Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

(1)

ANALISIS STUDI KOMPARATIF TENTANG PENERAPAN

TRADITIONAL COSTING CONCEPT DENGAN

ACTIVITY BASED COSTING

(Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih)

SKRIPSI

Oleh:

Putri Trisyana Septiningtyas

NIM: 106082002547

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ANALISIS STUDI KOMPARATIF TENTANG PENERAPAN TRADITIONAL COSTING CONCEPT DENGAN

ACTIVITY BASED COSTING (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh

Putri Trisyana Septiningtyas 106082002547

Di bawah bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Amilin,SE.,M.Si.,Ak Yessi Fitri,SE.,Ak.,M.Si NIP. 19730615 200501 1 009 NIP. 19760924 200604 2 002

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

Hari ini Selasa Tanggal Dua Puluh Lima bulan Mei Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Putri Trisyana Septiningtyas NIM 106082002547 dengan judul skripsi “Analisis Studi Komparatif Tentang Penerapan Traditional Costing Concept dengan Activity Based Costing (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih)”. Dengan memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untu memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 25 Mei 2010

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Rini,SE.,Ak.,M.si Zuwesty Eka Putri

Penguji I Penguji III

Prof.Dr.Azam Yassin.,MBA Penguji I


(4)

Hari ini, Senin Tanggal 6 September Tahun 2010 telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Putri Trisyana Septiningtyas, NIM: 106082002547 dengan judul skripsi “Analisis Studi Komparatif Tentang Penerapan Traditional Costing Concept dengan Activity Based Costing (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih)”. Dengan memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untu memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 6 September 2010

Tim Penguji Ujian Skripsi

Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si Yessi Fitri. SE., Ak., M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Azam Jassin, MBA Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si Penguji Ahli Penguji Ahli II


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama : Putri Trisyana Septiningtyas Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 19 September 1988

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Jati Raya Utara No. 52 B RT. 05/06 Komplek TNI-AL Pondok Labu Jakarta Selatan 12450

Telepon : 021-7548859 / 08567215561

II. Pendidikan

1. 1994-2000 : SDN 07 Pagi Pondok Labu 2. 2000-2003 : SMPN 85 Jakarta

3. 2003-2006 : SMAN 66 Jakarta 4. 2006-2010 : Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta

II. Latar Belakang Keluarga

Ayah : Sutrisno

Ibu : Puji Yuliati

Adik : M. Riskian Pradityo

Alamat : Jl. Jati Raya Utara No. 52 B RT. 05/06 Komplek TNI-AL Pondok Labu Jakarta Selatan 12450


(6)

COMPARATIVE STUDY ANALYSIS IN DETERMINING THE HOSPITAL ROOM RATES BY TRADITIONAL COSTING METHOD AND

ACTIVITY BASED COSTING (Case Study In Prikasih Hospital Jakarta)

By: Putri Trisyana Septiningtyas

Abstract

This research compared the traditional method of cost calculation with activity based costing (ABC) in determining the inpatient room rate at Prikasih Hospital. This research uses descriptive analytical method. Data obtained by analyzing documents, participant observation, interviews with chief accounting company then compared with the existing literature.

Implementation of activity based costing (ABC) provides an excellent effect in improving efficiency and resource activities. Calculation of costs with ABC is able to produce cheaper and more accurate when compared with traditional approaches. In the end Prikasih Hospital is able to provide affordable rates for patients.


(7)

ANALISIS STUDI KOMPARATIF DALAM MENENTUKAN TARIF KAMAR RAWAT INAP RUMAH SAKIT MELALUI TRADITIONAL

COSTING METHOD DAN ACTIVITY BASED COSTING (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih Jakarta)

Oleh: Putri Trisyana Septiningtyas Abstrak

Penelitian ini membandingkan perhitungan biaya metode tradisional dengan perhitungan biaya berdasar aktivitas (ABC) dalam menentukan tarif kamar rawat inap pada Rumah Sakit Prikasih. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Data diperoleh dengan menganalisa dokumen, observasi partisipan, serta wawancara dengan kepala akuntansi perusahaan kemudian dibandingkan dengan literature yang ada.

Penerapan metode biaya berdasar aktivitas (ABC) memberikan dampak yang sangat baik dalam meningkatkan efisiensi dan aktivitas sumber daya. Perhitungan biaya dengan ABC mampu menghasilkan biaya yang lebih murah dan lebih akurat bila dibandingkan dengan pendekatan tradisional. Pada akhirnya Rumah Sakit Prikasih mampu menyediakan tarif yang terjangkau bagi pasien. Kata Kunci: Akuntansi biaya, perhitungan biaya metode tradisional, perhitungan


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dengan judul “Analisis Studi Komparatif Dalam Menentukan Tarif Kamar rawat Inap Rumah Sakit Melalui Metode Traditional Costing dan Activity Based Costing (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih Jakarta ) ini ditulis sebagai salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini mulai dari pengajuan proposal, pengumpulan data, perhitungan data, hingga persetujuan akhir, penulis tidak dapat berbuat banyak tanpa adanya bantuan, dorongan serta dukungan yang baik berupa materiil dan spiritual dari orang-orang yang berada di sekeliling penulis. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua, tiada kata yang pantas dan sepadan untuk mengucapkan terima kasih atas kasih sayang, doa, pengorbanan, kesabaran, perhatian, serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis sangat ingin membahagiakan kalian dan membuat kalian selalu tersenyum. Terima kasih untuk Ibu dan Bapak.

2. Adik-adikku, Mochammad Riskian Pradityo, Khansa Dya Ghassani, Dya’Gung Tirafi, Gading Unggul Hadikasoem, Feliannisa Fertriandari, dan M. Bintang Ferio yang selalu mendoakan dan memberi semangat kepada penulis.

3. Kepada keluargaku, Agus Miyanto beserta istri Sri Sukendyah, Tri Waluyo beserta istri Feri Itoenk, Mochammad Soleh, SH beserta istri Retno Widiastuti, Heri Teguh Santoso, M.Si beserta istri Yekti Rahayu, S.Sos, serta Nenek dan Kakek terima kasih yang tak terhingga atas dukungannya baik moril maupun materi.

4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

5. Bapak Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si selaku Dosen Pembimbing I terima kasih atas arahan, saran, dan motivasi dalam pembuatan skripsi ini serta telah meluangkan waktu dan kesabarannya untuk membimbing penulis.

6. Ibu Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi dan Dosen Pembimbing II terima kasih atas arahan, saran, dan motivasi dalam pembuatan skripsi ini serta telah meluangkan waktu dan kesabarannya untuk membimbing penulis.

7. Bapak Afif sulfa, SE., Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

9. Bapak Arie Sudirman selaku Kepala Akuntansi Rumah sakit Prikasih terima kasih atas waktu, arahan, dan kesediaannya dalam memberi segala informasi yang dibutuhkan terkait dengan skripsi ini.

10. Sahabatku, Rosliana Mustika Dewi dan Novitasari terima kasih atas perhatian, bantuan, serta motivasi kalian. Kalian adalah sahabat terbaikku sekarang dan selamanya.

11. Teman terbaikku, Eka Putri Pertiwi, Dila Fadhilatun Nisa, Rosliana Mustika Dewi dan Novitasari yang tergabung dalam Belle Community. Terima kasih atas doa dan semangat teman-teman. Sukses terus untuk Kita.

12. Seluruh teman-teman Akuntansi A Angkatan 2006 dan teman-teman Akuntansi Manajemen E Angkatan 2006 terima kasih atas kerjasamanya. 13. Dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima

ksaih atas segala bantuan dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Di penghujung kata pengantar ini, penulis meminta kontribusi posistif atas masukan konstruktif dari berbagai kekurangan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua yang terkait.

Penulis Putri Trisyana Septiningtyas


(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ……… i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ………. ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ……….. iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………... iv

ABSTRACT ……….. v

ABSTRAK ………vi

KATA PENGANTAR ……….vii

DAFTAR ISI ……… ix

DAFTAR TABEL ………... xi

DAFTAR GAMBAR ………..xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………..xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ………..………...1

B. Perumusan Masalah ………..………....9

C. Tujuan Penelitian ……….….………10

D. Manfaat Penelitian ……….………..…...11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Akuntansi Biaya ………..12

1. Klasifikasi Umum Biaya ……….…14

2. Jenis-Jenis Metode Dalam Akuntansi Biaya ………...20

B. Pengertian Traditional Costing Method ………23

C. Kelebihan dan Kelemahan Traditional Costing Method …29

D. Pengertian Activity Based Costing ………32

E. Kelebihan dan Kelemahan Activity Based Costing ……...43

F. Perbedaan Traditional Costing Method dengan Activity Based Costing ………..49

G. Prosedur Pembebanan Biaya Dua Tahap ...51

H. Kerangka Pemikiran ………...…..53


(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian ………...58

B. Metode Pengumpulan Data ………...…..58

C. Metode Analisis Data ………..59

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Pengukurannya60 1. Activity Based costing ………...…60

2. Traditional Costing Method ………...61

BAB IV PEMBAHASAN A. Company Profile Rumah Sakit Prikasih ………62

B. Perhitungan Konsep Biaya Tradisional Menurut Rumah Sakit………69

1. Ruang Rawat Inap Flamboyan ……….…………75

2. Ruang Rawat Inap Mawar ………79

3. Ruang Rawat Inap Teratai ………82

4. Ruang Rawat Inap Melati ………86

C. Penerapan Activity Based Costing ……….…91

1. Mengidentifikasi, Mendefinisikan Aktivitas dan Pul Aktivitas ………... 91

2. Menelusuri Biaya Overhead Secara Langsung Ke Aktivitas dan Objek Biaya ………..92

3. Membebankan Biaya Ke Pul Biaya Aktivitas ………93

4. Menghitung Tarif Aktivitas ……….101

5. Membebankan biaya Ke Objek Biaya dengan Menggunakan Tarif Aktivitas ……….105

6. Menyiapkan Laporan Manajemen ………108

D. Perbandingan Tarif Kamar Rawat Inap Antara Pendekatan Saat Ini (Traditional Costing Method), dan Activity Based Costing ……….………110

E. Pembahasan ……….111

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……….………113

B. Implikasi ……….………114

C. Saran ………..………114

DAFTAR PUSTAKA ………..…….116 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Fenomena yang Menggambarkan Tentang Beberapa Perusahaan yang Menerapkan Sistem

Activity Based Costing ………... 4 2.1 Perbedaan antara Perhitungan Biaya Berdasarkan

Pesanan dan Perhitungan Biaya Berdasarkan Proses ... 26 2.2 Penelitian Terdahulu ……… 55 4.1 Gaji dan Tunjangan yang Diterima Tiap Orang Perawat

Kamar Flamboyan Per Jam Kerja ……… 76 4.2 Jam Kerja (Shift) Perawat Kamar Flamboyan ……….. 76 4.3 Gaji dan Tunjangan yang Diterima Tiap Orang Perawat

Kamar Mawar Per Jam Kerja ……… 79 4.4 Jam Kerja (Shift) Perawat Kamar Mawar ……… 80 4.5 Gaji dan Tunjangan yang Diterima Tiap Orang Perawat

Kamar Teratai Per Jam Kerja ……….. 83 4.6 Jam Kerja (Shift) Perawat Kamar Teratai ………….... 83 4.7 Gaji dan Tunjangan yang Diterima Tiap Orang Perawat

Kamar Melati Per Jam Kerja ……… 86 4.8 Jam Kerja (Shift) Perawat Kamar Melati …………. 87 4.9 Biaya Overhead Per Ruang Perawatan ……… 89 4.10 Keputusan tariff Kamar Rawat Inap untuk Tahun 2010 90 4.11 Pul Biaya Aktivitas Kamar Rawat Inap ……….. 92 4.12 Biaya Overhead Per Ruang Perawatan ……… 93 4.13 Hasil Wawancara Distribusi Aktivitas Konsumsi Sumber

Daya Lintas Pul Biaya Aktivitas-Flamboyan ………… 94 4.14 Alokasi Tahap Pertama (First Stage Allocation) Ke Pul


(13)

4.15 Hasil Wawancara Distribusi Aktivitas Konsumsi Sumber Daya Lintas Pul Biaya Aktivitas-Mawar ……….. 96 4.16 Alokasi Tahap Pertama (First Stage Allocation) Ke Pul

Biaya Aktivitas-Mawar ……….. 97 4.17 Hasil Wawancara Distribusi Aktivitas Konsumsi Sumber

Daya Lintas Pul Biaya Aktivitas-Teratai …………... 98 4.18 Alokasi Tahap Pertama (First Stage Allocation) Ke Pul

Biaya Aktivitas-Teratai ……….. 99 4.19 Hasil Wawancara Distribusi Aktivitas Konsumsi Sumber

Daya Lintas Pul Biaya Aktivitas-Melati ………. 100 4.20 Alokasi Tahap Pertama (First Stage Allocation) Ke Pul

Biaya Aktivitas-Melati ……… 101 4.21 Data yang Berkaitan dengan Kamar Flamboyan ……. 102 4.22 Data yang Berkaitan dengan Kamar Mawar ………… 102 4.23 Data yang Berkaitan dengan Kamar Teratai ………… 102 4.24 Data yang Berkaitan dengan Kamar Melati ………… 103 4.25 Perhitungan Tarif Aktivitas – Flamboyan …………. 103 4.26 Perhitungan Tarif Aktivitas – Mawar ……… 104 4.27 Perhitungan Tarif Aktivitas – Teratai ……… 104 4.28 Perhitungan Tarif Aktivitas – Melati ……… 104 4.29 Perhitungan Biaya Overhead – Flamboyan ………... 105 4.30 Perhitungan Biaya Overhead – Mawar ………. 106 4.31 Perhitungan Biaya Overhead – Teratai ……… 107 4.32 Perhitungan Biaya Overhead – Melati ………. 108 4.33 Perhitungan Tarif Kamar Rawat Inap Menggunakan

Activity Based Costing ………. 108 4.34 Direct Cost, Direct Labor, dan Overhead Per Hari Per

Ruang Perawatan dengan Traditional Costing Method 109 4.35 Perbandingan Tarif Kamar Rawat Inap Antara

Pendekatan Saat Ini, (Traditional Costing Method),


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan Halaman

2.1 Ringkasan Terminologi Biaya ... 17

2.2 The Volume-Based Two-Stage Procedure ... 52

2.3 The Activity-Based Two-Stage Procedure ... 53


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Keterangan Halaman

1 Laporan Laba Rugi Tahun 2009-Flamboyan …….. 122 2 Laporan Laba Rugi Tahun 2009-Mawar ………… 123 3 Laporan Laba Rugi Tahun 2009-Teratai ………… 124 4 Laporan Laba Rugi Tahun 2009-Melati …………. 125 5 Daftar Tarif Kamar Rawat Inap RS. Prikasih ……. 126 6 Fasilitas Kamar Rawat Inap RS. Prikasih ……….. 129 7 Biaya Overhead Per Ruang Perawatan …………. 130 8 Data Karyawan Per 31 Desember ……….. 131 9 Direct Cost, Direct labor, Overhead Per Hari

Per Ruang Perawatan ………. 132 10 Berita Acara Wawancara ……… 133 11 Laporan Sensus Rawat Inap RS. Prikasih ……….. 135


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Regionalisasi ekonomi di Asia Tenggara dan kemunculan Asia Free

Trade Area (AFTA) sejak tahun 1980-an, telah terjadi serangkaian perubahan

fundamental di dunia, antara lain:

1. Munculnya lingkungan ekonomi dunia yang kompetitif dan terjadinya perubahan cepat menuju ekonomi berorientasi pasar khususnya di Eropa eks-sosialis dan juga di Asia yang ditandai dengan adanya reformasi ekonomi melalui privatisasi, deregulasi dan liberalisasi.

2. Terjadinya revolusi teknologi informasi yang memungkinkan peningkatan secara luar biasa transaksi perdagangan dan saling ketergantungan antar negara di dunia.

3. Meningkatnya regionalisasi yang ditandai dengan munculnya pengaturan perdagangan dan investasi dalam lingkup regional di berbagai belahan dunia.

Berbagai kecenderungan tersebut kemudian mendorong para pemimpin negara Asia, khususnya negara-negara anggota ASEAN, untuk mendirikan suatu organisasi ekonomi regional di Asia Tenggara. Setelah melalui serangkaian negosiasi dan perdebatan yang panjang, pada Millenium Summit ke-4 ASEAN di Singapura tahun 1992, ASEAN yang saat itu masih beranggotakan 6 negara (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura,


(17)

dan Thailand) sepakat membentuk kawasan perdagangan bebas ASEAN (AFTA) dalam rentang waktu 15 tahun dimulai sejak 1 Januari 1993 dan dengan adanya kawasan perdagangan bebas tersebut maka seluruh negara anggota ASEAN akan mengurangi hambatan arus perdagangan dan investasi antar mereka secara bertahap hingga tahun 2008 yang diletakkan dalam skema

Common Effective Preferential Tariff (CEPT). Inti dari CEPT dalam

persetujuan AFTA adalah pengurangan berbagai tarif impor dan penghapusan hambatan non-tarif atas perdagangan dalam lingkup ASEAN. Hal ini membawa implikasi bagi Indonesia berupa perubahan harga relatif produk-produk Indonesia yang diekspor ke negara-negara ASEAN di samping akan menjadi insentif bagi masuknya investasi asing yang selama ini menjadi salah satu pilar untuk memutar roda perekonomian nasional. Oleh karena itu, dalam hal ini profil perdagangan dan investasi Indonesia, dengan perbandingan profil negara-negara anggota lainnya, sangat penting diketahui guna melihat sejauh mana AFTA akan membawa dampak positif bagi Indonesia. Pertama dan yang paling penting dalam sistem ekonomi pasar adalah perdagangan (Dodik Ariyanto, 2010:3).

Sebagai konsekuensi logis sistem perdagangan bebas, Indonesia sudah barang tentu akan dihadapkan pada negara-negara partner ekonomi di dalam organisasi AFTA yang menjanjikan berbagai peluang keuntungan. Namun pada saat yang sama, Indonesia juga akan mempunyai pesaing-pesaing baru karena prinsip perdagangan bebas (yang menjadi landasan AFTA) akan mendorong tiap-tiap anggota untuk memperbesar keunggulan komparatif


(18)

masing-masing, di mana pada akhirnya hanya negara yang punya keunggulan komparatif terbesarlah yang cenderung meraih keuntungan optimal.

Keadaan persaingan global dewasa ini pada akhirnya menuntut para pengusaha agar lebih efisien dan efektif dalam kegiatan operasionalnya sehari-hari, di mana pasar menginginkan produk (barang atau jasa) dengan harga yang murah dan berkualitas baik. Tinggi atau rendahnya harga suatu produk tentu akan berpengaruh terhadap posisi produk di pasar. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk menentukan harga suatu produk dapat diperoleh dari informasi keuangan atau produksi yang baik (tidak terdistorsi). Dalam menentukan biaya ada beberapa metode yang digunakan antara lain sistem tradisional dan sistem Activity Based Costing (ABC). Sistem tradisional

memfokuskan pengendaliannya terhadap biaya dengan cara menghubungkan biaya dengan manajer yang mempunyai wewenang atas terjadinya biaya. Pada kenyataanya sekarang ini banyak biaya overhead pabrik yang tidak berhubungan dengan volume produk yang diproduksi akibatnya sistem akuntansi biaya tradisional dapat menghasilkan perhitungan biaya yang terdistorsi. Memakai cara pendekatan sistem biaya tradisional, harga pokok produksi suatu produk dapat menjadi lebih tinggi atau terlalu rendah karena semua biaya yang terjadi dialokasikan berdasarkan volume. Informasi harga pokok tersebut dapat menyesatkan manajemen dalam menentukan harga jual yang dapat diterima pasar dengan baik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka terdapat suatu pendekatan yang mengatasi


(19)

kekurangan-kekurangan dari sistem biaya tradisional yaitu sistem biaya berdasarkan aktivitas. Activity Based Costing (ABC) mengalokasikan seluruh biaya yang

terjadi dalam proses produksi berdasarkan aktivitas sehingga informasi tersebut dapat lebih tepat dalam penentuan harga jualnya. Sistem ABC dapat menyediakan informasi perhitungan biaya yang lebih baik dan dapat membantu manajemen mengelola perusahaan secara efisien serta memperoleh pemahaman yang lebih baik atas keunggulan kompetitif, kekuatan, dan kelemahan perusahaan (Blocher, 2006:225-226). Dalam lingkungan yang memiliki keanekaragaman produk, sistem ABC menjanjikan keakuratan yang lebih baik, dan keputusan dibuat berdasarkan fakta yang benar (Hansen Mowen, 2006:153).

Tabel 1.1 di bawah ini adalah fenomena yang menggambarkan tentang beberapa perusahaan yang menerapkan sistem activity based costing.

Tabel 1.1

Fenomena yang Menggambarkan Tentang Beberapa Perusahaan yang Menerapkan Sistem Activity Based Costing

Nama Perusahaan

Penerapan Activity Based

Costing (ABC) Sumber Euclid

Engineering

• Sebagai hasil dari

penelitian ABC, manajer Euclid menemukan bahwa perusahaan membelanjakan lebih banyak uang untuk memperkenalkan produk baru dibanding untuk beban tenaga kerja langsung dalam memproduksi barang

Robert.S Kaplan dan Robin Cooper,Cost and Effect:Using Integrated Cost Systems to Drive Profitability and Performance

(Boston:Harvard Business School Press,1998),hal.219-222.


(20)

Tabel 1.1 (Lanjutan) Nama

Perusahaan

Penerapan Activity Based

Costing (ABC) Sumber • Penelitian ABC juga

membantu Euclid dalam hubungannya dengan pelanggan. Perincian biaya dari biaya untuk

merancang dan merekayasa aktivitas membantu pelanggan dalam menentukan pilihan. Diamond Transportation Group,Inc. Lokasi: Philadelphia

• Analisis ABC tentang overhead perusahaan mengindikasikan bahwa terjadi distorsi biaya. Biaya rata-rata dari pengiriman sepeda lebih kecil 4.64% dari yang seharusnya. • Setelah menggunakan

ABC dalam analisis biaya, kini perusahaan mampu menciptakan solusi-solusi inovatif sesuai dengan tujuan pelanggan da lebih menghasilkan laba, dengan praktik bisnis yang lebih baik di tiap harinya.

Susan Greco,”Are We Making Money Yet?

INC.Juli 1996,hal.52-61, dan Cheryl A.Hodolitz,Diamond Transportastion Group,private communication. Hospice Of Central Kentucky (HCK)

• Manajemen melakukan negosiasi untuk rencana kenaikan pembayaran dan menggunakan sistem ABC untuk mendapatkan

informasi yang lebih baik tentang biayanya.

• Sistem ABC kemudian digunakan untuk

memperkirakan biaya rata -rata per hari rawat inap pasien dalam tingkatan penyakit yang berbeda.

Sidney J.Baxendale dan Victoria Dornbusch,”Activity Based Costing For A

Hospice,”Strategic

Finance,Maret 2000,hal 65-70.


(21)

Activity Based Costing (ABC) digunakan baik itu untuk industri jasa

maupun industri manufaktur. Industri yang akan diteliti pada penelitian ini adalah rumah sakit. Perlu kita ketahui bahwa rumah sakit sebagai organisasi yang berhubungan langsung dengan masyarakat memerlukan sebuah sistem yang tepat dan akurat dalam menetapkan biaya pengobatan bagi masyarakat yang sedang terganggu kesehatannya.

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi seluruh manusia, karena kesehatan inti dalam kehidupan. Kesehatan harus mendapatkan perhatian yang serius karena kesehatan itu mahal harganya. Jika kesehatan menjadi masalah bagi masyarakat itu akan menurun dan akan berdampak pada produktivitasnya. Oleh karena itu, kesehatan harus dijaga agar segala aktivitas dalam kehidupan dapat diselesaikan sebaik-baiknya. Dalam pertumbuhan kehidupan masyarakat yang terus berkembang telah meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya kesehatan. Hal ini ditambah dengan makin beragamnya jenis penyakit yang muncul di masyarakat.

Penelitian mengenai peranan dan kendala penerapan activity based

costing (ABC) dalam industri jasa pernah dilakukan oleh Aristanti

Widyaningsih (2009). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ABC mampu menciptakan keanekaragaman dari konsumsi sumber daya dan menunjukkan bahwa sistem ABC sangat berguna untuk diterapkan pada perusahaan jasa. Penelitian mengenai penerapan ABC dilakukan oleh Charoline Cheisviyanny (2007). Hasil penelitian menunjukkan ABC juga dapat digunakan untuk menganalisa profitabilitas pelanggan. Berikutnya penelitian yang dilakukan


(22)

oleh Nunik L (2007), meneliti ABC sebagai metode untuk mengatasi kekurangan sistem biaya tradisional. Hasilnya menunjukkan bahwa ABC membantu sistem biaya tradisional dalam menentukan biaya overhead agar lebih tepat dan akurat. Analisis penerapan ABC dalam produksi program acara televisi pernah dilakukan oleh Silky Ionian (2008) dan hasilnya menunjukan bahwa metode biaya berdasarkan aktivitas memberikan dampak yang sangat baik dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi penggunaan sumber daya internal dalam kaitannya dengan proses produksi.

Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada:

1. Penambahan variabel

Pada penelitian ini peneliti menambahkan traditional costing method

dalam perhitungan biaya. 2. Perbedaan industri yang diteliti

Jenis industri yang dipilih dalam penelitian ini adalah industri jasa, yaitu Rumah Sakit Prikasih yang berada di Jalan Fatmawati No.74 Jakarta Selatan, dikarenakan tempatnya yang strategis dekat dengan pusat aktivitas di antaranya yaitu Pasar Pondok Labu, Sekolah SMPN 85 dan SMAN 34 Jakarta serta dekat dengan Perumahan Komplek Angkatan Laut. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Prikasih di antaranya seperti kegiatan rawat jalan, pelayanan rawat inap, rawat gawat darurat,


(23)

poliklinik spesialis, kamar bedah dan kamar operasi, ICU, laboratorium, radiologi, instalansi, farmasi, fisioterapi yang mencakup pelayanan penunjang medik.

Industri jasa dan industri manufaktur sebagai sebuah organisasi tentu saja dituntut untuk mengotimalkan sumber daya dan dana yang dimiliki dengan lebih efisien dan efektif. Rumah sakit sebagai organisasi pelayanan kesehatan tentu saja dituntut dapat memberikan pelayanan yang terbaik yang harus mengedepankan fungsi sosialnya untuk menjalankan kegiatannya untuk menjamin kelangsungan hidup. Pada tarif pelayanan kesehatan yang dibebankan oleh setiap rumah sakit kepada konsumen berbeda satu sama lainnya. Berbicara tentang masalah kualitas, maka hal ini berkaitan langsung dengan biaya yang dibutuhkan serta harga atau tarif yang ditetapkan untuk produk dan jasa tersebut. Biasanya suatu produk atau jasa yang berkualitas sangatlah mahal harganya. Biaya rumah sakit bagi masyarakat sangat mahal, seperti biaya resep obat-obatan yang harus mereka beli di apotek yang harganya juga tidak murah karena produsen obat masih mengimpor bahan baku obat dari luar negeri. Banyak dari masyarakat ketika sakit harus menjalani rawat inap di rumah sakit merasa sangat berat beban mereka karena biaya yang dikeluarkan cukup besar. Bagi masyarakat kelas menengah ke bawah hanya dapat menikmati ruang rawat inap kelas II atau kelas III dengan pelayanan yang minim dan harus membuang jauh-jauh harapan mereka untuk bisa dirawat di kelas VIP. Hal ini mungkin dikarenakan penetapan harga kamar di beberapa rumah sakit masih menerapkan sistem tradisional yang


(24)

mengakibatkan penentuan biaya masih cukup besar. Sama halnya dengan industri manufaktur yang memproduksi barang kemudian menjualnya kepada konsumen, perusahaan dituntut untuk meningkatkan produktivitas dan menghasilkan produk yang lebih fungsional, dan meningkatkan efisiensi. Menurut Lilis Yulifah (2004:43), harga jual suatu produk sering sudah terbentuk di pasar, akan tetapi dalam penerapannya tetap harus memperhatikan biaya produk tersebut. Hal ini karena perusahaan harus mengetahui apakah harga yang Ia tetapkan memberi keuntungan atau tidak. Biaya produk ini merupakan informasi internal yang dihasilkan oleh suatu sistem akuntansi yaitu akuntansi biaya.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian studi komparatif di Rs. Prikasih yang berlokasi di Jl. Fatmawati No. 74 Jakarta Selatan dalam penentuan tarif kamar rawat inap dengan Judul “Analisis Studi Komparatif Dalam Menentukan Tarif Kamar Rawat Inap Rumah Sakit Melalui Traditional Costing Method Dan Activity Based Costing (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih Jakarta)”.

B. Perumusan Masalah

Mengingat keterbatasan pengetahuan dan data yang diperoleh serta terlalu luasnya pembahasan, maka dalam penelitian ini hanya membahas tentang analisis penentuan tarif kamar rawat inap rumah sakit melalui


(25)

belakang masalah yang peneliti uraikan di atas, maka pokok masalah yang ada dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana perhitungan biaya metode traditional costing method jika

diterapkan pada industri jasa?

2. Bagaimana perhitungan biaya metode activity based costing jika

diterapkan pada industri jasa?

3. Apakah metode activity based costing dapat menghasilkan perhitungan

biaya yang lebih menguntungkan dibandingkan metode traditional costing

method?

4. Keputusan apa yang akan dipilih oleh manajemen dari hasil perhitungan dua metode tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Perhitungan biaya metode traditional costing method jika diterapkan pada

industri jasa.

2. Perhitungan biaya metode activity based costing jika diterapkan pada

industri jasa.

3. Metode activity based costing dapat menghasilkan perhitungan biaya yang

lebih menguntungkan dibandingkan metode traditional costing method.

4. Keputusan yang akan dipilih oleh manajemen dari hasil perhitungan dua metode tersebut.


(26)

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Manajemen rumah sakit, diharapkan skripsi ini dapat menjadi bahan masukan, saran, ataupun bahan informasi untuk menentukan sistem yang tepat dalam perhitungan biaya pada industri jasa.

2. Pegawai rumah sakit, diharapkan skripsi ini dapat meningkatkan kualitas pegawai.

3. Pasien, diharapkan skripsi ini dapat menjadi bahan pertimbangan dakam menggunakan jasa rumah sakit.

4. Masyarakat, diharapkan skripsi ini dapat membantu pemerintah dalam mengawasi mutu pelayanan rumah sakit.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Akuntansi Biaya

Pengertian akuntansi biaya menurut Mulyadi (2005:7) adalah “akuntansi biaya sebagai proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa dengan cara-cara tertentu serta penafsiran-penafsiran terhadapnya”. Carter and Usry (2006:11) menyebutkan bahwa “akuntansi biaya melengkapi manajemen dengan alat yang diperlukan untuk aktivitas-aktivitas perencanaan dan pengendalian, memperbaiki kualitas dan efisiensi, serta membuat keputusan-keputusan yang bersifat rutin maupun strategis”.

Menurut Armanto Witjaksono (2006:45) dalam Siti Nurhasanah (2008:8) “akuntansi biaya melengkapi manajemen dengan perangkat akuntansi untuk meningkatkan perencanaan dan pengendalian”. Perencanaan di sini berarti memilih objek yang hendak dicapai dan cara-cara untuk mencapainya. Perencanaan dalam akuntansi biaya membantu manajemen dalam menetapkan anggaran (budget), dan biaya yang ditentukan di muka (predetermined cost).

Sejalan dengan makin meningkatnya kebutuhan pihak manajemen perusahaan akan informasi keuangan, maka keberadaan akuntansi biaya dalam memperoleh data yang relevan sangat dibutuhkan. Hal ini mendorong semakin berkembangnya akuntansi biaya agar dapat memberikan sumbangan yang lebih berarti bagi yang membutuhkan.


(28)

Pengendalian berarti mengarahkan kegiatan-kegiatan sehingga hasil yang dicapai sesuai dengan yang direncanakan. Pengendalian berhubungan dengan masa sekarang, dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan budget

yang telah ditetapkan sebelumnya dan bila terjadi penyimpangan dilakukan tindakan perbaikan atas penyimpangan tersebut. Selain itu, akuntansi biaya menyediakan informasi mengenai pendapatan dan biaya yang berbeda yang dapat berasal dari tindakan-tindakan alternatif. Berdasarkan informasi ini, manajemen membuat keputusan-keputusan jangka pendek dan jangka panjang mengenai memasuki pasar baru, mengembangkan produk baru, menghentikan produk individual atau seluruh lini produk, membeli atau membuat sendiri suatu komponen yang diperlukan oleh suatu produk, serta membeli atau melakukan sewa guna usaha (leasing) (Carter and Usry, 2006:15).

Dari ketiga definisi di atas, dapat disimpulkan yang dimaksud dengan akuntansi biaya adalah proses mengidentifikasi, mendefinisikan, mengukur, melaporkan, dan menganalisis berbagai unsur biaya untuk menyajikan biaya produksi barang atau jasa dengan cara tertentu disertai penafsirannya untuk meningkatkan perencanaan dan pengendalian, untuk memperbaiki kualitas dan efisiensi, serta membuat keputusan-keputusan yang bersifat rutin maupun strategis. Tujuan akuntansi biaya menurut Bastian dan Nurlela (2009:11) adalah menyajikan informasi biaya yang akurat dan tepat bagi manajemen dalam mengelola perusahaan atau defisi secara efektif. Oleh karena itu, perlu dikelompokkan sesuai dengan tujuan apa informasi biaya tersebut digunakan, sehingga dalam pengelompokkan biaya dapat digunakan suatu konsep


(29)

different cost different purpose” artinya berbeda biaya berbeda tujuan. Di

bawah ini adalah klasifikasi umum biaya dan jenis-jenis metode dalam akuntansi biaya menurut Garrison and Noreen (2006) dan Carter and Usry (2006).

1. Klasifikasi Umum Biaya

Klasifikasi biaya sangat penting guna membuat ikhtisar atas data biaya untuk tujuan penyusunan laporan keuangan, untuk memprediksi perilaku biaya, untuk pembebanan biaya ke objek biaya, serta untuk pembuatan keputusan. Garrison and Noreen (2006:50), mengklasifikasikan biaya sebagai berikut:

a.Biaya Produksi (Manufacturing Cost)

1) Bahan Langsung (Direct Material)

2) Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor)

3) Overhead

b.Biaya Non Produksi (Non-manufacturing)

c.Biaya Variabel (Variable Cost)

d.Biaya Tetap (Fixed Cost)

e.Biaya Langsung (Direct Cost)

f. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)

g.Biaya Diferensial (Differential Cost)

h.Biaya Tertanam (Sunk Cost)

i. Biaya Kesempatan (Opportunity Cost)


(30)

a. Biaya Produksi(Manufacturing Cost)

Yaitu semua biaya untuk merubah bahan mentah menjadi produk jadi. Biaya ini diklasifikasikan menjadi:

1) Bahan Langsung

Bahan langsung adalah bahan yang digunakan untuk menghasilkan produk jadi disebut bahan baku atan bahan metah (raw material). Bahan baku berkaitan dengan semua jenis bahan

yang digunakan dalam pembuatan produk jadi; dan produk jadi suatu perusahaan dapat menjadi bahan baku perusahaan lainnya. Bahan langsung (direct material) adalah bahan yang menjadi

bagian tak terpisahkan dari produk jadi, dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut.

2) Tenaga Kerja Langsung

Istilah tenaga kerja langsung (direct labor) digunakan untuk biaya

tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi. Tenaga kerja langsung biasanya disebut juga tenaga kerja manual (touch labor) karena tenaga kerja langsung melakukan kerja

tangan atas produk pada saat produksi. Biaya tenaga kerja yang tidak dapat ditelusuri secara fisik dalam pembuatan produk disebut tenaga kerja tidak langsung (indirect labor).

3) Overhead Pabrik

Overhead pabrik (manufacturing overhead) mencakup seluruh


(31)

tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik termasuk bahan

tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, listrik dan penerangan, pajak properti, depresiasi, dan asuransi fasilitas-fasilitas produksi. Menurut Bastian dan Nurlela (2009:219), overhead pabrik adalah

bahan baku tidak langsung dan tenaga kerja tidak langsung lainnya yang tidak dapat ditelusuri secara langsung ke produk selesai atau tujuan akhir biaya. Istilah lain yang digunakan untuk

overhead pabrik adalah biaya produksi tidak langsung.

b. Biaya Non Produksi (Non-manufacturing)

Umumnya, dibagi menjadi dua yaitu biaya pemasaran dan biaya administrasi. Biaya pemasaran meliputi semua biaya yang diperlukan untuk menangani pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa untuk disampaikan kepada konsumen. Contoh biaya pemasaran adalah pengiklanan, pengiriman, komisi penjualan, dan lainnya. Biaya administrasi meliputi pengeluaran eksekutif, organisasional, dan klirekal yang berkaitan dengan manajemen umum organisasi. Contoh dari biaya administrasi adalah gaji eksekutif, akuntansi umum, kesekretariatan, humas dan lainnya. Secara singkat ringkasan terminologi biaya dapat dilihat pada gambar 2.1


(32)

Sumber: Garrison dan Noreen (2006:52) Gambar 2.1

Ringkasan Terminologi Biaya

a. Biaya Variabel

Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara proporsional dengan perubahan aktivitas. Aktivitas tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai bentuk seperti unit yang diproduksi, yang dijual, jarak kilometer yang dituju, jumlah tempat tidur yang digunakan, jam kerja, dan sebagainya. Contoh yang bagus untuk menggambarkan biaya variabel adalah biaya bahan langsung. Biaya bahan langsung yang digunakan selama satu periode akan

Biaya Produksi

Biaya Administrasi Overhead Bahan Langsung

Biaya Pemasaran atau Penjualan

Tenaga Kerja Langsung

Biaya Konversi Biaya Utama


(33)

bervariasi sesuai dengan tingkat unit yang dihasilkan. Salah satu aspek yang menarik dalam biaya variabel adalah bahwa biaya variabel selalu konstan apabila dinyatakan dalam harga per unit. Menurut Bastian dan Nurlela (2009:23), biaya variabel adalah biaya yang berubah sebanding dengan perubahan volume produksi dalam rentang relevan tetapi secara per unit tetap.

b. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang selalu tetap secara keseluruhan tanpa terpengaruh oleh tingkat aktivitas. Menurut Bastian dan Nurlela (2009:25), biaya tetap adalah biaya yang secara totalitas bersifat tetap dalam rentang relevan tertentu, tetapi secara per unit berubah. Contoh biaya tetap adalah beban penyusutan, asuransi, pajak properti, sewa, gaji supervisor dan sebagainya.

c. Biaya Langsung

Biaya langsung (direct cost) adalah biaya yang dapat dengan

mudah ditelusuri ke objek biaya yang bersangkutan. d. Biaya Tidak Langsung

Biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya yang tidak dapat

ditelusuri dengan mudah ke objek biaya yang bersangkutan. Untuk dapat ditelusuri ke objek biaya seperti produk tertentu, biaya tersebut pasti disebabkan oleh objek biaya. Common cost adalah


(34)

e. Biaya Diferensiasi

Biaya diferensiasi (differential cost) adalah keputusan melibatkan

proses pemilihan dari berbagai alternatif yang ada. Dalam keputusan bisnis, setiap alternatif memiliki konsekuensi biaya dan manfaat yang harus dibandingkan dengan biaya dan manfaat akan diperoleh dari alternatif lain yang tersedia. Biaya diferensial disebut juga biaya marginal atau biaya inkremental.

f. Opportunity Cost

Biaya kesempatan atau biaya peluang (opportunity cost) adalah

manfaat potensial yang akan hilang bila salah satu alternatif telah dipilih dari sejumlah alternatif yang tersedia. Biaya kesemapatan tidak selalu dicatat dalam akuntansi organisasi, tetapi merupakan biaya yang harus selalu dipertimbangkan dalam setiap pengambilan keputusan.

g. Sunk Cost

Biaya tertanam (sunk cost) adalah biaya yang telah terjadi dan

tidak dapat diubah oleh keputusan apapun yang dibuat saat ini atau pun masa yang akan datang. Karena biaya tertanam tidak dapat diubah oleh keputusan apapun, biaya tertanam bukanlah biaya diferensial. Oleh karenanya biaya diferensial dapat diabaikan dalam pengambilan keputusan.


(35)

2. Jenis-jenis Metode Dalam Akuntansi Biaya

Metode dalam akuntansi biaya menurut Carter and Usry (2006:127-495) terbagi menjadi enam jenis, yaitu perhitungan biaya berdasarkan pesanan (job order costing); perhitungan biaya berdasarkan proses (process

costing); perhitungan biaya untuk produk sampingan (by product) dan

produk gabungan (joint product); biaya mutu (the cost of quality); just in

time dan backflushing; perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity

based costing) dan manajemen berdasarkan aktivitas (activity based

management)

Penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Perhitungan Biaya Berdasarkan Pesanan (Job Order Costing)

Sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan adalah sistem perhitungan biaya produk yang mengakumulasikan biaya-biaya dan membebankannya pada pesanan tertentu. Suatu pesanan adalah output yang diidentifikasikan untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu atau untuk mengisi kembali suatu item dari persediaan. Untuk menghitung biaya berdasarkan pesanan secara efektif, pesanan harus dapat diidentifikasikan secara terpisah. Rincian mengenai suatu pesanan dicatat dalam kartu biaya pesanan yang dapat berbentuk kertas atau elektronik (Carter and Usry, 2006:139). Sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan sering kali digunakan oleh perusahaan menengah hingga kecil yang memproduksi pesanan tersendiri dari pelanggan (Blocher, 2006:152).


(36)

b. Sistem Perhitungan Biaya Berdasarkan Proses (Process Costing)

Sistem perhitungan biaya berdasarkan proses biasanya digunakan untuk industri yang memproduksi produk yang homogen secara terus menerus. Semua produk yang diproduksi dalam suatu pusat biaya selama suatu periode harus sama dalam hal sumber daya yang dikonsumsi. Bila tidak, perhitungan biaya berdasarkan proses dapat terdistorsi (Carter and Usry, 2006:155).

c. Perhitungan Biaya untuk Produk Sampingan (By Product) dan Produk

Gabungan (Joint Product)

Sistem perhitungan biaya untuk produk sampingan dan produk gabungan sulit dihitung biayanya karena biaya gabungan yang sesungguhnya tidak dapat dibagi sehingga metode alokasi yang digunakan untuk menetukan biaya per unit dari produk gabungan bersifat sedikit arbitrer. Perhitungan biaya produk sampingan dan produk gabungan menyoroti masalah pembebanan biaya ke produk yang asal, penggunaan peralatan, bahan baku, tenaga kerja, dan fasilitas lainnya tidak dapat benar-benar ditentukan (Carter and Usry, 2006:247).

d. Biaya Mutu (The Cost Of Quality)

Manajemen mutu total (Total Quality Management-TQM) adalah

pendekatan tingkat perusahaan atas perbaikan mutu yang mencari cara untuk memperbaiki mutu di semua proses dan akitivitas. Biaya mutu terbagi menjadi 3 yaitu; biaya pencegahan, biaya penilaian, dan biaya


(37)

kegagalan. Pendekatan yang paling baik untuk perbaikan mutu adalah untuk berkonsentrasi pada pencegahan yaitu mencari penyebab-penyebab dari pemborosan dan inefisiensi, kemudian mengembangkan rencana sistematis untuk menghilangkan penyebab-penyebab tersebut (Carter and Usry, 2006:199-201).

e. Just In Time dan Backflushing

Just in time (JIT) adalah perhitungan biaya yang dipusatkan pada

pengurangan biaya melalui eliminasi persediaan. Prinsip-prinsip JIT dapat diterapkan dalam memperbaiki pemeliharaan rutin, seperti lokasi dan pengaturan alat-alat, barang cetakan, dan perlengkapan yang digunakan bersama-sama dengan mesin produksi. Aspek yang paling terlihat dari JIT adalah untuk mengurangi persediaan barang dalam proses (work in process) (Carter and Usry, 2006:321).

f. Perhitungan Biaya Berdasarkan Aktivitas (Activity Based Costing) dan

Manajemen Berdasarkan Aktivitas (Activity Based Management)

Menurut Carter and William (2009:528) perhitungan biaya berdasarkan aktivitas didefinisikan sebagai suatu sistem perhitungan biaya di mana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya

lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang mencakup satu atau lebih faktor yang berkaitan dengan volume. Dibandingkan dengan akuntansi biaya tradisional, Activity Based Costing (ABC)

mencerminkan penerapan penelusuran biaya yang lebih menyeluruh. Activity Based Manajemen (ABM) adalah penggunaan infoormasi


(38)

yang diperoleh dari ABC untuk membuat perbaikan dalam suatu perusahaan. ABM menarik ABC sebagai sumber utama, informasinya berfokus pada efisiensi, efektifitas, proses, dan aktivitas bisnis utama. Manajemen dapat menentukan wilayah untuk melakukan perbaikan, operasi, mengurangi biaya, atau meningkatkan nilai bagi pelanggan dengan menggunakan ABM. Serta ABM dapat memperbaiki fokus manajemen atas faktor-faktor kunci keberhasilan (critical success

factors-CSF) dengan mengidentifikasi sumber daya yang dipakai

pelanggan, produk, dan aktivitas (Blocher, 2006:239).

Berdasarkan keenam jenis metode dalam akuntansi biaya di atas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan akuntansi biaya itu pada dasarnya sama yaitu menganalisis berbagai unsur biaya, serta melakukan perencanaan dan pengendalian terhadap kualitas produk guna mencapai keunggulan kompetitif.

B. Pengertian Traditional Costing Method

Semua perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur maupun jasa memerlukan suatu sistem akuntansi biaya yang tepat dan sesuai dengan kondisi perusahaan. Sistem tersebut dirancang untuk memberikan informasi biaya kepada manajemen yang berguna bagi pembuatan perencanaan, keputusan, dan pengendalian biaya serta perhitungan biaya produksi.

Sistem biaya tradisional menurut Bastian dan Nurlela (2009:23) adalah di mana biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead


(39)

pabrik baik yang bersifat variabel maupun tetap, menjadi biaya produk. Sistem biaya tradisional mengasumsikan produk-produk dan volume produksi yang terkait merupakan penyebab timbulnya biaya, dengan kata lain sistem biaya tradisional membuat produk individual menjadi fokus dari sistem biaya.

Sistem akuntansi biaya tradisional mengklasifikasikan biaya atas biaya langsung dan biaya tidak langsung, untuk pembebanan biaya menggunakan ukuran volume produksi, jam kerja langsung atau jam mesin. Sedangkan pengalokasian biaya overhead pabrik ke produk, dilakukan sistem pembebanan dua tahap. Dengan sistem pembebanan biaya yang selama ini dilakukan pada akuntansi biaya tradisional menimbulkan adanya distorsi biaya, ini terlihat pada penggunaan unit related, padahal pada kenyataannya ada aktivitas yang dikendalikan oleh batch related dan products sustaining

related. Penyebab distrorsi lainnya adalah adanya perbedaan rasio konsumsi

atau jasa yang diberikan oleh departemen jasa untuk setiap macam produk yang dihasilkan. Akibatnya akan timbul produk-produk yang pengalokasian biaya overheadnya undercosted atau overcosted. Distorsi semacam ini dapat

dihilangkan dengan mendesain ulang sistem biaya menggunakan pemicu biaya aktual untuk masing-masing aktivitas, sehingga dapat menentukan biaya dengan tepat ke produk. Inilah logika yang mendasari perubahan pengembangan dari metode tradisional ke metode activity based costing.

Menurut Carter and Usry (2006:109) sistem perhitungan harga pokok dalam sistem akuntansi biaya tradisional dibagi menjadi dua yaitu, sistem


(40)

perhitungan berdasarkan pesanan (job order cost system) sistem perhitungan

berdasarkan proses (process cost system).

1. Sistem perhitungan berdasarkan pesanan

Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan, biaya ditelusuri dan dialokasikan ke pekerjaan dan biaya untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut dibagi dengan jumlah unit yang dihasilkan untuk menghasilkan harga rata-rata per unit. Sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan juga digunakan secara luas dalam perusahaan jasa seperti rumah sakit, kantor konsultan hukum, studio film, kantor akuntan, agen iklan, toko reparasi. Menggunakan sistem pengumpulan biaya dengan perhitungan biaya berdasarkan pesanan untuk keperluan akuntansi dan tagihan.

2. Sistem perhitungan biaya berdasarkan proses

Sistem perhitungan biaya berdasarkan proses biasanya digunakan untuk industri yang memproduksi produk yang homogen secara terus-menerus seperti batu bata, keping jagung (corn flake), atau kertas.

Persamaan antara perhitungan biaya berdasarkan pesanan dan perhitungan biaya berdasarkan proses menurut Garrison and Noreen (2006:204) adalah sebagai berikut:

1. Kedua sistem memiliki tujuan utama yang sama, yaitu membebankan biaya bahan baku, tenaga kerja, dan overhead ke produk dan memberikan mekanisme perhitungan biaya per unit.

2. Kedua sistem menggunakan manufaktur yang sama termasuk overhead pabrik, bahan baku, bahan dalam proses, dan barang jadi.


(41)

3. Aliran biaya melalui akun-akun manufaktur pada dasarnya sama untuk kedua sistem itu.

Adapun perbedaan antara perhitungan biaya berdasarkan pesanan dan perhitungan biaya berdasarkan proses menurut Garisson and Noreen (2006:205) dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1

Perbedaan Antara Perhitungan Biaya Berdasarkan Pesanan dan Perhitungan Biaya Berdasarkan Proses

Perhitungan biaya berdasarkan pesanan

Perhitungan biaya berdasarkan proses

1. Pekerjaan yang berbeda dikerjakan pada periode yang berbeda, dan memiliki pesanan produksi yang berbeda pula.

2. Biaya dihitung secara individual untuk masing-masing pekerjaan. 3. Kartu biaya merupakan dokumen

pengendali biaya berdasarkan pekerjaan.

4. Biaya per unit dihitung berdasarkan pekerjaan.

1.Seluruh unit produk identik dan diproduksi secara kontinyu.

2.Biaya dihitung per departemen. 3.Laporan departemen produksi

merupakan dokumen penting yang menunjukkan akumulasi biaya per departemen.

4.Biaya per unit dihitung per departemen.

Sumber: Garrison dan Noreen, 2006:205

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi biaya tradisional adalah pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa dengan cara-cara tertentu serta penafsiran-penafsiran terhadapnya atas nilai persediaan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi. Dalam perhitungan sistem tradisional memfokuskan pengendaliannya terhadap biaya dengan manajer yang mempunyai wewenang atas terjadinya biaya yang menyebabkan banyak biaya


(42)

diproduksi. Akibatnya, sistem akuntansi biaya tradisional dapat menghasilkan perhitungan yang terdistorsi.

Sistem akuntansi biaya tradisional merupakan struktur dasar di dalam sistem akuntansi biaya yang menunjukkan kebutuhan untuk menentukan biaya per unit produk pada sebuah laporan eksternal yang syarat-syaratnya diterapkan oleh perusahaan atau peraturan pajak pemerintah. Semua biaya yang dikonsumsikan oleh produk sangat berhubungan di dalam menentukan laporan keuangan sebagai dasar penetapan pendapatan perusahaan. Penekanan biaya pada masing-masing produk dalam sistem tradisional ini didasarkan pada ukuran jam tenaga kerja langsung, jam kerja mesin, jumlah unit produk yang diproduksi dan pengukuran yang berhubungan dengan unit produksi.

Sistem perhitungan tradisional memfokuskan pengendaliannya terhadap biaya dengan cara menghubung biaya dengan manajer yang memnpunyai wewenang atas terjadinya biaya. Pada kenyataanya sekarang banyak biaya

overhead pabrik yang tidak berhubungan dengan volume produk yang

diproduksi akibatnya sistem akuntansi biaya tradisional menghasilkan biaya yang terdistorsi.

Alokasi biaya overhead dapat dilakukan dengan memilih basis alokasi

yang umumnya digunakan untuk perusahaan manufaktur maupun jasa. Basis alokasi (allocation base) adalah suatu ukuran seperti jam tenaga kerja

langsung atau jam mesin yang digunakan untuk membebankan biaya

overhead ke produk atau jasa. Basis alokasi yang umumnya digunakan adalah


(43)

ataupun unit produk (untuk perusahaan yang hanya memproduksi satu jenis produk) biasanya juga dapat digunakan untuk mengalokasikan biaya

overhead.

Menurut Mulyadi (2005:200), ada beberapa dasar yang digunakan untuk membebankan biaya overhead pabrik, yaitu unit produksi; biaya bahan

langsung; biaya pekerja langsung; jam kerja langsung; dan jam pemakaian mesin.

Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Unit Produksi

Tarif overhead pabrik berdasarkan unit produksi dihitung sebagai berikut:

Estimasi overhead pabrik = Overhead pabrik per unit Estimasi unit produksi

2. Biaya Bahan Langsung

Tarif overhead pabrik berdasarkan biaya bahan langsung dihitung sebagai

berikut:

Estimasi overhead pabrik = Persentase dari overhead per biaya Estimasi biaya bahan langsung bahan langsung

3. Biaya pekerja langsung

Tarif overhead pabrik berdasarkan biaya pekerja langsung dihitung

sebagai berikut:

Estimasi overhead pabrik = Persentase biaya pekerja langsung Estimasi biaya pekerja langsung

4. Jam kerja langsung

Tarif overhead pabrik berdasarkan biaya jam kerja langsung dihitung


(44)

Estimasi overhead pabrik = Tarif per jam langsung Estimasi jam kerja langsung

5. Jam pemakaian mesin

Tarif overhead pabrik berdasarkan biaya jam pemakaian mesin dihitung

sebagai berikut:

Estimasi overhead pabrik = Tarif per jam pemakaian mesin Estimasi jam pemakaian mesin

Apabila dianalsisa dari konsep yang dijelaskan oleh Mulyadi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa overhead pabrik harus dimasukkan bersama-sama dengan biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung karena overhead juga termasuk biaya produk.

C. Kelebihan dan Kelemahan Traditional Costing Method

Kelebihan perhitungan biaya tradisional menurut Horngern (2005:42) adalah:

1. Sistem perhitungan biaya tradisional mudah diterapkan karena sistem ini lebih sederhana maka lebih mudah dimengerti oleh pekerja sehingga mudah diterapkan.

2. Memberikan laporan manajemen dengan menunjukan biaya yang dikeluarkan.

3. Sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Kelemahan sistem biaya tradisional menurut Carter dan Usry (2006:513-515) adalah sebagai berikut:


(45)

1. Oleh karena sistem akuntansi biaya tradisional didesain untuk perusahaan manufaktur, perusahaan jasa dan dagang tidak dapat memanfaatkan akuntansi biaya untuk merencanakan dan mengimplementasikan program pengurangan biaya dan perhitungan object cost secara akurat.

2. Oleh karena fokus biaya tradisional adalah hanya pada biaya produksi, biaya-biaya di luar produksi (seperti biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum) yang mulai signifikan jumlahnya tidak mendapatkan perhatian yang memadai dari manajemen.

3. Oleh karena akuntansi biaya tardisional pada penyediaan informasi biaya bagi pihak luar perusahaan, manajemen tidak memperoleh informasi biaya untuk pengelolaan perusahaan dan informasi tentang biaya produk yang akurat.

4. Oleh karena pengendalian biaya melalui sistem biaya standar hanya difokuskan terhadap biaya produksi, lebih spesifik lagi terhadap biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, sistem pengendalian biaya seperti tidak baik untuk perusahaan yang memiliki biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang proporsinya tidak signifikan dibandingkan dengan total biaya pembuatan produk.

5. Pengaitan biaya dengan responsive manager dan pembandingan biaya

sesungguhnya dengan biaya yang dianggarkan per pusat pertanggung jawaban, serta analisis terhadap penyimpangan biaya yang terjadi tidak dapat menunjukkan penyebab terjadinya penyimpangan biaya yang terjadi.


(46)

6. Akuntansi biaya tradisional menggunakan allocation intensive dalam

memperlakukan overhead pabrik sehingga cost produk yang dihasilkan

tidak akurat, karena alokasi menggunakan dasar yang sembarang.

7. Dalam lingkungan bisnis di dalamnya customer dominan, biaya-biaya

yang menjadi pilihan customer menjadi meningkat, seperti biaya set up

mesin karena semakin pemilihnya sifat customer.

Kelemahan traditional costing method menurut Garrison and Noreen

(2006:442-443):

1. Untuk biaya nonproduksi, akuntansi biaya tradisional hanya membebankan ke produk. Beban penjualan, umum dan administrasi diperlakukan sebagai beban periodik dan tidak dibebankan ke produk. 2. Untuk biaya produksi dan perhitungan biaya berdasarkan proses, akuntansi

tradisional membebankan semua biaya produksi ke produk, bahkan biaya produksi yang tidak disebabkan oleh produk. Sebagai contoh, sebagian upah untuk keamanan pabrik akan dialokasikan ke produk meskipun upah penjaga keamanan tersebut sama sekali tidak terpengaruh apakah perusahaan berproduksi atau tidak.

3. Untuk biaya kapasitas tak terpakai, akuntansi biaya tradisional menghitung tarif overhead yang ditentukan di muka dihitung dengan membagi anggaran biaya overhead dengan ukuran aktivitas yang dianggarkan seperti jam kerja langsung.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa


(47)

dengan pronsip akuntansi yang berlaku umum, namun akuntansi tradisional membebankan semua biaya produksi ke produk, bahkan biaya produksi yang tidak disebabkan oleh produk yang pada akhirnya menyebabkan terdistorsinya biaya.

D. Pengertian Sistem Activity Based Costing

Istilah activity costing bukanlah istilah yang baru. Staubus di tahun 1971

telah menulis buku berjudul ”Activity Cost and Input Output Accounting”.

Dalam bukunya tersebut Ia menyatakan bahwa ”activity accounting is

essential to cost control” (Staubus, 1971:11) dalam Basuki (2001:180).

Bahkan Vater (1954) yang juga dikutip oleh Staubus (1971:11) dalam Basuki (2001:180), menyatakan ”cost must be related to things being done, and this

largely a matter of setting against decisions” (huruf tebal dari penulis,

Basuki). Berdasarkan situasi tersebut sebetulnya jauh di tahun 1954, Vater sudah berusaha mengkaitkan antara biaya dengan sesuatu aktivitas yang dilakukan. Kemudian pada tahun 1987, penetapan biaya berdasarkan aktivitas didefinisikan dengan jelas pertama kali oleh Robert S. Kaplan dan W. Burns dalam buku mereka akuntansi dan manajemen ”A field Study Perspective

dalam Basuki (2001:180). Fokus mereka adalah pada lingkungan manufaktur di mana peningkatan teknologi dan perbaikan produktivitas relatif telah mengurangi proporsi biaya tenaga kerja langsung dan bahan, tetapi relatif meningkatkan proporsi biaya tidak langsung. Sebagai contoh, peningkatan otomasi telah mengurangi penggunaan tenaga kerja yang merupakan biaya


(48)

langsung, namun juga meningkatkan depresiasi yang merupakan biaya tidak langsung.

Dalam sejarah perkembangan pemikiran akuntansi, sistem ABC merupakan sistem tercepat yang diterapkan oleh para praktisi sejak ide sistem tersebut dikemukakan pada akhir tahun 1989 oleh Robert S. Kaplan dan Robin Cooper. Survey terhadap 179 perusahaan di Inggris oleh Nicholls yang dilakukan pada Mei 1990-Januari 1991 menunjukan bahwa 10% telah menerapkan ABC secara utuh, 18% telah menerapkan sebagai pilot project, 62% mempelajari ABC dalam rangka penerapannya, 5% sedang menerapkan, dan 5% sisanya tidak berminat menerapkannya (Nicholls, 1992:22) dalam Basuki (2001:180). Survey ini memperkuat penelitian oleh Bailey (1991) yang menyatakan bahwa sejak November 1988-Juli 1990 sudah 10 perusahaan besar di Inggris menerapkan sistem ABC, walaupun beberapa di antaranya adalah perusahaan Amerika Serikat, seperti IBM dan Hewlett-Packard (Basuki, 2001:180).

Kondisi saat dan tempat lahirnya sistem activity based costing

mengakibatkan sistem tersebut hanya akan memberikan manfaat optimum bila diterapkan pada kondisinya. Kondisi ini disebut dengan ”conventional

wisdom” yaitu keadaan yang menyebabkan lahirnya ABC dan merupakan

keadaan yang paling cocok untuk ABC diterapkan (Basuki, 2001:182). The

conventional wisdom tersebut adalah sebagai berikut:

1. Operasi perusahaan mempunyai upah langsung antara 5-10% dari total biaya produksi.


(49)

2. Tenaga kerja langsung rendah, variasi dan kompleksitas produk tinggi. 3. Diversitas volume produksi tinggi, dan terdapat diversitas ukuran bahan

dan set up.

4. Biaya overhead sangat tinggi karena adanya otomatisasi dan proses produksi yang dipandu komputer (computer-aided production).

Berbeda dengan kondisi conventional wisdom, perusahaan di Indonesia

mempunyai kondisi yang berbeda dengan yang disyaratkan ABC. Kondisi yang akan sering ditemukan di banyak perusahaan di Indonesia adalah tenaga kerja langsung tinggi, overhead rendah sampai menengah, dan penggunaan komputer teknologi dalam proses belum banyak digunakan. Walaupun terdapat perbedaan situasi antara kondisi perusahaan di Indonesia dengan

conventional wisdom, penerapan sistem ABC di Indonesia diharapkan mampu

memberikan informasi biaya yang lebih akurat, dapat dipercaya, dan lebih relevan sehingga mampu memberikan informasi biaya bagi manajemen untuk pengambilan keputusan. Perlu diingat, bahwa sistem ABC bukan hanya sekedar sistem biaya, melainkan juga sistem manajemen. Indonesia adalah negara yang mempunyai banyak sumber daya manusia dan industrinya sedang bergerak ke arah teknologi tinggi. Oleh karena itu, akan sangat beruntung bagi Indonesia bila dapat menikmati keunggulan sistem ABC yang sudah dinikmati negara-negara maju, sehingga Indonesia akan dapat bersaing dengan mereka, atau paling tidak untuk survive dalam pasar global. Inilah alasan mengapa


(50)

Menurut Bastian dan Nurlela (2009:24) activity based costing adalah

metode membebankan biaya aktivitas-aktivitas berdasarkan besarnya pemakaian sumber daya, dan membebankan biaya pada objek biaya, seperti produk atau pelanggan, berdasarkan besarnya pemakaian aktivitas, serta untuk mengukur biaya dan kinerja dari aktivitas yang terkait dengan proses dan objek biaya.

Menurut Carter dan William (2009:528) perhitungan biaya berdasarkan aktivitas didefinisikan sebagai suatu sistem perhitungan biaya di mana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan

menggunakan dasar yang mencakup satu atau lebih faktor yang berkaitan dengan volume. Dibandingkan dengan akuntansi biaya tradisional, activity

based costing mencerminkan penerapan penelusuran biaya yang lebih

menyeluruh.

Menurut Amin Widjaja (2009:80) perhitungan biaya berdasar aktivitas adalah pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya sumber daya ke objek biaya seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya tersebut. Dasar pemikiran pendekatan perhitungan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan merupakan hasil dari aktivitas dan aktivitas tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya. Biaya dari sumber daya dibebankan ke aktivitas berdasarkan aktivitas yang menggunakan sumber daya (penggerak konsumsi sumber daya) dan biaya dari aktivitas dibebankan ke objek biaya berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya (penggerak konsumsi


(51)

aktivitas). Activity based costing membebankan biaya overhead pabrik ke

objek biaya seperti produk atau jasa dengan mengidentifikasi sumber daya dan aktivitas juga biayanya serta jumlah yang dibutuhkan untuk memproduksi

output. Penggunaan penggerak biaya konsumsi sumber daya dapat membantu

perusahaan menentukan biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas dan menghitung biaya dari suatu unit aktivitas. Kemudian perusahaan membebankan biaya dari suatu aktivitas ke produk atau jasa dengan mengalikan biaya dari setiap aktivitas dengan junlah aktivitas yang dikonsumsi oleh setiap objek biaya.

Menurut Garrison and Noreen (2006:440) perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity based costing) adalah metode perhitungan biaya (costing)

yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk keputusan strategis dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap. Dari keempat definisi di atas, dapat disimpulkan yang dimaksud dengan activity based costing adalah suatu sistem

perhitungan biaya dengan penjumlahan seluruh biaya yang dari hasil memproduksi barang dan jasa yang jumlahnya lebih dari satu biaya overhead

untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer dalam pengambilan keputusan. Tujuan dari sistem perhitungan biaya tradisional adalah untuk menilai secara tepat persediaan dan harga pokok penjualan untuk pelaporan eksternal, sedangkan tujuan dari perhitungan biaya berdasarkan aktivitas adalah untuk memahami overhead dan profitabilitas produk dan konsumen.


(52)

Menurut Bastian dan Nurlela (2009:25) komponen utama yang membentuk activity based costing adalah sumber daya (resources); pemicu

konsumsi sumber daya (resources driver); aktivitas (activity); pemicu aktivitas

(activity driver); objek biaya (cost objects).

Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Sumber daya (resources), adalah segala unit ekonomi yang digunakan

perusahaan untuk mengadakan aktivitas, seperti: bahan baku, tenaga kerja, perlengkapan yang digunakan dan faktor produksi lainnya.

2. Pemicu konsumsi sumber daya (resources driver), dasar yang digunakan

untuk melacak sumber daya yang digunakan di dalam setiap aktivitas. Atau ukuran kuantitas dari sumber daya yang dikonsumsi oleh suatu aktivitas, contoh luas ruangan yang disewa untuk setiap aktivitas, jumlah jam kerja yang dihabiskan untuk setiap aktivitas.

3. Aktivitas (activity), suatu unit dasar pekerjaan yang dilakukan oleh

perusahaan dengan tujuan membantu perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan bagi manajemen. Jumlah biaya aktivitas ditentukan dengan melacak sumber daya yang dipakai oleh aktivitas dengan pemicu konsumsi sumber daya. Aktivitas sangat dibutuhkan untuk membebankan biaya ke objek biaya, dikenal dengan aktivitas biaya yang dihubungkan dengan faktor pemicu biaya (cost driver).

4. Pemicu aktivitas (activity driver), suatu ukuran frekuensi dan intensitas

dari permintaan akan suatu aktivitas oleh suatu produk atau jasa layanan. Pemicu aktivitas ini sama seperti pemicu sumber daya guna melacak biaya


(53)

aktivitas ke objek biaya, yang dipakai untuk membebankan biaya ke produk atau jasa layanan.

5. Objek biaya (cost objects), adalah tempat biaya di mana biaya atau

aktivitas diakumulasikan atau diukur. Objek biaya dapat berupa pelanggan, produk, jasa layanan, kontrak, proyek, atau unit kerja lain yang memerlukan pengukuran biaya tersendiri.

Ada beberapa tahapan penerapan activity based costing menurut Bastian

dan Nurlela (2009:26), yaitu:

1. Mengidentifikasi, mendefinisikan aktivitas dan pool aktivitas.

a. Aktivitas tingkat unit. b. Aktivitas tingkat batch. c. Aktivitas tingkat produk. d. Aktivitas tingkat pelanggan. e. Aktivitas pemeliharaan organisasi.

2. Menelusuri biaya overhead secara langsung ke aktivitas dan objek biaya.

3. Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas.

4. Menghitung tarif aktivitas.

5. Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan ukuran aktivitas.

6. Menyiapkan laporan untuk manajemen. Penjelasannya adalah sebagai berikut:


(54)

1. Mengidentifikasi, mendefinisikan aktivitas dan pool aktivitas.

Tahapan utama dan pertama dalam menerapkan activity based costing

(ABC) adalah mengidentifikasi aktivitas yang menjadi dasar sistem tersebut. Tahapan ini mungkin sulit dilakukan, karena memakan waktu dan membutuhkan pertimbangan yang cukup rumit. Prosedur umum yang dilakukan pada tahap ini, dengan melakukan wawancara terhadap semua orang yang terlibat atau semua tingkat supervisi atau semua manajer yang menimbulkan overhead dan meminta mereka untuk menggambarkan aktivitas utama yang mereka lakukan, biasanya akan diperoleh catatan aktivitas yang cukup beragam dan rumit. Adapun aktivitas yang cukup beragam tersebut, dapat digabungkan menjadi lima tingkat aktivitas, yaitu aktivitas tingkat unit; batch; produk; pelanggan; dan pemeliharaan organisasi. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Aktivitas tingkat unit.

Dilakukan oleh setiap unit produksi. Biaya aktivitas unit bersifat proporsional dengan jumlah unit yang diproduksi. Contoh: biaya pekerja untuk operator peralatan produksi, ini menjadi aktivitas tingkat unit, karena pekerja tersebut cenderung dikonsumsi secara proporsional dengan jumlah unit produksi.

b. Aktivitas tingkat batch.

Dilakukan setiap batch yang diproses, tanpa memperhatikan berapa unit yang terdapat dalam batch tersebut. Contoh: membuat pesanan pelanggan, penataan peralatan, pengaturan pengiriman pesanan


(55)

pelanggan, ini merupakan aktivitas tingkat batch. Biaya tingkat batch

lebih tergantung pada jumlah batch yang dihasilkan, bukan jumlah unit yang diproduksi, jumlah unit yang dijual atau ukuran lainnya.

c. Aktivitas tingkat produk.

Aktivitas ini berkaitan dengan produk yang spesifik dan umumnya dikerjakan tanpa memperhatikan berapapun unit yang diproduksi atau berapapun batch yang dihasilkan atau dijual. Contoh: biaya

perancangan produk, biaya untuk mengiklan produk, biaya gaji staf dan manajer produksi.

d. Aktivitas tingkat pelanggan.

Aktivitas ini berkaitan dengan pelanggan yang spesifik meliputi aktivitas menelepon pelanggan dalam rangka penjualan, pengiriman katalog, dukungan teknis purna jual yang untuk semua produk

e. Aktivitas pemeliharaan organisasi.

Aktivitas ini dilakukan tanpa memperhatikan produk apa yang diproduksi, berapa unit yang dibuat, berapa batch yang dihasilkan dan pelanggan mana yang dilayani. Contoh: aktivitas kebersihan kantor, pengadaan jaringan komputer, pengaturan pinjaman dan penyusunan laporan keuangan untuk internal maupun eksternal.

Penggabungan aktivitas dalam sistem ABC, setiap aktivitas harus dikelompokkan dalam tingkatan yang sesuai, dengan memperhatikan aktivitas-aktivitas yang mempunyai korelasi yang tinggi dalam satu tingkat. Contoh: jumlah pesanan pelanggan yang diterima akan memiliki


(56)

korelasi yang tinggi dengan jumlah pengiriman berdasarkan pesanan pelanggan, sehingga kedua aktivitas tingkat batch ini dapat digabung,

tanpa mengurangi keakuratannya. Gabungan dari biaya overhead yang

berhubungan dengan aktivitas yang sama dikenal dengan cost pool, yang

akan digunakan untuk menghitung tarif pembebanan ke setiap aktivitas. 2. Menelusuri biaya overhead secara langsung ke aktivitas dan objek biaya.

Tahap kedua dalam menerapkan sistem ABC adalah sejauh mungkin menelusuri biaya overhead secara langsung ke objek biaya, yang

menyebabkan timbulnya biaya, kemudian menentukan pemicu biayanya, seperti produk, pesanan pelanggan, dan pelanggan.

3. Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas.

Pada umumnya biaya overhead diklasifikasikan dalam sistem akuntansi

perusahaan berdasarkan departemen atau divisi, di mana biaya tersebut terjadi. Tetapi pada beberapa kasus ada beberapa atau semua biaya bisa ditelusuri langsung ke pool biaya aktivitas, seperti: pemrosesan pesanan,

di mana semua departemen pembelian dapat ditelusuri ke aktivitas ini. Dalam sistem ABC sangat umum overhead terkait dengan beberapa

aktivitas. Untuk kondisi seperti tersebut, biaya departemen dapat dibagi ke beberapa kelompok atau pool aktivitas dengan menggunakan proses

alokasi tahap pertama, yaitu membebankan overhead ke pool biaya


(57)

4. Menghitung tarif aktivitas.

Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk pembebanan biaya overhead ke

produk dihitung, dengan menentukan total aktivitas sesungguhnya yang diperlukan untuk mmeproduksi bauran produk dan untuk melayani pelanggan yang saat ini. Kemudian menentukan tarif aktivitas dengan membagi total biaya pool aktivitas masing-masing aktivitas dengan total pemicu aktivitas.

5. Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan ukuran aktivitas.

Langkah berikut dalam penerapan sistem ABC disebut alokasi tahap kedua, di mana tarif aktivitas digunakan untuk membebankan biaya ke produk atau pelanggan dengan cara mengalikan tarif pool aktivitas dengan

ukuran aktivitas yang dikonsumsi masing-masing produk atau jasa layanan.

6. Menyiapkan laporan untuk manajemen.

Tahap ini adalah tahap laporan yang disusun, dengan menggabungkan bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead yang ke produk

atau jasa layanan berdasarkan aktivitas.

Activity based costing merupakan suatu sistem perhitungan biaya dengan

penjumlahan seluruh biaya akuntansi yang memproduksi barang dan jasa yang Pembebanan = pool rate x jumlah aktivitas yang dikonsumsi

Tarif pembebanan / pool rate = total biaya pool aktivitas Total pemicu aktivitas


(58)

jumlahnya lebih dari satu biaya overhead untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer dalam pengambilam keputusan. ABC dapat dijadikan salah satu alternatif referensi oleh pengelola perusahaan untuk dapat mengidentifikasi berbagai biaya yang terserap pada produk. Sistem ABC berusaha menelusuri seluruh biaya yang terserap dalam pelaksanaan produksi sampai produk dapat dipasarkan. Pada intinya sistem ABC menguraikan berbagai biaya yang belum jelas pengalokasiannya yang dalam hal ini penekanannya pada biaya overhead yang biasanya sangat sulit mengidentifikasikannya dan dengan teridentifikasinya seluruh biaya maka diharapkan biaya per produk telah dapat mencerminkan seluruh biaya yang terserap pada produk tersebut.

E. Kelebihan dan Kelemahan Activity Based Costing

Walaupun activity based costing (ABC) terlihat lebih unggul dari sistem

biaya tradisional, ABC tetap memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan ABC menurut Bastian dan Nurlela (2009:29), yaitu para manajemen puncak akan setuju menerapkan suatu sistem yang baru di lingkungan organisasi mereka, jika mereka percaya bahwa mereka akan memproleh manfaat yang lebih, jika dibandingkan dengan sistem yang lama. Manfaat yang diperoleh dalam penerapan activity based costing menurut Bastian dan

Nurlela (2009:29) adalah ABC menyajikan pengukuran yang lebih akurat, dapat memperbaiki pengambilan keputusan, dan memungkinkan manajemen melakukan perbaikan secara terus menerus. Penjelasannya adalah sebagai berikut:


(59)

1. Activity based costing (ABC) menyajikan pengukuran yang lebih akurat

tentang biaya yang timbul karena dipicu oleh aktivitas, membantu manajemen untuk menigkatkan nilai produk dan nilai proses dengan membuat keputusan yang lebi baik tentang desain produk, mengendalikan biaya secara lebih akurat dan membantu perkembangan proyek-proyek yang meningkatkan nilai.

2. Memperbaiki kualitas pengambilan keputusan.

Para manajemen puncak yang telah menerapkan activity based costing,

percaya bahwa semakin akurat perhitungan biaya atau jasa layanan yang digunakan activity based costing, akan mengurangi kemungkinan

kesalahan dalam pengambilan keputusan.

3. Memungkinkan manajemen melakukan perbaikan secara terus menerus. Banyak perushaan berusaha untuk mengurangi biaya, guna menawarkan produk atau jasa layanan beraneka akan meningkatkan biaya. Dengan menggunakan activity based costing, biaya yang dikeluarkan akan terlihat

dengan jelas pada setiap aktivitas di mana biaya yang tidak mempunyai nilai tambah bagi pelanggan dapat dieliminasi lebih cepat.

Kelebihan activity based costing menurut William dan Carter (2009:545)

adalah sebagai berikut:

1. Activity based costing (ABC) mengharuskan manajer melakukan

perubahan radikal dalam cara berfikir mereka mengenai biaya

2. ABC mengharuskan manajer melakukan perubahan radikal dalam cara berfikir mereka mengenai biaya. Misal, pada awalnya sulit bagi manajer


(60)

untuk memahami bagaimana ABC dapat menunjukan bahwa produk bervolume tinggi ternyata merugi padahal analisis margin kontribusi menunjukkan bahwa harga jual melebihi biaya produksi variabel.

3. ABC berusaha untuk menunjukkan konsumsi sumber daya jangka panjang dari setiap produk, namun tidak memprediksikan berapa banyak pengeluaran yang akan dipengaruhi oleh keputusan tertentu.

4. ABC menunjukkan seberapa banyak aktivitas tingkat batch dan tingkat

produk yang didedikasikan untuk setiap produk dan bukan seberapa banyak penghematan yang akan terjadi jika lebih sedikit produk atau batch

diproduksi.

Kelebihan sistem ABC menurut Blocher (2006:232) adalah sebagai berikut:

1. Pengukuran profitabilitas yang lebih baik.

Activity based costing menyajikan biaya produk yang lebih akurat dan

informatif, mengarahkan pada pengukuran profitabilitas produk yang lebih akurat dan keputusan strategis yang diinformasikan dengan lebih baik tentang penetapan harga jual, lini produk, dan segmen pasar.

2. Keputusan dan kendali yang lebih baik.

Activity based costing menyajikan pengukuran yang lebih akurat tentang

biaya yang timbul karena dipicu oleh aktivitas.

3. Informasi yang lebih baik untuk mengendalikan biaya kapasitas.

Activity based costing membantu manajer mengidentifikasi dan


(61)

Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai kelebihan activity based

costing (ABC), maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang menerapkan

ABC akan mampu memperbaiki mutu pengambilan keputusan, memungkinkan manajemen melakukan perbaikan terus menerus terhadap aktivitas untuk mengurangi biaya overhead, serta memberikan kemudahan dalam penentuan biaya relevan. Pada akhirnya ABC mampu menyediakan informasi biaya berdasarkan aktivitas untuk memungkinkan manajemen dan karyawan melakukan manajemen berbasis aktivitas (activity based

management-ABM).

Kelemahan activity based costing (ABC) menurut Bastian dan Nurlela

(2009:30), adalah penerapan ABC yang lebih mahal; sulitnya merubah pola kebiasaan manajer; mudahnya data ABC disalah artikan; dan bentuk laporan yang kurang sesuai.

Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Dibandingkan sistem biaya tradisional yang hanya membebankan biaya cukup satu pemicu biaya seperti jam kerja langsung, ABC membutuhkan berbagai ukuran aktivitas yang harus dikumpulkan, diperiksa, dan dimasukkan dalam sistem, mungkin kurang sebanding dengan tingkat keakuratan yang didapat yang pada akhirnya mengakibatkan biaya yang tinggi.

2. Sulitnya merubah pola kebiasaan manajer.

Merubah pola kebiasaan manajer membutuhkan waktu penyesuaian, karena para manajer sudah terbiasa menggunakan sistem biaya tradisional


(1)

LAMPIRAN 6: FASILITAS KAMAR RAWAT INAP RUMAH SAKIT PRIKASIH

Ruang Perawatan Fasilitas

Flamboyan • 1 kamar 1 tempat tidur • Televisi

• Kulkas • Telepon • Kamar mandi • Water heater • Air conditioner • Sofa

• Meja makan • Meja + tea set • Kursi teras • Ruang tunggu • sofa

Mawar • 1 kamar 1 tempat tidur • Televisi

• Kulkas • Telepon • Kamar mandi • Water heater • Air conditioner • Kursi teras • Meja + tea set • sofa

Teratai • 1 kamar 1 tempat tidur • Televise

• Kulkas • Kamar mandi • Water heater • Air conditioner

Melati • 1 kamar 4 tempat tidur • Kamar mandi

• Air conditioner • Televisi


(2)

LAMPIRAN 7: BIAYA OVERHEAD PER RUANG PERAWATAN

Overhead Flamboyan Mawar Teratai Melati

Beban penyusutan peralatan Rp 46,964.38 Rp 44,293.15 Rp 35,663.01 Rp 30,320.54 linen Rp 1,988.77 Rp 108,854.00 Rp 1,331.61 Rp 626.73 biaya pemakaian

perlengkapan Rp 7,702.38 Rp 7,599.43 Rp 6,922.07 Rp 6,359.91 Gas loundry dan bahan Rp 4,778.91 Rp 549.55 Rp 579.29 Rp 506.42 Kebersihan Rp 4,268.97 Rp 6,990.44 Rp 1,999.73 Rp 5,873.32 Biaya pemeliharaan Rp 1,142.85 Rp 1,934.52 Rp 1,345.13 Rp 600.00 Biaya material unit Rp 45.31 Rp 753.96 Rp 581.87 Rp 106.61 Biaya listrik Rp 1,886.74 Rp 1,453.22 Rp 1,630.62 Rp 934.47 Total overhead Rp 68,778.31 Rp 64,662.81 Rp 50,033.33 Rp 45,328.00


(3)

LAMPIRAN 9: DIRECT COST, DIRECT LABOR, OVERHEAD PER HARI PER RUANG PERAWATAN

Keterangan Flamboyan Mawar Teratai Melati

DIRECT COST

bahan medis Rp 1,828.57 Rp 1,799.43 Rp 1,463.21 Rp 880.53 makan dan minum pasien Rp 31,593.00 Rp 31,593.00 Rp 24,745.00 Rp 20,305.00 total direct cost Rp 33,421.57 Rp 33,392.43 Rp 26,208.21 Rp 21,185.53

DIRECT LABOR

Gaji dan tunjangan perawat Rp 182,224.08 Rp 137,817.72 Rp 215,260.80 Rp 135,427.20 total direct labor Rp 182,224.08 Rp 137,817.72 Rp 215,260.80 Rp 135,427.20

OVERHEAD

Beban penyusutan peralatan Rp 46,964.38 Rp 44,293.15 Rp 35,663.01 Rp 30,320.54 linen Rp 1,988.77 Rp 108,854.00 Rp 1,331.61 Rp 626.73 biaya pemakaian

perlengkapan Rp 7,702.38 Rp 7,599.43 Rp 6,922.07 Rp 6,359.91 Gas loundry dan bahan Rp 4,778.91 Rp 549.55 Rp 579.29 Rp 506.42 Kebersihan Rp 4,268.97 Rp 6,990.44 Rp 1,999.73 Rp 5,873.32 Biaya pemeliharaan Rp 1,142.85 Rp 1,934.52 Rp 1,345.13 Rp 600.00 Biaya material unit Rp 45.31 Rp 753.96 Rp 581.87 Rp 106.61 Biaya listrik Rp 1,886.74 Rp 1,453.22 Rp 1,630.62 Rp 934.47 total overhead Rp 68,778.31 Rp 64,662.81 Rp 50,033.33 Rp 45,328.00 COGS Rp 284,423.96 Rp 235,872.96 Rp 291,502.34 Rp 201,940.73


(4)

BERITA ACARA WAWANCARA

No PERTANYAAN HASIL WAWANCARA

1 Terbentuknya RS. Prikasih ini sendiri pada awalnya seperti apa, serta dalam perkembangannya telah mengalami perubahan apa saja?

Company Profile RS. Prikasih

2 Untuk pengakuan biaya, bagaimana cara pihak RS melakukan perhitungan biaya per unit kamarnya?

RS. Prikasih sendiri didasarkan pada cost unit dan profit unit yang terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan baik itu untuk biaya medis ataupun non medis

3 Lalu bagaimana dengan pengakuan labanya?

Pengakuan laba didasarkan pada unit kamar inap yang menghasilkan pendapatan bagi perusahaan.

4 Adakah faktor-faktor yang

melatarbelakangi manajemen RS dalam menyusun tarif kamar rawat inap itu sendiri?

Ada 4 (empat) poin penting yang melatarbelakangi pihak RS dalam halnya menyusun tarif kamar rawat inap, yaitu:

1.Tarif kamar rawat inap tahun lalu; 2. Kenaikan/penurunan inflasi; 3. Survey RS. pesaing yang terdekat.

4. Biaya per unit 5 Lalu bagaimanakah metode perhitungan

laporan laba-rugi seperti yang biasa dilakukan oleh RS. Prikasih ini?

Pihak RS. melaporkan laporan laba-rugi per akhir tahun/periode, ada juga laporan laba-rugi per jenis kamar untuk melihat keuntungan ataupun kerugian per jenis kamar itu sendiri.

6 Dalam menentukan penyusunan tarif rawat inap ini, tahapan-tahapan apa saja yang terjadi di dalamnya?


(5)

No PERTANYAAN HASIL WAWANCARA 7 Dalam tiap-tiap tahapan itu sendiri

tentunya ada aktivitas-aktivitas yang terjadi di dalamnya, aktivitas-aktivitas tiap-tiap tahapan itu apa saja?

Lihat Tabel 4.12

8 Untuk prosentase tiap-tiap aktivitas per tahapan-tahapan penentuan tarif kamar itu berapa saja?

Lihat Tabel 4.13; 4.15; 4.17

7 Biaya-biaya apa saja yang terdapat di dalamnya? (Maksudnya tiap-tiap aktivitas)

Ada 3 (tiga) jenis biaya yang diterapkan oleh RS. Prikasih ini, yaitu:

1. Biaya Langsung;

2. Biaya TK Langsung; dan 3. Biaya Overhead.

8 Biaya Langsung itu meliputi apa saja? Lihat tabel (4.33)

9 Sedangkan, Biaya TK Langsung meliputi apa saja?

Lihat tabel (4.33)

10 Lalu, Biaya Overhead meliputi apa saja? Lihat tabel (4.33)

11 Penggunaan Biaya Langsung per hari tiap kamarnya rate-nya (jumlah pemakaian) berapa saja?

Lihat Lampiran 9

12 Penggunaan Biaya Tenaga Kerja Langsung per hari tiap kamarnya rate -nya berapa saja?

Lihat Lampiran 9

13 Penggunaan Biaya Overhead per hari tiap kamarnya rate-nya berapa saja?

Lihat Lampiran 9

Jakarta, 20 Maret 2010 Pewawancara Ka. Akuntansi RS. Prikasih

Putri Trisyana Arie Sudirman NIM: 106082002547


(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Biaya Produksi dengan Pendekatan ABC (Activity Based Costing) di PT Guna Kemas Indah

11 125 122

Perancangan Harga Pokok Produksi Dengan Metode Activity Based Costing Pada PT. Pawani

4 50 113

Usulan metode Activity Based Costing sebagai alternatif untuk menentukan besaran biaya pendidikan yang akurat : studi kasus pada SMP-MA Perguruan Islam Ar-Risalah Padang

0 14 0

TIME DRIVEN ACTIVITY BASED COSTING PENERAPAN TIME DRIVEN ACTIVITY BASED COSTING DALAM PERHITUNGAN BIAYA INSTALASI RADIOLOGI DI RUMAH SAKIT YAKKUM PURWODADI.

21 241 7

PENERAPAN METODE ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM SEBAGAI ALTERNATIVE SYSTEM PENENTUAN BIAYA RAWAT INAP PADA RUMAH SAKIT (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Islam Klaten).

0 0 8

PENERAPAN ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM SEBAGAI ALTERNATIF SISTEM PENENTUAN BIAYA RAWAT INAP PADA RUMAH SAKIT (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta).

0 0 7

Kemungkinan Penerapan Metode Activity Based Costing Dalam Penentuan Tarif Jasa Rawat Inap Rumah Sakit (Studi kasus pada Rumah Sakit Islam Klaten).

2 2 9

PENERAPAN ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM SEBAGAI ALTERNATIF SISTEM PENENTUAN BIAYA RAWAT INAP PENERAPAN ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM SEBAGAI ALTERNATIF SISTEM PENENTUAN BIAYA RAWAT INAP PADA RUMAH SAKIT (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Islam Yaksi Gemolong,

0 1 13

PENDAHULUAN PENERAPAN ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM SEBAGAI ALTERNATIF SISTEM PENENTUAN BIAYA RAWAT INAP PADA RUMAH SAKIT (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Islam Yaksi Gemolong, Sragen).

0 1 7

PENERAPAN ACTIVITY BASED COSTING PADA TA

0 2 21