Bayi Tabung dan Kloning Manusia Dalam Presfektif Syariah Islam

  Nama buku : ‘Amaliyât Athfâal al-Anâbîb wa al-

  Istinsâkh al-Basyari fî Manzûr al-

Syari’ah al-Islamiyah

  Judul terjemah : Bayi Tabung dan Kloning Manusia Dalam Presfektif Syariah Islam

  Penulis : Prof. Dr. Mundzir Thib Al-Barzanji dan Prof. Syakir Ghani al-‘Adili

  Penerjemah : Eva Mushoffa, S.Ag Penerbit : Muassasah ar-Risalah, Libanon Jumlah Halaman : 196

  Bismillahirrahmânirrahim

  Segala puji bagi Allah, tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Saw, dan keluarganya yang terlindung dari dosa, serta sahabat-sahabat pilihan, semoga Allah memberikan Ridha kepada mereka semua. Buku ini kami persembahkan kepada:

  • Ibu kami yang amat mulia, yang telah mengusahakan segalanya untuk kami.... pintu kesuksesan untuk kami.....
  • Isteri kami tercinta yang telah menanam cinta di hati dan jiwa kami. Dialah tempat kami berbagi segalanya...segala cinta dan janji kami tercurah untuknya....
  • Anak-anak dan cucu-cucu kami yang merupakan kunci yang membuat kami mencintai pekerjaan kami
  • Guru kami yang paling berjasa, Dr. Saidah Ali Anshari...terima kasih tak terhingga kami sampaikan atas kesediaan beliau mengevaluasi beberapa judul tulisan tentang sains

  Dr. Mundzir at-Thîb al-Barzanji Profesor bidang fisiologi reproduksi dan kemandulan Bagdad, 4 Mei 2001 Profesor. Syakir Ghani al-Adili Peneliti dalam kajian keislaman dan bahasa arab.

  Bagdad, 4 mei 2001 PENGANTAR Allah berfirman: “Dan mereka mengada-adakan rahbâniyyah padahal

  

kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka

sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan

Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan

yang semestinya” (QS. al-Hadid:27).

  Ayat ini mengindikasikan bahwa dalam islam tidak ada konsep rahbâniyyah, karena yang demikian itu sangat kontradiktif dengan fitrah manusia yang suci, dan bertolak belakang dengan realita. Sebaliknya, islam memberikan perhatian yang sangat besar pada masalah perkawinan dan menjadikannya sebagai salah satu praktek ubudiyyah. Karena dianjurkan untuk segera dilaksanakan secepatnya dan dipermudah jalannya dengan meringankan mahar dan mempermudah beban lainnya. Allah berfirman: “Dan di antara tanda-tanda

  

kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri

dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa

tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa

kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu

1

benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir

  Rahbâniyyah adalah ungkapan untuk konsep kependetaan yang biasanya dianut oleh umat nasrani atau Budha. konsep ini

  (QS. ar-Rûm:21). Selanjutnya Allah Swt menjadikan buah perkawinan berupa keturunan, yang memberikan makna harapan, kegembiraan dan tumpuan hati. Firman Allah Swt: “Harta dan

  

anak-anak adalah perhiasaan kehidupan dunia tetapi amalan-

amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di

sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan” (QS.

  Al-Kahfi:46).

  Karena posisi seorang anak yang sangat penting sebagai perhiasan kehidupan dunia, maka kerusakan fungsi salah satu dari organ reproduksi wanita maupun pria -atau keduanya- karena suatu sebab, atau penyakit, bisa menjadi faktor penghalang keturunan. Problematika ini seringkali hadir dalam sebuah perkawinan dan mengancam kelanggengannya. Hal ini bisa mengakibatkan timbulnya konflik psikologis dan konflik keluarga yang pada gilirannya menyebabkan perceraian suami isteri.

  Karena itu, tidak mengherankan bila kita sering menjumpai pasangan suami isteri yang tidak memiliki keturunan, berusaha dengan berbagai cara untuk mengatasi halangan tersebut. Terkadang, sebagian orang mencari jalan mantera untuk meminta solusi atas problematika ini.

  Sementara itu, dunia kedokteran dan riset tentang gen terus mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat, pada beberapa dekade terakhir -Terutama dalam mengatasi penyakit kemandulan- yang sudah bisa diatasi penemuan 2

  Istilah ini diambil dari istilah pertanian dan peternakan yang telah lama digunakan, tetapi pada manusia dilakukan dengan menuangkan cairan seminal ke dalam saluran rahim-

  Setelah keberhasilan dokter-dokter spesialis, dengan kelahiran bayi tabung pertama yang dinamakan Liusa Brown pada tahun 1978, maka riset-riset selanjutnya semakin dikembangkan, dan pusat studi inseminasi buatan didirikan di seluruh dunia. Perkembangan tersebut diikuti oleh berdirinya bank-bank sperma, sel telur dan embrio. kemudian pada tahun 1997, diperkenalkan sebuah penemuan ilmiah baru yang diilhami oleh kloning hewan, yaitu methode untuk mendapatkan anak yang persis sama dengan aslinya (ibu atau bapak-pent). Riset dalam bidang ini telah berhasil mengkloning seekor domba yang diberi nama Dolly.

  Peristiwa ini memicu munculnya perdebatan dan diskusi seputar tinjauan hukum syariah yang pada gilirannya menuntut para ulama dan Fuqaha untuk lebih memberi perhatian pada hukum syariahnya, dengan mengacu pada prinsip bahwa syariah islam yang toleran bisa mengeluarkan hukum bagi penemuan- penemuan ilmiah baru, yang berfungsi sebagai kontrol bagi penemuan tersebut dan menginvestasikannya untuk kemashlahatan manusia. Hal ini direspon dalam bentuk seminar dan konfrensi islam dimana-mana yang membahas hukum syariah tinjauan-tinjauan syariah, hukum konvensional dan etika dari proses medis dan penemuan-penemuan ilmiah yang menyentuh aspek kehidupan manusia dan kesehatan fisik serta jiwanya. Hal tersebut bisa dilakukan dengan mencari hukum pokok dari problematika di atas, agar terhindar dari semua yang diharamkan oleh Allah, karena Islam menginginkan keturunan manusia suci dan bersih dari segala noda. Dengan demikian, seluruh atau sebagian proses medis ini, yang dijalani oleh sepasang suami isteri atau salah satunya, selama tidak terdapat kontradiksi dengan hukum-hukum pokok agama dan pengobatan atau perawatan medis yang diperintahkan dalam sunnah-sunnah Nabi yang mulia. Rasulullah Saw bersabda: “wahai seluruh hamba Allah, berobatlah! Karena sesungguhnya

  

Allah menciptakan setiap penyakit dengan obatnya, kecuali

  Dengan dilandasi alasan-alasan di atas, Kami bertekad keras untuk menghadirkan tulisan kami yang berjudul “Bayi Tabung dan Kloning Manusia Dalam Perspektif Ajaran Islam”. Ini adalah sebuah buku yang mengupas tuntas hal-hal yang berkaitan dengan penemuan modern untuk mengatasi kemandulan dan yang berhubungan dengan seluruh aspeknya, termasuk bagian-bagian kecil yang terpisah-pisah. Seluruh penggalan dan bagian yang terpisah, terkemas secara komprehensif dalam buku ini. Pada akhirnya, pembahasan yang sangat kaya dan jangkauannya yang sangat luas bisa memberikan motivasi kepada kami. Motivasi inilah yang selalu mengisi relung hati setiap muslim dan yang membuat setiap tetes keringat yang keluar dari tubuh diniatkan hanya untuk Allah, seperti firman-Nya: “Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya

  

yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi)

  Metodologi penulisan buku ini, terangkum dalam enam bab di bawah ini:

  1. Bab pertama mencakup pembahasan dan purifikasi seputar islam dan wanita, dengan menyoroti perspektif al- Qur`an tentang peran wanita dalam kehidupan dan uraiannya secara terperinci, termasuk urgensi perkawinan dan tujuannya, dan juga problematika 3 kemandulan, sebab-sebab serta pengobatannya.

  Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Imam bukhari dalam

  

al-adab al-mufrad (291), Abu daud (3855), Tirmidzi (2038),

  2. Bab kedua membahas persoalan inseminasi buatan dan problematika legalisasi hukum yang muncul dari rangkaian proses ini, serta bagaimana syariah islam menyikapinya.

  3. Bab ketiga membahas tentang bank sperma embrio dan teknik pembekuan sperma, sel telur dan embrio, serta tinjauan hukum Syariahnya. Bab ini juga menguraikan proses bayi tabung, penyuburan internal dan sistem filter (untuk menyaring sperma-pent) yang terdapat pada alat reproduksi wanita.

  4. Bab empat mengupas tentang kloning gen dan kloning manusia secara biologis serta manfaat ekonomis dari teknologi medis di atas dan pengaruh-pengaruh negatif yang ditimbulkannya, termasuk tinjauan hukum syariahnya.

  5. Bab kelima memuat dialog antara Dokter Munzir Thîb al- Barzanji -seorang ahli genetika- dengan majalah Âfâq

  ‘Arabiyyah Tahun XII dalam edisi Februari tahun 1987

  M. Dialog ini membahas beberapa poin persoalan yang berhubungan dengan tema buku ini, yang sebagian telah lainnya kami ikut sertakan dalam lampiran buku ini, agar pembahasan buku ini lebih mendalam, dan para pembaca bisa mengambil manfaat dari lampiran tersebut.

  6. Bab keenam yang merupakan Bab terakhir dari buku ini, mengupas persoalan Aborsi dan macamnya serta bagaimana Syariah islam menyikapinya. Untuk lebih memperkuat landasan argumentatif dari buku ini, kami menyertakan setiap bab dengan lampiran, dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para ulama dengan sikap lugas Syariah islam tentang metode medis ini, disertai jawabannya. Atau dalam bentuk lembaran ketetapan yang dikeluarkan oleh mereka dan mencakup bagaimana sikap Syariah islam terhadap metode yang sangat beragam tersebut.

  Dan Demi Allah, kami berharap mereka yang ingin mendalami penemuan modern ini, bisa mengambil manfaat dari apa yang telah kami suguhkan dalam buku ini. Kami juga berharap, para pembaca memperoleh gambaran yang jelas tentang sikap Syariah islam dalam menghadapi persoalan tersebut.

  Penulis Bagdad, 4 April 2001 M BAB PERTAMA

  • PENGANTAR PERKAWINAN DAN TUJUANNYA
  • PROLEMATIKA KEMANDULAN; PENGERTIAN SEBAB-SEBAB DAN
  • CARA MENGATASINYA

  PENGANTAR Islam secara substantif dan realistis memberikan petunjuk kepada posisi-posisi yang mulia, dan membebaskan ikatan-ikatan kegelapan dan penyembahan selain Allah. Islam juga merespon seluruh kebutuhan hidup manusia dan selalu menghubungkan agama dengan seluruh aktifitas manusia agar tercipta kehuidupan yang bahagia, adil dan terhindar dari kesulitan serta permusuhan.

  Inilah hakekat Islam yang memenuhi seluruh kebutuhan manusia, dan menjawab tuntutan insting serta fitrah suci yang lahir darinya. Insting dan fitrah suci inilah yang membedakannya dengan seluruh makhluk, bukan tuntutan keserakahan, hasrat biologis dan permusuhan.

  Begitu pula tatanan sosial yang dibangun atas landasan kaidah bahwa seluruh manusia pada dasarnya adalah satu keluarga besar yang diciptakan oleh Allah Swt dari satu jiwa, dan darinya pula Allah menciptakan pasangannya. Allah Swt berfirman : “Hai sekalian manusia,

  

bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu

dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan

isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang-

biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan

bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)

nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan

(peliharalah) hubungan silaturrahim” (QS.an-Nisâ:1).

  Selanjutnya, perkembang-biakan manusia dan berbagai macam bangsa dan suku. Dalam hal ini Islam memandang dan mengakui hal tersebut sebagai hakikat keniscayaan yang harus selalu ada dan berlangsung terus menerus, karena hal itu bisa memberikan manfaat bagi komunitas manusia agar mereka berinteraksi dan bekerjasama dalam kehidupan. Allah berfirman: “Hai

  

manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang

laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu

berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling

kenal-mengenal” (QS. Al-Hujurât:13). Akan tetapi Allah reproduksi manusia ini, dalam kerangka kehidupan perkawinan yang dilandasi hukum syariah. Dengan demikian, cara atau sarana reproduksi manusia yang dilakukan selain itu adalah zina. Dan ini ditolak dengan tegas oleh seluruh ajaran samawi dan tidak bisa diterima oleh prinsip-prinsip etis serta kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Allah Swt berfirman: “Dan janganlah kamu

  

mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu

perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS.al-

  Isrâ: 32).

  Al-Qur`an menggambarkan zina sebagai perbuatan yang keji dan jalan yang tercela, serta memperingati agar tidak mendekatinya. Islam juga memasukkan perbuatan ini dalam kategori dosa besar, yang mengakibatkan tersebarnya dekadensi akhlak pada masyarakat. Disamping itu, garis keturunan menjadi tercampur. Karena itu, zina merupakan perbuatan yang paling tercela dari seluruh perbuatan buruk dan kotor.

  Jika kita merujuk kembali kepada ayat-ayat suci al-Qur`an, maka kita akan mendapati bahwa ayat-ayat melengkapi, dimulai dari keluarga, kemudian kelompok dan kemudian membentuk suku bangsa. Dengan demikian, keluarga merupakan lembaga terpenting dalam komunitas manusia.

  Pada titik ini, wanita menjadi faktor terpenting dalam pembahasan kita kali ini. Karena dia merupakan subyek utama dalam proses perkembang-biakan dan reproduksi manusia, pembangunan dunia serta investasi kekayaan alamnya dan manfaat positifnya. Untuk itu, kami memandang perlu untuk menguraikan perspektif islam tentang wanita: agar kita memperoleh gambaran jelas aturan-aturan yang benar, serta mengetahui bagaimana islam mengembankan misi dan tanggungjawab ini kepadanya, agar bisa menjalin kemitraan yang sejajar dengan laki- laki atau menggantikannya dalam menjalankan tugas kekhalifahan di dunia dan membangun kehidupan selaras yang pada akhirnya bisa merealisasikan kebahagiaan dan memberikan jaminan ridha Allah melalui keutamaan saling melengkapi antara peran perempuan dan laki-laki. Dengan demikian masyarakat muslim menjadi masyarakat ideal yang bisa menjadi petunjuk dan panutan bagi masyarakat dunia seluruhnya.

  Berikut ini, pembaca akan disuguhkan uraian terperinci tentang pandangan islam terhadap wanita sebagai pengantar, sebelum memasuki pembahasan utama.

  ISLAM DAN WANITA

  Pandangan Islam Tentang Peran Wanita Dalam Kehidupan

  Di antara stereotip batil dan salah serta mendustakan adalah bahwa wanita dalam islam menempati posisi yang lebih rendah dari laki-laki. Dan dia merupakan makhluk yang selalu teraniaya, tak berdaya dan tidak memiliki kekuatan, dan posisi apapun, serta tidak memiliki apapun selain kerendahan dan ketundukan menghadapi terjangan dan nafsu biologis suaminya. Para feminis ini mengaku sebagai pembebas hak-hak kaum wanita dalam kehidupan. Tetapi mereka lupa bahwa islam telah mengangkat wanita dari lembah kehinaan dan kenistaan serta mengangkat derajatnya ke permukaan yang paling mulia. jika kita bandingkan penghargaan islam terhadap wanita, maka memberikan penghargaan terhadap wanita. Dan sabda Nabi Saw berikut ini bisa menggambarkan kemuliaan hak-hak wanita: “Syurga itu berada di bawah telapak kaki ibu”. Dengan demikian perhatian yang diberikan Islam kepada wanita lebih besar dari perhatian Barat terhadap wanita, karena Islam memandang bahwa posisi, hak, dan keutamaan wanita setara dengan laki-laki. Wanita mendapat apresiasi dan kemuliaan yang sangat tinggi dalam peran sosialnya, dan semua itu berada dalam batas-batas yang telah ditetapkan oleh syariah yang suci. Islam juga telah mengatur hak-haknya yang termanifestasi dalam dua segi, yaitu ekonomi dan sosial.

  Islam membebaskan wanita dari kesulitan, dengan memberikan tanggung-jawab kepada suami atau ayahnya, untuk menafkahinya, sekalipun dia sangat kaya. Dan memberikan hak warisnya dengan ketentuan bagian wanita setengah dari bagian laki-laki, akan tetapi wanita tidak mendapatkan bagian dalam

  

Wanita adalah mitra laki-laki yang menghadirkan

  cinta dan rahmat. Islam memberi Wanita hak pilih dalam segala hal, seperti kebebasan penuh untuk menentukan jalan hidupnya sebagai manusia yang bertindak dengan logika, mempunyai hak untuk berkreatifitas dan mencari ilmu (menuntut ilmu adalah kewajiban laki-laki muslim dan wanita

  

muslimah). Islam juga memberi wanita hak untuk memilih suami

  yang sesuai, hak warisan, hak untuk menjalankan ibadah fardhu tanpa perlu izin dari siapapun. Hal demikian karena wanita dibebankan kewajiban ibadah seperti halnya laki-laki. Islam juga memberikan hak berjihad di jalan Allah dengan cara yang berbeda, dan memberinya beban syariah yang sesuai 4 dengan kondisi fisik, logika dan kepribadiannya. Semua itu

  Diyyat adalah denda yang dibayarkan sebagai pengganti mengindikasikan bahwa wanita membunyai kebebasan penuh untuk bertindak dalam seluruh urusan, kehidupan pribadi dan sosialnya. Islam tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan kecuali dalam masalah imam shalat jamaah, karena wanita mendapatkan dispensasi beberapa hari, untuk tidak melakukan shalat dan puasa setiap bulannya disaat dia sedang berhalangan. sedangkan dalam setiap ibadah di atas disyaratkan kesucian. Dan kalaupun islam membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam suatu masalah, itu disebabkan karena perbedaan natural di antara keduanya, atau untuk kemaslahatan bersama. Secara natural, wanita berbeda dengan laki-laki, diantaranya struktur otak, syaraf dan bobot tubuh. Namun perbedaan tersebut bersifat saling melengkapi. Sebagai konsekwensi dari semua itu, secara fisik wanita lebih lembut dan halus dari laki-laki, sebagaimana halnya domain afektif seperti cinta, kelambutan hati, unsur estetika lebih kuat pada wanita.

  Islam mempunyai argumentasi kuat dalam menghalalkan poligami dan talak yang sering dijadikan propaganda barat untuk membantah dan memfitnah risalah mereka). Poligami disyariatkan dalam islam untuk kondisi khusus, kepentingan khusus, dan dengan syarat-syarat khusus. Poligami tidak dibolehkan secara mutlak tanpa aturan dan syarat –sebagaimana yang dituduhkan oleh orang-orang yang dengki kepada islam. Minimal, isteri pertama harus mengetahui siapa calon isteri kedua dan selanjutnya, bagaimana rupanya, kondisinya, keturunannya, kedudukan serta status sosialnya. Sementara itu laki-laki barat melakukan kumpul kebo dengan teman kencannya dalam kondisi tertentu, tanpa diketahui isterinya sama sekali. Begitu pula wanita- dengan beberapa laki-laki, dan kadang-kadang hal itu dizinkan oleh suaminya. Yang lebih mengejutkan lagi, parlemen Inggris mengeluarkan undang-undang resmi yang mengatur tentang kaum homoseksual, yang mendapat persetujuan dari agamawan. Dan manusia serta musuh islam menyambut hangat keputusan tersebut yang melampaui peradaban manusia, dan undang-undang modern.

  Para musuh Islam, menjadikan perbuatan mereka yang tidak memperhatikan syarat-syarat legal (dalam kasusu poligami, misalnya-pent), sebagai alat untuk membantah, dan memfitnah risalah islam dan pengikutnya dengan argumentasi bahwa perbuatan individu mencerminkan agama dan aqidah. Padahal kalau mereka adil, maka sebaliknya, mereka akan melihat inti ajaran agama, bukan praktek yang dilakukan pengikutnya.

  Dalam persoalan talak, islam juga mengaturnya dengan syarat-syarat dan alasan. Sebagai barometer minimal adalah, ketika tidak ada lagi kata sepakat di antara suami isteri yang mengakibatkan konflik dan dan perseteruan –karena suatu sebab- yang pada akhirnya membuat hidup sempit dan sulit. tenang dan damai. Begitu pula dalam masalah rujuk, yaitu bagi suami yang ingin kembali kepada isterinya selama dalam masa iddah, dengan tujuan perbaikan dan etika pergaulan yang baik. Adapun perceraian, harus dilakukan dengan cara yang baik, yaitu meninggalkan isterinya dengan memberinya nafkah selama masa iddah. Dan setelah berpisah, mantan suami tidak boleh mengingat hal yang buruk tentang isterinya. Disinilah hikmah talak yang banyak dilupakan masyarakat barat.

  Dari uraian di atas, penulis bisa menyimpulkan bahwa agama islam telah mempelopori undang-undang dan hukum memuliakannya dan menetapkan hak-haknya sehingga wanita bisa mengangkat kepalanya, setelah laki-laki memperlakukannya sebagai barang dagangan dan menganggapnya sebagai penggoda dan mainan yang bebas dipermainkannya, dan memamerkannya sebagai barang dagangan yang dinaikkan harganya, dan kemudian diturunkan kembali sesuka hatinya.

  Begitu pula halnya dengan lembaga perkawinan dalam masyarakat sebelum islam. Wanita diperlakukan sebagai barang peninggalan yang dikategorikan sebagai harta warisan. Maka jika suaminya meninggal, ayah mertuanya akan menghiasinya dan mendandaninya. Setelah itu wanita diperlakukan sebagai barang rampasan. Kalau dia suka, dia bisa mengawininya kapan saja, atau mengawinkannnya dengan orang lain, dan mengambil maharnya, seperti transaksi jual beli dengan harga yang ditentukan olehnya. Atau, dia bisa mengurungnya di dalam rumah dan membatasi geraknya hingga wanita bisa menebus dirinya dengan sesuatu yang diinginkan oleh ayah mertuanya.

  Demikian pula di Eropa dan Amerika. Sebelumnya wanita tidak pernah merasakan pandangan terhormat. Posisinya sangat lemah dan hina. Sebagai contoh, undang-undang di Inggris laki menjual isterinya dengan harga murah. Begitu pula di Yunani dan Roma, wanita diperlakukan sebagai anggota masyarakat kelas dua yang tidak mempunyai hak apapun.

  Setelah kita mengetahui semua itu, kita bisa melihat bahwa Islam adalah yang pertama membuat undang-undang yang menjamin posisi dan kemulian wanita dan memberikan hak hidup yang sesuai dengan insting dan misi penciptaannya serta membebaskannya dari ketidakadilan dan kezhaliman. Islam memberikan wanita kebebasan penuh untuk menentukan jalan hidupnya sebagai makhluk yang bertindak dengan logika. diambil dari ayat-ayat al-Qur’an tentang jalan yang dilalui seorang wanita dalam hidupnya, disertai komentar dan ulasan dari penulis, hingga pesan-pesan yang Allah ungkapkan dalam ayat-ayat-Nya bisa kita fahami dengan jelas.

  Siapapun yang membaca al-Qur`an, akan menemukan - di antara ayat-ayatnya yang sangat mulia- gambaran yang sangat nyata tentang peran perempuan dalam kehidupan terutama pada sektor-sektor terencana yang mencakup:

  1. rumahnya 2. peran dalam keluarga 3. kesetaraannya dengan laki-laki 4. makna qiwamah (kepemimpinan) laki-laki atas perempuan 5. posisi dan nilai dirinya dan lain sebagainya.

  Penulis akan menguraikan secara global tentang tema-tema di atas melalui ayat-ayat al-Qur`an, yang membicarakan bagaimana wanita menentukan jalan hidupnya dan menjelaskan peran sentralnya serta konsep manusia seutuhnya. PERTAMA: Allah berfirman: “Dan di antara tanda-tanda

  

kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri

dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa

kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu

benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”

  (QS. Ar-Rûm :21) Penggalan ayat diatas yang berbunyi: “Dia menciptakan

  

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri”, menggambarkan

  bahwa penciptaan isteri-isteri bagi laki-laki merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah, yaitu menciptakan mereka dengan bentuk dan jenis yang sama dengan laki-laki bukan dari jenis lain. Bersama mereka, laki-laki berbagi perasaan kasih dan kedamaian.

  Jika pasangan manusia bukan dari jenis yang sama, mungkin tidak akan bisa tercipta pemahaman dan kerjasama di antara mereka. Mereka akan saling melihat dengan pandangan yang aneh dan merasa bahwa tabiat dan perilakunya sangat jauh berbeda. Dengan kata lain, wanita dan laki-laki berasal dari satu sumber. Mereka tercipta dari asal yang sama yaitu, debu.

  Dalam Ayat lain, Allah berfirman: “Hai sekalian

  

manusia, bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan

kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan

isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang-

biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak...”(QS.an-

  Nisâ:1). Dalam ayat di atas, Allah mendeskripsikan dirinya sebagai Pencipta Tunggal seluruh manusia dimulai dengan menciptakan satu orang (nabi Adam-pent). Kemudian memberitahukan kepada hambanya, bagaimana proses penciptaanya yang berasal dari jenis yang sama, dan mengingatkan bahwa mereka semua keturunan yang mempunyai satu bapak dan satu ibu, dan bahwa mereka berasal dari satu sama lainnya. Yang dimaksud dalam Firman Allah Swt: “yang

  

‘Alaihissalam. Lanjutan ayat berikutnya: “dan daripadanya

Allah menciptakan isterinya”, mempunyai pengertian bahwa

  Allah menciptakan pasangan manusia dari jenis yang sama, yaitu Hawa ‘Alaihassalam. Kemudian Allah melanjutkan: “dan

  

daripada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan

perempuan yang banyak”. Ayat ini bisa difahami bahwa Allah

  menciptakan dari keduanya –yaitu Adam dan Hawa- laki-laki dan perempuan yang menyebar keseluruh penjuru dunia dan membentuk suku, warna kulit dan bahasa yang berbeda-beda.

  Demikianlah, dalam banyak Ayat al-Qur`an, Allah menyapa

  

Adam!”. Ini mengandung penafsiran dan penjelasan untuk

  kalimat “jenis yang sama” yang terdapat dalam penggalan ayat “Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu” yaitu dari Nabi Adam.

  Kata “dari” dalam ungkapan ayat “dan daripadanya Allah

  

menciptakan isterinya”, menunjukkan arti “penjelasan (li

albayân)” bukan “bagian (li attab’îdh)”. Dengan demikian

  makna kalimat “jenis yang sama” dan “isterinya”, dalam dua ayat di atas, menunjukkan bahwa manusia diciptakan dari asal yang sama, dan asal yang dimaksud adalah tanah, sebagaimana Firman allah: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah

  

Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu

(menjadi) manusia yang berkembang biak”. (QS. Ar-Rûm:20).

  Atau Allah menciptakan manusia pertama dari tanah, dan seluruh manusia akan kembali menjadi tanah. Dengan demikian, tanah merupakan sebab entitas dan eksistensi manusia. Kemudian, bagaimana mungkin tanah berproses menjadi manusia yang mempunyai pendengaran, penglihatan, akal, logika, keinginan dan potensi-potensi lainnya dan kemudian menciptakan keajaiban dan membangun peradaban?

  Apakah ini terjadi secara kebetulan atau karena adanya ataom-atom pembentuk –seperti yang diklaim oleh aliran materialis, filsafat koinsiden dan atheis? Orang-orang tersebut boleh saja membuat hipotesa-hipotesa sesuka hati mereka, akan tetapi akal tidak bisa mengingkari “...Tidak

  

ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang

Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. As-Syûrâ:11).

  Kita kembali kepada ayat pertama surat ar-Rûm ayat 21. Setelah Allah Swt mengakhiri ayat-Nya dengan ungkapan “dan

  

daripadanya Allah menciptakan isterinya”, kemudian Ia

  melanjutkan firman-Nya: “supaya kamu cenderung dan merasa merupakan makhluk lemah, yang harus berjuang keras demi hidup dan memikul beban berat. Maka tidak ada yang pantas dan bisa menenangkan dan menentramkan hatinya kecuali isterinya. Kemudian Allah melanjutkan: “dan dijadikan-Nya

  

di antaramu rasa kasih dan sayang”. Ini merupakan sebuah

  kesaksian yang sempurna, dan mengindikasikan bahwa seorang laki-laki dan isterinya memiliki ikatan cinta dan kasih bukan dengki dan kebencian.

  Izinkan penulis keluar sedikit dari pembahasan kita. Penulis ingin mengatakan: siapapun yang menelusuri ayat-ayat yang sangat mulia dan agung tentang wanita yang terdapat dalam al-Qur`an seperti “atau kamu telah menyentuh

  

perempuan” (an-Nisâ:43), “Bagaimana kamu akan mengambilnya

kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur)

dengan yang lain” (an-Nisâ:21), “dari isteri yang telah

kamu campuri” (QS. an-Nisâ:23), “oleh sebab itu, hendaklah

kamu menjauhkan diri” (QS. al-Baqarah:222), “Maka setelah

dicampurinya” (QS. al-A’râf:189), sesungguhnya Ayat-ayat di

  atas dan ayat-ayat lain seperti itu –memang berbicara tentang wanita dalam konteks jenis yang berbeda, tetapi dikenali dengan keindahan dan daya estetiknya. Akan tetapi yang bisa Kami fahami dari ayat-ayat di atas, wanita bukan tujuan utama. Wanita -pada konteks ini- sebagai akses untuk mencari solusi dan memecahkan berbagai problema.

  Perlu diketahui bahwa ayat-ayat tersebut dan ayat-ayat lain yang semisalnya menimbulkan kontroversi di masa-masa turun wahyu. di antaranya adalah polemik yang diperdebatkan Karena itu, kemudian turun ayat 223 surat al-Baqarah “Isteri-isterimu 5

adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam”, yang menganalogikan wanita dan ladang dengan menggunakan metode

tasybîh Bâlig (analogi penuh dalam ilmu semantik-pent).

Makna bercocok tanam adalah mengolah dan menyiapkan tanah untuk ditanami pepohonan. Dan dalam hal ini, penggunaan kata “ladang” adalah untuk menggambarkan wanita sebagai sumber yang melahirkan anak-anak, dalam konteks hubungan seksual dengan suami mereka. Dengan demikian, permasalahan terpecahkan, dan orang-orang Yahudi terbungkam. KEDUA: kita sampai pada ayat ke-35 surat al-Ahzâb yang menunjukkan kesetaraan laki-laki dan perempuan: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-

  

laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan

yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang

benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan

perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang

bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-

laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki

dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah

telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang

besar”. (QS. al-Ahzâb:35).

  Ayat yang mulia ini menempatkan wanita dan laki-laki dalam posisi yang sama, tidak ada perbedaan yang lebih rendah antara laki-laki dan wanita. Dalam ayat di atas, terma-terma yang digunakan menunjukkan kesetaraan, seperti laki-laki muslim, wanita muslimah, laki-laki mu’min, wanita mu’minah, laki-laki yang ta’at dan wanita yang ta’at, laki- laki yang benar dan wanita yang benar, laki-laki yang sabar dan wanita yang sabar, Laki-laki yang berbuat baik dan wanita yang berbuat baik, dan seterusnya. Wanita pada dasarnya setara dengan pria. Dia mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan yang pasti, baik secara verbal maupun praktis. Dia juga memiliki keinginan untuk melakukan tugas- tugas penting.

  Ayat lain yang mengindikasikan kesetaraan laki-laki dan wanita adalah ayat berikut ini: “Barangsiapa yang

  

mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita

sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke

dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun”.

  (QS. an-Nisâ:124). Makna yang bisa ditangkap dari ayat ini - dengan menggunakan metode Qiyas modern- bahwa wanita yang bekerja untuk kemashlahatan dan perbaikan kondisi umum manusia di bidang apapun, harus mendapatkan haknya berupa upah finansial dan insentif moral yang sesuai dengan kewajiban yang telah dia kerjakan, termasuk dalam bidang kepemimpinan dan kekuasaan secara tidak terbatas dan terikat. Hal tersebut tetap berlaku selama wanita mampu melewati batas-batas dan ikatan yang ada, dengan prestasinya yang baik dan berorientasi pada kebaikan. Ayat ini juga mendukung partisipasi aktif wanita dalam bidang politik yang merupakan kewajiban aqidah dan sosial yang harus terus dikembangkan. telusuri dalam ayat 71 surat at-Taubah: “Dan orang-orang

  

yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka

(adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka

menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang

munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka

ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi

rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi

Maha Bijaksana”. Dalam ayat ini, kita bisa menemukan

  beberapa sifat wanita yang mulia yang membuat wanita pantas untuk menjalankan kewajiban dan mendapatkan hak-hak digunakan dalam ayat di atas menunjukkan ikatan aqidah. Laki-laki dan wanita mukmin yang saling menolong diperintahkan untuk menyuruh -orang-orang yang keluar dari jalan yang lurus- untuk berbuat kebaikan, dan menyuruh mereka untuk menghentikan perbuatan mungkar yang membahayakan masyarakat, dan pada akhirnya akan menghambat perkembangan masyarakat. Mereka juga diperintahkan untuk menyerukan agar masyarakat menjalankan fungsi dan roda ekonomi yang telah ditetapkan.

  Ayat-ayat di atas dengan sangat jelas menggambarkan tugas dan peran wanita dalam hidupnya di seluruh bidang, seperti bidang sosial, politik,aqidah dan religius. KETIGA: mari kita menelaah ayat 14 Surat Luqman yang menunjukkan peran wanita dalam membina keluarga: “Dan Kami

  

perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang

ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah

yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.

Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu,

hanya kepada-Kulah kembalimu”. (QS. Luqmân:14). Ayat ini

  menyebutkan posisi ibu secara khusus dan memberikan mengandung anaknya, Menyusuinya selama dua tahun berturut- turut, terbangun sepanjang malam karena tangis bayinya, dan semua kesulitan yang dia hadapi selama mengasuh anaknya. Dengan penghargaan yang sangat tinggi ini, wanita telah memiliki posisi yang sangat jelas dalam keluarga dan lebih tinggi dari laki-laki. Penghargaan ini juga telah memberikan wanita peran nyata dalam membina keluarga. Wanita adalah tiang masyarakat dan sendi pokok yang mendukung eksistensinya yang abadi. Semua itu memberikan gambaran kepada kita bahwa wanita bukan hanya separuh bagian dari anggota masyarakat lainnya yang terdiri dari laki-laki, yang sebelumnya adalah embrio dalam rahim wanita. Wanita pula yang mengandungnya, menyusuinya, dan membesarkannya.

  Al-Quran memberikan panggilan khusus kepada wanita dengan redaksi umm. Karena secara etimologis, kata umm berarti asal dari segala sesuatu. Seperti kalimat umm al-

  

Qurâ yang berarti sentra perkotaan atau kalimat umm al-

kitab yang berarti fâtihah al-kitâb atau pembuka kitab suci.

  Karena surat itu merupakan pengantar atau pendahuluan yang menggambarkan seluruh surat al-Qur’an. Surat fatihah ini dibaca dalam shalat. Allah Swt berfirman: “Dan sesungguhnya

  

al-Qur'an itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi

Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak

mengandung hikmah”. (QS. az-Zukhrûf:4)

  Dari sini bisa kita fahami bahwa wanita berasal dari bahasa yang orisinil dan langsung Allah yang Maha Bijaksana, Maha Suci dan Jernih. KEEMPAT: dalam ayat lain, Allah Swt memberikan qiwâmah (hak penjagaan) ditangan laki-laki. Allah berfirman: “Kaum laki-

  

laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena

sebahagian yang lain(wanita), dan karena mereka (laki-laki)

telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka”.(QS. an-

Nisâ:34).

  Seperti diketahui bahwa laki-laki dan wanita merupakan pilar kehidupan. Karena itu, mustahil kehidupan akan berlangsung dengan berfungsinya salah satu dari keduanya saja. Ini berarti bahwa laki-laki dan wanita mempunyai keistimewaan masing-masing yang berbeda, seperti telah dijelaskan di atas. kalau mereka sama di segala bidang, maka tidak menjadi masalah jika hanya salah satunya saja yang satu dari mereka tidak akan berpengaruh apa-apa. Dengan demikian menyamakan mereka dalam segala bidang sangat bertentangan dengan logika hidup.

  Adapun ayat “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum

  wanita” mengindikasikan hal-hal sebagai berikut:

  1. dalam ayat ini kata laki-laki dikhususkan untuk menyebut para suami, dan kata perempuan dikhususkan untuk menyebut para isteri. 2. yang dimaksud dengan menjadi pemimpin bagi wanita bukan berarti menguasainya secara mutlak yang termanifestasi dalam sosok suami yang diktator, dan isteri dikuasai secara penuh. Isteri dalam hal ini tidak mempunyai keinginan dan pilihan. Akan tetapi sebenarnya laki-laki memang memiliki sebagaian wilayah kepemimpinan atas wanita yang telah ditetapkan oleh para ulama. Wilayah tersebut adalah hak talak yang dipegang oleh laki-laki, ketaatan isteri dalam memenuhi kebutuhan seksual suami, dan kewajiban isteri meminta izin kepada suami bila ingin keluar. Untuk hal-hal selain itu, maka wanita dan laki-laki sama. kepemimpinan laki-laki atas wanita, yaitu:

  a. Penggalan ayat 34 Surat an-Nisâ yang berbunyi: “oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian

  mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain(wanita)” mengindikasikan segi keutamaan

  dalam bentuk kekuatan fisik dan struktur ototnya sebagai mana telah kami jelaskan di atas.

  b. Kemudian penggalan ayat berikutnya: “dan karena

  mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian keraguan sedikitpun, bahwa seharusnya yang memberi nafkah dalam keluarga memiliki keutamaan yang lebih banyak. KELIMA: hal yang berhubungan dengan harga dan nilai wanita, bisa kita temukan jika kita menelaah firman Allah Swt dalam Surat al-Ahzab ayat 33: “dan hendaklah kamu tetap di

  

rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku

seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah

shalat, tunaikanlah zakat dan ta'atilah Allah dan Rasul-

Nya”. Dalam ayat yang sangat mulia ini Islam memperingati

  wanita agar tidak keluar dari rumah dengan busana yang terbuka dan mempertontonkan kecantikannya, karena hal tersebut bisa membangkitkan pengaruh-pengaruh seksual yang tinggi. Islam mewajibkan wanita untuk mengenakan hijab (penutup kepala) untuk menjaga kehormatannya agar tidak menimbulkan keserakahan di hatin orang-orang yang picik. Itu semua yang terjadi di masa kenabian. Lalu bagaimana di zaman modern sekarang ini, ketika wanita keluar dari rumahnya menuju kolam-kolam renang, gedung bioskop dengan memamerkan kecantikan feminimnya dengan cara yang sangat hina. setiap wanita, merupakan penjara yang memisahkan wanita dari kehidupan. Tetapi fakta yang sebenarnya adalah jilbab penutup anggota fisik wanita dari tatapan laki-laki dan mencegah timbulnya hasrat seksual pada laki-laki. Adapun hijab yang dimaksud disini -seperti yang tersirat dalam sunnah yang mulia- adalah menutup kepala dan badan hingga kedua kaki, dengan penutup yang bisa menyembunyikan tempat- tempat yang bisa menimbulkan fitnah. Seperti jubah atau gamis panjang yang sedang menjadi tren sekarang ini.

  Berikut ini, al-Qur`an yang mulia menyebut peran wanita dalam beberapa tempat berbeda yang dikemas dalam bentuk kisah.

  Beberapa kisah al-Qur`an menyingkap peran sentral wanita yang memiliki takaran dan nilai tersendiri. Contohnya dalam kisah nabi Adam As, yang diceritakan Allah Swt dalam surat al-Baqarah ayat 35: “Dan Kami berfirman:"Hai Adam,

  

diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah