Analisis Permasalahan Penataan Ruang Ber

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah tugas mata kuliah Hukum dan
Administrasi Perencanaan yang berjudul “Analisis Permasalahan Penataan Ruang
Berdasarkan Peraturan dan Perundangan, Studi Kasus Bangunan Cagar Budaya SMA “17” 1
Yogyakarta”.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
selama proses penyelesaian makalah ini, secara khusus kepada:


Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kami kesehatan serta kesempatan
untuk membuat makalah ini sehingga makalah ini da pat selesai.



Ir. Sardjito, MT. selaku dosen pengajar sekaligus dosen pembimbing pembuatan makalah
tugas mata kuliah Hukum dan Administrasi Perencanaan atas bimbingannya dalam
membantu memberikan saran, masukan, maupun kritik selama penyusunan makalah ini
sampai selesai.




Putu Gde Ariastita, ST., MT. selaku dosen pengajar sekaligus dosen pembimbing
pembuatan makalah tugas mata kuliah Hukum dan Administrasi Perencanaan atas
bimbingannya dalam membantu memberikan saran, masukan, maupun kritik selama
penyusunan makalah ini sampai selesai.
Penyusunan makalah tugas mata kuliah Hukum dan Administrasi Perencanaan ini

bertujuan untuk memahami tentang isu dan permasalahan terkait perusakan bangunan cagar
budaya SMA “17” 1 Yogyakarta serta pelanggaran hukum apa saja yang terjadi dalam kasus
ini.
Dalam penyusunan makalah, penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan
yang terjadi, baik pada teknis penulisan maupun pembahasan materi. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan
penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
khususnya dan dapat memberikan masukan informasi serta pengetahuan yang bermanfaat
bagi masyarakat pada umumnya.

Surabaya, April 2016

Penyusun


i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
1.1 LATAR BELAKANG ....................................................................................................... 1
1.2 TUJUAN ......................................................................................................................... 1
1.3 SISTEMATIKA PENULISAN .......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 3
2.1 KEBIJAKAN TERKAIT CAGAR BUDAYA ..................................................................... 3
2.1.1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar
Budaya ............................................................................................................... 3
2.1.2 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. 6 Tahun 2012
Tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya ................................ 4
2.1.3 Peraturan Gubernur No. 61 Tahun 2013 Tentang Pelestarian Cagar Budaya . 4
2.2 GAMBARAN UMUM STUDI KASUS ............................................................................. 5
2.3 ANALISIS STUDI KASUS .............................................................................................. 7

BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Monumen Markas Tentara Pelajar di SMA 17 "1" Yogyakarta ................................ 6
Gambar 2 Papan SMA “17” 1 Yogyakarta dirobohkan ............................................................. 6

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Cagar bduaya merupakan kekayaan budaya yang sangat penting untuk memupuk

kesadaran jati diri bangsa dan mempertinggi harkat dan martabat bangsa, serta untuk
memperkuat ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi terwujudnya cita-cita bangsa pada
masa depan. Perlindungan hukum penting adanya dan sangat dibutuhkan sehingga dapat
mengurangi ancaman kerusakan dan kepunahan terhadap benda-benda cagar budaya.

Definisi dari cagar budaya diatur dalam bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 1 dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yaitu
cagar budaya merupaka warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar
Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai
penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui
proses penetapan.
Yogyakarta telah dikenal sebagai kota budaya di Indonesia dengan keberadaan
berbagai bangunan tua yang terdapat di beberapa kawasan. Namun sangat disayangkan,
pembangunan yang terjadi pada zaman sekarang ini seringkali membawa dampak negatif
pada keberadaan bangunan cagar budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu contoh
yang saat ini sedang terjadi adalah perusakan bangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) “17”
1 Yogyakarta tepatnya berada di jalan Tentara Pelajar nomor 24 Yogyakarta. Bangunan
sekolah tersebut telah ditetapkan sebagai cagar budaya dengan Surat Keputusan Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 210/KEP/2010, nomor urut 39.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis ingin membahas
lebih mendalam terkait dengan pelanggaran hukum yang terjadi akibat dari perusakan
bangunan cagar budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta ini, lebih tepatnya pada SMA “17” 1
Yogyakarta.
1.2


TUJUAN
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui pelanggaran hukum

apa saja yang terjadi serta sanksi atau denda apa saja yang diterima akibat dari perusakan
bangunan cagar budaya SMA “17” 1 Yogyakarta.
1.3

SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika dari penyusunan makalah ini yaitu:

BAB I PENDAHULUAN berisi tentang latar belakang dan tujuan dari penyusunan makalah
ini.

1

BAB II PEMBAHASAN berisi tentang kebijakan terkait cagar budaya, gambaran umum dari
studi kasus, serta hasil analisis terkait permasalahan yang muncul pada studi kasus yang
diangkat.
BAB III PENUTUP berisi tentang kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya.


2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

KEBIJAKAN TERKAIT CAGAR BUDAYA

2.1.1

Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya



Pasal 19 Ayat 2
Setiap orang yang tidak melapor rusaknya Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau
dikuasainya kepada instansi yang berwenang di bidang Kebudayaan, Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan/atau instansi terkait paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
diketahuinya Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya tersebut rusak dapat




diambil alih pengelolaannya oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
Pasal 66 Ayat 1
Setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian -bagiannya,



dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.
Pasal 81 Ayat 1
Setiap orang dilarang mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan
Cagar Budaya peringkat nasional, peringkat provinsi, atau peringkat kabupaten/kota, baik
seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin Menteri, gubernur, atau



bupati/wali kota sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 88 Ayat 2
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat menghentikan pemanfaatan atau

membatalkan izin pemanfaatan Cagar Budaya apabila pemilik dan/atau yang menguasai



terbukti melakukan perusakan atau menyebabkan rusaknya Cagar Budaya.
Pasal 105
Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 500.000.000,00



(lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 113 Ayat 3
Tindak pidana yang dilakukan orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak
pidana, dipidana dengan ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana sebagaimana dimaksud



dalam Pasal 101 sampai dengan Pasal 112.

Pasal 115 Ayat 1
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap setiap orang
yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 sampai dengan
Pasal 114 dikenai tindakan pidana tambahan berupa:

3

a. kewajiban mengembalikan bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan
sesuai dengan aslinya atas tanggungan sendiri; dan/atau
b. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
2.1.2


Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. 6 Tahun 2012
Tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya

Pasal 70 ayat 2:
Setiap orang yang melakukan Pemugaran dan Pengembangan tanpa izin dari
Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 65, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda

paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

2.1.3


Peraturan Gubernur No. 61 Tahun 2013 Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Pasal 20 Ayat 2
Pemugaran bangunan dan struktur golongan II dengan ketentuan sebagai berikut :
a. dimungkinkan perubahan tata ruang dari aslinya;
b. apabila kondisi bangunan dan struktur rusak dapat dilakukan perbaikan atau
pembangunan kembali sesuai aslinya dengan menggunakan komponen yang sama
atau sejenis atau memilki karakter yang sama; dan
c. perubahan tata ruang dan penggantian bahan tidak boleh lebih dari 40 % (empat



puluh persen).
Pasal 22 Ayat 2
a. Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya dilarang dibongkar;

b. apabila kondisi fisik bangunan atau struktur rusak, roboh, terbakar atau tidak layak
berdiri dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula;
b. Pemugaran bangunan atau struktur Cagar Budaya harus dilakukan tanpa mengubah
tampak depan (fasade), atap, warna dengan mempertahankan ornamen bangunan



yang penting;
Pasal 25
Setiap orang yang melakukan pemugaran Cagar Budaya tidak sesuai dengan izin
pemugaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dikenai sanksi pencabutan izin



pemugaran.
Pasal 26
1) Setiap orang yang memiliki atau menguasai Cagar Budaya tidak melaksanakan
pelindungan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Gubernur
/Bupati/Walikota memberikan teguran lisan atau tertulis.
2) Teguran tertulis kepada pemilik atau yang menguasai diberikan dalam 3 (tiga) tahap
paling lama dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari.

4

3) Apabila dalam batas waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak dikeluarkan teguran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemilik atau yang menguasai (pengelola) tetap
tidak melaksanakan perlindungan Pemerintah/Pemerintah Daerah/Pemerintah
Kabupaten/Kota dapat mengambil alih kewajiban untuk melindungi Cagar Budaya
yang bersangkutan atas biaya pemilik atau yang menguasai.
4) Apabila pemilik atau yang menguasai ternyata tidak mampu mengganti dan atau
membiayai perlindungan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka:
a. Pemerintah Daerah/Pemerintah Kabupaten/Kota berhak untuk
b. memanfaatkan dan atau mengelola baik sebagian atau seluruhnya;


c. Pemerintah dapat mengambil alih hak kepemilikan dengan imbalan.
Pasal 27
1) Setiap orang dilarang membongkar Cagar Budaya.
2) Setiap orang yang melakukan tindakan pembongkaran Cagar Budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa pemulihan kembali
Cagar Budaya seperti semula.
3) Apabila yang bersangkutan tidak bersedia melakukan pemulihan kembali
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 104 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

2.2

GAMBARAN UMUM STUDI KASUS
Sekolah Menengah Atas (SMA) “17” 1 Yogyakarta merupakan sebuah sekolah yang

berada di Kota Yogyakarta. SMA ini berlokasi di Jalan Tentara pelajar No. 24, Bumijo, Jetis,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi tersebut adalah lokasi yang cukup strategis karena
terletak di pusat kota sehingga berada dalam area pusat pendidikan dan informasi. SMA yang
dipimpin oleh Bapak Suyadi, S.Pd sebagai Kepala sekolah ini memiliki tujuan untuk membantu
program pemerintah wajib belajar pendidikan 12 tahun dengan jalan mendidik remaja
generasi muda yang (tidak) terpinggirkan. Maksud dari tujuan ini memiliki makna yang sangat
besar bagi SMA “17” 1 Yogyakarta karena SMA ini menampung murid yang tidak dapat
melanjutkan sekolah ke SMA Negeri khususnya dari kalangan yang tidak mampu. Oleh
karena itu, SMA “17” 1 Yogyakarta ini memiliki peranan yang cukup besar dalam
perkembangan pendidikan di Kota Yogyakarta.

5

Gambar 1 Monumen Markas Tentara Pelajar di SMA 17 "1" Yogyakarta
Sumber: http://antaranews.com/

Gambar 2 Papan SMA “17” 1 Yogyakarta dirobohkan
Sumber: http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/
SMA “17” 1 Yogyakarta merupakan Bangunan Cagar Budaya, yang ditetapkan dengan
Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, No. 210/KEP/2010, No. Urut 39.
Keberadaan bangunan Cagar Budaya tersebut dilindungi dengan peraturan perundangundangan yaitu Undang-undang RI No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Peraturan
Daerah Provinsi Yogyakarta No. 6 Tahun 2012 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan
Cagar Budaya (kebudayaan.kemdikbud.go.id). Kasus perusakan atas bangunan bersejarah
atau cagar budaya di Yogyakarta sudah beberapa kali terjadi (antaranews.com), termasuk
perusakan bangunan cagara budaya SMA “17” 1 Yogyakarta yang terjadi pada tanggal 11
Mei 2013.
Dikutip dari situs resmi Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, konflik bermula
dari perebutan lahan dan bangunan cagar budaya itu, antara Yayasan Pengembangan 17
dan pihak yang mengaku sebagai ahli waris, pada 2012. Pada sisi lain, terdapat Yayasan
Pendidikan 17 yang dalam keseharian menjalankan aktivitas belajar-mengajar di bangunan
bersejarah dan bernilai arsitektur kelas wahid itu, Tiba-tiba, sekelompok orang datang pada
Senin (13/5) dan mengiobrak-abrik bangunan sekolah itu. Sejumlah tembok, atap, pintu,

6

jendela, dan papan nama sekolah itu dihancurkan. Kelompok pembongkar paksa itu baru
berhenti beraksi setelah tercapai kesepakatan yang ditengahi Dinas Kebudayaan DIY.
Perusakan bangunan dilakukan oleh beberapa orang yang mengaku diperintah oleh pemilik
bangunan tersebut.
Adapun sasaran pembongkaran bangunan cagara budaya tersebut antara lain bagian
atap (kerpus, genteng, rangka atap kuda-kuda, blandar usuk, reng), plafon, kusen jendela,
kusen pintu, dan daun jendela-pintu serta sebagian dinding. Bangunan cagar budaya tersebut
memiliki nilai edukasi dan sejarah, dimana bangunan itu berada di kawasan yang menjadi
basis perlawanan republiken melawan kolonialis Belanda, terutama saat Perang Revolusi
hingga 1949. Markas Komando Detasemen III Tentara Pelajar, yang lalu melebur ke dalam
Markas Besar Komando Djawa (antaranews.com).
2.3

ANALISIS STUDI KASUS
Permasalahan yang diangkat sebagai studi kasus makalah ini adalah terkait dengan

perusakan bangunan cagar budaya SMA “17” 1 Yogyakarta. Dari uraian pembahasan
sebelumnya, bangunan SMA “17” 1 Yogyakarta sengaja dirusak oleh sesorang yang mengaku
pemilik lahan yang di atasnya terdapat bangunan cagar budaya tersebut. Dalam tindak pidana
perusakan bangunan cagar budaya, pemilik lahan tersebut menyuruh orang lain untuk
merobohkan bangunan sayap kiri gedung SMA “17” 1.
Menurut UU Nomor 11 Tahun 2010 pada Pasal 1 Ayat 1 Cagar budaya adalah warisan
budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya. Bangunan cagar budaya, struktur
cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat/atau di air yang perlu dilestarikan
keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilum pengetahuan, pendidikan,
agama, dan/atau kebudayaa melalui proses penetapan. Pada Pasal 1 ayat 3 dijelaskan
bahwa Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau
benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak
berdinding, dan beratap.
SMA “17” 1 Yogyakarta merupakan salah satu bangunan cagar budaya yang terdapat
di Provinsi Yogyakarta. SMA “17” 1 Yogyakarta ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya
pada tahun 2010 melalui Surat Keputsan Gubernur DI Yogtakarta Nomor 210/KEP/2010
Nomor Urut 39 dengan kelas C (Provinsi Heritage). Bangunan SMA 17 "1" berada di kawasan
yang menjadi basis perlawanan melawan kolonialis Belanda, terutama saat Perang Revolusi
hingga 1949. Markas Komando Detasemen III Tentara Pelajar, yang lalu melebur ke dalam
Markas Besar Komando Djawa. Kini SMA “17” 1 Yogyakarta difungsikan sebagai tempat
aktivitas belajar mengajar. SMA “17” 1 Yogyakarta mempunyai ciri bangunan bersejarah dan
bernilai arsitektur indische.
Konflik perusakan bangunan SMA “17” 1 Yogyakarta terjadi pada tahun 2013. Konflik
bermula dari perebutan lahan dan bangunan cagar budaya tersebut, antara Yayasan

7

Pengembangan 17 dan pihak yang mengaku sebagai ahli waris, pada 2012. Pada sisi lain,
terdapat Yayasan Pendidikan 17 yang dalam keseharian menjalankan aktivitas belajarmengajar di bangunan bersejarah dan bernilai arsitektur indische.
Konflik yang menyebabkan rusaknya bangunan cagar budaya telah melanggar UU
Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Salah satunya adalah melanggar Pasal 1 ayat
3 yang berbunyi pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar
Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.
Dimana dalam pasal tersebut salah satu upaya untuk menjaga bangunan cagar budaya
adalah dengan upaya pelstarian salah satunya adalah dengan cara melindungi bangunan
tersebut. Namun yang terjadi bangunan cagar budaya tersebut telah dirusak dengan sengaja.
Selain pasal diatas, konflik tersebut juga telah melanggar pasal 55 yang berbunyi
setiap orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan
upaya pelestarian cagar budaya. Pada kasus tersebut jelas telah melanggar pasal 55
tersebut, dimana konflik tersebut telah menggagalkan upaya pelestarian yang bangunan
cagar budaya oleh pemerintah dengan cara merusak bangunan cagar baudaya tersebut
dengan sengaja. Sebenarnya Bangunan cagar budaya merupakan aset budaya yang memiliki
nilai sejarah dan sebagai penambah estetika bagi wajah suatu kota, sehingga perlu dijaga
dan pertahankan melalui upaya pelestarian cagar budaya.
Pelaku pidana perusakan cagar budaya tersebut dapat dikatakan telah melanggar
pasal 66 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 yang berbunyi “Setiap orang dilarang
merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok,
dan/atau dari letak asal”. Selain itu, pada pasal 105 sebagaimana dimaksud dalam pasal 66
ayat 1, pelaku tindak pidana perusakan cagar budaya dapat dikenai sanksi pidana penjara
paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp
500.000.000,00 dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00. Disamping itu, orang yang
memberikan perintah pada orang lain untuk melakukan tindak perusakan cagar budaya SMA
“17” 1 juga dikenai sanksi tambahan sebagaimana tercantum dalam pasal 113 ayat 3. Pada
pasal 113 ayat 3 tersebut dijelaskan bahwa tindak pidana yang dilakukan orang yang memberi
perintah untuk melakukan tindak pidana, dipidana dengan ditambah 1/3 (sepertiga) dari
pidana.

8

BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan sebelumnya, diketahui bahwa perusakan yang terjadi pada
bangunan cagar budaya SMA “17” 1 Yogyakarta yang terjadi pada tahun 2013 bermula dari
perebutan lahan dan bangunan cagar budaya tersebut, antara Yayasan Pengembangan 17
dan pihak yang mengaku sebagai ahli waris pada tahun 2012 lalu. Kejadian perusakan cagar
budaya ini telah melanggar Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 tentang
Cagar Budaya, yaitu pada pasal 1 ayat 3, pasal 55, dan pasal 66 ayat 1.
Pelaku dari perusakan bangunan cagar budaya SMA “17” 1 Yogyakarta tersebut juga
mendapatkan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 seperti yang
tertuang dalam pasal 66 ayat 1 dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun
2010 tentang Cagar Budaya. Selain itu, orang yang memberikan perintah padaorang lain
untuk melakukan tindak perusakan bangunan cagar budaya SMA “17” 1 Yogyakarta juga
dikenakan sanksi tambahan sebagaimana tertuang dalam pasal 113 ayat 3.
Keberadaan benda atau bangunan cagar budaya sangatlah penting dikarenakan
benda atau bangunan cagar budaya memiliki hal-hal kekunoan, nilai sejarah, keunikan,
kelangkaan, bentuk dan wujud yang menunjukkan keindahan, kemegahan, dan nilai seni
tersendiri. Sehingga dengan tersampaikannya informasi ini, dapat disimpulkan bahwa
bangunan cagar budaya penting adanya sebagai identitas bangsa dan negara serta perlu
adanya kesadaran masyarakat maupun aparat pemerintah untuk ikut melestarikan dan
menjaga aset budaya ini agar nantinya tidak terjadi lagi hal-hal seperti kasus pada bangunan
cagar budaya SMA “17” 1 Yogyakarta.

9

DAFTAR PUSTAKA
Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta. (2014). Penanganan Kasus Tindak Pidana
Bangunan Cagar Budaya SMA “17” 1 Yogyakarta. http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/
bpcbyogyakarta/2014/10/02/penanganan-kasus-tindak-pidana-bangunan-cagarbudaya-sma-17-1-yogyakarta/ (diakses tanggal 16 April 2016).
Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta. (2015). Vonis Perusak Bangunan Cagar Budaya
SMA

“17”

1

Yogyakarta.

Balai

Pelestarian

Cagar

Budaya

Yogyakarta:

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/2015/02/18/vonis-perusakbangunan-cagar-budaya-sma-17-1-yogyakarta/ (diakses tanggal 16 April 2016).
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 tentang
Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya
Peraturan Gubernur Nomor 62 Tahun 2013 tentang Pelestarian Cagar Budaya
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Rusqiyati, Eka. (2013). Perusakan SMA 17 "1" Yogyakarta ditentang banyak kalangan.
http://www.antaranews.com/berita/375062/perusakan-sma-17-1-yogyakarta-ditentangbanyak-kalangan/ (diakses tanggal 16 Maret 2016).

iii

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63