Kaitan Antara Kemiskinan Industrialisasi. docx

KAITAN ANTARA KEMISKINAN, INDUSTRIALISASI DAN
PENGAMBILAN SUMBERDAYA ALAM

RESKY DWIYANTI RISA
P3300215007

PROGRAM MAGISTER ILMU PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

KAITAN ANTARA KEMISKINAN, INDUSTRIALISASI DAN PENGAMBILAN
SUMBERDAYA ALAM

Tidak dapat dipungkiri bahwa industrialisasi di Indonesia sejak Pelita I
hingga saat ini telah mencapai hasil yang diharapkan. Setidaknya industrialisasi
telah mengakibatkan transformasi struktural di Indonesia. Pola pertumbuhan
ekonomi secara sektoral di Indonesia agaknya sejalan dengan kecenderungan
proses transformasi struktural yang terjadi di berbagai negara, dimana terjadi
penurunan kontribusi sektor pertanian (sering disebut sektor primer), sementara

kontribusi sektor sekunder

dan tersier cenderung meningkat. Hal tersebut

memiliki pengaruh sampingan terhadap pelestarian lingkungan hidup dan proses
penanggulangan kemiskinan baik secara (Koesmawan, 2013).
Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana ketidakmampuan seseorang
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemiskinan disini dapat dilihat dari
berbagai kondisi seperti kondisi ekonomi yang lemah. Ketika kondisi ekonomi
lemah maka seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya seperti:
pendidikan, kesehatan, makan dan rekreasi.
Jika dikaitkan dengan sumber daya alam, dimana seseorang yang dikatakan
tergolong miskin akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
bekerja. Pekerjaan ini bersumber dari pengolahan dan pemanfaatan sumber
daya alam. Oleh dikarenakan di masa sekarang Indonesia sedang dalam
perngembangan sektor industri, hal ini akan berkaitan dengan usaha pemenuhan
bahan industri yang akan di peroleh dari sumber daya alam.Kemudian sumber
daya alam yang di ambil secara terus menerus dengan upaya pemenuhan bahan
produksi industri, lama-lama akan habis pula. Walaupun hal ini terjadi karena
rasa ketidakpuasan dan tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat maka dari itu

mereka tidak punya pilihan untuk mengerjakan hal itu.
Di Indonesia, Tulus Tambunan (2001) mencatat adanya proses industrialisasi
dimulai dari tahun 1969 dan berhasil mengangkat tingkat pendapatan per kapita
di atas US$ 1.000 per tahun dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 7% pada saat
penduduk 200 jutaan. Namun saat tulisan ini dibuat, keadaan menurun jauh,
hingga diperkirakan income perkapita hanya 650 US$ dengan pertumbuhan
ekonomi di bawah 4% dan jumlah penduduk hampir 210 juta. Yudo Swasono

mencatat bahwa setelah krisis ekonomi yang terjadi pada periode 1982-1986,
pada waktu itu pertumbuhan hanya 5%.
Selanjutnya dengan proses industrialisasi pertumbuhan meningkat dan
berhasil recovery (pulih kembali), hingga tumbuh tahun 1989 ialah 7,5%, tahun
1991 mencapai 6,6% dan pada akhir Repelita X, atau akhir Pembangunan
Jangka Panjang II akan tumbuh dengan rata-rata 8,7%. (Muhammad Thoyib,
1995). Namun perkiraan ini meleset jauh, sebab mulai 1997 terjadi krisis moneter
yang berlanjut hingga riset ini ditulis, ternyata kondisi itu masih belum pulih.
Industrialisasi yang berkembang di era sekarang ini menyedot begitu banyak
tenaga kerja. Hal ini telah merubah alur pendistribusian tenaga kerja dari sektor
non industri menuju sektor industri. Hal ini juga berdampak pada pendapatan
yang diperoleh oleh tenaga kerja tersebut. Dengan kata lain secara tidak

langsung industrialisasi telah mempengaruhi tingkat kemiskinan.
Namun ternyata perekonomian Indonesia masih sangat tegantung pada
sumber

daya

alam

(pertanian,

hasil

hutan,

perkebunan,

pariwisata,

pertambangan, dan sebagainya). Di pihak lain, tingkat pendapatan masyarakat
umumnya masih rendah. Oleh karena itu, tingkat kesejahteraan (dan usaha

penanggulangan kemiskinan) Indonesia menjadi sangat dipengaruhi oleh
perubahan kualitas lingkungan.
Tabel 1. Matriks Ketergantungan Ekonomi terhadap Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup dengan Tingkat Pendapatan

Ketergantungan
ekonomi terhadap
sumber daya alam dan
lingkungan hidup
tinggi/High economic
dependence on natural
resources and the
environment
Ketergantungan
ekonomi terhadap
sumber daya alam dan
lingkungan hidup
rendah/Low economic
dependence on natural
resources and the

environment

Pendapatan Tinggi
(High Income)

Pendapatan Rendah
(Low Income)

Dampak kerusakan
terhadap kesejahteraan
sedang (misalnya: New
Zealand)/Medium level of
negative impact on
prosperity (e.g. New
Zealand)

Dampak kerusakan
terhadap kesejahteraan
tinggi (misalnya:
Indonesia)/ High level of

negative impact on
prosperity (e.g.
Indonesia)

Dampak kerusakan
terhadap kesejahteraan
rendah (misalnya:
Singapore)/Low level of
negative impact on
prosperity (e.g
Singapore)

Dampak kerusakan
terhadap kesejahteraan
sedang/Medium level of
negative impact on
prosperity

Di samping itu, kita perlu pula memperhatikan kepekaan perubahan kualitas
lingkungan terhadap masyarakat dengan tingkat kehidupan tertentu dalam satu

komunitas tertentu. Umumnya karena daya beli yang lebih kuat (karena itu
mempunyai pilihan yang lebih luas) dan informasi yang lebih lengkap, maka
mereka yang berpendapatan tinggi lebih tidak peka terhadap kualitas lingkungan
yang menurun. Pada kasus di mana kualitas lingkungan udara telah tercemar,
mereka yang berpendapatan tinggi lebih mudah untuk pindah ke lokasi lain
dengan kualitas udara lebih baik, sedangkan mereka yang berpendapatan
rendah akan terjebak dalam lingkungan tercemar tersebut.
Bila

ditinjau

lebih

mendalam,

terlihat

ada

hubungan


yang

saling

mempengaruhi antara industrialisasi, kemiskinan dan sumber daya alam.
Industrialisasi mempengaruhi kemiskinan melalui tingkat pendapatan yang
diberikan sektor industri. Kemiskinan mempengaruhi tinggkat penggunaan
sumber daya alam dan proses konservasi sumber daya alam serta lingkungan
hidup. Sumber daya alam merupakan sebagai bahan baku dalam Industrialisasi.
Hubungan ini terlihat pada diagram berikut.
Selain itu industrialisasi memberikan dampak pula pada tingkat kesehatan
yang mempengaruhi jumlah natalitas dan mortalitas penduduk. Dengan kata lain
industrialisasi juga mempengaruhi jumlah penduduk sehingga membentuk
hubungan sesuai diagram berikut.
Dengan berkembangnya jumlah penduduk, perekonomian harus lebih
banyak menyediakan barang dan jasa yang merupakan hasil dari industrialisasi.
Peningkatan produksi barang dan jasa menuntut lebih banyak produksi barang
sumber daya alam yang harus digali dan semakin menipisnya sumber daya alam
dan akhirnya pencemaran lingkungan semakin meningkat.

Ada hubungan yang positif antara jumlah dan kuantitas barang sumberdaya
dan pertumbuhan ekonomi, tetapi sebaliknya ada hubungan negatif antara
pertumbuhan ekonomi dan tersedianya sumber daya alam yang ada di dalam
bumi. Di samping itu dengan pembangunan ekonomi yang cepat yang dibarengi
dengan pembangunan pabrik sebagai bentuk industrialisasi akan meningkatkan
pencemaran lingkungan.
Peningkatan pencemaran lingkungan akan mempersempit lapangan kerja
sehingga menimbulkan pengangguran dan berujung pada persoalan kemiskinan.
Hubungan itu terus berlangsung dengan pola saling mempengaruhi satu sama

lainnya dimana untuk memperbaiki salah satu diantaranya maka harus
memperbaiki keseluruhan bagian. Misalnya dalam penanganan pemberantasan
kemiskinan maka permasalahan industrialisasi dan sumber daya alam juga harus
menjadi

fokus

penanganan

dalam


proses

tersebut

(https://ghinaislamiah.wordpress.com/).

A. Hubungan antara Penduduk, Industri dan Sumberdaya Alam
Ada dua hal penting yang dapat dikemukakan dalam kaitannya dengan
penggunaan sumberdaya alam yaitu apakah sumberdaya alam itu membatasi
pertumbuhan ekonomi dan berapakah tingkat penggunaan sumberdaya alam
yang optimal. Pertanyaan yang pertama hubungannya dengan berapa cepat
sumberdaya alam itu dimanfaatkan atau dihabiskan dan bagaimana akibat bila
terdapat sektor industri, pertanian dan jasa. Sesungguhnya tidak mudah untuk
mengatakan apakah pengambilan sumberdaya alam kita selama ini terlalu cepat
atau terlalu lamban. Sedangkan pertanyaan yang kedua lebih bersifat teoritis.
Ramalan yang mungkin paling pesimis mengenai masa depan masyarakat
industri adalah komitmen yang berlanjut terhadap pertumbuhan ekonomi dan
teknologi yang mengakibatkan rusaknya ekologi yang penting bagi adanya
kehidupan manusia (Suparmoko, 2010).

Permasalahanya adalah bagi para pecinta lingkungan (environmentalist)
satu-satunya jalan untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran adalah hanya
dengan menekan laju pertumbuhan ekonomi. Sedangan bagi mereka yang
mendukung

pertumbuhan

ekonomi

demi

peningkatan

kesejahteraan

masyarakat dalam jangka panjang (growthist), berpendapat bahwa gerakan
menuju pada perekonomian yang mapan (steady state economy) justru akan
menghambat investasi dalam bidang perkembangan teknologi yang diperlukan
untuk memecahkan masalah lingkungan. Laju pertumbuhan penduduk yang
tinggi di negara-negara yang sedang berkembang merupakan akibat dari
penurunan tingkat kematian dan masih tetap tingginya tingkat kelahiran dan ini
terjadi terutama di luar sektor industri (Suparmoko, 2010).

Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Eksponensial Konsumsi Sumber Daya Alam

Kelompok Roma dengan menggunakan model matematika menunjukkan
saling ketergantungan di antara lima faktor yang utama yang menentukan laju
pertumbuhan dan batas pertumbuhan dan batas pertumbuhan ekonomi di dunia
ini. Faktor-faktor tersebut adalah penduduk, produksi pertanian, sumberdaya
alam, produksi industri pengolahan dan pencemaran lingkungan. Beberapa
kesimpulan dari studi kelompok Roma itu adalah sebagai berikut (Meadows
et.al, 1972):

B. Pengambilan Sumberdaya Alam dalam Masyarakat Industri
Sumber daya alam merupakan segala sesuatu yang ada di alam, baik
berupa benda hidup maupun benda mati yang bermanfaat untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup manusia. Berdasarkan ketersediaannya di alam, sumber
daya alam dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber daya alam yang
dapat diperbaharui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
Sumber daya alam yang dapat diperbaharui merupakan sumber daya alam
yang hampir tidak pernah habis. Misalnya air merupakan sumber daya alam yang
tidak dapat diperbaharui, karena di alam keberadaan air selalu tetap akibat
terjadinya siklus air (daur hidrologi). Sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui merupakan sumber daya alam yang apabila digunakan terus
menerus akan habis. Contoh sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui

antara lain minyak bumi. Penggunaan sumber daya alam tidak dapat
diperbaharui harus hati-hati karena apabila dipakai terus menerus sumber daya
alam tersebut akan habis. Selain itu perlu juga dicarikan alternatif pengganti
sumber daya alam tersebut, seperti menggunakan bahan bakar alkohol sebagai
bahan bakar minyak. Bahan bakar yang tersedia untuk mempertemukan
kebutuhan energi dunia meliputi sumber bahan bakar yang dapat diperbaharui
kembali, sepertihalnya energi solar (termasuk angin dan kekuatan air) dan energi
geotermal, serta sumber bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui kembali
sepertihalnya bahan bakar fosil (batu bara, minyak, dan gas alam) dan bahan
bakar nuklir (sepertihalnya uranium dan plutonium).
Banyak sumberdaya alam yang diperlukan oleh masyarakat industri yang
sudah hampir habis dalam arti bahwa tingkat penggunaan sekarang terlalu tinggi
dalam kaitannya dengan jumlah persediaan sumberdaya alam yang diketahui.
Semua pihak menyetujui pernyataan ini, namun ada perbedaan pendapat
mengenai implikasi kebijakan dan cara penanggulangan masalah yang
ditimbulkan (Suparmoko, 2010).
Bagi mereka yang mendukung pertumbuhan ekonomi masalah kekurangan
sumberdaya alam hanya sementara sifatnya karena masalah tersebut dapat
diatasi dengan kemajuan teknologi yang dikaitkan dengan penemuan baru,
eksplorasi, pengambilan baru, dan pengolahan sumberdaya alam. Maka dari itu
kekurangan sumberdaya alam dalam arti absolut jarang sekali terjadi
(Suparmoko, 2010).
Apakah masalah pengambilan sumberdaya alam itu bersifat temporer atau
permanen, tetapi yang jelas adalah bahwa persoalan itu ada dan sesungguhnya
hanya ada tiga kemungkinan cara pemecahannya (Suparmoko, 2010):
1. Meningkatkan tersedianya sumberdaya alam pada laju yang paling tidak
sama dengan laju penggunaan sumberdaya alam.
2. Meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam yang sekarang ini
sudah kita kuasai dan kita ketahui persediaannya.
3. Dan yang ketiga adalah penekanan permintaan terhadap sumberdaya
alam.
Masing-masing dari ketiga cara di atas tidak berarti harus saling
meniadakan satu sama lain, melainkan ketiga cara tersebut justru dapat dipakai

secara bersama-sama. Beberapa tindakan konservasi sumberdaya alam dapat
digunakan

secara

bersama-sama

dengan

tindakan

untuk

menemukan

sumberdaya alam baru guna menunjang pertumbuhan permintaan akan
sumberdaya alam (Suparmoko, 2010).
Penyusunan kebijaksaan harus berlandaskan wawasan bahwa bumi, air dan
kekayaan alam harus dipergunakan untuk kemakmuran bersama. Maka dari itu,
kebijaksanaan yang dapat dilakukan

ialah (http://kaitan-antara-kemiskinan-

industrialisasi-dan- pengambilan-sda-Ilmu-Ekonomi.html, 2013) :
a) membuat kebijaksanaan SDA yang berdasarkan potensi pengembangan
dan pemanfaatan dalam jangka panjang.
b) mengambil langkah langkah penghematan dan pengunaan SDA
c) mengembangkan

sumber

daya

alam

diberbagai

daerah

sehingga

penyediaan SDA dan kelestarian terjamin
d) meningkatkan pengembangan sebagai peranan SDA dalam penyumbang
devisa
e) meningkatkan keterpaduan pengembangan SDA sesuai dengan tuntutan
industri.
f)

mengembangkan sistem metode dan teknologi hemat energi pada SDA

g) mempertimbangkan

kelestarian

ekosistem

lingkungan

sekitar

lokasi

pengambilan sumber daya alam
h) mempertimbangkan wawasan kearifan lokal dan kehidupan masyarakat di
sekitar lokasi pengambilan sumber daya alam
i)

melakukan penelitian dan proses pengambilan sumber daya alam yang
berawasan lingkungan

j)

menggunakan inovasi teknologi yang dapat mengurangi kerusakan baik
pada sumber daya alam tersebut atau lingkungan lokasi sumber daya alam.
Dalam pengambilan SDA adapun strategi yang dapat dilakukan ialah harus

sesuai dengan cita-cita rakyat Indonesia sebagai mana tercantum dalam UUD
1945, GBHN dan repelita IV Selain itu strategi yang dapat digunakan ialah
dilakukannya pengambilan secara optimal sumber sumber daya alam di
Indonesia, menyesuaikan pengunaan sumber daya alam yang sesuai dengan

kebutuhan, kemudian diperlukannya cara-cara intensifikasi dan diversifikasi
(http://kaitan-antara-kemiskinan-industrialisasi-dan-pengambilan-

sda

-Ilmu-

Ekonomi.html, 2013).
Beberapa cara pengambilan sumber daya alam yang dilakukan oleh
masyarakat industri, yaitu:


Meningkatkan tersedianya SDA pada laju yang paling tidak sama dengan
laju peng gunaan SDA. Kebijakan yang sekarang ini ditempuh dalam
kebanyakan negara industri diarahkan untuk meningkatkan tersedianya
SDA seperti mengintensifkan penelitian sumber-sumber minyak dan gas
baru.



Meningkatkan

efisiensi

penggunaan

SDA

dengan

menggunakan

“technical fix”, yaitu pemecahan masalah yang secara teknis dan
ekonomis layak atas dasar standar saat ini dan tidak memerlukan
perubahan2 sosial dan kebudayaan yang bearti. Contoh mobil yang
hemat energi


Menekan permintaan pada SDA. Contoh menggunakan kendaraan umum
untuk menggantikan kendaraan pribadi

Penyusunan kebijaksaan harus berlandaskan wawasan bahwa bumi, air dan
kekayaan alam harus dipergunakan untuk kemakmuran bersama. Maka dari itu,
kebijaksanaan yang dapat dilakukan ialah

(http://kaitan-antara-kemiskinan-

industrialisasi-dan- pengambilan-sda-Ilmu-Ekonomi.html, 2013) :
a)

Membuat

kebijaksanaan

SDA

yang

berdasarkan

potensi

pengembangan dan pemanfaatan dalam jangka panjang.
b) Mengambil langkah-langkah penghematan dan pengggunaan SDA.

c) mengembangkan

sumber

daya

alam

diberbagai

daerah

sehingga penyediaan SDA dan kelestarian terjamin
d) meningkatkan pengembangan sebagai peranan SDA dalam
penyumbang devisa
e) meningkatkan

keterpaduan

pengembangan

SDA

sesuai

dengan tuntutan industri
f) mengembangkan sistem metode dan teknologi hemat energi

pada SDA
g) mempertimbangkan kelestarian ekosistem lingkungan sekitar
lokasi pengambilan sumber daya alam
h) mempertimbangkan wawasan kearifan local dan kehidupan
masyarakat di sekitar lokasi pengambilan sumber daya alam
i) melakukan penelitian

dan proses pengambilan SDA yang

berawasan lingkungan
j) menggunakan inovasi teknologi yang dapat

mengurangi

kerusakan baik pada SDA tersebut atau lingkungan lokasi SDA.

C. Sumberdaya Alam dan Pencemaran dalam Masyarakat Industri
Perubahan lingkungan terjadi karena adanya rantai yang terputus dalan daur
kehidupannya.Salah satu contoh perubahan lingkungan adalah berubahnya
kawasan hutan menjadi tempat industri.Hutan yang tadinya bisa membantu
sebagai penopang hutan-hutan besar sebagai jantung dunia kini malah menjadi
tempat perusak udara dibeberapa kawasan. Hutan yang terbuka secara tidak
langsung akan memutuskan regenerasi vegetasi berikutnya. Akibatnya pemasok
O2 bagi makhluk hidup ini semakin berkurang.
Perkembangan teknologi dan industry yang sangat pesat akan memudahkan
manusia dalam mengolah alam. Namun, seringkali karena kepentingan yang
sesaat manusia tidak mengindahkan kelestarian alamnya demi masa yang akan
datang. Akibatnya dari kegiatan industry ini akan menghasilkan pencemaran
(polusi).
Polusi adalah sebuah gangguan keseimbangan lingkungan yang disebabkan
oleh

factor

asing

yang

meracuni

lingkungan

tersebut.

Sesuatu

yang

menyebabkan polusi disebut dengan polutan. Polutan dapat berupa bahan kimia,
debu, sedimen, makhluk hidup (atau yang dihasilkan oleh makhluk hidup),
panas, suara, radiasi, yang dilepaskan ke dalam lingkungan yang berakibat
mengganggu manusia dan makhluk hidup lain.
Memburuknya lingkungan dan terkurasnya sumber daya alam sangat
dipengaruhi

oleh

perkembangan

sektor

industri.

Misalnya pengurasan

sumberdaya energy sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, kemudian
dengan

semakin

cepatnya

pertumbuhan

ekonomi

akan

mempercepat

pengurasan sumberdaya tersebut. Proses ini akan menghambat pertumbuhan
ekonomi lebih lanjut. Jadi, karena sumberdaya alam tersebut dibutuhkan untuk
pembangunan,

suatu

kekurangan

dalam

sumber

daya

energi

akan

memperlambat pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak
langsung (Suparmoko, 2010).
Apakah pencemaran lingkungan dan pengurasan sumberdaya alam selalu
terjadi

dalam

masyarakat

industri?

Apabila

memang

demikian

maka

(Suparmoko, 2010):
1. Mungkin tidak ada cara untuk menghindari pencemaran dan pengurasan
sumberdaya alam kalau tingkat perkembangan ekonomi tertentu harus
dicapai.
2. Perubahan sosial yang cepat dan struktur masyarakat yang kompleks akan
tidak memungkinkan untuk menemukan dan melaksanakan pemecahan
terhadap masalah tersebut.
Pertanyaan pertama memang berkaitan dengan masalah pencemaran
lingkungan yang ditimbulkan oleh industrialisasi. Ancaman terhadap ekosistem
dunia disebabkan oleh adanya negara industri, terutama negara industri maju
seperti Amerika Serikat. Akan tetapi ada juga yang mengatakan bahwa
memburuknya

lingkungan

bukan

merupakan

akibat

dari

industrialisasi

melainkan karena kapitalisme dalam industrialisasi tersebut. Pemilikan swasta
terhadap alat-alat produksi, perekonomian pasar, dan motif mencari laba telah
menyebabkan

perekonomian

menjadi

terikat

pada

tujuan

demi

untuk

pertumbuhan ekonomi. Sebagai kesimpulan bahwa ada hubungan yang jelas
antara industrialisasi dan memburuknya kualitas lingkungan serta berkurangnya
sumberdaya alam (Suparmoko, 2010).

D. Pembangunan dan Lingkungan Hidup di Indonesia
Hal yang sangat mengejutkan bagi para pencinta, pemerhati dan mungkin
setiap orang bahwa setiap hari 195 km2 hutan hujan tropik telah hilang menjadi
jalan, lahan pertanian dan keperluan lainnya (Myers 1991); 98 km2 tanah telah
berubah menjadi padang pasir, 1,5 juta ton bahan buangan beracun dilepaskan

ke lingkungan, 50 sampai 100 species tumbuhan dan binatang punah akibat
penggundulan hutan (Myers, 1991). Meningkatnya populasi manusia yang
puluhan bahkan ratusan ribu orang per hari telah meningkatkan kebutuhan untuk
makanan, air, perumahandan sumber lainnya. Akibat semua di atas maka planet
bumi menjadi lebih panas, hujan menjadi sedikit asam, dan jaringan kehidupan
menjadi tercabik-cabik (Chiras, 1993).

Berdasarkan angka statistik di atas para pengamat menyimpulkan bahwa:
masyarakat manusia sedang menuju kepada kepunahan. Hal ini bukan hanya
manusia sedang berada dalam malapetaka yang sangat besar tetapi manusia
tak mampu lagi hidup di planet bumi setelah malapetaka lingkungan telah
berlangsung sejak lima-enam dekade yang lalu. Kondisi seperti sekarang ini bila
dilihat sepintas seolah-olah manusia harus memilih satu diantara dua pilihan,
yaitu: apakah membangun dan berkembang terus dengan kemungkinan menjadi
punah atau berhenti di tempat (stagnant) dengan segala kemiskinan yang
diakibatkan oleh status quo tidak berkembangnya itu (Zen, 1979). Akan tetapi jika
dikaji lebih mendalam sampai kepada akar permasalahannya (root causesnya)
tak menutup kemungkinan akan ada perspektif pemikiran baru untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
Kenyataan yang ada sekarang dan bahkan sejak lima dekade lalu, angka
laju pertambahan populasi manusia masih tinggi kira-kira 1,8% per tahun. Hal ini
tentu

akan

memacu

pemenuhan

kebutuhan

manusia

dengan

cara

mengeksploitasi sumber daya dengan dibantu kemajuan ilmu dan teknologi.
Akibatnya lingkungan alami yang bebas pengaruh manusia semakin berkurang
dan lingkungan buatan yang dikenai pengaruh manusia makin bertambah. Selain
itu, akibat eksploitasi sumber daya dan industrialisasi untuk memacu
pertumbuhan ekonomi telah menghasilkan akibat sampingan utama yaitu
menurunnya ketersediaan sumberdaya dan kualitas lingkungan. Hal ini

pula

yang menjadi tantangan kita semua dan bagaimana seharusnya kita menyikapi
serta berperan aktif didalam menghadapi tantangan ini.
Pada tahun 1982, undang-undang lingkungan hidup untuk Indonesia
dipersiapkan.

Salah

satu

alasananya

adalah

untuk

mempertahankan

keseimbangan antara kelestarian lingkungan dengan pembangunan yang sering
dilakukan. Maksudnya adalah pengembangan industri di suatu wilayah perlu

memperhatikan lingkungan. Sebaliknya adalah manfaat yang berkelanjutan
untuk kesejahteraan, sehingga pengelolaan sumberdaya alam dalam kaitanya
dengan pengelolaan lingkungan tidak hanya mempertimbangkan manfaat
kekayaan alam itu dalam sesaat dengan keuntungan yang sebesar-besarnya
tetapi yang diperlukan adalah pengelolaan yang tepat demi kelestarian
pembangunan dalam jangka yang panjang (Suparmoko, 2010).

Cara yang sering digunakan dalam pengelolaan lingkungan ini ialah dengan
menginternalisasikan eksternalitas negatif yang disebabkan oleh pembangunan
ekonomi. Suatu contoh untuk keserasian guna pemeliharaan lingkungan dan
pembangunan apabila kita mengadakan intervensi terhadap alam, misalnya
pembuatan waduk, terlebih dahulu harus kita perhatikan dampak positif dan
negatifnya. Untuk itulah dikembangkan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan). AMDAL merupakan suatu instrumen yang memungkinkan untuk
melakukan pelestarian lingkungan yang serasi dan seimbang (Suparmoko,
2010).
Sebagai contoh, dalam pembuatan kawasan industri terlebih dahulu harus
dibuat AMDAL-nya. Kalau lingkungan industri tersebut memiliki dampak positif
yang lebih besar dibandingkan dengan dampak negatifnya terhadap lingkungan
sosial, ekonomi dan budaya masyarakat maka proyek tersebut dapat diteruskan.
Tetapi bila lebih besar dampak negatifnya, maka lokasi kawasan tersebut harus
dipindahkan (Suparmoko, 2010).
Industrialisasi yang berkembang di era sekarang ini menyedot begitu
banyak tenaga kerja. Hal ini telah merubah alur pendistribusian tenaga kerja dari
sektor non industri menuju sektor industri. Hal ini juga berdampak pada
pendapatan yang diperoleh oleh tenaga kerja tersebut. Dengan kata lain secara
tidak langsung industrialisasi telah mempengaruhi tingkat kemiskinan. Namun
ternyata perekonomian Indonesia masih sangat tergantung pada sumber daya
alam (pertanian, hasil hutan, perkebunan, pariwisata, pertambangan, dan
sebagainya). Di pihak lain, tingkat pendapatan masyarakat umumnya masih
rendah. Oleh karena itu, tingkat kesejahteraan (dan usaha penanggulangan
kemiskinan) Indonesia menjadi sangat dipengaruhi oleh perubahan kualitas
lingkungan

(http://www.intl.feedfury.com/.../16434038-sumber-daya-alam\indon

esia.html, 2013).

E. Kaitan Ekonomi Versus Lingkungan
Berkembangnya istilah “ekonomi versus lingkungan” telah membuat orang
semakin ragu-ragu dalam mengambil keputusan melestarikan lingkungan hidup.
Memang pengelolaan lingkungan penuh dengan konflik. Tetapi benarkah konflik
ini sebenarnya adalah konflik antara kepentingan ekonomi dan kepentingan
pelestarian lingkungan? (http://www.ekonomirakyat.org/index4.php, 2013)
Hampir semua konflik dalam pengelolaan lingkungan menyangkut pilihan
antara rencana suatu kegiatan proyek atau kebijakan yang dibutuhkan
dibandingkan dengan dampak lingkungan yang mungkin timbul sehingga
merugikan manusia. Sebagai contoh, penggunaan lahan untuk kegiatan
tambang Golongan C; pembangunan pabrik di lingkungan yang rentan;
pembangunan jalan menembus hutan; penambangan di kawasan penyimpanan
air; dan lain sebagainya. Bila ditilik lebih dalam, konflik yang ada sebenarnya
adalah konflik antara sekelompok kecil orang demi kepentingan diri atau
kepentingan kelompok dalam jangka pendek, melawan kepentingan orang
banyak dalam jangka panjang. Dalam konflik semacam ini, karena kelompok
kecil dengan sumber daya kuat berhadapan dengan kepentingan orang banyak
yang lemah, maka kepentingan umum pun akhirnya dikalahkan. Pada akhir
proyek,

masyarakat

menderita

karena

lingkungannya

rusak

(http://www.ekonomirakyat.org/index4.php, 2013).
Beberapa hal juga perlu kita teliti lebih lanjut dalam menghadapi kontroversi
kewajiban pabrik untuk mengolah limbah yang menyebabkan biaya produksi
meningkat sehingga selanjutnya menurunkan daya saing produksi. Pertama, jika
produsen tidak mengolah limbahnya, tidak berarti biaya yang timbul karena
limbah/emisi yang dihasilkan menjadi “hilang”. Biaya yang tidak dikeluarkan oleh
produsen hanya dialihkan kepada orang-orang yang hidup di sekitarnya dalam
bentuk gangguan kesehatan, kelangkaan air, gangguan saluran pernapasan,
dan sebagainya. Pada akhirnya ini menjadi masalah keadilan dan kemiskinan.
Apakah biaya lingkungan harus dipikul oleh produsen/konsumen barang, atau
oleh orang-orang yang hidup di sekitar pabrik yang tidak mendapatkan manfaat
dari kegiatan produksi di lokasinya? (http://www.ekonomirakyat.org/index4.php,
2013).
Kedua, biaya lingkungan dari kegiatan produksi jumlahnya tidak terlalu

besar sehingga mempengaruhi daya saing. Ketika para produsen ditanya,
misalnya tentang biaya pengolahan limbah relative terhadap biaya produksi
industri tekstil (pencelupan), jawabannya selalu berkisar antara 20% - 40% dari
biaya produksi. Sebuah survey menunjukkan bahwa biaya yang keluar untuk
pengolahan limbah yang benar (memenuhi ketentuan peraturan) adalah sekitar
2%. Kenaikan 2% ini terlalu kecil untuk mempengaruhi daya saing. Jadi dapat
disimpulkan

bahwa

tidak

benar

bahwa

upaya

pelestarian

lingkungan

menimbulkan biaya produksi tinggi sehingga dapat meningkatkan kemiskinan
(http://www.ekonomirakyat.org/index4. php, 2013).
Apa yang banyak terjadi di berbagai negara berkembang, khususnya
Indonesia pada era tahun-tahun 1980-an dan 1990-an, adalah adanya
peningkatan pendapatan dan penurunan tingkat kemiskinan secara umum, yang
kemudian disertai dengan percepatan terjadinya kerusakan lingkungan. Apakah
kejadian

ini

menunjukkan

bahwa

hubungan

antara

keduanya

bersifat

bertentangan arah? (http://www.ekonomirakyat.org/index4.php, 2013)
Untuk menjawabnya, perlu kita perhatikan situasi ekonomi Indonesia pada
kurun waktu tersebut. Scientific American (1989) misalnya menyebutkan bahwa
ekonomi Indonesia pada saat itu ditentukan oleh kegiatan-kegiatan yang
bersumber pada sumber daya alam (mencapai 79%). Ekonomi yang bertumpu
kepada eksploitasi sumber daya alam ini sangat berhubungan dengan
kerusakan lingkungan hidup. Kenaikan tingkat hidup serta penurunan tingkat
kemiskinan yang didorong oleh ekspolitasi sumber daya alam ini dengan
sendirinya bukan saja mengurangi cadangan sumber daya alam tetapi juga
merusak lingkungan. Dampak dari kerusakan lingkungan ini baru terjadi pada
generasi berikutnya, ketika sumber daya alam yang semakin langka tidak
mampu lagi menunjang pembangunan. Lingkungan hidup yang rusak juga tidak
mampu menunjang kehidupan.Jadi, kenaikan kesejahteraan dengan merusak
lingkungan

bukannya

tidak

mungkin

terjadi.

Hanya

saja,

peningkatan

kesejahteraan yang terjadi bersifat sementara, tidak berkelanjutan, dan
dampaknya

di

kemudian

hari

(http://www.ekonomirakyat.org/index4. php, 2013).

justru

negatif

DAFTAR PUSTAKA
Adisendjaja, Yusuf Hilmi. 2003. Analisis Dampak Pembangunan Terhadap
Lingkungan. Universeitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Gumelar, Martin Ariesta. 2014. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Cara
Menanggulangi Pencemaran dalam Ruang Lingkup Industri. Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa. Banten.
Hartwick John M. and Olewiler Nancy D. 1986. The Econimics of Natural.
https://ghinaislamiah.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015.
http://kaitan-antara-kemiskinan-industrialisasi-dan-pengambilan-sda
-IlmuEkonomi.html.
Diakses
pada
tanggal
5
Mei
2013.
http://koesmawan.wordpress.com/2009/03/11/industrialisasi-permasalah
andan-peranannya-bagi-akselerasi-pertumbuhan-ekonomi-rakyat1970-2000/. Diakses pada tanggal 5 Mei 2013.
http://www.ekonomirakyat.org/index4.php. Diakses pada tanggal 5 Mei 2013.
http://www.intl.feedfury.com/.../16434038-sumber-daya-alam\indonesia.ht ml.
Diakses pada tanggal 5 Mei 2013.
Meadows, Donella H. Dkk. 1972. The Limit to Growth. New American
Library.
Meadows, Donella H., and Denis L. Meadows. 1972. The Limit to Growth. New
York. University Book.
Neher Philip. A. 1990. Natural Resource Economic (Conservation and
Exploitation). Cambridge University Press. USA.
Pearce David W. And Turner R. Kerry. 1990. Economics of Natural Resources
and The Environment. British Library Cataloguing in Publication Data.
Inggris. Resource Use. Harper & Row, Publishers, New York.

Pratomo, Suko. 2010. Sumber Daya Alam dan Pencemaran/Polusi. Pendidikan
Lingkungan. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Sparre, Per and Venema, C. Siebren. 1992. Introduction to tropical Fish Stock
Assessment. Part 1 – Manual. FAO, FISHERIES TECHNICAL
PAPER.Viele Delle Terme di Caracalla, 00100 Rome, Italy.

Suparmoko, M. 2010. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (Suatu
Pendekatan Teoritis) – Edisi Empat Revisi. PT. BPFE- Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta.
Sutikno and Maryunani. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam. Badan Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya (BPFE UNIBRAW). Malang.
Tietenberg, Tom. 1992. Environmental and Natural Resource Economic. Third
dition. Harperb Collins Publishers Inc. 10 East 53rd Street, New York,
Ny 10022.