SPP 2013_5&6 Recent site activity teeffendi

Model dan Tipe dalam
Sistem Peradilan Pidana

Menurut Herbert L. Packer
Sistem peradilan pidana mengenal beberapa
model untuk menjalankan proses peradilan dalam
mencapai tujuan sistem peradilan pidana.
Packer menegaskan, bahwa akan ada lebih dari
satu model normative, tetapi tidak akan lebih
dari dua model saja.
Kedua model tersebut adalah the due process
model dan the crime control model.
(Lihat Sidik Sunaryo, 2004: 256)

The Due Process Model
Ciri-ciri dari model ini adalah:
1. Setiap perkara akan diajukan ke persidangan;
2. Bertitik tolak pada nilai anti kekuasaan dengan
berpegang pada prinsip equality before the
law;
3. Lebih mengutamakan sanksi pidana

(Lihat Anthon F. Susanto, 2004: 3)

Crime Control Model
Ciri-ciri crime control model:
1. Tindakan represif terhadap suatu tindakan
kriminal merupakan fungsi terpenting dari
suatu proses peradilan;
2. Asas praduga bersalah atau presumption of
guilty akan menyebabkan sistem ini
dilaksanakan secara efisien.

(Lihat Anthon F. Susanto, 2004: 3)

Menurut Samuel Walker
Pembagian model-model sistem peradilan
pidana menurut Packer tersebut adalah
pembagian klasik dalam sistem peradilan
dan merupakan hasil konflik dari pemikiran
antara punishment atau rehabilitation.
(Lihat Romli Atmasasmita, 2010: 12)


Menurut John Griffith
John Griffith memperkenalkan model lain dalam
sistem peradilan pidana, yaitu familiy model.
Model ini merupakan reaksi terhadap adversary
model, yang dipandang tidak menguntungkan. Model
kekeluargaan menempatkan pelaku tindak pidana
tidak sebagai musuh masyarakat, melainkan
dipandang sebagai anggota keluarga yang harus
dimarahi guna mengendalikan kontrol pribadinya,
tetapi tidak boleh ditolak atau diasingkan, semua
dilandasi dengan semangat cinta kasih.
(Lihat Muladi, 2002: 182)

Adversary dan Non Adversary
Model
Di Eropa, terutama negara-negara yang menganut
Common Law System, sistem peradilan pidana mengenal
dua model, yaitu The Adversary Model dan The Non
Adversary Model.

Sistem Adversary Model memiliki prinsip, bahwa prosedur
peradilan pidana harus merupakan suatu sengketa antara
kedua pihak dan dalam kedudukan yang sama di muka
pengadilan. Sedangkan sistem Non Adversary Model
memiliki prinsip, proses pemeriksaan harus bersifat lebih
formal dan berkesinambungan dan dilaksanakan atas
dasar praduga bersalah (presumption of guilt)
(Lihat Hendrastanto Yudowidagdo, 1987: 40)

Komponen dalam
Sistem Peradilan Pidana

Komponen = Subsistem
Komponen dapat disebut juga dengan subsistem
dalam kaitannya dengan sistem peradilan pidana.
Di dalam sistem peradilan pidana terdapat
subsistem-subsistem yang menjadi satu kesatuan
dan berkaitan satu dengan yang lain, dimana
subsistem tersebut disebut juga dengan
komponen.


Criminal Justice System ≠
Criminal Justice Process
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa
sistem peradilan pidana tidak sama dengan proses
peradilan pidana, hal ini yang membedakan
diantara keduanya.
Sistem peradilan pidana tidak mempelajari
tentang proses peradilan pidana melainkan
membahas tentang hubungan antar komponen
dalam menjalankan proses peradilan pidana
tersebut.

Komponen dalam arti Lembaga
Komponen dalam arti lembaga dalam sistem
peradilan pidana antara lain:
1. Kepolisian;
2. Kejaksaan;
3. Pengadilan;
4. Lembaga Pemasyarakatan;

5. Advokat

Komponen dalam arti Proses
Sebelum mempelajari hubungan antar komponen dalam
sistem peradilan pidana, ada baiknya disampaikan
terlebih dahulu, bagaimanakah proses dalam sistem
peradilan pidana.
Komponen dalam arti proses dalam sistem peradilan
pidana tentunya sangat berkaitan dengan komponen
dalam arti lembaga. Hal ini menjadi wajar karena proses
dalam sistem peradilan pidana mewakili masing-masing
lembaga. Oleh karena itu, sebelum mempelajari
hubungan antar komponen dalam arti lembaga harus
mengetahui terlebih dahulu komponen dalam arti proses
sistem peradilan pidana.

Daftar Bacaan
1. Anthon F. Susanto, Wajah Peradilan Kita: Konstruksi
Sosial tentang Penyimpangan, Mekanisme Kontrol dan
Akuntabilitas Peradilan Pidana, 2004

2. Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan
Pidana, 2002
3. Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana
Kontemporer, 2010
4. Sidik Sunaryo, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana,
2004
5. Hendrastanto Yudowidagdo, et al, 1987