Pengaruh thermocycling dan Penambahan E- Glass Fiber terhadap Penyerapan Air dan Stabilitas Warna Bahan Basis Gigitiruan Nilon Termoplastik

52

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Basis Gigitiruan Polimer
2.1.1 Pengertian
Polimer adalah rantai molekul panjang yang terdiri dari beberapa unit berulang.
Monomer adalah unit berulang yang terkecil dari suatu rantai polimer. Polimer sering
digunakan sebagai bahan restorasi gigi, bahan prostodontik dan bahan cetak
(Elshereski 2006). Basis gigitiruan adalah bagian dari suatu gigitiruan yang bersandar
pada jaringan pendukung dan tempat anasir gigitiruan dilekatkan (McCabe & Walls
2007). Penggunaan utama bahan polimer adalah untuk basis gigitiruan penuh dan
gigitiruan sebagian lepasan (Elshereski 2006). Poli (Metil metakrilat) diperkenalkan
sebagai bahan basis gigitiruan polimer pada tahun 1937. Bahan sebelumnya yang
digunakan sebagai bahan basis adalah vulkanit, nitro sellulosa, fenol formaldehid,
vinil plastik dan porselen.Resin akrilik diterima oleh profesi kedokteran gigi pada
tahun 1946, 98% dari seluruh basis gigitiruan dibuat dari bahan metal metakrilat
polimer atau kopolimer. Sejak saat itu ada beberapa bahan polimer lain yang
digunakan sebagai bahan prostetik yaitu vinil akrilik, epoxy, polikarbonat, silikon,
rubber reinforced acrylic, dan nilon (Powers dan Sakaguchi 2006). Daya tahan dan
sifat-sifat dari suatu basis gigitiruan sangat dipengaruhi oleh bahan basis gigitiruan

tersebut. Berbagai bahan telah digunakan untuk membuat gigitiruan, namun belum
ada bahan yang dapat memenuhi semua persyaratan basis gigitiruan (Carr dkk. 2005;
Noort 2007).

53

2.1.2 Syarat Bahan Basis Gigitiruan
Persyaratan bahan basis gigitiruan yang ideal untuk pembuatan basis gigitiruan
dapat dibagi berdasarkan sifat fisis, mekanis, kemis, biologis dan sifat lain yaitu:
(McCabe & Walls 2007; Chhnoeum 2008; Manappallil 2003; Powers 2006)
a. Sifat fisis : basis gigitiruan yang ideal sebaiknya harus terlihat alami dengan
menyerupai jaringan lunak mulut.
-

Memiliki temperatur glass transition yang mampu untuk mencegah
melunak atau rusaknya selama pemakaian

-

Memiliki stabilitas dimensi yang baik


-

Memiliki konduktivitas termal yang mampu mempertahankan kesehatan
jaringan mulut dan mampu mempertahankan reaksi normal terhadap
rangsangan panas dan dingin

-

Radiopaque

b. Sifat mekanis : meskipun banyak pilihan bahan yang dapat digunakan sebagai
basis gigitiruan tetapi sebaiknya bahan basis memiliki :
-

Modulus elastisitas yang tinggi (paling sedikit 2000 MPa untuk polimer
yang dipolimerisasi dengan panas)

-


Kekuatan fleksural (tidak kurang dari 60-65 MPa) dan kekuatan impak
yang cukup untuk tahan terhadap fraktur

-

Ketahanan terhadap abrasi

c. Sifat kemis : bahan basis sebaiknya tahan terhadap bahan kimia.
-

Memiliki warna yang baik sehingga terlihat alami

54

-

Tidak larut dalam cairan rongga mulut

-


Tidak menyerap air dan saliva sehingga tidak merubah sifat mekanisnya
serta tetap higienis

d.

Sifat biologis : pada saat bahan masih belum dimanipulasi, seharusnya bahan
tidak membahayakan pada saat diproses oleh tekniker
-

Tidak toksik dan tidak menyebabkan iritasi

-

Jika terjadi proses absorpsi, basis sebaiknya dapat bertahan dari
perkembangan bakteri dan jamur

e. Sifat lain : bahan basis sebaiknya tidak mahal, dapat tahan lama pada saat di
simpan, mudah dimanipulasi, pemrosesannya tidak membutuhkan alat yang
mahal.


2.1.3. Klasifikasi Bahan Basis Gigitiruan Polimer

Bahan basis gigitiruan polimer oleh The International Organization for
Standardization (ISO 1567, 1999) diklasifikasikan menjadi 5 tipe, yaitu : (McCabe &
Walls 2007; Kortrakulkij 2008; Chhnoeum 2008)
1. Tipe 1, klas 1 : Heat –processing polymers, powder and liquid
Tipe 1, klas 2 : Heat –processed (plastic cake)
2. Tipe 2, klas 1 : Autopolymerised polymers, powder and liquid
Tipe 2, klas 2 : Autopolymerised polymers, powder and liquid (powder
and liquid pour type resins)

55

3. Tipe 3 : Termoplastik blank or powder
4. Tipe 4 : Light – activated materials
5. Tipe 5 : Microwave – cured materials
Klasifikasi basis gigitiruan polimer berdasarkan metode pembuatan adalah :
(Kortrakulkij 2008)
1. Bahan compression molding
2. Bahan injection molding

Komposisi dari bahan basis tipe 1 dan 2 pada umunya tersedia dalam bentuk
powder dan liquid. Komponen utama dari powder adalah polimetilmetakrilat dengan
diameter 100 µm. Pada powder terdapat inisiator berupa peroksida dan pigmen untuk
pewarna berupa cadmium. Komponen utama dari liquid adalah metilmetakrilat
(MMA) monomer. Pada liquid juga terdapat bahan cross linking yaitu
ethyleneglycoldimethacrylate yang berfungsi untuk meningkatkan sifat fisis bahan
tersebut. Selain itu juga terdapat bahan inhibitor yang berupa hydroquinone (Powers
2006).
Bahan basis resin akrilik pada umumnya memiliki kekuatan yang rendah, tidak
fleksibel, brittle, ketahanan yang tinggi terhadap fatique, konduktivitas termal yang
rendah, penyerapan air rendah, solubilits rendah, dan stabilitas warna yang baik.
Namun resin akrilik memiliki kekurangan yaitu memiliki monomer sisa yang dapat
menyebabkan reaksi alergi dan menggunakan cangkolan logam bila digunakan untuk
perawatan kehilangan sebagian gigi, sehingga kurang estetis. Berdasarkan

56

kekurangan tersebut maka dikembangkanlah penggunaan bahan termoplastik sebagai
bahan basis gigitiruan polimer (Noort 2007).
Pada tahun 1950an nilon termoplastik digunakan sebagai bahan basis gigitiruan.

Nilon merupakan nama generik untuk tipe termoplastik polimer yang dikenal dengan
poliamida dan dihasilkan dari reaksi kondensasi antara diamine dan dibasic acid.
Nilon merupakan salah satu bahan termoplastik yang diproses melalui teknik
injection molding (Wikipedia 2013).
Termoplastik adalah bahan polimer yang dapat dilunakkan dan dibentuk
melalui pemanasan pada temperatur glass transisition serta tidak mengalami
perubahan struktur kimia selama pembentukan. Bahan ini dapat dilunakkan kembali
dengan pemanasan atau dapat dibentuk kembali. Nilon adalah bahan termoplastik
berupa crystalline. Crystalline pada umumnya sering disebut dengan semi crystalline.
Termoplastik crystalline memiliki rantai molekul yang teratur dan rantai linier oleh
karena itu bahan ini bersifat fleksibel dan dapat dibentuk kembali (Negrutiu dkk.
2010; Manappallil 2003; Powers 2006) (Gambar 2.1).
Bahan termoplastik pada umumnya diproses melalui teknik injection molding.
Teknik injection molding membutuhkan peralatan khusus, mold diisi dengan proses
injeksi di bawah tekanan sampai bahan mengeras (Negrutiu dkk. 2010; Manappallil
2003; Powers 2006).

57

Gambar 2.1 Nilon termoplastik semi crystalline denganrantai linier

Sumber : Nylon, 2013.Wikipedia

2.2 NilonTermoplastik
2.2.1 Pengertian
Nilon adalah nama generik bagi keluarga polimer yang dikenal secara generik
sebagai poliamida dan ditemukan pertama kali padatanggal 28 Februari 1935 oleh
Wallace Carothers di DuPont (Elshereski 2006; Wikipedia 2013). Nilon adalah bahan
termoplastik, yang disusun oleh unit ikatan amida yang berulang. Beberapa nilon
dihasilkan oleh reaksi kondensasi antara diamina(2—NH2 grup) dan dikarbosiklik
acid (—COOH). Salah satu nilon yang sering digunakan adalah nilon 66 dengan
rumus kimia [NH−(CH2)6−NH−CO−(CH2)4−CO]n yang merupakan reaksi dari
hexamethylenediamine and adipic acid (Kortrakulkij 2008; Wikipedia 2013) (Gambar
2.2).

Gambar 2.2 Rumus kimia nilon 66
Sumber : Nylon, 2013.Wikipedia

58

Nilon mengandung ikatan linear (ikatan polimer tunggal) yang mengandung

hexamethylenadiamine dan asam karboksilik di dalam nilon termoplastik yang akan
membentuk ikatan poliamida yang panjang. Ikatan linear dalam nilon termoplastik ini
lebih lemah dibandingkan dengan ikatan polimer yang bercabang (cross-link) pada
resin akrilik (Wikipedia 2013; Ardelean dkk. 2012).
Nilon memiliki karakteristik yang baik sehingga dapat digunakan pada
berbagai aplikasi. Nilon memiliki kekuatan fisik yang tinggi, ketahanan terhadap
abrasi, pemanasan dan kimia.Bahan ini mudah dimodifikasi untuk meningkatkan
kekerasan dan ketahanan terhadap keausan (Kortrakulkij 2008; Chhnoeum 2008;
Negrutiu dkk. 2010; Takabayashi 2010). Selain itu, nilon merupakan basis gigitiruan
fleksibel yang memiliki sifat fisik dan estetik yang khas, memiliki derajat fleksibilitas
dan stabilitas yang sangat baik dan dapat dibuat lebih tipis dengan ketebalan tertentu
yang telah direkomendasikan sehingga sangat fleksibel, ringan dan tidak mudah patah
(Negrutiu dkk. 2010). Kekuatannya yang tinggi, ductility, dan ketahanannya terhadap
panas maka nilon dapat menggantikan penggunaan logam sebagai bahan basis
gigitiruan (Ardelean 2012).

2.2.2 Manipulasi
Nilon tidak dapat larut pada hampir semua kondisi. Hal ini karena nilon tidak
bisa membentuk adonan (dough) melalui teknik yang biasa tetapi bahan tersebut
dilunakkan kemudian diinjeksi kedalam kuvet dengan tekanan. Nilon teknik injection


59

moldingini memerlukan peralatan yang khusus. Nilon dilunakkan menggunakan
furnace

untuk mengontrol temperatur. Nilon yang sudah dilunakkan ditekan ke

dalam kuvet menggunakan plugger di bawah tekanan menggunakan press hidrolik,
kemudian lapisan timah pada dasar tabung aluminium sobek karena tekanan dan
nilon yang telah dilunakkan mengalir ke dalam kuvet melalui spru. Pemasangan spru
dilakukan dengan cara memasukkan spru dari bagian belakang kuvet ke bagian
posterior dari malam pada kedua sisi model, nilon dibentuk di dalam mold gips
(Ardelean 2012) (Gambar 2.3). Nilon dilunakkan menggunakan furnace pada suhu
248,8ºC-265,5ºC, kemudian ditekan masuk menggunakan alat injector (Negrutiu dkk.
2010) (Gambar 2.4).

Gambar 2.3 Mold dan basis gigitiruan nilon
sebelum di poles.
Sumber : Ardelean L.,

Bortun C., Podariu A., Rusu L. 2012.
Manufacture of different types
of thermoplastic

60

Gambar 2.4 Alat injector.
Sumber : Ardelean L.,Bortun C.,
Podariu A., Rusu L. 2012.
Manufacture of different types of
thermoplastic

2.2.3 Keuntungan dan Kerugian
Nilon termoplastik dapat digunakan dibidang kedokteran gigi pada kasus sebagai
berikut : (Chhnoeum 2008)
a. Pada pasien yang menggunakan gigitiruan tetapi sering mengalami patahnya
basis gigitiruan yang digunakan
b. Pada pasien yang alergi terhadap monomer sisa
c. Sebagai cangkolan retentif pada gigi anterior dari gigitiruan sebagian lepasan
d. Sebagai sayap basis bagian gingival
Nilon termoplastik memiliki beberapa keuntungan yaitu : (Chhnoeum 2008;
Prashanti dkk. 2010; Pingarron 2009)
-

Retentif : fleksibel pada posisi retentif dibawah daerah gerong

-

Nyaman : tipis, ringan dan fleksibel

61

-

Estetik : warna merah jambu yang translusen sehingga terlihat alami
seperti jaringan lunak di rongga mulut

-

Kekuatan yang baik : secara klinis unbreakable, tahan terhadap panas dan
keausan

-

Bebas monomer sisa sehingga bersifat hipoalergenik

-

Lebih akurat karena diproses dengan injection molding

Nilon termoplastik juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu : (Chhnoeum 2008;
Prashanti dkk. 2010)
-

Bahan nilon memiliki sifat penyerapan air yang besar

-

Memiliki kekasaran permukaan yang lebih kasar karena sulit dipoles

-

Mudah berubah warna

-

Perlekatan dengan anasir gigitiruan secara mekanis

-

Tidak dapat di reline atau di rebase.

2.2.4 Sifat
Sifat- sifat basis gigitiruan nilon termoplastik adalah:
1. Pengerutan
Pengerutan yang dapat terjadi pada nilon adalah sebesar 0,3-0,15%,
sedangkan menurut Negrutiu M dkk. (2005) menyatakan bahwa nilon termoplastik
yang diinjeksi pada suhu 2740C – 2030C terjadi pengerutan sebesar 0,014 in/in.
Pengerutan linear berpengaruh terhadap ketepatan adaptasi basis gigitiruan terhadap
mukosa (Kortrakulkij 2008; Negrutiu dkk. 2010).

62

2. Perubahan dimensi
Teknik

injection

molding

menunjukkan

stabilitas

dimensi

yang

baikdibandingkan dengan teknik compression molding. Garfunkel dan Anderson dkk.
(1988) menyatakan bahwa dari hasil penelitian menunjukkan perubahan dimensi pada
injection molding lebih rendah daripada compression molding (Kortrakulkij 2008).
3. Porositas
Nilon hampir tidak memiliki porositas.Porositas pada nilon disebabkan
masuknya udara selama proses injection molding.Bila udara ini tidak dikeluarkan,
gelembung-gelembung besar dapat terbentuk pada basis gigitiruan (Negrutiu dkk.
2010; Utami dkk. 2009).
4. Penyerapan air
Nilon termoplastik memiliki sifat penyerapan air yang tinggi, hal ini
disebabkan karena molekul air yang masuk diantara rantai molekul disebabkan ikatan
amida yang bersifat hidrofilik membentuk rantai utama resin poliamida. Semakin
tinggi konsentrasi kelompok amida maka semakin tinggi pula nilai penyerapan air
(Takabayashi 2010).
Penyerapan air yang tinggi merupakan kekurangan utama dari nilon.Hal ini
karena nilon termoplastik mempunyai serat yang menyerap air (Kortrakulkij 2008).
Ikatan cross link pada resin akrilik polimerisasi panas menyebabkan sulit untuk di
degradasi oleh air yang ada, sedangkan nilon termoplastik yang memiliki ikatan linier
tidak mampu untuk menolak penyerapan air, selain itu sifat nilon termoplastik yang

63

higroskopik juga menyebabkan tingginya penyerapan air bahan tersebut (Gladstone
2010).
5. Stabilitas warna
Stabilitas warna adalah kemampuan dari suatu lapisan permukaan atau
pigmen untuk bertahan dari degradasi yang disebabkan pemaparan dari
lingkungan.Warna dan translusensi sebaiknya dipertahankan selama prosesing dan
sebaiknya tidak terjadi perubahan selama pemakaian (Saied 2011). Perubahan warna
dari suatu bahan terjadi karena faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah
perubahan warna suatu bahan dengan terjadinya perubahan dari matriksnya.
Perubahan warna intrinsik yang terjadi karena faktor penuaan merupakan hasil dari
kondisi kimia-fisika seperti panas dan perubahan kondisi. Faktor ekstrinsik seperti
absorpsi dan adsorpsi dari suatu substansi. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya
perubahan warna adalah staining, dehidrasi, kekasaran permukaan, oksidasi, dan
penyerapan air (Goiato dkk. 2010).
Goiato MC., dkk. (2010) melakukanpenelitian untuk melihat perubahan
warna dari bahanPpflex, Triplex dan Valplast setelah dilakukan accelerated aging,
hasilnya menunjukkan terjadi perubahan warna yang signifikan pada bahan Valplast
dan secara statistik berbeda dengan bahan lainnya (Goiato dkk. 2010). Saied HM.
(2011) membandingkan stabilitas warna 3 bahan basis gigitiruan setelah direndam
dalam larutan pembersih gigitiruan, nilon termoplastik menunjukkan perubahan
warna yang signifikan setelah direndam di dalam larutan pembersih gigitiruan (Saied
2011).

64

2.3 Penyerapan Air
Penyerapan air oleh material resin merupakan proses difusi yang dikontrol.
Molekul air menyebar ke polimer selama perendaman di dalam air atau saliva dan
menjangkau permukaan matriks polimer (Pollat & Valittu 2003). Penyerapan air
dapat terjadi disebabkan perlekatan molekul air pada permukaan bahan dan terjadi
proses absorpsi atau ikatan ke dalam bahan tersebut (AL-Habahbeh 2007). Molekul
air dapat menyebar ke matriks polimer karena ukuran molekul air yang kecil yaitu
kurang dari 0,28 nm, lebih kecil di banding jarak rantai polimer pada matriks polimer.
Air tersebut meresap ke polimer melalui rantai yang tidak jenuh atau
ketidakseimbangan kekuatan antar molekul dalam polimer (Pollat & Valittu 2003).
Penyerapan air pada suatu bahan basis gigitiruan terbagi atas dua proses, yaitu
proses adsorpsi dan proses absorpsi. Proses adsorpsi adalah jumlah air yang terserap
pada permukaan basis gigitiruan sedangkan proses absorpsi adalah penyerapan air ke
bagian dalam basis gigitiruan (AL-Habahbeh 2007).Penyerapan air pada suatu bahan
sebaiknya rendah karena penyerapan air yang tinggi dapat menyebabkan perubahan
warna dan mempengaruhi ketahanan terhadap keausan (Noort 2007; Gurbuz dkk.
2005). Bahan polimer yang menyerap air baik di udara ataupun di rendam di dalam
air dapat juga menyebabkan ekspansi dan perubahan kekuatan mekanis dari bahan
tersebut (AL-Habahbeh 2007). Menurut Fletcher dkk.(1983), Pfeiffer dan Rosenbauer
(2004), penyerapan air akan menimbulkan terjadinya proses plasticization bahan
basis gigitiruan sehingga bahan tersebut semakin fleksibel dan lentur (Vurakkara
2006; Gladstone 2010).

65

Dimensi dapat menjadi tidak akurat karena penyerapan air yang tinggi oleh
karena adanya tekanan yang terlepas pada saat air masuk ke dalam suatu bahan.
Chhnoeum T. (2008) yang mengutip pendapat Watt, terlihat penyerapan air yang
tinggi dari bahan nilon yaitu 8,5 % (Chhnoeum 2008).
Takabayashi Y. (2010) membandingkan nilai penyerapan air antara poliamida,
polikarbonat dan polietilen terephthalat, hasilnya menunjukkan nilai penyerapan air
paling tinggi pada bahan poliamida dan terdapat perbedaan signifikan nilai
penyerapan air dari 3 bahan tersebut. Poliamida memiliki derajat hidrofilik yang
tertinggi. Takabayashi menyarankan untuk menyesuaikan konsentrasi kelompok
amida pada bahan basis gigitiruan poliamida agar serendah mungkin dengan tujuan
agar terjadi ikatan hidrogen yang kuat antara kelompok amida sehingga dapat
mengurangi masuknya molekul air pada rantai amida tersebut (Takabayashi 2010).
Kortrakulkij K. (2008) yang mengutip pendapat Mathews dan Smith,
menggunakan nilon 6 dan 10 sebagai bahan basis gigitiruan, pengamatan klinis
menunjukkan bahwa penyerapan air yang berlebihan bisa menyebabkan diskolorisasi.
Porositas yang terdapat pada basis gigitiruan dapat meningkatkan penyerapan air
sejak gigitiruan tersebut berkontak dengan cairan di dalam rongga mulut. Kortrakulkij
K. (2008) menyatakan bahwa penyerapan air akan melarutkan beberapa komponen,
maka semakin banyak air yang diserap maka akan semakin banyak komponen yang
larut. Hal ini dapat menyebabkan perubahan warna dari suatu bahan basis gigitiruan
(Kortrakulkij 2008).

66

Perendaman dalam air memungkinkan molekul air penetrasi ke daerah dalam
rantai polimer, menetap dan merusak rantai polimer tersebut. Air masuk ke dalam
polimer selama perendaman disebabkan oleh difusi dan sebagian rantai polimer
mengalami polaritas disebabkan molekul yang tidak jenuh dan gaya intermolekul
yang tidak seimbang. Masuknya molekul air juga dapat menyebabkan basis gigitiruan
menjadi lunak karena air yang di resorbsi beraksi sebagai poli (metil metakrilat)
plasticizer (Vojvodic dkk. 2009).Pada pemakaian klinis basis gigitiruan akan terpapar
oleh perubahan suhu dan saliva. Pada rongga mulut, kontaminasi kelembaban dan
variasi suhu memfasilitasi terjadinya absorpsi air. Air yang di absorpsi akan beraksi
menjadi plasticizer dan mempengaruhi sifat bahan tersebut. Absorpsi air akan
meningkat pada temperatur yang tinggi, yang menyebabkan permukaan resin akrilik
polimerisasi panas menjadi jenuh pada saat pendinginan (Chandu dkk. 2015).Shah J.
(2014) menyatakan bahwa penyerapan air bergantung dengan derajat hidrofobik dan
porositas bahan. Air yang di absorpsi akan memberikan efek terhadap sifat fisis dan
mekanis dari bahan basis gigitiruan (Shah dkk. 2014).
Jumlah air yang masuk kedalam rantai polimer terutama dikontrol oleh
polaritas resin, ditentukan juga oleh konsentrasi dari kepolaran yang ada untuk
membentuk ikatan hidrogen dengan air dan pola rantai kimia. Shah J dkk. (2014)
yang mengutip pendapat Arima dkk. menyatakan sifat kimia dari polimer
dibandingkan dengan molekul air secara langsung mempengaruhi penyerapan air
bahan resin. Shah J dkk. (2014) yang mengutip pendapat Hayashi dkk. bila sudut
kontak antara resin fleksibel dan air tinggi, dengan permukaan yang tanpa energi

67

rendah, ketahanan airnya juga tinggi maka penyerapan airnya rendah. Apabila
terdapat ikatan hidrogen yang kuat antara kelompok amida maka akan mengurangi
ikatan dengan molekul air. Jumlah penyerapan air pada kelompok resin fleksibel pada
penelitian Shah J. (2014) adalah 14,255 µg/cm2(Shah dkk. 2014).
Vojdani M dkk. (2015) yang mengutip pendapat Lai dkk. (2003), copoliamida
(Flexite supreme) mengabsorpsi air yang terbesar sedangkan silikon menunjukkan
penyerapan air yang terkecil setelah perendaman selama 56 hari. Vojdani M dkk.
(2015) yang mengutip pendapat Takabayashi (2010) menyatakan bahwa penyerapan
air bahan poliamida (Flexite dan Valplast) masih sesuai dengan standar ISO (32
µg/mm3), sedangkan Lucitone FRS memiliki penyerapan air yang tertinggi karena
derajat hidrofilik dan sudut kontaknya. Semakin tinggi konsentrasi kelompok amida
maka semakin besar penyerapan airnya, oleh karena itu disarankan konsentrasi
kelompok amida untuk bahan basis gigitiruan dapat disesuaikan serendah mungkin
seperti pada bahan industri yang popular yaitu nilon 6 atau 66 (Vojdani & Giti 2015).
Menurut ISO 1567:1999, nilai penyerapan air untuk bahan heat-cured dan
self-cured adalah tidak boleh melebihi 32 µg/mm3. Penentuan nilai penyerapan air
menurut ISO berdasarkan peningkatan berat sampel per satuan volume (Takabayashi
2010; Powers 2006; Matthews 1999). Temperatur mempengaruhi jumlah air yang di
absorbsi karena koefisien difusi yang meningkat dengan adanya perbedaan
temperatur ruang dan rongga mulut (Powers 2006 ; Vanessa dkk. 2010).

68

Pengukuran penyerapan air pada suatu bahan dilakukan setelah bahan tersebut
direndam dalam air selama 7 hari (370C + 1). Pada saat bahan dikeluarkan dalam air,
maka bahan tersebut dibersihkan dalam kain bersih dan kering, kemudian ditimbang
(m2). Setelah ditimbang, kemudian bahan tersebut dimasukkan ke dalam desikator
sampai didapatkan berat yang konstan dan berat bahan yang ditimbang setelah
mendapatkan berat yang konstan dinyatakan sebagai m3. Nilai penyerapan air didapat
dengan menggunakan rumus ISO, yaitu : (International Standart 1988)
m2 – m3
WSO = ------------------V
Keterangan : m2 : Berat bahan setelah direndam di dalam air (µg)
m3 : Berat bahan setelah direkondisikan (µg)
V : Volume bahan (mm3)

2.3.1 Alat Pengukuran Penyerapan Air
Pengukuran penyerapan air pada suatu bahan dilakukan setelah bahan tersebut
direndam dalam air selama 7 hari (370C+1) untuk mendapatkan m2 dan setelah
dimasukkan ke dalam desikator untuk mendapatkanm3ketika beratnya sudah konstan.
Alat yang digunakan untuk menimbang berat bahan yang telah di rendam di dalam air
untuk mendapatkan nilai penyerapan air adalah analytical balance. Sartorius
analytical balance adalah instrumen penimbangan laboratorium dengan tingkat

69

keakuratan yang tinggi untuk menganalisis proses penimbangan dengan ketelitian 4
desimal. Timbangan ini dilengkapi dengan ruangan yang bertujuan untuk
menghindari efek dari ambientyang akan mempengaruhi hasil penimbangan.
Sartorius analytical balance sangat baik untuk menentukan hasil penimbangan
meskipun penimbangan di lakukan berulang kali, hasil yang di dapat tidak berubah
dan memiliki respons yang sangat cepat (Tuna dkk. 2008) (Gambar 2.5).

Gambar 2.5Sartorius analytical balance
Sumber : Anonymous.Analytical Balances)

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Air
Menurut Pusz A., dkk. (2010) yang mengutip pendapat Takahashi menyatakan
besarnya penyerapan air ini pada dasarnya bergantung pada jenis bahan, struktur
kimia rantai polimer, porositas dan ketebalan bahan tersebut. Selain itu, penyerapan
air ini juga dipengaruhi oleh suhu, teknik pemolesan, kekasaran permukaan,
monomer sisa dan lamanya perendaman (Vanessa dkk. 2010; Tuna dkk. 2008).

70

1. Porositas
Tuna SH., dkk. (2008) yang mengutip pendapat Miettinen dan Vallitu
menyatakan bahwa penyerapan air dari suatu polimer tergantung pada homogenitas
suatu bahan. Semakin homogen suatu bahan, semakin sedikit pula penyerapan air.
Tingkat porositas yang tinggi akan mempermudah aliran cairan dari dalam dan luar
jaringan, menyebabkan terjadinya penyerapan dan elusi air cepat (Tuna dkk. 2008).
Porositas pada bahan termoplastik nilon hampir tidak ada. Porositas pada
bahan termoplastik nilon mungkin dapat terjadi apabila metode injeksi yang tidak
tepatmenyebabkan udara masuk selama proses pemanasan, sehingga terbentuk
gelembung-gelembung besar pada basis gigitiruan (Negrutiu dkk. 2010; Utami dkk.
2009).
2. Tipe bahan, struktur kimia rantai polimer, dan teknik pemrosesan
Rahal JS., dkk. (2004) yang mengutip pendapat Takahashi dkk. menyatakan
bahwa jumlah penyerapan air bergantung pada tipe bahan, ketebalan bahan dan
jumlah ikatan silang suatu bahan. Bahan yang memiliki banyak ikatan silang
menunjukkan penyerapan air yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan yang
bukan dengan ikatan silang (Rahal dkk. 2004).
Bahan termoplastik nilon memiliki struktur ikatan linier (ikatan polimer
tunggal) yang mana hexamethylenadiamine dan carboxyl acid akan membentuk
ikatan poliamida yang ketat dan panjang. Ikatan linier dari bahan termoplastik nilon
lebih lemah dibandingkan dengan ikatan bercabang, ikatan silang dan ikatan

71

berbentuk jala dari polimer lain. Ikatan linier tersebut tidak cukup tahan terhadap zat
pelarut dibandingkan ikatan polimer lain (Rahal dkk. 2004).
3. Teknik pemolesan
Penelitian menunjukkan resin akrilik yang dipoles secara mekanis memiliki
nilai penyerapan air yang lebih rendah daripada pemolesan secara kimia.
Namunmenurut Rahal JS., dkk. (2004) yang mengutip pendapat Gotusso dkk.
menyatakan bahwa pemolesan secara kimiawi mengurangi nilai penyerapan air dari
bahan resin akrilik (Rahal dkk. 2004).
4. Lama perendaman
Waktu perendaman juga mempengaruhi banyaknya air yang akan berdifusi ke
dalam suatu polimer. Resin akrilik polimerisasi panas akan mengalami peningkatan
penyerapan air yang paling tinggi pada 1 jam pertama perendaman. Air akan berdifusi
terus dengan lebih lambat dan jumlahnya yang lebih sedikit hingga mencapai berat
maksimal atau yang disebut sebagai titik kejenuhan. Pada bahan resin akrilik
polimerisasi panas, penyerapan air akan mencapai titik kejenuhan selama 30 hari
(Vanessa dkk. 2010; Rahal dkk. 2004; Rizzati-Barbosa dkk. 2001). Rahal JS., dkk.
(2004) yang mengutip pendapat Szabo dkk. melaporkan bahwa penyerapan air pada
spesimen dengan diameter sekitar 1 mm tidak bergantung pada lamanya perendaman
setelah 24 jam dan tipe polimer basis gigitiruan (Rahal dkk. 2004).
5. Monomer sisa
Menurut Tuna SH., dkk. (2008) yang mengutip pendapat Dixon dkk.
monomer sisa mempengaruhi penyerapan air dan ekspansi bahan. Menurut ISO 1567,

72

batas kandungan maksimal dari monomer sisa suatu bahan basis gigitiruan adalah
tidak boleh melebihi 2,2% (Tuna dkk. 2008). Jumlah monomer sisa pada bahan basis
gigitiruan bergantung pada metode pembuatan, waktu perendaman air, ketebalan,
kecepatan bur, keadaan permukaan gigitiruan, lama pemakaian, dan metode
pengukuran (Golbidi & Asghari 2009). Nilon termoplastik merupakan salah satu
bahan basis gigitiruan yang bebas monomer.
6. Suhu atau temperatur
Beberapa faktor yang mempengaruhi masuknya molekul air ke dalam bahan
yang solid seperti bahan basis gigitiruan, misalnya suhu dan tekanan. Molekul air
akan bermigrasi dari lingkungan dengan suhu yang tinggi ke suhu yang rendah, oleh
karena itu, suhu cairan rongga mulut dapat mempengaruhi penyerapan air pada suatu
bahan basis gigitiruan. Semakin tinggi suhu dari saliva akan menyebabkan semakin
cepatnya penyerapan air ke dalam bahan basis gigitiruan (Rizzati-Barbosa dkk.
2001). Dhanpal dkk. (2009) (yang mengutip pendapat dari Latief A.) menemukan
bahwa peningkatan temperatur meningkatkan derajat difusi dan penyerapan air.
Peningkatan temperatur menyebabkan lebih banyak energi pada polimer sehingga
menyebabkan ekspansi dan peningkatan penyerapan air (Vojvodic dkk. 2008). Air
bergerak dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang rendah (Rizzati-Barbosa
dkk. 2001). Penyerapan air terjadi sejalan dengan terjadinya perubahan suhu di
rongga mulut, hal ini dapat menyebabkan degradasi dari basis gigitiruan polimer
(Chandu dkk. 2015).

73

2.3.3 Akibat yang Ditimbulkan
Sifat penyerapan air yang dimiliki oleh bahan basis gigitiruan dapat
menimbulkan beberapa akibat di antaranya adalah :
1. Sifat mekanis
Air yang diserap oleh bahan basis gigitiruan dapat bertindak sebagai
plasticizer yang dapat mempengaruhi sifat mekanis dari bahan tersebut. Air berdifusi
ke dalam polimer sehingga melonggarkan ikatan kimia polimer dan mengurangi sifat
mekanis dari suatu polimer, yaitu kekerasan permukaan, kekuatan transversal dan
fatigue(Vurakkara 2006; AL-Habahbeh 2007; Gladstone 2010).
Ketika suatu bahan basis gigitiruan direndam dalam cairan, bahan tersebut
akan mengabsorbsi air secara bersamaan dengan pengeluaran zat terlarut dari dalam.
Pada saat mencapai titik kejenuhan, kebanyakan komponen zat terlarut sudah keluar
dari bahan basis dan bahan basis tersebut sudah terisi penuh oleh air. Kelunakan
bahan tersebut lama kelamaan akan menjadi hilang sehingga bahan basis gigitiruan
akan berubah menjadi kaku dan menyebabkan kekuatan fleksural dan modulus
elastisitas menurun (Kortrakulkij 2008; Vojvodic dkk. 2008).
Sifat penyerapan air juga dapat menyebabkan pengurangan kekerasan
permukaan dari bahan basis gigitiruan. Menurut Utami M., dkk.(2009), setelah
perendaman bahan basis gigitiruan ke dalam akuades selama 2 hari didapati bahwa
kekerasan permukaan bahan termoplastik nilon lebih rendah daripada resin akrilik
polimerisasi panas. Salah satu penyebab terjadinya perbedaan kekerasan permukaan

74

tersebut adalah perbedaan porositas dan struktur kimia dari bahan tersebut (Utami
dkk. 2009).
2. Stabilitas Warna
Stabilitas warna merupakan sifat terpenting yang berhubungan dengan
penampilan yang estetis dari basis gigitiruan yang berkontak dengan berbagai jenis
makanan dan

minuman (Kortrakulkij 2008; Goiato dkk. 2010).Hasil penelitian

menunjukkan penyerapan air pada bahan basis gigitiruan yang berlebihan akan
menyebabkan diskolorasi (Kortrakulkij 2008; Goiato dkk. 2010; Saied 2011). Cairan
yang terabsorbsi melalui proses difusi akan mengisi ruang-ruang di antara matriks
sehingga menyebabkan perubahan struktur resin yang akan diikuti perubahan
fisiknya. Keberadaan partikel-partikel zat warna dalam minuman tertentu yang
terabsorbsi bersama cairan, partikel-partikelnya akan berikatan secara fisik dengan
resin sehingga dalam jangka waktu lama akan terakumulasi dan mengakibatkan
perubahan warna (Kortrakulkij 2008).
3. Stabilitas dimensi
Molekul air menyebar di antara makromolekul bahan basis gigitiruan yang
akan menyebabkan makromolekul tersebut terpisah (Shah dkk. 2014).Perubahan
dimensi yang terjadi akibat penyerapan air pada bahan dengan teknik injectionmolding tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan compression-molding(Noort
2007).
4. Pertumbuhan bakteri

75

Porositas dan tingginya nilai penyerapan air akan memfasilitasi debris dan
bahan organik untuk melekat pada bahan basis gigitiruan. Hal ini akan berlanjut
dengan terjadinya adhesi Candida albicans yang membentuk suatu lapisan biofilm
pada permukaan bahan basis gigitiruan yang akan menyebabkan terjadinya denture
stomatitis pada mukosa palatum. Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi
denture stomatitis cukup tinggi pada pemakai gigitiruan terutama basis resin akrilik
(Dhir dkk. 2007).
2.4 Stabilitas Warna
Stabilitas warna adalah kemampuan lapisan permukaan atau zat warna untuk
menolak degradasi karena kontak lingkungan (Kortrakulkij 2008).Definisi lain dari
stabilitas warna adalah sifat dari suatu bahan yang mampu untuk mempertahankan
warnanya dari pengaruh lingkungan pada masa waktu tertentu (Assuncao dkk.
2009).Warna merupakan salah satu sifat bahan restorasi gigi yang cukup penting.
Suatu basis gigitiruan yang ideal seharusnya memiliki warna yang mendekati warna
alami jaringan lunak rongga mulut (McCabe & Walls 2007; Noort 2007).
Basis gigitiruan polimer cenderung akan berubah warna selama digunakan di
rongga mulut. Perubahan warna basis gigitiruan dapat disebabkan oleh faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Intrinsik faktor termasuk didalamnya perubahan kimia dari
bahan. Penyebab perubahan warna karena kimia disebabkan oksidasi dari akselerator
amina, setelah terpapar oleh berbagai sumber energi dan di rendam di dalam air
jangka waktu tertentu. Perubahan warna karena faktor ekstrinsik salah satunya karena
staining oleh adhesi atau penetrasi dari zat warna sebagai hasil dari kontaminasi dari

76

sumber eksogen seperti kopi, teh, nikotin, makanan dan cairan warna lainnya (Ruyter
& Philos 1994).
Chandu G.S dkk. (2015) yang mengutip pendapat Goiato dkk. dan Polyzois
dkk. menunjukkan perubahan warna klinis yang signifikan dari basis gigitiruan
akrilik setelah perendaman dalam cairan desinfektan dalam waktu tertentu (Chandu
dkk. 2015).Chandu G.S dkk. (2015) menyatakan bahwa sampel yang direndam di
dalam air panas menunjukkan perubahan warna yang signifikan dibandingkan sampel
yang direndam di dalam air yang hangat (Chandu dkk. 2015). Vojdani M. (2015)
menyatakan nilon mengalami perubahan warna yang besar disebabkan karena bersifat
higroskopik dan sifat penyerapan air yang besar. Ditemukan juga sifat kimia nilon
dan frekuensi kelompok amida yang panjang sehingga penyerapan airnya besar
(Vojdani & Giti 2015). Wieckiewicz M. dkk. (2014) menyatakan perubahan warna
poliamida 12 setelah direndam di dalam air 370C selama 1 hari adalah ∆ E = 2,9 ,

selama 12 hari ∆ E = 2,23 dan selama 36 hari ∆ E = 2,18. Perubahan warna yang
terbesar adalah pada sampel yang direndam di dalam red wine, hal ini disebabkan red
wine memiliki pH yang paling rendah, pH mempengaruhi stabilitas warna pada resin
akrilik dan nilon termoplastik. Poliamida 12 menunjukkan stabilitas warna yang lebih
rendah dibandingkan resin akrilik polimerisasi panas (Wieckiewicz dkk. 2014).
Hasil penelitian Ruyter I.E. (1994) menunjukkan spesimen yang direndam di

dalam air menunjukkan perubahan warna yang lebih rendah dibandingkan yang
direndam di dalam kopi dan teh. Perubahan warna yang terjadi untuk semua spesimen

77

bahan resin akrilik polimerisasi sinar, resin akrilik polimerisasi panas dan resin
akrilik autopolimerisasi yang direndam di dalam air menunjukkan perubahan warna
yang masih dapat diterima secara klinis (Ruyter & Philos 1994). Hatim N.A (2013)
menyatakan bahwa resin fleksibel (Valplast) mengalami perubahan warna dengan
nilai ∆ E = > 3,7 setelah direndam di dalam kopi. Perubahan warna terbesar terjadi
bila sampel direndam di dalam teh, kopi dan pepsi, dan perubahan warna meningkat
seiring dengan lamanya perendaman. Perubahan warna yang terbesar terjadi pada
bahan Valplast, hal ini disebabkan karena nilon adalah bahan yang hidrofilik,
sehingga memiliki sifat penyerapan air yang besar dan melepaskan plasticizer yang
lebih banyak dibandingkan resin akrilik polimerisasi panas. Nilon memiliki
perubahan warna yang besar dibandingkan bahan yang hidrofobik (Nadira & Omar
2013).

2.4.1 Alat Pengukuran Warna
Teknik untuk menentukan warna dapat secara visual atau instrumental.
Penentuan warna secara instrumental dapat menghindari kesalahan subjektif dalam
penentuan warna. Analisis menggunakan instrumental lebih akurat karena dapat
menilai perbedaan yang kecil dari objek yang akan ditentukan warnanya (Assuncao
dkk. 2009).Warna suatu benda tergantung pada panjang gelombang cahaya yang
dipantulkan atau yang diserap. Suatu benda yang translusen akan meneruskan berkas
cahaya, menyerap berkas yang lain, membiaskan dan memantulkan cahaya (Noort

78

2007).Suatu perubahan warna tidak dapat dideteksi oleh mata manusia karena
kemampuan mata manusia dalam menilai perubahan warna sangat variasi dan
terbatas. Beberapa instrumen ilmiah telah diciptakan untuk mengukur intensitas
cahaya dan panjang gelombang (bilangan gelombang) cahaya diantaranya adalah
colorimeter,

spectrophotometer,

densitometer

dan

photometer.

(Kortrakulkij

2008).Spectrophotometer, densitometer dan photometer sama pentingnya dengan
colorimeter. Colorimeter adalah alat yang sensitif terhadap cahaya yang digunakan
dalam colorimetry untuk mengukur intensitas warna dari suatu benda atau warna
sampel dalam kaitannya dengan komponen merah, biru, dan hijau cahaya yang
dipantulkan dari objek atau sampel (Wise Geek, 2010).
Spektrofotometer terdiri dari 2 jenis pencahayaan yaitu spektrofotometer ultra
violetdan spektrofotometer infra red. Spektrofotometer ultra violet menggunakan
cahaya ultra violet dan spektrofotometer infra red menggunakan cahaya infrared.
Pada penelitian ini digunakan alat spektrofotometer ultra violetuntuk mengukur
kuantitas cahaya yang direfleksikan ; warna dievaluasi melalui sistem penentuan
warna CIE L*a*b*. (Gambar 2.6) Pada sistem tersebut perubahan warna (∆ E)
didefenisikan sebagai perubahan warna relatif antara evaluasi warna yang diulang.
Nilai ∆ E diatas 3,3 secara klinis akan terlihat jelas dan tidak dapat diterima
(Assuncao dkk. 2009). Berdasarkan The International Commission on Illumination
(CIE-Commission Internationale de L’ Eclairage) penentuan warna yang diukur
menggunakan metode CIE L*a*b* dikalkulasi dengan rumus : ∆ E = ( ( ∆L)2 + (∆a)2

79

+ (∆b)2)1/2. Jarak warna CIE L*a*b* adalah berbentuk kubik, dimana aksis L vertikal
dengan nilai maksimum 100 dan minimum 0. Nilai 100 menggambarkan putih
sempurna dan nilai 0 menggambarkan hitam. Aksis a* dan b* tidak ada batasan nilai,
nilai positif dari a* adalah merah dan negatif adalah hijau. Nilai positif dari b* adalah
kuning dan negatif adalah biru (Mancuso dkk. 2012; Goiato dkk. 2009).
Spektrofotometer dihubungkan ke sistem komputer. Sebelum dilakukan
pengukuran warna sampel terlebih dahulu dilakukan kalibrasi alat spektrofotometer.
Pada saat pengukuran warna digunakan standar warna hitam dan putih (Ruyter &
Philos 1994). Warna dari permukaan objek dan kecerahan permukaannya dapat
mempengaruhi penentuan warna, oleh karena itu standar penyinaran D65 dengan
menggunakan latar belakang hitam. Ketebalan dan kehalusan dari permukaan
spesimen juga dapat mempengaruhi evaluasi warna (Assuncao dkk. 2009).

Gambar 2.6 Spektrofotometer UV xe d65
Hunter Lab.Scan Xe Germany

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Warna

80

Menurut Muetia R. (2011) yang mengutip pendapat Crispin dan Caputo
perubahan warna dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : (Meutia 2011)
1.

Pencemaran

bahan

pada

waktu

proses

pembuatan

bahan

atau

pengolahannya.
2.

Kemampuan penyerapan (permeabilitas) cairan pada bahan. Proses

absorpsi dan adsorpsi cairan tergantung pada keadaan lingkungannya.
3.

Akibat reaksi kimia di dalam bahan itu sendiri dan berbagai teknik

pengolahan yang mengakibatkan terjadinya porositas pada permukaannya sehingga
memudahkan penumpukan kotoran.
4.

Lingkungan sekitar tempat gigitiruan di dalam mulut yang kurang baik.

Kebiasaan makan dan minum sesuatu yang banyak mengandung zat warna dan
minuman tersebut.
Perubahan warna yang terjadi pada resin dapatbervariasi, hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain adalah ukuran sampel, mikroporositas sampel dan
lamanya kontak antara bahan. Semakin luas ukuran sampel maka semakin besar
perubahan fisik pada bahan tersebut dapat terjadi. Mikroporositas menentukan
terjadinya penempelan partikel warna daerah yang poreus. Semakin banyak porositas
maka akumulasi dari zat warna yang terabsorbsi melalui proses difusi juga akan
semakin banyak (Anusavice 2004).
Selain itu, perubahan warna juga disebabkan oleh akumulasi stain, dehidrasi,
penyerapan air, leakage, ikatan yang lemah, kekasaran permukaan, keausan dan
degradasi kimia, oksidasi dari reaksi karbon, dan formasi lanjutan degradasi dari

81

produk yang menghasilkan warna (Vanessa dkk. 2010). Stabilitas warna dan
kekasaran permukaan mempunyai hubungan yang erat antara satu sama lain. Hal ini
karena kekasaran permukaan akan mempengaruhi retensi plak dan akumulasi stain
pada bahan restorasi. Makin kasar sesuatu permukaan maka makin mudah akumulasi
stain dan akhirnya menyebabkan perubahan warna pada bahan restorasi (Zortuk dkk.
2008).
2.5Fiber Glass
2.5.1 Pengertian
Fiber glass adalah serat yang dapat ditambahkan ke dalam resin akrilik untuk
memperbaiki sifat fisik dan mekanik resin akrilik. Fiber glass merupakan material
yang terbuat dari serabut-serabut yang sangat halus dari kaca. Fiber glass adalah serat
yang paling sering digunakan pada bahan polimer komposit karena dapat beradhesi
dengan matriks polimer didalam resin akrilik sehingga memiliki kekuatan ikatan yang
baik dengan resin akrilik, harga yang murah dan kekuatan tarik yang tinggi oleh
karena itu serta kaca menjadi pilihan untuk ditambahkan ke dalam resin akrilik
sebagai bahan penguat (Matthews dan Rawlings 1999).
2.5.2 Jenis
Ada dua jenis fiber glass yangpaling sering di gunakan yaitu S-Glass dan EGlass. S-Glass memiliki sifat kekuatan tarik yang tinggi dan lebih kaku dibanding EGlass. E-Glass memiliki sifat sebagai bahan insulasi yang baik, dan dapat
mempertahankan sifatnya sampai temperatur 8150C, 99% jenis fiber glass adalah

82

terbuat dari E-Glass. (Matinlinna dkk. 2004). Vakiparta dan Koskinen (2004)
melakukan penelitian untuk memeriksa sitotoksik dan komposisi dari fiber E-Glass,
hasilnya menyatakan bahwa fiber E-Glass non-sitotoksik dan dapat digunakan untuk
biomedikal (Vakiparta &Koskinen 2004). Begitu juga hasil penelitian Gokce Mericab
dan Jon E Dahlib (2008) yang meneliti sitotoksik 2 bahan polimer yang diberi
penambahan fiber glass, menunjukkan bahwa berdasarkan pemeriksaan cell
menggunakan MTT 90% seluruh kelompok tidak sitotoksik (Mericab dkk. 2008).

2.5.3 Bentuk
Fiber glass mempunyai beberapa bentuk diantaranya adalah bentuk batang,
anyaman dan potongan kecil (Matthews 1999; Lee dkk. 2001). Fiber glass berbentuk
batang terbuat dari fiber glasscontinuous unidirectional yang terdiri atas 1.000 –
200.000 serabut fiber glass dan diameternya adalah 3 – 25 µm (Gambar 2.7).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa penggabungan fiber glass pada bahan basis
gigitiruan resin akrilik akan meningkatkan kekuatan basis gigitiruan, tetapi terdapat
beberapa kekurangan yaitu penanganan yang lebih sulit dan penyerapan serat dengan
resin akrilik kurang adekuat (Kanie dkk. 2000 ; Karacer dkk. 2003)

83

Gambar 2.7Fiberglassbentuk
batang
Sumber :Kanie T., Fujii I.,
Arikawa H., Inoue K.
Flexural properties and
impact strength of denture
base polymer reinforced
with woven glass fibers.
Journal of Dental
Materials. 2000

Fiber glass bentuk anyaman dapat digunakan untuk mereparasi basis
gigitiruan. Fiber glassbentuk anyaman memiliki ketebalan 0,005 mm (Gambar 2.8).
Uzun, dkk. (1999) menyatakan bahwa fiber glass berbentuk anyaman yang
ditambahkan pada bahan basis gigitiruan dapat meningkatkan kekuatan impak dan
kekuatan transversal (Kanie dkk. 2000).

Gambar 2.8Fiber glassbentuk anyaman
Sumber :Kanie T.,Fujii I.,
Arikawa H., Inoue K.
Flexural properties
and impact strength of denture
base polymer reinforced
with woven glass fibers.

84

Journal of Dental
Materials. 2000

Pemakaian fiber glass berbentuk potongan kecil telah banyak dilakukan dalam
beberapa penelitian. Kelebihan fiber glass berbentuk potongan kecil yaitu lebih
praktis dan lebih tersebar merata pada resin akrilik.Fiber glass berbentuk potongan
kecil berukuran 3 mm yang ditambahkan pada bahan basis gigitiruan resin akrilik
dapat meningkatkan kekuatan transversal (Lee dkk. 2001). (Gambar 2.9)

Gambar 2.9 Fiber glassbentuk potongan kecil:
Sumber:Lee SI., Kim CW., Kim YS.
Effect of chopped glass fiber
on the strength of heat-cured PMMA
resin. J Korean Acad Prosthodont. 2001

2.5.4 Komposisi dan Fungsi
Fiber glassadalah bahan berbasis silika (SiO2) dengan tambahan oksida dari
kalsium, boron, sodium, iron dan aluminium. Fiber glass memiliki beberapa
keuntungan yaitu memiliki kemampuan untuk mengabsorpsi bila digunakan sebagai
komposit, tahan terhadap suhu yang tinggi, tidak terbakar, ekspansi termal yang
rendah, dan tidak menyerap air (Matthews & Rawlings 1999). Fiber glass merupakan

85

bahan yang paling cocok untuk digunakan pada kedokteran gigi karena estetiknya
baik (Gurbuz dkk. 2005).
Fiber glassberbentuk potongan kecil berukuran 3 mm dengan konsentrasi 6%
dan 9% yang ditambahkan pada bahan basis gigitiruan resin akrilik dapat
meningkatkan kekuatan transversal (Lee dkk. 2001).Fiber glass berbentuk potongan
kecil dengan konsentrasi 2% yang ditambahkan pada bahan basis gigitiruan dapat
meningkatkan kekuatan impak dan menurunkan kekuatan transversal (Tacir dkk.
2006). E-Glassfiber yang ditambahkan pada bahan polimer dapat meningkatkan
kekuatan fleksural (Vojvodic dkk. 2008). Kekuatan tensile basis gigitiruan polimer
yang diperkuat dengan fiber glass lebih besar dibandingkan dengan basis gigitiruan
polimer yang tidak ditambahkan (Kanie dkk. 2000). Kekuatan fleksural, modulus
elastisitas basis gigitiruan dengan penambahan fiber glass yang diproses dengan
teknik injeksi dipengaruhi oleh konsentrasi dan panjang fiber, sedangkan kekuatan
impak hanya dipengaruhi oleh konsentrasi fiber glass.
Fiber yang ditambahkan pada bahan polimer berfungsi sebagai filler yang
dapat meningkatkan kekuatan mekanis bahan polimer tersebut, tetapi penggunaan
fiber pada bahan polimer yang digunakan didaerah yang mengandung air harus di
perhatikan bahwa fiber sebagai filler menimbulkan celah yang dapat memfasilitasi
difusi, oleh karena itu untuk mendapatkan ikatan yang baik antara fiber glass dan
matriks polimer adalah dengan menggunakan silane coupling agent (Gurbuz dkk.
2005).Silane berfungsi sebagai sebagai mediator dan adhesi antara bahan yang
berbeda seperti bahan organik dan bahan inorganik, matriks dengan dual reaksi

86

(Matinlinna dkk. 2004).Silanebiasa dikenal dengan primer coupling agent, tergantung
dari fungsi dan bahannya. Silane juga dapat digunakan sebagai surface treatment
agent bahan filler (Matinlinna dkk. 2004 ; Karacer dkk. 2003).
Silane yang diaplikasikan pada fiber glass akan menyingkirkan air yang
terdapat pada permukaan sehingga terdapat ikatan yang lebih stabil antara silane dan
fiber glass dari pada ikatan antara air dan fiber glass. Fungsi dari silane coupling
agent adalah untuk menyingkirkan air yang di adsorbsi dan menghasilkan ikatan
kimia yang kuat antara kelompok oksida pada permukaan fiber glass dan molekul
polimer dari resin. Silane coupling agent secara luas digunakan untuk mendapatkan
ikatan kimia tersebut dan rumus umumnya adalah : R – Si – X3, dimana R adalah
kelompok organo-fungsional, unit X adalah kelompok yang terhidrolisa yang
berikatan dengan silane. R – Si – X3mengalami hidrolisis sehingga menghasilkan
hasil akhir berupa silanol yaitu : R – Si – X3+ 3H2O R-Si (OH)

3 +

3HX.

Trihydroxy-silanols dapat menyingkirkan air pada permukaan fiber glassdengan
membentuk ikatan hidrogen dengan kelompok hidroksil pada permukaan fiber glass.
Pada saat fiber glass yang dilapis oleh silane mengalami kekeringan, air disingkirkan
dan reaksi kondensasi terjadi antara silanol dan permukaan. Pada saat ikatan ini
terjadi maka reaksi hidrolisis tidak dapat terjadi lagi. Hal ini akan menghasilkan
ikatan dan ketahanan terhadap air yang kuat. Tanpa silane coupling agent ikatan
tersebut akan rusak disebabkan air masuk ke dalam resin dan akan terjadi proses
readsorpsi pada permukaan fiber glass sehingga menyingkirkan resin. Ikatan akan
lebih kaku bila kelompok organo fungsional sangat pendek (Noort 2007).Silane yang

87

umum digunakan untuk bidang kedokteran gigi adalah a monofunctional γmethacryloxypropyltrimethoxysilane

(MPS).

Silane

MPS

digunakan

untuk

mendapatkan ikatan yang optimal (Matthews 1999; Matinlinna 2004; Noort
2007).Perawatan awal fiber glass dengan MPS akan menghasilkan ikatan kimia.
Sebuah penelitian menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) silanisasi Eglass fiber meningkatkan adhesi antara fiber dan bahan organik basis gigitiruan resin
akrilik. Kasus klinis yang menggunakan fiber glass yang di silanisasi dengan resin
akrilik sangat menjanjikan. Penelitian yang mengobservasi fiber glass yang
disilanisasi pada bahan komposit menunjukkan kekuatan ikatan yang tinggi. Hal ini
karena adanya formasi dari ikatan kovalen siloksan melalui pemberian silane
(Matinlinna dkk. 2004; Karacer dkk. 2003).
Matinlinna JP., dkk. (2004) menyatakan pemberian silane pada bahan filler
juga dapat meningkatkan sifat fisis dari suatu bahan komposit. Penelitian yang
membandingkan penyerapan air antara bahan aluminosilikat yang disilanisasi dan
tidak disilanisasi sebagai filler menunjukkan bahwa aluminosilikat yang disilinasasi
memiliki nilai penyerapan air yang lebih rendah (Matinlinna dkk. 2004). Penelitian
yang mengevaluasi penyerapan air pada bahan komposit yang ditambahkan fiber
glassyang disilanisasi dan yang tidak disilanisasi dengan konsentrasi fiber 5%, 10%,
15% dan 20%menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok yang
disilanisasi dan yang tidak disilanisasi (Gurbuz dkk. 2005).
Konsentrasi fiber glass yang ditambahkan pada resin akrilik dapat
mempengaruhi nilai penyerapan air suatu bahan polimer. Semakin tinggi konsentrasi

88

fiber glass yang digunakan maka nilai penyerapan air semakin rendah (Kortrakulkij
2008; Pollat & Vallitu 2003; Gurbuz dkk. 2005). Penyerapan air suatu bahan basis
gigitiruan polimer lebih rendah dengan ditambahkan fiber glass berbentuk anyaman
(Gurbuz dkk. 2005).
Penambahan fiber menurunkan nilai penyerapan air pada kedua bahan
gigitiruan Trim (Polyviniletilmetakrilat) dan Protemp (Bis akrilik komposit) (ALHabahbeh 2007).Fiber yang ditambahkan pada resin akrilik menunjukkan penurunan
penyerapan air yang signifikan disebabkan karena fiber bersifat hidrofobik sehingga
dapat mengantisipasi sifat resin akrilik yang hidrofilik (AL-Habahbeh 2007).Jumlah
air yang diserap oleh bahan berbasis resin bergantung dengan kandungan resin dan
kualitas ikatan antara resin sebagai matriks polimer dan fiber glass sebagai filler
(Noort 2007).
Ikatan antara fiber sebagai filler dan bahan polimer sebagai matriks juga
dipengaruhi oleh ukuran fiber dan jumlah fiber. Semakin panjang fiber yang
digunakan maka ikatan adhesi akan semakin lemah, dan semakin banyak fiber yang
digunakan juga akan menyulitkan penyatuan antara fiber dan matriks.Kekuatan daya
adhesi akan melemah antara fiber dengan matriks dengan semakin panjangnya fiber
karena terjadinya friksi mekanis pada permukaanfiber (Karacer dkk. 2003). Distribusi
fiber lebih homogen pada bahan yang di proses dengan teknik injeksidibandingkan
denganteknik kompresi (Pollat & Valittu 2003). Hal ini terjadi karena kekentalan
bahan yang diproses dengan kompresi lebih kental dibandingkan den