang, Iida
(1970) menurunkan hubungan empiris antara magnitudo ambang dengan
kedalaman pusat gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami, yaitu :

Mm = 6,3 + 0,005 D

(2.4)

Dimana :


Mm = magnitudo minimum atau ambang gempa (skala Richter) yang
berpotensi menimbulkan tsunami



D = Kedalaman pusat gempa.

Dari hubungan empiris tersebut terlihat bahwa magnitudo minimum gempa bumi
yang memungkinkan terjadinya tsunami adalah 6,3 SR. Dan gempa-gempa
dangkal yang lebih berpotensi untuk menimbulkan gelombang tsunami. Di Jepang
rata-rata kedalaman maksimumnya sekitar 80 km.

2.10. KARAKTERISTIK DAN KECEPATAN TSUNAMI

Perilaku gelombang tsunami sangat berbeda dengan ombak laut biasa. Gelombang
tsunami dapat bergerak dengan kecepatan tinggi dan dapat melintasi samudera
luas dengan sedikit energi yang hilang. Tsunami dapat menerjang pantai yang
jaraknya ribuan kilometer dari sumbernya, sehingga terdapat selisih waktu antara
terciptanya tsunami dengan bencana yang ditimbulkannya. Periode Tsunami
sangat bervariasi, mulai dari 2 menit hingga 1 jam. Panjang gelombangnya sangat

Universitas Sumatera Utara

besar, antara 100 km – 200 km. Berbeda sekali dengan ombak biasa di permukaan
lau yang memiliki panjang gelombang 150 meter dan periode 10 detik.

Gambar 2.10. Peristiwa Tsunami ( sumber: The COMET program)

Dengan panjang gelombang tsunami yang besar inilah yang menyebabkan
tsunami tidak / hampir tidak terlihat saat masih berada di tengah lautan. Juga
akibat bentuk bumi yang bulat maka pandangan kita tidak dapat melihat langsung
pergerakan tsunami di lautan. Akan tetapi baru dapat dilihat jika sudah dekat ke
daratan/ pantai. Ketinggian tsunami ini akan semakin besar akibat dari
pendangkalan dasar laut. Disaat menerjang pantai, tsunami ini akan merusak
segala sesuatu yang ada, karena energi yang dikandungnya sangat besar.

Secara matematis, rumus laju tsunami bisa ditulis sebagai

dimana:
v = kecepatan tsunami �⁄�

v = ���

(2.5)

g = percepatan gravitasi ( 9,8 m/ � 2 )

d = kedalaman laut. ( m )

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4. Tabel Kecepatan Tsunami Bergantung Kedalaman Laut, dengan
rumus v = ���
Depth (kedalaman)
Meter (m)
50
100
500
1000
2000
3000
4000
5000
6000

Speed (kecepatan)
Km/hour
(m/s)
22
80
31
113
70
252
99
356
140
504
171
617
198
713
221
797
242
873
(Harold O. Mofjeld ,NOAA)

sehingga panjang gelombang dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
λ = v.t

(2.6)

dimana
λ = panjang gelombang (jarak antar 2 puncak) (m)
v = kecepatan rambat gelombang tsunami (m/s)
t = periode gelombang tsunami (sekon)

Semakin menjauhi pusat gempa dan kedalaman laut kian dangkal maka
kecepatan tsunami kian melemah. Tetapi justru dari sinilah bencana terjadi.
Karena di laut dangkal terjadi proses shoaling (pembesaran) tinggi gelombang
akibat melemahnya kecepatan tsunami. Fenomena itu memaksa gelombang naik
membentuk semacam dinding raksasa dengan ketinggian di atas 30 meter.
Tingginya gelombang ini ditambah dengan kecepatan arus yang ditimbulkannya
menjadikan air laut melumat apa saja yang dilaluinya. Bagi pantai yang tidak
memiliki sabuk pengaman alami (green belt), energi hantaman ini dengan leluasa
menerobos menembus jauh ke daratan.

Sebagai contoh, di samudera pasifik dimana kedalaman rata–rata laut
adalah 4.000 meter, gelombang tsunami yang merambat dengan kecepatan ± 200

Universitas Sumatera Utara

m/s (kira–kira 720 km/jam). Sementara pada kedalaman 40 meter, kecepatannya
mencapai ± 20 m/s (sekitar 71 km/jam), yang berarti berkurang kecepatannya.

Energi dari gelombang tsunami merupakan fungsi perkalian antara tinggi
gelombang dan kecepatannya. Adapun nilai dari energi ini selalu konstan, yang
berarti tinggi gelombang berbanding terbalik dengan kecepatan merambat
gelombang. Oleh sebab itu ketika gelombang tsunami mencapai daratan,
tingginya meningkat sementara kecepatannya menurun. Disaat gelombang
memasuki daerah yang lautnya dangkal, kecepatan tsunami akan berkurang
sedangkan tinggi gelombang tsunami meningkat yang kemudian menciptakan
gelombang yang besar dan mengerikan dan sifatnya sangat merusak.

2.11. CIRI – CIRI TERJADINYA TSUNAMI

Tsunami berbeda dengan jenis bencana alam yang lain, seperti badai topan yang
dapat menghancurkan lingkungan. Tsunami juga bukan merupakan gelombang
ombak yang besar yang disertai angin yang kuat dan deras dari lautan. Tsunami
dapat dikenali dari beberapa ciri – ciri yang dimilikinya, antara lain:

1. Ketika terjadi gempa bumi, leusan gunung berapi, dan tanah longsor di
dasar laut, serta dampak meteorit, maka air laut akan seketika berangsur
surut atau naik seketika secara mendadak dari garis pantai.
2. Gelombang air laut bergerak dengan cepat
3. Gelombang tsunami bergerak dengan kecepatan mencapai 500 km/jam
sampai 1.000 km/jam, tergantung dengan kedalaman laut. Biasanya
gelombang ini membawa material lumpur laut yang cukup banyak.
4. Biasanya gelombang tsunami ini akan menghantam pantai ataupun
pelabuhan terdekat dalam waktu 10 sampai 30 menit setelah terjadinya
gempa.
5. Gelombang tsunami memiliki amplitudo gelombang pasang yang tinggi
dan panjang. Amplitudo dapat mencapai 50 meter dan panjang gelombang

Universitas Sumatera Utara

dapat mencapai ribuan kilometer. Kapal – kapal yang berada di tengan
samudera tidak merasakan adanya gelombang tsunami.

2.12. DAMPAK TERJADINYA TSUNAMI

Energi yang dihasilkan oleh tsunami dapat mencapai 10% dari energi gempa
pemicunya. Dapat dibayangkan, gempa berkekuatan 9 skala Richter akan
menghasilkan energi yang setara dengan 100.000 kali kekuatan bom atom di
Hiroshima, Jepang. Bentuk pantai, bentuk dasar laut di wilayah pantai, sudut
kedatangan gelombang, dan bentuk depan gelombang tsunami yang datang ke
pantai akan sangat berpengaruh terhadap kerusakan yang ditimbulkan. Umumnya
karena perbedaan factor-faktor tadi, tingkat keruskan yang dihasilkan oleh
tsunami itu akan berbeda antara pantai yang satu dengan yang lainnya walaupun
letak kedua pantai itu saling berdekatan. Sebagai contoh, daerah teluk akan
mengalami kerusakan lebih parah daripada daerah pesisir biasa.

Gelombang tsunami yang sangat besar itu dapat menghadirkan kehancuran
total pada wilayah yang diserangnya. Terutama di daerah pesisir, seperti daerah
pesisir Aceh yang terkena tsunami pada Desember 2004, hampir semua rumah
dan segala macam bangunan yang berada di sekitar pantai (radius sekitar 500
meter dari garis pantai) mengalami kerusakan yang sangatlah parah. Begitu juga
halnya dengan bangunan di daerah pantai di pesisir Jawa bagian selatan saat
terjadi tsunami pada Juli 2006. Tak hanya bangunan, warga yang hidup di sekitar
pantai pun menjadi korban. Bagi mereka yang tidak sempat menyelamatkan diri
saat terjadi tsunami, akan merasakan kekuatan tsunami yang sangat besar, dan
kebanyakan dari mereka tak akan selamat dihantam gelombang yang sangat kuat.
Bahan – bahan bangunan yang hancur dan terbawa oleh arus gelombang tsunami
tentu sangat membahayakan keselamatan manusia di tempat kejadian tersebut,
sehingga akan menambah kerugian.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.5. Sejarah Peristiwa Tsunami Di Samudera Indonesia
Tahun

Tanggal

Lokasi Sumber

1762

2 april

1797

10 – 11
Februari
18

Pesisir Arakan
(Myanmar)
Februari
Sumatra Barat
Maret Sumatra
Selatan
Dekat Cutch
Sumatra Barat
Sumatra Utara

1818
1819
1833
1843
1861
1881
1883
1907
1921
1941
1945
1977
1994
2004
2005

16
24 nov
5–6
Januari
16 Februari
31
Desember
27 Agustus
4 Januari
11
September
26 Juni
27
November
19 Agustus
2 Juni
26
Desember
28 Maret

Kekuatan Ketinggian Korban
(m)
(jiwa)

8,4

>300

7,7
8,7 – 9,2
7,2

Sumatra Utara
Kepulauan
Nikobar
Selat Sunda
(Krakatau)
Sumatra Barat
jawa

8,3 – 8,5
7,9

Kep. Andaman
Makran

7,7
8,1

7
1

> 900

35

> 36.000

7,6
7,7

> 400

15

jawa
8,3
30
jawa
7,6
13
200
Kep.
9,3
48
300.000
Andaman,Aceh
Nias
8.6
30
(UNESCO, Rangkuman Istilah Tsunami, 2007)

Dari tabel 2.5 terlihat bahwa bencana tsunami yang paling menghancurkan
peradaban manusia adalah gempa dan tsunami 2004, dimana hampir 300.000 jiwa
kehilangan nyawa, dan kerugian akibat bencana tersebut diperkirakan 40 Triliun
Rupiah. Bencana ini melanda banyak negara di samudra Indonesia. Jelas bencana
tsunami tidak diinginkan oleh siapapun karena dampak kerusakan dan kerugian
yang besar. Untuk menghadapi jika terjadi bencana yang terulang lagi maka perlu
adanya kesiapan jika bencana tersebut terjadi lagi, baik di tempat yang sama
maupun di tempat lain.

Universitas Sumatera Utara

2.13. PEMODELAN TSUNAMI

Model merupakan suatu gambaran atau abstaksi atau suatu penyederhanaan dari
suatu sistem yang kompleks (Soetaert dan Herman,2001). Adapun model-model
suatu fenomena alam umumnya dibuat menjadi lebih sederhana pada umumnya
dari arti sesungguhnya. Adapun proses ini yang merupakan kegiatan yang
menggunakan pendekatan sistem sebagai kerangka bahasan disebut dengan istilah
pemodelan atau modelling.

Pemodelan tsunami dalam hal ini adalah salah satu cara ataupun upaya
yang bertujuan untuk membuat suatu simulasi dari gelombang tsunami yang
diakibatkan oleh terjadinya deformasi dasar laut atau gempa bumi tektonik di
dasar laut. Pemodelan ini pada dasarnya bertujuan untuk memperkirakan arah
penyebaran gelombang tsunami, kecepatan gelombang tsunami dan waktu tiba
(arrival time) gelombang tsunami ke pantai. Dalam penelitian model yang
digunakan adalah model WinITDB. Aplikasi ini dapat menghitung parameter
gempa yang dapat menimbulkan gelombang tsunami yang menjalar dari sumber
tsunami ke daerah pantai.

Tsunami Travel Time (TTT) merupakan waktu yang dibutuhkan gelombang
tsunami untuk menjalar dari sumber pembangkit gelombang tsunami ke suatu titik
tertentu di laut atau di pantai. Dalam hal penjalaran gelombang tsunami
tergantung terhadap keadaan morfologi dari daerah tersebut. Adapun sumber
pembangkit gelombang tsunami diasumsikan sebagai perubahan dari dasar laut
dalam arah vertikal ataupun dalam arah horizontal (Imamura,1996). Pemodelan
memerlukan dua input utama yaitu karakteristik sesar gempa bumi pembangkit
tsunami dan karakteristik batimetri (kedalaman laut).

Universitas Sumatera Utara

2.14. MODEL DEFORMASI PATAHAN DAN PARAMETER GEMPA
BUMI

Gelombang tsunami yang terjadi dan menimbulkan naik turunnya muka laut
secara mendadak, dimana dapat menghancurkan peradaban manusia di tepi pantai.
Hal ini berkaitan erat dengan kegiatan bumi yang terus menerus bergerak dinamis.
Hal ini diketahui dengan adanya pergerakan antar lempeng tektonik yang
menimbulkan berbagai macam peristiwa alam, salah satunya empa bumi.
Sebagian besar gelombang tsunami yang terjadi di bumi ini dibangkitkan oleh
deformasi vertikal dasar laut yang berasosiasi dengan penyesaran, gempa, dan
erupsi vulkanik di bawah laut.

Pemodelan sumber tsunami yang ditimbulkan oleh deformasi dasar laut akibat
gempa diperoleh dengan cara memasukkan parameter gempa seperti pada gambar
2.11. Adapun parameter-parameter utama dari sumber gempa adalah panjang
patahan/sesar (L) dan lebar sesar (W), energi dan magnitudo, kedalaman pusat
gempa (H), slip (D) dan mekanisme fokusϕ),
( sudut dip (δ) dan sudut slip (λ).
gambar 2.11 menunjukkan parameter sesar. Parameter ini berfungsi sebagai
pembentuk awal tsunami sebelum tsunami itu menyebar.

Gambar 2.11.Desain Parameter Patahan/ Sesar Pembangkit Tsunami
(Prof. Imamura,1995)

Universitas Sumatera Utara

Tsunami biasanya terjadi pada gempa-gempa dangkal yang mengakibatkan
deformasi pada kerak bumi yang selanjutnya memberikan pengaruh yang kuat
terhadap perubahan dasar laut. Perubahan-perubahan tersebut dapat berupa sesar
naik (thrusting fault) atau sesar normal (normal fault), dua macam struktur yang
menimbulkan tsunami secara signifikan.

Menurut Iida (1970), berdasarkan data tsunami di Jepang menunjukkan
bahwa gempa yang menimbulkan tsunami sebagian besar berupa gempa yang
mempunyai mekanisme fokus dengan komponen dip-slip, terbanyak adalah tipe
thrust (misalnya tsunami Japan Sea 1983, Flores 1992), serta sebagian kecil tipe
normal (misalnya Tsunami Sanriku Jepang 1933, dan Sumba 1977). Gempa
dengan mekanisme fokus tipe strike-slip kemungkinan menimbulkan tsunami
kecil sekali.

Sesar normal dan sesar naik mengakibatkan perubahan kerak bumi dalam arah
vertikal yang dimanifestasikan oleh komponen dip-slip. Komponen vertikal (dipslip) inilah yang membangkitkan tsunami. Hal ini dapat dipahami, sebab
pergerakan vertikal lantai samudera dapat menyebabkan perubahan massa air
diatas lantai samudra yang bergerak tersebut. Jika lantai samudra naik (uplift) atau
turun dengan cepat sebagai respon terhadap gempa bumi, maka akan menaikkan
dan menurunkan air laut dalam skala besar, mulai dari lantai samudra sampai
permukaan. Dengan kata lain, apa yang terjadi di dasar akan dicerminkan di
permukaan laut.

Untuk membuat estimasi awal pembangkitan tsunami, bidang patahan ditentukan
berdasarkan distribusi aftershocks (gempa susulan) yang berhubungan langsung
dengan mainshocks (gempa utama). Berdasarkan parameter-parameter ini dan
dengan menganggap nilai rigiditas batuan tempat terjadinya sesar, sehingga terjadi
dislokasi yang mengakibatkan deformasi vertikal dasar laut. Dengan demikian,
nilai awal perubahan permukaan air laut dapat ditentukan. (Budiman, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Gelombang tsunami akan naik secara dramatis setelah mengalami gesekan dengan
dasar laut yang memperlambat kecepatan gerak gelombang. Gerak balik dari
gelombang tsunami ini umumnya menyapu pelabuhan. Berdasarkan teori
tegangan dan regangan dari elastic body, deformasi dasar laut dapat diestimasi
melalui parameter patahan. Parameter patahan ini dibagi menjadi dua, parameter
statik (panjang, lebar, dislokasi, slip, dan sudut kemiringan) serta dinamik
(kecepatan patahan dan pertambahan waktu dislokasi) seperti pada gambar 2.11 di
atas.

2.15. SISTEM SESAR (FAULT SYSTEM)

Sesar merupakan batas antara dua buah lempeng yang berhubungan dan
berdekatan. Bidang sesar (fault plane) adalah sebuah bidang yang merupakan
bidang kontak antara dua blok tektonik. Adapun pergeseran dari bidang sesar
dapat mencapai beberapa meter atau lebih bahkan ribuan kilometer. Sesar
merupakan jalur lemah, dan lebih banyak terjadi pada lapisan yang keras dan
lapisan rapuh.

Unsur –unsur sesar adalah hanging wall (atap sesar), yaitu bidang sesar yang
terdapat di bagian atas bidang sesar, dan foot wall (alas sesar), yaitu bidang sesar
yang berada di bagian bawah bidang sesar. Bidang sesar terbentuk akibat adanya
rekahan yang mengalami pergeseran. Bentuk-bentuk sistem sesar adalah:

1. Sesar normal
2. Sesar balik (reverse)
3. Sesar peralihan (transform fault)
4. Oblique-slip fault

Lempeng yang bergerak horizontal relatif ke kanan disebut sesar dextral, dan
sesar yang bergerak horizontal relatif bergerak ke kiri disebut sesar sinistral.

Universitas Sumatera Utara

1. Sesar Mendatar (Strike-slip fault),merupakan sesar dengan bidang blok
yang bergerak relatif mendatar/ horizontal satu sama lain. Jenis ini ada
dua macam, yaitu:


Sesar mendatar menganan (right lateral-strike slip fault),arah ge
rakan sesar mendatar searah jarum jam.



sesar mendatar mengiri (left lateral-strike slip fault), arah gerakan
sesar mendatar berlawanan arah jarum jam.

2. Sesar tidak mendatar, merupakan sesar yang bergerak relatif horizontal
atau vertikal.sesar ini terdiri dari tiga jenis,yaitu:


Sesar naik (Thrust fault/ reverse fault), sesar dengan bidang
hanging wall (bidang atas) relatif bergerak naik terhadap foot
wall (bidang alas), dengan kemiringan bidang sesar yang besar.
Sesar ini mengalami pergeseran sepanjang garis lurus. Karena
merupakan sesar turun dan sesar naik yang bergerak vertikal,
maka sering disebut dengan sesar dip-slip.



Sesar turun (Normal fault), yaitu sesar dimana pergerakan
hanging wall bergerak relatif turun terhadap bidang foot wall,
bidang sesarnya mempunyai kemiringan yang besar.



Sesar miring ( Oblique fault), yaitu sesar dengan pergerakan
bidang vertikal yang diikuti dengan gerakan horizontal. Gayagaya yang bekerja menyebabkan sesar mendatar dan sesar turun.

Universitas Sumatera Utara

A) sesar mendatar

B) sesar miring

C) sesar naik

D) sesar normal

Gambar 2.12. Jenis-Jenis Sesar (sumber: USGS)

Adanya perbedaan jenis sesar ini juga mempengaruhi bentuk morfologi
permukaan bumi. Terbentuknya pegunungan dan lembah merupakan akibat proses
dari pergerakan lempeng tektonik di bawah permukaan bumi. Pergerakan lempeng
yang terjadi di dasar laut inilah yang dapat menimbulkan terjadinya gelombang
tsunami.
2.16. DASAR PEMODELAN TSUNAMI
Untuk memahami penyebaran gelombang tsunami terdapat beberapa hal yang
menjadi dasar pemikiran, yaitu:

2.16.1. Teori Shallow- Water Wave (Teori Dangkal)

Tsunami diklasifikasikan sebagai gelombang perairan dangkal (gelombang
panjang), karena panjang gelombangnya lebih besar daripada kedalaman
perairannya. Gelombang ini merambat dengan kecepatan yang berbanding lurus
dengan akar kedalaman perairan. Kecepatan gelombang tsunami akan berkurang
seiring dengan semakin dangkalnya kedalaman air (Marchuk dan Kagan, 1989).

Universitas Sumatera Utara

Dalam teori ini percepatan vertikal dari partikel air dapat diabaikan, karena
percepatan ini sangat kecil dibandingkan dengan percepatan gravitasi bidang
(gravity-field) dan mempertimbangkan juga mengenai persebaran gelombang.
Teori ini dapat diaplikasikan ketika kedalaman relatif kecil terhadap panjang
gelombang dan komponen vertikal tidak mempengaruhi distribusi tekanan yang
diasumsikan sebagai tekanan hydrostatic. Gelombang air dangkal (Shallow-water
wave) dapat diterangkan dengan mengambil sistem koordinat kartesian 2D,
dimana sumbu z merupakan vertical upward yang mana merupakan sebagai titik
asal dari terganggunya permukaan air.
Ketika bagian horisontal yang merupakan panjang gelombang, lebih besar
dari kedalaman air (λ>>d), maka percepatan vertikal dari gelombang sangat kecil
dibandingkan dengan gravitasi. Hal ini dapat diartikan bahwa pergerakan massa
air secara vertikal hampir seragam dari atas hingga bawah. Oleh karena itu
gelombang ini disebut long wave atau shallow-water wave.
Jika kedalaman air diasumsikan dengan d adalah konstan, maka persamaan
gelombangnya dapat dituliskan seperti persamaan:
c = ���

(2.7)

dimana kecepatan dari gelombang hanya dipengaruhi oleh kedalaman air
(khosimura,2007).

Gambar 2.13. Perubahan Permukaan Air Laut

Universitas Sumatera Utara

2.16.2. Teori Gelombang Permukaan

Terdapat hubungan matematik antara karakteristik panjang gelombang (L), peroda
(T) dan tinggi gelombang (H) terhadap kecepatan gelombang dan energi
gelombang dilaut dalam. Pertama, kecepatan gelombang (C). Kecepatan
gelombang ditentukan dari waktu yang diberikan untuk panjang gelombang yang
melewati titik tertentu, yaitu :
C = L/T

(2.8)

Gambar 2.14. Karakteristik Gelombang (Prof. Stephen N)

Dua istilah yang ditemukan dalam literatur oseanografi adalah bilangan
gelombang, k, dimana k = 2π/T. Kecepatan Gelombang di Laut Dalam dan
Perairan Dangkal perlu diperhatikan, bahwa kecepatan gelombang yang telah
disebutkan diatas adalah untuk gelombang yang berjalan di laut dalam. Di
perairan dangkal, kedalaman air berpengaruh pada kecepatan gelombang,
kecepatan gelombang dapat dinyatakan dalam persamaan :

C=�

��

2�

���ℎ

2��


(2.9)

Dimana :
C = kecepatan gelombang (m/s)
g = gravitasi (9.8 m/s2)
L = panjang gelombang (m)
� = 3.14159

Universitas Sumatera Utara

tanh = tangenhiperbolik
d = kedalaman (m)
Asumsi-Asumsi Dalam Teori Gelombang Permukaan.
Teori gelombang sederhana diasumsikan sebagai berikut :

1. Bentuk gelombang adalah sinusoidal.
2. Amplitudo

gelombang

sangat kecil dibanding

dengan

panjang

gelombang dan kedalaman air.
3. Viskositas dan tegangan permukaan diabaikan.
4. Gaya koriolis yang keduanya bergantung pada rotasi bumi dapat
diabaikan.
5. Gelombang tidak didefleksi oleh daratan atau penghalang yang lain.

Gambar 2.15. Kecepatan Gelombang Air Dangkal

Di dalam air dangkal

tangenhiperbolik 2��/� adalah 2��/L. Kecepatan air

dangkal dapat disederhanakan menjadi:

C=�

�� 2��

2�

(

C = ���



)

(2.10)

(2.11)

Menurut Yalciner et al. (2006), ketika gelombang tsunami mendekati pantai maka
ketinggian gelombang membesar yang diikuti dengan melambatnya kecepatan

Universitas Sumatera Utara

rambat gelombang. Hal ini terjadi karena pengaruh dasar laut yang semakin
mendangkal (shoaling). Kecepatan gelombang tsunami bergantung pada
kedalaman laut sehingga gelombang tersebut mengalami percepatan atau
perlambatan ketika melintasi kedalaman yang berbeda-beda. Ketika memasuki
perairan pantai (perairan dangkal), tsunami akan mengalami perlambatan.
Berkurangnya kecepatan tsunami disebabkan karena adanya topografi pantai yang
mendangkal dan gesekan dasar laut. Gelombang yang tertahan karena
perlambatan ini akan menumpuk dengan gelombang-gelombang yang datang
berikutnya, sehingga tinggi gelombang bertambah tinggi. Gambaran mengenai
perubahan ketinggian gelombang tsunami dari laut dalam menuju laut dangkal
diperlihatkan pada Gambar 2.16 di bawah ini.

Gambar 2.16. Perubahan Tinggi Gelombang Menuju Pantai

Gelombang tsunami bergerak dengan kecepatan tinggi dan dapat merambat
menyeberangi samudera tanpa banyak kehilangan energi. Energi dari tsunami
merupakan perkalian antara tinggi gelombang dengan kecepatannya. Nilai energi
ini selalu konstan, yang berarti tinggi tsunami berbanding terbalik terhadap
kecepatannya. Energi yang dikandung gelombang tsunami tidak berkurang
banyak. Hal ini sesuai dengan hubungan laju energi yang hilang pada gelombang
berjalan berbanding terbalik dengan panjang gelombangnya, dengan kata lain
semakin besar panjang gelombang maka semakin sedikit energi yang yang hilang,
sehingga energi tsunami bisa dianggap konstan (Wiegel, 1970).

Universitas Sumatera Utara

2.17. PENENTUAN PARAMETER SUMBER TSUNAMI

Pemodelan tsunami yang digunakan untuk memprediksi waktu tiba tsunami di
wilayah Pulau Nias ini ini mengacu pada model sumber gempa bumi yang terjadi
pada tanggal 28 Maret 2005 dengan magnitude 8,6 SR. Parameter gempabumi
untuk model sumber pertama mengacupada kejadian tsunami yang pernah terjadi
di Samudra Hindia di Pantai Barat Sumatra. Selanjutnya adalah memasukkan
parameter input kegempaan dan input data topografi darat dan laut ke dalam
program numerik yang menggunakan dasar teori perairan dangkal (shallow water
theory).
Tabel parameter kegempaan untuk gempa Nias 28 Maret 2005
Parameter gempabumi
Model 1
Model 2
Koordinat pusat gempa
1.64 LU
1.64 LU
96.98 BT
96.98 BT
Panjang patahan (km)
573
573
Lebar patahan (km)
149
149
Kedalaman (km)
25
25
Strike (°)
329
130
Dip (°)
7
83
Rake (°)
109
88
Slip (m)
3
3
Magnitudo (SR)
8.6
8.6

2.17.1. Propagasi Tsunami
Propagasi tsunami adalah peristiwa perambatan gelombang tsunami dari sumber
pembangkit tsunami dan menjalar ke daerah terimbas gelombang tsunami. Di laut
dalam tinggi tsunami hanya beberapa puluh sentimeter saja, tetapi menuju pantai
ketinggian akan semakin bertambah. Energi tsunami dalam kondisi kedalaman
dangkal akan meningkatkan ketinggian tsunami.

Universitas Sumatera Utara

2.17.2. Persamaan Gelombang Tsunami Yang Digunakan Dalam Model

Model Tsunami yang digunakan hanya dibangkitkan oleh pergerakan dasar laut
akibat gempa bumi. Persamaan gerak gelombang yang digunakan adalah
persamaan gerak gelombang panjang suku-suku linier. Persamaan tersebut
dianggap cukup mewakili karena model tsunami dalam penelitian ini berjenis
“Near Fields Tsunami” dengan jarak antara pembangkit tsunami dengan pantai
cukup dekat yaitu kurang dari 2000 km. Selain itu, suku gesekan dasar dalam
hitungan ini diabaikan pengaruhnya. Hal ini disebabkan suku gesekan dasar
merupakan salah satu suku-suku non-linier pada persamaan gerak gelombang
panjang. Persamaan berikut merupakan persamaan dasar penjalaran gelombang
tsunami yang digunakan (Imamura, 1994) :
Persamaan yang digunakan untuk tsunami adalah persamaan berikut:
��
��

+

��
��

+

��
��

=0

(2.12)

Pengaturan persamaan dalam koordinat kartesius didasarkan pada asumsi dari
shallow water yang menyatakan bahwa percepatan vertikal partikel air laut adalah
diabaikan dibandingkan dengan percepatan gravitasi. Percepatan partikel air
memiliki dampak pada sebaran tekanan hidrostatik. Persamaan nonlinear dari
pergerakan (kekekalan momentum) dan persamaan kontinuitas (kekekalan massa)
dalam 2D koordinat kartesius. Hukum kekekalan momentum menyatakan bahwa ”
jumlah fluks momentum yang masuk dan keluar volume kontrol + jumlah gayagaya yang bekerja pada volume kontrol = perubahan momentum di dalam volum
kontrol.
��

+

��

+

��

��



�2

��





��

��







�+

� +





� + ��

��

+



� � + ��

��

+

��

��

��


�2


��

��

�� 2

� √�2 + � 2 = 0

(2.13)

�� 2

� √�2 + � 2 = 0

(2.14)

� 7/3

� 7/3

Universitas Sumatera Utara

Dimana x dan y adalah sumbu horizontal dan z adalah sumbu vertikal, t waktu, �

perpindahan partikel dari permukaan air, g percepatan gravitasi. D adalah total
kedalalaman air yang diberikan oleh h(x,y) + �, dan M dan N adalah komponen

dari pelepasan fluks dalam arah sumbu x dan sumbu y.


(2.15)



(2.16)

M = ∫−ℎ ��� = ū(� + ℎ) = uD
persamaan perubahan air dalam arah x (debit)
N = ∫−ℎ ��� = �̅ (� + ℎ) = vD
persamaan perubahan air dalam arah y (debit)

Gambar 2.17. Total Kedalaman Air

Keterangan :
D : kedalaman total perairan yang diberikan oleh h + � (m)

� : elevasi permukaan air terhadap Mean Sea Level (m)

h : kedalaman air dari dasar sampai Mean Sea Level (m)
t : waktu (detik)
g : percepatan gravitasi bumi (m/detik2)
A : Viskositas Eddy horizontal (diasumsikan konstan terhadap ruang)
M : debit dalam arah x- (m3/detik)

N : debit dalam arah y- (m3/detik)
ρ : densitas (kg/m3)
u,v : kecepatan partikel dalam arah x- dan yτ x ,τ y : gesekan dasar pada arah x- dan yz,y,x : sistem koordinat tiga dimensi

persamaan di atas merupakan persamaan yang dijalankan dalam software untuk
membangkitkan gelombang tsunami.

Universitas Sumatera Utara

2.17.3. Persamaan Perambatan Gelombang Tsunami

Gelombang tsunami juga disebut sebagai gelombang gravity dikarenakan
komponen vertikal dari gelombang ini sangat kecil dibandingkan dengan
pengaruh gaya gravitasi. Dalam koordinat kartesian penjalaran gelombang dalam
arah x dapat ditulis h = a cos(kx-ωt) dimana a adalah amplitude, k adalah bilangan
gelombang, dan ω frekuensi anguler, sehingga kecepatan fase gelombang dapat
dituliskan;

�=




1
2



= � ���ℎ ��� = �


��

2�

���ℎ

2��


1
2



(2.17)

Dan untuk kecepatan horizontal dan vertikal adalah berturut-turut sebagai berikut:

� = ��

� = ��
2.18.

��� ℎ (�(�+�))
��� ℎ ��

��� ℎ (�(�+�))
��� ℎ ��

INSTRUMENTASI

��� (�� − ��)

��� (�� − ��)

DALAM

SISTEM

(2.18)

(2.19)

PERINGATAN

DINI

TSUNAMI

Gambar 2.18. Instrumentasi dalam proyek GITEWS

Universitas Sumatera Utara

Di dalam hal persiapan menghadapi terjadinya bencana, maka suatu peralatan
yang canggih sangat diperlukan. Pada gambar 2.18 ditunjukkan peralatan
instrumentasi yang diperlukan untuk merekan semua gejala alam yang terjadi.
Sistem di atas akan berlandaskan pada sebuah platform sensor yang terbuka
seperti :
1. Gempa Bumi – terdeteksi dengan adanya gelombang Seismik
2. Muka Laut – Tide Gauge, Buoys
3. Dasar Laut – Sensor-Sensor Tekanan
4. Pergeseran Tanah – Pemonitoran Stasiun-Stasiun GPS
Pada gambar 2.18 di atas menunjukkan peralatan instrumentasi yang di pasang
terintegrasi untuk membentuk suatu sistem yang dapat mengumpulkan data
peristiwa yang diakibatkan oleh aktivitas lempeng tektonik. Sensor tekanan
(pressure sensor) diletakkan di dasar laut untuk dapat mendeteksi adanya tekanan
akibat tumbukan lempeng. Di atas permukaan laut terdapat alat yang namanya
GPS Buoys, yang berfungsi untuk mengukur perubahan permukaan laut di tengah
lautan. Di daerah Pantai terpasang tide gauge untuk mengukur level ketinggian air
laut di pantai. Jika gelombang tsunami sampai ke pantai dimana terdapat tide
gauge, maka alat ini akan mencatat perubahan level air laut. Seismometer
berfungsi untuk menangkap sinyal seismik yang terbentuk akibat terjadinya
getaran akibat tumbukan lempeng. Data yang direkam oleh peralatan ini akan
dikirim melalui komunikasi satelit. Data tersebut dikirim ke pusat pengamatan
tsunami dan akan diolah untuk memberikan keputusan apakah gempa berpotensi
tsunami

Perhitungan dilakukan berdasarkan jutaan skenario pemodelan yang sudah dibuat
terlebih dahulu. Kemudian, BMKG dapat mengeluarkan “INFO PERINGATAN
TSUNAMI”. Data gempa ini juga akan diintegrasikan dengan data dari peralatan
sistem peringatan dini lainnya (GPS,