BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Material Rem Kereta Api - Karakterisasi Komposit Matriks Logam Al-SiC Pada Produk Kanvas Rem Kereta Api

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Rem Kereta Api

  Pemakaian blok rem komposit menggantikan blok rem berbahan besi cor untuk kanvas kereta api di Indonesia sudah dimulai sejak dasa warsa terakhir. Blok rem komposit pada mulanya diperkenalkan di Indonesia oleh para importir asing dengan blok rem merek Fituris (Australia), Ferodo (Inggris), Marquist (China), Nabco (Jepang) dan dari Sideria (Ipung Kurniawan, et.all., 2011). Baru sejak tahun 2002 blok rem komposit diproduksi di tanah air, dan saat ini sudah ada sekurang-kurangnya 3 pabrik blok rem komposit lokal dan 2 diantaranya telah mendapat sertifikasi dari PT. KAI (Agung, 2009).

  Blok rem yang terbuat dari material besi cor mempunyai berat 11-12 kg. Blok rem seberat ini dapat mempersulit proses pemasangan atau biaya pemasangan yang tinggi. Umur pemakaian hanya mencapai satu bulan dan nilai jual bahan bekasnya masih relatif tinggi (Agung, 2009). Berbagai macam usaha dilakukan untuk mencari alternatif material yang mempunyai sifat ringan, keras dan tahan aus sebagai pengganti blok rem berbahan besi cor. Namun demikian hasil yang diperoleh belum bisa seperti yang diharapkan. Salah satu upaya yang telah ditempuh adalah menggabungkan dua material penyusunnya, yaitu matriks dan penguat. (Ipung, et.all., 2011).

  Keunggulan dari blok rem berbahan komposit adalah tidak memiliki salvage value atau nilai jual bahan bekasnya tidak ekonomis, sehingga anti pencurian. Disamping itu gesekan dengan roda tidak menimbulkan percikan api sehingga sangat layak untuk applikasi di kereta barang (kereta parcel) khususnya kereta yang mengangkut bahan yang explosive seperti minyak atau gas dan lain lain. Penggantian blok rem metalik (Cast Iron) menjadi blok rem komposit dengan mempertimbangkan aspek ekonomis dimana kanvas rem komposit memiliki keunggulan dibanding rem metalik.

  Keunggulan blok rem komposit adalah sebagai berikut :

  1. Rem komposit memiliki umur ekonomis 3 kali lipat disbanding blok rem besi cor (bisa bertahan 3 bulan).

  2. Rem komposit lebih ringan, sehingga memudahkan penggantian (replacement).

  3. Rem komposit memiliki harga lebih murah , karena usia pakai lebih panjang.

  4. Rem komposit tidak rawan pencurian karena tidak bisa dijual kiloan seperti rem besi (metalik).

  5. Rem komposit tidak memercikan api yang terjadi saat pengereman (gesekan) sehingga aman jika digunakan untuk kerena yang mengangkut bahan bakar seperti minyak, gas, batubara dan lain-lain. Bahkan menurut rencana secara gradual PT KAI akan mengganti rem blok metalik (Cast Iron) menjadi rem blok komposit, karena alasan ekonomis, dengan memakai rem blok komposit maka efisiensi yang di dapat hampir 3 kali dibanding rem blok metalik (Cast Iron). Rem jenis ini telah digunakan di perkeretaapian PT.KAI dan juga di luar negeri seperti di Jepang, Eropa, Australia dan beberapa Negara tetangga di Asia, seperti Malaysia, Thailand dan India (Agung, 2009).

  Bagaimanapun blok rem komposit harus tahan aus atau memiliki ketahanan aus minimal 3 bulan (umur ekonomis), memiliki bobot ringan, memiliki sifat ulet, cukup keras tapi tidak mudah pecah/hancur, dan memiliki konduktivitas panas tertentu untuk menghantarkan panas yang timbul akibat gaya gesek radial, sehingga panas tidak berbalik ke roda yang menyebabkan thermal crack (Agung, 2009).

  (a) (b) (c) (d)

Gambar 2.1. Aplikasi material gesek pada rem kereta api : a) brake pad, b) brake lining, c) kopling, d) rem kereta api (Rachman, 2010).

  2.1.1 Aluminium Aluminium ditemukan oleh Sir Humphrey Davy pada tahun 1809 sebagai suatu unsur dan pertama kali direduksi dengan logam oleh H. C. Oersted pada tahun 1825. Secara industri tahun 1886, Paul Herould di Prancis dan C. N. Mall di Amerika Serikat secara terpisah telah memperoleh logam aluminium dari alumina dengan cara elektrolisa dari garamnya yang terfusi. Sampai sekarang proses Herould Hall masih dipakai untuk memproduksi aluminium. Bahan dasar pembuatan aluminium adalah bauksit (biji aluminium) yang kemudian di ubah menjadi Alumina. Alumina inilah yang akan dielektrolisa membentuk aluminium ingot. Biji Aluminium biasanya berupa senyawa oksida berupa Bayerit , Gibbsit atau hidrargilat , diaspor , Bohmit.

  Aluminium merupakan unsur yang sangat reaktif sehingga mudah teroksidasi. Karena sifat kereaktifannya maka aluminium tidak ditemukan di alam dalam bentuk unsur melainkan dalam bentuk senyawa baik dalam bentuk oksida alumina maupun silikon. Sumber aluminium yang sangat ekonomis adalah bauksit. Bauksit adalah biji yang banyak mengandung alumina (Al2O3) yakni 30 – 60% serta 12 – 30% adalah air. Makin banyak oksida besi yang mengotori maka akan semakin gelap warnanya. Bauksit dapat berwarna putih, krem, kuning, merah atau coklat dapat sekeras batu. Namun ada pula yang selembek tanah lempung.

  Paduan aluminium mengandung 99% aluminium dan 1% mengandung mangan, besi, silikon, tembaga, magnesium, seng, krom, dan titanium. Menurut Schenk, paduan aluminium mengandung logam lain, seperti: besi 0,5%, Silikon 2

  • – 3 %, tembaga 1 – 2%, seng 0,9%, Mangan 0,5 – 0,8% , Magnesium 0,7%, Krom 0,3%, dan Titanium 0,3%. Aluminium juga memiliki sifat yang lebih unggul dibandingkan dengan sifat logam lain. Sifat-sifat aluminium yang lebih unggul bila dibandingkan dengan logam lain adalah sebagai berikut:

  1. Ringan

  o

  3 Massa jenis Aluminium pada suhu kamar 29 C sekitar 2,7 gr/cm .

  2. Kuat Aluminium memiliki daya renggang 8 kg/mm3, tetapi daya ini dapat berubah menjadi lebih kuat dua kali lipat apabila Aluminium tersebut dikenakan proses pencairan atau roling. Aluminium juga menjadi lebih kuat dengan ditambahkan unsur-unsur lain seperti Mg, Zn, Mn, Si.

  3. Ketahanan terhadap korosi Aluminium mengalami korosi dengan membentuk lapisan oksida yang tipis dimana sangat keras dan pada lapisan ini dapat mencegah karat pada Aluminium yang berada di bawahnya. Dengan demikian logam Aluminium adalah logam yang mempunyai daya tahan korosi yang lebih baik dibandingkan dengan besi dan baja lainnya.

  4. Daya hantar listrik yang baik Aluminium adalah logam yang paling ekonomis sebagai penghantar listrik karena massa jenisnya lebih kecil dari massa jenis tembaga, dimana kapasitas arus dari aluminium kira-kira dua kali lipat dari kapasitas arus pada tembaga.

  5. Anti magnetis Aluminium adalah logam yang anti magnetis.

  6. Toksifitas Aluminium adalah logam yang tidak beracun dan tidak berbau.

  7. Kemudahan dalam proses Aluminium mempunyai sifat yang baik untuk proses mekanik dari kemampuan perpanjangannya, hal ini dapat dilihat dari proses penuangan, pemotongan, pembengkokan, ekstrusi dan penempaan aluminium

  8. Sifat dapat dipakai kembali Aluminium mempunyai titik lebur yang rendah, oleh karena itu kita dapat memperoleh kembali logam aluminium dari scrap.

  Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat ketahanan korosi yang baik. Material ini digunakan dalam bidang yang luas bukan hanya untuk peralatan rumah tangga saja tetapi juga dipakai untuk kepentingan industri, misalnya untuk industri pesawat terbang, mobil, kapal laut dan konstruksi- konstruksi yang lain. Untuk mendapatkan peningkatan kekuatan mekanik, biasanya logam aluminium dipadukan dengan unsur Cu, Si, Mg, Ti, Mn, Cr, Ni, dan sebagainya.

  Aluminium didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, umumnya mencapai kemurnian hingga 99,85% berat, tetapi untuk mengolah biji logam menjadi aluminium memerlukan energi yang besar, sedangkan sumber biji aluminium semakin berkurang. Salah satu usaha untuk mengatasi hal ini adalah dengan melakukan daur ulang. Pada perusahaan pengecoran industri kecil kebanyakan tidak semua menggunakan bahan aluminium murni, tetapi memanfaatkan sekrap ataupun rijek materials dari peleburan sebelumnya. Proses pengecoran dengan menggunakan bahan baku yang sebelumnya pernah dicor dinamakan remelting.

  Weight Percent Copper

  C o re atu o er

  660.452 C p em T

  Al Cu

  Al Atomic Percent Copper Cu Gambar 2.2. Diagram Fasa Aluminium (fannowidy.blogspot.com).

  Aluminium juga mempunyai sifat kimia dan fisika yang khas. Sifat ini membedakan Aluminium dari logam-logam lain. Sifat-sifat khas Aluminium tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Sifat kimia Aluminium mempunyai nomor atom 13, dan massa atom relatif 26,98. Aluminium juga bersifat amfoter. Ini dapat ditunjukkan pada reaksi sebagai berikut:

  • 3H
  • 6NaOH 2Na
  • 6H

  o

  C) 2,6989 gr/cm

  3 Potensial elektroda (25 o

  C) -1,67 volt Kapasitas panas (25

  o

  C) 5,38 cal/mol

  o

  C Panas pembakaran 399 cal/gr mol Tensile strength 700 Mpa Kekerasan brinnel 245 Mpa Hantaran panas (25

  C) 0,49 cal/det

  C) 2,368 gr/cm

  o

  C Kekentalan (700

  o

  C) 0,0127 poise Panas peleburan 10,71 kJ•mol

  −1 Panas uap 294,0 kJ•mol

  −1 Massa atom 26,98 gr/mol Titik lebur 660

  o

  C Struktur kristal kubus FCC

  3 Density ( 20 o

  o

  a. Al

  )3 + 3H

  2 O

  3

  2 SO

  4 Al

  2

  (SO

  4

  2 O

  Sifat Nilai Jari-jari atom 125 pm Density (660

  b. Al

  2 O

  3

  3 AlO

  2

  2 O

  2. Sifat Fisika Aluminium memiliki sifat fisika seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Sifat-sifat Aluminium

  Sumber : Douglas M. Considin P. E., 1983 Neff (2002) dalam papernya menjelaskan bahwa untuk memenuhi tuntutan pasar dari aluminium tuang dewasa ini harus memfokuskan pada peningkatan kualitas logam dengan pengembangan pada proses peleburan. Proses difokuskan pada eliminasi berbagai kotoran yaitu inklusi yang mcrupakan problem serius dalam memproduksi hasil coran yang berkualitas. Inklusi yang dimaksud adalah gas hidrogen yang dapat larut pada aluminium cair yang menyebabkan porositas pada pengecoran. Daya larut hidrogen meningkat bila temperatur naik. Tingkat

  • 3
  • 4
  • 5
  • 6

  C)

  10

  10

  10

  10

  0.01

  0.1

  1

  10

  S o lu b ilit y ( c c / 1 g )

  o

  kelarutan hidrogen pada paduan aluminium tidak sama. Pada saat pembekuan, gas hidrogen masih tersisa sehingga pada hasil pengecoran terdapat cacat. Dijelaskan pula bahwa tidak semua porositas diakibatkan oleh gas hidrogen tetapi disebabkan pula oleh penyusutan. Penyusutan yang terjadi pada saat aluminium membeku sebesar 6% dari volume ketika aluminium bertransformasi dari cair ke padat.

  Temperature (

  b. Tembaga (Cu) Pure Al 356 Alloy 319 Alloy 600 700 800 900

  1. Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut 2. Hasil cor akan rapuh jika kandungan silikon terlalu tinggi.

  3. Menurunkan penyusutan dalam hasil cor Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur Si adalah sebagai berikut :

  2. Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran

  1. Meningkatkan daya tahan terhadap korosi

  Unsur Si dalam paduan aluminium mempunyai pengaruh positif antara lain adalah :

  Hal-hal yang mempengaruhi sifat-sifat paduan aluminium antara lain adalah unsur-unsur sebagai berikut : a. Silisium (Si)

  (Charis. S. H., 2006).

Gambar 2.3. Pengaruh suhu pada kelarutan hidrogen dalam aluminium.

  ( w t % H ) Pengaruh positif yang dapat ditimbulkan oleh unsur Cu dalam paduan aluminium antara lain adalah :

  1. Meningkatkan kekerasan bahan

  2. Memperbaiki kekuatan tarik 3. Mempermudah proses pengerjaan dengan mesin.

  Pengaruh negatif yang dapat ditimbulkan oleh unsur Cu adalah :

  1. Menurunkan daya tahan terhadap korosi

  c. Unsur Magnesium (Mg) Pengaruh positif yang dapat ditimbulkan oleh unsur Mg dalam paduan aluminium antara lain adalah :

  1. Meningkatkan daya tahan terhadap korosi

  2. Meningkatkan kekuatan mekanis

  3. Menghaluskan butiran kristal secara efektif 4. Meningkatkan ketahanan beban kejut/impak.

  Pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh unsur Mg :

  1. Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil pengecoran

  2.1.2 Material Keramik SiC Keramik mempunyai ikatan ionik yang tinggi, keadaan sedemikian menyebabkan bahan ini dikategorikan sebagai bahan yang bersifat kuat dan rapuh.

  Selain material keramik bersifat rapuh, tetapi juga mempunyai kelebihan, antara lain : koefisien ekspansi termalnya rendah sehingga lebih tahan terhadap kejut suhu. Ketahanannya pada suhu tinggi merupakan sifat penting dan menjadi faktor utama untuk dipertimbangkan dalam pemilihan bahan baru keramik yang berkekuatan tinggi. Kelemahan dari material keramik adalah sifat rapuhnya, sehingga bila terjadi retak mikro, maka akan mudah menjalar retakan tersebut dan dapat menyebabkan kerusakan (failure).

  Silikon karbida dengan formula SiC tergolong salah satu jenis material keramik non oksida. SiC membentuk struktur tetrahedral dari ikatan atom karbon C dan atom Si. Material ini tergolong material yang sangat keras dan tahan terhadap abrasive. Serbuk keramik SiC ada dua macam, dapat di bagi berdasarkan bentuknya, yaitu: partikulat dan serabut (whiskers).

  Silikon karbida (SiC) memiliki kurang lebih 70 bentuk kristal, dan yang paling terkenal adalah struktur kristal heksagonal dengan komponen alpha silikon

  o

  karbida (α-SiC) dan mulai terbentuk pada suhu sekitar 2000

  C. selain α-SiC juga

  o

  ada struktur beta C, silikon karbida (β-SiC), fasa ini terbentuk dibawah suhu 2000 dan terbanyak yang beredar d ipasaran adalah β-SiC (Khairul Sakti, 2009).

  3 Silikon karbida SiC memiliki densitas sekitar 3.2 g/cm , memiliki temperatur o

  sublimasi sekitar 2700 C sehingga banyak dipergunakan sebagai bearings dan sparepart untuk tungku. Silikon karbida tidak mudah melebur pada berbagai kondisi tekanan, dan relatif lebih tahan terhadap bahan kimia. Pada gambar di bawah diperlihatkan (a) struktur kubus β-SiC, dan (b) struktur heksagonal α-SiC (Surdia, T. dan Shinroku,S., 1995).

  (a) (b) Gambar 2.4.

  (a) struktur β-SiC, (b) struktur heksagonal α-SiC (Surdia, T. dan shinroku, S., 1995).

  Keramik SiC memiliki kuat tekan sebesar 4600 Mpa, dan koefisien ekspansi

  o

  termal yang relatif rendah, yaitu: 4.51 – 4.73 µm/m C (Zheng Ren dan Sammy Lap Ip Chan, 2000). Sifat-sifat SiC yang paling istimewa, antara lain: daya hantar panas tinggi, tahan pada temperatur tinggi, nilai kekerasan tinggi, tahan kejutan termal dan tahan terhadap korosi. Ketahanan SiC terhadap korosi ditunjukkan dengan adanya abu batubara, slag asam, dan slag netral pada saat material tersebut diaplikasikan. Ketahanan panas SiC ditunjukkan dari suhu pemakaian yang dapat

  0,9 Sumber: Khairul sakti, 2009

  o

  o

  Btu/ft h

  F 3450 Mean Specific Heat @ RT J/gmk 0,67 Thermal Conductivity @ RT W/mK

  o

  C 1900 Air

  o

  F 2,20 Maximum Service Temp.

  in/in

  @ 200

  4

  C x 10

  o

  mm/mmk 4,02 RT to 700

  4

  4,20 Coefficient of Thermal Expansion x 10

  1/2

  f 125,6 72,6

  o

  2

  C Impervious to gases over

  C Ohm-cm 0.001 – 0.2 Emissivity

  o

  @ 1000

  11

  2

  10

  31 MPa Electrical Resistivity @ RT Ohm-cm

  o

  C W/mK Btu/ft h

  Permeability @ RT to 1000

  f 77,5 44,8

  o

  C W/mK Btu/ft h

  o

  @ 400

  f 102,6 59,3

  o

  x in

  lb/in

  mencapai 2200 – 2700

  Property Unit Typical Value Composition - SiC Grain Size µ m 4 – 10 Density g/cm

  2

  lb/in

  

3

  2800 Flexural Strengh 4 pt @ RT MPa x 10

  

2

  3.10 Hardnees (Knoop) kg/mm

  

3

Tabel 2.2 Sifat-sifat keramik SiC

  55 Flexural Strenght 3pt @ RT MPa x 10

  Silikon karbida dibuat melalui proses reduksi silika dengan karbon pada suhu tinggi. Untuk mendapatkan SiC dengan kemurnian tinggi maka terlebih dahulu silika dicuci dengan hydrofluoric acid (Dynacer, 2009).

  o C (Peter,T.B, 1990).

  Material SiC mempunyai ketahanan oksidasi di udara terbuka mampu mencapai suhu 1700

  2 .

  C terbentuk lapisan oksidasi berupa SiO

  o

  C. Pada 1000

  o

  380

  

3

  3

  lb/in

  4,60 Double Torsion & SEN B x 10

  1/2

  Fracture Toughness @ RT MPa x m

  8 Poisson Ratio 0,14

  59 Welbull Modulus (2 Parameter)

  410

  2

  6

  lb/in

  Modulus of Elasticity @ RT GPa x 10

  3900 560

  2

  lb/in

  

3

  80 Compressive strenght @ RT MPa x 10

  550

  2

  • 10

2.2 Material Komposit

  Komposit merupakan gabungan material multifasa yang memiliki interface makroskopis yang dapat dibedakan secara makro dan memiliki sifat-sifat yang merupakan penggabungan sifat positif material penyusunnya. Komposit berdasarkan jenis penguatnya dibagi menjadi 3 macam yaitu komposit partikulat, komposit fiber dan komposit structural.

  Komposit Partikulat

  Fiber struktural Partikulat besar

  Kontinyu Lamina Penguatan Diskontinyu

  Panel dispersi sandwich

  Terikat Acak (aligned) (random) Gambar 2.5. Pembagian komposit berdasarkan jenis penguat (widyastuti, 2009).

  Berdasarkan sifat penguatnya, komposit dibagi menjadi dua yaitu komposit isotropik dan anisotropik. Komposit isotropik adalah komposit yang penguatnya memberikan penguatan yang sama untuk berbagai arah (baik dalam arah transversal maupun longitudinal) sehingga segala pengaruh tegangan atau regangan dari luar akan mempunyai nilai kekuatan yang sama. Sebaliknya komposit anisotropik adalah komposit yang penguatnya memberikan penguatan tidak sama terhadap arah yang berbeda, sehingga segala pengaruh tegangan atau regangan dari luar akan mempunyai nilai kekuatan yang tidak sama (baik arah transversal maupun longitudinal).

  Salah satu contoh komposit isotropik adalah komposit dengan penguat partikel atau lebih dikenal dengan sebutan (komposit partikulit), partikel dikatagorikan sebagai partikulit bila tidak mempunyai dimensi panjang (nonfibrous). Bahan komposit partikulit pada umumnya lebih lemah ketahanan terhadap kerusakan dibanding komposit berserat panjang. Tetapi dari segi yang lain, bahan ini sering lebih unggul, seperti dalam hal ketahanan terhadap aus. Bahan komposit partikulit terdiri dari partikel-partikel yang diikat matrik. Bentuk partikel ini dapat bermacam-macam seperti bulat, kubik tetragonal atau bahkan bentuk-bentuk yang tidak beraturan secara acak, tetapi secara rata-rata berdimensi sama. Partikel- partikel ini pada umumnya digunakan sebagai pengisi dan penguat bahan komposit bermatrik keramik. Pada jenis ini keramik merupakan bahan yang keras dan getas, juga mudah retak dan pecah. Disinilah fungsi partikel tersebut berada. Mekanisme penguatan tertentu, partikel ini berguna untuk mencegah perambatan retak yang terjadi, dengan demikian akan menaikkan keuletannya.

  2.2.1 Komposit Matriks Logam Komposit adalah perpaduan dari beberapa bahan yang dipilih berdasarkan kombinasi sifat fisik masing-masing material penyusunnya untuk menghasilkan material baru yang unik, dibandingkan dengan sifat material dasarnya sebelum dikombinasikan, terjadi ikatan antara masing-masing material penyusunnya (Scity, 2002). Berdasarkan bahan matriks yang digunakan, maka komposit dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu : a. Komposit matriks logam (Metal Matrix Composite)

  b. Komposit matriks polimer (Polimer Matrix Composite)

  c. Komposit matriks keramik (Composite Matrix Ceramics) Sedangkan berdasarkan jenis penguatnya, maka material komposit dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Particulate composite, penguatnya berbentuk partikel

  b. Fibre composite, penguatnya berbentuk serat

  c. Structural composite, penguatnya berbentuk lapisan Adapun ilustrasi dari komposit berdasarkan penguatnya dapat dilihat pada Gambar 2.6. dibawah ini.

  Material A

  Material B

  Material A

  a. Partikel b. Fiber c. Struktur Gambar 2.6. Ilustrasi komposit berdasarkan penguatnya (Agus, 2008).

  Material yang ulet tahan korosi seperti: Al dan material yang kuat dan tangguh, seperti: keramik SiC. Merupakan pemikiran yang tepat untuk menggabungkan kedua material tersebut menjadi material baru, yaitu: komposit. Material komposit yang diharapkan dengan proses pembuatannya mempunyai kekuatan mekanik yang tinggi, daya tahan vibrasi dan konduktivitas panas baik seperti: kekakuan, tahan aus dan stabil pada temperatur tinggi (Saravanan, R.A et all.2008).

  Komposit logam dapat diaplikasikan pada berbagai komponen mesin seperti: velg, housing disc brake, sudu-sudu gas turbin (turbin blade), mesin roket piston, penukar panas (heat exchanger), dapur temperatur tinggi (furnace), struktur pesawat terbang, dan kemasan elektronik (packaging).

  Ipung Kurniawan dan Amat Umron (2011) meneliti pembuatan Komposit Matriks Logam (KML) Al-SiC dengan metode stir casting untuk pembuatan komponen blok rem kereta api. Variasi paremeter dalam penelitian ini penambahan serbuk SiC dengan fraksi berat 5 %, 10 % dan 15%. Hasil penelitiannya dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.3. Hasil penelitian kekerasan KML Al-SiC

  Material Kekerasan (HRB) Al-SiC 5%

  56 Al-SiC 10%

  61 Al-SiC 15 %

  78 Besi cor

  80 Sumber : Ipung kurniawan dan Amat umron (2011).

  2.2.2 Komposit Matriks Logam Al-SiC Logam aluminium yang telah dicampur dengan partikel silicon carbida (SiC) untuk membentuk komposit bermatriks logam akan mengalami perubahan beberapa sifat fisik dan ketahanan korosinya. Nilai kekuatan spesifik komposit ini lebih unggul dibandingkan dengan logam aluminium murni, baik pada suhu kamar

  o

  • 3

  ataupun suhu tinggi (< 200

  C). Nilai kekuatan spesifik dengan unit Gpa/g cm , merupakan perbandingan nilai modulus young dengan berat jenis. Komposit ini memiliki ketahanan korosi yang rendah bila dibandingkan dengan aluminium murni. Semakin tinggi kandungan SiC, kecepatan korosi meningkat (Prayitno, 2006).

  Metode pembuatan komposit bermatriks logam dengan bahan penguat berbentuk partikel ialah vortek dan compocasting. Pada metode vortek, logam matriks dileburkan terlebih dahulu dan dilanjutkan pada pengadukan sehingga memunculkan pusaran (vortek). Bahan penguat partikel ditaburkan pada pusat pusaran. Pengadukan dihentikan bila partikel telah tersebar secara merata pada cairan logam. Logam cairan kemudian dituang ke dalam cetakan.

  Metode compocasting disebut juga dengan rheocasting dimana logam dengan wujud campuran padatan dan cair (lumpur) dituang kedalam cetakan. Proses compocasting sebagai berikut. Pertama logam matriks dileburkan sehingga cair dan kemudian didinginkan sampai cairan logam berubah wujud seperti lumpur logam. Tahap kedua adalah pengadukan lumpur logam dan pemasukan bahan penguat partikel. Setelah partikel tersebar merata, pengadukan dihentikan dan lumpur logam dituang dalam cetakan (Prayitno, 2006).

  Proses pelapisan permukaan partikel SiC dengan perlakuan panas diatas suhu

  o

  878,52 C meningkatkan terbentuknya fase oksida dengan semakin tingginya suhu yang diberikan. Pengaruh pelapisan oksida pada partikel SiC berkorelasi terhadap kenaikan nilai densitas dan penurunan nilai porositas komposit Al-SiC. Berdasarkan pengamatan SEM (Scanning Electron Microscope) dan XRD (X-Ray Difragtion) fase-fase yang terbentuk pada komposit Al-SiC didaerah antarmuka antara SiC dan Al adalah SiO2, Al2O3 dan mullit. Dimana fase-fase tersebut berperan sebagai pengikat antara matrik Al dan penguat SiC pada komposit Al- SiC. Pengujian Upper dan lower bound pada komposit Al-SiC dengan penguat

  SiC terlapisi, pada semua fraksi volume penguat nilai modulus elastisitas komposit masuk dalam zona Upper dan lower bound, sedangkan komposit Al-SiC dengan penguat SiC tanpa terlapisi mempunyai nilai modulus elastisitas diluar

  Upper dan lower bound. Kenaikan nilai kekerasan komposit dipengaruhi oleh

  penambahan fraksi volum penguat dan suhu pelapisan oksida logam pada permukaan SiC dalam komposit Al-SiC.

  Silicon carbida (SiC) merupakan senyawa kristalin yang mempunyai sifat mekanik dengan kekerasan paling tinggi dan mempunyai titik leleh tinggi yaitu

  o

  sekitar 2837

  C. SiC yang memiliki kemurnian paling tinggi. Memiliki berat atom 40,1 gram, terdiri atas 70,04% Si dan 39,06% C. Sifat lainnya adalah tidak larut dalam air dan pelarut lainnya, lebih dikenal dengan nama carborundum dan

  moissanite (Tofan, et.all. 2009).

  Adapun sifat mekanik dari Al/SiC untuk pengujian kekerasan, keausan dan kuat tarik adalah sebagai berikut:

  1. Kekerasan.

  Kekerasan yang diperoleh dari pengujian menunjukkan peningkatan seiring meningkatnya suhu, kekerasan terendah adalah 124 BHN sedangkan kekerasan tertinggi 440 BHN. Peningkatan nilai kekerasan meningkat signifikan pada range suhu 1000°C-1100°C yaitu dari 245 BHN menjadi 440 BHN (A. Zulfia, 2006). Sifat kekerasan pada umumnya merupakan fungsi dari kekuatan ikatan logam aluminium dengan keramik silikon karbida. Material dengan densitas yang tinggi memiliki kekerasan yang cenderung meningkat karena adanya ikatan antara partikel dan proses pembasahan. Kekerasan material juga dipengaruhi oleh reaksi produk yang terbentuk seperti fasa AIN dan Mg2Si, yang dapat meningkatkan kekerasan.

  2. Keausan.

  Pada temperatur yang tinggi diperoleh semakin banyaknya kandungan material penguat keramik SiC yang terinfiltrasi oleh leburan Al sehingga kekerasan meningkat dan laju aus menurun. Oleh karena itu terdapat hubungan yang terbalik antara keausan dan kekerasan. Nilai laju aus semakin kecil sedangkan nilai kekerasan semakin besar ketika temperatur firing semakin baik. Menurut pendapat Rigney, factor utama yang mempengaruhi ketahanan aus logam adalah kekerasan permukaannya terutama pada keausan adhesive dan abrasif, dimana pada kekerasan yang tinggi laju keausan adhesif maupun abrasif rendah (A. Zulfia. et.all, 2006).

  3. Kuat tarik Dalam penelitian sebelumnya telah dicoba untuk menambahkan partikel SiC dari 0 sampai 12,98% volume ke dalam tuangan paduan logam Aluminium-

  Silikon untuk meningkatkan sifat mekanis paduan tersebut. Pembuatan campuran ini adalah dengan metode pengecoran, yakni menggunakan dapur krusibel dan cetakan yang digunakan adalah cetakan logam. Dalam pengamatan yang dilakukan, didapat hasil bahwa dengan meningkatnya prosentase partikel SiC, didapat sifat mekanis bahan yaitu kuat tarik dan kekerasannya yang meningkat. Juga pengamatan jejak keausan dan hasil perhitungan laju keausan menunjukkan bahwa semakin tinggi prosentase SiC yang ditambahkan dalam campuran mempunyai titik optimal yaitu pada 11,25% volume SiC dimana pada penambahan partikel SiC dalam prosentase yang lebih besar lagi sifat mekanisnya akan turun (Ariati, 2009).

  2.2.3 Perkembangan Pemakaian Komposit Matriks Logam Pada Rem Kereta Api.

  Di Negara-negara maju seperti Uni Eropa, Amerika dan Jepang penggunaan kanvas rem komposit untuk perkereta apian sudah dimulai sejak setengah abad lebih. Bahkan penggunaannya tidak terbatas pada blok rem komposit untuk kereta api dengan kecepatan rendah atau dibawah 100 km/jam (low friction brake), tetapi aplikasi untuk high friction berupa disc brake untuk kereta api kecepatan tinggi sudah dikembangkan sejak dulu. Bahkan dewasa ini hampir semua kanvas rem otomotifpun sudah memakai bahan komposit.

  Bahan komposit terdiri dari bahan pengisi (filler), resin bonding (bahan perekat), reinforce material (bahan penguat serat) dan plastisizer ruberry (bahan karet) dan lain-lain. Pada aplikasi khususnya untuk kanvas rem komposit, beberapa keunggulan dari kanvas rem kereta api berbahan komposit di bandingkan bahan besi tuang kelabu (cast iron) adalah selain bahannya ringan,

  (berat maksimum rem komposit 3 kg, sedangkan cast iron 11 s/d 12 kg, sehingga memudahkan pemasangan / biaya pemasangan kecil), blok rem komposit juga memiliki umur ekonomis (life time) yang lebih panjang. Rata-rata blok rem berbahan komposit lebih tahan aus karena memiliki koefisien friksi yang lebih rendah dibanding cast iron. Umur rata-rata dari kanvas rem komposit adalah 3 bulan masa aus atau lebih kurang 3 s/d 4 kali dari masa aus kanvas rem cast iron (besi tuang kelabu).

  Kanvas rem Gambar 2.7. Kanvas rem kereta api berbahan besi cor (PT.KAI).

  Keunggulan lain dari rem berbahan komposit adalah tidak memiliki salvage value atau nilai jual bahan bekasnya tidak ekonomis, sehingga anti pencurian. Disamping itu gesekan dengan roda tidak menimbulkan percikan api sehingga sangat layak untuk applikasi di kereta parcel (kereta barang) khususnya kereta yang mengangkut bahan yang explosive seperti minyak atau gas dan lain-lain (Agung, 2009).

2.3 Pengecoran Logam

  Pengecoran adalah suatu proses manufaktur yang menggunakan logam cair dan cetakan untuk menghasilkan parts dengan bentuk yang mendekati bentuk geometri akhir produk jadi. Logam cair akan dituangkan ke dalam cetakan yang memiliki rongga sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Setelah logam cair memenuhi rongga dan kembali ke bentuk padat, selanjutnya cetakan disingkirkan dan hasil cor dapat digunakan untuk proses sekunder.

  Keunggulan proses pengecoran adalah kemampuannya untuk memproduksi komponen dengan bentuk kompleks secara masal. Terdapat tiga bagian utama proses pengecoran. Pertama proses pembuatan cetakan pasir, kedua proses pembuatan inti dan ketiga proses peleburan logam. Proses pembuatan cetakan pasir adalah hal terpenting, apabila cetakan sudah siap maka dipasangkan inti dan kemudian dilanjutkan dengan penuangan logam cair. Cairan dibiarkan beberapa lama didalam cetakan sampai membeku, selanjutnya dilakukan pembongkaran dan dilakukan proses finishing.

  Ilmu pengecoran logam terus berkembang dengan pesat. Berbagai macam metode pengecoran logam telah ditemukan dan terus disempurnakan, diantaranya adalah centrifugal casting, investment casting, dan sand casting serta masih banyak lagi metode-metode lainnya. Pengecoran logam dapat dilakukan untuk

  bermacam-macam logam seperti, besi, baja paduan tembaga (perunggu, kuningan, perunggu aluminium), paduan ringan (paduan aluminium, paduan magnesium), serta paduan lain misalnya paduan seng, monel (paduan nikel dengan sedikit tembaga), hasteloy (paduan yang mengandung molibdenum, khrom, dan silikon).

  Bahan baku Tungku Ladel Pembuatan model/pola

  Pembuatan Penuangan cetakan dalam cetakan Pengolahan pasir cetakan

  Pembekuan Pasir Rangka cetakan dalam cetakan

  Pembongkaran Tidak

  Ya Pekerjaan lanjut

  Pembersihan Pemeriksaan

Gambar 2.8. Diagram alir proses pengecoran Pada pengecoran logam, dibutuhkan pola yang merupakan tiruan dari benda yang hendak dibuat dengan pengecoran. Pola dapat terbuat dari logam, kayu, stereofoam, lilin, dan sebagainya. Pola mempunyai ukuran sedikit lebih besar dari ukuran benda yang akan dibuat dengan maksud untuk mengantisipasi penyusutan selama pendinginan dan pengerjaan finishing setelah pengecoran. Selain itu, pada pola juga dibuat kemiringan pada sisinya supaya memudahkan pengangkatan pola dari pasir cetak.

  Jenis-jenis pengecoran adalah sebagai berikut: 1. Sand Casting, Yaitu jenis pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir. Jenis pengecoran ini paling banyak dipakai karena ongkos produksinya murah dan dapat membuat benda coran yang berkapasitas berton–ton.

  2. Centrifugal Casting, Yaitu jenis pengecoran dimana cetakan diputar bersamaan dengan penuangan logam cair kedalam cetakan. Yang bertujuan agar logam cair tersebut terdorong oleh gaya sentrifugal akibat berputarnya cetakan. Contoh benda coran yang biasanya menggunakan jenis pengecoran ini ialah pelek dan benda coran lain yang berbentuk bulat atau silinder.

  3. Die Casting, Yaitu jenis pengecoran yang cetakannya terbuat dari logam.

  Sehingga cetakannya dapat dipakai berulang-ulang. Biasanya logam yang dicor ialah logam non ferrous.

  4. Investment Casting, Yaitu jenis pengecoran yang polanya terbuat dari lilin (wax), dan cetakannya terbuat dari keramik. Contoh benda coran yang biasa menggunakan jenis pengecoran ini ialah benda coran yang memiliki kepresisian yang tinggi misalnya rotor turbin. Jenis pengecoran logam yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis pengecoran logam sand casting.

  2.3.1 Pembuatan Coran Pembuatan coran harus dilakukan dengan beberapa proses seperti pencairan, pembuatan cetakan, penuangan, pembongkaran dan pembersihan coran. Ada bermacam-macam dapur yang dipakai dalam proses pencairan logam. Umumnya kupola (dapur induksi frekwensi rendah) dipergunakan untuk besi cor, dapur busur listrik (dapur induksi frekwensi tinggi) digunakan untuk baja tuang dan dapur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan, karena dapur ini dapat memberikan logam cair yang baik dan sangat ekonomis untuk logam-logam tersebut.

  Menurut jenis cetakan yang digunakan, proses pengecoran dapat diklasifikan menjadi dua katagori, yaitu:

  1. Pengecoran dengan cetakan sekali pakai.

  2. Pengecoran dengan cetakan permanen.

  Pada proses pengecoran dengan cetakan sekali pakai, untuk mengeluarkan produk corannya cetakan harus dihancurkan. Jadi selalu dibutuhkan cetakan yang baru untuk setiap pengecoran baru, sehingga laju proses pengecoran akan memakan waktu yang relatif lama. Pada proses cetakan permanen, cetakan biasanya di buat dari bahan logam, sehingga dapat digunakan berulang-ulang. Dengan demikian laju proses pengecoran lebih cepat dibanding dengan menggunakan cetakan sekali pakai, tetapi logam coran yang digunakan harus mempunyai titik lebur yang lebih rendah dari pada titik lebur logam cetakan.

  2.3.2 Cetakan Pasir Proses pembentukan benda kerja dengan metoda penuangan logam cair ke dalam cetakan pasir (sand casting), secara sederhana cetakan pasir ini dapat diartikan sebagai rongga hasil pembentukan dengan cara mengikis berbagai bentuk benda pada bongkahan dari pasir yang kemudian rongga tersebut diisi dengan logam yang telah dicairkan melalui pemanasan (molten metals). Cetakan pasir untuk pembentukan benda tuangan melalui pengecoran harus dibuat dan dikerjakan sedemikian rupa dengan bagian-bagian yang lengkap sesuai dengan bentuk benda kerja sehingga diperoleh bentuk yang sempurna sesuai dengan yang kita kehendaki. Bagian-bagian dari cetakan pasir ini antara lain meliputi : 1.

   Pola, mal atau model (pattern) 2. Inti (core) 3. Cope dan Drag,

  4. Gate dan Riser

  Cetakan pasir merupakan cetakan yang paling banyak digunakan, karena memiliki keunggulan : a. Dapat mencetak logam dengan titik lebur yang tinggi, seperti baja, nikel dan titanium b. Dapat mencetak benda cor dari ukuran kecil sampai dengan ukuran besar c. Jumlah produksi dari satu sampai jutaan.

  Ada beberapa syarat bagi pasir untuk cetakan yang harus dipenuhi agar hasil coran tersebut sempurna, antara lain:

  1. Kemampuan pembentukan : sifat ini memungkinkan pasir cetak bisa mengisi semua sisi dari ujung dan pola sehingga menjamin bahwa hasil coran memiliki dimensi yang benar.

  2. Plastisitas : bisa bergerak naik maupun turun mengisi rongga-rongga yang kosong. Sifat plastisitas ini berkait erat dengan kandungan air pada pasir cetak yang bertindak sebagai pelumas sehingga memungkinkan pasir cetak mudah bergerak antara satu dengan lainnya.

  3. Kekuatan basah : kekuatan ini menjamin cetakan tidak hancur/rusak ketika diisi dengan cairan logam ataupun ketika dipindah-pindahkan. Kekuatan ini tergantung pada jumlah dan jenis pengikat dari pasir cetak.

  4. Kekuatan kering : kekuatan ini diperlukan pada saat cetakan mengering karena perpindahan panas dengan cairan logam. Kekuatan ini juga tergantung pada jumlah dan jenis pengikat.

  5. Permeabilitas : sifat ini memungkinkan udara dan uap atau gas-gas lain dari evaporasi air dan pengikat. Jika bahan-bahan ini menempati rongga cetakan maka akan menjadi hasil pengecoran yang kurang baik terutama bila terjebak pada hasil coran yang menjadikan cacat pada coran.

Gambar 2.9. Proses pembuatan cetakan (Surdia.T, 1976).

  Pasir cetak yang lazim digunakan dalam proses pengecoran adalah sebagai berikut:

  1. Pasir Silika Pasir silika didapat dengan cara menghancurkan batu silika, kemudian disaring untuk mendapatkan ukuran butiran yang diinginkan.

  2. Pasir Zirkon Pasir Zirkon berasal dari pantai timur australia yang mempunyai daya yahan api yang efektif untuk mencegah sinter

  3. Pasir Olivin Pasir Olivin didapat dengan cara menghancurkan batu yang membentuk

  2MgO, SiO2 dan 2FeO.SiO2. Pasir olivin mempunyai daya hantar panas yang lebih besar dibanding pasir silika.

  2.3.3 Pola Pola, mal atau model (pattern), adalah bentuk dan ukuran benda yang menyerupai bentuk asli benda yang dikehendaki, dimana pola ini yang nantinya akan dibentuk pada cetakan pasir dalam bentuk rongga atau yang disebut mold jika model ini dikeluarkan yang kedalamnya akan dituangkan logam cair.

  Pola menentukan hasil dari coran, oleh karena itu diperlukan dasar-dasar pengetahuan tentang perancangan. Sebelum kita membuat pola, terlebih dahulu memerlukan gambar perancangan. Bahan-bahan pola yang biasa digunakan yaitu kayu, lilin (wax), logam. Pola kayu banyak dipakai karena lebih murah, cepat dibuatnya dan mudah diolah. Oleh karena itu untuk pola kayu biasanya dipakai untuk cetakan pasir. Alat-alat yang digunakan untuk membentuk pola dari kayu ialah pahat, mesin bubut kayu, gerinda kayu, amplas dan lain-lain.

  Pada proses pembuatan pola ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, yaitu:

  1. Permukaan pola (baik pola benda coran, gatting system dan riser) harus baik dan halus agar tidak merusak cetakan pada proses pelepasan pola.

  2. Dimensi dari pola benda coran harus dibuat penambahan ±5 mm dari ukuran sebenarnya untuk mencegah penyusutan yang terjadi dan untuk proses finishing dari benda coran.

  3. Faktor kemiringan pola sangat diutamakan, hal ini bertujuan agar memudahkan pengangkatan pola dari cetakan, sehingga tidak merusak cetakan. Adapun jenis-jenis pola untuk pembuatan cetakan pasir antara lain:

  a. Pola padat (disebut juga pola tunggal) Pola padat dibuat sesuai dengan geometri benda cor dengan mempertimbangkan penyusutan dan kelonggaran untuk permesinan. Biasanya digunakan untuk jumlah produksi yang sangat kecil. Walaupun pembuatan pola ini mudah, tetapi untuk membuat cetakannya lebih sulit, seperti membuat garis pemisah antara bagian atas cetakan (cope) dengan bagian bawah cetakan (drug). Demikian pula untuk membuat sistem saluran masuk dan riser diperlukan tenaga kerja yang terlatih. b. Pola belah Terdiri dari dua bagian yang disesuaikan dengan garis pemisah (belahan) cetakannya. Biasanya digunakan untuk benda coran yang memiliki geometri yang lebih rumit dengan jumlah produksi menengah. Proses pembuatan cetakannya lebih mudah dibandingkan dengan memakai pola padat.

  c. Pola dengan papan penyambung Digunakan untuk jumlah produksi yang lebih banyak. Pada pola ini, dua bagian pola belah masing-masing diletakan pada sisi yang berlawanan dari sebuah papan kayu atau pelat besi.

  d. Pola cope dan drug Pola ini hampir sama dengan pola dengan papan penyambung, tetapi pada pola ini dua bagian dari pola belah masing-masing ditempelkan pada papan yang terpisah. Pola ini biasanya juga dilengkapi dengan sistem saluran masuk dan riser.

2.4 Sifat Mekanik Material Uji

  Pemahaman yang menyeluruh mengenai sifat-sifat material, perlakuan, dan proses pembuatannya sangat penting untuk perancangan mesin yang baik. Sifat material umumnya diklasifikasikan menjadi sifat mekanik, sifat fisik, sifat kimiawi. Sifat mekanik secara umum ditentukan melalui pengujian destruktif dari sampel material pada kondisi pembebanan yang terkontrol. Sifat mekanik yang paling baik adalah didapat dengan melakukan pengujian prototipe atau desain sebenarnya dengan aplikasi pembebanan yang sebenarnya. Namun data spesifik seperti ini tidak mudah diperoleh sehingga umumnya digunakan data hasil pengujian standar seperti yang telah dipublikasikan oleh ASTM (American Society of Mechanical Engineer ).

  2.4.1 Konsep Dasar Pengereman Sistem rem dalam suatu kendaraan termasuk sistem yang sangat penting karena berkaitan dengan faktor keselamatan berkendara. Prinsip kerja sistem rem adalah mengubah tenaga kinetik menjadi panas dengan cara menggesekkan dua buah benda yang berbeda berputar sehingga putarannya akan melambat. Oleh sebab itu komponen rem yang bergesekan ini harus tahan terhadap gesekan (tidak mudah aus), tahan panas dan tidak mudah berubah bentuk pada saat bekerja dalam suhu tinggi (Hardianto, 2008).

  Kanvas Rem F Roda Gesekan

Gambar 2.10 . Ilustrasi Pengereman

  Pengereman dilakukan dengan diberikannya gaya pada kanvas rem untuk menahan atau menghentikan putaran roda. Pada saat kanvas bersentuhan langsung dengan roda maka akan timbul gesekan. Terjadinya gesekan antara kanvas rem dengan roda pada saat pengereman menyebabkan kanvas akan mengalami keausan. Tingginya laju keausan kanvas berhubungan dengan tingkat kekerasan dan kekuatan kanvas tersebut.

  Jarak pengereman kereta api adalah jarak yang dibutuhkan mulai saat masinis menarik tuas (handle) rem dengan kondisi pelayanan pengereman penuh (full brake) sampai dengan kereta api benar-benar berhenti. Yang dimaksud dengan pengereman penuh (full brake) pada rangkaian kereta api yang dilengkapi peralatan pengereman udara tekan (Westinghouse) adalah menurunkan tekanan udara pada pipa utama sebesar 1,4 – 1,6 kg/cm2 (1,4 – 1,6 atm) melalui tuas pengereman yang dilakukan masinis di lokomotif yang menyebabkan tekanan maksimum pada silinder pengereman kereta atau gerbong mencapai 3,8 kg/cm2 (3,8 atm) pada masing-masing kereta atau gerbong (PT.KAI, 2013).