BUKU PANDUAN SKILL LAB FK UNISSULA (1)

BUKU PANDUAN SKILL LAB
FK UNISSULA
Semester
: 7
Modul
: Kegawat Daruratan Medik
LBM
: I
Topik Ketrampilan
: Pengelolaan bantuan Napas Dasar dan Lanjut
A. SASARAN BELAJAR
1. Menilai patensi jalan napas dan kemungkinan cedera pada C-Spine
2. Melakukan proteksi pada C-Spine (Cervical Spine) selama pengelolaan airway dasar dan lanjut
3. Melakukan manuver jalan napas dasar
4. Melakukan pengelolaan jalan napas dengan airway dasar (Orofaring atau Nasofaring airway)
5. Mengetahui definisi dan indikasi airway definitive
6. Melakukan pengelolaan airway dengan airway definitif (Intubasi endotrakea)
B. RENCANA PEMBELAJARAN
Waktu praktikum
Panduan tutor


Tugas mahasiswa

2 x 100 menit
1. Bantuan Napas Dasar (20 menit)
2. Bantuan Napas Lanjut (30 menit)
3. Memandu Mahasiswa berlatih (50 menit)
4. Evaluasi (100 menit)
1. Mempelajari Petunjuk skill lab secara mandiri

C. DASAR TEORI
Manajemen jalan napas merupakan salah satu ketrampilan khusus yang harus dimiliki oleh
dokter atau petugas kesehatan yang bekerja di Unit Gawat Darurat. Manajemen jalan napas
memerlukan penilaian, mempertahankan dan melindungi jalan napas dengan memberikan
oksigenasi dan ventilasi yang efektif.
Penyebab kematian adalah hipoksia, organ tubuh yang paling rentan terhadap hipoksia
adalah otak jadi tujuan resusitasi yang utama adalah menjaga oksigenasi otak tetap terjaga.
Penyebab kematian sel :
1. Hipoksia
2. Trauma
3. Infeksi

4. Reaksi imunologik
5. Gangguan genetika
6. Gangguan nutrisi

1

D. PROSEDURAL PENANGANAN PASIEN
BASIC AIRWAY CONTROL, PROTECTION OF C-SPINE
LANGKAH-LANGKAH MENILAI JALAN NAPAS :
1. LOOK:
 Kesadaran; “the talking patient” : pasien yang bisa bicara berarti airway bebas, namun
tetap perlu evaluasi berkala.
 Agitasi
 Nafas cuping hidung
 Sianosis
 Retraksi
 Accessory respiratory muscle
2. LISTEN:
 Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
 Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda asing

 Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan napas setinggi larings
(Stridor inspirasi) atau stinggin trakea (stridor ekspirasi)
 Hoarnes, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
 Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang membutuhkan napas
pendek untuk bicara menandakan telah terjadi gagal napas
3. FEEL:
 Aliran udara dari mulut/ hidung
 Posisi trakea terutama pada pasien trauma, Krepitasi
Catatan : Pada kaus henti jantung, RJP berdasarkan AHA 2010, Look, listen Feel dihilangkan
Pada Kasus trauma Look, Listen Feel tetap dilakukan
PEMBUKAAN DAN PEMELIHARAAN JALAN NAPAS ATAS
Pada pasien yang tidak sadar, penyebab tersering sumbatan jalan napas yang terjadi adalah
akibat hilangnya tonus otot-otot tenggorokan. Dalam kasus ini lidah jatuh ke belakang dan
menyumbat jalan napas ada bagian faring
1. Pembukaan Jalan nafaas secara manual
Teknik dasar pembukaan jalan napas atas adalah dengan megangkat kepala-angkat dagu
(Head Tilt-Chin Lift). Teknik dasar ini akan efektif bila obstruksi napas disebabkan lidah atau
relaksasi otot pada jalan napas atas.
Bila pasien yang menderita trauma diduga mengalami cedera leher, lakukan penarikan
rahang tanpa mendorong kepala. Karena mengelola jalan napas yang terbuka dan

memberikan ventilasi merupakan prioritas, maka gunakan dorong kepala tarik dagu bila
penarikan rahang saja tidak membuka jalan napas.
2. Pemeliharaan jalan napas atas

2

Agar pasien dapat bernapas secara spontan, maka jalan napas atas harus dijaga agar tetap
terbuka. Oleh karena itu, pada pasien yang dalam keadaan tidak sadar tanpa adanya refleks
batuk atau muntah, pasanglah OPA atau NPA untuk mengelola patensi jalan napas.
Bila anda menemukan seorang pasien tersedak yang tidak sadar dan henti napas, bukalah
mulutnya lebar-lebar dan carilah benda asing di dalamnya. Bila anda menemukannya,
keluarkan dengan menggunakan jari anda. Bila anda tidak melihat adanya benda asing, mulai
lakukan RJP. Tiap kali anda membuka jalan napas untuk memberikan napas, bukalah
mulutnya lebar-lebar dan carilah benda asing di dalamnya. Bila ada keluarkan dengan
menggunakan jari anda. Bila tidak ada benda asing, lanjutkan RJP
Dalam melakukan teknik membebaskan jalan nafas agar selalu diingat untuk melakukan
proteksi Cervical-spine terutama pada pasien trauma/multipel trauma. jalan napas pasien
tidak sadar sering tersumbat oleh lidah, epiglotis, dan juga cairan, agar jalan napas tetap
terbuka perlu dilakukan manuver head tilt,chin lift dan juga jaw thrust. Bisa sebagian atau
kombinasi ketiganya (tripple airway manouver). Head tilt dan chin lift adalah teknik yang

sederhana dan efektif untuk membuka jalan napas tetapi harus dihindari pada kasus cedera
tulang leher/servikal.

.
CHIN LIFT

Chin Lift

Manuver ini akan mencegah menggantung/ menurunnya dagu dan mempertahankan
mulut sedikit terbuka.Tidak boleh mengakibatkan hiperekstensi leher. Aman untuk Cspine pada pasien trauma.

3

JAW THRUST

Jaw Thrust

Jaw Thrust.

Pegang pada angulus mandibulae, dorong mandibula ke depan (ventral). Manuver ini aman

dilakukan pada pasien trauma.

Tidak boleh memberi bantal pada pasien tidak sadar karena akan membuat posisi kepala fleksi dan
tidak boleh menyangga leher untuk mengekstensikan kepala karena bahaya cedera pada cervical
spine.

Caution !! Protect Cervical-Spine During
Airway Management

4

Apabila terdapat suspect C-Spine Injury, maka pengelolaan jalan napas dasar dan lanjut dilakukan
dengan C-Spine protection yang meliputi manual in line stabilization atau pemasangan cervical
collar.
ALAT BANTU JALAN NAFAS DASAR/SEDERHANA
Posisi jalan nafas atas yang benar harus dijaga pada pasien tidak sadar yang dapat bernapas secara
spontan. Pada pasien yang tidak sadar tanpa reflek batuk atau muntah, dapat dipasang alat bantu
napas sederhana.
1. OROPHARYNGEAL AIRWAY (OPA)
Manfaat OPA : Menahan lidah dari menutupi hipofaring. Sebagai fasilitas suction dan

mencegah tergigitnya lidah dan ETT (Endotracheal Tube). Pemasangan pada anak-anak harus
hati- hati karena dapat melukai jaringan lunak.
Alat bantu napas ini hanya digunakan pada pasien yang tidak sadar bila angkat kepala-dagu
tidak berhasil mempertahankan jalan napas atas terbuka. Alat ini tidak boleh digunakan
pada pasien sadar atau setengah sadar karena dapat menyebabkan batuk dan muntah. Jadi
pada pasien yang masih ada refleks batuk atau muntah tidak diindikasikan untuk
pemasangan OPA.
Indikasi :
a. Napas spontan
b. Tidak ada reflek muntah
c. Pasien tdk sadar,tdk mampu manuver manual
Komplikasi :
a. Obstruksi jalan napas
b. Laringospasme ~ ukuran OPA
c. Muntah
d. Aspirasi

Cara pemilihan OPA : pangkal OPA pd sudut mulut,
ujung OPA pd angulus mandibula. Apabila terlalu
kecil maka tidak dapat efektif membebaskan airway

dan dapat mendorong lidah semakin ke belakang.
Apabila terlalu besar akan melukai epiglotis,
merangsang muntah dan laringospasme.

5

Cara penggunaan alat bantu jalan napas orofarings:
Langkah
Tindakan
1
Bersihkan mulut dan faring dari sekresi, darah, atau muntahan dengan
menggunakan ujung penyedot faring yang kaku (Yaunker), bila memungkinkan
2
Pilihlah ukuran OPA yang tepat, yaitu dengan menempatkan OPA di samping
wajah, dengan ujung OPA pada sudut mulut, ujung yang lain pada sudut
rahang bawah. Bila OPA diukur dan dimasukkan dengan tepat, maka OPA akan
tepat sejajar dengan pangkal glotis
3
Masukkan OPA sedemikian sehingga ia berputar ke arah belakang ketika
memasuki mulut

4
Ketika OPA sudah masuk rongga mulut dan mendekati dinding posterior
farings, putarlah OPA sejauh 180° ke arah posisi yang tepat.
Suatu metode alternatif adalah memasukkan OPA secara lurus ketika
menggunakan penekanan lidah atau alat yang serupa untuk menahan lidah di
dasar mulut.

6

Setelah pemasangan OPA, lakukan pemantauan pada pasien. Jagalah agar kepala dan dagu
tetap berada pada posisi yang tepat untuk menjaga patensi jalan napas. Lakukan
penyedotan berkala di dalam mulut dan faring bila ada sekret, darah atau muntahan.
Perhatikan hal-hal berikut ini ketika menggunakan OPA :
 Bila OPA yang dipilih terlalu besar dapat menyumbat laring dan menyebabkan
trauma pada struktur laring.
 Bila OPA terlalu kecil atau tidak dimasukkan dengan tepat dapat menekan dasar
lidah dari belakang dan menyumbat jalan napas.
 Masukkan dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya trauma jaringan lunak
pada bibir dan lidah.
2. NASOPHARYNGEAL AIRWAY

Indikasi NPA :
a. Sadar/tdk sadar,
b. Napas spontan,
c. Ada refleks muntah,
d. Kesulitan dg OPA.
Kontraindikasi NPA :
a. Fraktur wajah
b. Fraktur tulang dasar tengkorak.
Jelaskan cara pemilihan NPA (ada gambar pd slide), cara pemasangan NPA (bevel
menghadap lateral).
Komplikasi NPA :
a. Trauma,
b. Laringospasme,
c. Muntah,
d. Aspirasi,
e. Insersi intrakranial (pd fr. tlg wajah/tlg. dasar tengkorak)

Cara Penggunaan alat bantu napas Nasofaring adalah :
Langkah
1


Tindakan
Pilihlah ukuran NPA yang tepat
 Bandingkan diameter luar NPA dengan lubang dalam hidung. NPA
tidak boleh terlalu besar sehingga menyebabkan lubang hidung
memucat. Beberapa tenaga kesehatan menggunakan diameter jari
7

2
3

kelingking pasien sebagai pedoman untuk memilih ukuran yang tepat
 Panjang NPA haruslah sama dengan jarak antara ujung hidung pasien
dengan cuping telinga
Basahi saluran napas dengan pelumas larut air atau jelly anestesik.
Masukkan NPA melalui lubang hidung dengan arah posterior membentuk garis
tegak lurus dengan permukaan wajah. Masukkan dengan lembut sampai dasar
nasofaring.
Bila mengalami hambatan :
 Putar sedikit pipa untuk memfasilitasi pemasangan pada sudut antara
rongga hidung dan nasofaring
 Cobalah tempatkan melalui lubang hidung yang satunya karena pasien
memiliki rongga hidung dengan ukuran yang berbeda

Pemeliharaan jalan napas perlu dilakukan setelah pembukaan jalan napas, dapat dilakukan
secara manual, dengan alat sederhana ataupun dengan alat bantu lanjut. Dalam pemeliharaan jalan
napas juga perlu dilakukan pemeriksaan sumbatan jalan napas oleh cairan / benda asing secara
berkala menggunakan sapuan jari tangan.

Pemeliharaan Jalan Napas
• Manual

Tripple airway manouvre

• Bantuan alat
sederhana

Oropharyngeal airway
(OPA)
Nasopharyngeal airway (NPA)

• Bantuan alat
lanjutan

Laryngeal mask airway
Combitube
ACLS

Intubasi dg ETT

ADVANCED AIRWAY

Ada dua macam ;
1. Non Surgical
2. Surgical

: Intubasi orotrakea dan nasotrakea
: Krikotiroidotomi dan trakeotomi

8

INTUBASI ENDOTRAKEA
Adalah proses memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea pasien. Bila pipa dimasukkan
melalui mulut disebut intubasi orotrakea, bila melalui hidung disebut nasotrakea
Kegunaan Pipa endotrakea adalah :
1. Memelihara jalan napas atas terbuka (paten)
2. Membantu pemberian oksigen konsentrasi tinggi
3. Memfasilitasi pemberian ventilasi dengan volume tidal yang tepat untuk memelihara
pengembangan paru yang adekuat
4. Mencegah jalan napas dari aspirasi isi lambung atau benda padat atau cairan dari
mulut, kerongkongan atau jalan napas atas
5. Mempermudah penyedotan dalam trakea
6. Sebagai alternatif untuk memasukkan obat (Nalokson, Atropin, Vassopresin, epinefrin
dan lidokain ; NAVEL) pada waktu resusitasi jantung paru bila akses intravena atau
intraosseus belum ada
INDIKASI
1. Henti jantung, bila ventilasi kantong napas tidak memungkinkan atau tidak efektif
2. Pasien sadar dengan gangguan pernapasan dan pemberian oksigen yang tidak
adekuat dengan alat-alat ventilasi yang tidak invasif
3. Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan napas (pasien koma)
Kebutuhan untuk perlindungan airway
Tidak sadar

Fraktur Maksilofasial berat

Bahaya aspirasi
 Perdarahan
 Muntah-muntah
Bahaya sumbatan :
 Hematoma leher
 Cedera laring, trakea
 Stridor

Kebutuhan untuk ventilasi
Apnea :
 Paralisis neuromuskular
 Tidak sadar
Usaha napas yang tidak adekuat :
 Takipnea
 Hipoksia
 Hiperkarbia
 Sianosis
Cedera kepala tertutup berat yang
membutuhkan hiperventilasi
Kehilangan darah yang masif dan
memerlukan resusitasi volume

Penderita yang mempunyai Skor GCS lebih rendah harus segera diintubasi. Penting
untuk memastikan ada tidaknya fraktur ruas tulang leher, tetapi pengambilan foto servikal
tidak boleh mengganggu atau memperlambat pemasangan airway definitif bila indikasinya
telah jelas. Apabila tidak diperlukan intubasi segera, pemeriksaan foto servikal dapat
9

dilakukan. Tetapi, foto servikal lateral yang normal tidak menyingkirkan adanya cedera ruas
tulang leher.
Persiapan Intubasi Endotrakeal
1. Alat:
A. Laryngoscope
a. Terdiri dari : Blade (bilah) dan Handle (gagang).
b. Pilih ukuran blade yg sesuai. Dewasa : no 3 atau 4, Anak
: no 2, Bayi
:
no 1
c. Pasang blade dengan handle, Cek lampu harus menyala terang.
B. Endotracheal Tube (ETT)
a. Pilih ukuran yang sesuai: (ID: Internal Diameter)
b. Dewasa
: ID 6.5 , 7 atau 7.5 Atau ± sebesar kelingking kiri pasien
c. Anak
: ID = 4 + (Umur : 4)
d. Bayi
: Prematur : ID 2.5
e. Aterm
: 3.0 – 3.5
Selalu menyiapkan satu ukuran dibawah dan diatas. Pilih ET yang High Volume Low
Pressure (ETT putih/ fortex). Bila memakai yg re-useable, cek cuff dan patensi lubang ET
C. Spuit 20 cc.
D. Stylet (bila perlu).
E. Handsgloves steril.
F. KY jelly.
G. Forcep Magill (bila perlu).
H. AMBU Bag dengan kantung reservoir dihubungkan dengan sumber oksigen.
I. Plester untuk fiksasi ETT.
J. Oropharngeal Airway.
K. H. Alat suction dg suction catheter
L. Stetoscope.
2. Obat Emergency
- Sulfas Atropin (SA) dalam spuit
- Adrenaline dalam spuit.
3. Pasien
Informed consent mengenai tujuan dan resiko tindakan. Ingat resiko/komplikasi intubasi bisa
berakibat fatal !!!
LANGKAH – LANGKAH INTUBASI ENDOTRAKEA
1. Informed consent : salam, memperkenalkan diri, menjelaskan tindakan yang akan dilakukan,
meminta persetujuan (kepada keluarga jika pasien tidak sadar)
2. Memakai alat-alat proteksi diri meliputi ; topi, masker, apron, sarung tangan, tambahan (jika
ada) : google, sepatu tidak tembus air
3. Mengenali problem airway (Look, Listen Feel) dengan kemungkinan cedera C-Spine. Apabila
terdapat suspect C-Spine Injury, maka pengelolaan jalan napas dasar dan lanjut dilakukan
10

dengan C-Spine protection yang meliputi manual in line stabilization atau pemasangan
cervical collar.
4. Sambil mempersiapkan untuk intubasi endotrakea sebagai pilihan terbaik untuk
mengamankan airway pada kasus ini, agar jalan napas tetap terbuka perlu dilakukan
manuver head tilt,chin lift (pada kasus nontruma) dan juga jaw thrust (pada kasus trauma).
Jika gagal sementara dapat dipasang OPA (sesuai indikasi ; pasien tidak sadar dan tidak ada
muntah, dengan manuver manual gagal) dan dilakukan suction dengan tetap
mempertahankan In line Stabilitation
5. Dilakukan pemasangan Pulse Oxymetri (SpO2) bila ada
6. Ventilasi tekanan positif dan oksigenasi
Harus dilakukan sebelum intubasi. Dada harus mengembang selama ventilasi diberikan.
Oksigenasi dengan oksigen 100% (10 L/menit).Bila intubasi gagal (waktu >30 detik), lakukan
ventilasi dan oksigenasi ulang, bahaya hipoksia !!!
Cara memberikan ventilasi buatan dengan kantung napas sungkup muka:
a. Menggunakan OPA bila pasien tidak mempunya reflek batuk atau reflek muntah agar
jalan napas tetap terbuka.
b. Dengan tetap melakukan ekstensi kepala, ibu jari dan jari telunjuk membentuk huruf “C”
menekan pinggir sungkup muka ke wajah pasien agar tidak ada kebocoran diantara
sungkup dan wajah, sedangkan tiga jari sisanya membentuk huruf “E” mengangkat
rahang bawah sehingga jalan napas tetap terbuka. Tangan yang lain menekan kantong
napas dengan lembut dalam waktu lebih dari 1 detik setiap ventilasi
c. Apabila cara di atas sulit dilakukan dengan oleh satu orang penolong maka dianjurkan
dilakukan oleh dua orang penolong. Satu penolong memegang sungkup dengan 2 tangan
yang masing-masing membentuk huruf “C” dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk
menutup kebocoran diantara sungkup dan wajah, dan membentuk huruf “E” dengan 3
jari sisanya untuk mengangkat rahang bawah. Penolong kedua menekan kantong napas
dalam waktu lebih dari 1 detik setiap ventilasi, sampai dada terangkat. Kedua penolong
harus mengamati terangkatnya dada.
d. Kebocoran antara kantong napas dan sungkup muka tidak akan terjadi bila kantong
napas dihubungkan dengan alatalat bantu napas seperti pipa trakea, sungkup laring, dan
pipa esofagotrakea.
Selama melakukan pengelolaan airway dengan tetap mempertahankan in line stabilitation (bisa dari
bawah)

11

7. Posisikan pasien : ‘sniffing the morning air position’, Leher sedikit fleksi, kepala ekstensi. 1
bantal diletakkan di bawah kepala.

8. Lepaskan OPA (jika pada langkah 4 sudah terpasang).Tangan kiri memegang laringoskop.
Masukkan secara gentle pada sisi kanan mulut di atas lidah, Singkirkan lidah ke kiri cari
epiglotis. Tempatkan ujung bilah di valekula.

12

Posisi ujung bilah laringoskop di valekula,

Elevasi laringoskop dan visualisasi plica vocalis

9. Dengan elevasi laringoskop, hindari mengungkit gigi bagian atas. Hal ini akan mengangkat
epiglotis sehingga plica vocalis terlihat (warna lebih pucat)
Bila tidak terlihat, minta bantuan asisten utk lakukan BURP manuver (Back, Up, Right
Pressure) pada kartilago krikoid sampai terlihat plika vokalis(menurut AHA 2010 sudah tidak
direkomendasikan lagi)

BURP manuever

10. Masukkan ETT melalui sisi kanan mulut, bimbing ujungnya masuk trakea sampai cuff ETT
melewati plika vokalis (kedalaman 23 cm pada laki-laki dan 21 cm pada wanita dewasa)
11. Hubungkan pipa ET dengan alat ventilasi seperti bag-valve mask yang terhubung dengan
oksigen (flow 10-12 L/menit).
12. Kembangkan cuff ETT secukupnya (sampai tidak ada kebocoran udara )dengan spuit 20 cc
berisi udara
13. Evaluasi pemasangan dengan mendengarkan melalui stetoskop pengembangan ke-2 paru,
bila hanya terdengar suara pada salah satu paru berarti masuk ke salah satu bronkus
kempeskan cuff & tarik ET, ulangi evaluasi (jika terdengar sama pada kedua paru, berarti
13

sudah benar, kembangkan cuff). Bila dada tidak terlihat mengembang dan pada auskultasi
terdengar gurgling di epigastrium berarti terjadi intubasi esofagus maka kempeskan cuff &
tarik ET, ulangi pemasangan ETT.
14. Pasang OPA dengan cekungan menghadap ke atas lebih dahulu, kemudian putar 180 derajat
menyentuh palatum molle
15. Setelah yakin ET masuk dalam trakea & suara nafas terdengar sama pd kedua paru
kemudian Fiksasi ETT dengan plester

Teknik Intubasi ETT

ACLS

14

E. CHECK LIST
Nilai
No. Aspek ketrampilan dan Medis yang dilakukan
1

2

3

3

4

5

Lepaskan OPA (jika pada langkah 3 sudah
terpasang).Tangan kiri memegang laringoskop. Masukkan
secara gentle pada sisi kanan mulut di atas lidah,
Singkirkan lidah ke kiri cari epiglotis. Tempatkan ujung
bilah di valekula.

7

Dengan elevasi laringoskop, hindari mengungkit gigi
bagian atas. Hal ini akan mengangkat epiglotis sehingga
plica vocalis terlihat (warna lebih pucat)
Bila tidak terlihat, minta bantuan asisten untuk lakukan
BURP manuver (Back, Up, Right Pressure) pada kartilago
krikoid sampai terlihat plika vokalis
Masukkan ETT melalui sisi kanan mulut, bimbing
ujungnya masuk trakea sampai cuff ETT melewati plika
vokalis (kedalaman 23 cm pada laki-laki dan 21 cm pada
wanita dewasa)
Masukkan ETT, bimbing ujungnya masuk trakea sampai
cuff ETT melewati plika vokalis.

9

1

2

Informed consent : salam, memperkenalkan diri,
menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, meminta
persetujuan (kepada keluarga jika pasien tidak sadar)
Memakai alat-alat proteksi diri meliputi ; topi, masker,
apron, sarung tangan, tambahan (jika ada) : google,
sepatu tidak tembus air
Mengenali problem airway (Look, Listen, Feel) dengan
kemungkinan cedera C-Spine. Apabila terdapat suspect CSpine Injury, maka pengelolaan jalan napas dasar dan
lanjut dilakukan dengan C-Spine protection yang meliputi
manual in line stabilization atau pemasangan cervical
collar.
Membuka jalan napas (Head tilt, chin lift, jaw trust) jika
gagal gunakan alat bantu jalan napas dasar (OPA)
perhatikan indikasi serta kontraindikasi
Dilakukan pemasangan Pulse Oxymetri (SpO2) bila ada
kemudian berikan Ventilasi tekanan positif dan
oksigenasi
Posisikan pasien : ‘sniffing the morning air position’,
Leher sedikit fleksi, kepala ekstensi. 1 bantal diletakkan di
bawah kepala.

6

8

0

15

10

11

12

13

Hubungkan pipa ET dengan alat ventilasi seperti bagvalve mask yang terhubung dengan oksigen (flow 10-12
L/menit).
Kembangkan cuff ETT secukupnya (sampai tidak ada
kebocoran udara )dengan spuit 20 cc berisi udara
Evaluasi pemasangan dengan mendengarkan melalui
stetoskop pengembangan ke-2 paru, bila hanya
terdengar suara pada salah satu paru berarti masuk ke
salah satu bronkus kempeskan cuff & tarik ET, ulangi
evaluasi (jika terdengar sama pada kedua paru, berarti
sudah benar, kembangkan cuff). Bila dada tidak terlihat
mengembang dan pada auskultasi terdengar gurgling di
epigastrium berarti terjadi intubasi esofagus maka
kempeskan cuff & tarik ET, ulangi pemasangan ETT.
Pasang OPA dengan cekungan menghadap ke atas lebih
dahulu, kemudian putar 180 derajat menyentuh palatum
molle
Setelah yakin ET masuk dalam trakea & suara nafas
terdengar sama pd kedua paru kemudian Fiksasi ETT
dengan plester

F. DAFTAR PUSTAKA
1. Wilson WC, Grande CM, Heyt DB. Trauma Emergency Resuscitation Perioprative
Anesthesia Surgical Management Volume 1. Informa Health care, New York 2007.
2. Rushman GB, Davies NJH, Cashman JN. Lee Synopsis of Anesthesia 12 th edition.
Butterworth Heineman, Oxford, 2000
3. Prasenohadi. Manajemen Jalan Napas; Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Napas.
FK UI, Jakarta, 2010.
4. Student Course Manual, Advance Trauma Life Support, Edisi 8. American College Surgeon,
1997.
5. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut edisi 2011, PERKI 2011
6. ABC of Practical Procedures 1st edition, Blackwell Publishing, 2010.

16