Implementasi model pembelajaran Al Quran

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN AL-QURAN DI SEKOLAH
BERDASARKAN PENDEKATAN PAIKEM1
Prof. Dr. Dedi Mulyasana, M.Pd2

A. Pengantar
Pendidikan adalah proses pembentukan jati diri, yang denganya
manusia dapat menjalankan tugas hidup dan kehidupan secara cerdas,
bermartabat dan bermanfaat. Pendidikan dimaknai sebagai proses
penyadaran untuk membangun dan menjadikan kehidupan dunia sebagai
alat untuk mempersiapkan perbekalan akhirat.
Pendidikan dikembangkan dalam proses belajar dan pembelajaran.
Pembelajaran adalah proses pembebasan manusia dari kemalasan,
keterbelakangan, dan dari sikap, pemikiran dan perilaku buruk.
Pembelajaran adalah proses sugesti untuk menumbuhkan semangat dan
motivasi siswa untuk menjadi yang terbaik. Pembelajaran dikembangkan
sesuai bakat, minat, kemampuan, karakter dan gaya belajar siswa.
Pembelajaran adalah proses penguatan
yang memungkinkan
peserta didik mampu belajar dengan sendirinya. Belajar adalah proses
berpikir dengan penjiwaan. Penjiwaan yang dimaksud adalah proses
menyatunya aktivitas belajar dengan suasana hati dan keimanan.

Dengan demikian, pendidikan dan atau pembelajaran bukan
sekedar proses menyampaikan sejumlah teori, konsep, ilmu pengetahuan,
atau bukan sekedar urusan nilai, angka-angka dan ijazah semata.
Pendidikan adalah wahana yang memungkinkan semua orang mampu
melakukan proses pematangan kualitas diri secara benar. Melalui wahana
itu, diciptakan iklim yang mendorong berkembangnya keragaman minat,
karakter, kemampuan, kreativitas, dan budaya belajar peserta didik.
Sekolah dipersiapkan sebagai dapurnya masa depan bangsa yang
membangun kualitas manusia sebagai pewaris masa depan. Selaku pewaris masa
depan, peserta didik dibina agar mereka mampu belajar dan bekerja lebih awal
dan lebih unggul dari yang seharusnya mereka lakukan. Di sinilah pentingnya
mempersiapkan dan menata lembaga pendidikan yang terencana, produktif dan
bermutu.

Belajar.
Hidup itu belajar. Tidak ada kehidupan tanpa belajar. Bermutu
tidaknya kehidupan manusia tergantung dari mutu belajarnya. Belajar akan
kehilangan maknanya apabila tidak diperkuat oleh spirit, motif berprestasi,
kepercayaan diri, disiplin dan budaya belajar.
1


Disampaikan dalam Kegiatan Pembinaan PAI dalam Rangka Upaya Pemberantasan Buta
Huruf Al-Quran pada siswa SD, SMP, SMA dan SMK, 12 sampai 14 Mei 2015, Hotel Panorama
2
Guru Besar Manajemen Pendidikan/ Ketua Prodi S3 PPs Uninus/ Ketua Bidang Pendidikan
dan Pelatihan LPTQ Jabar

1

Belajar adalah berpikir dan berkreasi dengan penjiwaan. Belajar
tanpa semangat, motivasi, konsentrasi dan penjiwaan hanyalah membaca
dalam arti merangkai kalimat demi kalimat tanpa makan yang membekas.
Itulah “kesia-siaan” dan itulah yang banyak dilakukan oleh para
pembelajar.
Dalam belajar ada konsentrasi dimana mata, jiwa dan pikiran
tertuju pada materi yang sedang dipelajari. Ketika salah satu konsentrasi
hilang, maka proses belajar akan kehilangan alat sambung yang dapat
menghubungkan materi yang sedang dipelajari dengan otak. Itulah
sebabnya, mengapa pada saat belajar dibutuhkan minat dan motivasi yang
kuat untuk mengetahui sesuatu dibalik bacaan. Tanpa minat dan motivasi,

belajar tak lain hanya sebatas membaca kalimat semata.
Banyak pembelajar yang merasa dirinya telah belajar tapi tidak
memperoleh sesuatu dari buku yang dipelajarinya. Mereka bukan belajar,
tapi hanya membaca kalimat. Kalaulah ada materi yang mampu diingat
melalui hapalan, pasti tidak bertahan lama. Sesaat setelah selesai belajar,
materi itu akan “hilang” dari ingatan itu.
Masalah-masalah inilah yang umum terjadi di kalangan para
pembelajar. Oleh karena itu, perlu mengubah pola yang ada dengan pola
baru yang lebih nyaman, menyenangkan dan menantang. Dengan suasana
itu, akan tumbuh minat dan motivasi yang baik sehingga para pembvelajar
dapat berkonsentrasi penuh selama belajar.
Kurikulum 2013 yang dikembangkan berdasarkan pendekatan
saintifik, mencoba mengenalkan pola pembelajaran baru yang diharapkan
akan lebih efektif dalam mengembangkan pola pembelajaran bagi para
pembelajar. Suasana belajar dalam pola tersebut dikembangkan ke arah
suasana belajar yang nyaman, menantang dan menyenangkan. Materi
pembelajarannya dikembangkan berdasarkan pendekatan saintifik. Proses
pembelajarannya “dipaksa” menyentuh sikap, pengetahuan, dan
keterampilan
B. Pembelajaran dengan Pendekatan PAIKEM

Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM)
adalah pola pendekatan yang digunakan oleh guru agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif. Jadi, menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan itu
bukan tujuan, tapi cara untuk mencapai tujuan. Untuk itu, melali pendekatan PAIKEM,
pembelajaran dikembangkan dalam suasana yang nyaman, menantang dan menyenangkan.
Guru bertugas mendorong terciptanya budaya baca di kalangan para siswa. Dengan
budaya tersebut siswa dapat berinisiatif dan aktif untuk berpendapat, bertanya, membantah dan
berbagi ilmu dengan sesamanya dalam proses pembelajaran. Guru hanya berperan pendorong,
pengatur dan pembimbing dalam pembelajaran.
Untuk meningkatkan mutu pembelajaran, guru harus melakukan berbagai inovasi
dalam pembelajaran. Baik dalam hal pengembangan materi, metoda maupun system evaluasi.
2

Guru harus kritis dalam memahami dan mempelajarai suatu konsep. Guru harus rajin dalam
melakukan riset dan mempelajari hasil riset para ahli. Materi pembelajaran disajikan dengan
memperhatikan hasil riset yang dikembangkan secara inovatif. Tidak menggunakan metode
pembelajaran yang dapat membentuk motivasi dan kepribadian palsu, seperti penguatan
(reinforcement) dengan pendekatan hadiah (reward) dan hukuman (funishment). System
evaluasi pun tidak terjebak pada terciptanya budaya hapalan semata.
Untuk itu, guru harus kreatif dalam melakukan berbagai upaya untuk menciptakan

suasana pembelajaran sesuai bakat, minat, kemampuan, gaya dan budaya belajar siswa secara
optimal. Pola pembelajaran yang kreatif dapat mendorong tumbuh.
Kreativitas pembelajaran pada umumnya lahir dari langkah dan pemikiran yang
efektif. Bermutunya pembelajaran tidak ditentukan oleh lamanya waktu belajar, tapi
dipengaruhi efektif tidaknya pembelajaran. Kalau pemikiran dan perilaku siswa dapat diubah
dengan satu langkah, mengapa guru harus melakukan langkah-langkah lain yang tidak
menunjang. Bila siswa dapat diubah dengan cara yang baik, mengapa guru harus melakukan
cara yang kasar untuk mengubah perilaku anak didiknya itu. Kalau guru yakin bahwa dengan
tiga langkah dalam menjelaskan materi pembelajaran, siswa dapat memahami dan menguasai
materi tersebut, mengapa guru berbelit-belit dalam melakukan langkah penjelasan.
Langkah efektif tersebut tetap dikelola dalam suasana pembelajaran yang
menyenangkan. Proses pembelajaran yang menyenangkan harus terhindar dari kejenuhan,
kecemasan, ketersinggungan dan rasa takut. Guru mengajar dengan keceriaan, perhatian dan
kasih sayang. Guru menghindari diterapkanya funishment karena funishment dapat merusak
suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan. Pola pembelajaran secara perlahan digeser
dari konsep reward and funihsment ke pola teaching with love, dimana guru mengajar dengan
penuh kecintaan, perhatian dan kasih sayang.
Dalam suasana belajar yang menarik, menantang dan menyenangkan dapat memacu
pola pembelajaran yang efektif, bermutu dan produktif. Suasana belajar yang demikian dapat
merangsang tumbuhnya neurotransmeter yang berfungsi sebagai alat kejut untuk mempercepat

hubungan antar sel dalam otak. Makin cepat hubungan antar sel neuron makin besar peluang
untuk membangun kecerdasan. Sebaliknya, makin lambat kontak antar sel dalam otak, makin
lambat pula proses berpikir. Lambatnya hubungan antar sel tersebut antara lain disebabkan
oleh makin terbatasnya jumlah neurotransmeter dalam otak. Terbatasnya sel tersebut antara
lain disebabkan oleh kecemasan, ketakutan dan depresi. Untuk itu, penting didorong pola
pembelajaran yang nyaman, menantang dan menyenangkan.
Pola pendekatan PAIKEM membatasi dominasi guru dalam pembelajaran. Siswa
didorong agar bisa lebih aktif dalam pembelajaran. Dalam arti bahwa, siswa lebih bernisiatif
dalam mengemukakan gagasan-gagasan barunya, lebih kritis dan rajin dalam bertanya,
memberi masukan dan membantah materi yang dianggap tidak benar. Guru harus menciptakan
suasana belajar yang nyaman, interaktif, kooperatif dan menyenangkan. Dengan demikian,
guru harus punya cara yang dapat mendorong siswa bisa belajar dengan sendirinya tanpa harus
diperintah dengan tugas dan ancaman.
Oleh karena itu, guru bukan saja ahli dalam bidang metodologi tapi juga harus
berperan sebagai psikolog yang baik bagi siswanya. Guru harus memahami sifat dan
karaktersitik para siswanya. Harus memahami gaya belajar, tingkat kemampuan dan kecepatan
belajarnya. Guru harus memahami potensi dan bakat siswanya.
3

Menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman, menantang dan

menyenangkan dapat meningkatkan kecerdasan siswa secara signifikan.
Berpikir dengan otak sehat yang terbebas dari stress, kecemasan dan rasa
takut, selain lebih kritis, kreatif, logis dan sistematis, juga akan
mempermudah mengembangkan kemampuan berpikir holistic,
komprehensif, kontekstual dan mendalam.
Otak berperan penting dalam mengatur, mengendalikan dan
mengevaluasi semua fungsi organ tubuh manusia. Otak adalah organ yang
tidak pernah berhenti bekerja sepanjang hayat. Ketika tidur, otak
menyusun, memadatkan dan membuang informasi-informasi yang
dianggap tdai berguna. Otak dapat menyimpan semua informasi yang
diperoleh dan dapat memanggilnya kembali saat manusia membutuhkkan.
Kapasitanya luar biasa, dan jauh lebih canggih dari jenis computer apapun.
Para ilmuwan3 dari University of California, Berkeley, AS, pernah meneliti otak
tikus. Mereka menemukan, otak tikus tumbuh sebesar 4 persen saat mereka dipaksa
menjalankan tugas mental setiap hari, misalnya mencari jalan keluar dari lorong yang berliku,
memanjat tangga, dan bersosialisasi dengan tikus lain.
Pola pembelajaran dengan pendekatan PAIKEM dikembangkan dengan menggeser
reward and funishment ke teaching with love dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Guru menjadikan siswa sebagai bagian dari dirinya dengan memahami sifat, karakter,
kemampuan dan kebutuhan belajarnya.

b. Memposisikan siswa sebagai orang terpenting dalam tugas dan kehidupanya.
c. Menghargai sekecil apapun pendapat atau gagasan siswa.
d. Menciptakan suasana kelas yang mendorong semua siswa merasa dirinya penting dan
berharga.
e. Mengubah perilaku yang buruk dengan cara yang baik. Dilakukan dengan cara
mengubah perilaku buruknya dari jalan pikiran dan dari kepentinganya, bukan sekedar
dari jalan pikiran dan kepentingan guru.
f. Lebih menekankan pada upaya mendorong motivasi, kepercayaan diri, disiplin dan
semangat untuk menjadi yang terbaik.
g. Guru lebih peduli untuk menyembuhkan penyakit mental siswa sehingga siswa terhindar
dari kemalasan, keburukan, minder, keraguan dan ketakutan untuk mengembangkankan
kemampuan dan kreativitasnya.
h. Untuk menghindari kejenuhan dalam pembelajaran, guru harus pandai dalam mengelola
kelas dan menciptakan suasana belajar yang lebih menarik dan bervariatif. Sesekali ajak
siswa belajar di luar kelas. Sesekali diselingi dengan pujian-pujian, dan sesekali diselingi
dengan kuis.
C. Akselerasi dan Efektivitas Pembelajaran Al-Quran
Untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran Al-Quran, dapat
dilakukan dengan dengan pengembangan model-model pembelajaran.
Model-model pembelajaran dimaksud antara lain:


3

http://wegaclubban.wordpress.com/2010/07/24/melatih-otak-untuk-mempertajam-ingatan/

4

1. Quantum Learning Plus
Bobbi De Porter & Mike Hernacki memandang bahwa pembelajaran
Quantum (Quantum Learning) dimaksudkan untuk mempercepat tingkat pemahaman dan
penguasaan siswa terhadap materi yang disajikan dalam pembelajaran. Upaya tersebut
dikembangkan dengan memperhatikan tiga kekuatan dasar, yaitu dengan cara
mengembangkan kemampuan visual, auditorial dan kinestetik.
Pendekatan visual dilakukan dengan mengembangkan kekuatan indera mata
seperti, membaca teks, melihat dan mengamati, membandingkan, dan sebagainya. Kedua
dilakukan dengan mengembangkan kemampuan auditorial seperti memperkuat indera
pendengaran ketika mendengarkan dan menyimak suatu cerita, atau ketika menyimak
penjelasan yang disampaikan oleh guru dalam pembelajaran. Ketiga mengembangkan
kekuatan kinestetik dengan cara memperkuat indra perabaan seperti meraba, menyentuh
atau melakukan aktivitas.

Penulis memandang bahwa disamping tiga kekuatan itu, ada kekuatan inti yang
mempengaruhi baik dan buruknya sikap, pemikiran dan perilaku siswa. Seperti kekuatan
keimanan dan hati nurani. Baik buruknya sikap dan perilaku hidup manusia akan
tergantung pada kekuatan logika, hati dan keimanan.
Pembelajaran dengan percepatan (accelerative learning) dapat
mendorong siswa mampu belajar secara efektif dengan lompatan hasil
yang berlipat. Inti ajaran quantum learning berakar pada hasil riset
eksperimen tentang “suggestology” yang dilakukan oleh doctor ahli ilmu
pendidikan dari Bulgaria yaitu Dr Georgi Lozanov. Jadi, konsep Quantum
Learning4 menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar
(accelerated learning) dan program neurolinguistik dengan teori, metode
dan keyakinan untuk memperoleh hasil belajar yang berlipat dengan
percepatan.
Quantum learning memandang bahwa, sugesti dapat
mempengaruhi hasil belajar yang efektif dan berlipat. Quantum learning
dapat mengubah energy belajar menjadi cahaya. Ingat bahwa semua
kehidupan adalah energy. Fisika quantum memandang bahwa energy
adalah masa kali kecepatan cahaya kuadrat (E=mc²). Belajar pada
hakikatnya adalah proses mengubah interaksi jiwa dan otak menjadi
energy cahaya. Kecepatan belajar dengan menggunakan pendekatan

sugesti untuk memacu motivasi, semangat dan kepercayaan diri akan
melahirkan kekuatan energy yang berlipat.
Belajar dalam ketegangan menurut Porter dapat membuat
denyut nadi dan tekanan darah tinggi meningkat, gelombang otak lebih
cepat dan tak beraturan, otot menjadi tegang. Sedangkan dalam
suasana menyenangkan dan menantang, denyut nadi dan tekanan darah
stabil, gelombang otak teratur dan melambat, dan otot menjadi lebih
rileks.
Untuk meningkatkan kecepatan energy belajar, guru dapat
mengembangkan pendekatan sugesti melalui gelombang otak
(brainwave), baik beta, alpha, theta, maupun delta.
Gelombang beta adalah gelombang otak terjaga saat manusia
melakukan aktivitas dengan konsentrasi tinggi seperti, saat berdebat,
menghadapi pertandingan, saat mempertahankan hak dan sebagainya.
Karena itu kondisi emosi cenderung tidak stabil, marah, jengkel, stress
4

Quantum Learning (1999), Kaifa, Bandung

5

dan sebagainya. Saat itu, guru sulit mempengaruhi atau memberi
sugesti pada siswa. Gelombang otak berputar sebanyak 14-24 putaran
perdetik, sehingga dalam kondisi otak ketika itu tidak mudah menerima
saran atau sugesti dari orang lain karena jumlah fokus cukup banyak dan
sulit untuk diarahkan. Otak dalam kondisi beta sangat logis, analitis
nonsugestif dengan jumlah fokus 5-9 fokus. Misal: ketika berada di
sebuah ruangan pandangan bisa terfokus pada 5-9 objek, baik lemari,
kursi, meja dan sebagainya.
Saat yang dominan gelombang Alpha, suasana lebih rileks,
nyaman, harmoni, saat orang dalam kondisi hipnotis ringan (light trance
) Gelombang Alpha tumbuh saat pikiran sadar mulai pasif bergeser ke
pikiran bawah sadar. Gelombang otak berputar antara 7-14 putaran per
detik. Daya pengaruh guru akan lebih kuat terhadap siswa dalam
gelombang alpha.
Saat gelombang theta dominan, kesadaran manusia terfokus
pada dirinya sendiri. Konsentrasi mulai masuk ke bawah sadar.
Gelombang ini muncul saat manusia mengantuk atau dalam kondisi
setengah tidur (mediatif). Gelombang theta berada pada frekuensi yang
rendah. Seseorang merasakan suasana yang sangat hening namun tetap
masih bisa mendengar nurani bawah sadarnya. Dalam kondisi ini sugesti
atau daya pengaruh bisa lebih kuat.
Ketika gelombang delta dominan, frekuaensi gelombang otak
memasuki titik terendah, gelombang ini terdeteksi saat tertidur pulas
dimana manusia tidak bisa menerima sugesti apapun. Dan seseorang
yang memasuki kondisi ini tidak bisa terhipnotis. namun sekitar 10 menit
memasuki gelombang theta dimana masih ada sedikit kontak dengan
pendengaran bawah sadar, manusia masih bisa dipengaruhi. Tapi praktik
ini tidak mungkin di laksanakan di dalam kelas.
Kecepatan energy belajar akan tumbuh secara berlipat apabila
siswa terbebas dari penyakit mental seperti kemalasan, sikap tidak
percaya diri, atau membiarkan hawa nafsu membawa pada energy
negative.
Pemercepatan pembelajaran dilakukan dengan cara:
1) Tidak kehilangan minat, semangat, motivasi dan kepercayaan diri.
“semua punya peluang yang sama untuk maju… tidak ada yang tidak
mungkin dalam hidup… Saya bisa lebih bagus dari yang mereka
lakukan..saya bisa.. saya bisa dan saya bisa…
2) Belajarlah mengingat masa kecil ketika anda tidak dapat berbicara,
tidak dapat berbahasa dan ketika anda tidak dapat berjalan. Dengan
penuh ketekunan dan tidak merasa malu/minder anda terus berlatih.
Merangkak, mencoba berdiri, jatuh dan bangun lagi. Latihan itu terus
dilakukan sampai sekarang akhirnya anda bisa berjalan.
3) Membangun keyakinan akan manfaat yang akan diperoleh siswa
setelah belajar.
4) Menciptakan iklim belajar yang harmoni. Dapat dibantu dengan
lantunan Al-Quran yang dibaca dengan kelembutan.
5) Tumbuhkan kebiasaan siswa untuk melakukan yang terbaik, bukan
hanya sekedar ingin menjadi yang terbaik.

6

6) Geser dari latihan menghapal ke latihan mengingat (otak kiri ke otak
kanan).
7) Bobbi De Porter & Mike Hernacki (1999) memandang bahwa
“Manusia dilahirkan dengan susunan otak yang sama. Dibesarkan
dengan tumbuhnya rasa ingin tahu yang tak pernah terpuaskan,
serta dibekali oleh alat yang memungkinkan manusia dapat
memenuhi kepuasan itu. Artinya, setiap orang punya peluang yang
sama untuk menjadi manusia yang cerdas, maju dan berprestasi.
8) Hindari kalimat-kalimat: “saya tidak dapat berprestasi seperti orang
lain”… “saya tidak mungkin bisa belajar dan menguasai matematika
dan bahasa inggris dengan baik”… “saya tidak memiliki bakat”…
“saya malas dan tidak tertarik”… dan sebagainya. Kalimat-kalimat itu
dapat “mematikan” masa depan anda.
9) Sekalipun demikian, guru harus berhati-hati mempraktikan konsep
reward and funishment, karena konsep tersebut dapat membentuk
semangat, motivasi dan kepribadian palsu. Untuk itu, mulailah
menggeser konsep penguatan tersebut ke arah pembelajaran dengan
pendekatan kecintaan dan kasih sayang (teaching with love). Guru
tidak membedakan dan membandingkan. Tidak mencap sebagai
anak malas dan bodoh atau tidak menciptakan suasana yang dapat
menurunkan semangat, motivasi dan kepercayaan diri anak.
10) Bentuk peserta didik menjadi manusia jenius. Jenius itu bukan
sekedar bakat tapi kemampuan melakukan trik-trik dalam berpikir.
Win (2011) menulis bahwa, “Di Chicago ada seorang anak yang
hampir ditolak dalam tim bisbol sekolahnya. Penulis berdiskusi dan
bekerjasama dengannya hampir kira-kira satu jam. Penulis ajarkan
trik focus extra. Si anak itu diminta berkonsentrasi dan
membayangkan seolah-olah ada tahi lalat pada bola itu. Ia diminta
mengayunkan pemukul bukan pada bolanya tapi pada tahi lalat
hayalan. Hasilnya luar biasa. Dalam suatu pertandingan sekolah, ia
bisa melakukan pukulan dengan akurat, dan mendapatkan skor
0,800. Akhirnya ia terus berprestasi bahkan mendapatkan hadiah
MVP (Match Victory Point). Model ini dapat pula diterapkan dalam
pembelajaran yang dilakukan melalui focus extra dengan membuat
titik hayalan. Ketika belajar, pikiran terfokus pada satu titik yang
dianggap paling menarik. Hindari suasana belajar dimana konsentrasi
hilang.
D. Implementasi Pembelajaran Al-Quran dalam Suasana Yang Menarik dan Menyenangkan
1. Model Kuis. Kuis dapat digunakan untuk tahfidz dan atau tafsir Al-Quran.
a. Dibuat kelompok belajar (satu kelompok sekitar 5 orang. Setiap kelompok
berkompetisi untuk mencapai nilai tertinggi, umpamanya nilai 50. Dengan
catatan bahwa, setiap 10 ayat yang dihapal diberi point 10. Bila kelompok
dapat menghapal 50 ayat artinya kelompok itu telah memenangkan kompetisi.
b. Guru mengatur pembagian kesempatan bagi masing-masing kelompok untuk
unjuk kemampuanya.
c. Materinya bisa saja diubah menjadi pemahaman atas tafsir Al-Quran, atau
konsep lainnya.
2. Pola Pembelajaran untuk memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang diperoleh
dari ayat-ayat Al-Quran, dikembangkan melalui Model Contextual Teaching and
7

Learning (CTL) merupakan model pembelajaran yang bersifat holistic, kontekstual
dan komprehensif. Model ini bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami
makna dibalik materi yang diajarkan secara kontekstual dan mengaitkannya dengan
kehidupan sehari-hari, sehingga siswa memperoleh manfaat langsung yang bersifat
praktis dalam kehidupan sehari-hari. Model ini bukan saja siswa diajak membaca
(10 %), atau mendengar (20 %), melihat (30 %), mendengar dan melihat (50 %),
mengatakan dan mengkomunikasikan (70 %) tapi juga mengatakan,
mengkomunikasikan dan melakukan (90 %).
a. CTLdilaksanakan dengan memperhatikan tujuah prinsip dasar, antara lain:
(a) Konstruktivisme. Guru mengembangkan pengetahuan baru dalam struktur
kognisi siswa berdasarkan pengalaman. (b) Inkuiri. Siswa diarahkan untuk
belajar berpikir kritis dan sistematis untuk mencari dan menemukan konsep
baru.Guru tidak mengajak siswa menghapal tapi meransang siswa dapat belajar
menemukan makna dibalik materi yang dipelajarinya. (c) Bertanya, guru
bertanya untuk mengetahui dan merefleksi daya serap siswa atas materi yang
diajarkan. (d) Masyarakat belajar, untuk melakukan lompatan belajar, CTL
membentuk masyarakat belajar dengan membangun kelompok-kelompok belajar
dengan anggota yang beragam kemampaun dan latar belakang social budayanya.
(e ) Pemodelan . cara dan temuan belajar dijadikan sebagai contoh dan sekaligus
model untuk mengembangkan hasil belajar yang lebih optimal. (f) Refleksi.
Merefpleski pengalaman dan hasil belajar untuk dikritisi dan dikembangkan
sebagai pola pembelajaran yang bermutu, efektif dan produktif. (g) penilaian
nyata (authentic assesement ) dilakukan dengan mengumpulkan informasi
tentang perkembangan belajar siswa untuk mengetahui pengaruh belajar
terhadap perkembangan intelektual dan kepribadian siswa.
b. Langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan, (Umpama akan
mengkaji konsep amal kebaikan yang dianjurkan dalam Al-Quran):
1) Pendahuluan ( guru merancang dan menjelaskan kompetensi tentang
pengamalan konsep kebaikan yang akan dicapai; membagi kelompok belajar
yang ditugasi untuk melakukan pengamatan dan penelitian ke berbagai lembaga/
instansi (kantor pemerintahan, perusahaan, lembaga masyarakat, keluarga, dsb).
2) Kegiatan inti di lapangan (siswa mengamati, mencatat, bertanya/ berdialog,
merekam, dsb)
3) Kegiatan Pembelajaran di kelas (Siswa mendiskusikan hasil temuan observasi
dan sekaligus membuat laporan)
4) Penutup (siswa menyimpulkan hasil diskusi dan membantu untuk
meningkatkannya menjadi konsep ilmiah yang bisa diterbitkan)
3. Lesson Study. Lesson study merupakan pola refleksi untuk meningkatkan mutu,
efektivitas dan produktivitas pembelajaran.
a. Langkah-langkah Lesson Study: (1) Perencanaan. Guru berkelompok untuk
menyusun rencana pembelajaran yang berpusat pada kebutuhan belajar peserta
didik. (2) Pelaksanaan. Pada tahap ini diselenggarakan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru, baik atas kehendak sendiri maupun hasil pemilihan
kelompok. Proses pembelajaran diamati oleh tim guru lain yang tergabung
dalam group lesson study, sedangkan guru undangan (kalau ada) juga bertugas
mengamati proses pembelajaran. Tim pengamat mengkritisi kelebihan dan
kekurangan yang dilakukan oleh guru model dalam kegiatan pembelajaran. (3)
Refleksi. Pada tahap ini dilakukan refleksi yang dilakukan melalui diskusi
antar seluruh peserta Lesson Study yang dipandu oleh guru senior atau kepala
sekolah. Para pengamat menyampaikan kesan-kesan, komentar kritikan, pujian,
8

dan usulan perbaikan. Hasilnya dikembangkan ke dalam RPP baru hasil
diskusi tadi. (4) Tindak Lanjut. Hasil refpleksi tadi dijadikan sebagai bahan
untuk perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran. Hasilnya sangat penting
sebagai bahan masukan bagi anggota LS dan bagi kepala sekolah sehingga
mereka mengetahui secara pasti bagaimana kualitas pembelajaran yang
dilakukan oleh para guru.
Penutup
Mengajar itu tidak sulit apabila anda memahami peserta didik dan
mengetahui apa yang mereka inginkan. Guru bukanlah penguasa kelas
yang tugasnya hanya mencari-cari kesalahan peserta didik. Guru adalah
jadilah pelayan belajar yang tugas pokoknya membantu kesulitan belajar
peserta didik.
Untuk mengakselerasi peningkatan mutu proses dan hasil belajar,
perlu dikembangkan model, metode dan trik-trik pembelajaran yang lebih
efektif, produktif dan bermutu.
Pembelajaran yang efektif dengan percepatan adalah pola
pembelajaran yang memanfaatkan dan mendorong tumbuhnya semangat,
motovasi, disiplin dan kepercayaan diri dari para peserta didik.
Untuk meningkatkan mutu dan percepatan pembelajaran Al-Quran,
guru selain dituntut menguasai materi secara baik, juga diwajibkan untuk
mengembangkan metodologi mengajar yang dapat meningkatkan suasana
belajar yang nyaman, menantang dan menyenangkan.
Guru harus mengajar dengan total (bukan saja berkemampuan
logika, tapi juga dengan iman dan hati yang bersih) Guru tidak masuk
kelas sebelum yakin anda menguasai materi dengan baik dan sebelum
yakin peserta didik dapat memperoleh manfaat dengan baik. Apabila anda
masuk kelas tanpa bekal yang cukup, anda hanya akan menjadi beban dan
sumber masalah bagi peserta didik. Itulah kesia-siaan.
Guru harus jadi motivator yang baik bagi peserta didik, dan jadilah
pendengar yang baik untuk mendengar dan mempelajari masalah,
kebutuhan, minat, kemampuan dan gaya belajar peserta didik. seringlah
berdialog dan bertanya jawab dengan para peserta didik. janganlah jadi
guru yang dibenci oleh mereka. Jadilah teladan yang baik yang diidolakan
oleh para peserta didik.
Pahami dulu manfaat apa yang akan anda peroleh dari hasil
belajar. Semakin banyak anda menemukan dan mendapatkan manfaat,
semakin mudah anda memasukan informasi dan pengalaman ke dalam
memori yang sesekali akan mudah dipanggil.
DAFTAR BACAAN
1. DePorter, Bobbi (1999) Quantum Learning, Kaifa, Bandung
2. Hughes, A.G (2012) Learning & Teaching. Pengantar Psikologi
Pembelajaran Modern, Nuansa, Bandung.
3. Mulyasana, Dedi (2014), Pengembangan Model-Model Pembelajaran
Kontemporer, Uninus, Bandung
9

4. Wenger, Win (2011), Beyond Teaching & Learning. Memadukan Quantum
Teaching dan Quantum Learning. Nuansa, Bandung
5. http://wegaclubban.wordpress.com/2010/07/24/melatih-otak-untuk-mempertajam-ingatan/
6. http://pkab.wordpress.com/2008/04/29/model-belajar-dan-pembelajaran-berorientasi-

kompetensi-siswa/:
7. https://hbis.wordpress.com/2010/07/04/pengembangan-model-pembelajaran-paikemdengan-pendekatan-sets/

10