Sifat Fisis, Mekanis dan Pemesinan Kayu Raru (Cotylelobium melanoxylon)

xvi

TINJAUAN PUSTAKA

Raru (Cotylelobium melanoxylon)
Berdasarkan Silk (2009), taksonomi dari kayu raru adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Malvales


Famili

: Dipterocarpaceae

Genus

: Cotylelobium

Species

: Cotylelobium melanoxylon

Berdasarkan penelitian Pasaribu (2011), semua jenis raru yang diteliti
termasuk dalam famili Dipterocarpaceae, meliputi tiga genus besar yaitu
Cotylelobium, Shorea dan Vatica. Berdasarkan lokasi penyebaran kayu raru ada 5
jenis kayu raru yang dikenal seperti pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Lokasi dan jenis kayu raru
No. Lokasi
1

Tapanuli Utara
2
Simalungun
3
Tapanuli Tengah
4
Bengkalis
5
Indagiri Hulu

Jenis (species)
Cotylelobium melanoxylon Pierre
Shorea balanocarpoidy Sesmington
Cotylelobium lanceolatum Craib
Cotylelobium melanoxylon Pierre
Vatica perakensis King

Penelitian Pasaribu (2007) menemukan bahwa salah satu kulit kayu raru
yang berasal dari Tapanuli Utara diidentifikasi sebagai Cotylelobium melanoxylon
Pierre. Pohon raru tingginya mencapai 25 meter dengan tinggi batang bebas

cabang 15 m sedangkan diameter berkisar 30-50 cm. Pohon memiliki banir
dengan percabangan yang jarang. Daun berbentuk oval berkelompok pada bagian

Universitas Sumatera Utara

xvii
4

ranting. Kulit pohonnya beralur pendek yang berwarna putih kehijauan. Tebal
kulit berkisar 0,6-1 cm. kulit mudah dipisahkan dari bagian batang. Warna kayu
kuning kecoklatan. Antara kayu gubal dan kayu teras tidak terdapat perbedaan
warna yang jelas. Tekstur kayu halus dengan arah serat yang lurus dan indah
(Pasaribu, 2007).
Kulit pohon raru diyakini masyarakat mampu menambah cita rasa dan
kadar alkohol dari minuman tuak (minuman tradisional dari aren). Berdasarkan
kajian ilmiah, kulit kayu ini mengandung kadar tanin yang cukup tinggi, yang
cocok digunakan sebagai bahan pengawet alami pada makanan. Pohon raru
(Cotylelobium melanoxylon) hanya dapat dijumpai di lokasi yang jauh dalam
hutan yang sudah sulit dijangkau masyarakat. Setelah kulit kayunya diambil, kayu
nya akan dibiarkan, padahal kayu ini mempunyai kekuatan yang tinggi (Pasaribu,

2007).
Secara makroskopis warna kayu raru adalah kuning kecokelatan.
Memiliki tekstur yang agak halus, arah serat lurus, kesan raba licin dan
permukaan tidak terlalu mengkilap, lingkaran tumbuhnya tegas. Pembuluh (poripori) kayu raru termasuk tata baur, umumnya soliter. Kayu raru memiliki
pembuluh berdiameter kecil yaitu 67,36-79,18 μm, dengan panjang pembuluh
sedang yaitu 436,34-470,51μm dan dengan jumlah pembuluh 13–16,75. Jari-jari
kayu raru memiliki tinggi berkisar 738,50–878,80 μm, dengan lebar jari-jari
44,37–44,98 μm, dan jumlah jari-jari yaitu 5,25–6,25. Kayu raru memiliki serat
dengan panjang 1007,90–1037,90 μm, diameter serat 20,32–21,57 μm, tebal
dinding serat 7,76–8,27 μm dan diameter lumen seratnya 4,62– 5,03 μm (Pasaribu
et al, 2008).

Universitas Sumatera Utara

xviii
5

Persentase sel kayu yang meliputi pembuluh, jari-jari dan parenkim tidak
berbeda nyata dengan kecenderungan persentase pembuluh dari pangkal ke ujung
semakin meningkat, persentase jari-jari dan parenkim semakin menurun.

Parenkim bertipe paratrakea umumnya mengelilingi pori. Kecenderungan
persentase pembuluh yang tinggi pada bagian pangkal disebabkan karena bagian
pangkal adalah penopang bagi seluruh bagian pohon, sehingga pada bagian ini
kemungkinan terjadi peningkatan fotosintesa, selain itu juga dipengaruhi
lingkaran pertumbuhan (Pasaribu et al, 2008). Kayu raru memiliki kandungan
holoselulosa 66,61%, hemiselulosa 29,26%, alphaselulosa 37,35%, lignin 22,26%,
pentosan sebesar 17,31%. Kayu raru termasuk dalam kelas yang mengandung zat
ekstraktif rendah karena kurang dari 2%, kadar abu berkisar 0,2- 6,0% (Pasaribu,
et al, 2007).

Sifat Fisis Kayu
Kadar Air
Kayu adalah bahan yang bersifat higroskopis yaitu mampu untuk
menyerap dan melepaskan air, baik dalam bentuk cairan atau uap air. Penyerapan
atau pelepasan air tergantung pada suhu dan kelembaban sekitarnnya, serta jumlah
air yang ada dalam kayu. Kadar air kayu akan berubah dengan berubahnya kondisi
udara sekitarnya. Perubahan kadar air kayu akan berpengaruh terhadap dimensi
dan sifat-sifat kayu (Haygreen dan Bowyer, 2003).
Panshin et al, (1964) dalam Iswanto (2008) menyatakan bahwa kadar air
merupakan banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam

persen terhadap berat kering tanurnya. Air dalam kayu terdapat dalam dua bentuk

Universitas Sumatera Utara

6xix

yaitu

air

bebas

yang

terdapat

pada

rongga


sel

dan

air

terikat

(imbibisi) yang terdapat pada dinding sel. Kondisi dinding sel jenuh dengan air
sedangkan rongga sel kosong, dinamakan kondisi kadar air pada titik jenuh serat.
Kadar air titik jenuh serat besarnya tidak sama untuk setiap jenis kayu, hal
ini disebabkan oleh perbedaan struktur dan komponen kimia. Pada umumnya
kadar air titik jenuh serat berkisar antara 25-30%. Berat basah target dapat
ditentukan berdasarkan penelitian Wang et al. (2003) dalam Karlinasari (2005),
dikatakan bahwa penurunan kadar air selama proses pengeringan diikuti dengan
penurunan berat spesimen.

Kerapatan Kayu
Kayu adalah bahan yang terdiri atas sel-sel. Struktur yang terdiri atas sel
yang memberikan kayu banyak sifat-sifat dan ciri-ciri yang unik. Kerapatan kayu

berhubungan langsung dengan porositasnya, yaitu proporsi volume rongga
kosong. Kerapatan didefenisikan sebagai massa atau berat per satuan volume. Ini
biasanya dinyatakan dalam kilogram per meter kubik Kerapatan biasanya
dinyatakan dalam pon per kaki atau kg/m3. Menghitung kerapatan kayu, meliputi
air yang terkandung dalam kayu. Kerapatan kayu biasanya dipengaruhi oleh
variasi

anatomi,

kadar

air

serta

rasio

kayu

gubal


dan

kayu

teras

(Haygreen dan Bowyer, 2003).
Menurut Tobing (1995) dalam Harijadi (2009), selain sebagai penduga
kekuatan kayu, kerapatan kayu merupakan suatu indikator yang dapat digunakan
untuk menduga mudah tidaknya suatu kayu dikerigkan. Kayu yang memiliki
kerapatan tinggi umumnya sukar dikeringkan dan mengalami cacat lebih besar

Universitas Sumatera Utara

7xx

dibandingkan kayu yang memiliki kerapatan rendah. Selanjutnya disebutkan
bahwa kerapatan kayu umumnya dipengaruhi oleh ukuran sel, tebal dinding sel.
Sel serat sangat penting pengaruhnya terhadap kerapatan karena porsinya yang

tergolong tinggi sebagai komponen penyusun kayu. Dengan luasan penampang
lintangnya yang relatif kecil, hanya dibutuhkan ruang yang sempit untuk
menempatkan jumlah sel yang lebih banyak. Jika serat berdinding tebal dan
berongga sempit, maka jumlah rongga udara sedikit dan kerapatan akan tinggi,
sebaliknya jika serat berdinding tipis dan berongga besar maka kerapatan akan
berkurang.
Rachman dan Supriadi (2002), melakukan penelitain terhadap lima jenis
kayu dengan berat jenis yang berbeda menunjukkan bahwa semakin tinggi berat
jenis, semakin tinggi pula nilai bebas cacatnya. Kayu yang memilki kerapatan
tinggi juga memiliki kekompakan sel yang tinggi dan berdinding sel lebih tebal
pula sehingga cenderung lebih tahan terhadap kemungkinan cacat akibat
pemesinan. Panshin dan de Zeeuw (1980) dalam Asdar dan Lempang (2006)
menyatakan berat jenis suatu jenis kayu sangat bergantung pada diameter sel,
tebal dinding sel dan hubungan antara jumlah sel yang beragam. Sel kayu yang
berpengaruh terhadap kerapatan kayu terutama adalah sel serat dan pembuluh.
Kayu yang memiliki serat dengan dinding sel tebal dan lumen kecil cenderung
memiliki berat jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu yang dinding
seratnya tipis dengan lumen yang besar. Berat jenis yang rendah juga disebabkan
oleh tingginya proporsi pembuluh dalam kayu.


Universitas Sumatera Utara

8xxi

Penyusutan Kayu
Menurut Tsoumis (1991), penyusutan merupakan pengurangan dimensi
kayu sejalan dengan berkurangnya kadar air di bawah titik jenuh serat. Perubahan
dimensi kayu ini berbeda-beda pada ketiga arah, yang terkecil ada pada arah
longitudinal, kemudian lebih besar pada arah radial dan terbesar ada pada arah
tangensial. Secara umum penyusutan pada kayu berkerapatan sedang adalah 0,10,3% pada arah longitudinal, 2-6% pada arah radial, dan 5-10% pada arah
tangensial.
Menurut Tsoumis (1991) penyusutan kayu dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti kadar air, kerapatan kayu, struktur anatomi, ekstraktif, komposisi kimia
kayu dan tekanan mekanis. Faktor-faktor yang mempengaruhi susut kayu antara
lain adalah :
1. Perbedaan antara kayu gubal dan kayu teras.
Kayu teras lebih lambat dikeringkan daripada kayu gubal. Hal ini
disebabkan kayu gubal lebih permeabel daripada kayu teras.
2. Kayu reaksi.
Dengan adanya kayu reaksi akan menyebabkan susut yang cukup besar
pada arah longitudinal sehingga dapat menyebabkan cacat bungkuk atau
muntir.
3. Mata kayu.
Mata kayu terikat dihasilkan oleh cabang yang masih hidup. Dalam
pengeringan akan menyebabkan cacat yang berbentuk pecah batang.
Adapun mata kayu lepas yaitu yang terjadi pada cabang yang sudah tidak

Universitas Sumatera Utara

xxii
9

tumbuh lagi sehingga terpisah dari bagian lain yang masih tumbuh. Dan
cacat yang ditimbulkan adalah lepas atau longgar.
4. Berat jenis kayu.
Pada umumnya semakin tinggi berat jenis makin sukar dikeringkan.
Demikian juga makin besar berat jenis susut yang terjadi makin besar.
5. Serat kayu
Serat kayu umumnya digunakan untuk menyatakan secara umum arah
serabut dalam kayu. Kayu dengan serat yang beragam akan lebih sedikit
mengalami cacat pada pengeringan.
Kayu menyusut, ini berarti kayu kehilangan air di bawah titik jenuh serat,
yaitu kehilangan air terikat. Sebaliknya, jika air memasuki struktur dinding sel,
kayu mengembang. Penyusutan dan pengembangan adalah suatu proses yang
benar-benar terbalikkan dalam potongan-potongan kecil kayu bebas tekanan
internal. Besarnya penyusutan sebanding dengan banyaknya air yang dikeluarkan
dari dinding sel. Hal ini berarti bahwa spesies dengan kerapatan tinggi haruslah
menyusut lebih banyak per persen perubahan kandungan air daripada speseis yang
berberat jenis rendah (Haygreen dan Bowyer, 2003). Variasi dalam penyusutan
contoh-contoh uji yang berbeda dari spesies yang sama di bawah kondisi yang
sama terutama akibat dari 3 faktor :
1. Ukuran dan bentuk potongan yang mempengaruhi orientasi serat dalam
potongan dan keseragaman kandungan air diseluruh tebal.
2. Semakin tinggi kerapatan contoh uji, semakin banyak kecenderungan
untuk menyusut.

Universitas Sumatera Utara

xxiii
10

3. Laju pengeringan contoh uji, dimana di bawah kondisi pengeringan yang
cepat, tekan internal terjadi karena perbedaan penyusutan.

Sifat Mekanis Kayu
Sifat mekanis kayu sangat dibutuhkan untuk diketahui karena akan
menyangkut tujuan penggunaan kayu tersebut agar dapat direncanakan sebelum
dilakukan pembangunan bangunan yang menggunakan kayu agar keselamatan
dalam penggunaan kayu ini terjaga. Haygreen dan Bowyer (2003) mengatakan
bahwa modulus patah (modulus of rupture) merupakan suatu ukuran beban
maksimum yang dapat diterima kayu. Modulus patah sangat dipengaruhi oleh
kadar air, karena kadar air sangat mempengaruhi kekuatan kayu. Begitu juga
dengan kekakuan (modulus of elasticity) merupakan besaran yang menyatakan
perbandingan antara tegangan per unit dengan deformasi per unit luas. Sifat ini
berhubungan langsung dengan nilai kekakuan kayu.
Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI, 1961) menyatakan kelas
kuat kayu didasarkan pada berat jenis, modulus lentur (MOE) dan modulus patah
(MOR), dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kelas kuat kayu
Kelas Kuat
Berat Jenis
MOE (kg/cm2)
I
≥ 0,90
125.000
II
0,90 – 0,60
100.000
III
0,60 – 0,40
80.000
IV
0,40 – 0,60
60.000
V
< 0,30
Sumber : Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, 1961.

MOR (kg/cm2)
≥ 1.100
1.100 – 725
725 - 500
500 - 360
< 360

Berdasarkan penelitian Pasaribu (2007), nilai MOE (modulus of elasticity)
kayu raru adalah 149,842–165,829 kg/cm2, nilai MOR (modulus of rupture) kayu
raru adalah 1.441–1.630 kg/cm2. Nilai keteguhan tekan kayu raru adalah 705–752

Universitas Sumatera Utara

xxiv
11

kg/cm2 dan nilai keteguhan tarik kayu ini adalah 1.230–1.603 kg/cm2.
Berdasarkan nilai MOE dan MOR, kayu raru digolongkan ke dalam kelas kuat I.

Sifat Pengerjaan Kayu
Untuk mengetahui dan menetapkan kegunaan suatu jenis kayu secara baik,
maka terlebih dahulu harus diketahui sifat-sifat dasar dari kayu yang tersebut
sekaligus dengan sifat pengerjaannya. Salah satu dari sifat-sifat pengerjaan kayu
yang perlu dikeahui adalah sifat pemesinan (wood machining properties).
Pengujian sifat pemesinan kayu dilakukan dengan mengamati bentuk-bentuk cacat
pemesinan yang mungkin terdapat pada kayu gergajian yang dihasilkan (Rachman
dan Balfas, 1985).
Bakar (2003) menyatakan ruang lingkup pengerjaan kayu adalah mulai
dari perencanaan (planning), pendesainan (designing), pemesinan (machining)
atau pemotongan (cutting), perakitan (assembling) dan pengkilapan (finishing).
Pengerjaan kayu lebih ditekankan pada proses pemotongan sampai proses
pengerjaan berlangsung. Abdurachman dan Hadjib (2006) menambahkan mutu
dari suatu jenis kayu ditentukan oleh sifat fisiknya seperti warna, tekstur, serat,
kekerasan, kesan raba, bau dan rasa, nilai dekoratif dan sifat-sifat pengerjaan
seperti sifat pengetaman, pembubutan, pengeboran dan pengamplasan. Selain itu
mutu kayu ditentukan pula oleh cacat pada kayu tersebut yang akan
mempengaruhi sifat kayu, pengerjaan maupun pemakaiannya.

Universitas Sumatera Utara

xxv
12

Pemesinan Kayu
Pemesinan kayu adalah proses pengolahan kayu menjadi produk-produk
kayu seperti kayu gergajian, venir dan komponen meubel. Tujuannya adalah untuk
menghasilkan bentuk dan dimensi yang diinginkan dengan ketepatan dan kualitas
permukaan yang diharapkan melalui proses yang paling ekonomis (Szymani, 1989
dalam Asdar, 2010).
Secara ideal semua jenis kayu yang akan digunakan sebagai bahan baku
pemesinan atau moulding perlu diuji sifat pemesinannya. Uji sifat pemesinan pada
prinsipnya melakukan penelitian pada suatu jenis kayu yang dipilih sebagai
contoh uji, dengan membandingkan luas permukaan bercacat setelah mengalami
pemesinan terhadap luas bidang pengujian. Uji sifat pemesinan ini menjadi lebih
penting mengingat ketersediaan jumlah jenis kayu di Indonesia dan daerah tropis
sangat beragam. Oleh karena itu, industri pemesinan kayu tidak perlu terfokus
menggunakan jenis-jenis tertentu saja tetapi dapat memilih berbagai jenis kayu
setelah melakukan pengujian sifat pemesinan kayu. Sifat pemesinan yang diuji
meliputi sifat penyerutan (planing), pembentukan (shaping), pembubutan
(turning), pemboran (boring) dan pengampelasan (sanding) berdasarkan
pemesinan dengan mesin serut, mesin bentuk, mesin bubut, mesin bor dan mesin
ampelas (Rachman dan Malik, 2011).

Cacat Kayu Gergajian dan Pemesinan
Cacat kayu adalah penyimpangan yang terjadi pada sepotong kayu dari
suatu wujud kayu yang diinginkan. Produk kayu, terutama kayu gergajian dan
moulding memiliki sangat banyak jenis cacat. Rachman dan Malik (2011)

Universitas Sumatera Utara

xxvi
13

menyatakan cacat tersebut berdasarkan penyebabnya dapat dikelompokan menjadi
empat, yaitu cacat alami, cacat bentuk atau dimensi kayu, serat terpisah dan cacat
teknik pemesinan.

A. Cacat Alami
Cacat alami (defect inherent in wood) adalah cacat yang terjadi atau
terdapat pada kayu yang disebabkan oleh faktor alami, terdiri dari :
1.

Mata Kayu
Mata kayu (knot) adalah potongan melintang atau memanjang bekas cabang
atau ranting yang dikelilingi oleh pertumbuhan kayu atau bagian lain dari
pohon. Cacat ini dikelompokan menjadi :
a. Mata kayu busuk (dead knot)
Mata kayu busuk (dead knot) yaitu mata kayu yang dihasilkan oleh cabang
atau ranting yang sudah mati.
b. Mata kayu sehat (sound knot).
Mata kayu sehat (sound knot) merupakan mata kayu yang bebas dari
pembusukan, penampang keras dan warnanya hampir sama dengan warna
kayu sekitarnya.

2. Hati Rapuh (brittle heart)
Hati rapuh (brittle heart) adalah bagian poros tengah dari batang kayu sekitar
hati (empulur) yang mengalami kerapuhan yang tidak normal, mungkin
disebabkan oleh serangan bakteri melalui luka akibat penebangan atau tempat
tumbuh.

Universitas Sumatera Utara

xxvii
14

3. Kantung damar (resin pocket)
Kantung damar (resin pocket) adalah rongga yang terjadi di dalam kayu dan
sebagian atau seluruhnya berisi damar.
4. Kantung getah (pith pocket)
Kantung getah (pith pocket) adalah celah yang terdapat di antara lingkaran
tumbuh atau tempat lainnya di dalam kayu, yang beisi getah padat maupun
cair.
5. Kayu gubal (sapwood)
Kayu gubal (sapwood) adalah bagian terluar dari kayu yang berbatasan
dengan kulit dan merupakan bagian batang yang masih hidup dan berisi zat
makanan cadangan, biasanya warnanya lebih terang.
6. Lapuk atau busuk
Lapuk atau busuk adalah suatu bentuk yang dicirikan oleh rupa kayu yang
kabur dan tidak bercahaya disertai oleh berkurangnya kekuatan dan
pelunakan pada bahan kayu.
7. Lubang (holes)
Lubang (holes) adalah lubang-lubang yang terdapat pada kayu berupa lubang
yang sebagian atau seluruhnya menembus bagian kayu tersebut.
8. Lubang serangga
Lubang serangga adalah lubang-lubang pada kayu bekas gerekan serangga
dan dibedakan atas besarnya lubang gerekan yaitu :
a. Lubang jarum adalah lubang gereka yang berdiameter maksimum 1,6 mm.
b. Lubang gerek kecil adalah lubang gerek yang berdiameter 1,6 – 3,2 mm.

Universitas Sumatera Utara

xxviii
15

c. Lubang gerek besar adalah lubang gerek yang berdiameter lebih besar dari
3,2 mm.
9. Perubahan warna (discoloration)
Perubahan warna (discoloration) adalah perubahan atau variasi warna alam
kayu, akibat reaksi kimia, jamur atau sebab lain tetapi bukan berupa busuk
atau lapuk.
10. Blue stain
Blue stain adalah suatu perubahan warna pada kayu, yang disebabkan oelh
adanya serangan jamur biru pada bagian tersebut.
11. Serat tertekuk (compression failure)
Serat tertekuk (compression failure) adalah gangguan pada sel-sel jaringan
kayu akibat gaya-gaya kompresi yang memperlemah jaringan tersebut.
12. Serat miring (sloping grain)
Serat miring (sloping grain) adalah miringnya arah serat kayu terhadap
bidang lebar atau tebal kayu.

B. Cacat Bentuk (warp)
Cacat bentuk (warp) merupakan penyimpangan atau perubahan bentuk
kayu terhadap bentuk asalnya akibat perbedaan besarnya penyusutan atau
besarnya tegangan yang terjadi pada bagian tertentu pada kayu. Cacat bentuk
dapat berupa :
1. Membusur (bowing), merupakan pelengkungan dari sepotong kayu pada arah
lebar ke arah panjangnya.

Universitas Sumatera Utara

xxix
16

2. Lengkung (spring/croock), merupakan pelengkungan kayu pada bagian tebal
ke arah panjang.
3. Memuntir (twist), merupakan pelengkungan kayu pada arah diagonal. Hal ini
terjadi bila kayu diletakkan pada suatu permukaan yang datar dan rata maka
salah satu sudut tepinya tidak bersentuhan dengan permukaan.
4. Mencawan (cupping), merupakan pelengkungan kayu ke arah lebarnya.
5. Jajaran genjang (diamonding), merupakan perubahan bentuk penampang
lintang kayu gergajian yang asalnya persegi (dalam keadaan basah) menjadi
bentuk jajaran genjang pada waktu kering.

C. Cacat Serat Terpisah
Cacat serat terpisah adalah suatu bentuk pemisahan serat kayu kearah
tangensial ataupun radial dan panjang kayu akibat gaya tarik-menarik antara serat
kayu atau jaringan kayu pada bagian tersebut relatif lebih lama. Cacat serat
terpisah dapat berbentuk sebagai berikut :
1. Retak (checks)
Retak (checks) adalah terpisahnya serat-serat kayu pada arah sejajar serat
kayu yang disebabkan oleh tegangan yang terjadi dalam pengeringan yang
dapat berbentuk retak permukaan (surface checks), retak ujung (end checks),
retak dalam (internal checks).
2. Belah (splits)
Belah (splits) adalah pemisahan serat kayu pada arah yang sejajar dengan
serat dan pemisahan serat tersebut menembus sampai ke sisi atau bidang di
sebaliknya. Cacat dapat berbentuk pecah atau belah ujung (end splits).

Universitas Sumatera Utara

xxx
17

3. Pecah (shake)
Pecah (shake) adalah pemisahan jaringan kayu yang meliputi retak atau belah
biasanya terjadi searah atau memotong lingkaran riap tumbuh, yang dapat
berbentuk pecah busur, pecah melintang, pecah bintang (heart shake).

D. Cacat teknis atau cacat pemesinan
Cacat teknis atau cacat pemesinan yaitu cacat yang terdapat atau terjadi
pada kayu, yang disebabkan oleh pemesinan terhadap kayu tersebut. Cacat
pemesinan dapat berupa:
1. Serat berbulu (fuzzy grain)
Serat berbulu (fuzzy grain), yaitu terlepasnya serat-serat kayu yang
menyerupai bulu-bulu ke permukaan kayu hasil pemesinan akibat adanya
kayu tarik (tension wood) pada bagian tersebut.
2. Serat terangkat (raised grain)
Serat terangkat (raised grain) yaitu munculnya serat ke permukaan kayu hasil
pemesinan sehingga membentuk gelombang karena adanya perbedaan
tegangan pada jaringan tersebut atau karena perbedaan kerapatan antara
kerapatan kayu awal dan kayu akhir.
3. Serat terlepas (loosened girl)
Serat terlepas (loosened girl) yaitu terlepasnya serat kayu menurut riap
tumbuh ke permukaan kayu hasil pemesinan yang biasanya terjadi pada kayu
gergajian datar (flat sawn lumber).

Universitas Sumatera Utara

xxxi
18

4. Serat terserpih (chipped grain)
Serat terserpih (chipped grain) yaitu terserpihnya (tersobek dalam partikel
kecil) serat pada permukaan kayu hasil pemesinan biasanya karena proses
penyerutan, karena mata pisau yang tumpul, sudut potong pisau terlalu besar
serta serat kayu miring.
5. Berkas serpihan (chip mark)
Berkas serpihan (chip mark) yaitu suatu cekungan pada permukaan kayu yang
serpihan atau serutan.
6. Jejak pisau (cutter mark)
Jejak pisau (cutter mark) yaitu bekas pisau pengerat yang mengerat kayu
secara orthogonal. Jejak tersebut tampak seperti lekukan dan cekungan dangal
pada permukaan kayu yang diserut atau dibentuk menjadi kayu bentukan
(moulding). Jejak pisau ini dapat membantu mengidentifikasi produk molding
sebagai finished product.
7. Bekas rol pengumpan (roller mark)
Bekas rol pengumpan (roller mark) yaitu bekas rol pengumpan pada mesin
moulding pada permukaan kayu yang diserut atau dibentuk menjadi
moulding.
8. Hangus (burn mark)
Hangus (burn mark) yaitu warna kayu yang gelap akibat terlalu panasnya
pisau mesin karena pengeratan berhenti pada mesin moulding.

Universitas Sumatera Utara

xxxii
19

9. Terserut atau terlewatkan (hit or miss)
Terserut atau terlewatkan (hit or miss) yaitu suatu cacat teknis pada
permukaan kayu berupa serutan yang tidak sempurna atau terserut sebagaian
atau tidak terserut oleh pisau penyerut.
10. Tergerus mesin
Tergerus mesin yaitu suatu cacat teknis pada permukaan kayu berupa serutan
yang lebih dalam pada bagian ujung moulding.

Universitas Sumatera Utara