MAKALAH PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI JA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Katalis merupakan bahan yang digunakan untuk mempercepat suatu reaksi
kimia dengan cara menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi berlangsung cepat.
Hal ini sangat bermanfaat untuk melaksanakan proses kimia tertentu. Oleh karena
itu katalis banyak digunakan dalam industri, karena selain dapat mempercepat
suatu reaksi, katalis juga dapat menghasilkan produk yang lebih banyak. Biasanya
katalis banyak digunakan pada industri kimia, industri makanan dan minuman,
PLTN

(Pembangkit

Listrik

Tenaga

Nuklir),


pengandalian

pencemaran,

pengolahan minyak bumi, dan pembuatan biodiesel.
Pada kesempatan ini akan dibahas mengenai cara pembuatan biodiesel.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternative dari sumber terbarukan (renewable)
dengan komposisi ester asam lemak dari minyak nabati, antara lain minyak kelapa
sawit, minyak jarak pagar, minyak biji kapuk, dan masih banyak lebih dari 50
macam tumbuhan Indonesia yang potensial untuk dijadikan biodiesel. Katalisator
diperlukan pula guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi berlangsung, dan
kita akan mengetahui peran katalis dalam proses ini. Mengingat pentingnya dan
manfaat dari biodiesel itu sendiri, tentu materi ini perlu dibahas agar diperolah
pengertian yang lebih mengenai peran katalis dalam pembuatan biodiesel serta
bagaimana cara pembuatannya.
1.3.

Rumusan Masalah
1. Apa iti biodiesel?
2. Apa saja alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membuat biodiesel?

3. Bagaimana cara pembuatan biodiesel dari minyak biji jarak dan minyak
jelantah?
4. Bagaimana peran katalis dalam proses pembuatan biodiesel

1

5. Apa manfaat biodiesel dari Tanaman Jarak bagi masyarakat Indonesia di
Bidang Ekonomi dan lingkungan?
6. Bagaimana prospek penggunaan biodiesel dari tanaman jarak di
Indonesia?
7. Apa saja keunggulan dan kelemahan dari biodiesel?
1.2

Tujuan / Manfaat
1. Untuk menjelaskan cara pembuatan biodiesel dari minyak biji jarak dan
minyak jelantah
2. Mengetahui peranan katalis dalam pembuatan biodiesel.

2


BAB II
PEMBAHASAN (ISI)
PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI JARAK DAN
MINYAK JELANTAH
Pembuatan biodiesel dari minyak tanaman memiliki kasus yang berbeda-beda
sesuai dengan kandungan FFA. Pada kasus minyak tanaman dengan kandungan asam
lemak bebas tinggi dilakukan dua jenis proses, yaitu esterifikasi dan transesterifikasi,
sedangkan untuk minyak tanaman yang kandungan asam lemak rendah dilakukan proses
transesterifikasi. Proses esterifikasi dan transesterifikasi bertujuan untuk mengubah asam
lemak bebas dan trigliserida dalam minyak menjadi metil ester (biodiesel) dan gliserol.

Biodiesel
Biodiesel merupakan monoalkil ester dari asam-asam lemak rantai panjang yang
terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani untuk digunakan sebagai bahan
bakar mesin diesel. Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterikasi trigliserida
dan atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati yang
digunakan sebagai bahan baku. Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan
trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek seperti
methanol atau etanol (pada saat ini sebagian besar produksi biodiesel menggunakan
metanol) menghasilkan metal ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Esters / FAME) atau

biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai produk samping. Katalis yang digunakan pada
proses transeterifikasi adalah basa/alkali, biasanya digunakan natrium hidroksida (NaOH)
atau kalium hidroksida (KOH). Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak
bebas (FFA) dengan alkohol rantai pendek (metanol atau etanol) menghasilkan metal
ester asam lemak (FAME) dan air. Katalis yang digunakan untuk reaksi esterifikasi
adalah asam, biasanya asam sulfat (H2SO4) atau asam fosfat (H2PO4). Berdasarkan
kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel secara komersial
dibedakan menjadi 2 yaitu :

3

1. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium
hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan kandungan
FFA rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam ( umumnya menggunakan asam sulfat) untuk
minyak
nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan transesterifikasi dengan
katalis basa.
Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan FFA rendah secara
keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari metil ester,

pemurnian

metil

ester

(netralisasi,

pemisahan

methanol,

pencucian

dan

pengeringan/dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping (asidulasi dan
pemisahan metanol) dan pemurnian metanol tak bereaksi secara destilasi/rectification.
Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati mengandung FFA
di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi (>5%) langsung ditransesterifikasi dengan

katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis membentuk sabun. Terbentuknya
sabun dalam jumlah yang cukup besar dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil
ester dan berakibat terbentuknya emulsi selama proses pencucian. Jadi esterifikasi
digunakan sebagai proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester
sehingga mengurangi kadar FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi
dengan katalis basa untuk mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester.

Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok
adalah zat berkarakter asam kuat, dan karena ini, asam sulfat, asam sulfonat organik atau
resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam
praktek industrial (Soerawidjaja, 2006). Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung
ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120° C),
reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih
besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan
dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-

4


kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke
ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. Reaksi esterifikasi
dari asam lemak menjadi metil ester adalah :
RCOOH + CH3OH

RCOOH3 + H2O

Asam Lemak Metanol

Metil Ester

Air

Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam
lemak bebas tinggi (berangka-asam P 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak bebas
akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan tahap
transesterfikasi.

Namun


sebelum

produk

esterifikasi

diumpankan

ke

tahap

transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus
disingkirkan terlebih dahulu.

Hal-hal yang Mempengaruhi Reaksi Esterifikasi
Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi antara lain :
a. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar
sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi

sudah

tercapai

maka

dengan

bertambahnya

waktu

reaksi

tidak

akan

menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.
b. Pengadukan

Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi
dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi
sempurna. Sesuai dengan persamaan Archenius :

k = A e(-Ea/RT)
dimana :
T = Suhu absolut ( ºC)
R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK)
E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
5

A = Faktor tumbukan (t-1)
k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)
Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan
reaksi. Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat larutan
minyak katalis methanol merupakan larutan yang immiscible (bercampur).
c. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi
sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada
reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi

katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi (Mc Ketta,
1978).
d. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang
dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga
k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar.

Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang
menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum
digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi
disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik dengan
ester metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME). Reaksi transesterifikasi
trigliserida menjadi metal ester adalah :

6

Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya
katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat
(Mittlebatch,2004). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah
katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi. Reaksi transesterifikasi
sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai berikut:

Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam
lemak.
Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm)

Hal-hal yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi
Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar
didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi reaksi
yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah
sebagai berikut (Freedman, 1984) :
a. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang
lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak
bebas lebih kecil dari 0.5% (70˚C untuk menguapkan
methanol yang terdapat dalam BIODIESEL.
7. Setelah itu proses washing dilakukan. Siapakan air 750mL tambahkan sedikit
asam cuka atau asam phospat. Campurkan BIODIESEL dan air yang sudah
mengandung asam ke dalam botol bekas air mineral, putar secara perlahan agar
BIODIESEL tercampur dengan air. Putar hingga warna larutan berubah menjadi
kuning susu. Setelah warna berubah, letakan botol secara terbalik dan diamakan
selama 30-60 menit.

9

8. Setelah menunggu 30-60 menit, tahap berikutnya adalah proses pemisahan
BIODIESEL dari air washing. BIODIESEL terletak pada bagian atas berwarna
kuning keruh, sedangkan bagian bawah adalah air washing yang berwarna putih
pekat seperti susu. Proses pemisahan dilakukan dengan membuka tutup botol
secara perlahan, sehingga air bekas washing akan keluar dan berpisah dengan
BIODIESEL. Kami sarankan untuk membuat lubang pada bagian atas botol agar
proses pemisahan lebih cepat. Pada proses washing yang pertama, akan diperoleh
air washing yang sangat pekat dan bersifat basa, dikarenakan air washing itu
mengandung sabun dan gliserin. Lakukan proses ini berulang kali hingga air
washing bening dan memiliki pH 7.
9. BIODIESEL telah siap di gunakan.

Proses Pembuatan Biodiesel dari Jatropha curcas
Dalam proses pengolahan biji jarak menjadi biodiesel, dilakukan dengan beberapa tahap,
yaitu :
1. Proses Pembuatan Crude Jatropha Oil (CJO)
1) Biji jarak dibersihkan dari kotoran dengan cara dicuci secara manual atau
masinal (dengan mesin).
2) Biji direndam sekitar 5 menit di dalam air mendidih, kemudian ditiriskan
sampai air tidak menetes lagi.
3) Biji dikeringkan dengan menggunakan alat pengering atau dijemur di
bawah matahari sampai cukup kering, kemudian biji tersebut dimasukkan
ke dalam mesin pemisah untuk memisahkan daging biji dari kulit bijinya.
4) Daging biji yang telah terpisah dari kulitnya, digiling dan siap untuk
dipres. Lama tenggang waktu dari penggilingan ke pengepresan
diupayakan sesingkat mungkin untuk menghindari oksidasi.
5) Proses

pengepresan

biasanya

meninggalkan

ampas

yang

masih

mengandung 7 – 10 % minyak. Oleh sebab itu, ampas dari proses
pengepresan dilakukan proses ekstraksi pelarut, sehingga ampasnya hanya
mengandung minyak kurang dari 0,1% dari berat keringnya. Pelarut yang

10

biasa digunakan adalah pelarut n – heksan dengan rentang didih 60 – 70
0C.
6) Tahap ini menghasilkan Crude Jatropha Oil (CJO), yang selanjutnya akan
diproses menjadi Jatropha Oil (JO).
2. Proses Pembuatan Biodiesel
a. Reaksi Esterifikasi
CJO mempunyai komponen utama berupa trigliserida dan asam
lemak bebas. Asam lemak bebas harus dihilangkan terlebih dahulu agar
tidak mengganggu reaksi pembuatan biodiesel (reaksi transesterifikasi).
Penghilangan asam lemak bebas ini dapat dilakukan melalui reaksi
esterifikasi. Secara umum reaksi esterifikasi adalah sebagai berikut :
Pada reaksi ini asam lemak bebas direaksikan dengan metanol menjadi
biodiesel sehingga tidak mengurangi perolehan biodiesel. Tahap ini
menghasilkan Jatropa Oil (JO) yang sudah tidak mengandung asam lemak
bebas, sehingga dapat dikonversi menjadi biodiesel melalui reaksi
transesterifikasi.
b. Reaksi Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi utama dalam pembuatan
biodiesel. Pada reaksi ini, trigliserida (minyak) bereaksi dengan metanol
dalam katalis basa untuk menghasilkan biodiesel dan gliserol (gliserin).

Transesterifikasi
Produksi metil ester dapat dilakukan melalui transesterifikasi minyak nabati
dengan metanol ataupun esterifikasi langsung asam lemak hasil hidrolisis minyak nabati
dengan metanol. Namun transesterifikasi lebih intensif dikembangkan, karena proses ini
lebih efisien dan ekonomis. Transesterifikasi adalah reaksi ester untuk menghasilkan ester
baru yang mengalami penukaran posisi asam lemak. Untuk mendorong reaksi ke arah
kanan, perlu digunakan banyak alkohol atau memindahkan salah satu produk dari
campuran reaksi (Swern, 1982). Tujuan dari transesterifikasi adalah untuk memecah dan
menghilangkan gliserida, serta menurunkan boiling, pour, flash point, dan viskositas

11

minyak (Mittelbach, 1996). Metanol lebih dipilih sebagai sumber alkohol daripada etanol
karena harganya yang lebih murah (Zhang et al., 2003). Persamaan reaksinya
digambarkan oleh Gambar 1. Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh faktor internal dan
factor eksternal. Faktor internal adalah kondisi yang berasal dari minyak, misalnya
kandungan air, asam lemak bebas, dan zat terlarut/tak terlarut. Faktor eksternal adalah
kondisi yang bukan berasal dari minyak dan dapat mempengaruhi reaksi, di antaranya
adalah waktu reaksi, kecepatan pengadukan, suhu, jumlah rasio molar metanol terhadap
minyak, serta jenis dan konsentrasi katalis.
CH2OCOR''' CH3OH CH2OH R'''COOCH3
| Katalis |
CHOCOR'' + CH3OH CHOH + R''COOCH3
||
CH2OCOR' CH3OH CH2OH R'COOCH3
Trigliserida Metanol Gliserol Metil Ester
Gambar 1. Reaksi Pembentukan Metil Ester
Transesterifikasi minyak menjadi metil ester dilakukan dengan satu atau dua
tahap proses, bergantung pada mutu awal minyak. Minyak yang mengandung asam lemak
bebas tinggi dapat dikonversi menjadi esternya melalui dua tahap reaksi yang melibatkan
katalis asam untuk mengesterifikasi asam lemak bebas yang dilanjutkan dengan
transesterifikasi berkatalis basa yang mengkonversi sisa trigliserida (Canakci dan Gerpen,
1999). Kandungan asam lemak bebas dan air yang lebih dari 0,5% dan 0,3% dapat
menurunkan rendemen transesterifikasi minyak (Freedman et al., 1984). Senyawa polar
(zat tidak terlarut) merupakan hasil degradasi minyak goring yang terdiri dari
dekomposisi senyawa hasil pemecahan asam lemak dari trigliserida. Jika senyawa polar
ini jumlahnya cukup banyak dapat memicu terjadinya kerusakan lemak yang lebih jauh
dan menghasilkan persenyawaan yang lebih beragam, sehingga dapat mengganggu
kesetimbangan reaksi transesterifikasi dan menurunkan rendemen metil ester. Kecepatan
pengadukan berpengaruh terhadap kecepatan reaksi. Semakin tinggi kecepatan
pengadukan akan meningkatkan pergerakan molekul dan menyebabkan terjadinya
tumbukan. Dengan semakin banyaknya metil ester yang terbentuk menyebabkan

12

pengaruh pengadukan semakin rendah (tidak signifikan) sampai dengan terbentuknya
keseimbangan (Noureddini dan Zhu, 1997; Hankins dan Hankins, 1974). Gambar 2.
Reaksi Transesterifikasi Bertahap. Reaksi transesterifikasi yang berlangsung antara
metanol

dan

trigliserida

melalui

pembentukan

berturut-turut

digliserida

dan

monogliserida menghasilkan metil ester pada tiap tahapnya seperti terlihat pada Gambar
2 (Mao et al., 2004). Laju konversi monogliserida menjadi metil ester lebih cepat
daripada digliserida dan trigliserida (Darnoko dan Cheryan, 2000).
Trigliserida + CH3OH → Digliserida + RCOOCH3
Digliserida + CH3OH → Monogliserida + RCOOCH3
Monogliserida + CH3OH → Gliserol + RCOOCH3
----------------------------------------------------------------------Trigliserida + 3 CH3OH → Gliserol + 3 RCOOCH3
Karena menurut Mao et al. (2004) monogliserida lebih mudah larut dalam fase polar
(gliserol) atau fase larutnya katalis. Noureddini dan Zhu (1997) menjelaskan bahwa
semakin besar suhu yang digunakan untuk transesterifikasi, semakin singkat waktu yang
diperlukan untuk reaksi. Proses transesterifikasi akan berlangsung lebih cepat bila suhu
dinaikkan mendekati titik didih metanol (68°C). Perhitungan stoikimetri pada reaksi
transesterifikasi membutuhkan 3 mol alkohol setiap mol trigliserida untuk menghasilkan
3 mol asam ester dan 1 mol gliserol (lihat Gambar 1). Rasio molar yang lebih tinggi
menghasilkan konversi ester yang lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat
(Krisnangkura, 1992). Swern (1982) dan Noureddini dan Zhu (1997) menyatakan bahwa
perbandingan metanol-asam lemak yang optimum adalah perbandingan 5-6:1. Untuk
reaksi yang membutuhkan energi aktivasi tinggi, seperti transesterifikasi, diperlukan
penambahan katalis untuk menurunkan energy aktivasi dan mempercepat reaksi. Menurut
Wikipedia (2008), katalis bereaksi
dengan satu atau lebih reaktan untuk membentuk produk intermediet menuju
pembentukan produk.
Reaksi transesterifikasi dapat berkataliskan basa, asam, atau enzim. Penelitian
saat ini banyak difokuskan pada dua metode awal dikarenakan waktu yang lebih singkat
dan biaya yang lebih murah. Katalis yang bersifat basa lebih umum digunakan pada
reaksi transesterifikasi karena menghasilkan metil ester yang tinggi dan waktu yang cepat

13

(Wang et al., 2006). Swern (1982) menambahkan bahwa konsentrasi katalis yang umum
digunakan adalah 0.5-4%. Namun pemakaian katalis basa hanya berlangsung sempurna
bila minyak dalam kondisi netral dan tanpa keberadaan air. Selain itu, dapat terbentuk
sabun dimana katalis hilang karena penyabunan dan terbentuk gel yang dapat
menghambat proses pemisahan. Katalis enzim menjanjikan kemampuan penggunaan
berulang-ulang hingga 50 kali tanpa kehilangan potensi katalitiknya, serta penggunaan
metanol yang sedikit. Tetapi kerugiannya adalah waktu yang lama, pH
tertentu, pelarut tertentu, dan kandungan air tertentu (Pinto et al., 2005). Transesterifikasi
berkatalis asam lebih toleran terhadap asam lemak bebas tinggi, tetapi membutuhkan
pemanasan tinggi dan waktu yang lama (Canakci dan Gerpen, 1999).
Transesterifikasi juga dapat dilakukan tanpa katalis yang memberikan
keuntungan yaitu kemudahan dalam proses pencucian biodiesel. Kerugiannya adalah
membutuhkan suhu tinggi hingga 350°C, tekanan hingga 45 MPa, dan metanol yang
banyak (Fukuda et al., 2001). Menurut perbedaan fase dengan reaktan, katalis dapat
dibagi menjadi katalis heterogen yang berbeda fase dengan reaktannya (contohnya,
katalis
padat pada campuran reaktan cair) dan katalis homogen yang memiliki fase yang sama
dengan reaktannya. Katalis heterogen menyediakan permukaan luas untuk tempat reaksi
kimia terjadi. Agar reaksi terjadi, satu atau lebih reaktan harus tersebar pada permukaan
katalis dan teradsorb ke dalamnya. Setelah reaksi selesai, produk harus mengabsorb dari
permukaan dan menjauh dari permukaan katalis padat. Seringkali, perpindahan reaktan
dan produk dari satu fase ke fase lainnya ini berperan dalam menurunkan energi aktivasi
(Wikipedia, 2008).
Katalis homogen selama ini telah digunakan secara luas pada produksi biodiesel,
karena harganya yang murah. Walaupun begitu, untuk aplikasi industri katalis heterogen
yang berwujud padat menawarkan keuntungan dibandingkan katalis homogen, yaitu
mudahnya pemisahan katalis dari produk dengan cara penyaringan dan tidak perlu proses
netralisasi untuk menghilangkan sisa katalis. Peterson dan Scarrah (1984) pernah menguji
beberapa katalis heterogen pada proses pembuatan biodiesel dan menyimpulkan bahwa
katalis yang mengandung campuran unsur Ca dan Mg, serta katalis yang mengandung K
menghasilkan rendemen metil ester yang tinggi. Katalis bersifat basa yang umum

14

digunakan adalah basa Brönsted sederhana seperti NaOH dan KOH. Pada umumnya
penggunaan katalis tersebut berkisar antara 0,5-1%. Freedman et al. (1984)
membandingkan penggunaan katalis basa NaOH dan NaOCH3 pada saat memproduksi
biodiesel dari minyak kedelai.
Hasil penelitian mereka adalah bahwa jumlah katalis optimal adalah 1% NaOH
atau 0,5% NaOCH3. Noureddini dan Zhu (1997) menghasilkan rendemen metil ester
80% dari minyak kedelai pada rasio molar metanol-asam lemak 6:1, suhu 60°C, laju
pengadukan 300 rpm selama dua jam, dan katalis NaOH 2-4%. Encinar et al. (2005)
menghasilkan metil ester dari minyak jelantah dengan kondisi terbaik pada rasio molar
metanol terhadap minyak 6:1, katalis KOH 1% dan suhu 65°C. Penelitian lain yang
menggunakan minyak jelantah untuk menghasilkan biodiesel dilakukan oleh Tambaria
(2002) yang menghasilkan kondisi optimum pada rasio molar metanol terhadap minyak
sebesar 7:1, suhu 60°C, katalis NaOH 1%, waktu 10 menit, dan pengadukan 300 rpm.
Selain itu, Gunadi (1999) menghasilkan metil ester dari minyak jelantah pada kondisi
optimum berikut ini: rasio molar metanol terhadap minyak sebesar 6:1, suhu 110°C,
katalis H3PO4 4%, waktu 1 jam, dan dengan pengadukan. Yoeswono et al. (2006)
meneliti pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis abu tandan kosong sawit pada
minyak goreng curah. Kondisi optimum yang ia dapat adalah rasio molar metanol
terhadap minyak 6:1, suhu 30°C, katalis abu TKS 6%, waktu 2 jam, dan dengan
pengadukan. Cara lain untuk menekan biaya produksi biodiesel adalah pemanfaatan
katalis yang murah. Katalis yang sangat mungkin berharga murah adalah katalis abu yang
berasal dari limbah tandan kosong sawit. Haryanto (2002) menyebutkan bahwa katalis
yang bersumber dari limbah seperti janjang sawit dan sekam padi juga dapat digunakan
sebagai katalis. Janjang atau tandan kosong sawit banyak mengandung komponen K yang
baik sebagai katalis.

Cara Membuat Biodiesel dari Minyak Jelantah
Energi alternatif yang berasal dari sumber energi dapat diperbarui salah satunya
biodiesel. Biodiesel sudah dapat di dapatkan di POM tempat penjualan dengan sebutan
“biosolar”. yaitu campuran solar dengan biodiesel. Bagi kita yang ingin mulai

15

menggunakan energi alternatif, membuat sendiri biodiesel mungkin bisa menjadi sebuah
awal yang baik.
Langkah kita dapat membuat biodiesel dari minyak jelantah, selain mudah didapatkan,
minyak jelantah murah karena kita tidak perlu untuk membelinya. Kita memperoleh
bahan baku biodiesel minyak jelantah dari hasil limbah rumah tangga. Tentu saja langkah
awal adalah mengumpulkan minyak jelantah yang diperoleh dari dapur rumah kita
Bahan-bahan dan peralatan yang diperlukan untuk membuat biodiesel dari
minyak jelantah diperlukan bahan-bahan lain seperti methanol 99 persen dan soda api
(NaOH) dengan peralatan ember plastik, gelas ukur, panci, kompor, sarung tangan karet,
timbangan, pompa udara akuarium, kain katun tipis untuk penyaring, dan selang.
Langkah-langkah yang harus dilakukan :
1. Bahan pelarut (metoxida) dibuat dengan mencampurkan 900 ml methanol dan 21 gram
NaOH hingga larut selama 15 menit
2. Campurkan metoxida ke dalam ember berisi 3 liter minyak jelantah dan aduk memakai
sendok plastik selama 30 menit atau campuran sudah rata
3. Biarkan 4-12 jam sampai terjadi pengendapan
4. Pengendapan ditandai dengan dua lapisan berbeda warna dengan lapisan gelap berada di
bawah yang disebut crude gliserin, sedangkan lapisan atas berwarna bening, crude BD
5. Pisahkan crude biodisel dari crude gliserin lalu masukkan ke ember untuk dicuci dengan
cara mencampurkan air bersih sebanyak dua liter.
6. Pompakan udara melalui pompa udara akuarium dan biarkan beberapa saat sehingga
muncul warna putih susu
7. Pisahkan crude biodiesel yang berwarna kuning dengan air warna putih melalui selang
8. Biodiesel yang telah bening dimasukkan ke panci lalu panaskan hingga 100 derajat
beberapa menit agar air dan sisa methanol menguap.
9. Biodiesel yang telah dipanaskan dan didinginkan dapat langsung dipergunakan untuk
mobil maupun mesin diesel industri.

Krisis minyak bumi di dunia memang tidak mungkin diatasi, karena bahan baker
fosil itu sudah tidak dapat diproduksi lagi. Tapi kita masih bisa mencari ALTERNATIVE
dengan menggunakan biodisel yang masih memungkinkan untuk di kembangkan atau
ditanam.
16

BIODISEL bisa menggunakan Minyak Jarak, Minyak Kelapa Sawit, Minyak Biji
Matahari, dan lainnya. Bahkan kita juga bisa menggunakan minyak jelantah (minyak
goreng bekas pakai) yang harganya sangat murah. Minyak jelantah bisa didapat dari
limbah industri makanan. Meskipun awalnya terlihat tidak menarik karena kotor dan bau
tidak enak, tetapi setelah diberikan BLEACHING EARTH minyak jelantah itu akan
menjadi lebih jernih karena terpisah dari kotorannya.
Cara pembuatan biodisel dari minyak jelantah sebagai berikut:
1. Campurkan minyak jelantah dengan asam metoksida (yang merupakan reaksi
antara NaOH dengan methanol)
2. Panaskan reaksi diatas dalam suhu 60oC ( jangan melebihi 70oC karena terjadi
reaksi penyabunan) selama kurang lebih 1 jam
3. Akan terbentuk 2 lapisan
4. Bagian bawah terbentuk gliserol (bisa digunakan untuk bahan dasar sabun)
5. Bagian atas yang merupakan biodisel dicuci dengan air.
6. Pisahkan dari airnya

Manfaat Biodiesel Secara Umun
1. Mengurangi emisi asap
2. Mengurangi emisi CO
3. Tidak menghasilkan SO2
4. Terbarukan dan biodegradable
5. Non toksik

Keunggulan Biodiesel dari Tanaman Jarak Dibandingkan dengan Solar

17

Menurut Dody Hidayat (2005:1), dibandingkan dengan minyak solar, biodiesel
memiliki angka cetane yang lebih tinggi dan daya lumas yang lebih baik. Minyak jarak
pagar memiliki angka setana 51 sedangkan solar 45. Angka setana (cetane rating) adalah
tolak ukur kemudahan menyala/terbakar dari suatu bahan bakar di dalam mesin diesel.
Semakin tinggi angka setane semakin aman emisi gas buangnya, karena bahan bakar
dapat terbakar dengan sempurna, sehingga kadar emisi gas sulfur (SOx), nitrogen (NOx)
dan karbon yang termasuk dalam gas-gas rumah kaca lebih rendah.
Selain itu dalam membangkitkan tenaga listrik, biodiesel tidak memerlukan
genset baru karena minyak jarak dapat langsung digunakan pada genset yang sudah ada.

Manfaat Penggunaan Biodiesel dari Tanaman Jarak terhadap
Lingkungan
Penggunaan bahan bakar fosil telah meninbulkan berbagai dampak buruk bagi
lingkungan. Seperti meningkatnya kadar gas rumah kaca di atmosfer bumi. Jika hal ini
dibiarkan secara terus menerus, maka pemanasn global adalah konsekuensi yang harus
dihadapi oleh seluruh penduduk bumi.
Sebagai salah satu sumber energi alternatif, Biodiesel dari tanaman jarak dapat
dikategorikan sebagai sumber energi ramah lingkungan. Karena menurut Humas
(2005:2), pembakaran mesin yang berbahan bakar biodiesel menghasilkan emisi gas
buang, asap dan partikel, yang lebih rendah. Angka setane yang lebih tinggi dibandingkan
solar membuat kadar emisi gas karbon, nitrogen, dan sulfur lebih rendah.
Selain itu, penggunaan biodiesel dari tanaman Jarak Pagar membuka
kemungkinan penanaman kembali lahan-lahan kritis yang ada di Indonesia. Menurut
Humas (2005:2), saat ini terdapat 13 juta hektar lahan kering di seluruh Indonesia.
Mengingat tanaman Jrak Pagar merupakan tanaman yang dapat tumbuh di lahan keirng
dan kurang subur,maka dengan menggunakan biodiesel di Indonesia, lahan-lahan kering
tersebut akan dapat ditanami kembali.

18

Penanaman kembali lahan-lahan kritis di Indonesia akan memberikan dampak
yang positif bagi lingkungan, karena akan membentuk suatu sumber penghasil gas
oksigen yang sangat penting bagi kehidupan, mengurangi pencemaran oleh gas-gas
rumah kaca, dan membentuk suatu benteng penahan banjir dan longsor

Manfaat Penggunaan Biodiesel dari Tanaman Jarak bagi masyarakat
Indonesia di Bidang Ekonomi
Dengan dihijaukannya kembali lahan-lahan kritis, berarti akan membuka
lapangan pekerjaan baru yang layak bagi masyarkat. Mereka dapat bekerja sebagai petani
yang menanam dan merawat tanaman-tanaman jarak yang akan digunakan sebagai bahan
baku biodiesel. Buah jarak yang dihasilkan dijual kepada perusahaan yang mengolahnya
menjadi biodiesel dengan harga tertentu. Dalam hal ini peran pemerintah sangat
dibutuhkan dalam hal penyediaan bibit dan penentuan harga minimum dari buah Jarak
Pagar, agar petani tidak dirugikan.
Jika petani diberi hak mengelola tiga hektar lahan kering, dengan kerapatan
tanaman 2500 pohon per hektar dan produktivitas 10.000 kilogram biji per hektar serta
harga biji lima ratus rupiah per kilogram, setiap keluarga petani akan memperoleh
panghasilan satu juta dua ratus lima puluh ribu per bulan hanya berasal dari penjualan biji
jarak (Anonim, 2005:2). Pendapatan ini dapat bertambah jika bagian lain dari tanaman
juga dimanfaatkan
Menurut Humas (2005:2), dari tiga juta hektar lahan kering akan dihasilkan
92.000 barel minyak per hari. Untuk memnuhi lahan tersebut diperlukan 7,5 miliar bibit.
Bila dari seluruh tanah tandus seluas 13 juta hektar ditanami jarak, maka akan dihasilkan
lebih dari 400.000 barel minyak per hari. Dengan demikian kita akan mengehmat
penggunaan devisa negara yang biasa digunakan untuk mengimpor solar.
Dalam Kompas (2005: 14), biaya produksi biodiesel tergolong murah, rata-rata
biaya produksinya antara 600 hingga 100 per liter. Harga jual netto minyak jarak tersebut
diperkirakan Rp. 1.400-Rp. 2.100 per liter, harga ini jauh lebih murah jika dibandingkan

19

dengan harga minyak saat ini. Sehingga , pengolahan jarak menjadi biodiesel yang relatif
mudah dapat dilakukan dalam usaha skala kecil yang tidak membutuhkan modal yang
besar. Sehingga hal ini pun akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.
Potensi lain adalah ekspor biodiesel ke berbagai negara maju yang saat ini sedang
gencar-gencarnya menekan emisi gas rumah kaca. Negara-negara maju seperti Jerman,
Amerika Serikat, dan Brasil saat ini juga sedang mengembangkan penggunaan biodiesel.
Jika Indonesia mampu mengembangkan biodiesel dari minyak jarak dengan kualitas yang
bagus, pasar internasional terbuka untuk Indonesia.

Prospek Penggunaan Biodiesel dari Tanaman Jarak di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang kaya kan berbagai sumber energi fosil, akan
tetapi hal yang tetap harus diingat adalah bahwa penggunaan bahan bakar fosil secara
terus menerus dapat mengakibatkan pencemaran dan krisis energi fosil.
Di Indonesia terdapat banyak lahan kritis yang tidak dapat ditanami karena
humusnya hilang. Jarak adalah tanaman yang dapat hidup dalam segala kondisi, sehingga
tanaman jarak dapat ditanam di lahan-lahan kritis tersebut. Hal ini akan membawa
keuntungan baik secara langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat Indonesia.
Keuntungan yang langsung dapat diperoleh berupa lapangan pekerjaan yang akan
memberi keuntungan secara finansial, sedangkan keuntungan tidak langsung yang
diperoleh berupa pengurangan polusi udara dan penghijauan kembali lahan-lahan kritis
yang dapat mengurangi banjir dan bencana alam lain.
Tanaman jarak jenis penghasil biodiesel ini sebenarnya sudah sangat populer di
kalangan masyarakat Indonesia. Di Indonesia tanaman ini dikenal dengan sebutan
tanaman jarak pagar. Sehingga pembudidayaan tanaman ini tidak akan menjadi hal yang
asing bagi masyarakat Indonesia.
Hanya saja untuk hasil yang maksimal, pemerintah perlu mengadakan suatu
program penelitian untuk menghasilkan bibit jarak pagar yang berkualitas unggul,
sehingga dapat dihasilkan biodiesel yang berkualitas unggul pula.

20

Kerugian / Kelemahan dari Biodiesel
Beberapa kerugian / kelemahan dari dan masalah dengan biodiesel adalah:
1. Harganya relative mahal
2. Kekurangan menggunakan biodiesel dihasilkan dari tanaman pertanian
melibatkan penggunaan lahan tambahan, sebagai daerah tanah diambil dan
berbagai input pertanian dengan efek lingkungan mereka yang tak terelakkan.
Beralih ke biodiesel pada skala besar membutuhkan penggunaan yang cukup
dari daerah garapan kami. Bahkan penggunaan sederhana dari biodiesel akan
mengkonsumsi hampir semua lahan pertanian di beberapa negara di Eropa. Jika
hal yang sama terjadi di seluruh dunia, dampak pada pasokan pangan global
bisa menjadi perhatian utama, dan bisa membuat beberapa negara menjadi
importir bersih produk makanan, dari status mereka saat ini eksportir bersih.
Begitu Bisa terjadi bahwa sebagian besar tanah di planet ini dikerahkan untuk
menghasilkan bahan bakar kendaraan (mobil).
3. Memberikan emisi oksida nitrogen lebih lanjut (emisi Nitrogen oksida dari
campuran biodiesel mungkin bisa dikurangi dengan pencampuran dengan
minyak tanah atau Fischer-Tropsch diesel)
4. Transportasi & penyimpanan biodiesel memerlukan manajemen khusus.
Sifat biodiesel membuatnya tidak diinginkan untuk digunakan pada konsentrasi
tinggi. Misalnya, biodiesel murni tidak mengalir dengan baik pada temperatur
rendah, yang dapat menyebabkan masalah bagi pelanggan dengan tangki
penyimpanan luar ruangan di iklim dingin. Kerugian yang terkait adalah
biodiesel yang, karena sifatnya, tidak dapat diangkut dalam pipa. It has to be
transported by truck or rail, which increases the cost. Ini harus diangkut dengan
truk atau kereta api, yang meningkatkan biaya.
5. Biodiesel kurang cocok untuk digunakan dalam suhu rendah, dari
petrodiesel. "Titik awan" adalah suhu di mana sampel bahan bakar mulai
muncul mendung, menunjukkan bahwa kristal lilin telah mulai terbentuk. Pada
21

suhu lebih rendah, bahan bakar menjadi gel yang tidak dapat dipompa.
"tuangkan titik" adalah suhu di bawah ini yang bahan bakar tidak akan
mengalir. Sebagai awan dan tuangkan poin untuk biodiesel lebih tinggi
daripada minyak bumi diesel, kinerja biodiesel dalam kondisi dingin adalah
nyata lebih buruk dari minyak diesel. Pada suhu rendah, bahan bakar diesel
membentuk kristal lilin, yang dapat menyumbat saluran bahan bakar dan filter
dalam sistem bahan bakar kendaraan. Kendaraan berjalan pada campuran
biodiesel karena itu mungkin menunjukkan masalah drivability lebih kurang
suhu musim dingin yang parah daripada kendaraan berjalan pada minyak solar.
6. Another disadvantage of biodiesel is that it tends to reduce fuel economy .
Kelemahan lain dari biodiesel adalah bahwa ia cenderung untuk mengurangi
ekonomi bahan bakar. Energy efficiency is the percentage of the fuel's
thermal energy that is delivered as engine output, and biodiesel has shown no
significant effect on the energy efficiency of any test engine. Efisiensi energi
adalah persentase energi termal bahan bakar yang disampaikan sebagai output
mesin, dan biodiesel telah menunjukkan tidak berpengaruh signifikan pada
efisiensi energi dari setiap mesin uji. The energy content per gallon of biodiesel
is approximately 11 percent lower than that of petroleum diesel. Kandungan
energi per galon biodiesel sekitar 11 persen lebih rendah dibandingkan solar
minyak bumi. Vehicles running on biodiesel are therefore expected to achieve
about 10% fewer miles per gallon of fuel than petrodiesel. Kendaraan berjalan
pada biodiesel karena itu diharapkan untuk mencapai mil lebih sedikit sekitar
10% per galon bahan bakar dari petrodiesel.
7. Telah ada beberapa kekhawatiran mengenai dampak biodiesel pada daya
tahan mesin
8. Properti pelarut biodiesel juga dapat menyebabkan bahan bakar lainnya-sistem
masalah. Biodiesel mungkin tidak kompatibel dengan segel yang digunakan
dalam sistem bahan bakar kendaraan yang lebih tua dan mesin, memerlukan
penggantian bagian-bagian jika campuran biodiesel digunakan.

22

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Biodiesel merupakan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan, karena
sisa pembakaran mesin yang menggunakan biodiesel menghasilkan emisi gas
buang, asap dan partikel yang lebih rendah daripada solar. Selain itu dengan
memproduksi dan menggunakan biodiesel dalam skala besar berarti membuka
kemungkinan penanaman kembali lahan-lahan kritis sehuingga menambah jumlah
sumber pengahasil oksigen dan mengurangi karbondioksida.
Dalam proses pembuatan biodiesel, katalis sangatlah berperan, karena dalam
prosesnya, katalis dapat mempercepat reaksi, sehingga menghemat waktu dalam
proses pemnuatan bodiesel. Katalis yang digunakan pada proses adalah
basa/alkali, biasanya digunakan natrium hidroksida (NaOH) atau kalium
hidroksida (KOH). Katalisator juga salah satu alat terpenting dalam pembuatan
biodiesel, karena berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi
sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar.
Dengan demikian didapatlah biodiesel dengan kualitas yang baik.

3.2.

Saran
Alangkah baiknya jika sebelum ditugaskan membuat makalah, siswa
diberi arahan dan referensi mengenai materi terkait dengan jelas, agar makalah
yang didapat sesuai dengan standar kurikulum yang ada di SMKN 1 GUNUNG
PUTRI.

23

Kepada siswa/i dimohon untuk mendalami dan menguasai materi lebih
baik lagi, dan menyelesaikan tugas sesuai dengan kurun waktu yang ditentukan
oleh guru mata pelajaran, agar diperoleh hasil yang baik untuk semua pihak.

24