Identifikasi Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat Chapter III V

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September 2016-Januari 2017
di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat,
Kabupaten Langkat, Sumatera Utara yang terletak pada 04o02’34,25” LU04o05’27,11” LU dan 98o14’57,92” BT- 98o18’37,87” BT.

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Desa Lubuk Kertang
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tali rafia, plastik, karet
gelang, pisau, kertas label, ekosistem mangrove yang akan diamati dan kuisioner
untuk mendapatkan data primer serta sekunder. Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kamera digital, buku tulis, alat tulis, Global Positioning

Universitas Sumatera Utara

System (GPS), kompas, rol meter kain, tonggak kayu, dan buku panduan
identifikasi mangrove di Indonesia.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan
data sekunder yang dikelompokan menjadi empat kelompok jenis data. Kelompok

jenis data tersebut terdiri atas terbagi ke dalam dua faktor yakni faktor sosial dan
faktor biologi. Dari segi faktor sosial, terbagi ke dalam dua bagian yakni
masyarakat dan pengunjung. Untuk bagian masyarakat, terdapat empat variabel
diantaranya; karakteristik masyarakat pemanfaat ekosistem mangrove, kegiatan
pemanfaatan ekosistem mangrove, pemahaman dan persepsi masyarakat serta
keterlibatan masyarakat. Sementara pada bagian pengunjung, terdapat tiga variabel
diantaranya; karakteristik pengunjung, pemahaman dan persepsi pengunjung serta
keinginan pengunjung berwisata mangrove. Faktor yang kedua yaitu faktor biologi
dimana terdapat dua bagian diantaranya; potensi sumberdaya mangrove (ketebalan
& kerapatan) serta keberadaan obyek biota ekosistem mangrove.
a. Metode Pengamatan Ekosistem Mangrove
Lokasi yang ditentukan untuk pengamatan vegetasi mangrove harus dapat
mewakili setiap zona mangrove yang terdapat di wilayah kajian (Bengen, 2002).
Data vegetasi mangrove yang diambil berupa data primer dan data sekunder.
Penentuan lokasi stasiun pengamatan di Desa Lubuk Kertang, Dusun Paluh
Tabuhan, Ekowisata Mangrove Bakau Mas dilakukan dengan metode purposive
sampling

yaitu


menentukan

perwakilan

dari

setiap

zonasi

dengan

mempertimbangkan apakah suatu lokasi stasiun pengamatan memungkinkan
dilakukannya sampling atau tidak sesuai tujuan penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Pengamatan dibagi ke dalam tiga stasiun, dimana pada setiap stasiun dibagi
lima petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran :
1) 10 x 10 m untuk tingkat pohon (diameter batang > 10 cm dan tinggi > 1,3 m)

2) 5 x 5 m untuk tingkat pancang (diameter batang 2-10 cm dan tinggi > 1 m)
3) 2 x 2 m untuk semai (diameter batang < 2 cm dan tinggi < 1 m).
Berikut adalah sketsa dari pembagian tiga stasiun

Gambar 2. Sketsa Pengamatan Tiap Stasiun

Kepadatan tegakan dihitung dengan menggunakan metode analisis vegetasi
(Noor,dkk., 2006). Satuan contoh yang dipakai dalam kegiatan analisis vegetasi di
hutan mangrove adalah jalur. Lebar jalur yang dipakai adalah 10 meter dengan arah
tegak lurus garis pantai ke arah daratan. Untuk hutan mangrove yang tumbuh di
pinggir sungai arah jalur tegak lurus dengan garis sungai. Jika keduanya
dipergunakan maka perlu diusahakan agar jalur arah tegak lurus pantai tidak sampai
berpotongan dengan jalur arah tegak lurus sungai. Secara umum gambaran umum
petak contoh pengamatan vegetasi di lapangan dengan metode jalur dapat dilihat
pada Gambar 4.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Desain unit contoh pengamatan vegetasi di lapangan dengan metode jalur
A: petak untuk pengamatan semai (2 m x 2 m)

B: petak untuk pengamatan pancang (5 m x 5 m)
C: petak untuk pengamatan pohon (10 m x10 m)

Data yang diambil pada pengamatan ekosistem mangrove adalah jenis
mangrove yang berada di dalam stasiun pengamatan serta jenis perakarannya, serta
pengamatan visual biota-biota yang berada di stasiun tersebut. Pengamatan burung
dilakukan pengamatan pada waktu pagi hari jam 07.00 dan sore hari jam 17.30.
Pengamatan dilakukan dengan cara duduk diam dan bersandar di bawah pohon
mangrove sambil mengamati ke arah tajuk dan udara. Pengamatan dilakukan
dengan menggunakan teropong selama ± 2 jam Pengamatan burung dilakukan di
seluruh kawasan berdasarkan informasi yang dihimpun dari masyarakat seperti
lokasi atau tempat mencari makan, kawin, tidur maupun saat beristirahat.
Pengamatan moluska dari semua plot yang telah ditentukan yang mewakili setiap
stasiun juga dilakukan pengamatan moluska yang berada di plot tersebut.
Pengamatan kepiting dan reptil langsung diamati di lapangan (Bengen, 2002).
Data pasang surut diperoleh melalui prosedur pemasangan rambu pasang
surut yang ditempatkan pada lokasi dimana pada saat pasang tertinggi dan surut
terendah, rambu pasut masih terendam air. Pengukuran pasang surut dilakukan
selama 39 jam dengan interval waktu 1 jam (Alfira, 2014).


Universitas Sumatera Utara

b. Pengambilan Data Persepsi Masyarakat Pengelola Kawasan Ekowisata
Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara
secara terstruktur dengan responden (pedoman dengan kuisioner) yakni kelompok
masyarakat pengelola kawasan ekowisata yang ditentukan dengan rumus Slovin
(Setiawan, 2007).

.............................(1)

Keterangan :
n = Ukuran Sampel yang dibutuhkan
N = Ukuran Populasi
e = Margin error yang diperkenankan (5%)

Metode pengambilan sampel/responden yang digunakan adalah purposive
sampling, yaitu metode pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan atau tujuan
tertentu. Pertimbangannya adalah bahwa sampel/responden tersebut bersifat
spesifik, sehingga penentuannya harus dilakukan secara sengaja. Dalam hal ini
yang menjadi pertimbangan adalah masyarakat dengan kriteria berusia diatas tujuh

belas tahun yang memanfaatkan ekosistem mangrove dan bersedia untuk
diwawancarai. Jumlah responden yang diperlukan dengan menggunakan rumus
Slovin yakni 52 orang. Data yang dikumpulkan meliputi:
1. Data karakteristik masyarakat pengelola kawasan ekowisata.
2. Kegiatan pemanfaatan ekosistem mangrove oleh masyarakat pengelola kawasan
ekowisata.
3. Pemahaman dan persepsi masyarakat tentang ekowisata mangrove dan kualitas
sarana & prasarana.
4. Keterlibatan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

c. Pengambilan Data Persepsi Pengunjung
Data dikumpulkan langsung secara terstruktur dengan responden yang
mengisi pedoman dengan kuisioner pengunjung yang datang pertahunnya ke
kawasan ekowisata mangrove Desa Lubuk Kertang yang ditentukan dengan rumus
Slovin (Setiawan, 2007).
............................... (2)

Keterangan :

n = Ukuran Sampel yang dibutuhkan
N = Ukuran Populasi
e = Margin error yang diperkenankan (5%)

Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel/responden adalah
metode random sampling. Pertimbangan yang digunakan adalah responden
(pengunjung) yang berkunjung ke tempat ekowisata dan waktu pengambilan
sampel/responden ialah pada saat akhir pekan, karena pada saat seperti itu banyak
pengunjung yang datang. Jumlah responden yang diperlukan dengan menggunakan
rumus Slovin yakni 92 orang. Data yang dikumpulkan meliputi antara lain :
1. Data karakter responden (umur, pendidikan, pendapatan, asal wisatawan).
2. Pemahaman atau persepsi wisatawan tentang ekowisata, ekosistem mangrove,
kondisi mangrove serta sarana dan prasarana.
3. Keinginan pengunjung.
d. Pengambilan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengumpulkan data
faktor fisik dan data pendukung lainnya. Sumber data berasal dari Pemerintahan
Pusat, Pemerintahan Daerah dari Dinas/Instansi dan Pemerintah Desa yang terkait

Universitas Sumatera Utara


dengan kelengkapan data penelitian, yaitu : Kelompok Tani Bakau Mas, Kantor
Kelurahan Lubuk Kertang, Dinas Kehutanan Kabupaten Langkat dan Balai
Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II Medan.
Analisis Data
a. Metode Analisis Potensi Ekosistem Mangrove
Data yang dikumpulkan meliputi: data mengenai jenis spesies, jumlah
individu, dan diameter pohon. Data-data tersebut kemudian diolah untuk
mengetahui kerapatan setiap spesies dan kerapatan total semua spesies dengan
menggunakan rumus masing - masing dibawah ini.
a. Kerapatan Spesies
Kerapatan spesies adalah jumlah individu spesies i dalam suatu unit area yang
dinyatakan sebagai berikut:
Kerapatan Spesies = ni / A

................ (3)

Keterangan:
ni : Jumlah total individu dari spesies i
A : Luas area pengambilan contoh

b. Kerapatan Total
Kerapatan Total adalah jumlah semua individu mangrove dalam suatu unit area
yang dinyatakan sebagai berikut:
Kerapatan Total = Σn / A

....................... (4)

Keterangan:
Σn : Jumlah total individu seluruh spesies
A : Luas area pengambilan contoh

b. Metode Analisis Kesesuaian Daya Dukung
Kegiatan wisata yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan
potensi sumberdaya dan peruntukannya. Setiap kegiatan wisata mempunyai

Universitas Sumatera Utara

persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai objek wisata yang akan
dikembangkan. Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata mangrove adalah
(Yulianda, 2007):


IKW =

)

.......................... (5)

Keterangan:
IKW = Indeks kesesuaian ekosistem untuk wisata mangrove
(Sesuai: 83% - 100%, Sesuai Bersyarat: 50% - 200-500

2

50-200

1

15-25

3


>10-15

2

5-10

1

5

3

3-5

2

1-2

1

0

0

4

Pasang Surut
(m)

1

0-1

3

>1-2

2

>2-5

1

>5

0

1

Ikan,
udang,
kepiting,
moluska,
reptil,
burung

3

Ikan,
udang,
kepiting,
moluska

2

Ikan,
moluska

1

Salah
satu biota
air

0

5

Objek
Wisata

c. Analisis Daya Dukung
Analisa daya dukung ditujukan untuk pengembangan wisata bahari dengan
memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara
lestari. Mengingat pengembangan wisata bahari tidak bersifat mass tourism, mudah
rusak dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas, maka perlu penentuan daya
dukung kawasan. Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung
pengembangan ekowisata alam adalah dengan menggunakan konsep Daya
Dukung Kawasan (DDK).
DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat
ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan
gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan DDK dalam bentuk rumus adalah
sebagai berikut (Yulianda, 2007) :

Universitas Sumatera Utara

DDK = K×

Keterangan:
DDK = Daya Dukung Kawasan (orang/hari).
K
= Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area (orang).
Lp
= Panjang area yang dapat dimanfaatkan (m).
Lt
= Unit area untuk kategori tertentu (m).
Wt
= Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari
(jam/hari).
Wp
= Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu
(jam/hari).

Adapun potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt)
adalah seperti yang tertera dalam Tabel 2.

Waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu
yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu
pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt).
Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari, dan rata-rata
waktu kerja sekitar 8 jam. Adapun prediksi waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan
wisata mangrove adalah seperti yang tertera dalam Tabel 3.

Universitas Sumatera Utara

d. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi pengelolaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).
SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal Strengths dan Weaknesses serta
lingkungan eksternal Opportunities dan Threats. Analisis SWOT membandingkan
antara faktor eksternal dan internal. Hal pertama yang dilakukan dalam menentukan
matriks SWOT adalah mengetahui faktor strategi internal (IFAS) Internal Strategic
Factors Analysis Summary dan faktor strategi eksternal (EFAS) External Strategic
Factors Analysis Summary (Rangkuti, 2009).
Penentuan berbagai faktor, bobot setiap faktor dan tingkat kepentingan
setiap faktor didapatkan dari hasil wawancara dengan orang-orang yang
berkompeten dibidangnya dan disesuaikan dengan kondisi di lapang. Hal ini
dilakukan agar sifat obyektif dari analisis ini dapat diminimalkan.
Penentuan faktor strategi internal dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan dari kegiatan
pengelolaan.
2. Memberi bobot masing-masing faktor tersebut sesuai dengan tingkat
kepentingannya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,00.
3. Menghitung rating (kolom 2) untuk masing-masing faktor berdasarkan
pengaruh/respon

faktor-faktor

tersebut

terhadap

pengelolaan

ekosistem

Universitas Sumatera Utara

mangrove di Desa Lubuk Kertang (nilai : 4 = sangat penting, 3 = penting, 2 =
cukup penting, 1 = kurang penting).
4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh
faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasil dari perkalian ini akan berupa skor
pembobotan untuk masing-masing faktor.
Adapun faktor strategi internal adalah seperti yang tertera dalam Tabel 4.

Penentuan faktor strategi eksternal dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi peluang serta ancaman dari kegiatan
pengelolaan.
2. Memberi bobot masing-masing faktor tersebut sesuai dengan tingkat
kepentingannya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,00.
3. Menghitung rating (kolom 3) untuk masing-masing faktor berdasarkan
pengaruh/respon

faktor-faktor

tersebut

terhadap

pengelolaan

ekosistem

mangrove di Estuari Perancak (nilai : 4 = sangat penting, 3 = penting, 2 = cukup
penting, 1 = kurang penting).
4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh
faktor pembobotan dalam kolom 4. hasilnya akan berupa skor pembobotan
untuk masing-masing faktor.

Universitas Sumatera Utara

e. Pembuatan Matriks SWOT
Setelah matriks (Internal Strategic Factors Analysis Summary) IFAS dan
(External Strategic Factors Analysis Summary) EFAS selesai, selanjutnya unsurunsur tersebut dihubungkan dalam matrik untuk memperoleh beberapa alternatif
strategi. Matriks ini memungkinkan empat kemungkinan stategi. Adapun diagram
matriks SWOT adalah seperti yang tertera dalam Tabel 5.

f. Pembuatan Tabel Ranking Alternatif Strategi
Penentuan prioritas dari strategi yang dihasilkan dilakukan dengan
memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait. Jumlah dari skor pembobotan
menentukan ranking prioritas strategi dalam pengelolaan ekosistem pesisir untuk
pengembangan kawasan ekowisata. Jumlah skor diperoleh dari penjumlahan semua
skor di setiap faktor-faktor strategis yang terkait. Ranking akan ditentukan
berdasarkan urutan jumlah skor terbesar sampai yang terkecil dari semua strategi
yang ada.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor Biologi
a. Potensi Sumberdaya Ekosistem Mangrove
Kerapatan jenis mangrove yang didapatkan pada setiap stasiun, mulai dari
tingkat semai, anakan dan pohon dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah dan Kerapatan Jenis Mangrove Tingkat Pohon
Spesies

Jumlah Individu
St 1
St 2
67
53
17
13
29
0
6
0
1
0
22
0
0
3
0
2
0
8
142
79

Rhizophora apiculata
Ceriops tagal
Avicennia lanata
Lumnitzera racemosa
Scyphiphora hydrophyllacea
Excoecaria agallocha
Bruguiera sexangula
Sonneratia caseolaris
Xylocarpus granatum
Total

St 3
74
0
4
0
0
0
0
0
0
79

Kerapatan Jenis (ind/ha)
St 1
St 2
St 3
1340
1060
1480
340
260
0
580
0
80
120
0
0
20
0
0
440
0
0
0
60
0
0
40
0
0
160
0
2840
1580
1560

Dari hasil pengamatan mangrove di 3 stasiun diperoleh 10 jenis mangrove
yang terdiri dari Tengar (Ceriops tagal), Teruntum (Lumnitzera racemosa), Cingam
(Scyphiphora hydrophyllacea), Api-api (Avicennia lanata),
(Bruguiera

sexangula),

(Sonneratia

Buta-buta

caseolaris),

Nyirih

Mata Buaya

(Excoecaria

agallocha),

Perepat

(Xylocarpus

granatum),

Jeruju

(Acanthus ilicifolius) dan Bakau Minyak (Rhizophora apiculata).
Dari hasil pengamatan di lapangan, diperoleh kisaran kerapatan jenis setiap
stasiunnya sangat rapat untuk tingkat pohon. Stasiun 1 terdiri dari 6 jenis
mangrove, yaitu Bakau Minyak (Rhizophora apiculata), Tengar (Ceriops tagal),
Api-api

(Avicennia

lanata),

Teruntum

(Lumnitzera

racemosa),

Cingam

(Scyphiphora hydrophyllacea), dan Buta-buta (Excoecaria agallocha). Pada stasiun
1,

kerapatan

jenis

yang

terbesar

adalah

jenis

Bakau

Minyak

Universitas Sumatera Utara

(Rhizophora apiculata). Pada stasiun ini, kisaran kerapatan total semua jenis
mangrovenya 1340 ind/ha.
Stasiun 2 terdiri dari 5 jenis mangrove, yaitu Bakau Minyak

(Rhizophora

apiculata), Tengar (Ceriops tagal), Mata Buaya (Bruguiera sexangula), Perepat
(Sonneratia caseolaris) dan Nyirih (Xylocarpus granatum). Pada stasiun 2,
kerapatan jenis yang terbesar adalah jenis Bakau Minyak (Rhizophora apiculata).
Pada stasiun ini, kisaran kerapatan total semua jenis mangrovenya 1060ind/100ha.
Pada

stasiun

3

terdapat

3

jenis

mangrove

yakni

Bakau

(Rhizophora apiculata), Api-api (Avicennia lanata) dan jeruju

Minyak
(Acanthus

ilicifolius). Kerapatan terbesar pada stasiun 3 terdapat pada jenis Bakau Minyak
(Rhizophora apiculata). Pada stasiun ini, kisaran kerapatan total semua jenis adalah
1480 ind/100m2.
b. Keberadaan Fauna Ekosistem Mangrove di Lubuk Kertang
Mangrove memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa.
Komunitas fauna ekosistem mangrove di kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang
membentuk percampuran antara dua kelompok, yaitu kelompok fauna daratan
(terestrial) dan kelompok fauna perairan (akuatik).

Universitas Sumatera Utara

Data keberadaan fauna ekosistem mangrove Desa Lubuk Kertang dapat
dilihat dalam Tabel 9.
Tabel 9. Jenis Fauna yang Ditemukan di Lokasi Penelitian
No
1

2

3

4

5

Jenis dan Nama Fauna

1

Stasiun
2

3

Burung
a.
b.
c.

Walet (Collacalia fuciphaga)
Elang Laut (Haliaetus leucogaster)
Bangau Putih (Bubulcus ibis)

+
-

+
-

+
+
+

a.
b.
c.

Biawak (Varanus salvator)
Ular Belang (Boiga dendriphila)
Kadal (Mabouia multifasciata)

+

+
-

+
+
+

a.
b.
c.

Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Tupai (Tupaia glis)
Musang (Martes flavigula)

+
-

+
+
-

+
+
+

a.
b.
c.

Sembilang (Plotosus canius)
Gelodok (Periopthalmus modestus.)
Kerapu Kertang (Epinephelus lanceolatus)

+
-

+
+
+

+
-

+
+
+
+

+
+
+

+
+
+
-

+
+
+
+

+
-

+
+
+
-

Reptil

Mamalia

Ikan

Moluska

a. Siput Tanduk (Cerithidea cingulata)
b. Keong Teleskop (Telescopium telescopium)
c. Siput Nenek (Cerithidea quadrata)
d. Keong Rare (Murex trapa)
e. Kerang Bakau (Polymesoda bengalensis)
6 Krustasea
a. Kepiting Bakau (Scylla serrata)
b. Kepiting Ungu Pemanjat (Metapograpsus sp.)
c. Udang Windu (Panaeus monodon)
d. Udang Putih (Panaeus merguensis)
Keterangan : (+) Ada ; (-) Tidak Ada

Mangrove memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa.
Komunitas fauna mangrove di Desa Anak Setatah membentuk percampuran antara
dua kelompok, yaitu kelompok fauna daratan (terrestrial) dan kelompok fauna
perairan (akuatik) (Bengen, 2002). Fauna di habitat mangrove memainkan peran
penting dalam fungsi ekosistem dan dengan demikian dapat menjadi indikator yang
berguna bagi kawasan mangrove, walaupun manajemen silvikultur lebih sering
diutamakan namun fauna mangrove tetap tidak diabaikan dalam penilaian

Universitas Sumatera Utara

komponennya. Keberadaan fauna-fauna ini dapat menjadi potensi daya tarik
pengembangan alternatif wisata mangrove lainnya. Contoh alternatif–alternatif ini
seperti pengamatan jenis burung, memancing dan fotografi.
c. Kondisi Pasang Surut
Grafik pasang surut air laut dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 3 . Grafik Pasang Surut Air Laut Kawasan Mangrove Desa Lubuk Kertang

Data mengenai pasang surut merupakan data primer yang diperoleh dari
hasil pengukuran di lokasi penelitian selama 39 jam. Dari analisis data pasang surut
memperlihatkan bahwa tinggi muka air di lokasi penelitian pada saat pasang
tertinggi mencapai 120 cm pada rambu pasut sedangkan tinggi muka air pada saat
surut terendah adalah 0 cm. Ini menunjukkan bahwa kisaran pasang surut yang
diperoleh adalah sebesar 54,45 cm. Kisaran pasang surut tersebut sudah termasuk
kisaran sangat sesuai untuk pemilihan lokasi wisata.
d. Kesesuaian Ekologis untuk Kegiatan Ekowisata
Kegiatan wisata yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan
potensi sumberdaya dan peruntukannya. Indeks kesesuaian ekologis dapat

Universitas Sumatera Utara

mengidentifikasikan apakah suatu ekosistem sesuai (S), sesuai bersyarat (SB), atau
tidak sesuai (N) untuk suatu kegiatan wisata.
Kesesuaian wisata mangrove mempertimbangkan 5 parameter dengan 4
klasifikasi penilaian. Parameter parameter tersebut adalah ketebalan mangrove,
kerapatan mangrove, jenis mangrove, dan pasang surut. Analisis kesesuaian
ekologis dilakukan di semua stasiun pengamatan dan setiap stasiun tersebut dibagi
menjadi jalur. Berdasarkan analisis kesesuaian ekologis di 3 lokasi, semua lokasi
yakni stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3 tergolong kedalam indeks yang sesuai (S).
Tabel hasil perhitungan Indeks Kesesuaian Wisata tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Kategori Sesuai ini menunjukan bahwa kondisi ekosistem mangrove di
kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang ini sesuai untuk dijadikan atau
dikembangkan sebagai obyek wisata. Menurut Supardjo (2008), kawasan yang
memiliki kesesuaian ekologis untuk ekowisata dengan tingkat sesuai (S), perlu
dijaga kelestariannya agar kawasan tersebut menjadi kawasan wisata mangrove
yang sukses dan berkontribusi terhadap pendapatan pendapatan daerah, khususnya
di Kabupaten Langkat.
e. Daya Dukung Kawasan untuk Kegiatan Ekowisata
Daya dukung kawasan mangrove dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Daya Dukung Kawasan Mangrove Desa Lubuk Kertang
No
1

Lokasi
Daratan

2

Perairan

Track
1
2
3
4
5

DDK (Orang/Hari)
14
9
8
3
2

Total (Orang/Hari)
31
5

Universitas Sumatera Utara

Meskipun ekosistem mangrove di Desa Lubuk Kertang ditanami mangrove,
namun kondisi ekosistemnya cukup menarik dengan adanya sungai besar dan
paluh-paluh sungai di antara hamparan hutan mangrove. Disisi lain permintaan
pengunjung ekowisata sangat banyak, tetapi daya dukung kawasan membatasi
kegiatan yang dilakukan di lingkungan alam. Keunikan ini dapat dimanfaatkan
sebagai daya tarik wisatawan untuk melakukan kegiatan ekowisata.
Kegiatan ekowisata mangrove di kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang
dapat dilakukan dengan menyusuri sungai di ekositem mangrove ini. Kegiatan yang
dilakukan pada kawasan ini dalam pelaksanaannya harus memperhatikan daya
dukung kawasan. Terdapat 5 track pada lokasi ini, dengan nilai daya dukung
kawasan sebanyak 36 orang per hari. Hasil perhitungan nilai daya dukung kawasan
dapat dilihat pada Tabel 10.
Nilai ini menunjukan bahwa, dalam satu harinya maksimal ekowisatawan
yang dapat melalui lokasi ini adalah 36 orang. Waktu yang disediakan oleh
kawasan untuk kegiatan ekowisata mangrove ini adalah delapan jam dalam satu
harinya, sesuai dengan rata-rata lama jam kerja. Jalur track ini tidak begitu
dipengaruhi oleh kondisi pasang surut, asalkan tinggi papan jalur tracking yang
dibuat disesuaikan dengan kondisi pasang tertinggi. Kegiatan-kegiatan yang dapat
dilakukan pada track ini selain menikmati keindahan mangrove sambil menyusuri
sungai, juga dapat dilakukan kegiatan fotografi, dan pengamatan biota yang ada di
mangrove.

Universitas Sumatera Utara

Faktor Sosial
a. Karakter Masyarakat Pemanfaat Ekosistem Mangrove
Perbandingan jenis kelamin masyarakat dapat dilihat pada Gambar 4 dan
karakteristik usia masyarakat dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4. Perbandingan Jenis Kelamin

Gambar 5. Perbandingan Kelas Umur

Persentase usia masyarakat besarnya berbeda pada setiap kisaran usia, yakni
diantaranya usia 17-26 tahun adalah 12%, usia 27-36 adalah 26%, usia 37-46 tahun
adalah 30% usia 47-56 tahun adalah 22%, dan usia >56 tahun adalah 10%.
Berdasarkan data karakteristik responden masyrakat, tingginya persentase usia 3746 tahun dikarenakan keterlibatan masyarakat terhadap kegiatan pengelolaan dan
pemanfaatan ekosistem mangrove Desa Lubuk Kertang banyak dilakukan pada
kelompok usia tersebut.
Tingkat pendidikan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 6. Sementara
karakteristik pekerjaan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 6. Tingkat Pendidikan Masyarakat

Gambar 7. Jenis Pekerjaan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Secara umum pendidikan masyarakat sudah cukup baik, dengan persentase
pendidikan masyrakat mulai dari tingkat SD sebanyak 36%, SMP 24%, SMA 36%
dan yang berpendidikan diploma 4%. Tidak ditemukan masyarakat yang tidak
pernah sekolah. Berdasarkan karakteristik pekerjaan persentasenya adalah sebagai
berikut; wiraswasta sebanyak 22%, Petani 20%, Nelayan 38%, PNS 1% dan lain
lain 18%. Sebagian besar masyarakat pemanfaat ekosistem mangrove di daerah
tersebut tidak menjadikan pemanfaatannya sebagai pekerjaan utama, tetapi
sebagai pekerjaan tambahan.
Karakteristik

tingkat

pendapatan

masyarakat

pemanfaat

ekosistem

mangrove dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Tingkat Penghasilan Masyarakat

Karateristik tingkat pendapatan masyarakat untuk memanfaatkan ekosistem
mangrove yakni memiliki penghasilan sebesar < Rp.500.000/bln adalah
sebanyak 10 orang, penghasilan sebesar Rp.500.000 – Rp. 2.000.000/bln adalah
sebanyak 36 orang, dan sebesar Rp. 2.000.000 – Rp. 4.000.000/bln adalah sebanyak
4 orang. Tidak ditemukan masyarakat yang memiliki penghasilan > Rp. 4.000.000.
Kegiatan ekowisata dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Desa Lubuk Kertang
sebagai penghasilan tambahan, namun ada juga masyarakat yang menjadikannya
sebagai penghasilan utama dikarenakan memanfaatkan hasil hutan mangrove,

Universitas Sumatera Utara

seperti memanfaatkan buah dari jenis Perepat (Sonneratia caseolaris) Hasil
kuisioner karakteristik masyarakat dapat dilihat pada Lampiran 5.
b. Kegiatan Pemanfaatan Ekosistem Mangrove oleh Masyarakat
Jenis kegiatan dan alasan pemanfaatan ekosistem mangrove oleh
masyarakat dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Gambar 9. Tingkat Pemanfaatan Mangrove

Gambar 9. Alasan Pemanfaatan Mangrove

Masyarakat sebagian besar melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan
mangrove Desa Lubuk Kertang berupa pengolahan hasil buah dan daun mangrove
sebesar 20%. Sisanya ada yang melakukan penangkapan udang sebesar 12%, yang
melakukan pemanfaatan dengan menangkap ikan sebesar 18%, menangkap kepiting
sebesar 12%, dan melakukan pemanfaatan lain seperti pemandu wisata, penjaga
kantin, penjaga parkiran dan sebagainya yakni sebesar 38%.
Alasan masyarakat melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan ini sangat
beragam, misalnya untuk kepentingan komersial (8%), untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari (52%) dan alasan masyarakat yang paling banyak adalah
untuk kegiatan wisata (40%). Hal ini sesuai dengan Muhaerin (2008) yang
menyatakan bahwa manfaat sosial ekonomis ekosistem mangrove bagi masyarakat
sekitarnya adalah sebagai sumber mata pencaharian yakni dengan menjadikan
mangrove sebagai sumber alam (bahan mentah) cadangan untuk dapat diolah

Universitas Sumatera Utara

menjadi komoditi perdagangan yang bisa menambah kesejahteraan penduduk
setempat dengan memproduksi berbagai jenis hasil hutan dan turunannya.
c. Pemahaman dan Persepsi Masyarakat
Pemahaman masyarakat terhadap ekowisata dan mangrove dapat dilihat
pada Gambar 11 dan Gambar 12, sedangkan persepsi masyarakat terhadap kondisi
mangrove dapat dilihat pada Gambar 13. Selain itu, persepsi masyarakat tentang
sarana dan prasarana di ekowisata mangrove Desa Lubuk Kertang terdapat pada
Gambar 14.

Gambar 11. Pemahaman Masyarakat Terhadap Ekowisata

Gambar 13. Kondisi Mangrove Menurut Masyarakat

Gambar 12. Pemahaman Masyarakat Terhadap Mangrove

Gambar 14. Persepsi Masyarakat Terhadap Sarana dan Prasarana

Pemahaman masyarakat terhadap ekosistem mangrove cukup sedang
sebesar 56%. Sebagian besar masyarakat yang sudah mengetahui pengertian
ekosistem mangrove secara umum dan fungsinya sebesar 32%. Namun terdapat

Universitas Sumatera Utara

masyarakat yang sama sekali belum mengetahui arti tentang ekosistem mangrove,
yakni sebesar 12%.
Masyarakat sebagian besar mengatakan bahwa kondisi mangrove di
kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang berada dalam keadaan baik (64%).
Adapula beberapa yang mengatakan kondisi mangrove berada dalam keadaan
buruk (36%). Persepsi masyarakat terhadap kondisi mangrove saat ini disebabkan
karena masyarakat cenderung membandingkan keadaan mangrove pada saat ini
dengan keadaan mangrove sebelum tahun 1980 (sebelum adanya alih fungsi lahan
ekosistem mangrove menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Namun pada tahun
2005 telah banyak lahan perkebunan sawit yang dikembalikan fungsinya menjadi
hutan mangrove dengan peran serta masyarakat yang sadar akan perubahan
lingkungan di sekitarnya.
Sesuai dengan pernyataan Muttaqin dkk (2011), sarana dan prasarana
adalah kunci utama yang akan mendukung keberhasilan pengembangan di suatu
kawasan. Lebih dari 50% masyarakat mengungkapkan bahwa sarana dan prasarana
yang mencakup listrik, air bersih, transportasi di sekitar kawasan mangrove Desa
Lubuk Kertang sudah memadai dengan kualitas baik, sedangkan transportasi
sebagian besar mengatakan sedang.
d. Keterlibatan Masyarakat
Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata dapat dilihat pada
Gambar 15.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 15. Keterlibatan Masyarakat dalam Ekowisata

Berdasarkan Gambar 15, seluruh masyarakat (100%) terlibat dalam kegiatan
ekowisata. Masyarakat yang telah terlibat dalam kegiatan ekowisata ini sebagian
besar ada yang menjadi pengelola kawasan wisata (8%), penjual/pengelola hasil
daun dan buah mangrove (12%), pemandu wisatawan (18%), penjual hasil
tangkapan nelayan (42%), dan lain–lain/penjaga kantin (20%).
Salah satu tujuan dari kegiatan ekowisata adalah untuk mensejahterakan
masyarakat lokal. Keterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan ekowisata sangat
penting, karena merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus
menentukan kualitas produk wisata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muttaqin
dkk., (2011) menyatakan keterlibatan masyarakat sekitar dalam kegiatan
pengelolaan dan pengembangan kawasan wisata mutlak diperlukan karena mereka
yang akan secara langsung berhubungan dengan kegiatan wisata dan wisatawan
yang ada dikawasan tersebut dan yang terpenting adalah untuk menumbuhkan rasa
memiliki terhadap kawasan wisata tersebut dengan memanfaatkannya secara lestari.

Universitas Sumatera Utara

e. Karakteristik Pengunjung
Perbandingan jenis kelamin yang berkunjung ke lokasi ekowisata dapat
dilihat pada Gambar 15. Karakteristik pengunjung berdasarkan umur dapat dilihat
pada Gambar 16. Tingkat pendidikan pengunjung dapat dilihat pada Gambar 17.
Jenis pekerjaan pengunjung dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 15. Perbandingan Jenis Kelamin Pengunjung

Gambar 17. Tingkat Pendidikan Pengunjung

Gambar 16. Perbandingan Kelas Umur Pengunjung

Gambar 18. Jenis Pekerjaan Pengunjung

Persentase karakteristik usia pengunjung yang paling banyak datang ke
Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang adalah pengunjung dengan rentang usia 17-26
tahun dikarenakan rasa keingintahuan akan wisata alam di Desa Lubuk Kertang
sangat menarik pengunjung yang berusia muda. Karakteristik pekerjaan
pengunjung yang dominan ada pada jenis pekerjaan lain-lain. Hal ini dikarenakan
pengunjung yang masih berusia 17-26 tahun memiliki karakteristik pekerjaan yang
beragam seperti menjadi buruh pabrik, buruh kebun atau masih bersekolah.

Universitas Sumatera Utara

Karakter umur yang dominan pada rentang usia 17-26 tahun juga terkait dengan
tingkat pendidikan yang paling besar persentasenya pada tingkat pendidikan SMA.
Tingkat pendapatan pengunjung dapat dilihat pada Gambar 19. Asal
informasi tentang tempat wisata mangrove ini dapat dilihat pada Gambar 20.
Karakteristik daerah asal pengunjung dapat dilihat pada Gambar 21 dan karakter
kelompok-kelompok pengunjung dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 20. Sumber Informasi Pengunjung

Gambar 19. Tinggkat Pendapatan Pengunjung

Gambar 21. Asal Pengunjung

Gambar 22. Kelompok Pengunjung

Rata-rata karakteristik pendapatan pengunjung yang paling banyak adalah
kurang dari Rp. 500.000, dikarenakan pengaruh dari tingkat pendidikan pengunjung
yang dominan pada tingkat SMA dan jenis pekerjaan pengunjung yang
persentasenya lebih besar pada jenis pekerjaan lain-lain. Karakteristik kelompok
pengunjung yang datang lebih banyak persentasenya pada pengunjung yang datang
secara berkelompok. Hal ini dikarenakan banyak pengunjung yang datang masih
berusia muda pada rentang usia 17-26 tahun.

Universitas Sumatera Utara

Pengunjung sebagian besar berasal dari dalam Kabupaten Langkat,
dikarenakan jarak tempuh yang dekat untuk pengunjung yang datang dari sekitar
Kabupaten Langkat. Berdasarkan Gambar 20, persentase terbesar pengunjung yang
datang ke kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang ini mengetahui informasi
tentang tempat wisata mangrove ini dari teman ataupun keluarga, dikarenakan
masih kurangnya informasi mengenai tempat ekowisata mangrove di Lubuk
Kertang melalui media sosial.
Frekuensi berkunjung ke tempat wisata mangrove dan alasan belum pernah
mengunjungi wisata mangrove dapat dilihat pada Gambar 21 dan Gambar 22.

Gambar 21. Frekuensi Berkunjung

Gambar 22. Alasan Belum Berkunjung

Sebagian besar pengunjung pernah mengunjungi tempat wisata mangrove
ini sebelumnya bersama teman, keluarga maupun rombongan lainnya, dan sisanya
belum pernah sama sekali ke tempat ini sebelumnya atau dengan kata lain baru
pertama kalinya mengunjungi tempat ini. Banyak pengunjung mengatakan
alasannya baru pertama kali datang ke Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang ini
dikarenakan belum mendapatkan informasi sama sekali tentang tempat wisata ini,
namun ada juga pengunjung yang mengatakan belum ada waktu untuk
mengunjungi tempat ini,

dikarenakan lokasi wisata mangrove yang jauh, dan

Universitas Sumatera Utara

sisanya tidak tertarik untuk mengunjungi tempat wisata mangrove di kawasan
mangrove Desa Lubuk Kertang ini.
Hasil wawancara/kuisioner mengenai karakteristik pengunjung ini dapat
dijadikan sebagai sumber informasi untuk pengelola dalam pembuatan paket-paket
wisata. Paket wisata yang bisa diterapkan di kawasan mangrove Desa Lubuk
Kertang ini adalah paket wisata yang digemari oleh kalangan anak muda yang
memiliki penghasilan yang tidak begitu tinggi. Hasil kuisioner karakteristik
pengunjung dapat dilihat pada Lampiran 6.
f. Pemahaman dan Persepsi Pengunjung
Tujuan kedatangan pengunjung dapat dilihat pada Gambar 23. Pemahaman
pengunjung terhadap ekowisata dan mangrove dapat dilihat pada Gambar 24.
Persepsi pengunjung terhadap kondisi sumberdaya dapat dilihat pada Gambar 25.
Kondisi sumberdaya yang terdapat di daerah ekowisata Lubuk Kertang yakni
listrik, air, transportasi, aula dan jasa yang dinikmati para pengunjung di kawasan
wisata mangrove. Kondisi mangrove menurut pengunjung dapat dilihat pada
Gambar 26.

Gambar 23. Tujuan Kedatangan Berkunjung

Gambar 24. Pemahaman Pengunjung Terhadap Ekowisata dan Mangrove

Universitas Sumatera Utara

Gambar 24. Persepsi Pengunjung Terhadap Sarana dan Prasarana

Gambar 25. Persepsi Pengunjung Terhadap Kondisi Mangrove

Secara umum pemahaman pengunjung tentang ekosistem mangrove dan
ekowisata masih sedang. Kegiatan ekowisata dalam pelaksanaannya diharapkan
dapat meningkatkan pemahaman pengunjung tentang ekosistem mangrove. Tujuan
kedatangan pengunjung sangat beragam, dan tujuan yang paling dominan adalah
kegiatan rekreasi, untuk sekedar menikmati keindahan panorama alam hutan
mangrove Desa Lubuk Kertang. Pengunjung ekowisata mangrove Desa Lubuk
Kertang sebagian besar mengatakan kondisi mangrove di kawasan ini masih dalam
keadaan baik, dikarenakan asumsi dari pengunjung yang datang telah melihat
langsung tegakan hutan mangrove di daerah ekowisata yang rapat.
Pengunjung beranggapan bahwa kondisi saarana dan prasarana di Desa
Lubuk Kertang sudah cukup memadai dengan akses jalan yang tidak sulit. Kondisi
aula di ekowisata mangrove Desa Lubuk Kertang juga terawat sehingga
pengunjung yang datang merasa nyaman di tempat ekowisata mangrove Desa
Lubuk Kertang.
Sebagian besar jasa yang diberikan masyarakat pengelola ke pengunjung
pengunjung yang datang ke kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang mengatakan
sedang, dikarenakan tenaga pemandu wisata di tempat tersebut masih minim dan
belum ada perekrutan pemandu wisata yang baru. Sebagian besar pengunjung

Universitas Sumatera Utara

mengatakan bahwa di kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang tidak ditemukan
pendidikan yang bersifat lingkungan seperti dari pamflet nama pohon yang
diletakkan di pohon, peta wisata maupun pemberitahuan secara lisan dari pengelola
kawasan wisata. Hal tersebut menjadi acuan untuk melakukan strategi
pengembangan ekowisata mangrove di Desa Lubuk Kertang.
g. Keinginan Pengunjung Berwisata Mangrove
Semua pengunjung yang diwawancarai menyatakan akan datang berkunjung
kembali ke kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang. Hal ini bisa dijadikan peluang
dalam pengembangan ekowisata. Perkembangan kepariwisataan alam disuatu
daerah dapat dilihat berdasarkan jumlah pengunjung yang mengunjungi suatu
kawsan wisata karena dapat menggerakkan perekonomian suatu daerah. Hal ini
sesuai dengan Muttaqqin (2011) yang menyatakan bahwa wisatawan yang
berkunjung pada suatu obyek wisata akan dapat menggerakkan perekonomian suatu
daerah. Meskipun begitu masyarakat harus tetap memperhatikan kelestarian
sumberdaya alam dalam kegiatan ekowisata yang ada. Muhaerin (2008)
menyatakan bahwa kunjungan yang terjadi dalam satu satuan tertentu yang
wisatawan lakukan tidak hanya terbatas pada sebuah kunjungan dan wisata saja.
Selain keadaan sumberdaya alam, jenis kegiatan wisata yang ditawarkan juga dapat
mempengaruhi tingkat keinginan pengunjung untuk datang kesuatu tempat wisata.
h. Strategi Pengembangan Ekowisata
Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi relasi-relasi sumberdaya
ekowisata dengan sumberdaya yang lain. Oleh sebab itu, semua pihak khususnya
masyarakat lokal perlu mengetahui apa kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh

Universitas Sumatera Utara

kawasan dan obyek ekowisata tersebut. Pemberian bobot masing-masing faktor
harus sesuai dengan kriteria penilaian obyek wisata hutan mangrove. Sedangkan
hasil penilaian faktor-faktor internal dan eksternal digunakan untuk menghitung
rating atau tingkat kepentingan suatu faktor terhadap suatu kegiatan dapat dilihat
dalam Tabel 11 dan Tabel 12.
1. Faktor-Faktor Internal (IFAS)
a. Kekuatan (Strengths)
• Potensi alam yang mendukung untuk kegiatan ekowisata.
• Sarana dan Prasarana yang cukup memadai.
• Keberadaan kelompok masyarakat sebagai pengelola sumberdaya hutan
mangrove.
b. Kelemahan (Weakness)


Kurangnya informasi/promosi tentang adanya wisata mangrove di desa
Lubuk Kertang.



Minimnya tenaga kerja yang profesional dalam mengelola ekowisata
mangrove Desa Lubuk Kertang.



Rendahnya pemahaman pengunjung tentang sumberdaya & ekosistem
mangrove dan juga ekowisata.

2. Faktor-faktor Eksternal (EFAS)
a. Peluang (Opportunities)


Tingginya minat wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata mangrove.



Lokasi yang Strategis.

• Menghasilkan produk unggulan hasil dari sumberdaya mangrove dan satu–
satunya di Kabupaten Langkat.

Universitas Sumatera Utara

b. Ancaman (Threats)
• Persaingan dengan obyek wisata yang lain.
• Dampak negatif dari aktifitas wisata (sampah, potensi buangan limbah,
kegiatan yang merusak ekosistem mangrove, dll).
• Pencurian kayu/illegal logging.
Tabel 11. Matriks Faktor Strategi Internal (IFAS)
No

Faktor-faktor strategi Internal

1

Potensi alam yang mendukung untuk
kegiatan ekowisata.
Sarana & Prasarana yang cukup
memadai.
Keberadaan kelompok masyarakat
sebagai pengelola sumberdaya hutan
mangrove.
Weakness
Kurangnya informasi/promosi tentang
adanya wisata mangrove di desa Lubuk
Kertang.
Minimnya
tenaga
kerja
yang
profesional dalam mengelola ekowisata
mangrove Desa Lubuk Kertang
Rendahnya pemahaman pengunjung
tentang sumberdaya & ekosistem
mangrove dan juga ekowisata.
Total

Bobot

Rating

Skor

Strengths

2
3

1

2

3

0.25

4

1

0.12

3

0.36

0.15

4

0.6

0.12

2

0,24

0.19

2

0.38

0.17

3

0.51

1.00

3.09

Universitas Sumatera Utara

Tabel 12 . Matriks Faktor Strategi Eksternal (EFAS)
No

Faktor-faktor strategi Ekternal

1

Tingginya minat wisatawan untuk
melakukan kegiatan wisata mangrove.
.
Lokasi yang Strategis
Menghasilkan produk unggulan hasil
dari sumberdaya mangrove dan satu –
satunya di Kabupaten Langkat
Threats
Persaingan dengan obyek wisata yang
lain.
Dampak negatif dari aktifitas wisata
(sampah, potensi buangan limbah,
kegiatan yang merusak ekosistem
mangrove, dll).
Pencurian kayu/illegal logging
Total

Bobot

Rating

Skor

Opportunities

2
3

1
2

3

0.17

4

0.68

0.16

3

0.48

0.20

3

0.60

0.18

2

0.36

0.12

3

0.36

0.17
1.00

2

0.34
2.82

i. Matriks SWOT
Setelah matriks IFAS dan EFAS selesai, selanjutnya unsur-unsur tersebut
dihubungkan dalam matriks untuk memperoleh beberapa alternative strategi.
Matriks ini menghubungkan empat kemungkinan strategi, yaitu menggunakan
kekuatan yang dimiliki untuk mengambil peluang yang ada (strategi S-O),
mengunakan peluang yang dimiliki untuk mengatasi ancama yang dihadapi (Stategi
S-T), mendapatkan keuntungan dari peluang dengan mengatasi kelemahan (Stategi
W-O), meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman (Stategi W-T).
Matrils SWOT yang dibuat dapat dilihat dalam Tabel 13.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 13. Matriks SWOT
IFAS

Strengths
1. Potensi alam yang mendukung
untuk kegiatan ekowisata.

2. Meningkatkan jumlah fasilitas
pendukung
seperti
penambahan jumlah toilet dan
tempat sampah.
3. Mempromosikan produk hasil
sumberdaya mangrove lewat
media sosial internet

Weakness
1. Kurangnya
informasi/promosi
tentang adanya wisata mangrove di
desa Lubuk Kertang.
2. Minimnya tenaga kerja yang
profesional
dalam
mengelola
ekowisata mangrove Desa Lubuk
Kertang.
3. Rendahnya pemahaman pengunjung
tentang sumberdaya & ekosistem
mangrove dan juga ekowisata.
Strategi W-O
1. Memberikan promosi baik lewat
internet maupun media cetak
lainnya untuk menarik minat
wisatawan berwisata mangrove.
2. Menambah
media
interpretasi
pendidikan lingkungan, berupa
informasi khusus ataupun peta
wisata.
3. Melakukan teknik pengemasan
yang tepat untuk menjaga kualitas
olahan sumberdaya mangrove

Strategi S-T
1. Melakukan
inovasi
pengelolaan ekowisata dan
memperbarui fasilitas tempat
ekowisata secara berkala.

Strategii W-T
1. Meningkatkan
kesadaran
masyarakat sekitar & pengunjung
untuk mau merehabilitasi ekosistem
mangrove yang rusak dan kritis.

2. Dampak
negatif
dari
aktifitas wisata (sampah,
potensi buangan limbah,
kegiatan yang merusak
ekosistem mangrove, dll).

2. Memberikan
pendidikan
lingkungan/konservasi kepada
setiap wisatawan dengan cara
menjaga kebersihan di tempat
wisata, dll.

2. Bekerja sama dengan lembaga desa
setempat ataupun pihak luar untuk
meningkatkan
pengelolaan
ekowisata mangrove.

3. Pencurian kayu/illegal
logging.

3. Melakukan patroli rutin yang 3.
dilakukan pihak pengelola

2. Sarana & Prasarana yang
cukup memadai.

EFAS
Opportunities (O)
1. Tingginya minat wisatawan
untuk melakukan kegiatan
wisata mangrove.
2. Lokasi yang Strategis.

3. Menghasilkan
produk
unggulan
hasil
dari
sumberdaya mangrove dan
satu – satunya di Kabupaten
Langkat.
Threats (T)
1. Persaingan dengan obyek
wisata yang lain.

3. Keberadaan
kelompok
masyarakat sebagai pengelola
sumberdaya hutan mangrove.
Strategi S-O
1. Meningkatkan
pengelolaan
ekowisata mangrove yang
lebih efisien.

Bekerja sama
kepolisian

dengan

aparat

j. Alternatif Strategi
Prioritas dari strategi yang dihasilkan dengan memperhatikan faktor-faktor
yang saling terkait. Rangking akan ditentukan berdasarkan urutan jumlah skor
terbesar sampai terkecil. Tabel Alternatif strategi dapat dilihat pada Tabel 14.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 14. Alternatif Strategi
No Alternatif Strategi
Strategi S-O
1
Meningkatkan taraf
pengelolaan ekowisata
mangrove yang lebih efisien.
2
Meningkatkan jumlah fasilitas
pendukung seperti
penambahan jumlah toilet dan
tempat sampah.
Strategi S-T
1
Melakukan inovasi
pengelolaan ekowisata dan
memperbarui fasilitas tempat
ekowisata secara berkala.
2
Memberikan
pendidikan
lingkungan/konservasi
kepada setiap wisatawan
dengan
cara
menjaga
kebersihan di tempat wisata,
dll.

1

2

1

2

Strategi W-O
Memberikan promosi baik
lewat internet maupun media
cetak lainnya untuk menarik
minat wisatawan berwisata
mangrove.
Menambah
media
interpretasi
pendidikan
lingkungan,
berupa
informasi khusus ataupun
peta wisata.
Strategi W-T
Meningkatkan
kesadaran
masyarakat
sekitar
&
pengunjung untuk mau
merehabilitasi
ekosistem
mangrove yang rusak dan
kritis.
Bekerja
sama
dengan
lembaga desa setempat
ataupun pihak luar untuk
meningkatkan pengelolaan
ekowisata mangrove.

Keterkaitan

Jumlah Skor

Ranking

S1, O1, S2, O2

0,7

I

S2, O2, S3, O3

0,63

II

S1, T1

0,42

IV

S2, T2, S3, T3

0,56

III

W1, O1

0,29

VII

W2, W3

0,36

V

W3

0,17

VIII

W3, T3

0,34

VI

Dari delapan alternatif strategi diperoleh tiga prioritas utama kegiatan untuk
pengelolaan ekowisata di kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang. Strategi-strategi

Universitas Sumatera Utara

tersebut adalah: Pertama, meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove
melalui kegiatan ekowisata yang melibatkan masyarakat sebagai pengelola.
Menurut Purnomo, dkk (2013), Untuk meningkatkan pengelolaan ekosistem
mangrove, perlu dilibatkan masyarakat dalam menyusunan proses perencanaan dan
pengelolaan ekosistem ini secara lestari
Kedua, menambah sarana dan prasarana pendukung seperti toilet, fasilitas
air bersih, tempat sampah, penambahan jalur tracking, kantin, pondok perluasan
aula dan tempat ibadah muslim. Dalam Muttaqin, dkk (2011), perlu adanya
pengembangan kondisi sarana dan prasarana serta peningkatan kuliatas SDM dalam
meningkatkan kegiatan ekowisata. Penambahan fasilitas ini berguna untuk
mengantisipasi kelebihan jumlah pengunjung yang datang. Selain itu, penambahan
fasilitas atau sarana dan prasarana ini bertujuan untuk menarik minat wisatawan
menambah profit bagi pengelola ekowisata mangrove serta membuat wisatawan
yang pernah berkunjung agar kembali berkunjung ke kawasan ekowisata mangrove
Desa Lubuk Kertang.
Ketiga, memberikan pendidikan lingkungan/konservasi kepada setiap
wisatawan dengan cara menjaga kebersihan di tempat wisata dan menjaga obyek
wisata mangrove dengan tetap memperhatikan daya dukung kawasan. Salah satu
dari delapan prinsip pengembangan ekowisata dalam Suwargana (2008),
pendidikan konservasi lingkungan bertujuan untuk mendidik wisatawan dan
masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. proses ini dapat dilakukan
langsung di alam. Banyak cara dapat dilakukan dalam menjaga obyek wisata
dengan memperhatikan daya dukung kawasan, salah satunya tidak membuang
sampah sembarangan pada kawasan mangrove maupun membatasi setiap

Universitas Sumatera Utara

pengunjung yang datang tidak melebihi kemampuan daya dukung kawasan suatu
wisata, karena dapat mengakibatkan mangrove dikawasan tersebut rusak dan
otomatis dengan rusaknya mangrove maka tempat wisata mangrove akan rusak
baik secara langsung maupun perlahan dan ini otomatis akan mengurangi minat
pengunjung yang akan berkunjung lagi ke tempat wisata mangrove ini.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Dari hasil pengamatan mangrove di 3 stasiun diperoleh 10 jenis mangrove,
sedangkan untuk keberadaan fauna yang didapat dari pengamatan visual
dilapangan terdiri dari kelompok fauna daratan (terestrial) yakni 3 jenis burung,
3 jenis reptil, 3 jenis mamalia dan kelompok fauna perairan (akuatik) adalah 3
jenis ikan, 5 jenis moluska serta 4 jenis krustasea.
2. Dari hasil kuisioner yang ditujukan kepada masyarakat Desa Lubuk Kertang,
masyarakat memanfaatkan kawasan mangrove sebagai penghasilan tambahan
dan sebagian besar masyarakat sadar akan pentingnya kelestarian hutan
mangrove, sementara pengunjung Ekowisata Mangrove Desa Lubuk Kertang
menilai bahwa hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang masih terjaga
kelestariannya dan perlu adanya penambahan fasilitas oleh pihak pengelola.
3. Potensi wisata di kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang memiliki nilai daya
dukung kawasan mencapai 36 orang per hari dengan indeks kesesuaian
ekosistem mangrove termasuk ke dalam kategori sesuai (S).
4. Strategi alternatif pengelolaan ekowisata mangrove yang diprioritaskan di
kawasan

ekowisata

mangrove

Desa

Lubuk

Kertang

adalah

pertama

meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan
ekowisata yang melibatkan masyarakat sebagai pengelola, kedua sarana dan
prasarana

pendukung

dan

yang

ketiga

memberikan

pendidikan

lingkungan/konservasi kepada setiap wisatawan.

Universitas Sumatera Utara

Saran
1. Perlu adanya pengawasan ekosistem mangrove yang dilakukan ol

Dokumen yang terkait

Analisis Vegetasi Mangrove dan Keanekaragaman Jenis Ikandi Kawasan Mangrove Desa Lubuk Kertang Kecamatan Pangkalan Brandan Barat Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 1 18

Analisis Vegetasi Mangrove dan Keanekaragaman Jenis Ikandi Kawasan Mangrove Desa Lubuk Kertang Kecamatan Pangkalan Brandan Barat Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 5 3

Analisis Vegetasi Mangrove dan Keanekaragaman Jenis Ikandi Kawasan Mangrove Desa Lubuk Kertang Kecamatan Pangkalan Brandan Barat Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 0 8

Struktur Komunitas Gastropoda pada Ekosistem Mangrove di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Berandan Barat Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara Chapter III V

0 0 26

Identifikasi Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat

0 0 15

Identifikasi Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat

0 1 2

Identifikasi Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat

0 2 3

Identifikasi Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat

1 1 12

Identifikasi Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat

0 4 3

Identifikasi Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat

0 0 15