PENGARUH PEMBERIAN CAIRAN INFUS DENGAN NaCl HANGAT TERHADAP KEJADIAN MENGGIGIL PADA PASIEN OPERASI SECSIO CAESAREA DI KAMAR OPERASI RUMAH SAKIT AISYIYAH BOJONEGORO

  

PENGARUH PEMBERIAN CAIRAN INFUS DENGAN NaCl HANGAT

TERHADAP KEJADIAN MENGGIGIL PADA PASIEN

OPERASI SECSIO CAESAREA DI KAMAR OPERASI

RUMAH SAKIT AISYIYAH BOJONEGORO

1) 2)

  Virgianti Nur Faridah , Sri Hananto Ponco Program Studi S1 Keperawatan, STIKES Muhammadiyah Lamongan 1)

  Email : virgianti_nf@yahoo.com 2) hanantoponco@yahoo.com …………......……….…… …… . .…. ABSTRAK …… … ......………. …… …… . .….

  Secsio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu

insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat

janin diatas 500 gram. Data yang didapat dari Kamar Operasi RS Aisyiyah Bojonegoro, sebanyak

60% pasien post operasi secsio caesaria mengalami kejadian menggigil post operasi. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian cairan infus dan irigasi intra-

abdomen dengan NaCl hangat terhadap kejadian menggigil pada pasien post operasi secsio

caesarea dengan anestesi spinal di Ruang Operasi Rumah Sakit Aisyiyah Bojonegoro. Desain

penelitian ini menggunakan experimental (post test only controlled group desain). Besar sampel

dalam penelitian ini adalah 42 pasien SC yang terbagi dalam dua kelompok yaitu 21 pasien

kelompok perlakuan yang diberikan cairan infus dengan NaCl hangat dan 21 pasien kelompok

kontrol yang diberikan cairan infus dengan NaCl suhu kamar. Data yang terkumpul kemudian

dianalisis dengan uji Uji Mann-Whitney (U-Test). Hasil penelitian didapatkan 1) Suhu tubuh

pasien yang diberi cairan infus suhu ruangan saat post operasi sebagian besar 66,66% mengalami

hipotermi dan menggigil derajat 1-4, dan menggigil terbanyak pada derajat 3, 2) Suhu tubuh

responden yang diberi cairan infus hangat saat post operasi sebagian besar 95,24% suhunya

normal dan tidak mengalami menggigil, 3) Pemberian cairan infus hangat efektif menurunkan

kejadian menggigil pada pasien post operasi Sectio Caesaria teknik spinal anestesi di Kamar

0,05). Operasi RS Aisyiyah Bojonegoro, hasilnya Z= -4,219 dan p = 0,000 ( ≤ Kata kunci : Cairan infus dengan NaCl Hangat, Menggigil, SC

  

PENDAHULUAN . …… . … … . menggunakan NaCl kurang lebih 500-1000

  ml atau sesuai kebutuhan. Hal ini bertujuan Secsio caesarea adalah suatu untuk membersihkan abdomen dari sisa-sisa persalinan buatan dimana janin dilahirkan darah maupun ketuban (mekonial) agar tidak melalui suatu insisi pada dinding perut dan terjadi komplikasi perlengketan setelah dinding rahim dengan syarat rahim dalam operasi (Owen, 2005). keadaan utuh serta berat janin diatas 500 Teknik anestesia yang lazim gram (Arif & Suprahaita, 2000). Saat ini digunakan dalam secsio caesarea adalah pembedahan secsio caesarea jauh lebih aman anestesi regional, tapi tidak selalu dapat dibandingkan masa sebelumnya karena dilakukan berhubungan dengan sikap mental tersedianya antibiotik, transfusi darah, teknik pasien. Anestesia regional yang sering operasi yang lebih baik, serta teknik anestesi dipakai untuk tindakan secsio caesarea yang lebih sempurna. Pada tahapan prosedur adalah anestesi spinal (Owen, 2005). operasi secsio caesarea, sebelum menutup Komplikasi anestesi spinal pada secsio peritoneum sebagian dokter kandungan caesarea diantaranya yaitu: hipotensi, melakukan pencucian perut dengan bradicardi, PDPH, menggigil, mual muntah,

  SURYA

8 Vol.04, No.XX, Des ember 2014

  SURYA Vol.04, No.XX, Desember 2014

  depresi nafas, total spinal. Pasien post operasi secsio caesarea dengan anestesi spinal yang dilakukan irigasi intra-abdomen biasanya mengeluh kedinginan. Pada anestesi spinal akan menurunkan ambang menggigil sampai pada inti hipotermi pada jam pertama atau setelah dilakukan anestesi spinal akan menurunkan suhu sekitar 1–2 °C, hal ini berhubungan dengan redistribusi panas tubuh dari kompartemen inti ke perifer dimana spinal menyebabkan vasodilatasi. Kondisi ini kemungkinan juga karena suhu kamar operasi yang dingin, atau juga ditunjang karena efek dari pencucian rongga abdomen yang dilakukan sebelum penutupan peritoneum.

  Himawan (2005), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa angka kejadian menggigil selama pemulihan anestesi antara 5% hingga 60%. Menggigil terjadi pada 40% yang mengalami pemulihan dari anesthesi umum, 50% pada pasien dengan suhu inti tubuh 35,5°C dan 90% pada pasien dengan suhu inti tubuh 34,5°C. Sementara kejadian menggigil pasca analgesia spinal bervariasi sekitar 36% sampai 60%.

  Data yang didapat dari laporan kegiatan pembedahan di Kamar Operasi Rumah Sakit Aisyiyah Bojonegoro, rata-rata kasus sectio caesarea per bulan sebanyak 15- 20 kasus, dimana 90% dilakukan dengan anastesi regional (SAB) dan sisanya dengan anastesi general. Dari 20 pasien tersebut, sebanyak 12 pasien (60%) mengalami kejadian menggigil post operasi. Dari data tersebut menunjukkan bahwa masih tingginya angka kejadian menggigil post operasi secsio caesarea di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Aisyiyah Bojonegoro.

  Menggigil mengakibatkan konsumsi oksigen menjadi 2-3 kali lipat dan juga meningkatkan produksi karbondioksida, meningkatnya kebutuhan metabolisme pada pasien menggigil dapat mengakibatkan komplikasi pada pasien yang memiliki pintas intrapulmonal, curah jantung yang terbatas dan cadangan respirasi terbatas. Menggigil meningkatkan tekanan intrakranial dan tekanan intraocular (Buggy & Crossley,

  2000). Kadar katekolamin plasma darah akan meningkat, gangguan jantung berupa iskemia otot jantung dapat terjadi pada pasien yang menggigil. Menggigil juga dapat mengakibatkan rasa nyeri pada luka operasi karena terjadi rengangan pada luka operasi (Roy et al, 2004). Oleh karena itu, menggigil harus segera diatasi.

  Harus diambil tindakan untuk memastikan bahwa pasien yang menjalani pembedahan abdomen terlindung dari penurunan panas tubuh. Selain lingkungan sekitar pasien harus tetap dijaga kehangatannya, cairan irigasi intraabdomen juga harus dihangatkan terlebih dahulu mendekati suhu tubuh normal untuk memperkecil pengeluaran panas (Sessler & Ponte, 1990). Cara yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengatasi menggigil pasca operasi antara lain adalah menjaga suhu tubuh tetap normal selama tindakan pembedahan atau pemberian obat-obatan. Menggigil dapat dicegah diantaranya dengan cara: pengaturan suhu kamar operasi, penggunaan sistem pemanas udara bertekanan, penggunaan cairan kristaloid yang dihangatkan (untuk keseimbangan cairan intravena, untuk irigasi luka pembedahan, untuk prosedur cistoscopi), menghindari genangan darah atau cairan di meja operasi dan ruang pemulihan yang hangat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian cairan infus dan irigasi intra-abdomen dengan NaCl hangat terhadap kejadian menggigil pada pasien post operasi secsio caesarea dengan anestesi spinal di Ruang Operasi Rumah Sakit Aisyiyah Bojonegoro.

  METODE PENELITIAN .… … .…

  Desain penelitian ini menggunakan

  experimental (post test only controlled group desain ). Besar sampel dalam penelitian ini

  adalah 42 pasien SC yang terbagi dalam dua kelompok yaitu 21 pasien kelompok perlakuan yang diberikan cairan infus dengan NaCl hangat dan 21 pasien kelompok kontrol yang diberikan cairan infus dengan NaCl suhu kamar. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan uji Uji Mann- Whitney (U-Test).

  Pada Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa suhu tubuh responden yang diberi cairan infus suhu ruangan saat pre

  HASIL DAN PEMBAHASAN … …

  operasi seluruhnya normal yaitu 100 % dan juga seluruhnya tidak menggigil

  1) Suhu Tubuh dan Kejadian Menggigil

  (skor 0) sebesar 100%. Sedangkan suhu

  Pada Responden Yang Diberi Cairan

  tubuh responden yang diberi cairan infus

  Infus Suhu Ruangan

  suhu ruangan saat post operasi sebagian Suhu tubuh responden yang besar suhunya mengalami hipotermi diberi cairan infus garam fisiologis sebesar 61,90% dan sebagian besar

  ᵒ ᵒ suhu ruangan (24 C-26 C) mengalami menggigil derajat 1-4, sedangkan derajat menggigil terbanyak dikategorikan menjadi 2, yaitu normal

  ᵒ ᵒ ᵒ pada skor 3 sebesar 38,10%. (36 C - 37

  C) dan hipotermi (< 36 C). Sedangkan kejadian menggigil

  2) Suhu Tubuh dan Kejadian Menggigil

  dibedakan menjadi 5, yaitu skor 0=

  Pada Responden Yang Diberi Cairan

  tidak menggigil; skor 1= tremor

  Infus Hangat

  intermiten dan ringan pada rahang dan Responden diberi cairan infus otot leher; skor 2= tremor yang nyata hangat artinya responden diberi infus pada otot dada; skor 3= tremor cairan garam fisiologis yang sebelumnya intermiten seluruh tubuh; skor 4= sudah dimasukkan kedalam box warmer aktivitas otot seluruh tubuh sangat kuat

  ᵒ ᵒ dan terus menerus. yang mempunyai suhu (37,7 C - 40 C).

  Suhu tubuh dikategorikan menjadi 2, Distribusi suhu tubuh dan

  ᵒ ᵒ kejadian menggigil pada responden yang yaitu normal (36 C - 37

  C) dan diberi cairan infus suhu ruangan ᵒ hipotermi (< 36

  C). Sedangkan kejadian dijelaskan pada tabel berikut. menggigil dibedakan menjadi 5, yaitu skor 0= tidak menggigil; skor 1= tremor

  Tabel 1 Distribusi Suhu Tubuh dan intermiten dan ringan pada rahang dan Kejadian Menggigil Pada otot leher; skor 2= tremor yang nyata Responden Yang Diberi Cairan pada otot dada; skor 3= tremor Infus Suhu Ruangan Saat Pre dan intermiten seluruh tubuh; skor 4= Post Operasi di Kamar Operasi RS aktivitas otot seluruh tubuh sangat kuat Aisyiyah Bojonegoro dan terus menerus. Distribusi suhu tubuh dan kejadian menggigil pada responden

  No. Pre Operasi Post

  yang diberi cairan infus hangat

  Operasi dijelaskan pada tabel berikut. f % f %

  1. Suhu Tubuh

  a. Normal 21 100,00 8 38,10

  Tabel 2 Distribusi Suhu Tubuh dan b.

  13 61,90

  Kejadian Menggigil Pada Responden

  Hipotermi

  Yang Diberi Cairan Infus Hangat Saat

  Total 21 100,00 21 100,00

  Pre dan Post Operasi di Kamar

  2. Derajat Menggigil

  Operasi RS Aisyiyah Bojonegoro

  a. 0 21 100,00 7 33,33

  b. 1 1 4,76

  c. 2 4 19,05

  d. 3 8 38,10

  e. 4 1 4,76 Total 21 100,00 21 100.00 SURYA

  Vol.04, No.XX, Desember 2014

  SURYA Vol.04, No.XX, Desember 2014

  3 sebagai berikut. Tabel 3 Pemberian cairan infus suhu ruangan dibanding cairan infus hangat terhadap kejadian menggigil pada pasien SC teknik Spinal

  Kamar Operasi RS Aisyiyah Bojonegoro

  Anestesi Saat Post Operasi Di

  4 Efektifitas Pemberian Cairan Infus Suhu Ruangan Dibanding Cairan Infus Hangat Terhadap Kejadian Menggigil Pada Pasien SC Teknik Spinal

  Tabel

  Untuk mengetahui efektifitas pemberian cairan infus suhu ruangan dibanding cairan infus hangat terhadap kejadian menggigil pada pasien SC teknik Spinal Anestesi saat post Operasi dilakukan analisis data dengan SPSS For Windows versi 16.0 yaitu dengan uji Mann Whitney.

  (2) Efektifitas Pemberian Cairan Infus Suhu Ruangan Dibanding Cairan Infus Hangat Terhadap Kejadian Menggigil Pada Pasien SC Teknik Spinal Anestesi Post Operasi

  Dari tabel 3 dapat dijelaskan bahwa semua responden saat pre operasi memiliki suhu normal 100% dan tidak menggigil 100%.

  2. Hangat 21 100 21 100 Jumlah 21 100 21 100

  Jumlah 21 100 21 100

  1. Suhu Ruangan 21 100 21 100

  No. Cairan Infus Derajat Menggigil Pre Operasi f % 0 - 4 F %

  Operasi RS Aisyiyah Bojonegoro

  Anestesi saat pre Operasi di Kamar

  dapat dijelaskan pada Tabel

  No. Pre Operasi Post Operasi f % f %

  Spinal Anestesi saat pre Operasi

  Distribusi pemberian cairan infus suhu ruangan dibanding cairan infus hangat terhadap kejadian menggigil pada pasien SC teknik

  (1) Pemberian Cairan Infus Suhu Ruangan Dibanding Cairan Infus Hangat Terhadap Kejadian Menggigil Pada Pasien SC Teknik Spinal Anestesi Pre Operasi

  Pada Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa suhu tubuh responden yang diberi cairan infus hangat saat pre operasi seluruhnya normal yaitu 100 % dan juga semua responden tidak menggigil (skor 0) sebesar 100%. Sedangkan suhu tubuh responden yang diberi cairan infus hangat saat post operasi sebagian besar responden suhunya normal sebesar 95,24% dan sebagian besar responden tidak mengalami menggigil (skor 0) sebesar 95,24%

  e. 4 Total 21 100,00 21 100.00

  d. 3

  c. 2

  b. 1 1 4,76

  a. 0 21 100,00 20 95,24

  2. Derajat Menggigil

  Total 21 100,00 21 100,00

  b. Tidak Normal 1 4,76

  Normal 21 100,00 20 95,24

  1. Suhu Tubuh a.

3) Efektifitas Pemberian Cairan Infus Suhu Ruangan Dibanding Cairan Infus hangat Terhadap Kejadian Menggigil Pada Pasien SC Teknik Spinal Anestesi Pre Dan Post Operasi

  SURYA Vol.04, No.XX, Desember 2014

  8

  3

  4 F % f % f % f % f %

  1. Suhu Ruang

  7

  33 1 4,7

  4

  19

  38 1 4,7 21 100 Jumlah

  1

  7

  33 1 4,7

  4

  19

  8

  38 1 4,7 21 100

  20

  95 1 4,7 21 100 Jumlah 20 100 1 4,7 21 100

  2

  No. Cairan Infus Derajat Menggigil Post Operasi F %

  Menurut Sessler (2000) bahwa tindakan anestesi Spinal terjadi blok pada sistem simpatis sehingga terjadi vasodilatasi yang mengakibatkan perpindahan panas dari kompartemen sentral ke perifer, hal ini menyebabkan hipotermi. Menurut Buggy & Crossley (2000) bahwa terjadinya hipotermi akan merangsang vasokonstriksi dan menggigil, menggigil merupakan refleks dibawah kontrol dari hipotalamus. Mekanisme ini untuk meningkatkan

2. Hangat

  PEMBAHASAN1) Suhu Tubuh dan Kejadian Menggigil Pada Responden Yang Diberi CairanInfus Suhu Ruangan

  Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa suhu tubuh pasien SC teknik Spinal anestesi yang diberi cairan infus suhu ruangan saat pre operasi seluruhnya normal yaitu 100 % dan juga seluruhnya tidak menggigil (skor 0) sebesar 100%. Sedangkan suhu tubuh pasien SC teknik Spinal anestesi yang diberi cairan infus suhu ruangan (24

  ᵒ C - 26

  ᵒ

  C) saat post operasi sebagian besar suhunya mengalami hipotermi (suhu tubuh <

  36 ᵒ

  C) sebesar 61,90% dan sebagian besar mengalami menggigil derajat 1-4, sedangkan derajat menggigil terbanyak pada skor 3 sebesar 38,10%.

  Dari Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa pada responden yang diberikan cairan infus suhu ruangan kamar operasi sebagian besar mengalami menggigil, dari jumlah responden yang menggigil sebagian besar menggigil derajat 3 sebesar 38,10%. Sedangkan pada responden yang diberikan cairan infus hangat sebagian besar mengalami tidak menggigil atau derajat 0 sebesar 95,24%. Setelah dilakukan analisis dengan uji Mann Whitney dan hasilnya Z= -4,219 dan p = 0,000 (p ≤ 0,05) yang berarti H 1 diterima, dan Hₒ ditolak, yaitu ada perbedaan antara kejadian menggigil pada pasien SC teknik spinal yang telah diberikan cairan infus suhu ruangan dengan yang diberikan cairan infus hangat, artinya bahwa pemberian cairan infus hangat efektif dibanding cairan infus suhu ruangan terhadap kejadian menggigil pada pasien SC teknik spinal anestesi di Kamar Operasi RS Aisyiyah Bojonegoro.

  C, dan responden tidak menggigil. Tetapi fakta membuktikan bahwa responden yang diberi cairan infus suhu ruangan sebagian besar saat post operasi mengalami hipotermi dan menggigil sampai derajat 4 dan terbanyak adalah

  turun 1 ᵒ

  C – 2 ᵒ

  C pada satu jam pertama selama anestesi umum (fase I), kemudian diikuti dengan penurunan secara gradual selama 3 – 4 jam berikutnya (fase II) dan pada akhirnya berada pada keadaan menetap (fase III). Menurut Sessler & Ponte (1990), penyebab hipotermi yang lain adalah tereksposnya tubuh terhadap ruang operasi dengan lingkungan yang dingin, memberikan cairan infus atau tranfusi darah dengan suhu lingkungan ruang operasi yang dingin atau tidak dihangatkan saat sebelum, selama, dan setelah tindakan anestesi. Bila sudah terjadi hipotermi, untuk meningkatkan temperatur inti tubuh sebagai kompensasinya tubuh akan menggigil.

  Hasil penelitian sesuai pendapat para ahli bahwa responden pada saat pre operasi sudah diminimalkan faktor penyebab hipotermi dan menggigil yaitu usia 20-35 tahun, suhu tubuh sebelum dioperasi 36

  ᵒ C - 37

  ᵒ

  C, suhu ruang kamar operasi 24 ᵒ

  C - 26 ᵒ

  Core temperature. Core temperature (central blood temperature) biasanya

  SURYA Vol.04, No.XX, Desember 2014

  menggigil derajat 3 (tremor intermiten seluruh tubuh). Hal ini terjadi karena responden mendapatkan anestesi spinal dan pemberian cairan infus suhu ruangan kamar opearasi. Pada anestesi spinal akan menurunkan ambang menggigil sampai pada inti hipotermi pada jam pertama atau setelah dilakukan anestesi spinal akan menurun sekitar 1-

  2 ᵒ

  C, hal ini berhubungan dengan redistribusi panas tubuh dari kompartemen inti ke perifer dan menyebabkan hipotermi. Bila sudah terjadi hipotermi tubuh akan meningkatkan temperatur inti tubuh sebagai kompensasinya tubuh akan mengigil.

  Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa suhu tubuh responden yang diberi cairan infus hangat saat pre operasi seluruhnya normal yaitu 100 % dan juga semua responden tidak menggigil (skor 0) sebesar 100%. Sedangkan suhu tubuh responden yang diberi cairan infus hangat saat post operasi sebagian besar responden suhunya normal sebesar 95,24% dan sebagian besar responden tidak mengalami menggigil (skor 0) sebesar 95,24%.

  Menurut Morgan (2006) bahwa menggigil merupakan suatu mekanisme tubuh yang terjadi untuk meningkatkan pembentukan panas. ketika tubuh terlalu dingin, sistem pengaturan temperatur tubuh mengadakan prosedur untuk meningkatkan suhu tubuh dengan cara vasokontriksi kulit keseluruh tubuh yang merupakan rangsangan pusat simpatis hipotalamus posterior, dan peningkatan pembentukan panas oleh sistem metabolisme dengan cara menggigil, rangsangan simpatis pembentukan panas dan sekresi tiroksin. Menurut Buggy &

  Crossley (2000) bahwa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengatasi menggigil saat anestesi antara lain adalah menjaga suhu tubuh tetap normal selama tindakan pembedahan. Pendekatan yang ditempuh dapat berupa non farmakologis menggunakan konduksi panas, sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap sistem regulasi tubuh terhadap menggigil seperti pemberian cairan infus yang dihangatkan. Menurut Smith (2005) bahwa pemberian cairan infus yang dihangatkan dapat diberikan pada pasien yang dioperasi pada periode pre, durante sampai post operasi dengan metode yang mudah, murah dan aman. Pemberian cairan infus yang dihangatkan dapat mempertahankan temperatur inti tubuh, mencegah hipotermi dan kejadian menggigil.

2) Suhu Tubuh dan Kejadian Menggigil Pada Pasien Yang Diberi Cairan Infus Hangat

  Hasil penelitian sesuai dengan pendapat para ahli bahwa pada responden diberikan cairan infus garam fisiologis yang dihangatkan (37,7

  ᵒ C -

  40 ᵒ

  C) dengan Fluid Box Warmer dan diberikan melalui intravena 300 ml dalam 15 menit pertama, selanjutnya 700 ml pada jam pertama. Pemberian selanjutnya sesuai kekurangan cairan. Cairan infus hangat ini bertujuan untuk mempertahankan temperatur inti tubuh, mencegah hipotermi dan kejadian menggigil. Walaupun responden mengalami tindakan anestesi Spinal yaitu terjadi blok pada sistem simpatis sehingga terjadi vasodilatasi yang mengakibatkan perpindahan panas dari kompartemen sentral ke perifer dan menyebabkan hipotermi. Namun setelah dilakukan observasi pada saat post operasi sebagian besar responden suhunya normal (tidak hipotermi) dan juga sebagian besar responden tidak mengalami menggigil. Dengan demikian maka pemberian cairan infus hangat dapat digunakan sebagai metode untuk mencegah mengigil pada pasien SC teknik anestesi spinal.

3) Efektifitas Pemberian Cairan Infus Suhu Ruangan Dibanding Cairan Infus hangat Terhadap Kejadian Menggigil Pada Pasien SC Teknik

  SURYA Vol.04, No.XX, Desember 2014

  Spinal Anestesi Pre Dan Post Operasi

  Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa pada responden yang diberikan cairan infus suhu ruangan kamar operasi sebagian besar menggigil dan dari jumlah responden yang menggigil sebagian besar menggigil derajat 3 sebesar 38,10%. Sedangkan pada responden yang diberikan cairan infus hangat sebagian besar tidak menggigil atau derajat 0 sebesar 95,24%. Setelah dilakukan analisis dengan uji Mann Whitney dan hasilnya Z= -4,219 dan p = 0,000 (p ≤

  0,05) yang berarti H 1 diterima, dan Hₒ ditolak, yaitu ada perbedaan antara kejadian menggigil pada pasien SC teknik spinal yang telah diberikan cairan infus suhu ruangan dengan yang diberikan cairan infus hangat, artinya bahwa pemberian cairan infus hangat efektif dibanding cairan infus suhu ruangan terhadap kejadian menggigil pada pasien SC teknik spinal anestesi di Kamar Operasi RS Aisyiyah Bojonegoro.

  Menurut Sessler (2000), Menggigil mengakibatkan konsumsi oksigen menjadi 2-3 kali lipat dan juga meningkatkan produksi karbondioksida. Meningkatnya kebutuhan metabolisme pada pasien menggigil dapat mengakibatkan komplikasi pada pasien yang memiliki pintas intrapulmonal, curah jantung yang terbatas dan cadangan respirasi terbatas. Menggigil meningkatkan tekanan intrakranial dan tekanan intraokular. Kadar katekolamin plasma darah akan meningkat pada pasien yang menggigil. Gangguan jantung berupa iskemia otot jantung dapat terjadi pada pasien yang menggigil. Menggigil juga dapat mengakibatkan rasa nyeri pada luka operasi karena terjadi renggangan pada luka operasi. Menurut Buggy &

  Crossley (2000), strategi khusus untuk pengendalian temperatur tubuh secara non farmakologis antara lain adalah mempertahankan temperatur ruang operasi yang sesuai dengan usia dewasa yaitu 24

  ᵒ C - 26

  ᵒ

  C, pemberian cairan intravena atau cairan infus yang dihangatkan. Sehingga kehilangan panas secara konduksi dapat dikurangi bila cairan garam fisiologis dihangatkan terlebih dahulu yaitu 37,7

  ᵒ C - 40

  ᵒ C yang diberikan intravena. Hal ini dapat mengaktifkan terjadinya mekanisme termoregulasi refleks dan semi refleks pada manusia, dimana respon tersebut dapat mencakup adanya perubahan dari otonosomatik, endokrin dan perilaku (Guyton & Hall, 2007).

  Hasil penelitian sesuai dengan pendapat para ahli bahwa mengatasi menggigil bisa dengan obat dan mekanis. Obat yang diberikan antara lain klonodin, magnesium sulfat, meperidine dan lain-lain. Namun pemberian obat tersebut mempunyai efek samping yang ringan sampai berbahaya. Dengan pemberian cairan infus garam fisiologis yang dihangatkan (37,7

  ᵒ C - 40

  ᵒ

  C) dengan Fluid Box Warmer melalui intravena. Cairan infus hangat ini bertujuan untuk mempertahankan temperatur inti tubuh, mencegah hipotermi dan kejadian menggigil dengan mengaktifkan terjadinya mekanisme termoregulasi refleks dan semi refleks pada manusia, dimana respon tersebut dapat mencakup adanya perubahan dari otonosomatik, endokrin dan perilaku. Pemberian infus hangat ini mudah dilaksanakan, murah dan tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya atau aman. Walaupun responden mengalami tindakan anestesi Spinal yang mempunyai efek samping hipotermi. Namun setelah dilakukan observasi pada saat post operasi sebagian besar responden suhunya normal (tidak hipotermi) dan juga dikembangkan Fluid Box Warmer yang sebagian besar responden tidak lebih baik dan stabil. mengalami menggigil. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa

  DAFTAR PUSTAKA .......... . . .

  pemberian cairan infus hangat dapat digunakan sebagai metode yang efektif Arif, M & Suprohaita. (2000). Kapita Selekta untuk mencegah dan mengatasi mengigil Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua, pada pasien SC teknik anestesi spinal. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas

  Kedokteran UI

  KESIMPULAN DAN SARAN . … Buggy, D.J., & Crossley, A.W. (2000).

  Thermoregulation, Mild

  1. Kesimpulan Preoperative Hypothermia And Post

  1) Suhu tubuh responden yang diberi

  Anesthetic Shivering. Brj Anaesth

  cairan infus suhu ruangan saat pre operasi seluruhnya normal dan Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2007). Buku Ajar tidak menggigil (skor 0).

  Fisiologis. Edisi XI, Jakarta: EGC

  Sedangkan suhu tubuh responden yang diberi cairan infus suhu Himawan, S (2005). Perbandingan ruangan saat post operasi sebagian

  Efektifitas Antara Tramadol Dan

  besar 66,66% mengalami hipotermi

  Meperidin Untuk Pencegahan

  dan menggigil derajat 1-4, dan Menggigil Pasca Anestesi Umum. menggigil terbanyak pada derajat 3

  Diakses dari (tremor intermiten seluruh tubuh). http://eprints.undip.ac.id/17647/1/Hi

  2) Suhu tubuh responden yang diberi mawan_Sasongko.pdf pada 20 Juli cairan infus hangat saat pre operasi

  2013 seluruhnya normal dan tidak menggigil (skor 0). Sedangkan

  Morgan, G.E. (2006). Patients Monitors. In: suhu tubuh responden yang diberi Morgan GE, Mikhail MS, Murray cairan infus hangat saat post operasi MJ eds. Clinical Anesthesiology. sebagian besar 95,24% suhunya

  Stamford: Appleton & Lange: 147- normal dan tidak mengalami 150. menggigil (skor 0). 3) Pemberian cairan infus hangat

  Owen, P. (2005). Caesarean Section. Diakses efektif menurunkan kejadian dari http://www.netdoctor.co.uk. menggigil pada pasien post operasi pada 20 Juli 2013 Sectio Caesaria teknik spinal anestesi di Kamar Operasi RS

  Roy, J.D., Girard, M., & Drolet, P. (2004). Aisyiyah Bojonegoro, hasilnya Z= -

  0,05). Intrathecal Meperidine Decrease 4,219 dan p = 0,000 ( ≤

  Shiverin During Cesarean Delivery Under Spinal Anesthesia ,

  2. Saran Anesthesia Analgesia ; 98: 230-4.

  Penggunaan cairan infus hangat disosialisasikan di kamar operasi rumah Sessler, D.I. (2000). Consequences of Mild sakit sehingga memberikan kenyamanan

  Intra Operative Hypotermia. In

  pada pasien. Fluid Box Warmer yang th Kirby RR editor, anesthesia 5 ed. sudah ada harap digunakan sebaik-

  New York: Curchill Livingstone Inc baiknya. saat

  Fluid Box Warmer

  penelitian ini menggunakan pemanas bola lampu dan termostat. Selanjutnya perlu

  SURYA Vol.04, No.XX, Desember 2014

  SURYA Vol.04, No.XX, Desember 2014

  Sessler, D.I., & Ponte, J. (1990). Shivering During Epidural Anesthesia.

  Anesthesiology Smith, G.F. (2005). Anaesthetic. Diakses dari http//www.netdoctor.co.uk. pada 21

  Juli 2013.