BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori - Peranan Pemerintah Untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Infrastruktur (Studi Pada Desa Limau Manis Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Menurut Kerlinger (Rakhmat, 2004: 6), teori adalah serangkaian asumsi,

  konsep, konstruk, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara mengonstruksi hubungan antar konsep dan proposisi dengan menggunakan asumsi dan logika tertentu. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peranan Pemerintah Desa

1.1. Peranan

  Peranan memiliki arti sebagai perilaku individu yang penting sebagai struktur sosial masyarakat. Peran adalah suatu perilaku seseorang yang diharapkan dapat membuat suatu perubahan serta harapan yang mengarah pada kemajuan.

  Menurut Soerjono Soekanto (1990: 243) peranan meliputi norma yang dihubungkan dengan posisi seseorang dalam masyarakat sebagai rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan sosial. Artinya adalah posisi yang dimiliki seseorang tersebut seperti Kepala Desa yang merupakan pemerintahan desa, dengan posisi tersebut pemerintah desa akan lebih memiliki wewenang untuk menegakkan peraturan-peraturan dalam kehidupan masyarakat sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

  Menurut Narwoko (2004: 160) fungsi peranan adalah sebagai Memberi arah pada proses sosialisasi, Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma- norma dan pengetahuan, Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat, maupun dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat.

  Berdasarkan pelaksanaannya peranan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Peranan yang diharapkan (expected roles) ialah cara ideal dalam pelaksanaan peranan menurut penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan secermat-secermatnya dan peranan ini tidak dapat ditawar dan harus dilaksanakan seperti yang ditentukan. Peranan jenis ini antara lain peranan kepemimpinan. Sedangkan Peranan yang disesuaikan (actual roles), yaitu cara bagaimana sebenarnya peranan itu dijalankan. Peranan ini pelaksanaannya lebih luwes, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi tersebut. Peranan yang disesuaikan mungkin tidak cocok dengan situasi setempat, tetapi kekurangan yang muncul dapat dianggap wajar oleh masyarakat (Hendropuspio, dalam Narwoko, 2007: 160). Fungsi dari peranan ialah : a.

  Memberi arah pada proses sosialisasi (instruksi dan konsultasi) b. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan

  (delgasi) c. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat (partisipasi) d.

  Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol, sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat (pengendalian)

1.2. Pemerintah Desa

  Dalam Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 114 tahun 2014 tentang pedoman pembangunan desa disebutkan pemeritah desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa, Sedangkan pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Pemerintah desa merupakan bagian dari birokrasi pemerintah modern yang bertugas mengelola barang-barang publik . Sebagai institusi modern, pemerintah desa tidak hanya cukup memainkan legitimasi simbolik dan sosial tetapi harus membangun legitimasi yang di bangun dari dimensi kinerja politik dan ekonomi. Desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa, landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, patisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. Penyelenggara pemerintah desa merupakan sub sistem dari sistem penyelenggara pemerintahan sehingga desa memilki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.

  Unsur dari pemerintah desa ialah Kepala Desa. Perangkat Desa yang terdiri dari Sekertaris Desa, pelaksana kewilayahan dan pelaksanaan teknis perangkat desa serta bekerja sama dengan BPD untuk menyelenggarkan pemerintahan desa.

  Kepala Desa merupakan pemimpin yang berada di pemerintahan desa dimana, dipilih langsung oleh penduduk desa berwarga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihan diatur oleh peraturan daerah yang berdominan pada peraturan daerah yang berpedoman pada peraturan pemerintah. dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 26 disebutkan bahwa Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Urusan pemerintahan yang dimaksud adalah pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan desa seperti pembuatan peraturan desa, pembentukan lembaga kemasyarakatan, pembentukan badan usaha milik desa, dan kerjasama antar desa. Urusan pembangunan yang dimaksud adalah pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sarana dan prasarana fasilitas umum desa.

  Kepala Desa dalam menyelengarakan sarana prasarana umum desa juga harus mengikuti prosedur sesuai dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor.144 tentang Pedoman Pembangunan Desa yang mana mengatakan bahwa pemerintah desa memiliki peran menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. Pembangunan desa sebagaimana yang dilaksanakan oleh pemerintah desa harus dengan melibatkan seluruh masyarakat desa dengan semangat gotong royong. Dimana, masyarakat desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pembangunan desa dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada pemerintah desa dalam rangka mengkordinasikan pembangunan desa sebagaimana dimaksud. Kepala Desa dapat didampingi oleh tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat Desa, atau pihak ketiga.

  Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban Kepala Desa wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati atau Walikota serta menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati atau Walikota; memberikan laporan keterangan penyelengaraan pemerintahan secara tertulis kepada BPD setiap akhir tahun anggaran dan memberikan atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepadamasyarakat desa setiap akhir tahun anggaran.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Kepala Desa memiliki peranan yang sangat besar dalam memajukan pembangunan untuk meningkatkan kehidupan rakyat desanya. Selaku pemimpin utama dan tertinggi kepadanya juga diberikan kuasa sebagai penanggung jawab utama seluruh kegiatan yang diselenggarakan. Sedangkan perangkat desa ialah terdiri dari Sekertaris Desa, pelaksana kewilayahan dan pelaksanaan teknis perangkat desa yang bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Perangkat desa diangkat oleh Kepala Desa setelah di konsultasikan dengan camat atas nama Bupati/Walikota. Dalam melaksanakan tugasnya perangkat desa bertanggung jawab kepada Kepala Desa.

  Desa dapat membentuk lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

  Lembaga kemasyarakatan ini bertugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa. Sebagai perwujudan demokrasi sesuai dalam maka pemerintahan dalam tatanan pemerintah desa dibentuk badan pesmusyawaratan desa (BPD) atau sebutan lain yang disesuaikan dengan budaya yang berkembang di desa bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga pengatur dan pengontrol dalam penyelenggaraan pemerintah desa, seperti dalam pembutan dan pelaksanaan peraturan desa, anggaran pendapatan dan belanja desa, dan keputusan Kepala Desa. Di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai mitra kerja pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat desa. untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

2. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Infrastuktur

2.1. Partisipasi

  Keit Davis dan John W. Nestrom (1996:179) mengungkapkan partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi orang-orang dalam situasi kelompok atau masyarakat yang mendorong mereka untuk menyumbangkan pada tujuan-tujuan kelompok dan bersama-sama bertanggung jawab terhadap tujuan tersebut serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.

  Menurut Mubyarto (1997: 35) partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam suatu proses pembangunan di mana masyarakat ikut terlibat mulai dari tahap penyusunan program, perencanaan dan pembangunan, perumusan kebijakan, dan pengambilan keputusan. Maka dapat disimpulkan masyarakat bukan hanya kepada proses pelaksanaan kegiatan saja, tetapi juga melibatkan masyarakat dalam hal perencanaan dan pengembangan dari pelaksanaan program tersebut, termasuk menikmati hasil dari pelaksanaan program tersebut.

  Lebih lanjut secara sederhana partisipasi masyarakat adalah keterlibatan seseorang (individu) atau sekelompok masyarakat secara sukarela, dalam suatu kegiatan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan kegiatan, sampai kepada proses pengembangan kegiatan atau program tersebut tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban . Jadi partisipasi diasumsikan mempunyai aspirasi, nilai budaya yang perlu diakomodasikan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu program pembangunan , Fungsi dari partisipasi masyarakat adalah: a.

  Partisipasi memperluas basis pengetahuan dan representasi. Dengan mengajak masyarakat dengan spektrum yang lebih luas dalam proses pembuatan keputusan maka partisipasi dapat: meningkatkan representasi dari kelompok-kelompok komunitas, membangun perspektif yang beragam yang berasal dari beragam stakeholders, mengakomodir pengetahuan lokal, pengalaman, dan kreatifitas, sehingga memperluas kisaran ketersediaan pilihan alternatif.

  b.

  Partisipasi membantu terbangunannya transparansi komunikasi dan hubungan-hubungan kekuasaan di antara para stakeholders. Dengan melibatkan stakeholders dan berdiskusi dengan pihak-pihak yang akan menerima atau berpotensi menerima akibat dari suatu kegiatan/ proyek, hal itu dapat menghindari ketidakpastian dan kesalahan interpretasi tentang suatu isu / masalah.

  c.

  Partisipasi dapat meningkatkan pendekatan iteratif dan siklikal dan menjamin bahwa solusi didasarkan pada pemahaman dan pengetahuan lokal. Dengan membuka kesempatan dalam proses pengambilan keputusan, maka para pembuat keputusan dapat memperluas pengalaman masyarakat dan akan memperoleh umpan balik dari kalangan yang lebih luas. Dengan demikian, kegiatan yang dilakukan akan lebih relevan dengan kepentingan masyarakat lokal dan akan lebih efektif.

  d.

  Partisipasi akan mendorong kepemilikan lokal, komitmen dan akuntabilitas. Pelibatan masyarakat lokal dapat membantu terciptanya hasil (outcomes) yang berkelanjutan dengan menfasilitasi kepemilikan masyarakat terhadap proyek dan menjamin bahwa aktivitas-aktivitas yang mengarah pada keberlanjutan akan terus berlangsung. Hasil yang diperoleh dari usaha-usaha kolaboratif lebih mungkin untuk diterima oleh seluruh

  stakeholders.

  Partisipasi dapat membangun kapasitas masyarakat dan modal sosial. Pendekatan partisipatif akan meningkatkan pengetahuan dari tiap stakeholders tentang kegiatan/aksi yang dilakukan oleh stakholders lain.

  Pada Penerapan partisipasi Keith Davis (1986: 179) mengemukakan unsur yang penting dalam menerapkan partisipasi agar partisipasi berfungsi dengan semestinya, antara lain bahwa partisipasi sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih dari semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah dan Kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok. Hal ini berarti bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok karena seseorang menjadi anggota suatu kelompok karena nilainya. dan unsur terakhir ialah tanggung jawab, yaitu segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota. Diakui sebagai anggota artinya ada rasa

  “sense of belonging”. Pada dasarnya terdapat beberapa prinsip-prinsip di dalam

  pengembangan model pembangunan yang berorientasi pada partisipasi. Prinsip- prinsip tersebut antara lain : a) Masyarakat harus sebagai subjek bukan objek.

  b) Menghargai pengetahuan dan ketrampilan lokal.

  c) Mempengaruhi keputusan harus dijamin, bukan hanya ikut serta.

  Proses harus belajar sejalan dengan outcome. Cohen dan Uphoff (1977: 47) mencatat bahwa ada 4 (empat) bentuk partisipasi, yaitu : a)

  Participation in decision making merupakan partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan atau keputusan organisasi. Masyarakat diberikan kesempatan untuk memberikan masukan dan pendapat serta ikut menilai rencana yang sedang disusun.

  b) Participation implementation adalah partisipasi yang mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan operasional dari kebijakan yang telah diambil terdahulu. Partisipasi ini juga dalam hal mematuhi keputusan dan kebijakan yang telah ditetapkan. c) Participation in benefits adalah partisipasi masyarakat dalam menikmati dan memanfaatkan hasil pembangunan yang telah diprogramkan. Masyarakat juga merasakan dampak dari keputusan dan kebijakan yang telah diambil.

  d) Participation in evaluation adalah partisipasi masyarakat dalam bentuk keikutsertaan menilai serta mengawasi kegiatan-kegiatan pembangunan. Demikian juga halnya dalam mengawasi pelaksanaan keputusan dan kebijakan yang telah diambil.

  Adapun menurut Conyers (1991:154) partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat berbentuk berbagai macam, yang secara umum dapat dijelaskan sebagi berikut : Partisipasi dalam menentukan arah strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah. Hal ini bukan saja berlangsung dalam proses politik, tetapi juga dalam proses sosial; hubungannya antara kelompok kepentingan dalam masyarakat. Partisipasi dalam memikul beban dan tanggungjawab dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini dapat berupa sumbangan dalam hal mobilisasi sumber-sumber pembiayaan pembangunan, kegiatan yang produktif serasi, dan pengawasan sosial atas jalannya pembangunan dan Partisipasi dalam memetik hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan. Bagian-bagian daerah maupun golongan masyarakat tertentu dapat ditingkatkan keterlibatannya di dalam kegiatan produktif melalui perluasan kesempatan dan pembinaan.

  Selanjutnya conyers juga menambahkan bahwa ada 9 (sembilan) tipe

  1. Partisipasi sukarela dengan inisiatif dari bawah.

  2. Partisipasi dengan imbalan, yang inisiatifnya dari bawah.

  3. Partisipasi desakan atau paksaan (enforced), dengan inisiatif dari bawah.

  4. Partisipasi sukarela (volunteered), dengan inisiatif dari atas.

  5. Partisipasi dengan imbalan (rewaerded), dengan inisiatif dari atas.

  6. Partisipasi paksaan, dengan inisiatif dari atas.

  7. Partisipasi sukarela dengan inisiatif bersama (through shared initiative).

  8. Partisipasi imbalan, dengan inisiatif bersama.

  9. Partisipasi paksaan dengan inisiatif bersama dari atas dan juga bawah.

  Partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk dalam pengambilan keputusan. Perasaan terlibat dalam perencanaan perlu ditumbuhkan sedini mungkin di dalam masyarakat. Partisipasi dalam operasional pembangunan Partisipasi dalam menerima kembali hasil pembangunan Partisipasi dalam menilai pembangunan, yaitu ketrlibatan masyarakat dalam menilai sejauh mana pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan sejauh mana hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur dapat diwujudkan dengan baik jika sistem pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang ada melibatkan atau memberikan tempat bagi partisipasi masyarakat

  Walaupun banyak jenis pasrtisipasi yang bisa di sumbangkan masyarkat dalam pembangunan, namun tetap saja ada pengaruh hambatan untuk ikut berpartisipasi, hambatan yang terjadi bisa bersifat eksternal maupun internal, dalam teori menurut plumer (dalam suryawan, 2004:27), menyatkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah: 1.

  Pengetahuan dan keahlian. dasar pengetahuan yang dimiliki akan mempengaruhi seluruh lingkungan dari masyarakat tersebut. hal ini membuat masyarakat memahami ataupun tidak terhadap tahap-tahap dan bentuk dari partisipasi yang ada;

  2. Pekerjaan masyarakat. biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan dapat lebih meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. seringkali alasan yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan antara komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi.

  3. Tingkat pendidikan dan buta huruf. faktor ini sangat berpengaruh bagi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada. tingkat buta huruf pada masyarakat akan mempengaruhi dalam partisipasi; 4. Jenis kelamin. sudah sangat diketahui bahwa sebagian masyarakat masih menganggap faktor inilah yang dapat mempengaruhi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan akan mempunyai persepsi dan pandangan berbeda

  5. Kepercayaan terhadap budaya tertentu. masyarakat dengan tingkat heterogenitas yang tinggi, terutama dari segi agama dan budaya akan menentukan strategi partisipasi yang digunakan serta metodologi yang digunakan. seringkali kepercayaan yang dianut dapat bertentangan dengan konsep-konsep yang ada. Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa masyarakat dalam memberikan partisipasinya tidak hanya harus berbentuk uang atau tenaga, tetapi juga dapat berbentuk pikiran, keahlian, maupun barang. Teknik-teknik partisipasi bukan sekedar alat pendekatan. Namun partisipasi juga pernyataan pikiran dan sikap, sehingga penting menghargai nilai-nilai, ketrampilan dan kebutuhan orang lain khususnya kelompok yang tidak beruntung. Teknik-teknik partisipasi memang perlu dikuasai. Namun penguasaan saja tidak cukup, masih diperlukan pengalaman personal. Ketrampilan teknik juga diperlukan sesuai dengan konteksnya. Partisipasi memerlukan belajar sambil bekerja dan selalu menyesuaikan dengan tingkat perkembangan pengetahuan, ketrampilan dan penguatan kapasitas antar partisipan. Keseimbangan proses dan keluaran sangat penting.

2.2. Pembangunan Infrastruktur

  Siagian (2005) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana.

  Grigg menjelaskan bahwa (2000) infrastruktur merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi, jalan, pengairan atau irigasi, bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun kebutuhan ekonomi. Pengertian ini merujuk pada infrastruktur sebagai suatu sistem. Dimana infrastruktur dalam sebuah sistem adalah bagian-bagian berupa sarana dan prasarana yang tidak terpisahkan satu sama lain. Infrastruktur sendiri dalam sebuah sistem menopang sistem sosial dan sistem ekonomi sekaligus menjadi penghubung dengan sistem lingkungan. Ketersediaan infrastruktur memberikan dampak terhadap sistem sosial dan sistem ekonomi yang ada di masyaraka. Oleh karenanya, infrastruktur perlu dipahami sebagai dasar-dasar dalam mengambil kebijakan.

  Sistem tata guna Lahan Sistem Ekonomi; Sosial‐budaya; (1) Transportasi; (2) Infrastruktur Keairan; (3) Limbah ; (4) Energi;

  (5) Bangunan dan Struktur Sumber Daya Alam Sistem Rekayasa dan Manajemen

Gambar 2.1 Infrastruktur Sebagai Penopang/Pendukung Sistem Ekonomi, Sosial-Budaya, Kesehatan, dan Kesejahteraan (Grigg dan Fontane, 2000)

  Pembangunan infrastruktur dalam sebuah sistem menjadi penopang kegiatan-kegiatan yang ada dalam suatu ruang. Infrastruktur merupakan wadah sekaligus katalisator dalam sebuah pembangunan. Ketersediaan infrastruktur meningkatkan akses masyarakat terhadap sumberdaya sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang menuju pada perkembangan ekonomi suatu kawasan atau wilayah. Oleh karenanya penting bagaimana sistem rekayasa dan manajemen infrastruktur dapat diarahkan untuk mendukung perkembangan ekonomi suatu kawasan wilayah. Sistem rekayasa dan manajemen infrastruktur berpengaruh terhadap sistem tata guna lahan yang pada akhirnya membangun suatu kegiatan. Hubungan pembangunan infrastruktur terhadap sistem tata guna lahan tersebut ditegaskan oleh Grigg dan Fontane (2000) seperti pada gambar 2.1 diatas. Rekayasa dan Manajemen Infrastruktur dalam memanfaatkan sumberdaya dalam rangka pemanfaatan untuk transportasi, infrastruktur sistem tata guna lahan: Sistem Ekonomi, Sosial‐budaya, Kesehatan, Kesejahteraan.

2.3. Pembangunan Infrastruktur Desa

  Dalam beberapa dekade terakhir mulai terjadi perubahan-perubahan definisi kawasan perdesaan. Hal tersebut dikarenakan mulai berubahnya tipologi kawasan perdesaan dan perkembangan kawasan perdesaan dalam beberapa waktu terakhir. Terutama setelah era globalisasi yang masuk ke perdesaan, telah terjadi interaksi dan negosiasi sosial budaya masyarakat perdesaan terhadap modernitas dan budaya luar. kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan mulai ditinggalkan dengan tidak relevannya pemahaman tersebut dengan mulai biasnya perdesaan- perkotaan dalam definisi klasik, secara ekonomi kawasan perdesaan dikategorikan sebagai wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian sedangkan kawasan perkotaan dikategorikan sebagai wilayah dengan kegiatan utama di sektor jasa dan perdagangan, Definisi tersebut masih banyak digunakan hingga saat ini. Namun munculnya kawasan perdesaan dengan perekonomian yang ditopang oleh kegiatan industri kecil seperti kerajinan, pariwisata, definisi tersebut dirasa belum dapat mewakili keseluruhan tipologi kawasan perdesaan. Oleh karenanya muncul istilah-istilah seperti desa-kota yang berusaha mendefinisikan kawasan-kawasan perdesaan yang dianggap memiliki ciri-ciri perkotaan baik secara fisik maupun sosial dan ekonomi (Suhardjo, 2008)

  Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor. 144 tentang Pedoman Pembangunan Desa menyebutkan bahwa bidang pelaksanaan pembangunan desa terdiri dari dua macam Perencanaan pembangunan yang disusun secara berjangka meliputi: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

  Pemanfaatan dan pemeliharaan dalam lingkungan desa yang mungkin dibutuhkan antara lain ialah tambatan perahu, jalan pemukiman, jalan desa antar pemukiman ke wilayah pertanian, pembangkit listrik tenaga mikrohido, lingkungan pemukiman masyarakat desa dan infrastruktur desa lainnya yang sesuai dengan kondisi desa. Dari pengertian diatas dapat kita pahami bahwa pembangunan infrastruktur desa adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang dilakukan secara terencana untuk membangun prasarana atau segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses pembangunan.

  Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Keberadaan infrastruktur yang memadai sangat diperlukan. Sarana dan prasarana fisik, atau sering disebut dengan infrastuktur, merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem pelayanan masyarakat. Berbagai fasilitas fisik merupakan hal vital guna mendukung berbagai kegiatan pemerintahan, perekonomian, industri dan kegiatan sosial di masyarkat dan pemerintahan. Mulai dari sistem energi, transportasi jalan raya, bangunan-bangunan perkantoran dan sekolah, hingga telkomunikasi, rumah pribadahan dan jaringan layanan air bersih, kesemuanya itu memerlukan adanya dukungan infrastruktur yang handal (Biemo W. Soemardi, 46: 2009). Agar lebih jelas ruang lingkup pembangunan infrastruktur dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

  a) Pembangunan infrastruktur transportasi perdesaan guna mendukung peningkatan aksessibilitas masyarakat desa, yaitu: jalan, jembatan, tambatan perahu;

  b) Pembangunan infrastruktur yang mendukung produksi desa , yaitu: irigasi perdesaan, Pasar desa.

  c) Pembangunan infrastruktur yang mendukung pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, meliputi: penyediaan air minum, sanitasi perdesaan

  Pembangunan nfrastruktur berstandart lingkungan akan emnciptakan kemakmuram masyarakat. Hal yang harus dipikirkan adalah pemerintah dan masyarkat harus mampu membangun sebuah infrastruktur yang saling terintegrasi satu sama lain. Karena ini merupakan sebuah kemampuan sebuah desa dalam melaksanakan pembangunan.

  Pembangunan infrastruktur desa terus dipacu untuk menuju modernitas yang diharapkan dengan maksud mengimbangi serta mensejajarkan laju pembangunan di perkotaan. Pembangunan akan berjalan dengan baik apabila terjadi kerja sama yang harmonis antara pemerintah dengan warga masyarakat.

  Pada dasarnya pembangunan infrastruktur desa merupakan suatu pembangunan yang dilaksanakan di desa dan berwujud nyata. Hasil pembangunan tersebut dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat. pemimpin dan bawahan.

B. Penelitian Terdahulu

  Penelitian mengenai Peranan Pemerintah untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Infrastruktur dalam bidang Ilmu Administrasi Negara sudah diteliti sebelumnya. Penulis mengambil beberapa hasil penelitian sebagai acuan dalam penelitan ini

  1. Peranan Pemerintah dalam meningkatakan Partisipasi masyarakat dalam pembangunan Infrastruktur Desa. Penelitian ini dilakukan oleh Efriadi pada tahun (2010) dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana peranan pemerintah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa masyarakat desa belum merasakan peran pemerintah desa dalam upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Hal ini disebabkan karena pembangunan yang dilakukan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat dan adanya pembangunan yang tidak tepat sasaran sehingga tidak dapat dinikmati oleh masyarakat.

  2. Proses Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Infrastrutur desa penelitan dari Nur Faisal (2011) Partisipasi masyarakat di Desa pada proses pembangunan infrastruktur desa yang dibagi dalam 3 tahap, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan dan pemeliharaan. Bentuk partisipasi masyarakat dalam tahap persiapan berupa kehadiran dan ide atau pemikiran. Pada tahap pelaksanaan bentuk partisipasi masyarakat berupa sumbangan tenaga, material dan dana. Sementara pada tahap pemeliharaan bentuk partisipasi hanya berupa sumbangan tenaga.

C. Definisi Konsep

  Konsep merupakan istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989: 34). dengan konsep peneliti melakukan abstraksi dan menyederhanakan pemikirannya melalui penggunaan satu istilah untuk kejadian (events) yang berkaitan dengan yang lain nya .maka untuk mendapatkan batasan yang jelas, defenisi konsep penulis adalah:

  1. Peranan merupakan fungsi dan wewenang yang dimiliki orang karena kedudukannya. Peranan meliputi hak dan kewajiban yang muncul serta merta karena kedudukan dan tanggung jawabnya. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peran seperti: Memberi arah pada proses sosialisasi.Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.

2. Pemerintah Desa adalah adalah pemimpin dari desa di Indonesia. Kepala

  3. Partisipasi masyarakat merupakan kesediaan masyarakat untuk ikut serta membantu berhasilnya program pembangunan baik berupa materi, tenaga, pikiran, keterampilan dan sebagainya.

  4. Pembangunan infrastruktur desa adalah pembangunan yang dilaksanakan di desa bewujud nyata dan bertujuan untuk memudahkan masyarakat seperti Jalan Desa.

5. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur adalah sejauh

  mana masyarakat turut serta mengambil bagian dalam pelaksanaan pembangunan, dimana mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dari defenisi konsep di atas dapat disimpulkan bahwa peranan pemerintah desa sangat penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat agar tercapai pembangunan yang lebih baik untuk kesejahteraan masyarakat. Dimana, pemerintah desa bisa mengimplementasikan pembangunan partisipatif oleh masyarakat dalam proses pelaksanaan pembangunan

D. Definisi Oprasional

  Menurut Singarimbun (1995: 46) definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel.

  Dengan kata lain defenisi operasional berisi tentang indikator-indikator yang akan digunakan untuk mengukur variabel. Maka yang menjadi operasionalisasi dalam penelitian adalah pemerintah desa dan partisipasi masyarakat dalam

  Indikator Peranan Pemerintah desa dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam tahapan pembangunan antara lain;

  1. Tahap perencanaan dimana masyarakat ikut dilibatkan untuk berfikir dalam musrenbang tentang. Keterlibatan masyarakat dalam penetapan kebijakan pembangunan daerah. Keterlibatan dalam hal ini adalah apakah masyarakat diibatkan dalam proses penyusunan program-program pembangunan.

  2. Tahap pelaksanaan dimana masyarakat diharapkan untuk ikut berpartisi pada saat pelaksanaan pembangunan, dimana ada Kerjasama antara pemerintah desa dengan masyarakat .

3. Tahap evaluasi dimana dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat terhadap program yang sedang berjalan.

  Indikator peranan pemerintah desa dalam melaksanakan fungsi kepemimpinan dalam pembangunan infrastruktur dapat dilihat dari.

  1. Fungsi Instruktif. sebagai komunikator yang menentukan apa dan bagaimana agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Sehingga fungsi orang yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah 2. Fungsi konsultatif, sebagai komunikasi dua arah bahan pertimbangan dan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya.

  3. Fungsi Partisipasi, berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam melaksanakannya

  4. Fungsi Delegasi, memberikan pelimpahan wewenang kepada bawahan .

  5. Fungsi Pengendalian. Mewujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.

  Indikator Faktor-faktor yang mungkin menghambat upaya pemerintah desa dalam meningkatkan partisipasi masyarakat menurut Teori Plummer dapat dilihat dari; 1.

  Kemauan dan Keahlian Masyarakat 2. Pekerjaan Masyarakat 3. Jenis Kelamin Masyarkat 4. Pendidikan Masyarkat dan; 5. Kepercayaan ataupun Hoogenitas Masyarakat