Sistem Pakar Penyakit Aids Dengan Menggunakan Certainty Factor
17
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Defenisi Sistem Pakar
Sistem pakar adalah suatu sistem komputer yang bisa menyamai atau meniru
kemampuan seorang ahli (Giarratano dan Riley, 2005). Sistem pakar dapat diartikan
sebagai suatu sistem yang mengambil sebagian pengetahuan manusia ke komputer,
sehingga komputer dapat memecahkan permasalahan yang umumnya dilakukan oleh
ahlinya. Dalam hal ini, manusia yang dimaksud adalah seorang pakar dari bidang
pengetahuan tertentu. Misalnya, dokter adalah seorang pakar yang mampu
mendiagnosis penyakit yang diderita pasien serta dapat memberikan penatalaksanaan
suatu penyakit. Atau seorang ahli mesin yang mengusai segala pengetahuan tentang
mesin.
Menurut Kusrini (2006), masalah-masalah yang dapat diselesaikan sistem
pakar, di antaranya:
1.
Interpretasi
Membuat sebuah kesimpulan atau deskripsi dari sekumpulan data mentah.
2.
Prediksi
Memproyeksikan akibat-akibat yang dimungkinkan dari situasi-situasi
tertentu.
3.
Diagnosis
Menentukan sebab malfungsi dalam situasi kompleks yang didasarkan pada
gejala-gejala yang teramati.
4.
Desain
Menentukan konfigurasi komponen-komponen sistem yang cocok dengan
tujuan tujuan kinerja tertentu yang memenuhi kendala-kendala tertentu.
Universitas Sumatera Utara
18
5.
Perencanaan
Merencanakan serangkaian tindakan yang akan dapat mencapai sejumlah
tujuan dengan kondisi awal tertentu.
6.
Debugging dan Repair
Menentukan dan menginterpretasikan cara-cara untuk mengatasi malfungsi.
7.
Pengendalian
Mengatur tingkah laku suatu environment yang kompleks.
8.
Instruksi
Mendeteksi dan mengoreksi defisiensi dalam pemahaman domain subyek.
9.
Selection
Mengidentifikasi pilihan terbaik dari sekumpulan (list) kemungkinan.
10.
Simulation
Pemodelan interaksi antara komponen-komponen sistem
11.
Monitoring
Membandingkan hasil pengamatan dengan kondisi yang diharapkan.
2.1.1 Sejarah Sistem Pakar
Selama abad ke-20, beberapa definisi dari kecerdasan buatan sudah banyak diajukan.
Definisi yang paling populer adalah "membuat komputer yang mampu berpikir
layaknya manusia". Hal ini terbukti dari banyaknya film fiksi ilmiah yang
mempromosikan pandangan tersebut. Sebenarnya definisi ini berakar pada ahli
matematika Inggris terkenal dan uji pelopor komputer Alan Turing, tes Turing yaitu
dimana manusia akan mencoba menentukan apakah mereka (orang) dapat berbicara
melalui keyboard jarak jauh yang merupakan program manusia atau komputer.
Kondisi AI (Artificial Intelligence) yang kuat biasanya dipromosikan oleh orangorang yang percaya bahwa AI harus didasarkan pada landasan logis yang kuat
daripada apa yang mereka sebut yaitu AI lemah berbasis jaringan syaraf tiruan,
algoritma genetik, dan metode evolusi. Hal ini terbukti bahwa ada salah satu teknik AI
yang berhasil dalam menangani semua masalah dan mendapatkan kombinasi metode
yang terbaik.
Universitas Sumatera Utara
19
Pada pertengahan tahun 1970-an, beberapa sistem pakar mulai muncul. Tujuan
dari sistem pakar adalah untuk mengembangkan program komputer yang dapat
berpikir berdasarkan akal manusia, yaitu memecahkan masalah dengan cara yang
dianggap cerdas jika dilakukan oleh manusia.
Selama tahun 1970-an, peneliti lebih fokus mengembangkan teknik-teknik
seperti representasi “bagaimana untuk memformulasikan masalah sehingga menjadi
lebih mudah untuk dipecahkan” dan pencarian “bagaimana untuk mengontrol
pencarian untuk menemukan solusi secara cerdas”, sehingga proses pencarian yang
dilakukan tidak akan menggunakan memori komputer yang berlebihan. Strategi ini
menciptakan beberapa kemajuan, namun tidak mendapatkan terobosan baru. Hal ini
berlangsung sampai akhir dekade 70-an, dimana ilmuwan sistem pakar mulai
menyadari suatu hal yang sangat penting, yaitu kemampuan penyelesaian masalah
dalam suatu program berasal dari pengetahuan yang dimilikinya, bukan dari
formalitas atau skema inferensi yang digunakan. Terobosan konseptual dibuat dan
dapat dinyatakan dengan sederhana. Untuk membuat program yang cerdas, program
tersebut disediakan dengan pengetahuan spesifik yang berkualitas tentang bidangbidang masalah tertentu. Program ini kemudian disebut sebagai sistem pakar, dan
memulai bidang baru dalam lingkup ilmu komputer. Proses pembangunan sistem
pakar biasanya disebut dengan rekayasa pengetahuan. Biasanya melibatkan interaksi
yang spesial antara orang yang membangun sistem pakar yang disebut teknisi
pengetahuan. Biasanya terdapat satu atau lebih pakar dalam lingkup masalah tertentu.
Teknisi pengetahuan mengambil informasi dari pakar berupa prosedur, strategi, dan
aturan-aturan untuk menyelesaikan masalah, lalu membangun pengetahuan itu
menjadi sebuah sistem pakar, seperti yang ditunjukkan pada skema di bawah ini.
Knowledge-Base
USER
Inference Engine
Gambar 2.1 Fungsi Dasar Sistem Pakar (Giarratano dan Riley, 2005)
Universitas Sumatera Utara
20
Hasilnya adalah sebuah program komputer yang dapat memecahkan masalah
dengan cara yang hampir sama seperti para ahli. Paul E. Johnson, seorang ilmuwan
yang telah menghabiskan bertahun-tahun waktunya untuk mempelajari perilaku ahli
manusia, cukup baik menggambarkan apa yang dimaksud dengan ahli.
“Seorang ahli yaitu orang yang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk
melakukan hal-hal yang kebanyakan orang tidak bisa. Seorang ahli bukan hanya
sekedar mahir, tetapi juga lancar mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah.
Seorang ahli mengetahui banyak hal dalam menerapkan apa yang mereka ketahui
dalam menyelesaikan suatu masalah. Mereka juga pandai memilih informasi yang
tidak relevan dalam rangka untuk mendapatkan masalah dasar, dan mereka mengenal
dengan baik permasalahan yang mereka hadapi. Rekayasa pengetahuan sangat
bergantung pada penelitian pakar untuk meningkatkan kecerdasan dan kemampuan
program”. Hal ini serupa dengan yang diutarakan oleh Hayes-Roth dalam bukunya
yang berjudul “Building Expert Sistem”:
Saat ini sudah banyak sistem pakar yang dikembangkan di berbagai bidang,
seperti : kedokteran, pertanian, ekonomi, elektronika, industri, dan masih banyak lagi.
Sistem pakar untuk melakukan diagnosis penyakit telah dikembangkan pada
pertengahan tahun 1970. Sistem pakar untuk diagnosis pertama kali dibuat oleh Bruce
Buchanan dan Edward Shortliffe di Stanford University. Yang kemudian diberi nama
MYCIN (Heckerman, 1986). MYCIN adalah sistem pakar yang dibangun untuk
mendiagnosis infeksi bakteri pada darah, contohnya meningitis dan infeksi bacremia,
dan memberikan rekomendasi terapi antimikrobia. MYCIN mampu memberikan
penjelasan atas penalarannya secara detail. Dalam uji cobanya, MYCIN menunjukkan
kemampuan seperti seorang spesialis. Dengan bertanya dan melakukan backwardchaining pada basis aturan yang terdiri dari sekitar 500 aturan, MYCIN dapat
mengenali sekitar 100 penyebab infeksi bakteri. Dengan demikian MYCIN dapat
merekomendasi resep obat yang efektif. MYCIN ini dikembangkan di bidang
kedokteran oleh dr. Edward H. Shortliffe di Standford Medical School.
Universitas Sumatera Utara
21
2.1.2 Konsep Dasar Sistem Pakar
Menurut Efraim Turban (1995), konsep dasar sistem pakar memiliki arti sebagai
keahlian, ahli, pengalihan keahlian, inferensi, aturan dan kemampuan menjelaskan.
Keahlian adalah suatu kelebihan penguasaan di bidang tertentu yang diperoleh dari
pelatihan, membaca atau pengalaman. Seorang ahli adalah seseorang yang mampu
menjelaskan suatu tanggapan dan dapat mempelajari hal-hal baru seputar topik
permasalahan (domain), menyusun kembali pengetahuan jika diperlukan, memecah
aturan-aturan jika dibutuhkan, dan menentukan relevan tidaknya keahlian mereka.
Pengalihan keahlian dari para ahli ke komputer dan kemudian dialihkan lagi
ke orang lain yang bukan ahli, merupakan tujuan utama dari sistem pakar. Proses ini
membutuhkan empat aktivitas, yaitu : tambahan pengetahuan (dari para ahli atau
sumber-sumber
lainnya),
representasi
pengetahuan
(ke
komputer),
inferensi
pengetahuan, dan pengalihan pengetahuan ke user. Pengetahuan yang disimpan di
komputer disebut dengan nama basis pengetahuan. Ada dua tipe pengetahuan, yaitu :
fakta dan prosedur (biasanya berupa aturan).
Salah satu fitur yang harus dimiliki sistem pakar yaitu kemampuan daya
nalar. Jika keahlian-keahlian sudah tersimpan sebagai basis pengetahuan dan sudah
tersedia diprogram yang mampu mengakses basis data, maka komputer harus dapat
diprogram untuk membuat inferensi. Proses inferensi ini dikemas dalam bentuk motor
inferensi (inference engine).
Sebagian besar sistem pakar komersial dibuat dalam bentuk rule-based
systems, yang mana pengetahuan dapat disimpan dalam bentuk aturan-aturan. Aturan
tersebut biasanya berbentuk IF-THEN (Kusumadewi, 2003).
Universitas Sumatera Utara
22
2.1.3 Struktur Sistem Pakar
Sistem pakar memiliki beberapa komponen utama, yaitu antarmuka pengguna (user
interface), basis data sistem pakar (expert system database), fasilitas akuisisi
pengetahuan (knowledge acquisition facility), dan mekanisme inferensi (inference
mechanism). Selain itu ada satu komponen yang hanya ada pada beberapa sistem
pakar, yaitu fasilitas penjelasan (explanation facility) (Martin dan Oxman,1988).
Struktur dari Sistem Pakar dapat dilihat pada Gambar 2.2.
INFERENCE
KNOWLEDGE
ENGINE
WORKING
MEMORY
BASE
(FACTS)
(RULES)
AGENDA
EXPLANATION
KNOWLEDGE
FACILITY
AQUISITION FACILITY
INTERFACE
Gambar 2.2 Struktur Sistem Pakar (Giarratano dan Riley, 2005)
Komponen-komponen yang terdapat dalam arsitektur/struktur sistem pakar yaitu:
1. Antarmuka Pengguna (User Interface)
Antarmuka merupakan mekanisme yang digunakan oleh pengguna dan sistem
pakar untuk berkomunikasi. Antarmuka menerima informasi dari pemakai dan
mengubahnya ke dalam bentuk yang dapat diterima oleh sistem. Selain itu
antarmuka akan menerima dari sistem dan menyajikannya ke dalam bentuk yang
dapat dimengerti oleh pemakai.
Universitas Sumatera Utara
23
2. Basis Pengetahuan (Knowledge Base)
Basis pengetahuan mengandung pengetahuan untuk pemahaman, formulasi, dan
penyelesaian masalah. Ada dua bentuk pendekatan basis pengetahuan yang sangat
umum digunakan, yaitu:
a. Penalaran Berbasis Aturan (Rule-Based Reasoning)
Pada penalaran berbasis aturan, pengetahuan dipresentasikan dengan
menggunakan aturan berbentuk IF-THEN. Bentuk ini digunakan apabila kita
memiliki sejumlah pengetahuan pakar pada suatu permasalahan tertentu, dan si
pakar dapat menyelesaikan masalah tersebut secara berurutan. Disamping itu,
bentuk ini juga digunakan apabila dibutuhkan penjelasan tentang langkahlangkah pencapaian solusi.
b. Penalaran Berbasis Kasus (Case-Based Reasoning)
Basis pengetahuan akan berisi solusi-solusi yang telah dicapai sebelumnya,
kemudian akan diturunkan suatu solusi untuk keadaan yang terjadi sekarang
(fakta yang ada). Bentuk ini digunakan apabila user menginginkan untuk tahu
lebih banyak lagi pada kasus-kasus yang hampir sama. Selain itu, bentuk ini
juga digunakan apabila kita telah memiliki sejumlah kasus tertentu dalam basis
pengetahuan.
3. Akuisisi Pengetahuan (Knowledge Acquisition)
Akuisisi pengetahuan adalah akumulasi, transfer, dan transformasi keahlian dalam
menyelesaikan masalah dari sumber pengetahuan ke dalam program
komputer.
Dalam tahap ini knowledge engineer berusaha menyerap pengetahuan untuk
selanjutnya ditransfer ke dalam basis pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dari
pakar, dilengkapi dengan buku, basis data, laporan penelitian, dan pengalaman
pemakai.
4. Mesin/Motor Inferensi (Inference Engine)
Komponen ini mengandung mekanisme pola pikir dan penalaran yang digunakan
oleh pakar dalam menyelesaikan suatu masalah. Mesin inferensi adalah program
komputer yang memberikan metodologi untuk penalaran tentang informasi yang
ada dalam basis pengetahuan dan dalam workplace, dan untuk memformulasikan
kesimpulan.
Universitas Sumatera Utara
24
5. Workplace/Blackboard
Workplace merupakan area dari sekumpulan memori kerja (working memory),
digunakan untuk merekam kejadian yang sedang berlangsung termasuk keputusan
sementara.
6. Fasilitas Penjelasan (Explanation Facility)
Fasilitas penjelasan adalah komponen tambahan yang akan meningkatkan
kemampuan sistem pakar, digunakan untuk melacak respon dan memberikan
penjelasan tentang kelakuan sistem pakar secara interaktif melalui pertanyaan.
7. Perbaikan Pengetahuan
Pakar memiliki kemampuan untuk menganalisis dan meningkatkan kinerjanya
serta kemampuan untuk belajar dari kinerjanya. Kemampuan tersebut adalah
penting dalam pembelajaran terkomputerisasi, sehingga program akan mampu
menganalisis penyebab kesuksesan dan kegagalan yang dialaminya dan juga
mengevaluasi apakah pengetahuan-pengetahuan yang ada masih cocok untuk
digunakan di masa mendatang.
2.1.4 Representasi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model mental yang
menggambarkan objek dengan tepat dan mampu mempresentasikannya dalam aksi
yang dilakukan terhadap suatu objek (Martin dan Oxman,1988). Representasi
pengetahuan merupakan metode yang digunakan untuk mengkodekan pengetahuan
dalam sebuah sistem pakar yang berbasis pengetahuan.
Beberapa model representasi pengetahuan yang penting adalah (Kusrini, 2006) :
1.
Logika (logic)
2.
Jaringan semantic (semantic nets)
3.
Object-Atribute-Value (OAV)
4.
Bingkai (frame)
5.
Kaidah produksi (production rule)
Universitas Sumatera Utara
25
2.1.5 Keuntungan Sistem Pakar
Sistem pakar adalah sistem yang menggunakan pengetahuan manusia yang
dimasukkan ke dalam komputer untuk memecahkan masalah-masalah yang biasanya
diselesaikan oleh pakar (Turban dan Aronson, 2002). Sistem pakar merupakan subset
dari Artificial Intelligence.
Adapun beberapa keuntungan dari sistem pakar adalah sebagai berikut :
1.
Menjadikan pengetahuan dan nasehat jadi lebih mudah didapat.
2.
Meningkatkan output dan produktifitas.
3.
Menyimpan kemampuan dan keahlian pakar.
4.
Meningkatkan
penyelesaian
masalah-menerusi
panduan
pakar,
penerangan, sistem pakar khas.
5.
Meningkatkan reabilitas.
6.
Memberikan respons (jawaban) yang cepat.
7.
Merupakan panduan yang cerdas.
8.
Dapat bekerja dengan informasi yang tidak lengkap dan mengandung
ketidakpastian.
9.
Intelligence database (basis data cerdas), bahwa sistem pakar dapat
digunakan untuk mengakses basis data dengan cara cerdas.
2.2 Forward Chaining
Chain adalah suatu perkalian inferesi yang menghubungkan suatu permasalahan
dengan solusinya. Forward chaining adalah strategi penarikan kesimpulan yang
dimulai dari sejumlah fakta-fakta yang telah diketahui, untuk mendapatkan suatu fakta
baru dengan memakai rule-rule yang memiliki ide dasar yang cocok dengan fakta dan
terus dilanjutkan sampai mendapatkan tujuan atau sampai tidak ada rule yang punya
ide dasar yang cocok atau sampai mendapatkan fakta.
Forward chaining disebut bottom-up penalaran karena alasan dari bukti-bukti
tingkat rendah, fakta, ke tingkat atas kesimpulan yang didasarkan pada fakta. Forward
chaining menggunakan pendekatan data driven (berorientasi data). Dalam pendekatan
ini dimulai dari informasi yang tersedia, atau dari ide dasar, kemudian mencoba
Universitas Sumatera Utara
26
menggambarkan kesimpulan. Komputer akan menganalisa permasalahan dengan
mencari fakta yang cocok dengan bagian IF dari aturan IF-THEN.
Cara lain untuk menggambarkan forward chaining adalah suatu teknik untuk
mencari informasi baru, kemudian melihat proses di dalam petunjuk yan ada dari
tanda-tanda yang memisahkan bagian kiri dan kanan dari aturan-aturan tersebut
(Waterman, 1986). Fakta merupakan satuan dasar dari paradigma berbasis
pengetahuan karena mereka tidak bisa diurai ke dalam setiap unit yang lebih kecil
yang memiliki arti.
Kaidah ini digunakan dalam rantai sebab-akibat dari inferensi forward yang
menarik kesimpulan bahwa clyde adalah binatang yang memperlihatkan bahwa clyde
adalah seekor gajah. Rantai inferensi tersebut dapat ditunjukkan pada Gambar 2.3
berikut ini:
Gajah (Clyde)
Gajah (x)
Mamalia (x)
Mamalia (x)
Binatang (x)
Binatang (Clyde)
Gambar 2.3 Forward Chaining (Giarratano dan Riley, 2005)
Forward chaining :
1.
Identifikasi kondisi.
2.
Variabel kondisi ditempatkan pada Conclusion Var.Queue dan nilainya dicatat
pada Variable List.
3.
Pencarian diarahkan untuk menemukan variabel di Base Variable List dengan
nama yang sama dengan nama variabel dalam daftar pertama antrian.
4.
Jika ketemu, rule dan clause number dari variabel disimpan ke clause Variable
Pointer, jika tidak ketemu maka ke langkah 6.
Universitas Sumatera Utara
27
5.
Selanjutnya, pencarian diarahkan untuk mengecek jika fakta yang dimasukkan
oleh user sama dengan clause dari rule. Jika sama maka tambahkan pada
daftar Conclusion Variabel Queue dan Result Queue dengan nilai dari THEN
clause dari rule, jika tidak sama maka ke langkah 6.
6.
Jika tidak ada lagi statement IF yang memiliki variable yang sama dengan
yang ada diurutan pertama Conclusion Variable Queue, maka urutan pertama
tadi dihapus. Jika ada lagi yang lain, maka kembali ke langkah 3.
7.
Jika sudah tidak ada lagi apa-apa di Conclusion Variable Queue, maka
pencarian berhenti. Sedangkan jika masih ada, maka kembali ke langkah 3.
Forward chaining secara bertahap membentuk gambaran akan dunia
bersamaan dengan permintaan data, forward chaining tidak diarahkan untuk
menyelesaikan suatu permasalahan tertentu, karenanya metode ini disebut data driven
atau data directed procedure.
Beberapa karakteristik forward chaining (Giarratano dan Riley, 2005) adalah
sebagai berikut :
1. Perencanaan, pemantauan, dan pengendalian.
2. Disajikan untuk masa depan.
3. Antecedent ke konsekuen.
4. Data memandu, penalaran dari bawah ke atas.
5. Bekerja ke depan untuk mendapatkan solusi apa yang mengikuti fakta.
6. Breadth first search dimudahkan.
7. Antecedent menentukan pencarian.
8. Pencarian tidak difasilitasi.
2.3 Faktor Kepastian (Certainty Factor)
Tujuan utama penggunaan faktor kepastian adalah untuk mengolah ketidakpastian dari
fakta dan gejala dengan menghindarkan keperluan data dan perhitungan yang besar.
Faktor kepastian diperoleh dari pengurangan nilai kepercayaan (measure of belief)
oleh nilai ketidakpercayaan. Faktor kepastian membuat beberapa asumsi yang
memudahkan tingkat kepercayaan dan beberapa persamaan aturan yang mudah untuk
Universitas Sumatera Utara
28
mengkombinasikan tingkat kepercayaan sebagai program dalam mencapai kesimpulan
akhir.
Hal ini sangat mudah dilihat pada sistem diagnosis penyakit, dimana pakar
tidak dapat mendefinisikan hubungan antara gejala dengan penyebabnya secara pasti,
dan pasien tidak dapat merasakan suatu gejala dengan pasti pula. Pada akhirnya
ditemukan banyak kemungkinan penyakit.
Ada tiga penyebab ketidakpastian aturan yaitu aturan tunggal, penyelesaian
konflik dan ketidakcocokan (incompatibility) antar konsekuen dalam aturan. Aturan
tunggal yang dapat menyebabkan ketidakpastian dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu
kesalahan, probabilitas dan kombinasi gejala (evidence).
Kesalahan dapat terjadi karena (Kusrini, 2006) adalah sebagai berikut :
1. Ambiguitas, sesuatu didefinisikan dengan lebih dari satu cara.
2. Ketidaklengkapan data.
3. Kesalahan informasi.
4. Ketidakpercayaan terhadap suatu alat.
5. Adanya bias.
Probabilitas disebabkan ketidakmampuan seorang pakar merumuskan suatu
aturan secara pasti. Certainty factor (CF) menunjukkan ukuran kepastian terhadap
suatu fakta atau aturan.
Dalam menghadapi masalah sering ditemukan jawaban yang tidak memiliki
kepastian penuh. Ketidakpastian ini biasanya berupa probabilitas. Hasil yang tidak
pasti disebabkan oleh aturan yang tidak pasti dan jawaban pengguna yang tidak pasti
yang diajukan oleh sistem. Faktor kepastian (Certainty Factor) diperkenalkan oleh
Edward Hance Shortliffe dan Buchanan dalam pembuatan MYCIN (Wesley, 1984).
Certainty factor (CF) merupakan nilai parameter klinis yang diberikan MYCIN untuk
menunjukan besarnya kepercayaan.
Universitas Sumatera Utara
29
Faktor
kepercayaan
menyatakan
kepercayaan
dalam
sebuah
kejadian
berdasarkan bukti atau penilaian pakar (Turban dan Aronson, 2002). Certainty factor
menggunakan suatu nilai untuk mengasumsikan derajat keyakinan seorang pakar
terhadap suatu data.
Certainty Factor didefinisikan sebagai berikut (Giarattano dan Riley, 2005)
CF(H,E) = MB(H,E) – (MD(H,E)
Dimana :
CF(H, E) :
certainty factor dari hipotesis H yang dipengaruhi oleh gejala E.
besarnya CF berkisar antara -1 sampai dengan 1. Nilai -1 menunjukkan
ketidakpercayaan mutlak, sedangkan nilai 1 menunjukkan kepercayaan
mutlak.
MB(H, E) : ukuran kenaikan kepercayaan terhadap hipotesis H yang
dipengaruhi oleh gejala E.
MD(H, E) : ukuran kenaikan ketidakpercayaan terhadap hipotesis H yang
dipengaruhi oleh gejala E.
Berikut ini adalah deskripsi beberapa kombinasi certainty factor dalam beberapa
kondisi :
Certainty factor untuk kaidah dengan premis tunggal (single premis rule):
CF (H,E) = CF (E)*CF (rule)
= CF (user)*CF (pakar)
Certainty factor untuk kaidah dengan premis majemuk (multiple premis rule):
CF (A AND B)
= Minimum (CF (a), CF (b)) * CF (rule)
CF (A OR B)
= Maximum (CF (a), CF (b)) * CF (rule)
Certainty factor untuk kaidah dengan kesimpulan yang serupa (similarly
concluded rules):
CF combine (CF1, CF2) = CF1 + CF2 * (1-CF1)
Universitas Sumatera Utara
30
2.4 Penyakit AIDS
Penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Virus
Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV-1, yaitu virus HIV yang pertama
diidentifikasi oleh Luc Montainer di Institut Pasteur Paris, tahun 1983. Karakteristik
virus sepenuhnya diketahui oleh Robert Gallo di Washington dan Jay Levy di San
Fransisco, tahun 1984. HIV-2, dan berhasil diisolasi dari pasien di Afrika Barat pada
tahun 1986.
HIV adalah virus siropatik diklasifikasikan dalam family Retroviridae,
subfamily Lentivirinae, genus Lentivirus. Berdasarkan strukturnya HIV termasuk
family retrovirus, dan termasuk dalam virus RNA dengan berat molekul 9,7kb
(kilobases).
2.4.1 Perkembangan AIDS di Indonesia
Di Indonesia kasus HIV dan AIDS pertama kali ditemukan di Bali tahun 1987, yang
dibawa oleh warga negara Belanda yang merupakan pria homoseksual. Pada saat itu
perjalanannya tidak mengalami perkembangan yang berarti, akan tetapi setelah tahun
1985 penyebaran HIV meningkat dengan tajam. Sejak tahun 1999 terjadi fenomena
baru penyebaran HIV dan AIDS, yaitu infeksi HIV mulai terlihat pada para pengguna
narkotika suntikan atau Infecting Drug User (IDU). Penularan pada kelompok IDU
terjadi sangat cepat karena penggunaan jarum suntik bersama. Sedangkan pada tahun
2000 terjadi peningkatan penyebaran pandemi HIV secara nyata terjadi melalui
pekerja seks. Sejak ditemukan kasus pertama di Bali pada tahun 1987, maka tahun
1999 tercatat 815 kasus HIV dan AIDS, 112 diantaranya meninggal.
Pada tahun 2002, orang yang rawan tertular HIV di Indonesia antara 13 juta
sampai 20 juta, sedangkan orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) diperkirakan antara
90.000 sampai 130.000orang. Di Jawa Timur tahun 2002 tercatat 597 kasus. Di
Surabaya hingga November 2002 tercatat 340 kasus HIV dan AIDS. Di RSU
Dr.Soetomo hingga November 2002 telah dirawat 110 kasus, 39 (35%) diantaranya
meninggal dalam perawatan rumah sakit. Hingga September 2006 dirawat di UPIPI
Universitas Sumatera Utara
31
RSU Dr.Soetomo 711 kasus AIDS dengan kematian 27,9%. Tahun 2008 dilaporkan
22.664 kasus, 16.110 AIDS dan 6.554 HIV dengan jumlah kematian 3362 jiwa.
Pada Juni 2011 Ditjen PP dan PL Kemenkes RI melaporkan terdapat 36.080
kasus yang telah terjadi di Indonesia, dengan estimasi kasus > 200.000. Menurut
AIDS Epidemic Update, UNAIDS (2007) Indonesia merupakan negara dengan tingkat
perkembangan AIDS tertinggi di ASIA.
Menurut data Kementerian Kesehatan RI, kasus HIV/AIDS yang terjadi di
Indonesia dapat ditampilkan dalam diagram seperti di bawah ini :
Gambar 2.4 Diagram Kasus HIV/AIDS di Indonesia tahun 2005-2011
2.4.2 Transmisi Infeksi AIDS
Transmisi HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui 3 cara, yaitu :
1. Secara Vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak (selama megandung,
persalinan, menyusui).
2. Secara Transeksual (homoseksual maupun heteroseksual).
3. Secara Horizontal yaitu kontak antardarah atau produks darah terinfeksi (asas
sterilisasi kurang diperhatikan terutama pada pemakaian jarum suntik bersama
sama secara bergantian, tato, tindik, transfusi darah, transplantasi organ, tindakan
hemodialisis, perawatan gigi).
Universitas Sumatera Utara
32
HIV dapat diisolasi dari darah, semen, cairan serviks, cairan vagina, ASI, air
liur, serum, urin, air mata, cairan alveolar, cairan serebrospinal. Dan, sejauh ini
transmisi secara efisien terjadi melalui darah, cairan semen, cairan vagina, dan
serviks, ASI.
2.4.2.1 Transmisi melalui Kontak Seksual
Studi Kohort yang dilakukan Lifson pada pria homoseksual dan biseksual di
California yang seropositif HIV sebelum Januari 1981, ternyata 52% di antaranya
mengidap AIDS pada tahun 1989. Diperkirakan 54% individu dengan seropositif HIV
akan menjadi AIDS dalam 8-10 tahun kemudian.
Di Indonesia waktu yang diperlukan menjadi AIDS dapat lebih singkat karena
penderita hidup pada lingkungan dengan kejadian berbagai infeksi. Kontak seksual
merupakan salah satu cara utama transmisi HIV di berbagai belahan dunia. Virus ini
dapat ditemukan dalam cairan semen, cairan vagina, cairan serviks, terutama bila
terjadi peningkatan jumlah limfosit dalam cairan, seperti pada keadaan peradangan
genitalia misalnya uretritis, epididimitis, dan kelainan lain yang berkaitan dengan
penyakit menular seksual.
Transmisi infeksi HIV melalui hubungan seksual lewat anus lebih mudah
karena hanya terdapat membrane mukosa rectum yang tipis dan mudah robek, anus
sering terjadi lesi. Pada kontak seks pervaginal, kemungkinan transmisi HIV dari lakilaki ke perempuan diperkirakan sekitar 20 kali lebih besar dari pada perempuan ke
laki-laki. Hal ini disebabkan oleh paparan HIV secara berkepanjangan pada mukosa
vagina, serviks, serta endometrium dengan semen yang terinfeksi.
2.4.2.2 Transmisi melalui Darah
HIV dapat ditransmisikan melalui darah dan produk darah, terutama pada individu
pengguna narkotika itravena dengan pemakaian jarum suntik secara bersama dalam
Universitas Sumatera Utara
33
satu kelompok tanpa mengindahkan asas sterilisasi. Dapat juga pada individu yang
menerima transfusi darah atau produk darah yang mengabaikan tes penapisan HIV.
Namun pada saat ini hal tersebut jarang terjadi dengan semakin meningkatnya
perhatian dan semakin baiknya tes penapisan terhadap darah yang ditransfusikan.
Diperkirakan bahwa 90% sampai 100% orang yang mendapat trasfusi darah
yang tercemar HIV akan mengalami infeksi. Transfusi darah lengkap (whole blood),
sel darah merah (packed red blood), trombosit, leukosit, dan plasma semuanya
berpotensi menularkan HIV.
Suatu penelitian di Amerika Serikat melaporkan resiko infeksi HIV-1 melalui
transfusi darah dari donor yang terinfeksi HIV berkisar antara 1 per 750.000 hingga 1
per 835.000. Pada proses bayi tabung dan transplantasi organ dilaporkan beberapa
kasus penularan HIV melalui semen yang digunakan dalam inseminasi buatan dan
jaringan yang digunakan pada transplantasi organ sehingga sekarang setiap donor
harus diperiksa akan kemungkinan infeksi HIV sebelum transplantasi.
2.4.2.3 Transmisi secara Vertikal
Transmisi secara vertikal dapat terjadi dari ibu yang terinfeksi HIV kepada janinnya
sewaktu hamil, sewaktu persalinan, dan setelah melahirkan melalui pemberian Air
Susu Ibu (ASI).
Angka penularan selama kehamilan sekitar 5-10%, sewaktu persalinan 1020%, dan saat pemberian ASI 10-20%. Namun, diperkirakan penularan ibu kepada
janin atau bayi terutama terjadi pada masa perinatal. Hal ini didasarkan saat
identifikasi infeksi oleh teknik kultur atau Polymerase Chain Reaction (PCR) pada
bayi setelah lahir (negatif saat lahir dan positif beberapa bulan kemudian).
Universitas Sumatera Utara
34
2.4.2.4 Transmisi melalui Cairan Tubuh Lain
Walaupun HIV pernah ditemukan dalam air liur pada sebagian kecil orang yang
terinfeksi, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi
HIV baik melalui ciuman biasa maupun paparan lain misalnya sewaktu bekerja
sebagai petugas kesehatan.
Selain itu, air liur dibuktikan mengandung inhibitor terhadap aktivitas HIV.
Demikian juga belum ada bukti bahwa cairan tubuh lain misalnya air mata, keringat,
dan urin dapat merupakan media transmisi HIV. Namun, cairan tubuh tersebut tetap
harus diperlakukan sesuai tindakan pencegahan melalui kewaspadaan universal.
2.4.3
Reseptor CD4 (Cluster of Differentiation 4)
Perjalanan infeksi HIV di dalam tubuh manusia diawali dari interaksi gp120
(glycoprotein 120) pada selubung HIV berikatan dengan reseptor spesifik CD4 yang
terdapat pada permukaan membran sel target (kebanyakan limfosit T-CD4). Sel target
utama adalah sel target yang mampu mengekspresikan reseptor CD4
Setelah 4-11 hari sejak paparan pertama HIV dapat dideteksi di dalam darah.
Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala dan tanda
infeksi virus akut seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot,
mual, muntah, sulit tidur, batuk-pilek, dan lain-lain. Keadaan ini disebut retroviral
akut. Pada fase ini mulai terjadi penurunan CD4 dan peningkatan HIV-RNA Viral
load. Viral load (beban yang disebabkan oleh virus; pneumonia radang paru) akan
meningkat dengan cepat pada awal infeksi dan kemudian akan menurun sampai pada
suatu titik tertentu. Dengan semakin berlanjutnya infeksi, viral load secara perlahan
cenderung terus meningkat. Keadaan tersebut akan diikuti dengan penurunan hitung
CD4 secara perlahan dalam waktu beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang
lebih cepat pada kurun waktu satu setengah tahun sampai dua setengah tahun, sebelum
akhirnya jatuh ke stadium AIDS.
Universitas Sumatera Utara
35
Fase selanjutnya HIV akan berusaha masuk ke dalam sel target. Sel yang
menjadi target HIV adalah sel yang mampu mengekspresikan reseptor CD4. Untuk
bisa masuk ke sel target, gp120 HIV perlu berikatan dengan reseptor CD4. Reseptor
CD4 ini terdapat pada permukaan limfosit T, monosit-makrofag, Langerhan’s, sel
dendrit, astrosit, microglia. Selain itu, untuk masuk ke sel HIV memerlukan
chemokine reseptor yaitu CXCR4 dan CCR5.
Mikroorganisme lain yang memicu infeksi sekunder dan memengaruhi
jalannya replikasi adalah bakteri, virus, jamur, maupun protozoa. Dari keempat
golongan mikroorganisme tersebut yang paling besar pengaruhnya terhadap
percepatan replikasi HIV adalah virus non-HIV, terutama adalah virus DNA.
Secara perlahan namun pasti, limfosit T penderita akan tertekan dan semakin
menurun dari waktu ke waktu. Individu yang terinfeksi HIV mengalami penurunan
jumlah limfosit T-CD4 melalui beberapa mekanisme sebagai berikut :
1. Kematian sel secara langsung karena hilangnya integritas membran plasma
akibat adanya penonjolan dan perobekan oleh virion, akumulasi DNA virus
yang tidak berintegrasi dengan nukleus, dan terjadinya gangguan sintesis
makromolekul.
2. Syncytia formation, yaitu terjadinya fusi antar membran sel yang terinfeksi
HIV dengan limfosit T-CD4 yang tidak terinfeksi.
3. Respons imun humoral dan seluler terhadap HIV ikut berperan melenyapkan
virus dan sel yang terinfeksi virus. Namun respons ini bisa menyebabkan
disfungsi imun akibat eliminasi sel yang terinfeksi dan sel normal di sekitarnya
(innocent-bystander).
4. Mekanisme autoimun dengan pembentukan autoantibodi yang berperan untuk
mengeliminasi sel yang terinfeksi.
5. Kematian sel yang terprogram (apoptosis). Peningkatan antara gp120 di bagian
V3 dengan reseptor CD4 Limfosit T merupakan sinyal pertama untuk
menyampaikan pesan kematian sel melalui apoptosis.
Universitas Sumatera Utara
36
6. Kematian sel target terjadi akibat hiperaktivitas Hsp70 (40-kDa heat-shock
protein), sehingga fungsi sitoprotektif, pengaturan irama dan waktu folding
protein terganggu, terjadi missfolding dan denaturasi protein, dan kematian
sel.
Dengan berbagai proses kematian limfosit T tersebut terjadi penurunan jumlah
limfosit T-CD4 secara dramatis dari normal berkisar 600-1200/mm3 menjadi 200/mm3
atau lebih rendah lagi. Semua mekanisme tersebut menyebabkan penurunan sistem
imun sehingga pertahanan individu dan meningkatkan resiko terjadinya infeksi
sekunder sehingga masuk ke stadium AIDS. Masuknya infeksi sekunder
menyebabkan munculnya keluhan dan gejala klinis sesuai jenis infeksi sekundernya.
2.4.4
Perjalanan Infeksi HIV
Perjalanan infeksi HIV, jumlah limfosit T-CD4, jumlah virus dan gejala klinis melalui
3 fase berikut:
1. Fase Infeksi Akut
Setelah HIV menginfeksi sel target, terjadi proses replikasi yang menghasilkan
virus-virus baru (virion) jumlahnya berjuta-juta virion. Viremia dari begitu
banyak virion tersebut memicu munculnya gangguan infeksi akut dengan
gejala yang mirip sindrom semacam flu yang juga mirip dengan infeksi
mononukleosa. Diperkirakan bahwa sekitar 50% - 70% orang yang terinfeksi
HIV mengalami sindrom infeksi akut selama 3 sampai 6 minggu setelah
terinfeksi virus dengan gejala umum yaitu demam, faringitis, limfadenopati,
artralgia, mialgia, letargi, malaise, nyeri kepala, mual, muntah, diare,
anoreksia, penurunan berat badan. HIV juga sering menimbulkan kelainan
pada sistem saraf meskipun paparan HIV terjadi pada stadium infeksi masih
awal. Menyebabkan meningitis, ensefalitis, neuropati perifer, dan mielopati.
Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T yang dramatis dan kemudian
terjadi kenaikan limfosit T pada fase ini masih di atas 500 sel/mm3 dan
kemudian akan mengalami penurunan setelah 6 minggu terinfeksi HIV.
Universitas Sumatera Utara
37
2. Fase Infeksi Laten
Pada fase ini jarang ditemukan virion di plasma sehingga jumlah virion di
plasma menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar limfa
dan terjadi replikasi di kelenjar limfa. Sehingga penurunan limfosit T terus
terjadi walaupun virion di plasma jumlahnya sedikit.
Pada fase ini jumlah limfosit T-CD4 menurun hingga sekitar 500 sampai 200
sel/mm3, meskipun telah terjadi setelah serokonversi positif individu umumnya
belum menunjukkan gejala klinis (asimtomatis). Beberapa pasien terdapat
sarkoma Kaposi’s, Herpes simpleks, sinusitis bacterial, Herpes Zooster, dan
pneumonia yang sering berlangsung rerata sekitar 8-10 tahun (dapat 3-13
tahun) setelah terinfeksi HIV.
Pada tahun ke delapan setelah terinfeksi HIV akan muncul gejala klinis, yaitu
demam, banyak berkeringat pada malam hari, kehilangan berat badan kurang
dari 10%, diare, lesi pada mukosa dan kulit berulang, penyakit infeksi kulit
berulang. Gejala ini merupakan tanda awal munculnya infeksi oportunistik.
3. Fase Infeksi Kronis
Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan di dalam
aliran sistemik. Respons imun tidak mampu meredam jumlah virion yang
berlebihan tersebut. Limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang
semakin banyak.
Terjadi penurunan jumlah limfosit T-CD4 hingga di bawah 200 sel/mm3.
Penurunan limfosit T ini mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien
semakin rentan terhadap berbagai macam penyakit infeksi sekunder.
Perjalanan penyakit semakin progresif yang mendorong ke arah AIDS. Infeksi
sekunder yang sering menyertai adalah pneumonia yang disebabkan
Pneumocytis carinii, tuberculosis, sepsis, toksoplasmosis ensefalitis, diare
akibat kriptosporidiasis, infeksi virus situmegalo, infeksi virus herpes,
kandidiasis bronchus atau paru, serta infeksi jamur jenis lain misalnya
histoplasmosis.
Selain 3 fase tersebut ada periode masa jendela, yaitu periode dimana
pemeriksaan tes antibodi HIV masih menunjukkan hasil negatif walaupun virus sudah
ada dalam darah pasien dengan jumlah yang banyak. Antibodi yang terbentuk belum
Universitas Sumatera Utara
38
cukup terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium kadarnya belum memadai.
Antibodi terhadap HIV biasanya muncul dalam 3-6 minggu hingga 12 minggu setelah
infeksi primer.
Periode jendela sangat penting diperhatikan karena pada periode jendela ini
pasien sudah mampu dan potensial menularkan HIV kepada orang lain.
2.4.5
Diagnosis Infeksi AIDS
Untuk membantu menetapkan diagnosis terinfeksi HIV pada individu perlu
memahami faktor resiko epidomiologis yang terdapat pada individu tersebut.
Informasi ini sangat memudahkan dokter sebelum melangkah ke arah diagnosis
definitive. Konseling dan pemeriksaan terhadap individu beresiko tinggi merupakan
langkah utama untuk pencegahan dan deteksi dini. Individu yang terinfeksi tetapi
tidak mengetahui, tidak menyadari sangat potensil mentransmisikan ke orang lain.
Faktor epidomiologis infeksi HIV adalah sebagai berikut :
1.
Perilaku beresiko tinggi :
-
Hubungan seksual dengan pasangan yang beresiko tinggi tanpa
menggunakan kondom.
-
Pengguna narkotika intravena, terutama bila pemakaian jarum
secara bersama tanpa sterilisasi yang memadai.
-
Hungan seksual yang tidak aman, multipartner, pasangan seks
individu yang diketahui terinfeksi HIV, kontak seks per anal.
2.
Mempunyai riwayat infeksi menular seksual.
3.
Riwayat menerima transfusi darah berulang tanpa test penapisan.
4.
Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi dengan alat yang
tidak disterilisasi.
Diagnosis infeksi HIV dan AIDS dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi
klinis WHO dan atau CDC atau disebut juga dengan manifestasi klinis. Manifestasi
Universitas Sumatera Utara
39
klinis infeksi HIV merupakan gejala dan tanda pada tubuh host akibat intervensi HIV.
Manifestasi ini dapat merupakan gejala dan tanda infeksi virus akut, keadaan
asimtomatis berkepanjangan, hingga manifestasi AIDS berat. Di Indonesia diagnosis
AIDS untuk keperluan surveilans epidomiologi dibuat bila menunjukkan test HIV
positif dan sekurang-kurangnya didapat 2 gejala mayor dan 1 gejala minor.
Manifestasi gejala dan tanda dari HIV dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu:
1. Tahap Pertama.
Merupakan tahap infeksi akut, pada tahap ini muncul gejala tetapi tidak
spesifik. Tahap ini muncul 6 minggu pertama setelah paparan HIV dapat
berupa demam, rasa letih, nyeri otot dan sendi, nyeri telan, dan pembesaran
kelenjar getah bening. Dapat juga disertai meningitis aseptik yang ditandai
dengan nyeri kepala hebat, kejang-kejang dan kelumpuhan saraf otak.
2. Tahap Kedua.
Merupakan tahap asimtomatis, pada tahap ini gejala dan keluhan hilang. Tahap
ini berlangsung 6 minggu hingga beberapa bulan, bahkan beberapa tahun
setelah infeksi. Pada saat ini sedang terjadi internalisasi HIV ke intraseluler.
Pada tahap ini aktifitas penderita masih normal.
3. Tahap Ketiga.
Merupakan tahap simtomatis, pada tahap ini gejala dan keluhan lebih spesifik
dengan gradasi sedang sampai berat. Berat badan menurun tetapi tidak lebih
dari 10%, pada selaput mulut terjadi sariawan berulang, terjadi peradangan
pada sudut mulut, dapat juga ditemukan infeksi bakteri pada saluran nafas
bagian atas namun penderita dapat melakukan aktifitas meskipun terganggu.
Penderita lebih banyak di tempat tidur meskipun kurang dari 12 jam per hari
dalam bulan terakhir.
4. Tahap Keempat.
Merupakan tahap yang lebih lanjut atau tahap AIDS. Pada tahap ini terjadi
penurunan berat badan hingga lebih dari 10%, diare yang lebih dari 1 bulan,
demam yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari sebulan,
Universitas Sumatera Utara
40
kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, tuberculosis paru, dan pneumonia
bakteri. Penderita berbaring di tempat tidur lebih dari 12 jam selama sebulan
terakhir.
2.4.6
Gejala Mayor dan Minor pada pasien AIDS.
Berdasarkan klasifikasi klinis yang ditetapkan WHO dan CDC dalam mendiagnosis
AIDS, maka dikelompokkan ke dalam dua gejala pokok, yaitu gejala mayor dan gejala
minor.
Gejala mayor atau disebut juga dengan gejala umum terdiri dari:
1. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam sebulan.
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari sebulan.
3. Demam berkepanjangan lebih dari sebulan.
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis, seperti : kebingungan
dan pelupa, mati rasa pada lengan dan kaki.
5. Ensefalopati HIV
Gejala yang termasuk ensefalitis (peradangan otak), perubahan
perilaku, dan penurunan fungsi kognitif secara bertahap, termasuk
kesulitan berkonsentrasi, ingatan dan perhatian juga menunjukkan
pengembangan
fungsi
motor
yang melambat
dan
kehilangan
ketangkasan serta koordinasi.
Sedangkan untuk gejala minor terdiri dari:
1.
Batuk menetap lebih dari sebulan.
2.
Dermatitis generalisata, merupakan penyakit kulit berupa perasaan
gatal.
3.
Herpes Zoster multisegmental berulang penyakit kulit, yang disebabkan
oleh virus dimana virus akan memperbanyak diri (multiplikasi) dan
membentuk bintil-bintil kecil berwarna merah, berisi cairan, dan
menggembung pada daerah sekitar kulit yang dilalui virus tersebut.
4.
Kandidiasis orofangieal.
Penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan.
Universitas Sumatera Utara
41
5.
Herpes simpleks kronis progresif, merupakan berupa demam yang
terjadi berulang-ulang, dan disebabkan oleh virus herpes.
6.
Limfadenopati generalisata merupakan pembesaran di semua kelenjar
limfa.
7.
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
8.
Retinitis oleh virus sitomegalo, merupakan kerusakan pada retina, tidak
dapat dipulihkan dan dapat meyebabkan kebutaan.
2.5 PHP Script
PHP adalah suatu bahasa pemrograman open source yang digunakan secara luas
terutama untuk pengembangan web dan dapat disimpan dalam bentuk HTML.
Keuntungan utama menggunakan PHP adalah script PHP tidak hanya benar-benar
sederhana bagi pemula, tetapi juga menyediakan banyak fitur tambahan untuk
programer professional.
Script PHP dapat digunakan dalam tiga hal, yaitu:
1. Penulisan program server side. Hal ini adalah target utama PHP. Diperlukan tiga
hal agar script PHP dapat bekerja antara lain, PHP parser (CGI atau server
module), server web (misal, Apache), dan browser web.
2. Penulisan program command line. Script PHP dapat berjalan tanpa server atau
browser. Hanya diperlukan PHP parser dalam bentuk command line.
3. Penulisan program untuk aplikasi desktop. PHP mungkin bukan bahasa yang
sangat baik untuk membuat suatu aplikasi desktop dengan tampilan grafis yang
user friendly, dengan penambahan fitur tambahan PHP pada aplikasi client side
atau menggunakan PHP-GTK. PHP-GTK merupakan fitur tambahan pada PHP
dan tidak tersedia pada distribusi utama.
Universitas Sumatera Utara
42
Secara singkat, kelebihan-kelebihan PHP meliputi:
1. Script PHP sederhana, mudah dibuat, dan mempunyai kecepatan akses tinggi.
2. Dapat berjalan dalam server web yang berbeda dan dalam sistem operasi yang
berbeda. PHP dapat berjalan pada sistem operasi Linux/Unix, Windows, dan
Macintosh.
3. Bersifat open source sehingga diterbitkan secara gratis.
4. Dapat berjalan pada server web Microsoft Personal Web Server, Apache, IIS,
Xitami dan sebagainya.
5. Termasuk bahasa yang embedded (bisa ditempel atau diletakkan dalam tag
HTML.
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan sistem pakar forward chaining pada
penyakit AIDS menggunakan Certainty Factor dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No.
Peneliti / Tahun
Judul
Keterangan
1.
Dedy Syahputra/
2001
Perancangan Aplikasi
Perangkat Lunak Sistem
Pakar dengan
menggunakan Metode
Forward Chaining Dan
Certainty Factor Untuk
Mendiagnosis
Kerusakan Komputer
Pada Warung Internet
(Warnet)
Pada penelitian ini dirancang
suatu perangkat lunak yang
dapat membantu orang awam
(pemakai)
yang memiliki
pengetahuan tentang komputer,
toko penjualan komputer atau
tempat pelatihan bagi para
teknisi untuk mengidentifikasi
kerusakan yang ada pada
umumnya sering terjadi pada
komputer.
Tugas akhir ini membahas
tentang sistem pakar untuk
diagnosis infeksi penyakit
tropis. metode yang digunakan
adalah
forward
chaining
dengan penelusuran ke depan,
dengan rancangan yang mudah
dan sesuai dengan aturan yang
ada.
2.
Ellys
R.Situmeang/
2011
Sistem Pakar Diagnosa
Infeksi Penyakit Tropis
Dengan Menggunakan
Metode
Forward
Chaining
Universitas Sumatera Utara
43
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
NO.
3.
4.
Peneliti/Tahun
Judul
Elpa Armi Voni/ Penggunaan certainty
2010
factor
(CF)
dalam
Perancangan
Sistem
Pakar
untuk
Mendiagnosis Penyakit
Artherosklerosis.
Diema Hernyka
Satyareni
Sistem Pakar Diagnosis
penyakit infeksi tropis
dengan menggunakan
forward chaining dan
backward chaining.
Keterangan
Penelitian
ini
bertujuan
menyusun sebuah sistem pakar
yang
digunakan
untuk
diagnosis
awal
penyakit
Artherosklerosis berdasarkan
gejala yang dirasakan. Sistem
ini akan menampilkan besarnya
kepercayaan gejala tersebut
terhadap kemungkinan penyakit
yang
diderita
pengguna.
Besarnya nilai kepercayaan
tersebut
merupakan
hasil
perhitungan
dengan
menggunakan metode certainty
factor
(CF).
Representasi
pengetahuan yang digunakan
pada penelitian ini adalah
production
rule.
Metode
inferensi yang digunakan untuk
mendapatkan konklusi yaitu
penalaran
maju
(forward
chaining)
Sistem pakar ini menggunakan
logika inferensi forward untuk
membuat diagnosis awalnya
dan
backward
chaining
digunakan
untuk
proses
konsultasi diharapkan dapat
dibangun sebuah sistem pakar
yang
berbasis
teknologi
informasi
untuk
membuat
diagnosis penyakit infeksi
tropis. Hasil aplikasi yang telah
dibuat dokter penyakit infeksi
tropis.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Defenisi Sistem Pakar
Sistem pakar adalah suatu sistem komputer yang bisa menyamai atau meniru
kemampuan seorang ahli (Giarratano dan Riley, 2005). Sistem pakar dapat diartikan
sebagai suatu sistem yang mengambil sebagian pengetahuan manusia ke komputer,
sehingga komputer dapat memecahkan permasalahan yang umumnya dilakukan oleh
ahlinya. Dalam hal ini, manusia yang dimaksud adalah seorang pakar dari bidang
pengetahuan tertentu. Misalnya, dokter adalah seorang pakar yang mampu
mendiagnosis penyakit yang diderita pasien serta dapat memberikan penatalaksanaan
suatu penyakit. Atau seorang ahli mesin yang mengusai segala pengetahuan tentang
mesin.
Menurut Kusrini (2006), masalah-masalah yang dapat diselesaikan sistem
pakar, di antaranya:
1.
Interpretasi
Membuat sebuah kesimpulan atau deskripsi dari sekumpulan data mentah.
2.
Prediksi
Memproyeksikan akibat-akibat yang dimungkinkan dari situasi-situasi
tertentu.
3.
Diagnosis
Menentukan sebab malfungsi dalam situasi kompleks yang didasarkan pada
gejala-gejala yang teramati.
4.
Desain
Menentukan konfigurasi komponen-komponen sistem yang cocok dengan
tujuan tujuan kinerja tertentu yang memenuhi kendala-kendala tertentu.
Universitas Sumatera Utara
18
5.
Perencanaan
Merencanakan serangkaian tindakan yang akan dapat mencapai sejumlah
tujuan dengan kondisi awal tertentu.
6.
Debugging dan Repair
Menentukan dan menginterpretasikan cara-cara untuk mengatasi malfungsi.
7.
Pengendalian
Mengatur tingkah laku suatu environment yang kompleks.
8.
Instruksi
Mendeteksi dan mengoreksi defisiensi dalam pemahaman domain subyek.
9.
Selection
Mengidentifikasi pilihan terbaik dari sekumpulan (list) kemungkinan.
10.
Simulation
Pemodelan interaksi antara komponen-komponen sistem
11.
Monitoring
Membandingkan hasil pengamatan dengan kondisi yang diharapkan.
2.1.1 Sejarah Sistem Pakar
Selama abad ke-20, beberapa definisi dari kecerdasan buatan sudah banyak diajukan.
Definisi yang paling populer adalah "membuat komputer yang mampu berpikir
layaknya manusia". Hal ini terbukti dari banyaknya film fiksi ilmiah yang
mempromosikan pandangan tersebut. Sebenarnya definisi ini berakar pada ahli
matematika Inggris terkenal dan uji pelopor komputer Alan Turing, tes Turing yaitu
dimana manusia akan mencoba menentukan apakah mereka (orang) dapat berbicara
melalui keyboard jarak jauh yang merupakan program manusia atau komputer.
Kondisi AI (Artificial Intelligence) yang kuat biasanya dipromosikan oleh orangorang yang percaya bahwa AI harus didasarkan pada landasan logis yang kuat
daripada apa yang mereka sebut yaitu AI lemah berbasis jaringan syaraf tiruan,
algoritma genetik, dan metode evolusi. Hal ini terbukti bahwa ada salah satu teknik AI
yang berhasil dalam menangani semua masalah dan mendapatkan kombinasi metode
yang terbaik.
Universitas Sumatera Utara
19
Pada pertengahan tahun 1970-an, beberapa sistem pakar mulai muncul. Tujuan
dari sistem pakar adalah untuk mengembangkan program komputer yang dapat
berpikir berdasarkan akal manusia, yaitu memecahkan masalah dengan cara yang
dianggap cerdas jika dilakukan oleh manusia.
Selama tahun 1970-an, peneliti lebih fokus mengembangkan teknik-teknik
seperti representasi “bagaimana untuk memformulasikan masalah sehingga menjadi
lebih mudah untuk dipecahkan” dan pencarian “bagaimana untuk mengontrol
pencarian untuk menemukan solusi secara cerdas”, sehingga proses pencarian yang
dilakukan tidak akan menggunakan memori komputer yang berlebihan. Strategi ini
menciptakan beberapa kemajuan, namun tidak mendapatkan terobosan baru. Hal ini
berlangsung sampai akhir dekade 70-an, dimana ilmuwan sistem pakar mulai
menyadari suatu hal yang sangat penting, yaitu kemampuan penyelesaian masalah
dalam suatu program berasal dari pengetahuan yang dimilikinya, bukan dari
formalitas atau skema inferensi yang digunakan. Terobosan konseptual dibuat dan
dapat dinyatakan dengan sederhana. Untuk membuat program yang cerdas, program
tersebut disediakan dengan pengetahuan spesifik yang berkualitas tentang bidangbidang masalah tertentu. Program ini kemudian disebut sebagai sistem pakar, dan
memulai bidang baru dalam lingkup ilmu komputer. Proses pembangunan sistem
pakar biasanya disebut dengan rekayasa pengetahuan. Biasanya melibatkan interaksi
yang spesial antara orang yang membangun sistem pakar yang disebut teknisi
pengetahuan. Biasanya terdapat satu atau lebih pakar dalam lingkup masalah tertentu.
Teknisi pengetahuan mengambil informasi dari pakar berupa prosedur, strategi, dan
aturan-aturan untuk menyelesaikan masalah, lalu membangun pengetahuan itu
menjadi sebuah sistem pakar, seperti yang ditunjukkan pada skema di bawah ini.
Knowledge-Base
USER
Inference Engine
Gambar 2.1 Fungsi Dasar Sistem Pakar (Giarratano dan Riley, 2005)
Universitas Sumatera Utara
20
Hasilnya adalah sebuah program komputer yang dapat memecahkan masalah
dengan cara yang hampir sama seperti para ahli. Paul E. Johnson, seorang ilmuwan
yang telah menghabiskan bertahun-tahun waktunya untuk mempelajari perilaku ahli
manusia, cukup baik menggambarkan apa yang dimaksud dengan ahli.
“Seorang ahli yaitu orang yang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk
melakukan hal-hal yang kebanyakan orang tidak bisa. Seorang ahli bukan hanya
sekedar mahir, tetapi juga lancar mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah.
Seorang ahli mengetahui banyak hal dalam menerapkan apa yang mereka ketahui
dalam menyelesaikan suatu masalah. Mereka juga pandai memilih informasi yang
tidak relevan dalam rangka untuk mendapatkan masalah dasar, dan mereka mengenal
dengan baik permasalahan yang mereka hadapi. Rekayasa pengetahuan sangat
bergantung pada penelitian pakar untuk meningkatkan kecerdasan dan kemampuan
program”. Hal ini serupa dengan yang diutarakan oleh Hayes-Roth dalam bukunya
yang berjudul “Building Expert Sistem”:
Saat ini sudah banyak sistem pakar yang dikembangkan di berbagai bidang,
seperti : kedokteran, pertanian, ekonomi, elektronika, industri, dan masih banyak lagi.
Sistem pakar untuk melakukan diagnosis penyakit telah dikembangkan pada
pertengahan tahun 1970. Sistem pakar untuk diagnosis pertama kali dibuat oleh Bruce
Buchanan dan Edward Shortliffe di Stanford University. Yang kemudian diberi nama
MYCIN (Heckerman, 1986). MYCIN adalah sistem pakar yang dibangun untuk
mendiagnosis infeksi bakteri pada darah, contohnya meningitis dan infeksi bacremia,
dan memberikan rekomendasi terapi antimikrobia. MYCIN mampu memberikan
penjelasan atas penalarannya secara detail. Dalam uji cobanya, MYCIN menunjukkan
kemampuan seperti seorang spesialis. Dengan bertanya dan melakukan backwardchaining pada basis aturan yang terdiri dari sekitar 500 aturan, MYCIN dapat
mengenali sekitar 100 penyebab infeksi bakteri. Dengan demikian MYCIN dapat
merekomendasi resep obat yang efektif. MYCIN ini dikembangkan di bidang
kedokteran oleh dr. Edward H. Shortliffe di Standford Medical School.
Universitas Sumatera Utara
21
2.1.2 Konsep Dasar Sistem Pakar
Menurut Efraim Turban (1995), konsep dasar sistem pakar memiliki arti sebagai
keahlian, ahli, pengalihan keahlian, inferensi, aturan dan kemampuan menjelaskan.
Keahlian adalah suatu kelebihan penguasaan di bidang tertentu yang diperoleh dari
pelatihan, membaca atau pengalaman. Seorang ahli adalah seseorang yang mampu
menjelaskan suatu tanggapan dan dapat mempelajari hal-hal baru seputar topik
permasalahan (domain), menyusun kembali pengetahuan jika diperlukan, memecah
aturan-aturan jika dibutuhkan, dan menentukan relevan tidaknya keahlian mereka.
Pengalihan keahlian dari para ahli ke komputer dan kemudian dialihkan lagi
ke orang lain yang bukan ahli, merupakan tujuan utama dari sistem pakar. Proses ini
membutuhkan empat aktivitas, yaitu : tambahan pengetahuan (dari para ahli atau
sumber-sumber
lainnya),
representasi
pengetahuan
(ke
komputer),
inferensi
pengetahuan, dan pengalihan pengetahuan ke user. Pengetahuan yang disimpan di
komputer disebut dengan nama basis pengetahuan. Ada dua tipe pengetahuan, yaitu :
fakta dan prosedur (biasanya berupa aturan).
Salah satu fitur yang harus dimiliki sistem pakar yaitu kemampuan daya
nalar. Jika keahlian-keahlian sudah tersimpan sebagai basis pengetahuan dan sudah
tersedia diprogram yang mampu mengakses basis data, maka komputer harus dapat
diprogram untuk membuat inferensi. Proses inferensi ini dikemas dalam bentuk motor
inferensi (inference engine).
Sebagian besar sistem pakar komersial dibuat dalam bentuk rule-based
systems, yang mana pengetahuan dapat disimpan dalam bentuk aturan-aturan. Aturan
tersebut biasanya berbentuk IF-THEN (Kusumadewi, 2003).
Universitas Sumatera Utara
22
2.1.3 Struktur Sistem Pakar
Sistem pakar memiliki beberapa komponen utama, yaitu antarmuka pengguna (user
interface), basis data sistem pakar (expert system database), fasilitas akuisisi
pengetahuan (knowledge acquisition facility), dan mekanisme inferensi (inference
mechanism). Selain itu ada satu komponen yang hanya ada pada beberapa sistem
pakar, yaitu fasilitas penjelasan (explanation facility) (Martin dan Oxman,1988).
Struktur dari Sistem Pakar dapat dilihat pada Gambar 2.2.
INFERENCE
KNOWLEDGE
ENGINE
WORKING
MEMORY
BASE
(FACTS)
(RULES)
AGENDA
EXPLANATION
KNOWLEDGE
FACILITY
AQUISITION FACILITY
INTERFACE
Gambar 2.2 Struktur Sistem Pakar (Giarratano dan Riley, 2005)
Komponen-komponen yang terdapat dalam arsitektur/struktur sistem pakar yaitu:
1. Antarmuka Pengguna (User Interface)
Antarmuka merupakan mekanisme yang digunakan oleh pengguna dan sistem
pakar untuk berkomunikasi. Antarmuka menerima informasi dari pemakai dan
mengubahnya ke dalam bentuk yang dapat diterima oleh sistem. Selain itu
antarmuka akan menerima dari sistem dan menyajikannya ke dalam bentuk yang
dapat dimengerti oleh pemakai.
Universitas Sumatera Utara
23
2. Basis Pengetahuan (Knowledge Base)
Basis pengetahuan mengandung pengetahuan untuk pemahaman, formulasi, dan
penyelesaian masalah. Ada dua bentuk pendekatan basis pengetahuan yang sangat
umum digunakan, yaitu:
a. Penalaran Berbasis Aturan (Rule-Based Reasoning)
Pada penalaran berbasis aturan, pengetahuan dipresentasikan dengan
menggunakan aturan berbentuk IF-THEN. Bentuk ini digunakan apabila kita
memiliki sejumlah pengetahuan pakar pada suatu permasalahan tertentu, dan si
pakar dapat menyelesaikan masalah tersebut secara berurutan. Disamping itu,
bentuk ini juga digunakan apabila dibutuhkan penjelasan tentang langkahlangkah pencapaian solusi.
b. Penalaran Berbasis Kasus (Case-Based Reasoning)
Basis pengetahuan akan berisi solusi-solusi yang telah dicapai sebelumnya,
kemudian akan diturunkan suatu solusi untuk keadaan yang terjadi sekarang
(fakta yang ada). Bentuk ini digunakan apabila user menginginkan untuk tahu
lebih banyak lagi pada kasus-kasus yang hampir sama. Selain itu, bentuk ini
juga digunakan apabila kita telah memiliki sejumlah kasus tertentu dalam basis
pengetahuan.
3. Akuisisi Pengetahuan (Knowledge Acquisition)
Akuisisi pengetahuan adalah akumulasi, transfer, dan transformasi keahlian dalam
menyelesaikan masalah dari sumber pengetahuan ke dalam program
komputer.
Dalam tahap ini knowledge engineer berusaha menyerap pengetahuan untuk
selanjutnya ditransfer ke dalam basis pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dari
pakar, dilengkapi dengan buku, basis data, laporan penelitian, dan pengalaman
pemakai.
4. Mesin/Motor Inferensi (Inference Engine)
Komponen ini mengandung mekanisme pola pikir dan penalaran yang digunakan
oleh pakar dalam menyelesaikan suatu masalah. Mesin inferensi adalah program
komputer yang memberikan metodologi untuk penalaran tentang informasi yang
ada dalam basis pengetahuan dan dalam workplace, dan untuk memformulasikan
kesimpulan.
Universitas Sumatera Utara
24
5. Workplace/Blackboard
Workplace merupakan area dari sekumpulan memori kerja (working memory),
digunakan untuk merekam kejadian yang sedang berlangsung termasuk keputusan
sementara.
6. Fasilitas Penjelasan (Explanation Facility)
Fasilitas penjelasan adalah komponen tambahan yang akan meningkatkan
kemampuan sistem pakar, digunakan untuk melacak respon dan memberikan
penjelasan tentang kelakuan sistem pakar secara interaktif melalui pertanyaan.
7. Perbaikan Pengetahuan
Pakar memiliki kemampuan untuk menganalisis dan meningkatkan kinerjanya
serta kemampuan untuk belajar dari kinerjanya. Kemampuan tersebut adalah
penting dalam pembelajaran terkomputerisasi, sehingga program akan mampu
menganalisis penyebab kesuksesan dan kegagalan yang dialaminya dan juga
mengevaluasi apakah pengetahuan-pengetahuan yang ada masih cocok untuk
digunakan di masa mendatang.
2.1.4 Representasi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model mental yang
menggambarkan objek dengan tepat dan mampu mempresentasikannya dalam aksi
yang dilakukan terhadap suatu objek (Martin dan Oxman,1988). Representasi
pengetahuan merupakan metode yang digunakan untuk mengkodekan pengetahuan
dalam sebuah sistem pakar yang berbasis pengetahuan.
Beberapa model representasi pengetahuan yang penting adalah (Kusrini, 2006) :
1.
Logika (logic)
2.
Jaringan semantic (semantic nets)
3.
Object-Atribute-Value (OAV)
4.
Bingkai (frame)
5.
Kaidah produksi (production rule)
Universitas Sumatera Utara
25
2.1.5 Keuntungan Sistem Pakar
Sistem pakar adalah sistem yang menggunakan pengetahuan manusia yang
dimasukkan ke dalam komputer untuk memecahkan masalah-masalah yang biasanya
diselesaikan oleh pakar (Turban dan Aronson, 2002). Sistem pakar merupakan subset
dari Artificial Intelligence.
Adapun beberapa keuntungan dari sistem pakar adalah sebagai berikut :
1.
Menjadikan pengetahuan dan nasehat jadi lebih mudah didapat.
2.
Meningkatkan output dan produktifitas.
3.
Menyimpan kemampuan dan keahlian pakar.
4.
Meningkatkan
penyelesaian
masalah-menerusi
panduan
pakar,
penerangan, sistem pakar khas.
5.
Meningkatkan reabilitas.
6.
Memberikan respons (jawaban) yang cepat.
7.
Merupakan panduan yang cerdas.
8.
Dapat bekerja dengan informasi yang tidak lengkap dan mengandung
ketidakpastian.
9.
Intelligence database (basis data cerdas), bahwa sistem pakar dapat
digunakan untuk mengakses basis data dengan cara cerdas.
2.2 Forward Chaining
Chain adalah suatu perkalian inferesi yang menghubungkan suatu permasalahan
dengan solusinya. Forward chaining adalah strategi penarikan kesimpulan yang
dimulai dari sejumlah fakta-fakta yang telah diketahui, untuk mendapatkan suatu fakta
baru dengan memakai rule-rule yang memiliki ide dasar yang cocok dengan fakta dan
terus dilanjutkan sampai mendapatkan tujuan atau sampai tidak ada rule yang punya
ide dasar yang cocok atau sampai mendapatkan fakta.
Forward chaining disebut bottom-up penalaran karena alasan dari bukti-bukti
tingkat rendah, fakta, ke tingkat atas kesimpulan yang didasarkan pada fakta. Forward
chaining menggunakan pendekatan data driven (berorientasi data). Dalam pendekatan
ini dimulai dari informasi yang tersedia, atau dari ide dasar, kemudian mencoba
Universitas Sumatera Utara
26
menggambarkan kesimpulan. Komputer akan menganalisa permasalahan dengan
mencari fakta yang cocok dengan bagian IF dari aturan IF-THEN.
Cara lain untuk menggambarkan forward chaining adalah suatu teknik untuk
mencari informasi baru, kemudian melihat proses di dalam petunjuk yan ada dari
tanda-tanda yang memisahkan bagian kiri dan kanan dari aturan-aturan tersebut
(Waterman, 1986). Fakta merupakan satuan dasar dari paradigma berbasis
pengetahuan karena mereka tidak bisa diurai ke dalam setiap unit yang lebih kecil
yang memiliki arti.
Kaidah ini digunakan dalam rantai sebab-akibat dari inferensi forward yang
menarik kesimpulan bahwa clyde adalah binatang yang memperlihatkan bahwa clyde
adalah seekor gajah. Rantai inferensi tersebut dapat ditunjukkan pada Gambar 2.3
berikut ini:
Gajah (Clyde)
Gajah (x)
Mamalia (x)
Mamalia (x)
Binatang (x)
Binatang (Clyde)
Gambar 2.3 Forward Chaining (Giarratano dan Riley, 2005)
Forward chaining :
1.
Identifikasi kondisi.
2.
Variabel kondisi ditempatkan pada Conclusion Var.Queue dan nilainya dicatat
pada Variable List.
3.
Pencarian diarahkan untuk menemukan variabel di Base Variable List dengan
nama yang sama dengan nama variabel dalam daftar pertama antrian.
4.
Jika ketemu, rule dan clause number dari variabel disimpan ke clause Variable
Pointer, jika tidak ketemu maka ke langkah 6.
Universitas Sumatera Utara
27
5.
Selanjutnya, pencarian diarahkan untuk mengecek jika fakta yang dimasukkan
oleh user sama dengan clause dari rule. Jika sama maka tambahkan pada
daftar Conclusion Variabel Queue dan Result Queue dengan nilai dari THEN
clause dari rule, jika tidak sama maka ke langkah 6.
6.
Jika tidak ada lagi statement IF yang memiliki variable yang sama dengan
yang ada diurutan pertama Conclusion Variable Queue, maka urutan pertama
tadi dihapus. Jika ada lagi yang lain, maka kembali ke langkah 3.
7.
Jika sudah tidak ada lagi apa-apa di Conclusion Variable Queue, maka
pencarian berhenti. Sedangkan jika masih ada, maka kembali ke langkah 3.
Forward chaining secara bertahap membentuk gambaran akan dunia
bersamaan dengan permintaan data, forward chaining tidak diarahkan untuk
menyelesaikan suatu permasalahan tertentu, karenanya metode ini disebut data driven
atau data directed procedure.
Beberapa karakteristik forward chaining (Giarratano dan Riley, 2005) adalah
sebagai berikut :
1. Perencanaan, pemantauan, dan pengendalian.
2. Disajikan untuk masa depan.
3. Antecedent ke konsekuen.
4. Data memandu, penalaran dari bawah ke atas.
5. Bekerja ke depan untuk mendapatkan solusi apa yang mengikuti fakta.
6. Breadth first search dimudahkan.
7. Antecedent menentukan pencarian.
8. Pencarian tidak difasilitasi.
2.3 Faktor Kepastian (Certainty Factor)
Tujuan utama penggunaan faktor kepastian adalah untuk mengolah ketidakpastian dari
fakta dan gejala dengan menghindarkan keperluan data dan perhitungan yang besar.
Faktor kepastian diperoleh dari pengurangan nilai kepercayaan (measure of belief)
oleh nilai ketidakpercayaan. Faktor kepastian membuat beberapa asumsi yang
memudahkan tingkat kepercayaan dan beberapa persamaan aturan yang mudah untuk
Universitas Sumatera Utara
28
mengkombinasikan tingkat kepercayaan sebagai program dalam mencapai kesimpulan
akhir.
Hal ini sangat mudah dilihat pada sistem diagnosis penyakit, dimana pakar
tidak dapat mendefinisikan hubungan antara gejala dengan penyebabnya secara pasti,
dan pasien tidak dapat merasakan suatu gejala dengan pasti pula. Pada akhirnya
ditemukan banyak kemungkinan penyakit.
Ada tiga penyebab ketidakpastian aturan yaitu aturan tunggal, penyelesaian
konflik dan ketidakcocokan (incompatibility) antar konsekuen dalam aturan. Aturan
tunggal yang dapat menyebabkan ketidakpastian dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu
kesalahan, probabilitas dan kombinasi gejala (evidence).
Kesalahan dapat terjadi karena (Kusrini, 2006) adalah sebagai berikut :
1. Ambiguitas, sesuatu didefinisikan dengan lebih dari satu cara.
2. Ketidaklengkapan data.
3. Kesalahan informasi.
4. Ketidakpercayaan terhadap suatu alat.
5. Adanya bias.
Probabilitas disebabkan ketidakmampuan seorang pakar merumuskan suatu
aturan secara pasti. Certainty factor (CF) menunjukkan ukuran kepastian terhadap
suatu fakta atau aturan.
Dalam menghadapi masalah sering ditemukan jawaban yang tidak memiliki
kepastian penuh. Ketidakpastian ini biasanya berupa probabilitas. Hasil yang tidak
pasti disebabkan oleh aturan yang tidak pasti dan jawaban pengguna yang tidak pasti
yang diajukan oleh sistem. Faktor kepastian (Certainty Factor) diperkenalkan oleh
Edward Hance Shortliffe dan Buchanan dalam pembuatan MYCIN (Wesley, 1984).
Certainty factor (CF) merupakan nilai parameter klinis yang diberikan MYCIN untuk
menunjukan besarnya kepercayaan.
Universitas Sumatera Utara
29
Faktor
kepercayaan
menyatakan
kepercayaan
dalam
sebuah
kejadian
berdasarkan bukti atau penilaian pakar (Turban dan Aronson, 2002). Certainty factor
menggunakan suatu nilai untuk mengasumsikan derajat keyakinan seorang pakar
terhadap suatu data.
Certainty Factor didefinisikan sebagai berikut (Giarattano dan Riley, 2005)
CF(H,E) = MB(H,E) – (MD(H,E)
Dimana :
CF(H, E) :
certainty factor dari hipotesis H yang dipengaruhi oleh gejala E.
besarnya CF berkisar antara -1 sampai dengan 1. Nilai -1 menunjukkan
ketidakpercayaan mutlak, sedangkan nilai 1 menunjukkan kepercayaan
mutlak.
MB(H, E) : ukuran kenaikan kepercayaan terhadap hipotesis H yang
dipengaruhi oleh gejala E.
MD(H, E) : ukuran kenaikan ketidakpercayaan terhadap hipotesis H yang
dipengaruhi oleh gejala E.
Berikut ini adalah deskripsi beberapa kombinasi certainty factor dalam beberapa
kondisi :
Certainty factor untuk kaidah dengan premis tunggal (single premis rule):
CF (H,E) = CF (E)*CF (rule)
= CF (user)*CF (pakar)
Certainty factor untuk kaidah dengan premis majemuk (multiple premis rule):
CF (A AND B)
= Minimum (CF (a), CF (b)) * CF (rule)
CF (A OR B)
= Maximum (CF (a), CF (b)) * CF (rule)
Certainty factor untuk kaidah dengan kesimpulan yang serupa (similarly
concluded rules):
CF combine (CF1, CF2) = CF1 + CF2 * (1-CF1)
Universitas Sumatera Utara
30
2.4 Penyakit AIDS
Penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Virus
Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV-1, yaitu virus HIV yang pertama
diidentifikasi oleh Luc Montainer di Institut Pasteur Paris, tahun 1983. Karakteristik
virus sepenuhnya diketahui oleh Robert Gallo di Washington dan Jay Levy di San
Fransisco, tahun 1984. HIV-2, dan berhasil diisolasi dari pasien di Afrika Barat pada
tahun 1986.
HIV adalah virus siropatik diklasifikasikan dalam family Retroviridae,
subfamily Lentivirinae, genus Lentivirus. Berdasarkan strukturnya HIV termasuk
family retrovirus, dan termasuk dalam virus RNA dengan berat molekul 9,7kb
(kilobases).
2.4.1 Perkembangan AIDS di Indonesia
Di Indonesia kasus HIV dan AIDS pertama kali ditemukan di Bali tahun 1987, yang
dibawa oleh warga negara Belanda yang merupakan pria homoseksual. Pada saat itu
perjalanannya tidak mengalami perkembangan yang berarti, akan tetapi setelah tahun
1985 penyebaran HIV meningkat dengan tajam. Sejak tahun 1999 terjadi fenomena
baru penyebaran HIV dan AIDS, yaitu infeksi HIV mulai terlihat pada para pengguna
narkotika suntikan atau Infecting Drug User (IDU). Penularan pada kelompok IDU
terjadi sangat cepat karena penggunaan jarum suntik bersama. Sedangkan pada tahun
2000 terjadi peningkatan penyebaran pandemi HIV secara nyata terjadi melalui
pekerja seks. Sejak ditemukan kasus pertama di Bali pada tahun 1987, maka tahun
1999 tercatat 815 kasus HIV dan AIDS, 112 diantaranya meninggal.
Pada tahun 2002, orang yang rawan tertular HIV di Indonesia antara 13 juta
sampai 20 juta, sedangkan orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) diperkirakan antara
90.000 sampai 130.000orang. Di Jawa Timur tahun 2002 tercatat 597 kasus. Di
Surabaya hingga November 2002 tercatat 340 kasus HIV dan AIDS. Di RSU
Dr.Soetomo hingga November 2002 telah dirawat 110 kasus, 39 (35%) diantaranya
meninggal dalam perawatan rumah sakit. Hingga September 2006 dirawat di UPIPI
Universitas Sumatera Utara
31
RSU Dr.Soetomo 711 kasus AIDS dengan kematian 27,9%. Tahun 2008 dilaporkan
22.664 kasus, 16.110 AIDS dan 6.554 HIV dengan jumlah kematian 3362 jiwa.
Pada Juni 2011 Ditjen PP dan PL Kemenkes RI melaporkan terdapat 36.080
kasus yang telah terjadi di Indonesia, dengan estimasi kasus > 200.000. Menurut
AIDS Epidemic Update, UNAIDS (2007) Indonesia merupakan negara dengan tingkat
perkembangan AIDS tertinggi di ASIA.
Menurut data Kementerian Kesehatan RI, kasus HIV/AIDS yang terjadi di
Indonesia dapat ditampilkan dalam diagram seperti di bawah ini :
Gambar 2.4 Diagram Kasus HIV/AIDS di Indonesia tahun 2005-2011
2.4.2 Transmisi Infeksi AIDS
Transmisi HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui 3 cara, yaitu :
1. Secara Vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak (selama megandung,
persalinan, menyusui).
2. Secara Transeksual (homoseksual maupun heteroseksual).
3. Secara Horizontal yaitu kontak antardarah atau produks darah terinfeksi (asas
sterilisasi kurang diperhatikan terutama pada pemakaian jarum suntik bersama
sama secara bergantian, tato, tindik, transfusi darah, transplantasi organ, tindakan
hemodialisis, perawatan gigi).
Universitas Sumatera Utara
32
HIV dapat diisolasi dari darah, semen, cairan serviks, cairan vagina, ASI, air
liur, serum, urin, air mata, cairan alveolar, cairan serebrospinal. Dan, sejauh ini
transmisi secara efisien terjadi melalui darah, cairan semen, cairan vagina, dan
serviks, ASI.
2.4.2.1 Transmisi melalui Kontak Seksual
Studi Kohort yang dilakukan Lifson pada pria homoseksual dan biseksual di
California yang seropositif HIV sebelum Januari 1981, ternyata 52% di antaranya
mengidap AIDS pada tahun 1989. Diperkirakan 54% individu dengan seropositif HIV
akan menjadi AIDS dalam 8-10 tahun kemudian.
Di Indonesia waktu yang diperlukan menjadi AIDS dapat lebih singkat karena
penderita hidup pada lingkungan dengan kejadian berbagai infeksi. Kontak seksual
merupakan salah satu cara utama transmisi HIV di berbagai belahan dunia. Virus ini
dapat ditemukan dalam cairan semen, cairan vagina, cairan serviks, terutama bila
terjadi peningkatan jumlah limfosit dalam cairan, seperti pada keadaan peradangan
genitalia misalnya uretritis, epididimitis, dan kelainan lain yang berkaitan dengan
penyakit menular seksual.
Transmisi infeksi HIV melalui hubungan seksual lewat anus lebih mudah
karena hanya terdapat membrane mukosa rectum yang tipis dan mudah robek, anus
sering terjadi lesi. Pada kontak seks pervaginal, kemungkinan transmisi HIV dari lakilaki ke perempuan diperkirakan sekitar 20 kali lebih besar dari pada perempuan ke
laki-laki. Hal ini disebabkan oleh paparan HIV secara berkepanjangan pada mukosa
vagina, serviks, serta endometrium dengan semen yang terinfeksi.
2.4.2.2 Transmisi melalui Darah
HIV dapat ditransmisikan melalui darah dan produk darah, terutama pada individu
pengguna narkotika itravena dengan pemakaian jarum suntik secara bersama dalam
Universitas Sumatera Utara
33
satu kelompok tanpa mengindahkan asas sterilisasi. Dapat juga pada individu yang
menerima transfusi darah atau produk darah yang mengabaikan tes penapisan HIV.
Namun pada saat ini hal tersebut jarang terjadi dengan semakin meningkatnya
perhatian dan semakin baiknya tes penapisan terhadap darah yang ditransfusikan.
Diperkirakan bahwa 90% sampai 100% orang yang mendapat trasfusi darah
yang tercemar HIV akan mengalami infeksi. Transfusi darah lengkap (whole blood),
sel darah merah (packed red blood), trombosit, leukosit, dan plasma semuanya
berpotensi menularkan HIV.
Suatu penelitian di Amerika Serikat melaporkan resiko infeksi HIV-1 melalui
transfusi darah dari donor yang terinfeksi HIV berkisar antara 1 per 750.000 hingga 1
per 835.000. Pada proses bayi tabung dan transplantasi organ dilaporkan beberapa
kasus penularan HIV melalui semen yang digunakan dalam inseminasi buatan dan
jaringan yang digunakan pada transplantasi organ sehingga sekarang setiap donor
harus diperiksa akan kemungkinan infeksi HIV sebelum transplantasi.
2.4.2.3 Transmisi secara Vertikal
Transmisi secara vertikal dapat terjadi dari ibu yang terinfeksi HIV kepada janinnya
sewaktu hamil, sewaktu persalinan, dan setelah melahirkan melalui pemberian Air
Susu Ibu (ASI).
Angka penularan selama kehamilan sekitar 5-10%, sewaktu persalinan 1020%, dan saat pemberian ASI 10-20%. Namun, diperkirakan penularan ibu kepada
janin atau bayi terutama terjadi pada masa perinatal. Hal ini didasarkan saat
identifikasi infeksi oleh teknik kultur atau Polymerase Chain Reaction (PCR) pada
bayi setelah lahir (negatif saat lahir dan positif beberapa bulan kemudian).
Universitas Sumatera Utara
34
2.4.2.4 Transmisi melalui Cairan Tubuh Lain
Walaupun HIV pernah ditemukan dalam air liur pada sebagian kecil orang yang
terinfeksi, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi
HIV baik melalui ciuman biasa maupun paparan lain misalnya sewaktu bekerja
sebagai petugas kesehatan.
Selain itu, air liur dibuktikan mengandung inhibitor terhadap aktivitas HIV.
Demikian juga belum ada bukti bahwa cairan tubuh lain misalnya air mata, keringat,
dan urin dapat merupakan media transmisi HIV. Namun, cairan tubuh tersebut tetap
harus diperlakukan sesuai tindakan pencegahan melalui kewaspadaan universal.
2.4.3
Reseptor CD4 (Cluster of Differentiation 4)
Perjalanan infeksi HIV di dalam tubuh manusia diawali dari interaksi gp120
(glycoprotein 120) pada selubung HIV berikatan dengan reseptor spesifik CD4 yang
terdapat pada permukaan membran sel target (kebanyakan limfosit T-CD4). Sel target
utama adalah sel target yang mampu mengekspresikan reseptor CD4
Setelah 4-11 hari sejak paparan pertama HIV dapat dideteksi di dalam darah.
Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala dan tanda
infeksi virus akut seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot,
mual, muntah, sulit tidur, batuk-pilek, dan lain-lain. Keadaan ini disebut retroviral
akut. Pada fase ini mulai terjadi penurunan CD4 dan peningkatan HIV-RNA Viral
load. Viral load (beban yang disebabkan oleh virus; pneumonia radang paru) akan
meningkat dengan cepat pada awal infeksi dan kemudian akan menurun sampai pada
suatu titik tertentu. Dengan semakin berlanjutnya infeksi, viral load secara perlahan
cenderung terus meningkat. Keadaan tersebut akan diikuti dengan penurunan hitung
CD4 secara perlahan dalam waktu beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang
lebih cepat pada kurun waktu satu setengah tahun sampai dua setengah tahun, sebelum
akhirnya jatuh ke stadium AIDS.
Universitas Sumatera Utara
35
Fase selanjutnya HIV akan berusaha masuk ke dalam sel target. Sel yang
menjadi target HIV adalah sel yang mampu mengekspresikan reseptor CD4. Untuk
bisa masuk ke sel target, gp120 HIV perlu berikatan dengan reseptor CD4. Reseptor
CD4 ini terdapat pada permukaan limfosit T, monosit-makrofag, Langerhan’s, sel
dendrit, astrosit, microglia. Selain itu, untuk masuk ke sel HIV memerlukan
chemokine reseptor yaitu CXCR4 dan CCR5.
Mikroorganisme lain yang memicu infeksi sekunder dan memengaruhi
jalannya replikasi adalah bakteri, virus, jamur, maupun protozoa. Dari keempat
golongan mikroorganisme tersebut yang paling besar pengaruhnya terhadap
percepatan replikasi HIV adalah virus non-HIV, terutama adalah virus DNA.
Secara perlahan namun pasti, limfosit T penderita akan tertekan dan semakin
menurun dari waktu ke waktu. Individu yang terinfeksi HIV mengalami penurunan
jumlah limfosit T-CD4 melalui beberapa mekanisme sebagai berikut :
1. Kematian sel secara langsung karena hilangnya integritas membran plasma
akibat adanya penonjolan dan perobekan oleh virion, akumulasi DNA virus
yang tidak berintegrasi dengan nukleus, dan terjadinya gangguan sintesis
makromolekul.
2. Syncytia formation, yaitu terjadinya fusi antar membran sel yang terinfeksi
HIV dengan limfosit T-CD4 yang tidak terinfeksi.
3. Respons imun humoral dan seluler terhadap HIV ikut berperan melenyapkan
virus dan sel yang terinfeksi virus. Namun respons ini bisa menyebabkan
disfungsi imun akibat eliminasi sel yang terinfeksi dan sel normal di sekitarnya
(innocent-bystander).
4. Mekanisme autoimun dengan pembentukan autoantibodi yang berperan untuk
mengeliminasi sel yang terinfeksi.
5. Kematian sel yang terprogram (apoptosis). Peningkatan antara gp120 di bagian
V3 dengan reseptor CD4 Limfosit T merupakan sinyal pertama untuk
menyampaikan pesan kematian sel melalui apoptosis.
Universitas Sumatera Utara
36
6. Kematian sel target terjadi akibat hiperaktivitas Hsp70 (40-kDa heat-shock
protein), sehingga fungsi sitoprotektif, pengaturan irama dan waktu folding
protein terganggu, terjadi missfolding dan denaturasi protein, dan kematian
sel.
Dengan berbagai proses kematian limfosit T tersebut terjadi penurunan jumlah
limfosit T-CD4 secara dramatis dari normal berkisar 600-1200/mm3 menjadi 200/mm3
atau lebih rendah lagi. Semua mekanisme tersebut menyebabkan penurunan sistem
imun sehingga pertahanan individu dan meningkatkan resiko terjadinya infeksi
sekunder sehingga masuk ke stadium AIDS. Masuknya infeksi sekunder
menyebabkan munculnya keluhan dan gejala klinis sesuai jenis infeksi sekundernya.
2.4.4
Perjalanan Infeksi HIV
Perjalanan infeksi HIV, jumlah limfosit T-CD4, jumlah virus dan gejala klinis melalui
3 fase berikut:
1. Fase Infeksi Akut
Setelah HIV menginfeksi sel target, terjadi proses replikasi yang menghasilkan
virus-virus baru (virion) jumlahnya berjuta-juta virion. Viremia dari begitu
banyak virion tersebut memicu munculnya gangguan infeksi akut dengan
gejala yang mirip sindrom semacam flu yang juga mirip dengan infeksi
mononukleosa. Diperkirakan bahwa sekitar 50% - 70% orang yang terinfeksi
HIV mengalami sindrom infeksi akut selama 3 sampai 6 minggu setelah
terinfeksi virus dengan gejala umum yaitu demam, faringitis, limfadenopati,
artralgia, mialgia, letargi, malaise, nyeri kepala, mual, muntah, diare,
anoreksia, penurunan berat badan. HIV juga sering menimbulkan kelainan
pada sistem saraf meskipun paparan HIV terjadi pada stadium infeksi masih
awal. Menyebabkan meningitis, ensefalitis, neuropati perifer, dan mielopati.
Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T yang dramatis dan kemudian
terjadi kenaikan limfosit T pada fase ini masih di atas 500 sel/mm3 dan
kemudian akan mengalami penurunan setelah 6 minggu terinfeksi HIV.
Universitas Sumatera Utara
37
2. Fase Infeksi Laten
Pada fase ini jarang ditemukan virion di plasma sehingga jumlah virion di
plasma menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar limfa
dan terjadi replikasi di kelenjar limfa. Sehingga penurunan limfosit T terus
terjadi walaupun virion di plasma jumlahnya sedikit.
Pada fase ini jumlah limfosit T-CD4 menurun hingga sekitar 500 sampai 200
sel/mm3, meskipun telah terjadi setelah serokonversi positif individu umumnya
belum menunjukkan gejala klinis (asimtomatis). Beberapa pasien terdapat
sarkoma Kaposi’s, Herpes simpleks, sinusitis bacterial, Herpes Zooster, dan
pneumonia yang sering berlangsung rerata sekitar 8-10 tahun (dapat 3-13
tahun) setelah terinfeksi HIV.
Pada tahun ke delapan setelah terinfeksi HIV akan muncul gejala klinis, yaitu
demam, banyak berkeringat pada malam hari, kehilangan berat badan kurang
dari 10%, diare, lesi pada mukosa dan kulit berulang, penyakit infeksi kulit
berulang. Gejala ini merupakan tanda awal munculnya infeksi oportunistik.
3. Fase Infeksi Kronis
Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan di dalam
aliran sistemik. Respons imun tidak mampu meredam jumlah virion yang
berlebihan tersebut. Limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang
semakin banyak.
Terjadi penurunan jumlah limfosit T-CD4 hingga di bawah 200 sel/mm3.
Penurunan limfosit T ini mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien
semakin rentan terhadap berbagai macam penyakit infeksi sekunder.
Perjalanan penyakit semakin progresif yang mendorong ke arah AIDS. Infeksi
sekunder yang sering menyertai adalah pneumonia yang disebabkan
Pneumocytis carinii, tuberculosis, sepsis, toksoplasmosis ensefalitis, diare
akibat kriptosporidiasis, infeksi virus situmegalo, infeksi virus herpes,
kandidiasis bronchus atau paru, serta infeksi jamur jenis lain misalnya
histoplasmosis.
Selain 3 fase tersebut ada periode masa jendela, yaitu periode dimana
pemeriksaan tes antibodi HIV masih menunjukkan hasil negatif walaupun virus sudah
ada dalam darah pasien dengan jumlah yang banyak. Antibodi yang terbentuk belum
Universitas Sumatera Utara
38
cukup terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium kadarnya belum memadai.
Antibodi terhadap HIV biasanya muncul dalam 3-6 minggu hingga 12 minggu setelah
infeksi primer.
Periode jendela sangat penting diperhatikan karena pada periode jendela ini
pasien sudah mampu dan potensial menularkan HIV kepada orang lain.
2.4.5
Diagnosis Infeksi AIDS
Untuk membantu menetapkan diagnosis terinfeksi HIV pada individu perlu
memahami faktor resiko epidomiologis yang terdapat pada individu tersebut.
Informasi ini sangat memudahkan dokter sebelum melangkah ke arah diagnosis
definitive. Konseling dan pemeriksaan terhadap individu beresiko tinggi merupakan
langkah utama untuk pencegahan dan deteksi dini. Individu yang terinfeksi tetapi
tidak mengetahui, tidak menyadari sangat potensil mentransmisikan ke orang lain.
Faktor epidomiologis infeksi HIV adalah sebagai berikut :
1.
Perilaku beresiko tinggi :
-
Hubungan seksual dengan pasangan yang beresiko tinggi tanpa
menggunakan kondom.
-
Pengguna narkotika intravena, terutama bila pemakaian jarum
secara bersama tanpa sterilisasi yang memadai.
-
Hungan seksual yang tidak aman, multipartner, pasangan seks
individu yang diketahui terinfeksi HIV, kontak seks per anal.
2.
Mempunyai riwayat infeksi menular seksual.
3.
Riwayat menerima transfusi darah berulang tanpa test penapisan.
4.
Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi dengan alat yang
tidak disterilisasi.
Diagnosis infeksi HIV dan AIDS dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi
klinis WHO dan atau CDC atau disebut juga dengan manifestasi klinis. Manifestasi
Universitas Sumatera Utara
39
klinis infeksi HIV merupakan gejala dan tanda pada tubuh host akibat intervensi HIV.
Manifestasi ini dapat merupakan gejala dan tanda infeksi virus akut, keadaan
asimtomatis berkepanjangan, hingga manifestasi AIDS berat. Di Indonesia diagnosis
AIDS untuk keperluan surveilans epidomiologi dibuat bila menunjukkan test HIV
positif dan sekurang-kurangnya didapat 2 gejala mayor dan 1 gejala minor.
Manifestasi gejala dan tanda dari HIV dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu:
1. Tahap Pertama.
Merupakan tahap infeksi akut, pada tahap ini muncul gejala tetapi tidak
spesifik. Tahap ini muncul 6 minggu pertama setelah paparan HIV dapat
berupa demam, rasa letih, nyeri otot dan sendi, nyeri telan, dan pembesaran
kelenjar getah bening. Dapat juga disertai meningitis aseptik yang ditandai
dengan nyeri kepala hebat, kejang-kejang dan kelumpuhan saraf otak.
2. Tahap Kedua.
Merupakan tahap asimtomatis, pada tahap ini gejala dan keluhan hilang. Tahap
ini berlangsung 6 minggu hingga beberapa bulan, bahkan beberapa tahun
setelah infeksi. Pada saat ini sedang terjadi internalisasi HIV ke intraseluler.
Pada tahap ini aktifitas penderita masih normal.
3. Tahap Ketiga.
Merupakan tahap simtomatis, pada tahap ini gejala dan keluhan lebih spesifik
dengan gradasi sedang sampai berat. Berat badan menurun tetapi tidak lebih
dari 10%, pada selaput mulut terjadi sariawan berulang, terjadi peradangan
pada sudut mulut, dapat juga ditemukan infeksi bakteri pada saluran nafas
bagian atas namun penderita dapat melakukan aktifitas meskipun terganggu.
Penderita lebih banyak di tempat tidur meskipun kurang dari 12 jam per hari
dalam bulan terakhir.
4. Tahap Keempat.
Merupakan tahap yang lebih lanjut atau tahap AIDS. Pada tahap ini terjadi
penurunan berat badan hingga lebih dari 10%, diare yang lebih dari 1 bulan,
demam yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari sebulan,
Universitas Sumatera Utara
40
kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, tuberculosis paru, dan pneumonia
bakteri. Penderita berbaring di tempat tidur lebih dari 12 jam selama sebulan
terakhir.
2.4.6
Gejala Mayor dan Minor pada pasien AIDS.
Berdasarkan klasifikasi klinis yang ditetapkan WHO dan CDC dalam mendiagnosis
AIDS, maka dikelompokkan ke dalam dua gejala pokok, yaitu gejala mayor dan gejala
minor.
Gejala mayor atau disebut juga dengan gejala umum terdiri dari:
1. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam sebulan.
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari sebulan.
3. Demam berkepanjangan lebih dari sebulan.
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis, seperti : kebingungan
dan pelupa, mati rasa pada lengan dan kaki.
5. Ensefalopati HIV
Gejala yang termasuk ensefalitis (peradangan otak), perubahan
perilaku, dan penurunan fungsi kognitif secara bertahap, termasuk
kesulitan berkonsentrasi, ingatan dan perhatian juga menunjukkan
pengembangan
fungsi
motor
yang melambat
dan
kehilangan
ketangkasan serta koordinasi.
Sedangkan untuk gejala minor terdiri dari:
1.
Batuk menetap lebih dari sebulan.
2.
Dermatitis generalisata, merupakan penyakit kulit berupa perasaan
gatal.
3.
Herpes Zoster multisegmental berulang penyakit kulit, yang disebabkan
oleh virus dimana virus akan memperbanyak diri (multiplikasi) dan
membentuk bintil-bintil kecil berwarna merah, berisi cairan, dan
menggembung pada daerah sekitar kulit yang dilalui virus tersebut.
4.
Kandidiasis orofangieal.
Penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan.
Universitas Sumatera Utara
41
5.
Herpes simpleks kronis progresif, merupakan berupa demam yang
terjadi berulang-ulang, dan disebabkan oleh virus herpes.
6.
Limfadenopati generalisata merupakan pembesaran di semua kelenjar
limfa.
7.
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
8.
Retinitis oleh virus sitomegalo, merupakan kerusakan pada retina, tidak
dapat dipulihkan dan dapat meyebabkan kebutaan.
2.5 PHP Script
PHP adalah suatu bahasa pemrograman open source yang digunakan secara luas
terutama untuk pengembangan web dan dapat disimpan dalam bentuk HTML.
Keuntungan utama menggunakan PHP adalah script PHP tidak hanya benar-benar
sederhana bagi pemula, tetapi juga menyediakan banyak fitur tambahan untuk
programer professional.
Script PHP dapat digunakan dalam tiga hal, yaitu:
1. Penulisan program server side. Hal ini adalah target utama PHP. Diperlukan tiga
hal agar script PHP dapat bekerja antara lain, PHP parser (CGI atau server
module), server web (misal, Apache), dan browser web.
2. Penulisan program command line. Script PHP dapat berjalan tanpa server atau
browser. Hanya diperlukan PHP parser dalam bentuk command line.
3. Penulisan program untuk aplikasi desktop. PHP mungkin bukan bahasa yang
sangat baik untuk membuat suatu aplikasi desktop dengan tampilan grafis yang
user friendly, dengan penambahan fitur tambahan PHP pada aplikasi client side
atau menggunakan PHP-GTK. PHP-GTK merupakan fitur tambahan pada PHP
dan tidak tersedia pada distribusi utama.
Universitas Sumatera Utara
42
Secara singkat, kelebihan-kelebihan PHP meliputi:
1. Script PHP sederhana, mudah dibuat, dan mempunyai kecepatan akses tinggi.
2. Dapat berjalan dalam server web yang berbeda dan dalam sistem operasi yang
berbeda. PHP dapat berjalan pada sistem operasi Linux/Unix, Windows, dan
Macintosh.
3. Bersifat open source sehingga diterbitkan secara gratis.
4. Dapat berjalan pada server web Microsoft Personal Web Server, Apache, IIS,
Xitami dan sebagainya.
5. Termasuk bahasa yang embedded (bisa ditempel atau diletakkan dalam tag
HTML.
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan sistem pakar forward chaining pada
penyakit AIDS menggunakan Certainty Factor dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No.
Peneliti / Tahun
Judul
Keterangan
1.
Dedy Syahputra/
2001
Perancangan Aplikasi
Perangkat Lunak Sistem
Pakar dengan
menggunakan Metode
Forward Chaining Dan
Certainty Factor Untuk
Mendiagnosis
Kerusakan Komputer
Pada Warung Internet
(Warnet)
Pada penelitian ini dirancang
suatu perangkat lunak yang
dapat membantu orang awam
(pemakai)
yang memiliki
pengetahuan tentang komputer,
toko penjualan komputer atau
tempat pelatihan bagi para
teknisi untuk mengidentifikasi
kerusakan yang ada pada
umumnya sering terjadi pada
komputer.
Tugas akhir ini membahas
tentang sistem pakar untuk
diagnosis infeksi penyakit
tropis. metode yang digunakan
adalah
forward
chaining
dengan penelusuran ke depan,
dengan rancangan yang mudah
dan sesuai dengan aturan yang
ada.
2.
Ellys
R.Situmeang/
2011
Sistem Pakar Diagnosa
Infeksi Penyakit Tropis
Dengan Menggunakan
Metode
Forward
Chaining
Universitas Sumatera Utara
43
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
NO.
3.
4.
Peneliti/Tahun
Judul
Elpa Armi Voni/ Penggunaan certainty
2010
factor
(CF)
dalam
Perancangan
Sistem
Pakar
untuk
Mendiagnosis Penyakit
Artherosklerosis.
Diema Hernyka
Satyareni
Sistem Pakar Diagnosis
penyakit infeksi tropis
dengan menggunakan
forward chaining dan
backward chaining.
Keterangan
Penelitian
ini
bertujuan
menyusun sebuah sistem pakar
yang
digunakan
untuk
diagnosis
awal
penyakit
Artherosklerosis berdasarkan
gejala yang dirasakan. Sistem
ini akan menampilkan besarnya
kepercayaan gejala tersebut
terhadap kemungkinan penyakit
yang
diderita
pengguna.
Besarnya nilai kepercayaan
tersebut
merupakan
hasil
perhitungan
dengan
menggunakan metode certainty
factor
(CF).
Representasi
pengetahuan yang digunakan
pada penelitian ini adalah
production
rule.
Metode
inferensi yang digunakan untuk
mendapatkan konklusi yaitu
penalaran
maju
(forward
chaining)
Sistem pakar ini menggunakan
logika inferensi forward untuk
membuat diagnosis awalnya
dan
backward
chaining
digunakan
untuk
proses
konsultasi diharapkan dapat
dibangun sebuah sistem pakar
yang
berbasis
teknologi
informasi
untuk
membuat
diagnosis penyakit infeksi
tropis. Hasil aplikasi yang telah
dibuat dokter penyakit infeksi
tropis.
Universitas Sumatera Utara