Aplikasi Analisis Cluster dalam Pengelom
Aplikasi Analisis Cluster dalam Pengelompokan Potensi Tanaman Jagung
Kabupaten Sleman
Yuni Rafita1
1
Mahasiswa Statistika Universitas Islam Indonesia
yuni.rafita@yahoo.com
ABSTRAK
Jagung merupakan bahan makanan pokok utama di Indonesia yang
memiliki kedudukan sangat penting setelah beras. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) selama 2000-2011 kenaikan konsumsi jagung setiap tahun ratarata 8 persen sementara itu angka peningkatan produksi jagung hanya 6 persen
per tahun. Kabupaten Sleman, sebagai salah satu kabupaten di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) merupakan wilayah yang sebagian besar kehidupan ekonomi
masyarakatnya bergerak di sektor pertanian. Berdasarkan data BPS tahun 2011,
Sleman merupakan kabupaten yang memiliki produksi jagung tertinggi kedua
setelah Gunung Kidul. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran umum
profil potensi tanaman jagung
dan pengelompokkan wilayah/ desa yang di
Kabupaten Sleman yang memiliki kesamaaan karakteristik dalam potensi
Tanaman Jagung di Kabupaten Sleman tahun 2011. Analisis data menggunakan
metode cluster hierarki dengan
average linkage. Berdasarkan hasil analisis
diperoleh 6 kelompok dengan kelompok 1 beranggotakan 12 desa, kelompok 2
beranggotakan 5 desa, kelompok 3 beranggotakan 37 desa, kelompok 4
beranggotakan 1 desa, sedangkan untuk kelompok 5 beranggotakan 4 desa dan
kelompok 6 beranggotakan 3 desa.
Kata Kunci : Analisis Cluster, Potensi Jagung, Sleman
I.
PENDAHULUAN
Jagung merupakan bahan makanan pokok utama di Indonesia, yang
memiliki kedudukan sangat penting setelah beras. Dalam perkembangan ekonomi
dewasa ini, disamping sebagai bahan makanan pokok, jagung telah menjadi lebih
sangat penting karena merupakan bahan pokok, jagung telah menjadi lebih sangat
penting karena merupakan bahan pokok bagi industri pakan ternak. Kandungan
jagung dalam pakan ternak mencapai lebih dari 50% yang apabila harus diimpor,
karena produksi dalam negeri tidak cukup, akan menelan devisa yang tidak sedikit
( Bank Indonesia, 2013).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) selama 2000-2011 kenaikan
konsumsi jagung setiap tahun rata-rata 8 persen sementara itu angka peningkatan
produksi jagung hanya 6 persen per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan produksi
nasional, Indonesia mengimpor 76 persen jagung dari negara-negara yang
mengembangkan transgenik seperti Argentina sebanyak 832.202 ton, Brazil
(340.985 ton), AS (188.206 ton) dan selebihnya dari Cina serta India. sejak 2006-2011 Indonesia telah mengeluarkan biaya sekitar 2,5 miliar dolar AS untuk
mengimpor jagung ( Burhani,2013).
Dengan memperhatikan keadaan dan luas lahan serta kondisi lingkungan
(iklim) di sebagai besar wilayah Indonesia, impor jagung, seharusnya bisa ditekan
sekecil-kecilnya apabila ada upaya yang mendorong petani memanfaatkan
lahannya dengan baik untuk penanaman jagung. Masalah bagi petani di dalam
penanaman jagung, lebih banyak dikarenakan kesulitan mendapatkan modal dan
tidak memiliki ketrampilan tehnis dalam menghadapai berbagai kendala serangan
hama dan penyakit serta penggunaan benih varitas yang unggul. Diperlukan
berbagai upaya bagi pemerintah untuk mendorong peningkatan produksi serta
kualitas tanaman jagung berupa pembinaan terhadap para petani jagung.
Kebijakan Otonomi Daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah telah diberikan hak dan kewenangan sesuai dengan
prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab serta berhak mengatur
seluruh kewenangannya, baik berupa urusan wajib maupun urusan pilihan,
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. Adanya otonomi
daerah ini juga memberikan kesempatan pemerintah daerah untuk berperan aktif
dalam
memajukan daerahnya
dalam
berbagai bidang
termasuk
dalam
pengembangan dan pembinaan para petani jagung untuk membantu memenuhi
kebutuhan jagung di Indonesia.
Kabupaten Sleman, sebagai salah satu kabupaten di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) merupakan wilayah yang sebagian besar kehidupan ekonomi
masyarakatnya bergerak di sektor pertanian. Selama tahun 2008 – 2011 tercatat
dibuku publikasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sleman
memiliki 17 kecamatan, 86 desa, dan 1212 dusun. Wilayah Kabupaten Sleman
yang terbentang mulai 110° 13’00” sampai dengan 110° 33’00” Bujur Timur dan
mulai 7°34’51” sampai dengan 7°47’03” Lintang Selatan, dengan ketinggian
antara 1000-2500 meter diatas permukaan laut dinilai cukup potensial untuk
pengembangan tanaman jagung mengingat kawasan Sleman yang subur. Pada
Daerah Istimewa Yogyakarta, saat ini Sleman merupakan kabupaten
yang
memiliki produksi jagung tertinggi kedua setelah Gunung Kidul (Dinas Pertanian
DIY, 2011).
Perlu dilakukan dipelajari yang lebih rinci tentang karakteristik masingmasing daerah pada Kabupaten Sleman tentang potensi pengembangan jagung ini.
Salah satunya dengan cara pengelompokan wilayah, sehingga pemerintah dapat
lebih fokus dalam upaya pembinaan terhadap para petani untuk peningkatan
produksi dan kualitas jagung. Berbagai kajian tentang pengembangan jagung telah
banyak dilakukan, seperti oleh Maemuhah dan Yusran (2010) tentang
karakterisasi morfologi variaetas jagung ketan di Kecamatan Ampana Tete
Kabupaten Tojo Una-Una yang menginventarisasi dan mengkarakterisasi kultivar
“Jagung
Ketan”
serta
mengidentifikasi
keragaman
karakter
dari
hasil
pengelompokkan (cluster) kultivar Jagung Ketan yang terdapat di Desa Pusungi,
Uebone, dan Kajulangko Kecamatan Ampana Tete Kabupaten Tojo Una-una
dilaksanakan bulan Januari-Maret 2010.
Namun, penelitian tentang pengelompokan potensi tanaman jagung di
wilayah Kabupaten Sleman, sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang pengelompokan wilayah yang berdasarkan potensi tanaman jagung,
dengan judul “Analisis Cluster dalam Pengelompokan Potensi Tanaman Jagung
Kabupaten Sleman”.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran umum profil potensi
tanaman jagung di Kabupaten Sleman tahun 2011 dan melihat pengelompokkan
wilayah/ desa yang di Kabupaten Sleman yang memiliki kesamaaan karakteristik
dalam potensi Tanaman Jagung.
II.
METODE PENELITIAN
2.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu
statistik tanaman jagung yang diolah dari data publikasi BPS Sleman dalam
buku Kecamatan Dalam Angka. Pengolahan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan bantuan software Micorosoft Excel dan
MINITAB 14.
2.2. Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan memfokuskan pada pengelompokan
desa-desa penghasil jagung diwilayah Kabupaten Sleman berdasarkan luas
lahan tanaman jagung, rata-rata produksi/ ha, dan jumlah produksi (Ton).
Terdapat sebanyak 62 desa yang menjadi fokus penelitian ini yang tersebar
di 13 kecamatan, desa tersebut dipilih berdasarkan desa-desa yang memiliki
produksi jagung berdasarkan data yang diperoleh dari BPS.
2.3. Metode Analisis
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah dirumuskan dalam
penelitian ini maka metode analisis yang digunakan adalah analisis cluster.
Analisis secara deskriptif juga dilakukan untuk melihat potensi wilayah
Kabupaten Sleman secara umum. Analisis cluster merupakan salah satu
teknik statistik untuk mengelompokkan individu-individu atau objek
menjadi beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok.
Individu-individu dalam satu kelompok lebih homogen dibandingkan
dengan individu yang ada dalam kelompok lain.
Sebelum melakukan pengelompokkan terlebih dahulu harus ditentukan
jarak kedekatan antar peubah dengan menggunakan jarak Euclidian. Jarak
euclidian dinyatakan dengan :
d(x,y) = ( ∑( xi – yi ) 2 ) ½
dimana x adalah amatan pertama dan y adalah amatan kedua. Metode
pengelompokan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode
pengelompokan hierarki karena banyaknya kelompok yang dibentuk belum
diketahui sebelumnya. Metode yang digunakan untuk menentukan jarak
antar kelompok adalah metode pautan rataan (average linkage) yang dipilih
karena metode ini bertujuan untuk meminimumkan rataan jarak semua
pasangan dari dua kelompok yang digabungkan. Jarak ini dinyatakan
dengan :
duv (w) =
dimana :
∑
∑
dik = jarak antara objek ke-i dalam kelompok (uv) dan objek ke-k dalam
kelompok w.
Nuv dan Nw = jumlah amatan dalam kelompok uv dan w.
III. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
3.1.
Profil Kabupaten Sleman
Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110° 13’00” sampai
dengan 110° 33’00” Bujur Timur dan mulai 7°34’51” sampai dengan
7°47’03” Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 100 – 2500 meter
diatas permukaan laut. Selama tahun 2008 – 2011 tercatat dibuku
publikasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Sleman memiliki 17 kecamatan, 86 desa, dan 1212 dusun.
Jumlah penduduk kabupaten Sleman tahun 2011 berdasarkan
estimasi penduduk tahun 2010 sebesar 1.125.639 jiwa. Gambaran lebih
jelas dapat dilihat pada gambar 2.
75 +
70 – 74
65 – 69
60 – 64
55 – 59
50 – 54
45 – 49
40 – 44
35 – 39
30 – 34
25 – 29
20 – 24
15 – 19
10 – 14
5–9
0–4
100,000
50,000
Perem puan
Laki-laki
0
50,000
100,000
Gambar 4.1. Piramida Penduduk Sleman 2011
Gambar 4.1. diatas memperlihatkan gambaran komposisi penduduk
menurut kelompok umur dan jenis kelamin. Pada tahun 2011 di
Kabupaten Sleman Jumlah Penduduk laki-laki, lebih banyak dari
penduduk perempuan. Jika dilihat dari kelompok umur, jumlah penduduk
usia 30-34 lebih banyak dibandingkan penduduk golongan umur lainnya.
Data yang ada menunjukkan jumlah penduduk laki-laki usia 30-34 adalah
55.938, sedangkan jumlah perempuan usia 30-34 adalah 54.872.
3.2.
Kondisi Pertanian
Pembangunan pertanian pada tahun 2011 mampu mendukung
produksi tanaman pangan berupa padi sawah dan ladang sebanyak
232.713 ton untuk pemenuhan kebutuhan beras di Kabupaten Sleman
dan kabupaten lain di Provinsi DIY. Sementara produksi beberapa
tanaman pangan lainnya mengalami penurunan karena terjadinya
fenomena perubahan iklim yang ekstrim (curah hujan sangat tinggi) dan
serangan organisme pengganggu tanaman yang semakin meningkat.
Tabel 4.1. Perkembangan Produksi Tanaman Pangan dan
Hortikultura Tahun 2007-2011 (dalam ton)
No Produk
1. Padi sawah
2. Padi ladang
3. Beras
4. Jagung
5. Kedelai
6. Ubi kayu
7. Pisang
8. Rambutan
9. Cabe
10. Kacang Panjang
11. Salak
2007
242.684
194
153.535
26.629
705
19.923
12.049
15.734
3.741
1.377
57.605
2008
267.607
1.321
169963
30.896
1.130
24.449
12.351
16.119
3.754
1.938
58.217
2009
268.075
1.329
170.263
32.712
772
26.153
12.319
19.748
3.951
2.141
58.599
2010
264.317
1.756
168.158
31.703
698
20.868
10.020
16.722
4.123
2.463
56.554
2011
231.374
1.339
147.075
38.111
775
14.741
6.276
16.432
4.053
1.876
33.340
Berdasarkan tabel 4.1. dapat dilihat posisi produksi jagung berada
setelah komoditi padi. Ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Sleman,
Jagung
merupakan salah
satu
komoditi
yang potensial untuk
dikembangkan.
a. Analisis Cluster
Analisis cluster dilakukan dengan menggunakan metode hierarki
dengan average linkage dan similiarity 75%.
D e n d r o g r a m w i t h Av e r a g e L i n k a g e a n d Eu cl i d e a n D i st a n ce
Similar it y
12 .87
41 .91
70 .96
1 00 .00
1 1 0 49 1 5 3 48 4 11 5 1 2 25 5 0 12 2 9 28 3 0 31 27 6 1 32 3 3 35 3 83 6 37 5 4 60 6 2 47 5 91 8 34 5 3 52 1 3 14 2 32 2 24 2 6 21 1 6 43 4 65 7 17 5 6 19 5 8 44 4 55 5 5 8 7 6 9 39 4 2 40 4 1 20
Ob se r v a t io n s
Gambar 4.2. Hasil dendogram data tanaman jagung
Berdasarkan
gambar
4.2.
diatas
dengan
menggunakan
metode
pengelompokkan Hierarki yang mana tidak diketahui berapa banyak data yang
ingin dipakai, maka dengan menggunakan average linkage dan similarity 75%
maka terdapat enam pengelompokkan yaitu dengan pengelompokkan pertama
(garis merah ) yang beranggotakan 12 desa, pengelompokkan kedua (garis hijau)
beranggotakan 5 desa, pengelompokkan ketiga (garis biru) beranggotakan 37
desa, pengelompokkan keempat (garis orange) beranggotakan 1 desa, sedangkan
untuk pengelompokkan kelima (garis pink) beranggotakan 4 desa dan
pengelompokkan keenam (garis ungu) beranggotakan 3 desa.
Nilai jumlah kuadrat dan kelompok menunjukkan ukuran keserupaan dalam
kelompok, yang semakin banyak nilainya tentunya akan semakin serupa atau
semakin
homogen
antar
elemen
kelompok tersebut.
Sedangkan untuk
menunjukkan rata-rata jarak anggota kelompok ke pusat kelompok, maka semakin
kecil nilainya semakin baik, dan ukuran menunjukkan jarak maksimum anggota
kelompok ke pusat kelompok.
Gambar 4.3. Output Cluster Centroids
Gambar 4.3. menunjukkan pusat variabel pada setiap kelompok dan pusat
variabel secara total. Sedangkan jarak pusat antar kelompok ddapat dilihat pada
Gambar 4.4.
Distances Between Cluster Centroids
Cluster1
Cluster2
Cluster3
Cluster4
Cluster5
Cluster6
Cluster1
0.00000
3.11416
1.71916
6.20094
3.73493
2.42741
Cluster2
3.11416
0.00000
3.23875
6.65494
2.41602
3.74168
Cluster3
1.71916
3.23875
0.00000
6.01314
2.65128
2.91263
Cluster4
6.20094
6.65494
6.01314
0.00000
6.96768
3.86017
Cluster5
3.73493
2.41602
2.65128
6.96768
0.00000
4.54909
Cluster6
2.42741
3.74168
2.91263
3.86017
4.54909
0.00000
Gambar 4.4. Distances Between Cluster Centroids
Setelah itu untuk mengetahui anggota dari setiap kelompok, maka dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil Pengelompokan Desa
Desa
Purwomartani
Tirtomartani
Tamanmartani
Selomartani
Wedomartani
Umbulmartani
Kelompok
1
1
1
1
2
2
Desa
Widodomartani
Bimomartani
Sindumartani
Sariharjo
Sindoharjo
Minomartani
Sukoharjo
Sardonoharjo
donoharjo
Caturharjo
Triharjo
Tridadi
Pandowoharjo
Trimulyo
Sumberharjo
Wukiharjo
Gayamharjo
Sambirejo
Madurejo
Bokoharjo
Sidorejo
Sidoluhur
Sidomulyo
Sidoagung
Sidokarto
Sidoarum
Sidomoyo
Balecatur
Ambarketawang
Banyuraden
Nogotirto
Trihanggo
Sumberrahayu
Sumbersari
Sumberagung
Sumberarum
Purwobinangun
Candibinangun
Harjobinangun
Pakembinangun
Kelompok
2
2
2
1
1
3
3
3
1
3
3
3
3
4
3
3
3
3
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
5
5
5
5
3
6
6
3
Desa
Hargobinangun
sendangtirto
Tegal tirto
Jogo Tirto
Kali tirto
wukirsari
argomulyo
umbulharjo
margoluwih
margodadi
margomulyo
margoagung
margokaton
catur tunggal
maguwo harjo
condong catur
Kelompok
3
1
1
1
1
3
3
3
6
3
3
3
3
3
3
3
Berdasarkan tabel 4.2. diatas, berikut adalah pembagian cluster potensi
tanaman jagung Kabupaten Sleman :
Cluster 1 terdiri dari Purwomartani, Tirtomartani, Tamanmartani, Selomartani,
Sariharjo, Sindoharjo, Donoharjo, Madurejo, Sendangtirto, Tegaltirto, Jogotirto,
Kalitirto. Cluster 2 terdiri dari Wedomartani, Umbulmartani, Widodomartani,
Bimomartani, Sindumartani. Cluster 3 terdiri dari Minomrtani, Sukoharjo,
Sardonoharjo, Caturharjo, Triharjo, Tridadi, Pandowoharjo, Sumberharjo,
Wukiharjo, Gayamharjo, Sambirejo, Bokoharjo, Sidorejo, Sidoluhur, Sidomulyo,
Sidoagung,
Sidokarto,
Sidoarum, Sidomoyo, Balecatur, Ambarketawang,
Bayuraden, Nogotirto, Trihanggo, Pakembinangun, Hargobinangun, Wukirsari,
Argomulyo, Umbulharjo, Margodadi, Margomulyo, Margoagung, Margokaton,
Caturtunggal, Maguwoharjo, Condongcatur. Custer 4 adalah Trimulyo Cluster 5
adalah Sumberrahayu, Sumbersari, Sumberagung, Sumberarum.
Cluster 6 adalah Candibinangun, Harjobinangun, Margoluwih.
Berdasarkan hasil pengelompokan tersebut, maka berikut adalah rata-rata
berdasarkan desa yang telah dikelompokkan :
Tabel 4.3. Rata-rata Hasil Pengelompokkan
Kelompok
1
2
3
4
5
6
Rata-rata Kelompok
Rata-rata
Luas Panen
Produksi
(Ha)
(Kw/Ha)
140.5
66.4175
139
7.7
44.3983784
60.17838
94
56.5
2.5
12.8
151.42
62.22
Produksi
(Ton)
913.1475
1070.3
1542.503
22597.6
32
9444.02
Dari tabel 4.3. dapat dilihat bahwa luas panen yang tertinggi terdapat pada
kelompok
6, terbukti dengan rata-rata luas panen yaitu sekitar 151.42 Ha.
Sedangkan rata-rata produksi ( Kw/Ha) tertinggi terdapat pada kelompok 1, dan
jumlah produksi tertinggi yaitu 66.4175. Selanjutnya untuk produksi (Ton) yang
tertinggi terdapat pada kelompok 6.
Berdasarkan
potensi
terhadap
tanaman
jagung
urutan
kelompok
pengembangan dapat dilakukan dengan kelompok 6, kelompok 4, kelompok 3,
kelompok 2, dan kelompok 1.
IV.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan :
1. Kondisi pertanian di Kabupaten Sleman dilihat dari perkembangan produksi
tanaman pangan dan hortikultura Tahun 2007-2011, posisi produksi jagung
berada setelah komoditi padi. Ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Sleman,
Jagung merupakan salah satu komoditi yang potensial untuk dikembangkan.
2. Berdasarkan
pada
analisis
cluster
dengan
menggunakan
metode
pengelompokkan Hierarki dengan similarity 75% diperoleh 6 kelompok
dengan kelompok 1 beranggotakan 12 desa, kelompok 2 beranggotakan 5
desa, kelompok 3 beranggotakan 37 desa, kelompok 4 beranggotakan 1
desa, sedangkan untuk kelompok 5 beranggotakan 4 desa dan kelompok 6
beranggotakan 3 desa.
3. Rata-rata hasil pengelompokan bahwa luas panen yang tertinggi terdapat
pada kelompok 6 yaitu 151.42 Ha. Sedangkan rata-rata produksi ( Kw/Ha)
tertinggi terdapat pada kelompok 1 yaitu 66.4175. dan produksi (Ton) yang
tertinggi terdapat pada kelompok 6.
4. Berdasarkan
potensi
terhadap
tanaman
jagung
urutan
kelompok
pengembangan dapat dilakukan dengan kelompok 6, kelompok 4, kelompok
3, kelompok 2, dan kelompok 1.
Kabupaten Sleman
Yuni Rafita1
1
Mahasiswa Statistika Universitas Islam Indonesia
yuni.rafita@yahoo.com
ABSTRAK
Jagung merupakan bahan makanan pokok utama di Indonesia yang
memiliki kedudukan sangat penting setelah beras. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) selama 2000-2011 kenaikan konsumsi jagung setiap tahun ratarata 8 persen sementara itu angka peningkatan produksi jagung hanya 6 persen
per tahun. Kabupaten Sleman, sebagai salah satu kabupaten di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) merupakan wilayah yang sebagian besar kehidupan ekonomi
masyarakatnya bergerak di sektor pertanian. Berdasarkan data BPS tahun 2011,
Sleman merupakan kabupaten yang memiliki produksi jagung tertinggi kedua
setelah Gunung Kidul. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran umum
profil potensi tanaman jagung
dan pengelompokkan wilayah/ desa yang di
Kabupaten Sleman yang memiliki kesamaaan karakteristik dalam potensi
Tanaman Jagung di Kabupaten Sleman tahun 2011. Analisis data menggunakan
metode cluster hierarki dengan
average linkage. Berdasarkan hasil analisis
diperoleh 6 kelompok dengan kelompok 1 beranggotakan 12 desa, kelompok 2
beranggotakan 5 desa, kelompok 3 beranggotakan 37 desa, kelompok 4
beranggotakan 1 desa, sedangkan untuk kelompok 5 beranggotakan 4 desa dan
kelompok 6 beranggotakan 3 desa.
Kata Kunci : Analisis Cluster, Potensi Jagung, Sleman
I.
PENDAHULUAN
Jagung merupakan bahan makanan pokok utama di Indonesia, yang
memiliki kedudukan sangat penting setelah beras. Dalam perkembangan ekonomi
dewasa ini, disamping sebagai bahan makanan pokok, jagung telah menjadi lebih
sangat penting karena merupakan bahan pokok, jagung telah menjadi lebih sangat
penting karena merupakan bahan pokok bagi industri pakan ternak. Kandungan
jagung dalam pakan ternak mencapai lebih dari 50% yang apabila harus diimpor,
karena produksi dalam negeri tidak cukup, akan menelan devisa yang tidak sedikit
( Bank Indonesia, 2013).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) selama 2000-2011 kenaikan
konsumsi jagung setiap tahun rata-rata 8 persen sementara itu angka peningkatan
produksi jagung hanya 6 persen per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan produksi
nasional, Indonesia mengimpor 76 persen jagung dari negara-negara yang
mengembangkan transgenik seperti Argentina sebanyak 832.202 ton, Brazil
(340.985 ton), AS (188.206 ton) dan selebihnya dari Cina serta India. sejak 2006-2011 Indonesia telah mengeluarkan biaya sekitar 2,5 miliar dolar AS untuk
mengimpor jagung ( Burhani,2013).
Dengan memperhatikan keadaan dan luas lahan serta kondisi lingkungan
(iklim) di sebagai besar wilayah Indonesia, impor jagung, seharusnya bisa ditekan
sekecil-kecilnya apabila ada upaya yang mendorong petani memanfaatkan
lahannya dengan baik untuk penanaman jagung. Masalah bagi petani di dalam
penanaman jagung, lebih banyak dikarenakan kesulitan mendapatkan modal dan
tidak memiliki ketrampilan tehnis dalam menghadapai berbagai kendala serangan
hama dan penyakit serta penggunaan benih varitas yang unggul. Diperlukan
berbagai upaya bagi pemerintah untuk mendorong peningkatan produksi serta
kualitas tanaman jagung berupa pembinaan terhadap para petani jagung.
Kebijakan Otonomi Daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah telah diberikan hak dan kewenangan sesuai dengan
prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab serta berhak mengatur
seluruh kewenangannya, baik berupa urusan wajib maupun urusan pilihan,
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. Adanya otonomi
daerah ini juga memberikan kesempatan pemerintah daerah untuk berperan aktif
dalam
memajukan daerahnya
dalam
berbagai bidang
termasuk
dalam
pengembangan dan pembinaan para petani jagung untuk membantu memenuhi
kebutuhan jagung di Indonesia.
Kabupaten Sleman, sebagai salah satu kabupaten di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) merupakan wilayah yang sebagian besar kehidupan ekonomi
masyarakatnya bergerak di sektor pertanian. Selama tahun 2008 – 2011 tercatat
dibuku publikasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sleman
memiliki 17 kecamatan, 86 desa, dan 1212 dusun. Wilayah Kabupaten Sleman
yang terbentang mulai 110° 13’00” sampai dengan 110° 33’00” Bujur Timur dan
mulai 7°34’51” sampai dengan 7°47’03” Lintang Selatan, dengan ketinggian
antara 1000-2500 meter diatas permukaan laut dinilai cukup potensial untuk
pengembangan tanaman jagung mengingat kawasan Sleman yang subur. Pada
Daerah Istimewa Yogyakarta, saat ini Sleman merupakan kabupaten
yang
memiliki produksi jagung tertinggi kedua setelah Gunung Kidul (Dinas Pertanian
DIY, 2011).
Perlu dilakukan dipelajari yang lebih rinci tentang karakteristik masingmasing daerah pada Kabupaten Sleman tentang potensi pengembangan jagung ini.
Salah satunya dengan cara pengelompokan wilayah, sehingga pemerintah dapat
lebih fokus dalam upaya pembinaan terhadap para petani untuk peningkatan
produksi dan kualitas jagung. Berbagai kajian tentang pengembangan jagung telah
banyak dilakukan, seperti oleh Maemuhah dan Yusran (2010) tentang
karakterisasi morfologi variaetas jagung ketan di Kecamatan Ampana Tete
Kabupaten Tojo Una-Una yang menginventarisasi dan mengkarakterisasi kultivar
“Jagung
Ketan”
serta
mengidentifikasi
keragaman
karakter
dari
hasil
pengelompokkan (cluster) kultivar Jagung Ketan yang terdapat di Desa Pusungi,
Uebone, dan Kajulangko Kecamatan Ampana Tete Kabupaten Tojo Una-una
dilaksanakan bulan Januari-Maret 2010.
Namun, penelitian tentang pengelompokan potensi tanaman jagung di
wilayah Kabupaten Sleman, sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang pengelompokan wilayah yang berdasarkan potensi tanaman jagung,
dengan judul “Analisis Cluster dalam Pengelompokan Potensi Tanaman Jagung
Kabupaten Sleman”.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran umum profil potensi
tanaman jagung di Kabupaten Sleman tahun 2011 dan melihat pengelompokkan
wilayah/ desa yang di Kabupaten Sleman yang memiliki kesamaaan karakteristik
dalam potensi Tanaman Jagung.
II.
METODE PENELITIAN
2.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu
statistik tanaman jagung yang diolah dari data publikasi BPS Sleman dalam
buku Kecamatan Dalam Angka. Pengolahan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan bantuan software Micorosoft Excel dan
MINITAB 14.
2.2. Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan memfokuskan pada pengelompokan
desa-desa penghasil jagung diwilayah Kabupaten Sleman berdasarkan luas
lahan tanaman jagung, rata-rata produksi/ ha, dan jumlah produksi (Ton).
Terdapat sebanyak 62 desa yang menjadi fokus penelitian ini yang tersebar
di 13 kecamatan, desa tersebut dipilih berdasarkan desa-desa yang memiliki
produksi jagung berdasarkan data yang diperoleh dari BPS.
2.3. Metode Analisis
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah dirumuskan dalam
penelitian ini maka metode analisis yang digunakan adalah analisis cluster.
Analisis secara deskriptif juga dilakukan untuk melihat potensi wilayah
Kabupaten Sleman secara umum. Analisis cluster merupakan salah satu
teknik statistik untuk mengelompokkan individu-individu atau objek
menjadi beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok.
Individu-individu dalam satu kelompok lebih homogen dibandingkan
dengan individu yang ada dalam kelompok lain.
Sebelum melakukan pengelompokkan terlebih dahulu harus ditentukan
jarak kedekatan antar peubah dengan menggunakan jarak Euclidian. Jarak
euclidian dinyatakan dengan :
d(x,y) = ( ∑( xi – yi ) 2 ) ½
dimana x adalah amatan pertama dan y adalah amatan kedua. Metode
pengelompokan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode
pengelompokan hierarki karena banyaknya kelompok yang dibentuk belum
diketahui sebelumnya. Metode yang digunakan untuk menentukan jarak
antar kelompok adalah metode pautan rataan (average linkage) yang dipilih
karena metode ini bertujuan untuk meminimumkan rataan jarak semua
pasangan dari dua kelompok yang digabungkan. Jarak ini dinyatakan
dengan :
duv (w) =
dimana :
∑
∑
dik = jarak antara objek ke-i dalam kelompok (uv) dan objek ke-k dalam
kelompok w.
Nuv dan Nw = jumlah amatan dalam kelompok uv dan w.
III. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
3.1.
Profil Kabupaten Sleman
Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110° 13’00” sampai
dengan 110° 33’00” Bujur Timur dan mulai 7°34’51” sampai dengan
7°47’03” Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 100 – 2500 meter
diatas permukaan laut. Selama tahun 2008 – 2011 tercatat dibuku
publikasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Sleman memiliki 17 kecamatan, 86 desa, dan 1212 dusun.
Jumlah penduduk kabupaten Sleman tahun 2011 berdasarkan
estimasi penduduk tahun 2010 sebesar 1.125.639 jiwa. Gambaran lebih
jelas dapat dilihat pada gambar 2.
75 +
70 – 74
65 – 69
60 – 64
55 – 59
50 – 54
45 – 49
40 – 44
35 – 39
30 – 34
25 – 29
20 – 24
15 – 19
10 – 14
5–9
0–4
100,000
50,000
Perem puan
Laki-laki
0
50,000
100,000
Gambar 4.1. Piramida Penduduk Sleman 2011
Gambar 4.1. diatas memperlihatkan gambaran komposisi penduduk
menurut kelompok umur dan jenis kelamin. Pada tahun 2011 di
Kabupaten Sleman Jumlah Penduduk laki-laki, lebih banyak dari
penduduk perempuan. Jika dilihat dari kelompok umur, jumlah penduduk
usia 30-34 lebih banyak dibandingkan penduduk golongan umur lainnya.
Data yang ada menunjukkan jumlah penduduk laki-laki usia 30-34 adalah
55.938, sedangkan jumlah perempuan usia 30-34 adalah 54.872.
3.2.
Kondisi Pertanian
Pembangunan pertanian pada tahun 2011 mampu mendukung
produksi tanaman pangan berupa padi sawah dan ladang sebanyak
232.713 ton untuk pemenuhan kebutuhan beras di Kabupaten Sleman
dan kabupaten lain di Provinsi DIY. Sementara produksi beberapa
tanaman pangan lainnya mengalami penurunan karena terjadinya
fenomena perubahan iklim yang ekstrim (curah hujan sangat tinggi) dan
serangan organisme pengganggu tanaman yang semakin meningkat.
Tabel 4.1. Perkembangan Produksi Tanaman Pangan dan
Hortikultura Tahun 2007-2011 (dalam ton)
No Produk
1. Padi sawah
2. Padi ladang
3. Beras
4. Jagung
5. Kedelai
6. Ubi kayu
7. Pisang
8. Rambutan
9. Cabe
10. Kacang Panjang
11. Salak
2007
242.684
194
153.535
26.629
705
19.923
12.049
15.734
3.741
1.377
57.605
2008
267.607
1.321
169963
30.896
1.130
24.449
12.351
16.119
3.754
1.938
58.217
2009
268.075
1.329
170.263
32.712
772
26.153
12.319
19.748
3.951
2.141
58.599
2010
264.317
1.756
168.158
31.703
698
20.868
10.020
16.722
4.123
2.463
56.554
2011
231.374
1.339
147.075
38.111
775
14.741
6.276
16.432
4.053
1.876
33.340
Berdasarkan tabel 4.1. dapat dilihat posisi produksi jagung berada
setelah komoditi padi. Ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Sleman,
Jagung
merupakan salah
satu
komoditi
yang potensial untuk
dikembangkan.
a. Analisis Cluster
Analisis cluster dilakukan dengan menggunakan metode hierarki
dengan average linkage dan similiarity 75%.
D e n d r o g r a m w i t h Av e r a g e L i n k a g e a n d Eu cl i d e a n D i st a n ce
Similar it y
12 .87
41 .91
70 .96
1 00 .00
1 1 0 49 1 5 3 48 4 11 5 1 2 25 5 0 12 2 9 28 3 0 31 27 6 1 32 3 3 35 3 83 6 37 5 4 60 6 2 47 5 91 8 34 5 3 52 1 3 14 2 32 2 24 2 6 21 1 6 43 4 65 7 17 5 6 19 5 8 44 4 55 5 5 8 7 6 9 39 4 2 40 4 1 20
Ob se r v a t io n s
Gambar 4.2. Hasil dendogram data tanaman jagung
Berdasarkan
gambar
4.2.
diatas
dengan
menggunakan
metode
pengelompokkan Hierarki yang mana tidak diketahui berapa banyak data yang
ingin dipakai, maka dengan menggunakan average linkage dan similarity 75%
maka terdapat enam pengelompokkan yaitu dengan pengelompokkan pertama
(garis merah ) yang beranggotakan 12 desa, pengelompokkan kedua (garis hijau)
beranggotakan 5 desa, pengelompokkan ketiga (garis biru) beranggotakan 37
desa, pengelompokkan keempat (garis orange) beranggotakan 1 desa, sedangkan
untuk pengelompokkan kelima (garis pink) beranggotakan 4 desa dan
pengelompokkan keenam (garis ungu) beranggotakan 3 desa.
Nilai jumlah kuadrat dan kelompok menunjukkan ukuran keserupaan dalam
kelompok, yang semakin banyak nilainya tentunya akan semakin serupa atau
semakin
homogen
antar
elemen
kelompok tersebut.
Sedangkan untuk
menunjukkan rata-rata jarak anggota kelompok ke pusat kelompok, maka semakin
kecil nilainya semakin baik, dan ukuran menunjukkan jarak maksimum anggota
kelompok ke pusat kelompok.
Gambar 4.3. Output Cluster Centroids
Gambar 4.3. menunjukkan pusat variabel pada setiap kelompok dan pusat
variabel secara total. Sedangkan jarak pusat antar kelompok ddapat dilihat pada
Gambar 4.4.
Distances Between Cluster Centroids
Cluster1
Cluster2
Cluster3
Cluster4
Cluster5
Cluster6
Cluster1
0.00000
3.11416
1.71916
6.20094
3.73493
2.42741
Cluster2
3.11416
0.00000
3.23875
6.65494
2.41602
3.74168
Cluster3
1.71916
3.23875
0.00000
6.01314
2.65128
2.91263
Cluster4
6.20094
6.65494
6.01314
0.00000
6.96768
3.86017
Cluster5
3.73493
2.41602
2.65128
6.96768
0.00000
4.54909
Cluster6
2.42741
3.74168
2.91263
3.86017
4.54909
0.00000
Gambar 4.4. Distances Between Cluster Centroids
Setelah itu untuk mengetahui anggota dari setiap kelompok, maka dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil Pengelompokan Desa
Desa
Purwomartani
Tirtomartani
Tamanmartani
Selomartani
Wedomartani
Umbulmartani
Kelompok
1
1
1
1
2
2
Desa
Widodomartani
Bimomartani
Sindumartani
Sariharjo
Sindoharjo
Minomartani
Sukoharjo
Sardonoharjo
donoharjo
Caturharjo
Triharjo
Tridadi
Pandowoharjo
Trimulyo
Sumberharjo
Wukiharjo
Gayamharjo
Sambirejo
Madurejo
Bokoharjo
Sidorejo
Sidoluhur
Sidomulyo
Sidoagung
Sidokarto
Sidoarum
Sidomoyo
Balecatur
Ambarketawang
Banyuraden
Nogotirto
Trihanggo
Sumberrahayu
Sumbersari
Sumberagung
Sumberarum
Purwobinangun
Candibinangun
Harjobinangun
Pakembinangun
Kelompok
2
2
2
1
1
3
3
3
1
3
3
3
3
4
3
3
3
3
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
5
5
5
5
3
6
6
3
Desa
Hargobinangun
sendangtirto
Tegal tirto
Jogo Tirto
Kali tirto
wukirsari
argomulyo
umbulharjo
margoluwih
margodadi
margomulyo
margoagung
margokaton
catur tunggal
maguwo harjo
condong catur
Kelompok
3
1
1
1
1
3
3
3
6
3
3
3
3
3
3
3
Berdasarkan tabel 4.2. diatas, berikut adalah pembagian cluster potensi
tanaman jagung Kabupaten Sleman :
Cluster 1 terdiri dari Purwomartani, Tirtomartani, Tamanmartani, Selomartani,
Sariharjo, Sindoharjo, Donoharjo, Madurejo, Sendangtirto, Tegaltirto, Jogotirto,
Kalitirto. Cluster 2 terdiri dari Wedomartani, Umbulmartani, Widodomartani,
Bimomartani, Sindumartani. Cluster 3 terdiri dari Minomrtani, Sukoharjo,
Sardonoharjo, Caturharjo, Triharjo, Tridadi, Pandowoharjo, Sumberharjo,
Wukiharjo, Gayamharjo, Sambirejo, Bokoharjo, Sidorejo, Sidoluhur, Sidomulyo,
Sidoagung,
Sidokarto,
Sidoarum, Sidomoyo, Balecatur, Ambarketawang,
Bayuraden, Nogotirto, Trihanggo, Pakembinangun, Hargobinangun, Wukirsari,
Argomulyo, Umbulharjo, Margodadi, Margomulyo, Margoagung, Margokaton,
Caturtunggal, Maguwoharjo, Condongcatur. Custer 4 adalah Trimulyo Cluster 5
adalah Sumberrahayu, Sumbersari, Sumberagung, Sumberarum.
Cluster 6 adalah Candibinangun, Harjobinangun, Margoluwih.
Berdasarkan hasil pengelompokan tersebut, maka berikut adalah rata-rata
berdasarkan desa yang telah dikelompokkan :
Tabel 4.3. Rata-rata Hasil Pengelompokkan
Kelompok
1
2
3
4
5
6
Rata-rata Kelompok
Rata-rata
Luas Panen
Produksi
(Ha)
(Kw/Ha)
140.5
66.4175
139
7.7
44.3983784
60.17838
94
56.5
2.5
12.8
151.42
62.22
Produksi
(Ton)
913.1475
1070.3
1542.503
22597.6
32
9444.02
Dari tabel 4.3. dapat dilihat bahwa luas panen yang tertinggi terdapat pada
kelompok
6, terbukti dengan rata-rata luas panen yaitu sekitar 151.42 Ha.
Sedangkan rata-rata produksi ( Kw/Ha) tertinggi terdapat pada kelompok 1, dan
jumlah produksi tertinggi yaitu 66.4175. Selanjutnya untuk produksi (Ton) yang
tertinggi terdapat pada kelompok 6.
Berdasarkan
potensi
terhadap
tanaman
jagung
urutan
kelompok
pengembangan dapat dilakukan dengan kelompok 6, kelompok 4, kelompok 3,
kelompok 2, dan kelompok 1.
IV.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan :
1. Kondisi pertanian di Kabupaten Sleman dilihat dari perkembangan produksi
tanaman pangan dan hortikultura Tahun 2007-2011, posisi produksi jagung
berada setelah komoditi padi. Ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Sleman,
Jagung merupakan salah satu komoditi yang potensial untuk dikembangkan.
2. Berdasarkan
pada
analisis
cluster
dengan
menggunakan
metode
pengelompokkan Hierarki dengan similarity 75% diperoleh 6 kelompok
dengan kelompok 1 beranggotakan 12 desa, kelompok 2 beranggotakan 5
desa, kelompok 3 beranggotakan 37 desa, kelompok 4 beranggotakan 1
desa, sedangkan untuk kelompok 5 beranggotakan 4 desa dan kelompok 6
beranggotakan 3 desa.
3. Rata-rata hasil pengelompokan bahwa luas panen yang tertinggi terdapat
pada kelompok 6 yaitu 151.42 Ha. Sedangkan rata-rata produksi ( Kw/Ha)
tertinggi terdapat pada kelompok 1 yaitu 66.4175. dan produksi (Ton) yang
tertinggi terdapat pada kelompok 6.
4. Berdasarkan
potensi
terhadap
tanaman
jagung
urutan
kelompok
pengembangan dapat dilakukan dengan kelompok 6, kelompok 4, kelompok
3, kelompok 2, dan kelompok 1.