Identifikasi Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat

TINJAUAN PUSTAKA

Mangove
a. Karakteristik Ekosistem Mangrove
Hutan

mangrove

adalah

sebutan

umum

yang

digunakan

untuk

menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh

beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai
kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove merupakan tipe
hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi
oleh pasang surut air laut. Jenis vegetasi yang tumbuh merupakan jenis vegetasi
yang sanggup beradaptasi dengan perubahan kondisi yang berubah-ubah (Rumapea,
2005).
Mangrove tumbuh pada pantai yang terlindung atau pantai yang datar.
Biasanya di tempat yang tidak ada muara sungainya ekosistem mangrove terdapat
agak tipis, yang alirannya banyak mengadung lumpur dan pasir. Mangindaan, dkk
(2012),

menjelaskan bahwa karakteristik ekosistem mangrove, adalah sebagai

berikut:
1. Ekosistem mangrove umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis
tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir.
2. Ekosistem mangrove hidup di daerah yang tergenang air laut secara berkala,
baik setiap hari maupun tergenang hanya saat pasang purnama. Frekuensi
genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove.
3. Ekosistem mangrove menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.

4. Ekosistem mangrove terlindung dari gelombang dan arus pasang surut yang
kuat. Air bersalinitas payau (2-22 ‰) hingga asin (mencapai 38 ‰).

Universitas Sumatera Utara

5. Ekosistem mangrove banyak ditemukan di pantai teluk yang dangkal, estuari,
delta dan daerah pantai yang terlindung.
b. Zonasi Penyebaran Mangrove
Pertumbuhan komunitas vegetasi mangrove secara umum mengikuti suatu
pola zonasi. Pola zonasi berkaitan erat dengan faktor lingkungan seperti tipe tanah
(lumpur, pasir atau gambut), keterbukaan terhadap hempasan gelombang, salinitas
serta pengaruh pasang surut (Dahuri, 2003).
Lebih lanjut lagi Bengen (2002), menguraikan bahwa hutan mangrove
terbagi atas beberapa zonasi yang paling umum, yaitu:
a) Daerah yang paling dekat dengan laut dan substrat agak berpasir, sering
ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini, Avicennia spp biasanya
berasosiasi dengan Sonneratia spp. yang dominan tumbuh pada substrat lumpur
dalam yang kaya bahan organik.
b) Lebih ke arah darat, ekosistem mangrove umumnya didominasi oleh jenis
Rhizophora spp. Pada zona ini juga dijumpai Bruguiera spp., dan Xylocarpus

spp.
c) Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
d) Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah, biasa
ditumbuhi oleh Nypa fruticants dan beberapa jenis palem lainnya.
Manfaat Ekosistem Mangrove
Manfaat ekonomis dari ekosistem mangrove bagi masyarakat sekitarnya
adalah sebagai sumber mata pencaharian yakni dengan menjadikan mangrove
sebagai bahan mentah untuk dapat diolah menjadi komoditi yang bisa menambah
kesejahteraan penduduk setempat. Seperti memproduksi berbagai jenis hasil hutan

Universitas Sumatera Utara

dan turunannya, antara lain kayu bakar, arang, obat-obatan, makanan, minuman,
peralatan rumah tangga, bahan baku tekstil dan tempat rekreasi (Muhaerin, 2008).
Kegiatan

pemanfaatan

ekosistem


mangrove

yang

lestari,

sangat

berpengaruh bagi peningkatan taraf hidup ekonomi masyarakat pesisir. Bukan tidak
mungkin mereka yang selama ini terus membuka lahan mangrove untuk tambak,
perkebunan dan sebagainya menjadi pengelola ekowisata mangrove di kawasan
hutan mangrove dan memanfaatkan hasil hutan mangrove secara bijaksana
(Wijayanti, 2011).
Hutan mangrove merupakan bagian ekosistem pesisir yang menyediakan
sumberdaya alam produktif, baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan
energi seperti minyak dan gas serta batubara, media komunikasi maupun kawasan
rekreasi atau pariwisata. Peranan hutan mangrove dalam kehidupan ditunjukkan
oleh fungsi mangrove terkait aspek sosio-ekologis, sosio-ekonomis, dan sosiokultural. Fungsi ekologis hutan mangrove yang paling menonjol adalah sebagai
pelindung garis pantai dan kehidupan di belakangnya dari gempuran tsunami dan
angin, mencegah terjadinya salinasi pada wilayah-wilayah di belakangnya, dan

sebagai habitat bagi biota perairan. Secara ekonomis, pemanfaatan hutan mangrove
berasal dari hasil kayunya sebagai kayu bangunan, kayu bakar dan bahan kertas
serta hasil hutan bukan kayu, selain juga difungsikan sebagai kawasan wisata alam
pantai. Secara sosial, hutan mangrove juga berfungsi melestarikan keterkaitan
hubungan sosial dengan masyarakat lokal, sebagai tempat mencari ikan, kepiting,
udang, dan bahan obat-obatan (Sawitri, dkk., 2013).
Secara ekologis hutan mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan dan
daerah pembesaran berbagai jenis ikan, udang, kerang-kerangan, dan spesies

Universitas Sumatera Utara

lainnya. Selain itu serasah mangrove yang jatuh di perairan menjadi sumber pakan
biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan produktivitas perikanan di
perairan pesisir dan laut. Hutan mangrove dengan sistem perakaran dan canopy
yang rapat serta kokoh berfungsi sebagai pelindung daratan dari gempuran
gelombang, tsunami, angin topan dan perembesan air laut (Rumapea, 2005).
c. Manfaat Ekosistem Mangrove untuk Ekowisata
Mangrove sebagai tempat wisata selain mempunyai fungsi sebagai tempat
wisata atau rekreasi juga mempunyai fungsi lain antara lain :
1. Areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan

lingkungan.
2. Terdapat perlindungan plasma nutfah.
3. Sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro.
4. Pengatur tata air.
Semuanya hanya bertujuan untuk pelestarian lingkungan terhadap hutan
mangrove yang banyak sekali manfaat dan kegunaannya serta dapat memberikan
masukan tambahan pendapatan daerah apabila tempat tersebut sukses menjadi
kawasan wisata mangrove (Supardjo, 2008).
Ekowisata
a. Prinsip Ekowisata
Pencadangan ataupun penetapan suatu daerah menjadi kawasan ekowisata
bertujuan untuk mengharmonisasikan antara kebutuhan ekonomi masyarakat
dengan keinginan untuk melestarikan sumberdaya alamnya, sehingga dalam
perkembangannya kawasan ekowisata telah dimanfaatkan dengan berbagai tujuan
seperti sebagai tempat penelitian, perlindungan alam, pelestarian spesies dan

Universitas Sumatera Utara

keragaman genetik, kegiatan wisata, kegiatan pendidikan lingkungan serta
perlindungan unsur alam atau budaya yang spesifik (Bato, dkk., 2013).

Saifullah (2013) mengemukakan bahwa ada 11 butir prinsip-prinsip
ekowisata :
1.

Perjalanan ke suatu tempat alami (involves travel to natural destinations).

2.

Sering kali tempat wisata tersebut jauh, ada penduduk atau tak ada penduduk,
dan biasanya lingkungan tersebut dilindungi.

3.

Meminimalkan dampak negatif (minimized impact).

4.

Pariwisata menyebabkan kerusakan, tetapi ekoturisme berusaha untuk
meminimalkan dampak negatif yang bersumber dari hotel, jalan dan
infrastruktur lainnya. Meminimalkan dampak negatif dapat dilakukan melalui

pemanfaatan material/sumberdaya setempat yang dapat di daur ulang, sumber
energi yang terbaharui, pembuangan dan pengolahan limbah dan sampah
yang aman, dan menggunakan arsitektur yang sesuai dengan lingkungan
(landscape) dan budaya setempat, serta memberikan batas/jumlah wisatawan
sesuai daya dukung obyek dan pengaturan perilaku.

5.

Membangun

kepedulian

terhadap

lingkungan

(build

environmental


awareness). Unsur penting dalam ekoturisme adalah pendidikan, baik kepada
wisatawan maupun masyarakat penyangga obyek. Sebelumnya semua pihak
yang terintegrasi dalam perjalanan wisata alam harus dibekali informasi
tentang karakteristik obyek dan kode etik sehingga dampak negatif dapat
diminimalkan.
6.

Memberikan beberapa manfaat finansial secara langsung kepada kegiatan
konservasi (provides direct financial benefit for conservations).

Universitas Sumatera Utara

7.

Ekoturisme

dapat

membantu


menigkatkan

perlindungan

lingkungan,

penelitian dan pendidikan melalui mekanisme penarikan biaya masuk dan
sebagainya.
8.

Memberikan

manfaat/keuntungan

finansial

dan

pemberdayaan


pada

masyarakat lokal (provides financial benefit and enpowerment for local
people). Masyarakat akan merasa memiliki dan peduli terhadap kawasan
konservasi apabila mereka mendapatkan manfaat yang menguntungkan, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Keadaan ekoturisme di suatu
kawasan harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat
(local community walfare). Manfaat finansial dapat dimaksimalkan melalui
pemberdayaan atau peningkatan kapasitas masyarakat lokal, baik dalam
pendidikan, wirausaha permodalan dan manajemen.
9.

Menghormati budaya setempat (respect local culture).

10. Ekoturisme disamping ramah lingkungan, juga tidak bersifat destruktif,
intrusif, polutan dan eksploitatif terhadap budaya setempat, yang justru
merupakan salah satu “core” bagi pengembangan kawasan ekoturisme.
11. Mendukung gerakan hak azasi manusia dan demokrasi (support human right
and democratic movement).
b. Prinsip Pengembangan Ekowisata
Keberadaan ekowisata membawa pengaruh positif bagi masyarakat sekitar,
terutama di permukiman nelayan dalam hal peningkatan kesejahteraan lingkungan
desa. Pembangunan dalam konteks penataan dan pengembangan wilayah adalah
berbagai jenis kegiatan, baik yang mencakup sektor pemerintah maupun

Universitas Sumatera Utara

masyarakat dilaksanakan dalam rangka memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup
masyarakat (Nugrahanti dkk., 2012).
Suatu strategi yang ditempuh pemerintah untuk mengembangkan sektor
pariwisata adalah dengan mencari, membangun, dan mengembangkan ODTW
(Obyek dan Daya Tarik Wisata) baru. Setiap tempat, lokasi atau kawasan yang
dianggap berpotensi, akan dikembangkan menjadi ODTW, sehingga diharapkan
semakin banyak wisatawan yang berkunjung kedaerah tersebut (Alfira, 2014).
Suwargana (2008), menyebutkan ada delapan prinsip pengembangan
ekowisata yakni :
1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam
dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan
karakter alam dan budaya setempat.
2. Pendidikan konservasi lingkungan bertujuan untuk mendidik wisatawan dan
masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. proses ini dapat
dilakukan langsung di alam.
3. Pendapatan langsung untuk kawasan dimaksudkan untuk kawasan yang
digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelolaan kawasan pelestarian
dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dapat
digunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan
kualitas kawasan perairan alam.
4. Prinsip

masyarakat

dalam

perencanaan.

Masyarakat

diajak

dalam

merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula didalam pengawasan,
peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif.

Universitas Sumatera Utara

5. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi
masyarakat

dari kegiatan ekowisata mendorong

masyarakat

menjaga

kelestarian alam.
6. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan termasuk
pengembangan fasilitas atau utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan
alam.
7. Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya
dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun
mungkin

permintaan

sangat

banyak,

tetapi

daya

dukunglah

yang

membatasinya.
8. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara, Apabila suatu
kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja
wisatawan didorong sebesar - besarnya dinikmati oleh negara atau pemerintah
daerah setempat.

c. Potensi Ekowisata Mangrove
Menurut Cresswell dan Semeniuk, (2011), alternatif pemanfaatan ekosistem
mangrove yang paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem ini meliputi:
penelitian ilmiah (scientific research), pendidikan (education), dan rekreasi
terbatas/ ekoturisme (limited recreation/ecoturism).
Menurut Mulyadi dan Fitriani (2011), potensi rekreasi dalam ekosistem
mangrove antara lain :
1. Bentuk perakaran yang khas yang umum ditemukan pada beberapa jenis
vegetasi mangrove seperti akar tunjang (Rhizophora spp.), akar lutut

Universitas Sumatera Utara

(Bruguiera spp.), akar pasak (Sonneratia spp., Avicenia spp.), akar papan
(Heritiera spp.).
2. Buah yang bersifat viviparious (buah berkecambah semasa masih menempel
pada pohon) yang terdapat di beberapa jenis vegetasi mangrove seperti
Rhizophora spp. dan Ceriops spp.
3. Adanya zonasi yang sering berbeda mulai dari pinggir pantai sampai
pedalaman (transisi zonasi).
4. Berbagai jenis fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove seperti
beraneka ragam jenis burung, serangga dan primata yang hidup di tajuk pohon
serta berbagai jenis fauna yang hidup di dasar mangrove seperti babi hutan,
biawak, buaya, ular, udang, ikan, kerang-kerangan, keong, kepiting dan
sebagainya.
5. Atraksi adat istiadat masyarakat setempat yang berkaitan dengan sumberdaya
mangrove.
6. Hutan-hutan mangrove yang dikelola secara rasional untuk pertambakan
tumpang sari dan pembuatan garam, bisa menarik wisatawan. Potensi ini dapat
dikembangkan untuk kegiatan lintas alam, memancing, berlayar, berenang,
pengamatan jenis burung dan atraksi satwa liar, fotografi, pendidikan, piknik
dan berkemah, serta adat istiadat penduduk lokal yang hidupnya bergantung
pada keberadaan hutan mangrove.
d. Sifat Pengunjung Ekowisata
Menurut Muhaerin (2008), sifat dan karakteristik dari ekowisatawan adalah
mempunyai rasa tanggung jawab sosial terhadap daerah wisata yang dikunjunginya.
Kunjungan yang terjadi dalam satu satuan tertentu yang mereka lakukan tidak

Universitas Sumatera Utara

hanya terbatas pada sebuah kunjungan dan wisata saja. Wisatawan ekowisata
biasanya lebih menyukai perjalanan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga
tidak mengganggu lingkungan disekitarnya. Daerah yang padat penduduknya atau
alternatif lingkungan yang serba buatan dan prasarana lengkap kurang disukai
karena dianggap merusak daya tarik alami. Secara khusus, ekowisatawan
mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Menyukai lingkungan dengan daya tarik utama adalah alam dan budaya
masyarakat lokal, dan mereka juga biasanya mencari pemandu yang berkualitas.
2. Kurang memerlukan tata krama formal (amenities) dan juga lebih siap
menghadapi ketidaknyamanan, meski mereka masih membutuhkan pelayanan
yang sopan dan wajar, sarana akomodasi dan makanan yang bersih.
3. Sangat menghargai nilai-nilai (high value) dan berani membayar untuk suatu
daya tarik yang mempesona dan berkualitas.
4. Menyukai daya tarik wisata yang mudah dicapai dengan batasan waktu tertentu
dan mereka tahu bahwa daya tarik alami terletak didaerah terpencil.
e. Partisipasi Masyarakat Lokal dan Pengelola Ekowisata
Ekosistem mangrove mempunyai sifat yang unik dan khas, dengan fungsi
dan manfaat yang beraneka ragam bagi manusia serta mahluk hidup lainnya. Dalam
rangka melestarikan fungsi biologis dan ekologis ekosistem hutan mangrove, maka
diperlukan suatu pendekatan yang rasional di dalam pemanfaatannya, dengan
melibatkan masyarakat di sekitar kawasan. Pelibatan masyarakat dalam pengeloaan
hutan mangrove merupakan salah satu langkah awal dalam mewujudkan pelestarian
hutan mangrove yang berkelanjutan (Wiharyanto dan Asbar, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Untuk meningkatkan pengelolaan ekosistem mangrove, perlu dilibatkan
masyarakat dalam menyusunan proses perencanaan dan pengelolaan ekosistem ini
secara lestari. Dalam pengelolaan secara lestari dapat dikembangkan metodemetode sosial budaya masyarakat setempat yang bersahabat dengan ekosistem
mangrove, dalam bentuk penyuluhan, penerangan dan membangkitkan kepedulian
masyarakat

dalam

berperan

serta

mengelola

ekosistem

mangrove

(Purnomo, dkk., 2013).
Menurut Candrea (2013), manfaat dari partisipasi masyarakat dalam sebuah
rencana pembangunan adalah sebagai berikut :
a. Masyarakat

mendapat

informasi

mengenai

rencana

pembangunan

di

daerahnya.
b. Masyarakat akan ditingkatkan pengetahuan mengenai masalah lingkungan,
pembangunan dan hubungannya.
c. Masyarakat dapat menyampaikan informasi dan pendapat atau persepsinya
terhadap pemerintahan terutama masyarakat di tempat pembangunan yang
terkena dampak langsung.
d. Dapat menghindari konflik di antara pihak-pihak yang terkait.
e. Masyarakat akan dapat menyiapkan diri untuk menerima manfaat yang akan
dapat dinikmati dan menghindari dampak negatifnya.
f. Akan meningkatkan perhatian dari instansi pemerintah yang terkait pada
masyarakat setempat.

Universitas Sumatera Utara

f. Strategi Pengelolaan Ekowisata
Pengelolaan potensi ekowisata merupakan upaya untuk memanfaatkan
hingga mendayagunakan potensi-potensi wisata khususnya potensi ekowisata untuk
kepentingan pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Konsep
pengelolaan ekowisata secara umum serupa dengan konsep pengelolaan kegiatan
yang berhubungan dengan pemanfaatan potensi alam. Sejumlah kawasan yang
memiliki daya tarik wisata alam yang umumnya merupakan daerah yang ditetapkan
sebagai pusat kegiatan pelestarian sumberdaya dan lingkungan. Untuk itu dalam
pemanfaatan nantinya perlu menerapkan prinsip pelestarian lingkungan. Seringkali
dalam upaya untuk memanfaatkan dan mengelola potensi ekowisata yang ada pihak
pengelola dihadapkan pada masalah klasik seperti lemahnya dalam pemantauan
kualitas lingkungan, kondisi sarana dan prasarana dan kurangnya kemampuan SDM
dalam menjaga sumberdaya lingkungan yang ada. Untuk itu perlu adanya
pengembangan kondisi sarana dan prasarana serta peningkatan kuliatas SDM dalam
meningkatkan kegiatan ekowisata (Muttaqin dkk., 2011).
Penggunaan istilah strategi mengacu kepada istilah Strategi Generik
dikemukakan oleh Porter (1980), diacu oleh Sudiarta (2006), Berdasarkan
penggambaran definisi strategi, ekowisata dan pengelolaan ekowisata pada sub bab
sebelumnya, ditetapkan pengertian strategi pengelolaan potensi ekowisata yaitu:
rangkaian upaya–upaya strategis yang harus dilakukan untuk mengelola potensi
ekowisata sehingga dapat memberikan manfaat bagi kelestarian alam dan
kesejahteraan masyarakat sekitar.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Vegetasi Mangrove dan Keanekaragaman Jenis Ikandi Kawasan Mangrove Desa Lubuk Kertang Kecamatan Pangkalan Brandan Barat Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 1 18

Analisis Vegetasi Mangrove dan Keanekaragaman Jenis Ikandi Kawasan Mangrove Desa Lubuk Kertang Kecamatan Pangkalan Brandan Barat Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 5 3

Analisis Vegetasi Mangrove dan Keanekaragaman Jenis Ikandi Kawasan Mangrove Desa Lubuk Kertang Kecamatan Pangkalan Brandan Barat Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 0 8

Analisis Vegetasi Mangrove dan Keanekaragaman Jenis Ikandi Kawasan Mangrove Desa Lubuk Kertang Kecamatan Pangkalan Brandan Barat Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 0 5

Identifikasi Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat

0 0 15

Identifikasi Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat

0 1 2

Identifikasi Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat

0 2 3

Identifikasi Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat Chapter III V

1 1 40

Identifikasi Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat

0 4 3

Identifikasi Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat

0 0 15