Pemetaan Tingkat Bahaya Erosi di DAS Deli

TINJAUAN PUSTAKA

  Karakteristik Das Deli

  Pengertian DAS atau Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang menerima, menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkan ke laut atau danau melalui satu sungai utama. Dengan demikian suatu DAS akan dipisahkan dari wilayah DAS lain di sekitarnya oleh batas alam (topografi) berupa punggung bukit atau gunung. Dengan demikian seluruh wilayah daratan habis berbagi ke dalam uni-unit Daerah Aliran Sungai (DAS) Secara Hidrologis wilayah hulu dan hilir merupakan satu kesatuan organis yang tidak dapat terpisahkan, keduanya memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang sangat tinggi (Asdak, 1995).

  Karakteriskik DAS Deli terletak di Kabupaten Karo, Deli serdang dan Kota Madya Medan, Propinsi Sumatera Utara. DAS Deli mencakup 2 Kabupaten yaitu Deli Serdang dan Karo, dan Kota madya Medan dengan luas DAS berkisar 56.848,88 Ha. DAS Deli disebelah timur berbatasan dengan DAS Percut, sedangkan disebelah barat berbatasan dengan DAS Belawan. DAS tersebut terdiri dari tujuh Sub DAS yakni Sub DAS Petani, Sub DAS Simai-mai, Sub DAS Deli, Sub DAS Babura, Sub DAS Bekala, Sub DAS Sei Kambing dan Sub DAS Paluh Besar. Letak Sub DAS tersebut dalam DAS antara lain; Sub Das Petani terletak dihulu, yakni ujung selatan berbatasan langsung dengan DAS yang alirannya mengalir ke selatan. Sub DAS Simai-mai berada pada bagian hulu sebelah timur Sub DAS Petani, berbatasan langsung dengan DAS Percut. Sub DAS Deli terletak ditengah berbatasan langsung dengan Sub DAS Simai-mai, DAS Percut dan Sub Petani, Sub DAS Bekala, Sub DAS Deli dan Sub DAS Sei Kambing (BPDAS Wampu Sei Ular, 2003).

  Letak dan Luas DAS Deli

  DAS (Daerah Aliran Sungai) Deli merupakan Daerah Aliran Sungai di Provinsi Sumatera Utara dengan luas 47,298.01 Ha. Daerah Aliran Sungai Deli terbentang antara 3° 13' 35,50'' s/d 3° 47' 06,05'' garis Lintang Utara dan meridian 98° 29' 22,52'' s/d 98° 42' 51,23'' Bujur Timur.

  Secara adminitrasi DAS Deli berada pada 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Karo seluas 1,417.65 Ha (3 %), Kabupaten Deli Serdang seluas 29,115.20 Ha (61.56 %) dan Kota Medan seluas 16,765.16 ha (35.45 %). Adapun Batas DAS Deli Adalah Sebelah Utara : Daerah Aliran Sungai Belawan Sebelah Selatan : Daerah Aliran Sungai Wampu Sebelah Barat : Daerah Aliran Sungai Belawan Sebelah Timur : Daerah Aliran Sungai Batang Kuis (BPDAS Wampu Sei Ular Medan, 2011).

  Pengertian Tentang Erosi dan Sedimentasi

  Erosi adalah peristiwa berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian- bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan ditempat lain. Pengikisan dan pengangkutan tanah tersebut terjadi oleh media alami, yaitu air dan angin. Proses erosi tanah yang lapangan, yaitu tahap pertama pemecahan bongkah-bongkah atau agregat tanah kedalam bentuk butir-butir kecil atau partikel tanah, tahap kedua pemindahan atau pengangkutan butir-butir yang kecil sampai sangat halus tersebut, dan tahap ketiga pengendapan partikel-partikel tersebut di tempat yang lebih rendah atau di dasar sungai atau waduk. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan terbawa masuk sumber air yang dinamai sedimen, dimana sedimen ini akan diendapkan di tempat yang aliran airnya melambat; di dalam sungai, waduk, danau, reservoir, saluran irigasi, di atas tanah pertanian dan sebagainya (Arsyad, 2010).

  Erosi dapat juga disebut pengikisan atau kelongsoran sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan atau perbuatan manusia. Erosi secara ilmiah dapat dikatakan tidak menimbulkan musibah yang hebat bagi kehidupan manusia atau keseimbangan lingkungan dan kemungkinan kerugian hanya kecil saja, ini dikarenakan banyaknya partikel- partikel tanah yang dipindahkan atau terangkut seimbang dengan banyaknya tanah yang terbentuk ditempat-tempat yang lebih rendah itu disebut dengan Sedimen (Kartasapoetra, 1985).

  Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air, sungai, dan waduk. Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen terlarut dalam sungai (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di dalam waduk, dengan kata lain bahwa sedimen merupakan pecahan, mineral, atau material organik yang ditransferkan dari berbagai sumber dan diendapkan oleh media udara, angin, es, atau oleh air dan juga termasuk di dalamnya material yang diendapakan dari material yang melayang dalam air atau dalam bentuk larutan kimia (Asdak, 2007).

  Faktor yang mempengaruhi erosi oleh air faktor utama yang mempengaruhi erosi tanah adalah iklim, tanah, vegertasi, dan topografi. Vegetasi, dan sampai batas tertentu tanah dan topografi, dapat dikendalikan. faktor iklim berada di luar kekuasaan manusia untuk dikendalikan (Glenn dkk, 1996).

  Bentuk-bentuk Erosi

  Bentuk-bentuk Erosi dibagi menjadi:

  1. Erosi Lembar / Kulit (Sheet Erosion atau Interrill Erosion), yaitu Pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu permukaan tanah. Dari segi energi, pengaruh butir-butir hujan lebih besar karena kecepatan jatuhnya sekitar 6 hingga 10 meter/detik, sedangkan kecepatan aliran air dipermukaan tanahnya hanya 0,3 hingga 0,6 meter/detik. Karena erosi yang terjadi seragam maka bentuk erosi ini tidak segera tampak. Jika proses erosi telah berjalan lanjut barulah disadari yaitu setelah tanaman mulai ditanam diatas lapisan bawah tanah (subsoil) yang tidak baik bagi pertumbuhan tanaman.

  2. Erosi Alur (Rill Erosion), terjadi karena air terkonsentrasi dan mengalir pada tempat-tempat tertentu dipermukaan tanah sehingga pemindahan tanah lebih dapat dihilangkan dengan pengelolahan tanah. Erosi alur biasanya terjadi pada tanah-tanah yang ditanami dengan tanaman yang ditanam berbaris menurut lereng atau akibat pengelolahan tanah menurut lereng atau bekas tempat menarik balok-balok kayu.

  3. Erosi Parit (Gully Erosion), yaitu proses terjadinya sama dengan proses erosi alur, tetapi saluran-saluran yang terbentuk sudah demikian dalamnya sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanh biasa. Erosi parit yang baru terbentuk berukuran sekitar 40 cm lebarnya dengan kedalaman 25 cm. erosi parit yang telah lanjut dapat mencapai 30 m dalamnya. Erosi parit dapat berbentuk V atau U, tergantung dari kepekaan erosi substratnya. Bentuk V adalah bentuk yang umum terdapat, tetapi pada daerah-daerah yang substratnya mudah lepas, umumnya berasal dari batuan sedimen maka akan terjadi bentuk U. Tanah-tanah yang telah mengalami erosi parit sangat sulit untuk dijadikan lahan pertanian. Diantara bentuk tersebut diatas bentuk U lebih sulit diperbaiki daripada bentuk V.

  4. Erosi Tebing Sungai (Stream atau River Bank Erosion), yaitu terjadi sebagai akibat pengikisan tebing oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan arus air yang kuat pada kelokan sungai. Erosi tebing akan hebat terjadi jika vegetasi penutup tebing telah habis atau jika dilakukan pengolahan tanah terlalu dekat tebing. Oleh karena itu sempadan sungai atau riparian zone harus dijadikan kawasan lindung.

  5. Longsor (landslide), yaitu suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat dalam volume yang besar.

  Longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah diatas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air. Lapisan tersebut terdiri dari liat atau mengandung kadar liat tinggi yang setelah jenuh air berperan sebagai bidang luncur. Longsor dapat terjadi jika terpenuhi tiga syarat yaitu: (1) Lereng yang cukup curam; (2) Terdapat lapisan dibawah permukaan tanah yang agak kedap air dan lunak yang akan berperan sebagai bidang luncur; dan (3) Terdapat cukup air dalam tanah sehingga lapisan tanah terdapat di atas lapisan kedap air tadi menjadi jenuh (Arsyad, 2010).

  Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen- komponen padat, cair, dan gas dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik (Arsyad, 2010). Buckman dan Brandy (1969) mengemukakan bahwa secara garis besar tanah (mineral) terdiri atas empat komponen utama yaitu bahan mineral, bahan organik, air, dan udara, dengan komposisi kandungan ruang pori (udara dan air) lebih kurang 50%, bahan mineral 45%, dan bahan organik 5%.

  Selanjutnya pada kelembaban optimum untuk kehidupan tumbuhan ruang pori terdiri dari 25% udara dan 25% air.

  Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu, liat, yang dinyatakaan dengan persentase. Pengamatan tekstur tanah dapat dilakukan dengan cara merasa dengan tangan (Texture by feel), analisis mekanis dilaboratorium. Penetapan tekstur tanah dengan cara merasa dengan tangan (Texture by feel) dilakukan dengan cara merasa dengan cara memijit tanah dengan jari dan kemudian dirasakan. Ada 12 kelas tekstur tanah yaitu : pasir, debu, liat, pasir berlempung, lempung pasir, lempung, lempung berdebu, lempung berliat,

  Penetapan tekstur tanah di laboratorium ialah dengan cara pipet dan cara hydrometer yaitu penetapan tekstur tanah dengan menggunakan Hydrometer.

  Struktur Tanah Struktur menyatakan penyusunan butir-butir primer (pasir, debu, dan liat) jadi butir-butir majemuk (agregat) yang dibatasai satu sama lain oleh bidang- bidang lemah. Tujuannya adalah untuk menentukan bentuk, ukuran dan kematangan struktur tanah. Menentukan struktur ini adalah dengan mengambil gumpalan tanah dalam keadaan utuh (sedapat mungkin dalam keadaan lembab), kemudian dipecah dengan cara menekan dengan jari. Pecahan gumpalan tanah tersebut merupakan agregat atau gabungan agregat.

  Tabel 1. Kode Struktur Tanah Kelas Struktur Tanah (Ukuran Diameter) Kode Granuler Sangat Halus (<1mm)

  1 Granuler Halus (1 hingga 2mm)

  2 Granuler Sedang Sampai Kasar (2 hingga 10 mm)

  3 Kubus/Gumpal, Gumpal Bersudut, Plat, Masif

  4 Sumber : Arsyad (2010).

  Permeabilitas Tanah Cepat atau lambatnya tanah meneruskan air atau udara dalam tanah dapat dilihat pada kelas permeabilitas. Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk meneruskan air atau udara. Permeabilitas umumnya diukur sehubungan laju aliran air melalui tanah dalam suatu massa waktu dan dinyatakan sebagai cm per jam. Ini mengakibatkan pergerakan udara yang berhubungan dengan volume tanah yang kosong, bukan ukuran pori dan kesinambungan ruang pori (Foth, 1994).

  Tabel 2. Kode Permeabilitas Profil Tanah Kelas Permeabilitas Kecepatan (cm/jam) Kode Sangat Lambat < 0,5

  6 Lambat 0,5 hingga 2,0

  5 Lambat Sampai Sedang 2,0 hingga 6,3

  4 Sedang 6,3 hingga 12,7

  3 Sedang Sampai Cepat 12,7 hingga 25,4

  2 Cepat > 25,4

  1 Sumber : Arsyad (2010).

  Permeabilitas tanah diukur dengan metode De Boodt. Permeabilitas tanah ditetapkan dalam keadaan jenuh pada contoh tanah yang tidak terganggu yang dirumuskan dengan:

  

K = Q x L / t x h x A

  Keterangan :

  K = Permeabilitas (cm/jam) 3 Q = Banyaknya air setiap pengukuran (cm ) L = Tebal contoh tanah (cm) 2 h = Tinggi permukaan air dari permukaan tanah (cm ) 2 A = Luas permukaan contoh tanah (cm ) t = Waktu (jam) (Sutanto, 2005).

  C-Organik Karbon merupakan bahan organik yang utama yaitu berkisar 47%, karbon diserap tanaman berasal dari CO

  2 udara, kemudian bahan organik

  didekomposisikan kembali dan membebaskan sejumlah karbon. Sejumlah CO

  2 bereaksi dalam bentuk asam Carbonat Ca, Mg, K atau Bikarbonat (Hakim, 1986).

  Pengaruh pemberian bahan organik terhadap sifat biologi tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme, sehingga kegiatan mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik juga meningkat, dengan demikian unsur hara yang terdapat di dalam tanah menjadi tersedia bagi tanaman.

  Penambahan bahan organik dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah seperti meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang dapat melepaskan asam organik yang tersedia dalam tanah, meningkatkan total ruang pori tanah, menurunkan kepadatan tanah yang dapat menyebabkan kemampuan mengikat air dalam tanah tinggi. Bahan organik juga dapat menyumbangkan unsur hara N, P, K, Ca, Mg serta mengurangi fiksasi fosfat oleh Al dan Fe dalam tanah (Sutanto, 2002).

  Prediksi Erosi dan Erosi yang Masih Dapat Dibiarkan

  Laju erosi yang masih dapat ditoleransi (Tolerable Soil Loss : TSL) adalah laju erosi terbesar yang masih dapat dibiarkan/ditoleransikan, agar terpelihara kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman sehingga memungkinkan tercapainya produktivitas tinggi secara lestari. Penetapan nilai erosi ini perlu, karena tidak mungkin menekan laju erosi menjadi 0 pada tanah-tanah yang diusahakan terutama tanah-tanah berlereng, dan biaya konservasi tanah dapat lebih efisien, dengan kata lain TSL merupakan batas maksimum suatu erosi yang diperbolehkan (Irwan, 2013).

  Arsyad (1989) mengemukakan bahwa Prediksi erosi dari sebidang tanah adalah metoda untuk memperkirakan laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang dipergunakan dalam penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu. Jika laju erosi yang akan terjadi telah dapat diperkirakan dan laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan (Permissible atau Tolerable erosion) sudah dapat ditetapkan, maka dapat ditentukan kebijaksanaan penggunaan tanah dan tindakan konservasi tanah dapat diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah dan tanah dapat dipergunakan secara produktif dan lestari. Tindakan konservasi tanah dan penggunaan lahan yang diterapkan adalah yang dapat menekan laju erosi agar sama atau lebih kecil dari laju erosi yang masih dapat dibiarkan. Metoda prediksi juga merupakan alat untuk menilai apakah suatu program tau tindakan konservasi tanah telah berhasil mengurangi erosi dari suatu bidang tanah atau suatu daerah aliran sungai (DAS). Prediksi erosi adalah alat bantu untuk mengambil keputusan dalam perencanaan konservasi tanah pada suatu areal tanah. Erosi dikaji hasil prediksi erosi dari USLE dan membandingkan erosi > ETol. Kondisi hidrologi yang dikaji meliputi; infiltrasi, aliran permukaan, koefisien aliran permukaan,dan Qmax, Qmin, rasio Qmax dan Qmin menggunakan persaman SCS dalam Arsyad (2006).

  Banyak cara yang dapat dilakukan dalam menetapkan besarnya nilai TSL; Thompson (1957, dalam Arsyad, 2010) menyatakan bahwa nilai TSL sangat ditentukan oleh: a.

  Kedalaman Tanah. Pada tanah dangkal nilai TSL harus rendah bahkan 0, karena pada tanah-tanah sangat dangkal bila TSL tinggi, maka umur guna tanah akan singkat, lebih-lebih bila langsung diatas batuan, sehingga produktivitas tinggi dan lestari sulit dipertahankan.

  b.

  Permeabilitas Lapisan Bawah. Apabila tanah lapisan bawah lebih permeabel, maka TSL dapat lebih besar, daripada tanah yang kedap air, hal ini berhubungan dengan kecepatan pembentukan tanah pada areal tersebut.

  c.

  Kondisi Substratum. Apabila kondisi substratum tidak terkonsolidasi (sudah mengalami pelapukan), maka proses pembentukan tanah cepat, sehingga nilai TSL dapat lebih besar daripada substratum yang terkonsolidasi.

  Tabel 3. Faktor Kedalaman Beberapa Sub-Order Tanah No Sub-Order Harkat Kemerosotan Sifat Fisika dan Kimia Nilai Faktor Kedalaman Tanah Fisika Kimia

  17 Aquox Rendah Tinggi 0,90

  Tingkat Bahaya Erosi (TBE) ditentukan dengan membandingkan erosi potensial (A) dengan erosi yang masih dapat ditoleransikan (T) didaerah itu dengan rumus:

  30 Ustert Rendah Rendah 1,00 Rendah Rendah 1,00 Sumber : Hammer (1981) dalam Arsyad (2010).

  29 Udert Rendah Rendah 1,00

  28 Ustult Sedang Tinggi 0,80

  27 Udult Sedang Tinggi 0,80

  26 Humult Rendah Rendah 1,00

  25 Aquult Sedang Tinggi 0,80

  24 Orthod Rendah Sedang 0,95

  23 Humod Rendah Rendah 1,00

  22 Ferrod Rendah Sedang 0,95

  21 Aquod Rendah Tinggi 0,90

  20 Ustox Rendah Tinggi 0,90

  19 Orthox Rendah Tinggi 0,90

  18 Humox Rendah Rendah 1,00

  16 Ustoll Rendah Rendah 1,00

  1 Aqualf Sedang Rendah 0,90

  15 Udoll Rendah Rendah 1,00

  14 Rendoll Sedang Rendah 0,90

  13 Aquoll Sedang Rendah 0,90

  12 Alboll Tinggi Sedang 0,75

  11 Tropept Rendah Rendah 1,00

  10 Aquept Rendah Sedang 0,95

  9 Andept Rendah Rendah 1,00

  8 Psamment Rendah Rendah 1,00

  7 Orthent Rendah Rendah 1,00

  6 Fluvent Rendah Rendah 1,00

  5 Arent Rendah Rendah 1,00

  4 Aquent Sedang Rendah 0,90

  3 Ustalf Sedang Rendah 0,90

  2 Udalf Sedang Rendah 0,90

  

TBE = A/T

  Tabel 4. Penilaian Erosi Hasil Prediksi Metode USLE Kelas Keterangan Erosi Tanah (Ton/Ha/Tahun)

  I Sangat Rendah < 15

  II Rendah 15 – 60

  III Sedang 60 – 180

  IV Tinggi 180 – 480

  V Sangat Tinggi > 480 Sumber : Rahmawaty, dkk, (2011).

  Tabel 5. Kriteria Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Nilai TBE Keterangan

< 1,0 Rendah

1,0 – 4,0 Sedang

  4,01 – 10,0 Tinggi

>10,01 Sangat Tinggi

Sumber : Arsyad (2010).

  Aliran permukaan merupakan penyebab utama terjadinya proses pengangkutan partikel-partikel tanah. Kemampuan limpasan permukaan dalam mengangkut partikel tanah tergantung dari besarnya energi potensial yang dimiliki oleh aliran permukaan tersebut, semakin besar energi potensial yang dimiliki maka semakin besar pula kemampuan limpasan tersebut dalam mengangkut partikel tanah. Hudson (1976), memandang erosi dari dua segi yakni :

  1. Faktor penyebab erosi, yang dinyatakan dalam erosivitas hujan, dan

  2. Faktor ketahanan tanah terhadap erosivitas hujan, yang dinyatakan sebagai erodibilitas tanah.

  Erosi merupakan fungsi dari erosivitas dan erodibilitas. Pada dasarnya proses erosi adalah akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi dan manusia terhadap tanah. Secara umum, faktor-faktor tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan yang dikenal dengan Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT), yaitu kehilangan tanah (A) dipengaruhi oleh indeks Erosifitas (R), Faktor Erodibilitas (K), Faktor Panjang Kemiringan (L), Fakor Kemiringan (S), Faktor Pengelolaan Tanaman (C), Faktor Pengendali Erosi (P) (CD. Soemarto,1995).

  Metode pengukuran erosi dapat berupa : (1) Mengukur seluruh erosi yang terjadi dalam massa yang lama (Accumulated Erossion); dan (2) Mengukur erosi yang terjadi untuk satu kejadian hujan.

  Pengertian dan Dampak Sedimentasi Tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu tempat

  yang mengalami erosi pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan masuk ke dalam suatu badan air secara umum disebut sedimen. Sedimen yang terbawa masuk ke dalam sungai hanya sebagian saja dari tanah yang tererosi dari tempatnya. Sebagian lagi dari tanah yang terbawa erosi akan mengendap pada suatu tempat di lahan di bagian bawah tempat erosi pada DAS tersebut. Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi dan terbawa oleh aliran air akan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti. Peristiwa pengendapan ini dikenal dengan peristiwa atau proses sedimentasi, yaitu proses yang bertanggungjawab atas terbentuknya dataran-dataran alluvial yang luas dan banyak terdapat di dunia, merupakan suatu keuntungan oleh karena dapat memberikan lahan untuk perluasan pertanian atau permukiman (Arsyad, 2010).

  Dampak lainnya dari proses sedimentasi di sungai adalah terjadinya pengendapan sedimen di dasar sungai yang menyebabkan naiknya dasar sungai, kemudian menyebabkan tingginya muka air sehingga berakibat sering terjadi banjir yang menimpa lahan-lahan yang tidak dilindungi. Erosi tanah tidak hanya berpengaruh negatif pada lahan dimana terjadi erosi, tetapi juga di daerah hilirnya dimana material sedimen diendapkan. Banyak bangunan-bangunan sipil di daerah hilir akan terganggu, saluran-saluran, jalur navigasi air, waduk-waduk akan mengalami pengendapan sedimen. Disamping itu kandungan sedimen yang tinggi pada air sungai juga akan merugikan pada penyediaan air bersih yang bersumber dari air permukaan, biaya pengelolaan akan menjadi lebih mahal (Suripin, 2001).

  Sedimen Melayang

  Menurut sumber asalnya angkutan sedimen dibedakan menjadi muatan material dasar (bed material load), dan muatan bilas (wash load). Sedangkan menurut mekanisme pengangkutannya dibedakan menjadi muatan sedimen melayang (suspendead load), dan muatan sedimen dasar (bed load).

  Setiap sungai membawa sejumlah sedimen terapung (suspended sediment) serta menggerakkan bahan-bahan padat di sepanjang dasar sungai sebagai muatan dasar (bed load). Karena berat jenis bahan-bahan tanah adalah kira-kira 2,65 g/cc, maka partikel-partikel sedimen terapung cenderung untuk mengendap ke dasar alur, tetapi arus ke atas pada aliran turbulen menghalangi pengendapan secara gravitasi tersebut. Bila air yang mengandung sedimen mencapai suatu waduk, maka kecepatan dan turbulensinya akan sangat jauh berkurang. Muatan sedimen terapung pada sungai-sungai dikur dengan cara mengambil contoh air, menyaringnya untuk memisahkan sedimen, mengeringkannya, dan kemudian menimbang bahan-bahan yang disaring tersebut. Muatan sedimen dinyatakan dalam mg/l. Sedimen yang tererasi dalam suatu lembah sungai dalam suatu kejadian hujan dapat diendapkan di alur sungai dan tinggal disana hingga hujan berikutnya mendorongnya ke hilir. Bagian-bagian tertentu dari lembah sungai mungkin lebih peka terhadap erosi daripada bagian-bagian lainnya, sehingga muatan sedimen yang lebih besar dapat diharapkan bila curah hujan terpusat pada daerah semacam ini (Sasongko, 1991).

  Tabel 6. Kategori Konsentrasi Sedimen Melayang (Cs) berdasarkan Standar Skala Kualitas Lingkungan (Kepmen LH No. 2/1998). Komponen Lingkungan Nilai dan Rentangan Sangat Sangat jelek Jelek Sedang Baik Baik Konsentrasi Sedimen > 500 250 – 500 100 – 250 0 - 100

  Melayang Cs (mg/l)

Suspended load adalah sedimen bergerak di dalam alur sungai sebagai

  sedimen tersuspensi (Suspended Sediment) dalam air yang mengalir dan sebagai muatan dasar (Bed Load) yang bergeser atau menggelinding sepanjang dasar saluran. Model prediksi erosi yang digunakan adalah model prediksi parametrik dengan pendekatan Universal Soil Loss Equation (USLE). Model ini merupakan suatu metode yang memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi dalam suatu bidang tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam penanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau yang sedang digunakan.

  Persamaan yang digunakan adalah

  A = R.K.L.S.C.P

  dimana A adalah jumlah tanah hilang maksimum dalam ton/ha/tahun, R adalah Indeks erosivitas hujan, K adalah Indeks faktor erodibiltas tanah, LS adalah Indeks faktor panjang dan kemiringan lereng, C adalah Indeks faktor pengelolaan tanaman dan P adalah Indeks faktor teknik konservasi lahan (Wischmeier dan Smith, 1978).

  Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya erosi antara lain : - faktor hujan (indeks erosivitas (R) ).

  • tanah (nilai erodibilitas (K) ).
  • topografi (nilai LS).
  • tanaman (nilai C).
  • konservasi tanah (nilai P).

  Indeks Erosivitas (R)

  Indeks erosivitas hujan tahunan dapat diperoleh dengan menghitung hujan bulanan. Formula yang dipergunakan adalah Metode Lenvain (1989) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007) yaitu: 1.36 Rm = 2.21 R m

  Keterangan: Rm = indeks erosivitas hujan, R = curah hujan bulanan (cm).

  Indeks Erodibilitas Lahan (K)

  Indeks Erodibilitas Lahan (K) adalah suatu nilai yang dapat menunjukkan kondisi maksimum proses erosi yang dapat terjadi pada suatu lahan dengan kondisi hujan dan tata guna lahan tertentu. Semakin besar nilai erodibilitas lahan berarti semakin rentan suatu kawasan terhadap erosi. Indeks Erodibilitas Lahan (K) dihitung dengan mempertimbangkan faktor-faktor tekstur tanah, struktur tanah, permeabilitas tanah, dan bahan organik tanah (Wischemeier dan Smith, 1971). Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks erodibilitas lahan adalah sebagai berikut :

  Faktor erodibilitas tanah atau faktor kepekaan erosi tanah dihitung dengan persamaan Wischmeier dan Smith (1978) : Keterangan : K = Faktor erodibilitas tanah.

  M = Ukuran partikel yaitu (% debu + % pasir sangat halus)(100-% liat). a = Bahan organik tanah (% C x 1,724). b = Kode struktur tanah (Tabel 1). c = Kode permeabilitas tanah (Tabel 2).

  Faktor Topografi (LS)

  Faktor ini merupakan gabungan antara pengaruh panjang dan kemiringan lereng. Faktor S adalah rasio kehilangan tanah per satuan luas di lapangan terhadap kehilangan tanah pada lereng eksperimental sepanjang 22,1 m (72,6 ft) dengan kemiringan lereng 9 %. Persamaan yang diusulkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) dapat digunakan untuk menghitung LS :

  Tabel 7. Penilaian Indeks Kemiringan Lereng (LS)

No Kelas Besaran Jumlah Kontur Penilaian LS

Tiap Cm

  1 Datar < 8 % < 2 0,40

  2 Landai 8 - 15 % 2 - 3 1,40

  3 Agak Curam 15 - 25 % 3 - 5 3,10

  4 Curam 25 – 40 % 5 - 8 6,80

  5 Sangat Curam > 40 % > 8 9,50 Sumber : Hamer (1981).

  37. Alang-alang murni subur 0,001

  27. Kacang tanah + Kacang tunggak 0,571

  20. Hutan produksi : - Tebang habis 0,5

  21. Semak belukar / padang rumput 0,3

  22. Ubi kayu + Kedelai 0,181

  23. Ubi kayu + Kacang tanah 0,195

  24. Padi – Sorghum 0,345

  25. Padi – Kedelai 0,417

  26. Kacang tanah + Gude 0,495

  28. Kacang tanah + Mulsa jerami 4 ton/ha 0,049

  18. Perladangan 0,4

  29. Padi + Mulsa jerami 4 ton/ha 0,096

  30. Kacang tanah + Mulsa jagung 4 ton/ha 0,128

  31. Kacang tanah + Mulsa Crotalaria 0,136

  32. Kacang tanah + Mulsa kacang tunggak 0,259

  33. Kacang tanah + Mulsa jerami 2 ton/ha 0,377

  34. Padi + Mulsa Crotalaria 3 ton/ha 0,387

  35. Pola tanam tumpang gilir**) + Mulsa jerami 0,079

  36. Pola tanam berurutan***) + Mulsa sisa tanaman 0,357

  19. Hutan alam : - Serasah banyak 0,001

  17. Kebun campuran : - Kerapatan tinggi 0,1

  Nilai Faktor Tanaman (Faktor C)

  6. Kedelai 0,399

  Faktor ini mempertimbangkan segi pengelolaan lahan. Termasuk dalam pengelolaan ini adalah campur tangan manusia.

  Tabel 8. Nilai Faktor C

No. Macam Penggunaan*) Nilai Faktor

  1. Tanah terbuka/tanpa tanaman 1,0

  2. Sawah 0,01

  3. Tegalan tidak dispesifikasi 0,7

  4. Ubikayu 0,8

  5. Jagung 0,7

  7. Kentang 0,4

  16. Talas 0,85

  8. Kacang tanah 0,2

  9. Padi 0,561

  10. Tebu 0,2

  11. Pisang 0,6

  12. Akar wangi (sereh wangi) 0,4

  13. Rumput Bede (tahun pertama) 0,287

  14. Rumput Bede (tahun kedua) 0,002

  15. Kopi dengan penutupan tanah buruk 0,2

  • - Kerapatan sedang 0,2

  • - Kerapatan rendah 0,5

  • - Serasah kurang 0,005

  • Tebang pilih 0,2

  Nilai Faktor Tindakan Konservasi Tanah (Faktor P)

  Nilai faktor P merupakan rasio hilangnya tanah dibawah suatu tindakan pengawetan tanah terhadap hilangnya tanah dari tanah yang diolah menurut lereng, dibawah kondisi yang identik.

  Tabel 9. Nilai Faktor P untuk Berbagai Tindakan Konservasi Tanah Khusus No Tindakan Khusus Konservasi Tanah Nilai P

  1 Teras Bangku 1): Konstruksi Baik 0,04 Konstruksi Sedang 0,15 Konstruksi Kurang Baik 0,35

  Teras Tradisional 0,40

  2 Strip Tanaman Rumput Bahia 0,40

  3 Pengolahan Tanah dan Penanaman menurut garis kontur Kemiringan 0 -8% 0,50 Kemiringan 9 - 20% 0,75 Kemiringan lebih dari 20% 0,90

  4 Tanpa tindakan konservasi 1,00 Sumber : Arsyad (2010).

  Faktor Pengendali / Konservasi Lahan (Faktor P) Tabel 10. Nilai Faktor P dan CP

No. Tindakan Konservasi Tanah dan Pengelolaan Tanaman Nilai Faktor

1. Teras bangku :

  b. Sedang 0,15

  

23. Teras bangku : sorghum-sorghum 0,026

  

15. Jagung + padi gogo + kacang tanah + mulsa (sisa tanaman) 0,159

  16. Teras gulud : padi-jagung 0,013

  

17. Teras gulud : sorghum-sorghum 0,041

  18. Teras gulud : ketela pohon 0,063

  

19. Teras gulud : jagung–kacang tanah + mulsa (sisa tanaman) 0,006

  

20. Teras gulud : kacang tanah-kedelai 0,105

  

21. Teras gulud : padi-jagung-kacang tunggak, kapur 2 ton/ha 0,012

  

22. Teras bangku : jagung-ubi kayu/kedelai 0,056

  

24. Teras bangku : kacang tanah-kacang tanah 0,009

  

13. Kacang tanah-kacang hijau, mulsa jerami 0,013

  25. Serai wangi 0,537

  26. Alang-alang 0,021

  27. Ubi kayu 0,0461

  28. Sorghum-sorghum 0,341

  29. Padi gogo-jagung 0,502 30.

  31.

  32. Padi gogo-jagung-mulsa jerami Padi gogo-jg-kapur 2 ton/ha, Mulsa/P.kandang 10-20 ton/ha Jagung-padi gogo + ubi kayu-kedelai/kacang tanah 0,083

  0,030 0,421

  

14. Padi gogo-jagung-kacang tanah + mulsa jerami 0,267

  12. Kacang tanah-kacang hijau 0,730

  c. Jelek 0,35

  c. kemiringan >20% 0,90

  2. Teras tradisional 0,40

  3. Padang rumput

  a. Bagus 0,04

  b. Jelek 0,40

  4. Hill site ditch atau sil pits 0,30

  5. Contour cropping

  a. kemiringan 0-8% 0,50

  b. kemiringan 9-20% 0,75

  6. Limbah jerami

  a. Sempurna 0,04

  a. 6 ton/ha/thn 0,30

  b. 3 ton/ha/thn 0,50

  c. 1 ton/ha/thn 0,80

  7. Tanaman perkebunan

  a. penutup tanah rapat 0,10

  b. penutup tanah sedang 0,50

  

8. Strip cropping -kacang tanah sisa tanaman dijadikan mulsa 0,05

  

9. Jagung-kedelai, sisa tanaman dijadikan mulsa 0,087

  10. Jagung-mulsa jerami padi 0,008

  

11. Padi gogo-kedelai, mulsa jerami 4 ton/ha 0,193

  Sistem Informasi Geografis (SIG)

  Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem informasi yang mampu mengelolah atau mengelolah informasi yang terkait atau memiliki rujukan ruang atau tempat. Sistem Informasi Geografis adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi (Aronoff, 1989). Secara sederhana Sistem Informasi Geografis diartikan sebagai suatu sistem computer yang mampu menyimpan dan menggunakan data yang menggambarkan lokasi dipermukaan bumi. defenisi tersebut dengan tegas menyebutkan sistem computer sebagai bagian yang tak terpisahkan dari SIG, SIG tidak lepas dari komputer, baik hardware maupun

  

software nya. Dalam defenisi tersebut SIG tidak hanya sebagai sistem tetapi juga

sebagai teknologi.

  Terjadinya erosi, banjir, kekeringan, longsor, dan permasalahan lingkungan lainnya terjadi karena adanya kesalahan dalam pengelolaan lingkungan pada suatu wilayah. Oleh karena itu, perlu dilakukannya perencanaan dan pengelolaan yang baik. Pekerjaan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi berbasis spasial/lokasi yaitu Sistem Informasi Geografis (SIG). Penanganan erosi dapat dimulai dengan menentukan dan memetakan sebaran erosi pada suatu wilayah. Penentuan erosi dapat dilakukan dengan pendekatan pengukuran langsung dilapangan maupun dengan mengukur kerentanan atau potensi erosi dengan memperhatikan sejumlah variabel seperti kemiringan lereng, tutupan lahan, kondisi tanah, dan curah hujan. Untuk menentukan potensi erosi, variable-variabel tersebut diolah menggunakan SIG yaitu dengan menggunakan Software Arc.view GIS 3.3.

METODOLOGI PENELITIAN

  Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai November 2014.

  Penelitian ini dilakukan di DAS Deli dari bagian Hulu, Tengah, hingga Hilir DAS Deli, dan Analisis Tanah dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah dan di Laboratorium Central Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

  

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan

  Alat yang digunakan pada Penelitian ini adalah Tali rafiah, Parang, Spidol, Karet gelang, Stopwatch, Kalkulator, Corong, Scrub, Erlenmayer, Timbangan

  

electrick , Hydrometer, Backer glass, Oven, GPS (Global Positioning System),

ArcView GIS 3.3 , Current meter, Suspended sampler, Turbiditi meter, Corong,

  Bahan yang digunakan pada Penelitian ini adalah Plastik, Pipa paralon, Kertas whotman, Aqua, Label nama, Karet, dan Sampel tanah, Sampel air, Data CH (Curah Hujan) bulanan 10 tahun terakhir, Peta administrasi, Peta DAS Deli, Peta kelerengan, Peta morfologi, dan Peta solum tanah.

  Prosedur Penelitian

1. Pengumpulan Data

  

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder.

  a. Data primer diperoleh dengan melakukan pengambilan titik dan pengambilan sampel air dan sampel tanah dilapangan dengan metode

  purposive sampling yaitu disekitar bagian Hulu DAS Deli di SPAS Sayum

  Sabah, dibagian tengah DAS Deli di Pamah Deli Tua dan dibagian Hilir DAS Deli di Titi Papan.

  Untuk menentukan bagian hulu dari DAS Deli adalah didaerah tebing, berlereng, terjal, kemiringan lereng yang curam, dan biasanya didaerah pegunungan (dataran tinggi). Pada bagian tengah merupakan daerah transformasi sedimen dan pada bagian hilir merupakan daerah yang berlembah alluvial yang biasanya tempat terakhir sedimen menumpuk.

  Daerah hulu dan tengah DAS merupakan tempat terjadinya erosi tanah, sementara pada bagian hilir merupakan tempat untuk berlangsungnya sedimentasi (Pengendapan). Curah hujan yang tinggi, tanah yang porous, kemiringan lereng yang tinggi, vegtasi yang jarang dan aktivitas manusia yang intensif mempunyai peranan penting untuk berlangsungnya proses lambat dan selalu terjadi luapan air sungai membentuk genangan dan banjir akan menyebabkan terjadinya sedimentasi dibagian hilir DAS.

  b. Data sekunder diperoleh dari BPDAS Wampu Sei Ular Medan yaitu berupa Peta Administrasi, Peta DAS Deli, Peta Kelerengan, Peta Morfologi, Peta Tutupan Lahan, Peta Erodibilitas (K), Peta Jenis Tanah Utama, dan Peta Solum Tanah. Data CH (Curah Hujan) bulanan 10 tahun terakhir di lokasi Penelitian DAS Deli yang diperoleh dari BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Sampali Medan.

2. Pengambilan Sampel Tanah dan Sampel Air

  Pengambilan sampel ditentukan dengan melihat layout peta yang telah diprint dengan menentukan bagian Hulu, Tengah dan Hilir DAS Deli dan melakukan pengambilan sampel air sebanyak 3 botol sampel air yaitu sampel air pada bagian tepi kiri, tengah dan tepi kanan yang kemudian dikompositkan, dan pengambilan sampel tanah masing-masing di Pertanian, Pemukiman dan Perkebunan yaitu ditiga titik pada setiap bagiannya untuk tanah terganggu yang diambil pada 3 lubang dengan kedalaman 20 cm untuk pengambilan sampel tanahnya yang dikompositkan sebanyak 1 kg, dan satu titik untuk mengukur kedalaman efektif tanahnya. Pengambilan sampel tanah tidak terganggu dilakukan didua titik menggunakan pipa paralon yang berdiameter 4 cm dan tinggi 5 cm dan disetiap bagian dilakukan pengambilan titik koordinat menggunakan GPS.

  Pengambilan sampel tanah ini untuk memperoleh data-data struktur, tekstur, C-Organik dan Permeabilitas. Pada tanah terganggu untuk menentukan C-Organik dan Tekstur, sedangkan untuk tanah tidak terganggu untuk menentukan Struktur dan Permeabilitas.

  Pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan alat Suspended

  

sampler yaitu pengambilan sampel air dibagin tepi kiri, tengah dan tepi kanan

sungai sebanyak 3 botol aqua yang kemudian dikompositkan menjadi 1 botol.

  Pengukuran kecepatan air dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu manual dengan menggunakan aqua yang diikatkan pada tali rafiah dan diukur kecepatannya menggunakan stopwatch. Pengukuran kecepatan air menggunakan metode manual ini dilakukan pada bagian tepi kiri, tengah dan tepi kanan sungai.

  Sedangkan dengan menggunakan alat Pengukur Kecepatan Arus yaitu Current

  

meter yaitu mengukur kecepatan air pada bagian tepi kiri, tengah dan tepi kanan

sungai.

  Untuk mengukur kekeruhan air atau sedimentasi melayang pada air menggunakan dua metode yaitu dengan metode manual dan menggunakan alat.

  Menggunakan metode manual yaitu dengan melakukan pengujian analisis sampel air di Laboratorium Biologi Tanah. Sedangkan metode menggunakan Alat

  

turbiditi meter yaitu melakukan pengukuran yang langsung terbaca dialat yang

  kemudian dicatat nilainya. Pengukuran dilakukan pada bagian tepi kiri, tengah, dan tepi kanan sungai.

3. Pengujian Tanah

  Pengujian tanah dilakukan diLaboratorium Biologi Tanah dan di Laboratorium Central Pertanian dengan melakukan pengujian tanah. Pengujian tanah untuk tanah terganggu yang sampelnya sebanyak 1 kg dilakukan untuk mengukur C-Organik dan tekstur tanah yaitu tanah dikering udarakan dahulu selama 2 x 24 jam dan dihaluskan dan diayak menggunakan ayakan tanah 20 mesh sebelum dilakukan pengujian pada sampel tanah tersebut. Untuk tanah tidak terganggu yang berada diring sampel dilakukan untuk mengukur Struktur dan Permeabilitas.

4. Analisis Laju Erosi

  USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi erosi rata-rata jangka panjang dari erosi lembar atau alur dibawah keadaan tertentu.

  Metode ini juga bermanfaat untuk tanah tempat bangunan dan penggunaan non- pertanian, tetapi metode ini tidak dapat memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai. Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini menggunakan metode USLE atau PUKT (Persamaan umum Kehilangan Tanah) (Arsyad, 2010).

  

A = R.K.L.S.C.P

  Keterangan: A = Besarnya erosi yang diperkirakan (ton/ha/tahun).

  R = Faktor erosivitas hujan. K = Faktor erodibilitas tanah. L = Panjang lereng. S = Kemiringan lereng. C = Faktor pengolahan tanah dan tanaman penutup tanah. P = Faktor teknik konservasi tanah.

  Faktor Erosivitas Hujan (R)

  Indeks erosivitas hujan tahunan dapat diperoleh dengan menghitung hujan bulanan. Formula yang dipergunakan adalah Metode Lenvain (1989) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007) yaitu:

  Rm = 2.21 R 1.36 m Keterangan: Rm = Indeks erosivitas hujan,

  R = Curah hujan bulanan (cm).

  Data Curah hujan bulanan 10 Tahun terakhir yang didapat dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Medan diolah menggunakan rumus Leinvain untuk mendapatkan nilai R (mm/tahun) menggunakan bantuan

  Microsoft Exel Office Word .

  Faktor Erodibilitas Tanah (K)

  Faktor erodibilitas tanah atau faktor kepekaan erosi tanah dihitung dengan persamaan Wischmeier dan Smith (1978) : Keterangan : K = Faktor erodibilitas tanah.

  M = Ukuran partikel yaitu (% debu + % pasir sangat halus)(100-% liat). a = Bahan organik tanah (% C x 1,724). b = Kode struktur tanah (Tabel 1). c = Kode permeabilitas tanah (Tabel 2).

  Untuk menentukan nilai Erodibilitas Tanah (K) dibutuhkan nilai Strutur, Tekstur, Permeabilitas dan C-Organik Tanah dan diolah menggunakan Rumus Wischmeier dan Smith (1978) dengan bantuan Microsoft Exel Office Word.

  Faktor Kemiringan Lereng (LS)

  Faktor Kemiringan Lereng (LS) yang berada di DAS Deli dapat dilihat

  Tabel 11. Nilai Faktor Kemiringan Lereng (LS) No Kelas Besaran Jumlah Kontur Penilaian LS Tiap Cm

  1 Datar < 8 % < 2 0,40

  2 Landai 8 - 15 % 2 - 3 1,40

  3 Agak Curam 15 - 25 % 3 - 5 3,10

  4 Curam 25 – 40 % 5 - 8 6,80

  5 Sangat Curam > 40 % > 8 9,50 Sumber : Hamer (1980).

  Faktor Tanaman dan Tindakan Konservasi Tanah (CP)

  Faktor Tanaman dan Tindakan Konservasi Tanah (CP) diatas tersebut dapat dilihat berdasarkan Peta Tutupan Lahan DAS Deli yang telah diperoleh dari BPDAS Wampu Sei Ular, Medan berdasarkan nilai tutupan lahannya (Nilai C dan nilai P).

  Hasil dari faktor-faktor diatas tersebut dapat diolah menggunakan sistem SIG yaitu dengan menggunakan Software Arcview GIS 3.3 dengan cara memasukkan hasil analisisnya. Nilai pada Peta R, Peta K, Peta LS, dan Peta CP yang telah didapat kemudian diolah dengan cara memasukkan data-data nilai tersebut ke dalam atribut peta. Sedangkan peta-peta yang dibutuhkan adalah peta tataguna lahan yang mencakup Peta Administrasi DAS Deli, Peta Curah Hujan 10 Tahun Terakhir, Peta Kelerengan, Peta Morfologi, Peta Penutupan Lahan, Peta Erodibilitas (K), Peta Solum atau Peta Kedalaman Tanah (Peta Solum) dan Peta Jenis Tanah Utama digunakan dengan cara menumpang tindihkan (overlay peta) dengan menggunakan Geoprocessing wizard dengan mengunakan union two

  theme dan menggabungkan masing-masing peta tataguna lahan tersebut yang

  kemudian digabungkan menggunakan union two themes dengan menggunakan

  Software Arcview GIS

  3.3. Peta satuan lahan yang dihasilkan dapat digunakan sedimentasi. Setelah dilakukannya overlay pada keseluruhan Peta R, K, LS, dan CP dan mendapatkan output peta A. Kemudian hasil A tersebut dibandingkan dengan Nilai TSL (Tolerable Soil Loss) yang kemudian hasil dari output tersebut diklasifikasikan kedalam kelas Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dan dapat dilihat pada tabel dibawah ini berdasarkan kedalaman tanah (solum) :

  Tabel 12. Matriks Klasifikasi Erosi Tanah dan Kedalaman Tanah Kedalaman Tanah Kelas Erosi Tanah (Ton/Ha/Tahun) (cm)

  I II

  III

  IV V (<15) (15-60) (60-180) (180-480) (> 480) Dalam Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi (> 90) Rendah

  I II

  III

  IV (4) Sedang Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi (60-90)

  I II

  III

  IV IV (3) Dangkal Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi (30-60)

II III

  IV (2) Sangat

Dangkal Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi

(< 30)

  III

IV IV

  IV IV (1) Sumber : Rahmawaty, dkk, (2011).

  Hasil output dalam penelitian ini adalah peta besarnya Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di DAS Deli dengan satuan ton/ha/tahun. Nilai TBE yang didapat kemudian digunakan untuk menentukan kelas dan kriteria erosi pada DAS Deli pada (Tabel 5.).

4. Analisis Sedimen

  Parameter – parameter yang diukur untuk keperluan dalam analisis ini, yaitu konsentrasi sedimen melayang/concentration of suspended sediment Cs

  3

  (mg/l), debit limpasan air sungai/discharge Q (m /detik) dan debit sedimen melayang/discharge of suspended sediment Qs (gr/detik). Beberapa tahapan untuk menentukan nilai – nilai Q, Cs, dan Qs menggunakan rumusan sebagai berikut:

  Q = A x V Keterangan : Q = Debit aliran 2 A = Luas penampang basah (m ) V = Kecepatan arus sungai (m/detik)

  Analisis Beban Endapan Layang (BEL) dilakukan dengan cara penentuan konsentrasi yang dihitung dengan memakai persamaan sebagai berikut (Chow, 1964):

  Cs = G2 - G1

   V Keterangan : Cs = Konsentrasi sedimen (mg/liter).

  G2 = Berat sedimen dan kertas filter dalam kondisi kering (mg). G1 = Berat kertas filter (mg). V = Volume contoh sedimen (liter).