Prosedur Penerbitan Akta Kematian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota Medan).
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia akan terjadi suatu siklus hidup dimana manusia akan mengalami berbagai peristiwa penting di dalam hidupnya. Siklus hidup, pengalaman dan peristiwa penting itu antara lain adalah kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian, dan berbagai peristiwa penting lainnya. Peristiwa-peristiwa penting tersebut perlu dilakukan pencatatan karena sangat mempengaruhi pengalaman hidup setiap manusia dan apabila peristiwa itu terjadi pasti akan selalu membawa akibat hukum bagi orang yang bersangkutan maupun bagi masyarakat di sekitarnya. Mengingat begitu pentingnya peristiwa-peristiwa tersebut, maka demi terciptanya keadaan masyarakat yang tertib dan teratur serta demi terjaminnya kepastian hukum, maka diperlukan suatu peraturan untuk mengaturnya. Peraturan yang dimaksud tersebut adalah peraturan dibidang pencatatan sipil yang dilaksanakan oleh lembaga pencatatan sipil yaitu Kantor Catatan Sipil.
Pencatatan sipil merupakan hak dari setiap warga negara dalam arti hak memperoleh akta autentik dari pejabat negara. Masih jarang penduduk menyadari betapa pentingnya sebuah akta bagi dirinya dalam menopang hidupnya. Misalnya anak lahir tanpa akta kelahiran, ia akan memperoleh kesulitan pada saat ia memasuki pendidikan. Demikian pula dalam masalah perkawinan, kematian, dan status anak. Banyak manfaat yang membawa akibat hukum bagi diri seseorang.
(2)
Sebuah akta perkawinan yang diterbitkan oleh pejabat Kantor Catatan Sipil, memiliki arti yang sangat besar di kemudian hari, manakala terjadi sesuatu. Misalnya untuk kepentingan menentukan ahli waris, menentukan dan memastikan bahwa mereka adalah muhkrimnya, atau dapat memberi arah ke pengadilan mana ia mengajukan cerai dan lain-lain yang tanpa disadari akta-akta tersebut sangat penting artinya bagi kehidupan seseorang. Catatan Sipil merupakan suatu catatan yang menyangkut kedudukan hukum seseorang. Bahwa untuk dapat dijadikan dasar kepastian hukum seseorang maka data atau catatan peristiwa penting seseorang, seperti : perkawinan, perceraian, kelahiran, kematian, pengakuan anak dan pengesahan anak, perlu didaftarkan ke Kantor Catatan Sipil, oleh karena Kantor Catatan Sipil adalah suatu lembaga resmi Pemerintah yang menangani hal-hal seperti di atas. yang sengaja diadakan oleh Pemerintah, dan bertugas untuk mencatat, mendaftarkan serta membukukan selengkap mungkin setiap peristiwa penting bagi status keperdataan seseorang.
Seluruh peristiwa penting yang terjadi dalam keluarga (yang memiliki aspek hukum), perlu didaftarkan dan dibukukan, sehingga baik yang bersangkutan maupun orang lain yang berkepentingan mempunyai bukti yang outentik tentang peristiwa-peristiwa tersebut, dengan demikian maka kedudukan hukum seseorang menjadi tegas dan jelas. Dalam rangka memperoleh atau mendapatkan kepastian kedudukan hukum seseorang, perlu adanya bukti bukti outentik yang sifat bukti itu dapat dipedomani untuk membuktikan tentang kedudukan hukumnya. Sampai saat ini di Indonesia belum ada peraturan tentang pencatatan sipil itu sendiri, karena itu sampai sekarang di Indonesia masih mempergunakan peraturan tentang
(3)
pencatatan sipil peninggalan Kolonial Belanda. Yang sebenarnya sudah tidak sesuai atau kurang sesuai lagi dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Sebab di dalam peraturan peninggalan Kolonial Belanda tersebut masih bersifat ras diskriminasi atau masih membeda-bedakan harkat dan martabat kemanusiaan. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kantor Burgerlijk Stand (Kantor Catatan Sipil) bertugas mencatat keadaan penduduk dari segi kelahiran, perkawinan dan kematian. Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda mewajibkan semua warga golongan Eropa mendaftarkan diri atas peristiwa kelahiran, perkawinan, perceraian dan kematian (Staatblad 1849 No.25). Melalui upaya ini pemerintah Hindia Belanda dapat mengetahui secara pasti berapa banyak orang Eropa dan berapa pertambahannya. Dengan berlandaskan kepada daftar yang diperoleh melalui Burgerlijk Stand ini, Pemerintah Hindia Belanda secara mudah menyiapkan segala keperluan sejak dari masalah sandang, pangan sampai dengan papan serta kepentingan umum lainnya, sehingga nampak sekali golongan ini lebih sejahtera dibandingkan dengan golongan lainnya. Pada waktu itu penduduk Indonesia terbagi menjadi beberapa golongan. Sebagai konsekuensinya, peraturan dalam bidang catatan sipil yang berlaku bagi masing-masing golongan penduduk itu tidak sama. Atau dengan kata lain masing-masing golongan penduduk memiliki peraturan catatan sipil sendiri-sendiri. Hal ini menimbulkan kesan adanya diskriminasi di kalangan masyarakat, yang dapat berakibat terhambatnya pelaksanaan pencatatan sipil di Indonesia.
(4)
1. Reglement Catatan Sipil bagi Golongan Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan golongan Eropa, diatur di dalam Staatblad 1849 No. 25 yang diundangkan tanggal 10 Mei 1849.
2. Reglement Catatan Sipil bagi Golongan Cina dan Keturunannya, diatur dalam Staatblad 1917 No. 130 jo Staatblad 1919 No. 81 yang diundangkan tanggal 1 mei 1919.
3. Reglement Catatan Sipil bagi orang Indonesia, yang diatur dalam Staatblad 1920 No. 751 jo Staatblad 1927 No. 564 yang diundangkan tanggal 15 Oktober 1920.
4. Reglement Catatan Sipil bagi orang atau Bangsa Indonesia yang beragama Kristen dan tinggal di wilayah Jawa, Madura, Minahasa, Ambon, Saparua, dan Banda kecuali pulau-pulau Teun, Nila dan Serupa yang diatur dalam Staatblad 1933 No. 75 jo Staatblad 1936 No. 607.
Sampai sekarang pemerintah Republik Indonesia belum membuat suatu Undang-Undang atau peraturan yang secara khusus mengatur tentang pencatatan sipil yang bersifat nasional agar tidak terjadi diskriminasi. Pada tahun 1966 untuk mengatasi adanya ras diskriminasi akibat adanya penggolongan penduduk tersebut, Pemerintah mengeluarkan suatu peraturan yang berupa Instruksi Presidium Kabinet Nomor 31/U/In/12/1966. Intruksi tersebut secara singkat mengatur tentang pencatatan sipil yang diantaranya menyatakan bahwa pencatatan sipil adalah terbuka untuk umum di seluruh wilayah Indonesia dan ras diskriminasi atau penggolongan penduduk dinyatakan tidak berlaku lagi atau
(5)
dinyatakan dihapus. Penduduk Indonesia hanya dibedakan menjadi dua, yaitu Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing saja.
Campur tangan pemerintah dalam urusan masyarakat tersebut sesungguhnya merupakan peran sentral, akan tetapi bukan berarti rakyat sebagai warga Negara lantas meninggalkan partisipasinya. Dalam hal ini, pemerintah merupakan pemegang otoritas kebijakan publik yang harus memainkan peranan penting untuk memotivasi kegiatan dan partisipasi masyarakat melalui penyediaan berbagai fasilitas.1
Pelayanan pencatatan sipil merupakan salah satu kegiatan pelayanan pemerintahan dibidang administrasi kependudukan yang meliputi pencatatan dan pengesahan kejadian vital untuk menuju kepastian hukum dan tertibnya administrasi kependudukan melalui pencatatan peristiwa kelahiran, perkawinan perceraian, kematian, pengakuan anak, pengesahan anak, dan pengakuan anak.2
Pencatatan Kematian merupakan salah satu dari berbagai peristiwa penting yang wajib dicatatkan di Dinas Kependudukan dan Catatan sipil. Hal ini di atur Peristiwa-peristiwa tersebut diatas, menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 3 diatur bahwa“Setiap Penduduk wajib melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialaminya kepada Instansi Pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.”
1
Juniarso Ridwan& Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Bandung:Nuansa, 2009, hal 12
2
A.Rasyid Saleh, Diklat Training Of Trainer Catatan Sipil Tahun 2005, Jakarta, Departemen Dalam Negeri Badan Pendidikan dan Pelatihan Pusat Diklat Pembangunan dan Kependudukan, 2005,hal 1
(6)
dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2014 tentang Administrasi Kependudukan yang berbunyi : “Setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun tetangga atau nama lainnya di domisili Penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian. Namun setelah adanya aturan yang mengatur mengenai administrasi kependudukan secara nasional dan menyeluruh yaitu Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013, serta adanya Peraturan Daerah Kota Kota Medan Nomor 1 Tahun 2010 mengenai penyelenggaraan administrasi kependudukan, masih banyak saja penduduk yang tidak melaksanakannya di Kota Medan. Warga Kota Medan, mungkin secara umum masih menganggap pencatatan atas peristiwa penting khususnya peristiwa kematian Kepada Dinas Pencatatan Sipil Kota Medan tidak mempunyai manfaat bagi keluarga dan ahli waris sehingga masih sangat kurang mendapat perhatian. Hal ini dapat dilihat dari animo masyarakat Kota Medan untuk melaksanakan pencatatan dalam peristiwa kematian yang sangat rendah di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut di atas maka identifikasi masalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan penerbitan akta kematian berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013?
2. Bagaimana prosedur penerbitan akta kematian di kota Medan?
(7)
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penelitian yang ingin didapat dalam penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui pengaturan penerbitan akta kematian berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013.
2. Untuk mengetahui prosedur penerbitan akta kematian di kota Medan. 3. Untuk mengetahui kendala dalam penerbitan akta kematian di kota Medan
Manfaat penelitian ini hendaknya dapat mencapai seperti yang diharapkan baik dari segi ilmiah maupun dari segi masyarakat, yaitu:
1. Segi teoritis
Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya dalam bidang Prosedur Penerbitan Akta Kematian Berdasarkan Undang – Undang Npmor 24 Tahun 2013 tantang Administrasi Kependudukan.
2. Segi Praktis
Sebagai bahan masukan bagi para pelaku atau aparat pemerintah yang membidangi pencatatan sipil serta masyarakat luas yang ingin mengetahui, mendalami, membuat akta catatan sipil khususnya akta kematian
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Prosedur Penerbitan Akta Kematian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota Medan)” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri dan
(8)
bukan plagiat atau diambil dari skripsi lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya
E. Tinjauan Pustaka 1. Pelayanan Publik
Kegiatan pelayanan merupakan suatu kegiatan yang menitikberatkan pada upaya memberikan sesuatu yang terbaik bagi orang lain. Dalam arti sempit, pelayanan publik adalah suatu tindakan pemberian barang dan jasa kepada masyarakat oleh pemerintah dalam rangka tanggung jawabnya kepada publik, baik diberikan secara langsung maupun kemitraan dengan swasta.
Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai hal, cara atau hasil pekerjaan melayani.3
Sementara itu istilah publik berasal dari bahas Inggris publik yang berarti umum, masyarakat, Negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi bahasa Indonesia baku menjadi publik yang berarti umum, orang banyak, ramai. Publik adalah sejumlah manusia yang yang memiliki kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap, dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-
3
Poltak Sinambela. Reformasi Pelayanan PublikTeori, Kebijakan dan Implementasi Jakarta : Bumi Aksara, 2006, hal 5
(9)
nilai norma yang merasa memiliki.4
Pelayanan publik diartikan sebagai segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak – hak dasar setiap warga Negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik.
Oleh karena itu pelayanan publik diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.
5
Sementara menurut Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima palayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang – undangan. Selanjutnya, Poltak Sinambela mengartikan pelayanan publik sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan.
6
4
Ibid
Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat pada penyelenggaraan negara. Negara didirikan oleh publik atau masyarakat tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakekatnya negara dalam hal ini birokrasi haruslah dapat memenuhi kebutuhan
5
Saiful Arif. Reformasi Pelayanan Publik.Malang : Averroes Press. 2008, hal 3
6
Reformasi Pelayanan PublikTeori, Kebijakan dan Implementasi Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006, hal 5
(10)
masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat.
Pelayanan yang diberikan oleh penyelengara pelayanan publik kepada masyarakat yang dilayani terdiri dari tiga macam, yaitu:7
a. Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam bidang tugasnya. Layanan dengan lisan dilakukan oleh petugas-petugas di bidang hubungan masyarakat (HUMAS), bidang layanan informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan. Agar layanan lisan berhasil, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku layanan, yaitu:
b. Mampu memberikan penjelasan apa yang perlu dengan lancer, singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu.
c. Bertingkah laku sopan dan ramah tamah
d. Meski dalam keadaan sepi tidak mengobrol dengan teman, karena menimbulkan kesan tidak disiplin dan melalukan tugas.
e. Tidak melayani orang-orang yang ingin sekedar ngobrol dengan cara yang sopan.
Layanan melalui tulisan merupakan bentuk pelayanan yang paling menonjol dalam pelaksanaan tugas. Tidak hanya dari segi jumlah tetapi juga dari segi peranannya. Layanan tulisan ini terdiri atas dua golongan, pertama layanan berupa petunjuk, informasi dan yang sejenis ditujukan pada orang – orang yang berkepentingan, agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan instansi atau
7
Moenir. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara, 2010, hal 190
(11)
lembaga; kedua, layanan berupa reaksi tertulis atas permohonan, laporan, pemberian/penyerahan, pemberitahuan dan lain sebagainya.
Pada umumnya layanan dalam bentuk perbuatan 70 – 80 % dilakukan oleh petugas-petugas tingkat menegah dan bawah. Karena itu faktor keahlian dan keterampilan petugas tersebut sangat menentukan terhadap hasil perbuatan atau pekerjaan. Titik berat dari pelayanan ini adalah perbuatan itu sendiri yang ditunggu oleh yang berkepentingan. Jadi tujuan utama yang berkepentingan adalah mendapatkan pelayanan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekedar penjelasan atau kesanggupan secara lisan, ini faktor kecepatan dalam pelayanan menjadi dambaan setiap orang, disertai dengan kualitas hasil yang memadai.
Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, disebutkan bahwa terdapat tiga kelompok pelayanan publik, yaitu terdiri dari :
1. Pelayanan administratif yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau kepemilikan terhadap suatu barang dan sebagainya.
2. Pelayanan Barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, air bersih, penyediaan tenaga listrik, dan sebagainya.
(12)
3. Pelayanan Jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos, dan sebagainya.
Dalam hal ini, pelayanan yang dimaksud adalah pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik dalam memenuhi apa yang dibutuhkan publik (kepentingan publik).
Hakekatnya pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pelayanan publik, perlu diterapkan asas-asas yang menjadi pedoman dalam pelayanan publik.
a. Transparan,artinya bersifat terbuka, mudah dan dapat di akses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
b. Akuntabilitas, artinya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Kondisional, artinya sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
d. Partisipatif, artinya mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
e. Kesamaan hak, artinya tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
(13)
f. Keseimbangan Hak dan kewajiban, artinya pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Sendi-sendi terlaksananya pelayanan umum, pada hakekatnya merupakan penerapan prinsip-prinsip pokok sebagai dasar yang menjadi pedoman dalam perumusan tata laksana dan penyelenggaraan kegiatan pelayanan umum. Berdasarkan Keputusan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, disebutkan bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi beberapa prinsip, yaitu sebagai berikut :
1. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan tidak berbelit–belit mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan, kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal : a. Persyaratan teknis dan administratif pelayan publik
b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan public.
c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. 3. Kepastian waktu
Pelaksaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
(14)
4. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar,tepat dan sah. 5. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memeberikan rasa aman dan kepastian hukum.
6. Tanggung Jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik/pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelayanan publik.
7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).
8. Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telematika.
9. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan yang ikhlas.
10.Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah, sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain – lain.
(15)
2. Akta
Surat yang diperbuat demikian oleh atau dihadapan pegawai yang berwenang untuk membuatnya menjadi bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya maupun berkaitan dengan pihak lainnya sebagai hubungan hukum tentang segala hal yang disebut didalam surat itu sebagai pemberitahuan hubungan langsung dengan perhal pada akta itu.8
Istilah/perkataan "akta" yang dalam bahasa Belanda disebut acte/akte dan yang dalam bahasa Inggris disebut act/deed, pada umumnya (menurut pendapat umum) mempunyai dua arti, yaitu :
a. Perbuatan (handeling)/perbuatan hukum (rechtshandeling); merupakan pengertian yang luas, dan
b. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai/digunakan sebagai bukti perbuatan hukum tersebut, yaitu berupa tulisan yang ditujukan kepada pembuktian sesuatu.9
8
Dalam rangka memperoleh/mendapatkan kepastian terhadap kedudukan hukum seseorang, maka perlu adanya bukti-bukti otentik sehingga dapat dijadikan pedoman untuk membuktikan kedudukan hukum seseorang. Adapun bukti-bukti otentik yang dapat digunakan untuk mendukung kepastian tentang kedudukan seseorang itu ialah adanya akta yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan akta-akta mengenai kedudukan hukum seseorang.
Juni 2015)
9
Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang. Aspek Hukum Akta Catatan Sipil di
(16)
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 12 tahun 1983 Pasal 5 ayat (2) Lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan akta sebagaiman dimaksud di atas adalah Lembaga Catatan Sipil. Dalam Keputusan tersebut dikatakan sebagai berikut : dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, maka Kantor Catatan Sipil mempunyai fungsi menyelenggarakan :
a. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta kelahiran. b. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta perkawinan. c. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta perceraian.
d. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta pengakuan/pengesahan anak. e. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta kematian.
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka dapatlah ditarik suatu pengertian tentang Akta Catatan Sipil yaitu suatu surat/catatan resmi yang dibuat oleh pejabat pemerintahan yaitu Pejabat Catatan Sipil. Akta Catatan Sipil mencatat mengenai peristiwa yang menyangkut manusia yang terjadi di dalam keluarga (seperti peristiwa perkawinan, kelahiran, pengakuan/pengesahan anak, perceraian dan kematian) yang kemudian didaftarkan dan dibukukan pada Lembaga Catatan Sipil. Daftar-daftar itulah yang dinamakan akta catatan sipil sedangkan yang diserahkan adalah kutipan Akta Catatan Sipil dan Salinan Akta ada pada Kantor Catatan Sipil yang isinya sama dengan kutipan akta.
3. Pencatatan Sipil
Di Indonesia dikenal adanya satu lembaga catatan sipil yang diusahakan oleh pemerintah. Lembaga catatan sipil ini sebelumnya merupakan kelanjutan dari
(17)
lembaga catatan sipil pada jaman pemerintahan kolonial Belanda yang dikenal dengan nama “Burgerlijke Stand” atau dikenal dengan singkatan B.S dan mengandung arti suatu lembaga yang ditugaskan untuk memelihara daftar-daftar atau catatan-catatan guna pembuktian status atau peristiwa-peristiwa penting bagi para warga negara, seperti kelahiran, perkawinan, kematian.10
Peristilahan dari catatan sipil sendiri bukanlah dimaksud sebagai suatu catatan dari orang-orang sipil atau golongan sipil sebagai lawan darikata golongan militer, akan tetapi, catatan sipil itu merupakan suatu catatan yangmenyangkut kedudukan hukum seseorang. Dan dilihat dari kelembagaan catatan sipil, lembaga ini tugas utamanya melakukan pencatatan sipil.
Negara Indonesia adalah suatu Negara hukum, maka kedudukan hukum dari satu peristiwa penting pada setiap warga negaranya harus jelas dan pasti. Manusia dalam menjalankan hidupnya mengalami peristiwa-peristiwa penting, antara lain: peristiwa perkawinan, peristiwa kelahiran peristiwa perceraian, peristiwa pengakuan anak, peristiwa pengesahan anak, peristiwa pengangkatan anak, peristiwa perubahan nama, peristiwa perubahan status kewarganegaraan dan peristiwa kematian.
Semua peristiwa seperti yang dikemukakan diatas adalah sangat penting artinya karena peristiwa tersebut akan membawa akibat hukum bagi kehidupan orang yang bersangkutan dan juga terhadap orang lain atau pihak ketiga. Setiap peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia secara individu ataupun keluarga, sangat perlu didaftarkan pada lembaga catatan sipil, oleh karena catatan
10
(18)
sipil yang berwenag dan bertugas untuk memberikan kepastian serta membuat catatan selengkap-lengkapnya atas peristiwa-peristiwa yang dialami dan kemudian membukukanya.
Semua daftar dari peristiwa-peristiwa penting tersebut dilakukan dan bersifat terbuka untuk umum, baik bagi warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing yang tinggal di Indonesia, sehingga baik yang bersangkutan sendiri maupun orang lain yang berkepentingan dapat mengetahui dan memperoleh bukti serta kepastian tentang perkawinan, kelahiran, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama, perubahan status kewarganegaraan dan kematian seseorang.
Berkaitan dengan pengertian kelembagaan catatan sipil itu ada beberapa pendapat para sarjana yang memberikan pengertian tentang catatan sipil, antara lain adalah
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan menguraikan pengertian tentang Pencatatan Sipil adalah pejabat yang melakukan pencatatan Peristiwa Penting yang dialami seseorang pada Instansi Pelaksana yang pengangkatannya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
H.F.A Vollmar berpendapat bahwa, catatan sipil adalah suatu lembaga yang diadakan oleh penguasa atau pemerintah yang dimaksudkan untuk membukukan selengkap mungkin dan karena itu memberikan kepastian sebesar-besarnya tentang semua peristiwa yang penting-penting bagi status keperdataan
(19)
seseorang seperti perkawinan, kelahiran, pengakuan anak, perceraian dankematian.11
Sedangkan Lie Oen Hock yang mengartiakan catatan sipil adalah suatu lembaga yang bertujuan mengadakan pendaftaran, pencatatan serta pembukuan yang selengkap-lengkapnya dan sejelas-jelasnya serta memberikan kepastian hukum yang sebesar-besarnya atas peristiwa kelahiran, pengakuan, perkawinana,dan kematian.12
Fungsi sosial catatan sipil dalam struktur kehidupan masayarakat adalah memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat khususnya dalam pencatatan dan penerbitan akta-akta catatan sipil. Akta catatan sipil merupakan salah satu bukti otentik yang berhubungan dengan status keperdataan seseorang. Dengan Akta kematian dapat memberikan hak kepada seseorang utamanya menyangkut harta warisan.
F. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian hukum normatif meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, taraf sinkronisasi hukum13
11
H.F.A.Vollmar,Pengantar Studi hukum Perdata, jilid I, Rajawali Pers. Jakarta, 2009
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hukum empiris atau biasa disebut penelitian
12
Lie Oen Hock,Lembaga Catatan Sipil, Keng.Po, Edisi Revisi Jakarta.2001
13
Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan
(20)
yuridis empiris. Dalam penelitian ini, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan nyata.
2. Sifat penelitian
Sifat penelitian dari skripsi ini lebih mengarah kepada sifat penelitian deskriptif yakni penelitian secara umum termasuk pula di dalamnya penelitian ilmu hukum, penelitian deskriptif bertujuan untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan gambaran secara tepat mengenai prosedur penerbitan akta kematian berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota Medan), menggunakan sifat penelitian deskriptif dikarenakan sudah terdapatnya ketentuan peraturan perundang-undangan, literatur maupun jurnal yang cukup memadai mengenai permasalahan yang diangkat.
3. Data dan sumber data
Data maupun sumber data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, antara lain sebagai berikut:
a. Data Primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu suatu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu baik dari responden maupun informan. Data pimer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan wawancara langsung terhadap pihak terkait dalam hal ini yaitu penerbitan akta kematian berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan serta pihak-pihak lain yang terlibat.
(21)
b. Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari instrumen hukum nasional, berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang di bahas dalam skripsi ini yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan, Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2007 tentang pelaksanaan UU No. 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan serta Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
2) Bahan hukum sekunder dari penelitian ini yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan antara lain: pendapat para pakar hukum, karya tulis hukum yang termuat dalam media massa; buku-buku hukum (text book), serta jurnal-jurnal hukum yang berkaitan dengan prosedur penerbitan akta kematian berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota Medan)
(22)
3) Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri dari kamus hukum dan kamus lainnya, ensiklopedia yang erat relevansinya dengan materi penelitian ini.
4. Teknik pengumpulan data
Di dalam penelitian pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi dan wawancara. Ketiga alat tersebut dapat dipergunakan masing-masing atau bersama-sama.14
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi kepustakaan dan teknik wawancara. Studi Dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum, karena penelitian hukum selalu berawal dari premis atau pernyataan normatif berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai studi kepustakaan dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan peneliti. Teknik wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan yang dirancang atau yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dan mendukung permasalahan yang diajukan dalam penelitian mengenai Prosedur Penerbitan Akta Kematian berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan jawaban ini diadakan pencatatan sederhana
14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2008, hal 7.
(23)
yang kemudian diolah dan dianalisis menjadi sebuah laporan yang runtun dan terperinci.
5. Analisis data
Dalam penelitian ilmu hukum dikenal dua model analisis yakni, analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian normatif yang bersifat deskriptif, maka teknis analisis data yang penulis lakukan dalam skripsi ini adalah teknis analisis data kualitatif atau disebut deskriptif kualitatif. Keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistimatis, digolongkan dalam pola dan tema, diketagorisasikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistimatis.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari sub bab
(24)
dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaatpenulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika Penulisan.
BAB II PENGATURAN PENERBITAN AKTA KEMATIAN
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013
Bab ini berisikan pengertian akta kematian dan dasar hukumnya, tujuan dan manfaat akta kematian dan instansi yang berwenang menerbitkan akta kematian.
BAB III PROSEDUR PENERBITAN AKTA KEMATIAN DI KOTA
MEDAN
Bab ini berisikan gambaran umum Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Penerbitan Akta Kematian Oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan dan mekanisme penerbitan akta kematian oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan.
(25)
BAB IV KENDALA DALAM PENERBITAN AKTA KEMATIAN DI KOTA MEDAN
Bab ini berisikan kendala dalam penerbitan akta kematian oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan dan upaya dalam mengatasi kendala dalam penerbitan akta kematian oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab kesimpulan dan saran yang berisi kesimpulan dan saran mengenai permasalahan yang dibahas.
(1)
yuridis empiris. Dalam penelitian ini, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala
empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan nyata. 2. Sifat penelitian
Sifat penelitian dari skripsi ini lebih mengarah kepada sifat penelitian
deskriptif yakni penelitian secara umum termasuk pula di dalamnya penelitian
ilmu hukum, penelitian deskriptif bertujuan untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan gambaran secara tepat mengenai prosedur penerbitan akta kematian berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota Medan), menggunakan sifat penelitian deskriptif dikarenakan sudah terdapatnya ketentuan peraturan perundang-undangan, literatur maupun jurnal yang cukup memadai mengenai permasalahan yang diangkat.
3. Data dan sumber data
Data maupun sumber data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, antara lain sebagai berikut:
a. Data Primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu suatu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu baik dari responden maupun informan. Data pimer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan wawancara langsung terhadap pihak terkait dalam hal ini yaitu penerbitan akta kematian berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan serta pihak-pihak lain yang terlibat.
(2)
b. Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari instrumen hukum nasional, berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang di bahas dalam skripsi ini yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan, Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2007 tentang pelaksanaan UU No. 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan serta Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
2) Bahan hukum sekunder dari penelitian ini yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan antara lain: pendapat para pakar hukum, karya tulis hukum yang termuat dalam media massa; buku-buku hukum (text book), serta jurnal-jurnal hukum yang berkaitan dengan prosedur penerbitan akta kematian berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota Medan)
(3)
3) Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri dari kamus hukum dan kamus lainnya, ensiklopedia yang erat relevansinya dengan materi penelitian ini.
4. Teknik pengumpulan data
Di dalam penelitian pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi dan wawancara. Ketiga alat tersebut dapat dipergunakan masing-masing atau bersama-sama.14
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi kepustakaan dan teknik wawancara. Studi Dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum, karena penelitian hukum selalu berawal dari premis atau pernyataan normatif berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai studi kepustakaan dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan peneliti. Teknik wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan yang dirancang atau yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dan mendukung permasalahan yang diajukan dalam penelitian mengenai Prosedur Penerbitan Akta Kematian berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan jawaban ini diadakan pencatatan sederhana
14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2008, hal 7.
(4)
yang kemudian diolah dan dianalisis menjadi sebuah laporan yang runtun dan terperinci.
5. Analisis data
Dalam penelitian ilmu hukum dikenal dua model analisis yakni, analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian normatif yang bersifat deskriptif, maka teknis analisis data yang penulis lakukan dalam skripsi ini adalah teknis analisis data kualitatif atau disebut deskriptif kualitatif. Keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistimatis, digolongkan dalam pola dan tema, diketagorisasikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistimatis.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari sub bab
(5)
dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaatpenulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika Penulisan.
BAB II PENGATURAN PENERBITAN AKTA KEMATIAN
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013
Bab ini berisikan pengertian akta kematian dan dasar hukumnya, tujuan dan manfaat akta kematian dan instansi yang berwenang menerbitkan akta kematian.
BAB III PROSEDUR PENERBITAN AKTA KEMATIAN DI KOTA
MEDAN
Bab ini berisikan gambaran umum Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Penerbitan Akta Kematian Oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan dan mekanisme penerbitan akta kematian oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan.
(6)
BAB IV KENDALA DALAM PENERBITAN AKTA KEMATIAN DI KOTA MEDAN
Bab ini berisikan kendala dalam penerbitan akta kematian oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan dan upaya dalam mengatasi kendala dalam penerbitan akta kematian oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab kesimpulan dan saran yang berisi kesimpulan dan saran mengenai permasalahan yang dibahas.