PERANAN KELUARGA TERHADAP KESEMBUHAN PENDERITA SKIZOFRENIA

PERANAN KELUARGA TERHADAP KESEMBUHAN PENDERITA SKIZOFRENIA

Debby Afradipta
Magister Profesi Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
afradiptadebby@gmail.com
PENDAHULUAN
Kepedulian dalam bentuk apa pun termasuk dukungan, sangat membantu seseorang yang sedang
sakit. Karena orang yang sedang sakit sangat membutuhkan dukungan dalam bentuk perhatian
dan lain sebagainya untuk penunjang kesembuhan mereka. Begitu juga dengan para penderita
skizofrenia dalam proses penyembuhannya. Dukungan serta peranan keluarganya diperlukan
untuk menekan sekecil mungkin angka relapse dan mengembalikan keberfungsian sosialnya
dengan harapan bisa menunjang kesembuhannya. Keluarga dapat mewujudkannya dengan
memberi bantuan berupa dukungan emosional, materi, nasehat, informasi, dan penilaian positif
yang sering disebut dengan dukungan keluarga. Adapun dukungan keluarga adalah sikap,
tindakan dan penerimaan keluarga terhadap klien yang merupakan tindak lanjut dari kepedulian
keluarga tersebut.
Disisi lain, penyakit skizofrenia bukanlah penyakit jiwa yang tidak dapat disembuhkan.
Peningkatan angka relapse pada pasien Skizofrenia pasca perawatan dapat mencapai 25% 50%. Tingginya persentase relapse tersebut maka dapat mempersulit kesembuhan penderita
skizofrenia. Ini tidak terlepas dari penanganan terhadap penderita skizofrenia yang bisa
memberikan pengaruh besar bagi pasien, terutama dukungan keluarga dalam memberikan
perawatan guna untuk menunjang kesembuhan para pasien.

Fenomena yang terjadi saat ini berbanding terbalik dengan yang seharusnya, yaitu
banyaknya keluarga yang menganggap bahwa jika ada anggota keluarganya yang menderita

1

penyakit skizofrenia di anggap sebagai aib keluarga dan memberikan respon negative dari
masyarakat sekitar. Tidak adanya kepedulian keluarga terhadap penderita skizofrenia ini juga
menimbulkan sikap keluarga yang cuek dan yang parahnya sampai bersikap tidak manusiawi
dengan anggota keluarganya sendiri. Akhirnya keluarga pun mengurung pasien di dalam rumah,
tidak diperbolehkan untuk keluar rumah, bahkan ada juga yang di pasung karena telah
mengganggu warga sekitar, sehingga terlihat bahwa sama sekali tidak ada dukungan yang
diberikan keluarga kepada penderita skizofrenia.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa, salah satu faktor penyebab terjadinya
kekambuhan yang dapat memperlambat proses penyembuhan pada penderita skizofrenia adalah
kurangnya peran serta dukungan sosial yang di berikan keluarga dalam perawatan terhadap
anggota keluarganya yang menderita penyakit ini. Salah satu penyebabnya adalah karena
keluarga tidak mengetahui cara menangani perilaku penderita di rumah. Hal ini juga disebabkan
keluarga jarang mengikuti proses keperawatan penderita karena jarang mengunjungi penderita di
rumah sakit dan tim kesehatan di rumah sakit juga jarang melibatkan keluarga.
Ada beberapa fakta mengejutkan bahwa di Kabupaten Semarang terdapat sepuluh

penderita penyakit jiwa yang dipasung oleh keluarganya selama kurun tahun 2012. Serta di
Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh juga terdapat tiga orang warga yang mengalami gangguan
jiwa yang masih dipasung oleh pihak keluarga. Pihak keluarga cendrung melakukan pasung
kepada orang gila itu sebab khawatir dapat melukai orang lain dan pihak keluarga sudah bosan
dan jenuh merawatnya, sehingga berinisiatif demikian. (sumber : kompas.com dan
diliputnews.com). Hal ini sangat miris jika dibiarkan seperti ini, karena hak asasi manusia sudah
tidak berlaku lagi, dan bahkan terhadap keluarga sendiri. Kejadian ini pun akan berdampak

buruk terhadap kesembuhan pasien skizofrenia karena keluarga sebagai orang terdekat hanya
memberi “tekanan” yang mungkin dapat memperburuk kesembuhan penderita skizofrenia.
Peranan keluarga diperlukan untuk menekan sekecil mungkin angka relapse dan
mengembalikan keberfungsian sosialnya. Keluarga dapat mewujudkannya dengan memberi
bantuan berupa dukungan emosional, materi, nasehat, informasi, dan penilaian positif yang
sering disebut dengan dukungan keluarga. (Ambari, 2010). Adapun dukungan keluarga adalah
sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap klien. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem
pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika diperlukan. (Friedman,
1998).
Dapat disimpulkan bahwa, skizofrenia bisa disembuhkan dengan adanya dukungan dari
orang terdekat dan keluarga. Karena dengan adanya dukungan dari keluarga maka, penderita

skizofrenia akan lebih bersemangat dalam menjalani proses penyembuhan. Keluarga merupakan
kelompok sosial terkecil, sehingga peranan keluarga merupakan dorongan terbesar pada proses
penyembuhannya. Dengan demikian, penelitan ini dianggap penting untuk dilakukan. Oleh sebab
itu, dalam penelitian ini di fokuskan untuk melakukan studi kajian literatur tentang bagaimana
peranan keluarga dalam menunjang kesembuhan penderita skizofrenia. Kajian dari beberapa
jurnal dan penelitian ialah pasien skizofrenia yang sedang menjalani rawat inap di RSJ dan
pasien yang sedang menjalani rawat jalan untuk kesembuhan mereka.
Skizofrenia

Skizofrenia merupakan gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai
dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan
kognitif, dan persepsi, dan gejala-gejala lainnya. Gejala skizofrenia ini akan menyebabkan pasien

skizofrenia mengalami penurunan fungsi ataupun ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya,
sangat terhambat produktivitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan orang lain. Prevelensi
penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3 – 1 persen dan biasanya timbul pada usia sekitar 18
– 45 tahun, namun ada juga yang berusia lebih dini. Mereka yang berusia 11 sampai 12 tahun
sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka
diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita skizofrenia (Arif, 2006).
Sedangkan menurut DSM IV TR (APA, 2000) Skizofrenia adalah gangguan yang terjadi

dalam durasi paling sedikit selama 6 bulan, dengan 1 bulan fase aktif simtom (atau lebih) yang
diikuti munculnya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisir, dan adanya perilaku
yang katatonik serta adanya simtom negative. Skizofrenia juga ditandai oleh distorsi pikiran dan
persepsi yang mendasar dan khas oleh afek yang tidak wajar (inappropiate) atau tumpul (Depkes
RI, 1993).
Pasien dapat kehilangan pekerjaan, teman dan minat, karena mereka tidak mampu
berbuat sesuatu, bahkan ada pasien yang hidup menggelandang dijalan atau dipasung dirumah.
Berdasarkan data dari American Psychiatric Association (APA) (2000), menyebutkan bahwa 1%
populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. Menurut data hasil penelitian, di Indonesia
terdapat sekitar 1-2% penduduk yang menderita skizofrenia.
Ada beberapa kriteria diagnostik Skizofrenia di dalam DSM IV TR (APA, 2000) antara
lain karakteristik simtom yang terdapat dua (atau lebih) dari kriteria di bawah ini, masing-masing
ditemukan secara signifikan selama periode satu bulan (atau kurang, bila berhasil ditangani)
1) Delusi (waham)
2) Halusinasi

3) Pembicaraan yang tidak terorganisasi (misalnya, topiknya sering menyimpang atau tidak
berhubungan)
4) Perilaku yang tidak terorganisasi secara luas atau munculnya perilaku katatonik yang jelas
5) Simtom negatif; yaitu adanya afek yang datar, alogia atau avolisi (tidak adanya kemauan).

Kekambuhan adalah istilah medis yang mendiskripsikan tanda-tanda dan gejala
kembalinya suatu penyakit setelah suatu pemulihan yang jelas. Penyebab kekambuhan pasien
skizofrenia adalah faktor psikososial yaitu pengaruh lingkungan keluarga maupun sosial. Konflik
dari keluarga bisa menjadi pemicu stress seseorang. Keadaan itu semakin parah jika lingkungan
sosialnya tidak mendukung.
Keluarga

Keluarga adalah rumah tangga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan yang
menyediakan fungsi-fungsi instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi
para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan (Lestari, 2014). Adanya keluarga maka setiap
orang tua harus bertanggung jawab memikirkan dan mengusahakan agar senantiasa tercipta dan
terpelihara suatu hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak, efektif serta menambah
kebaikan di dalam kehidupan berkeluarga. Keluarga juga bertanggung jawab dalam membina
kepribadian anak yang ditentukan lewat interaksi sosial, hal ini disebut dengan fungsi sosialisasi
keluarga. Keluarga sebagai sumber dukungan sosial dapat menjadi faktor kunci dalam
penyembuhan penderita gangguan jiwa. Walaupun anggota keluarga tidak selalu merupakan
sumber positif dalam kesehatan jiwa, mereka paling sering menjadi bagian penting dalam
penyembuhan. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan
penderita. Peran serta keluarga sejak awal asuhan di rumah sakit akan meningkatkan kemampuan
keluarga merawat penderita di rumah sehingga kemungkinan kambuh dapat dicegah,


Pasca perawatan biasanya penderita akan dikembalikan pada lingkungan keluarga.
Penerimaan kembali oleh keluarga sangat besar artinya dalam mendukung kesembuhan pasien
skizofrenia. Untuk keberhasilan suatu pengobatan yang diberikan kepada pasien, tidak hanya
mengandalkan kemampuan seorang tenaga medis dalam menentukan diagnosis dan memberikan
obat yang tepat tetapi juga harus memperhatikan hal-hal lain yaitu kondisi pasien itu sendiri dan
pengaruh lingkungan sekitar khususnya dukungan keluarga. Peran keluarga terhadap penderita
skizofrenia merupakan serangkaian tindakan yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang
diberikan dalam keluarganya. Sebagian besar peran keluarga yang diberikan sebagai pendorong,
sahabat, pendamai, penyalah, dominator, pengasuh keluarga, terapi keluarga dan perawatan
selama dirumah sesuai dengan teori peran keluarga menurut Friedman (1998).
Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan keperawatan yang diperlukan
klien di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit dengan sia - sia jika tidak diteruskan di
rumah Peran serta keluarga sejak awal asuhan di rumah sakit adalah meningkatkan dan
memberdaya kemampuan keluarga secara mandiri dalam merawat klien di rumah (Kelliat, 2011).
METODE PENELITIAN
Narrative Review biasanya dipakai untuk mengkaji review literatur secara umum. Biasanya

kurang sistematis serta kurang trasnparan tentang bagaimana peneliti melakukan proses sintesis
dari berbagai hasil penelitian. Narrative Review biasanya berupa kajian dari berbagai hasil

penelitian yang terkait dengan tema atau judul yang akan dikaji (Popay, 2006).
Narrative Review dari penelitian – penelitian terkait dengan bagaimana peranan keluarga

(caregiver) terhadap anggota keluarganya yang menderita penyakit jiwa skizofrenia, meliputi
beberapa tahap. Diawali dengan mencari serta memilih penelitian-penelitian yang relevan

dengan topik yang akah dikaji, berdasarkan dengan analisis secara garis besar terhadap hasil
penelitiannya.
Hasil Narrative Review

Gambaran keluarga terhadap kesembuhan penderita skizofrenia dapat dijabarkan sebagai berikut:
Beban Keluarga

Penelitian pada gambaraan caregiver penderita skizofrenia di sebuah poliklinik di
semarang yang dilakukan oleh Fitrikasari,dkk (2012) dan Gitasari & Savira (2015) menunjukan
bahwa perawatan pada penderita skizofrenia menimbulkan beban di dalam keluarga. Hal ini juga
dipengaruhi oleh stress, kemampuan coping dan penerimaan atau anggapan terhadap perawatan
penderita itu sendiri. Perasaan tidak nyaman caregiver sangat menonjol karena setiap hari harus
merawat penderita yang kurang mandiri khususnya dalam kegiatan sehari-hari dan juga
kebutuhan untuk berobat/meminum obat. Dari segi finansial, hal ini juga berpengaruh karena

kebutuhan dan beban keuangan keluarga juga akan meningkat. Mendapatkan perlakuan dan
sikap negatif dari orang sekitar khususnya tetangga atau orang sekampung. Hal ini juga menjadi
beban tersendiri untuk keluarga yang merawat penderita skizofrenia. Sehingga ketika penderita
skizofrenia menjadi beban di dalam keluarga, ini juga akan berpengaruh besar terhadap proses
kesembuhan para penderita.
Pengetahuan dan Ekspresi Emosi Keluarga

Salah satu faktor penyebab kekambuhan penderita skizofrenia adalah perilaku keluarga
yang tida tahu cara merawat dan menangani pasien di rumah. Perawatan di rumah sakit jika tidak
dilanjutkan dengan baik oleh keluarga ketika pasien berada dirumah akan menimbulkan
kekambuhan bagi penderita. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Fadli dan Mitra (2013)

terkait dengan pengetahuan, ekspresi emosi serta frekuensi kekambuhan penderita skizofrenia
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan keluarga yang semakin rendah menyebabkan frekuensi
kekambuhan penderita skizofrenia semakin bertambah. Keluarga perlu memiliki pengetahuan
terkait dengan pemahaman tentang skizofrenia, faktor penyebabnya, cara pemberian obat dan
dosisnya, efek samping dari pengobatan, gejala kekambuhan serta sikap yang perlu ditunjukkan
dan dihindari selama merawat pasien di rumah. Hasil yang selanjutnya ialah ekspresi emosi
keluarga yang tinggi menyebabkan frekuensi kekambuhan bertambah. Ketika keluarga
memperlihatkan emosi yang diekspresikan secara berlebihan, misalnya klien diomeli atau

dikekang dengan atuan berlebihan, maka kemungkinan kambuh akan semakin besar.
Sikap Keluarga

Jika dilihat dari sikap keluarga terhadap penderita skizofrenia, terdapat dalam sebuah
penelitian yang menunjukkan bahwa keluarga bersikap baik yakni 25 – 50 %. Sikap keluarga
dalam penelitian tersebut adalah afek atau penilaian positif atau negatif terhadap suatu objek
sebagai upaya untuk memberi dukungan atau merawat pasien dengan cara meningkatkan
pengetahuan, karena sikap dan perilaku seseorang ditentukan oleh tingkat pengetahuan yang
dimiliki. Hasilnya dapat disimpulkan bahwa sikap yang baik pada keluarga dapat mencegah
kekambuhan pasien skizofrenia. Sehingga keluarga mampu berperan dalam meningkatkan
kesehatan maupun perilaku para penderita skizofrenia di rumah. (Wulansih & Widodo, 2008).
Dukungan Keluarga

Dukungan yang dimiliki oleh seseorang dapat mencegah berkembangnya masalah akibat
tekanan yang dihadapi. Seseorang dengan dukungan yang tinggi akan lebih berhasil menghadapi
dan mengatasi masalahnya dibanding dengan yang tidak memiliki dukungan (Taylor, 1995).
Seseorang dengan Skizofrenia dengan ketidakmampuan melakukan fungsi sosial tentunya sangat

memerlukan adanya dukungan untuk menjadi individu yang lebih kuat dan menghargai diri
sendiri sehingga dapat mencapai taraf kesembuhan yang lebih baik dan meningkatkan

keberfungsian sosialnya. Tanpa dukungan keluarga pasien akan sulit sembuh, mengalami
perburukan dan sulit untuk bersosialisasi. Menurut Nurdiana dkk (2007) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa dukungan keluarga yang tinggi dapat disebabkan oleh karena keluarga telah
banyak memperoleh informasi mengenai penyakit Skizofrenia melalui media informasi (koran,
televisi, radio) dan orang lain (teman, kerabat).
PENUTUP
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada setiap
keadaan pasien. Dalam menghadapi dan menangani penderita, keluarga dapat menampilkan
ekspresi emosi yang proporsional seperti sabar, menerima penderita, memberikan respons yang
positif kepada penderita, menghargai penderita sebagai anggota keluarga dan tidak terlalu
melindungi. Bagi keluarga, mencari berbagai referensi dan pengetahuan tentang skizofrenia dan
berperan serta dalam memberikan dukungan kepada penderita skizofrenia.
Perlu wadah konsultasi psikologis dan perawatan bagi keluarga penderita skizofrenia
sehingga dapat meningkatkan pengetahuan, mampu mengatasi kesulitan dan permasalahan ketika
menghadapi penderita di rumah. Pelatihan manajemen emosi diberikan kepada keluarga
sehingga keluarga dapat mengendalikan, mengontrol emosi, serta dapat menampilkan ekspresi
emosi yang proporsional dalam menghadapi dan menangani penderita skizofrenia. Usaha lainnya
dengan program intervensi keluarga juga terbukti efektif menurunkan tingkat kekambuhan para
penderita skizofrenia Meningkatkan upaya promotif dan preventif melalui program penyuluhan
kesehatan, family gathering, kunjungan rumah (home visit), pelatihan kepada keluarga untuk

menangani penderita skizofrenia dan program pendampingan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA
Agus, D. (2001). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pasien Skizofrenia di RSJP Jakarta dan
Sanatorium Dharmawangsa dalam Pemilihan Jalur Pelayanan Kesehatan Pertama Kali
dan Keterlambatan Kontak ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan Jiwa. Dipublikasikan

dalam http. www.google.php.htm.
Antara.

(2012).

“Tiga

Orang

Gila

Dipasung

di

Aceh

Barat”.

1

April

2016.

http://diliputnews.com/read/9810/tiga-orang-gila-dipasung-di-aceh-barat.html
Ambari, P. K. M. (2010). Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Keberfungsian Sosial
Pada Pasien Skizofrenia Pasca Perawatan Di Rumah Sakit. Skripsi Fakultas Psikologi.

Universitas Diponegoro Semarang.
American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and Stastistical Manual of Mental
Disorder 4th Ed. Text Revision. Washington, DC: American Psychiatric Assosiation.

Arif, I.S. (2006). Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung: Refika Aditama
Davidson, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M. (2012). Psikologi Abnormal (Ed. 9, Cet.3). Jakarta:
Rajawali Pers
Depkes RI, (1993). Pedoman dan Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Indonesia .
Depkes. Jakarta.
Fadli, S., M. & Mitra. (2013). Pengetahuan dan ekspresi emosi keluarga serta frekuensi
kekambuhan penderita skizofrenia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 7 (10). 466 –
470.
Fitrikasari, A., dkk. (2012). Gambaran beban caregiver penderita skizofrenia di poliklinik rawat
jalan RSJ amino gundohutomo Semarang. Medica Hospitalia Original Article. 1 (2). 118
– 122.
Friedman, C. 1998. Social Support. American Press. New York.
Gitasari, N. & Savira, S., I. (2015). Pengalaman family caregiver orang dengan skizofrenia.
Journal Character UNESA. 3 (2). 1 – 8.

Kelliat, B., A. (2011). Manajement Kasus Gangguan Jiwa CMHN (Intermediate Course). Jakarta
: EGC.
Lestari, S. (2014). Psikologi keluarga: penanaman nilai & penanganan konflik dalam keluarga.
Jakarta: Kencana.
Munir, S. (2013). “Di Kabupaten Semarang, 10 Orang Gila Dipasung”. 1 April 2016.
http://regional.kompas.com/read/2013/03/21/05431867/Di.Kabupaten.Semarang.10.Orang
.Gila.Dipasung
Nurdiana, dkk. (2007). Peran Serta Keluarga Terhadap Tingkat Kekambuhan Klien Skizofrenia.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 3 (1).

Popay, J, dkk (2006) Guidance on the Conduct of Narrative Synthesis in Systematic Reviews,
http://www.researchgate.net/publication/233866356_Guidance_on_the_conduct_of_narrat
ive_synthesis_in_systematic_reviews_A_product_from_the_ESRC_Methods_Programme
/file/72e7e5231e8f3a6183.pdf.
Taylor, S.E. 1995. Health Psychology 3rd Edition. Singapore : Mc.Graw Hill.
Wulansih, S., & Widodo., A. (2008). Hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap keluarga
dengan kekambuhan pada pasien skizofrenia di RSJD Surakarta. Berita Ilmu Keperawatan.
1 (4). 181 – 186.