BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Kajian Sistem Pengolahan Air Bersih Di Desa Limau Manis Kecamatan Tanjung Morawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

  2.1.1 Siklus Hidrologi Siklus hidrologisuatu proses yang berkaitan, dimana air diangkut dari ke atmosfer (udara) ke darat dan kembali ke laut lagi. Untuk lebih jelas nya dapat di lihat pada gambar 2.1 berikut ini :

  Air merupakan suatu sumber yang sangat penting karena diperlukan bagi kehidupan. Air mengaliri bumi melalui suatu silus hidrologi. Sesuai dengan namanya, siklus yang artinya suatu proses yang berulang, tidak mempunyai awal dan akhir.

  Siklus hidrologi mempunyai tahapan yakni : Evaporasi, Transpirasi, Kondensasi, Presipitasi, Run Off, Perkolasi, Air Tanah dan Air Permukan.

  Evaporasi adalah proses perubahan air dari bentuk cairan menjadi uap (penguapan) yang terjadi pada permukaan bumi dan laut.

  Transpirasi adalah proses penguapan air ke atmosfer oleh tumbuh – tumbuhan dan tanaman hidup.

  Kondensasi adalah proses pembekuan taua pelembapan uap air diawan yang mendingin menjadi butir – butir air.

  Presipitasi adalah proses jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi sebagai hujan, embun, es, atau salju.

  Run off adalah proses mengalirnya air di permukaan tanah. Perkolasi adalah proses perembesan air kedalam lapisan tanah yang berjalan sangat perlahan secara alamiah (disebut juga infiltrasi).

  Air tanah adalah air yang terkumpul dan mengalir dalam lapisan tanah jenuh air secara alamiah.

  Air permukaan adalah air yang mengalir dan terkumpul diatas permukaan tanah sebagai sungai atau danau.

  Dari siklus hidrologi inilah kebutuhan kita akan air bersih secara terus - menerus dapat dipenuhi. Akan tetapi karena pendistribusiannya yang tidak teratur dan pemintaan air yang terus meningkat beberapa tempat di dunia mengalami kekurangan air. Untuk menjamin suplai yang cukup, kita perlu mengelola secara efisien pengambilan sumber air baku air minum yang tersedia di alam. Secara umum untuk memenuhi kebutuhan air minum, air baku biasanya diambil dari dua sumber utama yaitu air tanah dan air permukaan.

  2.1.2 Sumber – Sumber Air Minum

  Sumber – sumber air berasal dari :

  1. Air Laut Air laut adalah air yang berada di permukaan laut. Air ini tidak dapat langsung digunakan sebagai air minum karena kandungan garamnya. Air laut mempunyai sifat asin, karena mengandung garam (N a Cl). Kadar garam dalam air laut sekitaran 3%. Salah satu teknologi yang memungkinkan untuk dapat mengolah air laut untuk menjadi air minum adalah Desalinisation Plant. Proses yang terjadi pada desalinisation plant adalah penurunan tingkat salinity (keasinan) yang dikandung pada air laut dengan menggunakan proses osmosis.

  2. Air Hujan Air hujan juga merupakan sumber air baku untuk keperluan rumah tangga, pertanian, dan lain – lain. Air hujan dapat diperoleh dengan cara penampungan, air hujan dari atap rumah dialirkan ke tempat penampungan yang kemudian dapat dipergunakan untuk keperluan rumah tangga. Air hujan tidak selalu dapat digunakan secara langsung, diakibatkan kandungan elektrik yang dikandung awab serta tidak terjaminnya sterilisasi wadah penampungan yang terbuka.

  3. Air Permukaan Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pencemaran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang – batang kayu, daun – daun, limbah, industri kota dan sebagainya. Beberapa pengotoran ini untuk masing – masing permukaan berbeda – beda, tergantung pada daerah pengaliran air permukaan ini.

  Jenis pengotorannya adalah merupakan kotoran fisik, kimia, dan bakteriologi.

  Air permukaan ada beberapa macam yaitu :

  a. Air Rawa / Danau

  Kebanyakan dari air rawa ini bewarna, hal ini disebabkan oleh adanya zat

  • – zat organis yang telah membusuk, misalnya : asam humus yang dalam air menyebabkan warna kuning kecoklatan. Dengan adanya pembusukan kadar zat organik tinggi, maka umumnya kadar F e dan M n akan tinggi pula. Dalam keadaan kelarutan oksigen kurang sekali, maka unsur – unsur F e dan M n akan larut. Pada permukaan ini akan tumbuh alga (lumut) karena adanya sinar matahari dn oksigen. Jadi untuk pengambilan air sebaiknya pada kedalaman tertentu agar endapan –endapan F e dan M n tidak terbawa, demikian juga dengan lumut yang ada pada permukaan rawa.

  b. Air Sungai Air sungai adalah alternatif utama yang sampai saat ini masih digunakan sebagai sumber air yang dapat dikelola untuk masuk kedalam proses pengolahan.

  Ini disebabkan kondisi morfologis sungai yang memungkinkan untuk membuat bendung dan mengarahkan air. Namun dalam penggunaanya sebagai air minum harus mengalami suatu

  c. Air Tanah (Sumur) Air tanah (sumur) dapat dibagi dalam 2 jenis yaitu: 1. Air Tanah Dalam / Sumur Artesis.

  Tanah dibor sedalam-dalamnya dengan kedalaman antara 10-300 meterdari permukaan tanah sampai ditemui sumber air sehingga air tersembulke permukaan dengan menggunakan pompa. Air ini biasanyamengandung garam mineral, sehingga rasanya agak asin, bebas daribakteri dan kuman-kuman penyakit dan airnya agak kurang enak diminum.

  2. Air Tanah Dangkal.

  Air dangkal diperoleh dengan menggali atau pompa hingga kedalaman± 10 meter dari permukaan tanah. Kualitas air yang didapat dari airtanah dangkal ini, lebih sering dikenal dengan sumur, juga dipengaruhidengan kondisi tanah di sekitarnya.

  2.1.3 Manfaat Air Bagi Kehidupan Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Di dalam sel hidup, baik pada tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia terkandung air.Jika kandungan air tersebut berkurang maka akan mengakibatkan dehidrasi pada manusia dan untuk tumbuh-tumbuhan akan mati kekeringan. Selain itu, air juga adalah factor utama dalam penyebaran penyakit, terutama apabila air tersebut tidak diolah terlebih dahulu. Pemanfaataan air bagimanusiadanmahlukhiduplainnya:

  1.Penyediaan Air UntukMinum.

  Air di sadap untuk pemakaian rumah tangga, perdagangan, industry dan lain-lain. Air minum yang dimaksud disini adalah air yang telah melaui proses pengolahan dan telah memenuhi persyaratan air minum. Namun untuk di Indonesia, standar kesehatan dari menteri kesehatan lebih rendah dari pada yang ditetapkan oleh WHO, namun masih dalam batas toleransi yang di mungkin kan.

  2. Rekreasi Air Air di danau, waduk, sungai, muara laut dipergunakan untuk olah raga atau rekreasi.

  3. Pembiakan Ikan dan Satwa Liar Dalam hal ini air digunakan sebagai tempat perkermbang biakan ikan atau sebagai habitat untuk kehidupan satwa liar.

  4. Penyediaan Air Untuk Industri

  Air digunakan untuk kegiatan industri termasuk untuk produk dan air pendingin.

  5. Penyediaan Air Untuk Pertanian / Irigasi.

  Air digunakan untuk mengairi tanaman (irigasi) dan binatang ternak.

  6. Pembiakan Kerang Air sungai, muara dan perairan pantai dipergunakan untuk pembiakan dan peternakan kerang.

  7. Pelayaran Air di jalur-jalur air dipergunakan untuk pelayaran, dan lain-lain.

2.2 Air Bersih / Air Minum

  2.2.1 Hubungan Air Dengan Kesehatan Air sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, yang berarti besar sekali peranannya dengan kehidupan manusia. Air murni adalah air yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri dari hidrogen dan oksigen (H2O), karena air merupakan larutan yang hampir-hampir bersifat universal, maka zat-zat yang paling alamiah maupun buatan manusia hingga tingkat tertentu terlarut didalamnya. Disamping itu, akibat daur hidrologi maka air juga mengandung zat- zat lainnya termasuk gas. Zat tersebut sering disebut pencemar yang ada dalam air. Oleh karena air yang berasal dari sungai tersebut tercemar oleh zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan maka air tersebut diolah terlebih dahulu sebelum dipergunakan oleh masyarakat.

  Beberapa hal yang menunjukkan hubungan air dengan kesehatan adalah sebagai berikut:

  1. Sebagai media dan tempat berkembang biakan serangga penular penyakit.

  2. Adanya mikro organisme Phatogenik di dalam air 3. Adanya mikroorganisme Non-Phatogenik di dalam air.

  2.2.2. STANDART KUALITAS AIR BERSIH/MINUM Air merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi untuk kebutuhan sehari-hari, seperti minum, mandi, cuci dan lain-lain. Namun apabila air tersebut bau dan kotor maka air tersebut tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum. Air dapat menyebabkan gangguan kesehatan terhadap pemakai air tersebut, hal ini disebabkan karena:

  1. Air mampu melarutkan bahan-bahan padat, mengobsorbsikan gas-gas dan bahan cair lainnya, sehingga semua air yang mengandung mineral dan zat-zat lain dalam larutan yang diperoleh dari udara, tanah dan bukit-bukit yang dilaluinya. Kandungan bahan dan zat ini dalam yang konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek gangguan kesehatan pemakai.

  2. Air merupakan faktor utama dalam penularan penyakit infeksi bakteri-bakteri usus terntentu seperti: typus, paratypus, dysentri, dan juga kolera. Dalam hubungannya dengan kebutuhan manusia akan air dan dengan memperhatikan adanya efek gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan karena pemakaian tersebut, maka ditetapkan standar kualitas air minum. Menurut peraturan menteri kesehatan R.I no.907/MEN/KES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum, dengan pertimbangan sebagai berikut: a) Bahwa air yang memenuhi standar kesehatan mempunyai peranan yang penting dalam rangka pemeliharaan, perlindungan dan mempertinggi kesehatan masyarakat.

  b) Bahwa perlu adanya penyediaan atau pembagian air minum untuk umum yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.

  Dari uraian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa adanya kaitan yang erat antarausaha dan penempatan standar kualitas air minum dengan pencegahan resiko terhadap kesehatan manusia yang dapat ditimbulkan oleh pemakaian air tersebut. Di Indonesia terdapat didalam peraturan pemerintah Menteri Kesehatan R.I No.907/MEN/KES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air.

  2.2.3. STANDART KUALITAS FISIK AIR BERSIH/MINUM Satuan yang paling umum digunakan untuk menetapkan konsentrasi pencemar yang terdapat dalam air adalah miligram per liter (mg/l), yang sama dengan gram permeter kubik (gr/m3). Konsentrasi dapat juga dinyatakan dalam bagian per sejuta (ppm-parts per million) berdasarkan berat.

  Berdasarkan syarat fisik, ada lima unsur yang mempengaruhi kualitas air minum yaitu : suhu, warna, rasa, bau dan kekeruhan. Dalam hal ini kelima unsur tersebut besarsekali pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat yang memakainya.

  1. Suhu Temperatur air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air tersebut dan dapat mempengaruhi pula reaksi kimia di dalam pengelolaan terutama apabila padan temperatur tersebut sangat tinggi. Iklim setempat, ke dalam pipa-pipa saluran air dan jenis dari sumber air akan mempengaruhi secara langsung pertumbuhan migroorganisme dan virus. Pengaruh temperatur dalam kelarutan terutama tergantung pada efek panas secara keseluruhan pada larutan tersebut. Tidak semua standar air minum mencantumkan suhu sebagai suatu parameter standar kualitas air minum. Meskipun demikian suhu dapat dimasukkan sebagai salah satu persyaratan standar kualitas air. Karena itu dapat disimpulkan suhu dipergunakan untuk:

  • Menjaga penerimaan masyarakat terhadap air minum yang dibutuhkan masyarakat.
  • Menjaga derajat toksisitas dan kelarutan bahan-bahan palutan yang mungkin terdapat dalam air yang rendah mungkin.
  • Menjaga adanya temperatur air yang sedapat mungkin tidak menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme dan virus dalam air.

  2. Warna Air permukaan yang berasal dari sungai seringkali berwarna kuning kecoklat - coklatan, bahkan sangat kotor dan tidak layak digunakan sebagai air minum, maupun untuk keperluan rumah tangga lainnya, tanpa dilakukan untuk pengolahan untuk menghilangkan warna tersebut. Intensitas warna dalam air diukur dengan satuan unit warna standar, yang dihasilkan oleh 1 mg/liter platina. Intensitas warna yang ditetapkan oleh standar internasional dari WHO maupun standar nasional dari Indonesia besarnya 5-15.

  3. Bau dan Rasa Sama halnya dengan warna, bau dan rasa akan mempengaruhi dan mengurangi penerimaan masyarakat terhadap air tersebut. Bau dan rasa terjadi secara bersama-sama yang disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk, dan persenyawaan kimia seperti phenol, yang berasal dari berbagai sumber.

  3. Kekeruhan (Turbidity) Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak pertikel bahaya yang teruspensi sehingga memberikan warna yang berlumpur dan kotor.

  Kekeruhan bukan merupakan sifat dari air yang membahayakan secara langsung, namunkurang memuaskan untuk penggunaan rumah tangga, indusri, tempat ibadah, dan lain - lain. Standar yang ditetapkan untuk kekeruhan ini adalah < 5 ppm, ini dapat ilihat pada tabel 2.1 berikut ini :

  2.2.4. Standart Kualitas Kimia Air Bersih/ Minum Dari daftar standar kualitas air bersih dapat dilihat bahwa adanya unsur- unsur yang tercantum dalam standar kualitas kimia dari air bersih. Dalam peraturan Menteri Kesehatan R.I. No.907/MENKES/SK/VII/2002, tercantum dalam bermacam-macam unsur standar kualitas kimia air bersih. Beberapa diantara unsur-unsur tersebut tidak dikehendaki kehadirannya dalam air minum. Oleh karena itu zat kimia yang bersifat racun dapat merusak pemipaan dan dapat menimbulkan bau dan rasa yang mengganggu estetika. Bahan-bahan tersebut seperti : nitrit, sulfide, ammonia, dan juga Co2 agresif. Meskipun ada beberapa unsur yang bersifat racun, hal ini masih dapat ditolerir kehadirannya didalam air minum asalkan tidak melebihi konsentrasi yang ditetapkan.

  Unsur-unsut tersebut adalah : Phenolik, Arsen, Selenium, Chromium, Sianida, Cadmium, timbale dan Air raksa.

  Adapun tinjauan secara rinci terdapat setiap unsur yang tercantum persyaratan kualitas kimia air minum dibawah ini akan memberikan gambaran yang sedikit lebih jelas tentang sifat pengaruh unsur-unsur tersebut didalam air, sumber dari unsur dan akibat yang dapat ditimbulkan apabila konsentrasi adanya unsur-unsur tersebut dalam air melebihi standar yang telah ditetapkan.

  1. Derajat Keasaman (pH) pH merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan basa atau asam suatu larutan dan juga merupakan satu cara untuk menyatakan konsentrasi ion H+. Dalam penyediaan air, pH merupakan suatu faktor yang harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajat keasaman dari air akan sangat mempengaruhi aktifitas pengolahan yang akan dilakukan, misalnya dalam melakukan koagulasi kimiawi dan disinfeksi. Sebagai salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kehidupan mikroorganisme dalam air, secara empiris pH optimum untuk setiap spesies harus ditentukan. Kebanyakan mikroorganisme tumbuh terbaik pada pH 6,0 - 8,0. meskipun beberapa bentuk mempunyai pH optimum rendah 2,0 (Thiobacillius thiooxidan), dan lainnya yang mempunyai pH optimum 8,5 (allcaligenes Faecalis). Untuk pH yang kurang dari 7, maka air akan bersifat asam, sedangkan pH yang lebih dari 7 bersifat basa. Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan dari penyimpangan standar kualitas air minum dalam hal pH ini yaitu apabila pH lebih kecil dari 6,5 dan lebih besar dari 8,5 akan dapat menyebabkan korosi pada pipa air, menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang mengganggu kesehatan.

  2. Jumlah Zat Padat (Total Solid)

  Bahan padat (solid) adalah bahan yang tertinggal sebagai residu pada penguapan dan pengeringan pada suhu 103oC – 105oC. Dalam portable water reservoir, kebanyakan bahan padat terdapat dalam bentuk terlarut (dissolved) yang terdiri dari garaman-organik, selain gas - gas yang terlarut. Kandungan total solid pada portable water biasanya dalam kisaran antara 20 – 1000 mg/l, dan sebagai satu pedoman, kekerasan air akan meningkat dengan meningkatnya total solid.

  Di samping itu, pada semua bahan cair, jumlah koloid yang tidak terlarut dan bahan yang teruspensi akan meningkat sesuai derajat dari pencemaran.

  Mengingat bahwa dalam beberapa hal pengolahan untuk menurunkan kandungan bahan padat ini akan dilakukan, maka U.S. Public Health Service menetapkan batas standar maksimum total solid sebesar 1000 mg/l untuk air minum.

  Persyaratan dari Dep.Kes.R.I untuk ini adalah 1000 mg/l. Jumlah koloid yang berlebihan memberikan pengaruh rasa yang tidak enak pada lidah, rasa mual yang disebabkan oleh natrium sulfat dan magnesium sulfat.

  3.Zat Organik.

  Adanya bahan-bahan organik dalam air erat kaitannya dengan terjadinya perubahan sifat fisik dari air, terutama dengan timbulnya warna, bau, rasa, dan kekeruhan yang tidak diinginkan. Adanya zat organik dalam air dapat diketahui dengan menentukan angka permanganatnya. Walaupun KMnO4 sebagai oksidator yang dipakai tidak dapat mengoksidasi semua zat organik yang ada, namun cara ini sangat praktis dan cepat cara kerjanya.

  Standar kandungan bahan organik dalam air minum menurut Dep.Kes.R.I maksimum diperoleh adalah sebesar 10 mg/l. baik. WHO maupun U.S.

  Public Health Service tidak mencantumkan angka standar kualitas maksimum yang ditetapkan. Pengaruh terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh penyimpangan terhadap standar ini yaitu timbulnya bau yang tidak sedap pada air minum.

  4. CO2 Agresi CO2 yang terkandung dalam air berasal dari udara dan dari hasil dekomposisi zat organik. Permukaan air biasanya mengandung CO2 bebas kurang dari 10 mg/l, sedangkan pada dasar air konsentrsinya dapat lebih dari 10 mg/l CO2 agresif dapat ditentukan dengan cara grafis dan analisis. Penyimpangan terhadap standar konsentrasi maksimal CO2 agresif dalam air akan menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa logam.

  5. Kesadahan Total (total hardness) Kation-kation penyebab utama dari kesadahan Ca++, Mg++, Sr++, Fe++, dan Mn++, sedangkan anion-anion yang biasa terdapat dalam air adalah HCO3-,

  SO4, Cl- , NO3-. Kesadahan dalam air sebagian besar adalah berasal dari kontaknya dengan tanah dan pembentukan batuan kapur. Yang dimaksud dengan kesadahan dalam air alam adalah disebabkan oleh dua kation tersebut. Ketentuan standar dari DEP.KES.R.I untuk kesadahan pada air minum adalah 500 mg/l.

  Pengaruh langsung terhadap kesahatan akibat penyimpangan standar ini tidak ada, tetapi kesadahan dapat menyebabkan sabun pembersih menjadi tidak efektif kerjanya.

  6. Calcium (Ca) Calcium adalah merupakan bagian dari komponen yang menyebabkan terjadinya kesadahan. Efek ekonomis terhadap kesehatan yang ditimbulkan oleh kesadahan yaitu timbulnya lapisan kerak pada ketel-ketel pemanas air, pada pipa- pipa dan menurunnya efektifitas dari kerja sabun. Selain itu Ca dalam air sangant diperlukan untuk kebutuhan akan unsur tersebut, yang khusus diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Oleh karena itu, untuk menghindari efek yang tidak diinginkan akibat dari rendah atau terlalu tingginya kadar Ca dalam air, maka Dep.Kes.R.I. menetapkan standar konsentrasi Ca sebesar 75-200 mg/l.

  Standar yang ditetapkan WHO Internasional adalah 75-150 mg/l. Konsentrasi Ca dalam air yang lebih rendah dari 75 mg/l dapat menyebabkan penyakit tulang rapuh, sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi dari 200 mg/l dapat menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa air.

  2.2.5. Standart Kualitas Bakteriologis Air Bersih/ Minum Parameter bakteriologi yang terpenting dalam air adalah kandungan koliform. Air yang memenuhi syarat untuk diminum adalah jika tidak mengandung coliform tersebut. Jika nilai BOD tinggi, keadaan seperti ini merupakan indikasi tingginya zat organik yang dapat diuraikan oleh bakteri dalam air. Biological Oxygen Demand (BOD) adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikro organisme untuk menguraikan bahan-bahan organikyang ada dalam diperairan secara biologis. COD (chemical oxygen demand) juga merupakan harga yang menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan mikro organisme untuk menguraikan bahan-bahan organik. Semakin tercemarnya air harga COD dan BOD semakin tinggi.

  Sebaliknya, bila nilai COD dan BOD rendah maka indekasi kandungan zat organik dalam air rendah. Jadi jika pada pemeriksaan air minum tersebut tidak terdapat bakteri E.coli maka air dapat digunakan sebagai air bersih. Standar dari KepMenKes adalah tidak terdapatnya jumlah koliform tinja dan total koliform dalam 100 ml air. Dari aspek kualitas, air baku yang bersumber dari air permukaan, seperti air sungai atau danau mempunyai kecenderungan untuk berubah secara cepat. Oleh karena adanya berbagai pencemar di dalam air sungai, maka pengolahan air sungai memerlukan proses pengolahan yang lebih kompleks dibandingkan air tanah.

  Untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mengamankan penyediaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan bagi masyarakat, Organisasi Kesehatan Dunia WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberlakukan serangkaian standar kualitas air minum yang direkomendasikan dan wajib ditaati, yakni Peraturan WHO tahun 1988 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416 Tahun 1990. Secara umum ada 4 aspek yang digunakan dalam standar kualitas air minum, yakni :

  1. Aspek fisika

  2. Aspek Kimia

  3. Aspek Mikrobiologi

  4. Aspek Radio Aktif Untuk lebih jelasnya standar kualitas air bersih dan air minum yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat sesuai dengan Peraturan WHO tahun 1988 dan

  Permenkes RI No. 416 tahun 1990 dapat dilihat pada table 1.1 berikut :

2.3. Sistem Pengolahan Air Bersih

  Air baku yang berasal dari sumbernya yaitu air hujan, air dalam tanah atau air permukaan mempunyai kekeruhan yang berubah-ubah dan dapat tercemar oleh zat-zat kimia dan organisme penyebab penyakit.oleh karena itudiperlukan suatu pengolahan untuk menghilangkan kekeruhan, zat-zat kimia dan organisme tersebut sehingga memenuhi persyaratan air minum. Berikut adalah dua contoh skema pengolahan air:

  1. CARA PERTAMA

  Lancar

AIR BAKU BAK

  Tranmisi

PENGENDAPAN

  Pengendap DESINFECTAN AIR MINUM T

  Cara pertama digunakan untuk sumber air minum yang kadar kekeruhannya rendah (turbidity ≤50 mg/l) dan digunakan saringan pasir lambat agar penyaringan lebih terjamin.

  Lancar

BAK AIR BAKU

  transmisi

PENGENDAPA

N pengendap

  AIR MINUM PENYARINGA DESINFEKSI N Cara kedua digunakan untuk sumber air minum yang kadar kekeruhannya tinggi (turbidity ≥50 mg/l) dan memerlukan penambahan zat kimia untuk mendapatkan proses pengendapan yang lebih cepat dan lebih sempurna, sehingga umumnya digunakan saringan pasir cepat.

  Sistem pengolahan kedua ini dikenal dengan sistem pengolahan air minum lengkap. Unit instalasi pengolahan air baku dengan sistem ini terdiri dari: a. bak pengendapan

  b. penjernihan

  c. saringan

  d. desinfeksi

2.4. Unit Instalasi Pengolahan Air Minum

  1. Bangunan Penangkap Air (Intake) Intake merupakan bangunan penangkap atau pengumpul air baku dari suatu sumber sehingga air baku tersebut dapat dikumpulkan dalam suatu wadah untuk selanjutnya diolah. Unit ini berfungsi untuk:

  • Mengumpulkan air dari sumber untuk menjaga kunatitas debit air yang dibutuhkan oleh instalasi pengolahan.
  • Menyaring benda-benda kasar dengan menggunakan bar screen.
  • Mengambil air baku sesuai dengan debit yang diperlukan oleh instalasi pengolahan yang direncanakan demi menjaga kontinuitas penyediaan dan pengambilan air dari sumber.
  • Bangunan intake dilengkapi dengan screen, pintu air, dan saluran pembawa.

  Rumus–rumus dan kriteria desain yang digunakan dalam perhitungan intake:

  • Kecepatan aliran pada saringan kasar (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

  Rumus

  Q

  v = ……………………………………………. (2.1)

  A

  Dimana: v : kecepatan (m/s)

  3 Q: debit aliran ( m /s)

  2 A: luas bukaan ( m )

  • Kecepatan aliran pada saringan halus (Qasim, Motley, & Zhu, 2000) Rumus

  Q

  v = ………………………………… (2.2)

  A.eff

  Dimana: v : kecepatan aliran (m/s)

3 Q : debit ( m /s)

  2

  m A : luas saringan ( ) eff: efisiensi (0,5 – 0,6)

  • Kecepatan aliran pada pintu intake (Qasim, Motley, & Zhu, 2000) Rumus

  Q

  v = ……………………………………………. (2.3)

  A

  Dimana: v : kecepatan (m/s)

  Q: debit aliran ( m

  3

  /s)

  A: luas bukaan ( m

  2

  )

  • Kriteria desain (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

  Kecepatan aliran pada saringan kasar < 0,08 m/s Kecepatan aliran pada pintu intake < 0,08 m/s Kecepatan aliran pada saringan halus < 0,2 m/s Lebar bukaan saringan kasar 5–8 cm Lebar bukaan saringan halus ± 5 cm

  2. Koagulasi Koagulasi didefinisikan sebagai destabilisasi muatan pada koloid dan partikel tersuspensi, termasuk bakteri dan virus, oleh suatu koagulan. Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian terintegrasi dari proses ini. Destabilisasi partikel dapat diperoleh melalui mekanisme:

  1. Pemanfaatan lapisan ganda elektrik 2.

  Adsorpsi dan netralisasi muatan 3. Penjaringan partikel koloid dalam presipitat 4. Adsorpsi dan pengikatan antar partikel

  Secara umum proses koagulasi berfungsi untuk: 1.

  Mengurangi kekeruhan akibat adanya partikel koloid anorganik maupun organik di dalam air.

  2. Mengurangi warna yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air.

  3. Mengurangi bakteri-bakteri patogen dalam partikel koloid, algae, dan organisme plankton lain.

  4. Mengurangi rasa dan bau yang diakibatkan oleh partikel koloid dalam air.

  Pemilihan koagulan sangat penting untuk menetapkan kriteria desain dari sistem pengadukan, serta sistem flokulasi dan klarifikasi yang efektif. Koagulan sebagai bahan kimia yang ditambahkan ke dalam air tentunya memiliki beberapa sifat atau kriteria tertentu, yaitu :

  1. Kation trivalen (+3) Koloid bermuatan negatif, oleh sebab itu dibutuhkan suatu kation untuk menetralisir muatan ini. Kation trivalen merupakan kation yang paling efektif.

  2. Non toksik 3.

  Tidak terlarut pada batasan pH netral Koagulan yang ditambahkan harus berpresipitasi di luar larutan sehingga ion tidak tertinggal dalam air. Presipitasi seperti ini sangat membantu dalam proses penyisihan koloid.

  Koagulan yang paling umum digunakan adalah koagulan yang berupa garam logam, seperti alumunium sulfat, ferri klorida, dan ferri sulfat. Polimer sintetik juga sering digunakan sebagai koagulan. Perbedaan antara koagulan yang berupa garam logam dan polimer sintetik adalah reaksi hidrolitiknya di dalam air.

  Garam logam mengalami hidrolisis ketika dicampurkan ke dalam air, sedangkan polimer tidak mengalami hal tersebut. Pembentukan produk hidrolisis tersebut terjadi pada periode yang sangat singkat, yaitu kurang dari 1 detik dan produk tersebut langsung teradsorb ke dalam partikel koloid serta menyebabkan destabilisasi muatan listrik pada koloid tersebut, setelah itu produk hidrolisis secara cepat terpolimerisasi melalui reaksi hidrolitik. Oleh sebab itu, pada pembubuhan koagulan yang berupa garam logam,proses pengadukan cepat (flash mixing/rapid mixing) sangat penting, karena:

  1. Hidrolisis dan polimerisasi adalah reaksi yang sangat cepat 2.

  Suplai koagulan dan kondisi pH yang merata sangat penting untuk pembentukan produk hidrolitik

  3. Adsorpsi spesies ini ke dalam partikel koloid berlangsung cepat.

  Sedangkan pada penggunaan koagulan polimer hal tersebut tidak terlalu kritis karena reaksi hidrolitik tidak terjadi dan adsorpsi koloid terjadi lebih lambat karena ukuran fisik polimer yang lebih besar, yaitu sekitar 2-5 detik. Pada penggunaan alumunium sulfat sebagai koagulan, air baku harus memiliki alkalinitas yang memadai untuk bereaksi dengan alumunium sulfat menghasilkan flok hidroksida. Umumnya, pada rentang pH dimana proses koagulasi terjadi alkalinitas yang terdapat dalam bentuk ion bikarbonat. Reaksi kimia sederhana pada pembentukan flok adalah sebagai berikut : Al SO ) H O ) O H O

  ( • 14 O + 3 Ca(HC + 3 CaS + 14 O + 6 C → 2 Al(OH)

  2

  4

  3

  2

  3

  2

  3

  4

  2

  2 Apabila air baku tidak mengandung alkalinitas yang memadai, maka harus

  dilakukan penambahan alkalinitas. Umumnya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida diperoleh dengan cara menambahkan kalsium hikdrosida, sehingga persamaan reaksi koagulasinya menjadi sebagai berikut : Al ( SO ) • 14 H O + 3 Ca(OH ) + 3 CaS O + 14 H O

  → 2 Al(OH)

  2

  4

  3

  2

  2

  3

  4

  2 Sebagian besar air baku memiliki alkalinitas yang memadai sehingga tidak

  diperlukan penambahan bahan kimia lain selain alumunium sulfat. Rentang Ph optimum untuk alum adalah 4.5 sampai dengan 8.0, karena alumunium hidroksida relatif tidak larut pada rentang tersebut.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain : 1. Intensitas pengadukan 2.

  Gradien kecepatan 3. Karakteristik koagulan, dosis, dan konsentrasi 4. Karakteristik air baku, kekeruhan, alkalinitas, pH, dan suhu

  Pendekatan rasional untuk mengevaluasi pengadukan dan mendesain bak tempat pengadukan dilakukan telah dikembangkan oleh T.R. Camp (1955).

  Derajat pengadukan didasarkan pada daya (power) yang diberikan ke dalam air,dalam hal ini diukur oleh gradien kecepatan. Laju tabrakan partikel proporsional terhadap gradien kecepatan ini, sehingga gradien tersebut harus mencukupi untuk menghasilkan laju tabrakan partikel yang diinginkan.

  Dikarenakan proses koagulasi dipengaruhi oleh faktor nomor 3 dan 4 di atas, maka dosis koagulan yang akan digunakan pada proses koagulasi ditentukan melalui prosedur jar tes di laboratorium. Pada dasarnya prosedur jar tes tersebut merupakan simulasi dari proses koagulasi dimana sampel air baku dituangkan pada satu seri gelas reaksi dan dibubuhkan koagulan dalam berbagai dosis, kemudian diberi putaran dengan kecepatan tinggi dan rendah untuk meniru proses koagulasi dan flokulasi. Aspek terpenting yang harus diperhatikan pada proses ini adalah waktu terbentuk flok, ukuran flok, karakteristik sedimentasi, persentase turbiditas dan warna yang dihilangkan, dan pH akhir air yang telah terkoagulasi dan terendapkan.

  Pengadukan Cepat (Rapid Mixing) Tipe alat yang biasanya digunakan untuk memperoleh intensitas pengadukan dan gradien kecepatan yang tepat bisa diklasifikasikan sebagai berikut :

  1. Pengaduk Mekanis Pengadukan secara mekanis adalah metode yang paling umum digunakan karena metode ini dapat diandalkan, sangat efektif, dan fleksibel pada pengoperasiannya. Biasanya pengadukan cepat menggunakan turbine impeller, paddle impeller, atau propeller untuk menghasilkan turbulensi (Reynolds, 1982).

  Pengadukan tipe ini pun tidak terpengaruh oleh variasi debit dan memiliki headloss yang sangat kecil.

  Apabila terdapat beberapa bahan kimia yang akan dibubuhkan, aplikasi secara berurutan lebih dianjurkan, sehingga akan membutuhkan kompartemen ganda. Untuk menghasilkan pencampuran yang homogen, koagulan harus dimasukkan ke tengah-tengah impeller atau pipa inlet.

  2. Pengaduk Pneumatis Pengadukan tipe ini mempergunakan tangki dan peralatan aerasi yang kira kira mirip dengan peralatan yang digunakan pada proses lumpur aktif. Rentang waktu detensi dan gradien kecepatan yang digunakan sama dengan pengadukan secara mekanis. Variasi gradien kecepatan bisa diperoleh dengan memvariasiakan debit aliran udara. Pengadukan tipe ini tidak terpengaruh oleh variasi debit memiliki headloss yang relatif kecil.

  3. Pengaduk Hidrolis Pengadukan secara hidrolis dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain dengan menggunakan baffle basins, weir, flume, dan loncatan hidrolis. Hal ini dapat dilakukan karena masing-masing alat tersebut menghasilkan aliran yang turbulen karena terjadinya perubahan arah aliran secara tiba-tiba. Sistem ini lebih banyak dipergunakan di negara berkembang terutama di daerah yang jauh dari kota besar, sebab pengadukan jenis ini memanfaatkan energi dalam aliran yang menghasilkan nilai gradient kecepatan (G) yang tinggi, serta tidak perlu mengimpor peralatan, mudah dioperasikan, dan pemeliharaan yang minimal (Schulz/Okun, 1984). Tetapi metode ini memiliki kekurangan antara lain tidak bisa disesuaikan dengan keadaan dan aplikasinya sangat terbatas pada debit yang spesifik. Persamaan-persamaan yang DigunakanPersamaan waktu detensi dan gradien kecepatan yang digunakan untuk unit koagulasi hidrolis adalah sebagai berikut (Qasim, Motley, & Zhu, 2000) : td = V/Q………………………………………………..(2.4)

  .ℎ

  G = …………………………………………. (2.5) √ .

  Dimana : G : Gradien kecepatan (dtk-1) V : Volume bak (m3) g : Percepatan gravitasi (m/dtk2) hL : Headloss karena friksi, turbulensi, dll (m) v : Viskositas kinematik (m2/dtk) td = Waktu detensi (dtk) Kriteria Desain Unit Koagulasi (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

  = 100 – 1000 (detik-1)

  • Gradien Kecepatan, G = 10 detik– 5 menit
  • Waktu Detensi, td

  = (30,000 – 60,000)

  • G x td

  4. Flokulasi Flokulasi adalah tahap pengadukan lambat yang mengikuti unit pengaduk cepat. Tujuan dari proses ini adalah untuk mempercepat laju tumbukan partikel, hal ini menyebabkan aglomerasi dari partikel koloid terdestabilisasi secara elektrolitik kepada ukuran yang terendapkan dan tersaring.

  Flokulasi dicapai dengan mengaplikasikan pengadukan yang tepat untuk memperbesar flok-flok hasil koagulasi. Pengadukan pada bak flokulasi harus diatur sehingga kecepatan pengadukan semakin ke hilir semakin lambat, serta pada umumnya waktu detensi pada bak ini adalah 20 sampai dengan 40 menit.

  Hal tersebut dilakukan karena flok yang telah mencapai ukuran tertentu tidak bisa menahan gaya tarik dari aliran air dan menyebabkan flok pecah kembali, oleh sebab itu kecepatan pengadukan dan waktu detensi dibatasi. Hal lain yang harus diperhatikan pula adalah konstruksi dari unit flokulasi ini harus bisa menghindari aliran mati pada bak.

  Terdapat beberapa kategori sistem pengadukan untuk melakukan flokulasi ini, yaitu :

1. Pengaduk Mekanis 2.

  Pengadukan menggunakan baffle channel basins Pada instalasi pengolahan air minum umumnya flokulasi dilakukan dengan menggunakan horizontal baffle channel (around-the-end baffles channel).

  Pemilihan unit ini didasarkan pada kemudahan pemeliharaan peralatan, ketersediaan headloss, dan fluktuasi debit yang kecil. Kriteria Desain Flokulasi dengan Horizontal Baffled Channel Prinsip perhitungan G yang diperlukan dalam flokulasi pada dasarnya sama dengan koagulasi. Perbedaan yang mendasar terletak pada intensitas pengadukan dari kedua unit tersebut yang berbeda.

  Perhitungan turbulensi aliran yang diakibatkan oleh kehilangan tekanan dalam bak horizontal baffled channel didasarkan pada persamaan :

1. Perhitungan Gradien Kecepatan (G)

  Persamaan matematis yang dipergunakan untuk menghitung gradient kecepatan ini sama dengan perhitungan yang telah diberikan pada unit koagulasi (Qasim, Motley, & Zhu, 2000), yaitu:

  .ℎ

  G = ………………………………………………(2.6) � .

  Dimana : G : Gradien kecepatan (dtk-1) g : Percepatan gravitasi (m/dtk2) hl : Headloss karena friksi, turbulensi, dll (m) v : Viskositas kinematik (m2/dtk) td : Waktu detensi (dtk)

  2. Perhitungan Kehilangan Tekanan Total (Htot) Kehilangan tekanan total sepanjang saluran horizontal baffle channel ini diperoleh dengan menjumlah kehilangan tekanan pada saat saluran lurus dan pada belokan.

  Htot = H

  • Hb………………………………………………..(2.7) Dimana :
a. Hb adalah kehilangan tekanan pada belokan yang disebabkan oleh belokan sebesar 180º. Persamaan untuk menghitung besarnya kehilangan tekan ini adalah sebagai berikut:

  Hb = k ……………………………………………..(2.8) 2.

  Dimana : Hb : Kehilangan tekan di belokan (m) k : Koefisien gesek, diperoleh secara empiris Vb : Kecepatan aliran pada belokan (m/s) g : Percepatan gravitasi (m/s) b. HL adalah kehilangan tekanan pada saat aliran lurus. Kehilangan tekanan ini terjadi pada saluran terbuka sehingga perhitungannya didasarkan pada persamaan Manning :

  5. Sedimentasi Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan dengan menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan partikel tersusupensi yang terdapat dalam cairan tersebut (Reynols,1982). Proses ini sangat umum digunakan pada instalasi pengolahan air minum. Aplikasi utama dari sedimentasi pada instalasi pengolahan air minum adalah : 1.

  Pengendapan awal dari air permukaan sebelum pengolahan oleh unit saringan pasir cepat.

2. Pengendapan air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi sebelum memasuki unit saringan pasir cepat.

  3. Pengendapan air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi pada instalasi yang menggunakan sistem pelunakan air oleh kapur-soda.

  4. Pengendapan air pada instalasi pemisahan besi dan mangan. Menurut Coe dan Clevenger (1916), yang kemudian dikembangkan oleh

  Camp (1946) dan Fitch (1956) dan dikutip dari Reynolds (1982), pengendapan yang terjadi pada bak sedimentasi bisa dibagi menjadi empat kelas. Pembagian ini didasarkan pada konsentrasi dari partikel dan kemampuan dari partikel tersebut untuk berinteraksi. Penjelasan mengenai ke empat jenis pengendapan tersebut adalah sebagai berikut : 1.

  Pengendapan Tipe I, Free Settling Pengendapan Tipe I adalah pengendapan dari partikel diskrit yang bukan merupakan flok pada suatu suspensi. Partikel terendapkan sebagai unit terpisah dan tidak terlihat flokulasi atau interaksi antara partikel-partikel tersebut. Contoh pengendapan tipe I adalah prasedimentasi dan pengendapan pasir pada grit chamber.

  2. Pengendapan Tipe II, Flocculent Settling Pengendapan Tipe II adalah pengendapan dari partikel-partikel yang berupa flok pada suatu suspensi. Partikel-partkel tersebut akan membentuk flok selama pengendapan terjadi, sehingga ukurannya akan membesar dan mengendap dengan laju yang lebih cepat. Contoh pengendapan tipe ini adalah pengendapan primer pada air buangan dan pengendapan pada air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi.

  3. Pengendapan Tipe III, Zone/Hindered Settling

  Pengendapan tipe ini adalah pengendapan dari partikel dengan konsentrasi sedang, dimana partikel-partikel tersebut sangat berdekatan sehingga gaya antar partikel mencegah pengendapan dari partikel di sekelilingnya. Partikel-partikel tersebut berada pada posisi yang tetap satu sama lain dan semua mengendap dengan kecepatan konstan. Sebagai hasilnya massa partikel mengendap dalam satu zona. Pada bagian atas dari massa yang mengendap akan terdapat batasan yang jelas antara padatan dan cairan.

4. Pengendapan Tipe IV, Compression Settling

  Pengendapan tipe ini adalah pengendapan dari partikel yang memiliki konsentrasi tinggi dimana partikel-partikel bersentuhan satu sama lain dan pengendapan bisa terjadi hanya dengan melakukan kompresi terhadap massa tersebut.

  Bak sedimentasi yang ideal dibagi menjadi 4 zona yaitu zona inlet, zona outlet, zona lumpur, dan zona pengendapan. Ada 3 bentuk dasar dari bak pengendapan yaitu rectangular, circular, dan square. Ada beberapa cara untuk meningkatkan performa dari proses sedimentasi, antara lain:

  • Peralatan aliran laminar yang meningkatkan performa dengan membuat kondisi aliran mendekati kondisi ideal. Alat yang digunakan antara lain berupa tube settler ataupun plate settler yang dipasang pada outlet bak. Alat tersebut menigkatkan penghilangan padatan karena jarak pengendapan ke zona lumpur berkurang, sehingga surface loading rat berkurang dan padatan mengendap lebih cepat (Qasim, Motley, & Zhu, 2000).
  • Peralatan solid-contact yang didesain untuk meningkatkan efisiensi flokulasi dan kesempatan yang lebih besar untuk partikel berkontak dengan sludge blanket sehingga memungkinkan pembentukan flok yang lebih besar. Rumus–rumus dan kriteria desain yang digunakan dalam perhitungan sedimentasi, yaitu:
  • Rasio panjang-lebar bak (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

  Rumus rasio =

  p

  (2.11) ………………………………………..

  l

  Dimana: p : panjang bak l : lebar bak

  • Surface loading rate (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

  Rumus Vt =

  (2.12)

  ……………………………………

  Dimana: vt : surface loading rate Q : debit bak A : luas permukaan bak

  • Kecepatan aliran di tube settler (Montgomery, 1985) Rumus Vo = …………………………………………(2.13)

  .sin Dimana: vo : kecepatan aliran pada settler (m/s) Q : debit bak (m3/s) A : luas permukaan bak (m2) α : kemiringan settler = 600

  • Weir loading rate (Qasim, Motley, & Zhu, 2000) Rumus W =

  (2.14)

  ……………………………………

  Dimana: w : weir loading rate (m3/m.hari) Q : debit bak (m3/hari) L : panjang total weir (m)

  • Bilangan Reynold dan bilangan Freud (Montgomery, 1985) Rumus R =

  (2.15) …………………………………….

  .

  R = ……………………………………………….(2.16) = ………………………………………………..(2.17) . Dimana: R : jari – jari hidraulis (m)

2 A : luas permukaan settler ( )

  P : keliling settler (m) vo : kecepatan aliran di settler (m/s) v : viskositas kinematik (m2/s) Re : Reynolds number Fr : Froude number

  • Waktu detensi bak (Qasim, Motley, & Zhu, 2000) Rumus T = ………………………………………………...(2.18)

  Dimana: T : waktu detensi (s) Vb : volume bak (m3) Q : debit bak (m3/s)

  • Waktu detensi settler (Qasim, Motley, & Zhu, 2000) Rumus T = ……………………………………………….(2.19)

  Dimana: T : waktu detensi (s) Vs : volume settler (m3) Q : debit bak (m3/s)

  • Kriteria desain (Montgomery, 1985) Surface loading rate = (60 - 150) m³/m².day Weir loading rate = (90 – 360) m³/m.day Waktu detensi bak = 2 jam

  Waktu detensi settler = 6 – 25 menit Rasio panjang terhadap lebar = 3:1 – 5:1 Kecepatan pada settler = (0,05 – 0,13) m/menit Reynold number < 2.000 Froude number > 10-5

  6. Filtrasi Filtrasi adalah proses pemisahan padatan dan larutan, dimana larutan tersebut dilewatkan melalui suatu media berpori atau materi berpori lainnya untuk menyisihkan partikel tersuspensi yang sangat halus sebanyak mungkin. Proses ini digunakan pada instalasi pengolahan air minum untuk menyaring air yang telah dikoagulasi dan diendapkan untuk menghasilkan air minum dengan kualitas yang baik.

  Filtrasi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis filter, antara lain: saringan pasir lambat, saringan pasir cepat, bahkan dengan menggunakan teknologi membran. Pada pengolahan air minum umumnya dipergunakan saringan pasir cepat, karena filter jenis ini memiliki debit pengolahan yang cukup besar, penggunaan lahan yang tidak terlalu besar, biaya operasi dan pemeliharaan yang cukup rendah, dan tentunya kemudahan dalam pengoperasian dan pemeliharaan.

  Media Penyaring Berdasarkan jenis media penyaring yang digunakan, Saringan pasir cepat ini dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :

1. Filter Media Tunggal

  Filter jenis ini mempergunakan satu jenis media saja, biasanya pasir atau batu bara antrasit yang dihancurkan.

  2. Filter Media Ganda Filter jenis ini mempergunakan dua jenis media, biasanya merupakan gabungan dari pasir dan batu bara antrasit yang dihancurkan.

  3. Filter Multimedia Filter jenis ini mempergunakan tiga jenis media, biasanya sebagai tambahan dari kedua media yang telah disebutkan di atas diaplikasikan jenis media ketiga, yaitu batu akik. Mekanisme utama penyisihan flok tersuspensi yang memiliki ukuran lebih kecil daripada ukuran pori-pori media terdiri dari adhesi, flokulasi, sedimentasi, dan penyaringan.

  Selama proses filtrasi berjalan flok yang terakumulasi menyebabkan ruangan antar partikel mengecil, kecepatan meningkat, dan sebagian dari flok yang tertahan akan terbawa semakin dalam diantara media filter. Flok yang terakumulasi tersebut akan menyebabkan peningkatan headloss hidrolik.

  Saringan pasir dikarakterisasi oleh ukuran efektif (effective size) dan koefisien keseragaman (uniformity coefficient) dari pasir yang digunakan sebagai media filtrasi. Sebagian besar saringan pasir cepat memiliki pasir dengan ukuran efektif antara 0,35 sampai 0,50 mm dan memiliki nilai koefisien keseragaman antara 1,3 sampai 1,7.