Analisis Faktor yang Mempengruhi Kinerja
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ketatnya persaingan antar perusahaan pada saat ini menuntut perusahaan
untuk selalu menjadi yang terdepan dan terbaik dalam memberikan pelayanan
yang memuaskan konsumen. Persaingan yang terjadi merupakan suatu bagian
yang tidak terpisahkan dari perusahaan. Hal ini dapat menjadi salah satu
pendorong bagi perusahaan dalam menyusun strategi pemasaran yang tepat, serta
dapat memberikan keuntungan positif bagi perusahaan untuk mencapai tujuannya
yaitu meningkatkan volume penjualan dan pangsa pasar sehingga mampu
memenangkan persaingan di pasar. Untuk itulah dibutuhkan marketing mix atau
bauran pemasaran bagi perusahaan agar mencapai tujuannya (Kotler dan Keller,
2007:23)
Di dalam bauran pemasaran tidak hanya mengembangkan produk yang baik,
menetapkan harga yang menarik dan membuat produk itu secara mudah dijangkau
oleh konsumen yang dijadikan sasaran, tetapi perusahaan juga harus mampu
memberikan
pelayanan
yang
baik
dalam
mengkomunikasikan
dan
memperkenalkan produknya. Dalam mengkomunikasikan dan memperkenalkan
produknya, perusahaan lazimnya memanfaatkan sarana bauran komunikasi
pemasaran yang meliputi: iklan, promosi penjualan, acara khusus dan
pengalaman, humas dan pemberitaan, pemasaran langsung, serta penjualan pribadi
untuk menjangkau saluran dagang dan pelanggan sasarannya. (Kotler dan Keller,
2007:204-205).
2
Personal selling, menurut Kotler dan Keller (2007:205) adalah interaksi tatap
muka dengan satu atau beberapa calon pembeli dengan maksud untuk melakukan
presentasi, menjawab pertanyaan, dan memperoleh pemesanan. Permasalahan
tenaga penjual sering dianggap
sangat
penting. Karena tenaga penjual
merupakan ujung tombak perusahaan yang berhubungan langsung dengan
konsumen.
Salah satu strategi yang dapat digunakan perusahaan sebagai pendukung
keberhasilan perusahaan yaitu sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam hal
ini tenaga penjual merupakan salah satu sumber daya manusia perusahaan yang
cukup memiliki peranan dalam pencapaian tujuan perusahaan.
Dalam penelitian ini peneliti akan menganalisis hal-hal yang mempengaruhi
kinerja tenaga penjualan yang berpengaruh terhadap efektifitas penjualan.
Mengacu pada penelitian terdahulu dengan judul “Efektifitas Penjualan
Perusahaan Penerbitan Dan Kinerja Tenaga Penjualan” yang dilakukan oleh
Suhermini (2010) mengungkapkan bahwa variabel desain wilayah penjualan
berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjualan di perusahaan penerbitan di
Jawa Tengah dan DIY. Begitu pula dengan variabel sistem kontrol manajemen
yang berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjualan di perusahaan
penerbitan di Jawa Tengah dan DIY. Dan juga variabel kinerja tenaga penjualan
juga berpengaruh positif terhadap efektifitas penjualan di tempat yang sama. Di
mana efektivitas menurut Handoko (2003:7) adalah kemampuan dalam memilih
target atau tujuan serta peralatan yang sesuai agar dapat mencapai tujuan yang
3
ditetapkan. Menurut Drucker dalam Handoko (2003:7) efektivitas juga diartikan
melakukan pekerjaan yang benar.
Daft (2002:15) mengartikan kinerja sebagai kemampuan organisasi untuk
meraih tujuan-tujuannya melalui pemakaian sumber daya secara efisien dan
efektif. Kinerja yang tinggi merupakan tanggung jawab akhir manajer. Kinerja
tenaga penjualan secara konseptual berguna untuk menguji kinerja dalam hal
perilaku atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan tenaga penjualan, dan hasil yang
yang dapat diberikan untuk usaha mereka. Kinerja tenaga penjual memberikan
sumbangan besar bagi suatu perusahaan. Kinerja tenaga penjual merupakan hal
yang penting untuk di perhatikan karena di pundak tenaga penjual image
perusahaan di pertaruhkan.
Desain wilayah menurut Swastha (2015:97) merupakan salah satu tugas
manajer penjualan yaitu membagi daerah pasar yang ada ke dalam daerah-daerah
penjualan yang efisien.
Wilayah penjualan dapat berupa daerah geografis kecil dengan batas-batas
nyata disertai dengan tanggung jawab atas semua pelanggan di wilayah itu,
atau berupa wilayah yang lebih luas dan khusus melayani industri atau
produk tertentu. Desain wilayah penjualan menurut Grant, et al., (2001) dapat
mempengaruhi kinerja perilaku tenaga penjualan, karena tenaga penjualan
mempunyai tanggung jawab kerja yang lebih jelas dan beban pekerjaan yang
seimbang melalui desain wilayah.
Cravens
dan
Piercy
(2013:386-387)
mendefinisikan
sistem
kontrol
manajemen penjualan sebagai tingkat aktivitas monitoring, directing, evaluating,
4
dan rewarding yang dilakukan oleh manajer penjualan dalam perusahaannya.
Disini peran serta kontrol manajer terhadap kinerja penjualan menjadi hal yang
sangat penting. Peran manajer sangat penting apabila seorang tenaga penjualan
tidak memenuhi harapan, manajer penjualan akan melatih tenaga penjualan itu
dengan berbagai cara untuk meningkatkan kinerjanya (Suhermini, 2010).
Berdasarkan simpulan yang diperoleh, penulis memberikan saran bagi
penelitian yang akan datang terkait dengan efektifitas penjualan dengan
menambahkan variabel tentang kompetensi tenaga penjualan. Maka peneliti
berusaha menambahkan variabel kompetensi tenaga penjualan karena dalam
penelitian yang dilakukan Mulatsih (2011) mengemukakan bahwa kompetensi
tenaga penjualan berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjualan. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi kompetensi tenaga penjualan semakin tinggi
pula kinerja tenaga penjualan.
Kompetensi merupakan kemampuan menjalankan tugas dan tanggung jawab
sesuai dengan role yang diberikan (Mulia, 2015:3). Sedangkan menurut
Peranginangin (2016:17) kompetensi tenaga penjual adalah segala kelengkapan
yang dibutuhkan tenaga penjualan dalam melakukakan pekerjaannya agar efektif.
Kompetensi dapat diperoleh dari keahlian, hasil pendidikan, pelatihan,
pengalaman, dan kemauan individu untuk belajar dan beradaptasi. Kemampuan
tenaga penjualan biasanya lebih sering ditunjukkan melalui solusi yang
diberikannya dalam melayani pelanggannya. Kemampuan tenaga penjualan
mengindikasikan adanya nilai tambah yang diberikan pada pelanggan. Hal
ini berarti semakin tinggi kemampuan tenaga penjualan maka semakin tinggi
5
pula nilai tambah yang diberikannya kepada pelanggan tersebut. Kemampuan
tenaga penjualan ditunjukkan dengan kinerja yang dihasilkannya selama ini.
Tenaga penjualan merupakan ujung tombak bagi banyak perusahaan, begitu
juga dengan Perusahaan Indo Makmur. Perusahaan Indo Makmur adalah sebuah
perusahaan yang bergerak di bidang furniture yang berkantor pusat di Purwokerto
dan memiliki cabang di Purbalingga serta Brebes. Selain memiliki showroom di
kota-kota tersebut, perusahaan ini juga mengandalkan tenaga penjualan sebagai
strategi utama dalam meningkatkan penjualan.
Selama ini kinerja tenaga penjualan di perusahaan Indo Makmur bekerja
cukup baik, tetapi mengalami penurunan penjualan pada semester kedua pada
tahun 2015, seperti terlihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Penjualan Furniture Indo Makmur pada tahun 2015
Semester
Jumlah (dalam Rupiah)
Semester I
Rp 2.373.649.000
Semester II
Rp 1.800.981.000
Karena penurunan tersebut, perusahaan melakukan beberapa langkah
perbaikan diantaranya faktor desain wilayah penjualan yang diterapkan oleh
perusahaan. Perusahaan membagi tenaga penjualan yang bekerja di Indo Makmur
ke dalam beberapa wilayah yang potensial. Selain desain wilayah penjualan,
sistem kontrol manajemen perusahaan Indo Makmur juga diperbaiki, di mana
manajer penjualan dituntut untuk melaksanakan tugasnya dengan lebih baik yaitu
dengan melakukan pengaturan, pengawasan, pengarahan dan pemberian
penghargaan kepada tenaga penjualan, seperti melakukan briefing kepada tenaga
6
penjualan
sebelum
berjualan
pada
pagi
harinya
atau
memberikan
nasihat/pengarahan kepada tenaga penjualan yang memiliki masalah.
Selain itu faktor kompetensi tenaga penjualan yang dimiliki oleh perusahaan
juga mengalami perbaikan. Perusahaan meningkatkan kemampuan tenaga
penjualan dalam berkomunikasi sehari-hari dan dalam melakukan presentasi
penjualan yang dilakukan tenaga penjualan.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Pengaruh Desain Wilayah Penjualan, Sistem Kontrol
Manajemen dan Kompetensi Tenaga Penjual Terhadap Kinerja Tenaga
Penjualan untuk Meningkatkan Efektivitas Penjualan”
B. Rumusan Masalah
Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suhermini (2010) yang
berjudul “Efektifitas Penjualan Perusahaan Penerbitan Dan Kinerja Tenaga
Penjualan” ditemukan hasil bahwa variabel desain wilayah penjualan dan sistem
kontrol manajemen berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjualan di
perusahaan penerbitan di Jawa Tengah dan DIY. Dan juga variabel kinerja tenaga
penjualan juga berpengaruh positif terhadap efektifitas penjualan di perusahaan
penerbitan di Jawa Tengah dan DIY.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suhermini (2010) disarankan untuk
menambahkan variabel kompetensi tenaga penjualan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Mulatsih (2011) dengan judul “Studi Tentang Kinerja Tenaga Penjualan
Kasus Empiris pada PT. Sinar Niaga Sejahtera Area Distribusi Jawa Tengah I”
7
menunjukkan bahwa kompetensi tenaga penjualan berpengaruh positif terhadap
kinerja tenaga penjualan, sehingga dalam penelitian ini peneliti menambahkan
variabel kompetensi tenaga penjualan sebagai anteseden terhadap kinerja
penjualan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah :
1.
Apakah desain wilayah berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga
penjualan?
2.
Apakah sistem kontrol manajemen berpengaruh positif terhadap kinerja
tenaga penjualan ?
3.
Apakah kompetensi tenaga penjualan berpengaruh positif terhadap
kinerja tenaga penjualan?
4.
Apakah kinerja tenaga penjualan berpengaruh positif terhadap efektivitas
penjualan?
C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, maka diperlukan batasan masalah
penelitiannya yaitu sebagai berikut :
Variabel yang akan diteliti dibatasi menjadi empat variabel : desain wilayah,
sistem kontrol manajemen,
kompetensi tenaga penjualan, kinerja tenaga
penjualan, dan efektivitas penjualan.
8
D. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisa pengaruh desain wilayah penjualan, sistem kontrol manajer
penjualan, dan kompetensi tenaga penjualan terhadap kinerja tenaga
penjualan serta menganalisis pengaruh kinerja tenaga penjualan terhadap
efektifitas penjualan.
2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahui dan menganalisis desain wilayah penjualan
terhadap kinerja tenaga penjualan.
b.
Untuk mengetahui dan menganalisis menganalisis sistem kontrol
manajemen terhadap kinerja tenaga penjualan.
c.
Untuk mengetahui dan menganalisis menganalisis
pengaruh
kompetensi tenaga penjualan terhadap kinerja tenaga penjualan.
d.
Untuk mengetahui dan menganalisis menganalisis kinerja tenaga
penjualan terhadap efektivitas penjualan.
E. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan
bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan pengetahuan tentang
peningkatan efektivitas penjualan, serta dapat digunakan untuk
mengembangkan penelitian sebelumnya.
9
2.
Manfaat Praktis
Manfaat praktis adalah hasil dari penelitian yang bisa secara langsung
dirasakan oleh perusahaan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan konstribusi praktis dan bermanfaat bagi perusahaan Indo
Makmur, sehingga perusahaan dapat memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja tenaga penjualan yang dapat mempengaruhi
efektivitas penjualan.
II.
TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN
A. Telaah Pustaka
1. Efektivitas Penjualan
III.
Penjualan menurut Swastha (2015:8) adalah ilmu dan seni
mempengaruhi pribadi yang dilakukan oleh penjual untuk mengajak
orang lain agar bersedia membeli barang/jasa yang ditawarkannya.
IV.
Sedangkan efektivitas menurut Handoko (2003:7) adalah
kemampuan dalam memilih target atau tujuan serta peralatan yang sesuai
agar dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Sedangkan menurut Daft
(2002:14) Efektivitas adalah seberapa jauh organisasi meraih sasaran
yang ditetapkan.
V.
Menurut Drucker dalam Handoko (2003:7) efektivitas juga
diartikan melakukan pekerjaan yang benar. Sedangkan menurut (Cravens
et al., 1993) efektivitas penjualan merupakan ringkasan evaluasi dari
keseluruhan kinerja perusahaan.
VI.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa definisi efektivitas penjualan adalah ringkasan evaluasi dari
keselurahan kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan atau sasaran yang
ditetapkan.
VII.
Efektifitas
penjualan
dan
kinerja
tenaga
penjualan
merupakan konstruk yang berbeda secara konseptual, walaupun
berhubungan (Suhermini, 2010). Menurut Walker et al., (1979) dalam
Piercy et al,. (1999) efektivitas penjualan merupakan penilaian
keseluruhan dari hasil perusahaan yang ditentukan oleh keterampilan dan
upaya tenaga
11
VIII. penjualan, manajemen penjualan dan faktor organisasi lainnya,
serta faktor lingkungan seperti potensi pasar dan intensitas persaingan.
Sedangkan kinerja tenaga penjualan hanya berhubungan dengan faktor
yang dapat dikontrol langsung oleh tenaga penjualan (Piercy et al., 1999).
IX.
Menurut Cravens et al., (1993) variabel efektivitas
2.
penjualan dapat diukur dengan indikator sebagai berikut:
a. Pertumbuhan penjualan
b. Volume penjualan
c. Profitabilitas
X.
Kinerja Tenaga Penjualan
XI.
Daft (2002:15) mengartikan kinerja sebagai kemampuan
organisasi untuk meraih tujuan-tujuannya melalui pemakaian sumber
daya secara efisien dan efektif. Sedangkan menurut. Wibowo (2014:2)
kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari
pekerjaan tersebut.
XII.
Menurut Mulatsih (2011) Kinerja merupakan indikatorindikator keberhasilan kerja atau prestasi kerja sesungguhnya yang
dicapai oleh seseorang atau organisasi karena melaksanakan tugasnya
dengan baik.
XIII.
Sedangkan menurut Peranginangin (2016:206) kinerja
tenaga penjualan adalah hasil penjualan yang diperoleh tenaga penjualan.
Menurut Swastha (2015:171) kinerja tenaga penjualan adalah beberapa
indikator yang ditujukan untuk mengendalikan/mengawasi bagian
penjualan dalam perusahaan dan untuk menentukan secara tepat tentang
tugas dan kegiatan pada bagian penjualan. Cravens et al., (1993) juga
berpendapat bahwa kinerja tenaga penjualan merupakan penilaian
kontribusi dari tenaga penjualan untuk mencapai objektivitas organisasi.
12
XIV.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa definisi kinerja tenaga penjualan merupakan indikator-indikator
keberhasilan kinerja atau prestasi kinerja yang dicapai oleh tenaga
penjualan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
XV.
Kinerja tenaga penjualan secara konseptual berguna untuk
menguji kinerja dalam hal perilaku atau aktivitas-aktivitas yang
dilakukan tenaga penjualan, dan hasil yang yang dapat diberikan untuk
usaha mereka. Kinerja tenaga penjual memberikan sumbangan besar
bagi suatu perusahaan.
Kinerja tenaga penjual merupakan hal yang
penting untuk di perhatikan karena di pundak tenaga penjual image
perusahaan di pertaruhkan.
XVI.
Menurut Cravens et al., (1993) variabel kinerja tenaga
3.
penjualan dapat diukur dengan indikator sebagai berikut:
a. Memenuhi target penjualan
b. Menghasilkan tingkat penjualan yang tinggi
c. Menjual produk dengan marjin keuntungan yang tinggi.
XVII.
XVIII.
XIX.
Desain Wilayah Penjualan
XX.
Berbagai organisasi pemasaran menyadari bahwa sangat
membantu untuk membagi total pasar ke dalam unit yang dapat dikelola
yang disebut wilayah penjualan. Wilayah (territory) adalah area geografis
tempat tinggal calon prospek dan pelanggan (Manning dan Reece,
2006:361).
XXI.
Menurut Peranginangin (2015:87) desain wilayah penjualan
adalah merancang target sasaran berdasarkan wilayah pemasaran yang
menjadi wewenang tenaga penjualan
13
XXII.
Desain wilayah menurut Swastha (2015:97) merupakan
salah satu tugas manajer penjualan yaitu membagi daerah pasar yang ada
ke dalam daerah-daerah penjualan yang efisien.
XXIII. Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa definisi desain wilayah penjualan adalah pembagian daerah
geografis ke dalam daerah yang efisien yang dipercayakan kepada tenaga
penjualan.
XXIV.
Desain wilayah penjualan sebenarnya merupakan tugas
manajer penjualan yang tidak pernah berakhir karena para pembeli,
produk, dan tenaga penjualan selalu berubah-ubah sedangkan batas-batas
wilayahnya harus dengan kondisi baru tersebut. Desain
wilayah
penjualan menurut Grant, et al., (2001) dapat mempengaruhi kinerja
perilaku
tenaga
penjualan,
karena tenaga
penjualan
mempunyai
tanggung jawab kerja yang lebih jelas dan beban pekerjaan yang
seimbang melalui desain wilayah.
XXV. Terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk
menentukan wilayah penjualan (Swastha, 2015:97), yaitu:
a. Metode build-up
XXVI. Metode ini merupakan teknik yang paling populer untuk
menentukan wilayah penjualan, Wilayah penjualannya dapat dibagi
ke dalam kabupaten-kabupaten dengan tujuan membatasi sejauh
mungkin agar mudah dijangkau oleh tenaga penjualan. Untuk
menentukan kabupaten mana yang harus dipilih bergantung pada
faktor-faktor sebagai berikut:
1) Data penduduk
2) Data penjualan
3) Data calon pembeli pada masing-masing daerah
14
XXVII. Faktor kemampuan dan kesukaan tenaga penjualan juga
ikut mempengaruhi penentuan kombinasi wilayah penjualan
tersebut.
b.
Metode workload
XXVIII. Metode workload atau beban kerja merupaka metode lain
untuk menentukan wilayah penjualan. Beban kerja yang dimaksud
adalah beban kerja tenaga penjualan dalam hubungannya dengan
penjualan yang dihasilkan. Kunci utama salam metode ini adalah
penentuan frekuensi kunjungan yang optimal pada kelompok
pembeli tertentu.
XXIX. Dalam metode ini, jumlah pembeli yang ada maupun
pembeli potensial akan menentukan wilayah penjualan bagi
perusahaan dengan mempertimbangkan tugas penjualan tenaga
penjualan.
XXX.
XXXI. Menurut Piercy et al. (1998) variabel desain wilayah
penjualan dapat diukur dengan indikator berdasarkan level kepuasan
4.
terhadap:
a. Potensi pasar di wilayah tenaga penjual ditetapkan.
b. Ukuran geografis di wilayah penugasan tenaga penjual.
c. Kesetaraan beban kerja di seluruh wilayah.
d. Desain keseluruhan di wilayah penugasan.
XXXII.
Sistem Kontrol Manajemen
XXXIII. Pada banyak perusahaan, tenaga penjual merupakan alat
pemasaran
terpenting
yang
menghubungkan
perusahaan
dengan
pelanggannya. Bahkan di beberapa perusahaan, tenaga penjual seringkali
merupakan satu-satunya fungsi yang dapat menghasilkan penjualan. Oleh
karena itu, desain yang tepat dan sesuai dari sistem kontrol manajemen
15
terhadap tenaga penjual merupakan hal yang vital bagi suatu perusahaan.
Seorang manajer penjualan hendaknya dapat
mengkombinasikan
berbagai elemen kontrol yang berbeda, seperti intensitas supervisi,
pemberian komisi, dan berbagai tipe kontrol yang dapat mempengaruhi
perilaku tenaga penjualnya secara langsung.
XXXIV. Pengertian sistem kontrol manajemen menurut Mulyadi
(2011:3) adalah suatu sistem yang digunakan untuk merencanakan
sasaran masa depan yang hendak dicapai oleh organisasai, merencanakan
kegiatan untuk mencapai sasaran tersebut serta mengimplementasikan
dan memantau pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan.
XXXV. Cravens dan Piercy (2013:386-387) mendefinisikan sistem
kontrol manajemen penjualan sebagai tingkatan aktivitas yang dilakukan
oleh manajer penjualan seperti: monitoring, directing, evaluating, dan
rewarding.
XXXVI. Sedangkan Anderson
dan
Oliver (1987) berpendapat
bahwa, sistem kontrol tenaga penjualan merupakan seperangkat alat
untuk
mencapai
tujuan melalui
memonitor
dan
mengevaluasi
kemajuan, memberikan umpan, memperkuat tenaga penjualan sebagai
basis dari kinerja penjualan.
XXXVII.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa definisi sistem kontrol manajemen adalah suatu
sistem yang digunakan dalam perencanaan berbagai kegiatan perusahaan
dalam rangka mencapai tujuannya yang meliputi aktivitas seperti:
monitoring, directing, evaluating, dan rewarding.
XXXVIII.
Kontrol perlu diterapkan dan mendorong perilaku
yang diharapkan dari individu-individu dalam organisasi tersebut,
16
sehingga tujuan organisasi tercapai. Ada dua penyebab mengapa individu
tidak
mau
kepentingan
melakukan
terbaik
ketidaksesuaian
perilaku-perilaku
perusahaan
tujuan
individu
yang
(Mulyadi,
dengan
diharapkan
2011:771)
tujuan
demi
yaitu
(1)
organisasi,
(2)
ketidakmampuan individu dalam mencapai tujuan organisasi melalui
perilaku yang diharapkan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang
penyebab diperlukannya kontrol akan menjadi dasar yang menentukan
efektivitas tipe kontrol yang didesain dan dilaksanakan dalam organisasi.
XXXIX. Menurut Mulyadi (2011:771-776) tipe kontrol dibagi 2,
yaitu :
a.
b.
Kontrol utama, yang merupakan kontrol terhadap personel.
Kontrol tambahan, yang meliputi kontrol terhadap keluaran atau
hasil, tindakan tertentu dan penghindaran organisasi dari perilaku
individu yang tidak diharapkan.
XL.
Sumber utama penyebab masalah kontrol adalah personel.
Oleh karena itu, jika manajemen ingin melaksanakan fungsi kontrol
efektif, fokus utama kontrol perlu dipusatkan pada penyebab timbulnya
masalah kontrol, yaitu : ketidaksesuaian tujuan individu dengan tujuan
organisasi, dan ketidakmampuan individu dalam mencapai tujuan
organisasi melalui perilaku yang diharapkan.
XLI.
Tenaga penjualan dalam menjalankan pekerjaannya kadang
akan melampaui batas kewenangan yang dimilikinya sehingga efektivitas
organisasi penjualan tidak tercapai. Disini peran serta kontrol manajer
terhadap kinerja penjualan menjadi hal yang sangat penting. (Suhermini,
2010).
17
XLII.
Anderson dan Oliver (1987) mengidentifikasikan sistem
kontrol penjualan sebagai suatu rangkaian kisaran dari orientasi perilaku
(behavior-based) dan orientasi hasil (outcome-based). Sistem kontrol
tenaga penjualan berorientasi perilaku menekankan pada penggunaan
manajer penjualan di lapangan (field sales manager) dan pada
kompensasi gaji tetap untuk mengarahkan dan mengontrol tingkah laku
tenaga penjual. Sedangkan orientasi hasil sebaliknya, menggantikan
kontrol perilaku oleh manajer penjualan di lapangan dan kompensasi
tetap dengan satu fokus pada pengontrolan hasil akhir tenaga penjual
melalui kompensasi insentif (Cravens et al., 1993).
XLIII. Cravens et al. (1993) mengemukakan bahwa sikap
mengasumsikan superioritas kedua sistem kontrol ini satu sama lain
tidaklah bijaksana. Tiap pendekatan kontrol manajemen penjualan
tersebut dapat efektif jika sesuai dengan situasi penjualan yang dihadapi
dan kontingensi yang berasosiasi dengan kesesuaian filosofi kontrol yang
berbeda dalam fokus perhatian manajemen. Menurut Piercy et al (1998),
sistem kontrol yang diadopsi oleh suatu organisasi seharusnya sesuai
dengan tujuan manajemen penjualan dan strategi penjualan yang
dijalankan. Fokus dalam penelitian ini adalah kontrol manajemen
berorientasi perilaku.
XLIV. Menurut Cravens et al., (1993) variabel sistem kontrol
dapat diukur dengan indikator sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
Pengawasan kepada tenaga penjual.
Pengarahan kepada tenaga penjual.
Pengevaluasian kepada tenaga penjual.
Penghargaan kepada tenaga penjual.
18
XLV.
XLVI.
XLVII.
5.
Kompetensi Tenaga Penjualan
XLVIII. Menurut Wibowo (2014:271) Kompetensi adalah suatu
kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau
tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung
oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dengan demikian,
kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan
oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai sesuatu yang
terpenting, sebagai unggulan bidang tersebut.
XLIX. Kompetensi merupakan kemampuan menjalankan tugas
dan tanggung jawab sesuai dengan role yang diberikan (Mulia, 2015:3).
Sedangkan menurut Peranginangin (2016:17) kompetensi tenaga penjual
adalah segala kelengkapan yang dibutuhkan tenaga penjualan dalam
melakukakan pekerjaannya agar efektif.
L.
Menurut Djauhari dan Rachmansyah (2010) Kompetensi
tenaga penjualan dapat diartikan sebagai kemampuan atau keahlian
tenaga penjualan dalam melakukan aktivitas pemasaran.
LI.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa definisi kompetensi tenaga penjualan adalah segala kelengkapan
yang dimiliki oleh tenaga penjualan, berupa kemampuan atau keahlian,
dalam melakukan aktivitas pemasaran yang dilandasi atas keterampilan
dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja.
LII.
Kompetensi juga merupakan kemampuan menjalankan
tugas dan tanggung jawab sesuai dengan role yang diberikan.
19
Kompetensi dapat diperoleh dari keahlian, hasil pendidikan, pelatihan,
pengalaman, dan kemauan individu untuk belajar dan beradaptasi.
LIII.
Menurut Wibowo (2014:273) terdapat lima
tipe
karakteristik kompetensi, yaitu:
a. Motif, merupakan sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau
diinginkan orang yang menyebabkan tindakan. Motif mendorong,
mengarahkan, dan memilih perilaku menuju tindakan atau tujuan
b.
tertentu.
Sifat, merupakan karakteristik fisik dan respons yang konsisten
c.
d.
terhadap situasi atau informasi.
Konsep diri, merupakan sikap, nilai-nilai, atau citra diri seseorang.
Pengetahuan, merupakan informasi yang dimiliki orang dalam
bidang spesifik.
e.
Keterampilan, merupakan kemampuan mengerjakan tugas fisik atau
mental tertentu.
LIV.
ditunjukkan
Kemampuan tenaga penjualan biasanya lebih sering
melalui
solusi yang diberikannya dalam melayani
pelanggannya. Kemampuan tenaga penjualan mengindikasikan adanya
nilai tambah yang diberikan pada pelanggan. Hal ini berarti semakin
tinggi kemampuan tenaga penjualan maka semakin tinggi pula nilai
tambah yang diberikannya kepada pelanggan tersebut. Kemampuan
tenaga penjualan ditunjukkan dengan kinerja yang dihasilkannya selama
ini.
LV.
Menurut Piercy et al., (1998) variabel kompetensi tenaga
penjualan menjual dapat diukur dengan indikator sebagai berikut:
a. Memahami spesifikasi produk.
b. Kemampuan dalam mempengaruhi orang lain
20
c.
d.
Kemampuan dalam presentasi penjualan
Membantu pelanggan menyelesaikan masalah
LVI.
B. Perumusan Model Penelitian dan Hipotesis
1. Desain Wilayah Penjualan Terhadap Kinerja Tenaga Penjualan
LVII.
Pada penelitian Suhermini (2010) diperoleh hasil bahwa
desain wilayah penjualan berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga
penjualan di perusahaan penerbitan di Jawa Tengah dan DIY. Hal ini
berarti semakin tinggi tingkat kepuasan tenaga penjualan terhadap desain
wilayah penjualan maka semakin tinggi maka kinerja tenaga penjualan
akan semakin tinggi.
LVIII. Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian yang
dilakukan oleh Piercy et al., (1999); Piercy et al., (1998); Mulatsih
(2011); Baldauf dan Cravens (2002) yang menyebutkan bahwa desain
wilayah penjualan mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja
tenaga penjualan. Hal ini dikarenakan desain wilayah penjualan
merupakan elemen kunci yang mampu mendorong atau memotivasi
tenaga penjualan untuk semakin efektif dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab tenaga penjualan.
LIX. H1: Desain wilayah penjualan berpengaruh positif terhadap kinerja
2.
tenaga penjualan
LX.
Sistem Kontrol Manajemen Terhadap Kinerja Tenaga Penjualan
LXI.
Pada penelitian Suhermini (2010) diperoleh hasil bahwa
sistem kontrol manajemen berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga
penjualan di perusahaan penerbitan di Jawa Tengah dan DIY. Hal ini
21
berarti semakin baik sistem kontrol manajemen tenaga penjual maka
semakin tinggi kinerja tenaga penjualan.
LXII. Hasil yang sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan
oleh Piercy et al., (1999); Piercy et al., (1998); Setiawan (2003);
Challagalla dan Shervani (1996) yang menyebutkan bahwa sistem
kontrol manajemen berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga
penjualan. Hal ini dikarenakan sistem kontrol menjamin motivasi melalui
adanya penyeliaan yang ketat dan memperlancar kemampuan bawahan
untuk berkinerja baik melalui penerapan prosedur operasi.
LXIII.
H2: Sistem kontrol manajemen berpengaruh positif
terhadap kinerja tenaga penjualan
3.
LXIV.
Kompetensi Tenaga Kerja Terhadap Kinerja Tenaga Penjualan
LXV.
Pada penelitian yang dilakukan Mulatsih (2011)
mengemukakan bahwa kompetensi tenaga penjualan berpengaruh positif
terhadap kinerja tenaga penjualan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi kompetensi tenaga penjualan semakin tinggi pula kinerja tenaga
penjualan.
LXVI.
Hasil yang sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan
oleh Piercy et al., (1998); Djauhari dan Rachmansyah (2010); Baldauf, et
al., (2001) yang menyebutkan bahwa kompetensi tenaga kerja
berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjualan. Kompetensi
tenaga penjualan dapat
LXVII.
diartikan sebagai kemampuan atau keahlian tenaga
penjualan dalam melakukan aktivitas
pemasaran (Djauhari dan
Rachmansyah, 2010). Keahlian dapat mempermudah dan membentuk
22
sebuah pemahaman serta implementasi atas hubungan strategi antara
perusahaan dengan pelanggannya. Oleh sebab itu, menegaskan bahwa
tenaga penjualan yang memiliki keahlian tenaga penjualan dalam
aktivitas penjualan yang bermutu akan dapat memberikan kontribusi
yang positif bagi kondisi perusahaan untuk tetap bertahan dan
menghasilkan laba bagi perusahaan.
LXVIII.
H3: Kompetensi tenaga kerja berpengaruh positif terhadap
kinerja tenaga penjualan
LXIX.
4.
Kinerja Tenaga Penjualan Terhadap Efektivitas Penjualan
LXX. Pada penelitian Suhermini (2010) yang
berjudul
“Efektifitas Penjualan Perusahaan Penerbitan Dan Kinerja Tenaga
Penjualan” diperoleh hasil bahwa kinerja tenaga penjualan berpengaruh
positif terhadap efektifitas penjualan di perusahaan penerbitan di Jawa
Tengah dan DIY. Semakin tinggi kinerja tenaga penjualan maka semakin
tinggi efektivitas penjualan.
LXXI. Hasil yang sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan
oleh Piercy et al., (1999) dan Cravens (1993) yang menebutkan bahwa
kinerja tenaga penjualan berpengaruh positif terhadap efektifitas
penjualan. Hal ini dikarenakan efektivitas penjualan merupakan
ringkasan evaluasi dari keseluruhan kinerja perusahaan, yang mana
kinerja tenaga penjualan termasuk di dalamnya.
LXXII.
H4: Kinerja tenaga penjualan berpengaruh positif terhadap
efektivitas penjualan
23
LXXIII.
Berdasarkan tinjauan landasan teori dan penelitian disusun
suatu kerangka pemikiran dalam penelitian ini seperti yang disajikan dalam
gambar dibawah ini:
LXXIV.
LXXV.Wilayah
Desain
Penjualan
LXXVII.
LXXVIII.
LXXIX.
Sistem Kontrol
LXXX.
LXXXI.
Manajemen
LXXVI.
H1
H2
Kinerja Tenaga
H4
Penjualan
LXXXII.
LXXXIII.
H3
LXXXIV.
Kompetensi
Tenaga Penjualan
LXXXV. Gambar 1. Model Penelitian
Efektivitas
Penjualan
LXXXVI. METODE PENELITIAN DAN TEKNIK ANALISIS DATA
LXXXVII.
A. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
LXXXVIII. Jenis penelitian ini adalah studi kasus dengan menggunakan
2.
3.
4.
metode survey.
Lokasi Penelitian
LXXXIX. Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Indo Makmur
Purwokerto, Purbalingga dan Brebes.
Waktu Pelaksanaan Penelitian
XC. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2016.
Objek Penelitian
XCI. Objek penelitian ini adalah desain wilayah penjualan, sistem
kontrol manajemen, kompetensi tenaga penjual, kinerja tenaga penjualan,
5.
serta efektivitas penjualan.
Subjek Penelitian
XCII. Subjek penelitian ini adalah tenaga penjual yang bekerja di
6.
Perusahaan Indo Makmur Purwokerto, Purbalingga dan Brebes.
Populasi dan Sampel
XCIII. Populasi dalam penelitian ini adalah tenaga penjual yang
bekerja di Perusahaan Indo Makmur Purwokerto, Purbalingga dan Brebes
yang berjumlah 26 orang. Jika jumlah anggota subjek dalam populasi
kurang dari 100, sebaiknya diambil seluruhnya (Arikunto, 2013:95)
25
XCIV.
Menurut Sugiyono (2014:143) apabila jumlah populasi
relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat
generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil maka penelitian yang
digunakan adalah penelitian populasi. Penelitian populasi adalah
penelitian yang dilakukan untuk meneliti semua elemen yang ada dalam
7.
wilayah penelitian (Arikunto, 2013:173).
Sumber Data
a. Data Primer
XCV. Data primer yang digunakan dalam peneltian ini adalah
data yang berisi tentang desain wilayah penjualan, sistem kontrol
manajemen, kompetensi tenaga penjual, kinerja tenaga penjualan,
serta efektivitas penjualan dari kuesioner yang telah diisi oleh tenaga
penjual yang bekerja di Perusahaan Indo Makmur Purwokerto,
Purbalingga dan Brebes yang berjumlah 26 orang.
b. Data Sekunder
XCVI. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang
bersifat tertulis yang bersumber dari pustaka acuan, artikel-artikel
ilmiah, jurnal-jurnal ilmiah, dan sumber-sumber lainnya. Selain itu
data sekunder didapat dari pihak yang berhubungan dengan
penelitian ini yaitu Perusahaan Indo Makmur berupa data jumlah
8.
tenaga penjualan.
XCVII.
XCVIII.
XCIX.
Teknik Pengumpulan Data
C.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
a. Kuesioner adalah metode pengumpulan data secara langsung dengan
cara membagikan daftar pertanyaan yang akan diisi oleh responden
26
mengenai masalah yang diteliti. Peneliti mendampingi responden
selama pengisian kuesioner, sehingga apabila responden mengalami
kesulitan dalam mengisi, maka dapat dijelaskan oleh peneliti.
b. Studi Pustaka adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan cara
membaca literatur, jurnal-jurnal ilmiah, artikel-artikel ilmiah,
penelitian terdahulu yang berhubungan dengan masalah yang diteliti
serta sumber-sumber lainnya yang diperoleh melalui internet yang
9.
berhubungan dengan penelitian ini
CI.
CII.
CIII.
CIV.
CV.
CVI.
CVII.
CVIII.
CIX.
CX.
CXI.
CXII.
CXIII.
CXIV.
CXV. .
Definisi Konseptual dan Operasional Variabel
CXVI.
Tabel 2. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel
CXX. Def
inis
CXVIII. Def
i
CXVII.
inisi
CXXI. Indika
Op
Variabel
CXIX. Konsep
tor
era
tual
sio
nal
CXXII.
CXXIII.
Efe CXXIV.
E 1. Pertumbuhan
Efektivitas ktivitas penjualan fektivitas
penjualan
Penjualan
adalah ringkasan
penjualan
setahun
evaluasi dari
adalah
terakhir
keseluruhan
ringkasan
2. Volume
kinerja
evaluasi dari
penjualan
perusahaan.
keselurahan
setahun
(Cravens et al.,
kinerja
terakhir
27
1993)
CXXVI.
Kinerja
Tenaga
Penjualan
CXXX.
Desain
Wilayah
Penjualan
penjualan
3. Profitabilitas
perusahaan
setahun
Indo Makmur
terakhir
dalam
CXXV.(Cravens
mencapai
et al., 1993)
tujuan/sasaran
yang
ditetapkan.
CXXVII.
Kin CXXVIII.
K 1. Memenuhi
erja tenaga
inerja tenaga
target
penjualan adalah
penjualan
penjualan
beberapa indikator merupakan
2. Menghasilkan
yang ditujukan
indikatortingkat
untuk
indikator
penjualan
mengendalikan/me keberhasilan
yang tinggi
ngawasi bagian
kinerja atau
3. Menjual
penjualan dalam
prestasi
produk yang
perusahaan dan
kinerja yang
memiliki
untuk menentukan dicapai oleh
marjin
secara tepat
tenaga
keuntungan
tentang tugas dan
penjualan
yang tinggi
kegiatan pada
perusahaan
CXXIX. (C
bagian penjualan.
Indo Makmur
ravens
(Swastha,
per bulan
et al.,
2015:171)
dalam rangka
1993)
mencapai
tujuan
organisasi.
CXXXI.
Des CXXXIII.
D 1. Potensi pasar
ain wilayah
esain wilayah
di wilayah
penjualan adalah
penjualan
tenaga
salah satu tugas
adalah
penjual
manajer penjualan pembagian
ditetapkan.
yaitu membagi
daerah
2. Ukuran
daerah pasar yang geografis ke
geografis di
ada ke dalam
dalam daerah
wilayah
daerah-daerah
yang efisien
penugasan
penjualan yang
yang
tenaga
efisien.
dipercayakan
penjual.
CXXXII.
(Sw kepada tenaga 3. Kesetaraan
astha, 2015:97)
penjualan
beban kerja di
perusahaan
seluruh
Indo Makmur.
wilayah.
4. Desain
keseluruhan
di wilayah
28
CXXXV.
Sistem
Kontrol
Manajemen
CXL. Ko
mpetensi
Tenaga
Penjualan
CXXXVI.
Sist
em kontrol
manajemen
penjualan adalah
tingkatan aktivitas
yang dilakukan
oleh manajer
penjualan seperti:
monitoring,
directing,
evaluating, dan
rewarding.
CXXXVII.
(Cr
avens dan Piercy,
2013:386-387)
penugasan.
CXXXIV.
(P
iercy et al., 1998)
S 1. Pengawasan
kepada tenga
penjual.
2. Pengarahan
kepada tenga
penjual.
3. Pengevaluasia
n kepada
tenaga
penjual.
4. Penghargaan
kepada tenaga
penjual.
CXXXIX.
(C
ravens et al.,
1993)
CXXXVIII.
istem kontrol
manajemen
adalah suatu
sistem yang
digunakan
dalam
perencanaan
berbagai
kegiatan
perusahaan
Indo Makmur
dalam rangka
mencapai
tujuannya
yang meliputi
aktivitas
seperti:
monitoring,
directing,
evaluating,
dan
rewarding.
CXLI. Kompetens CXLIV.
K1. Memahami
i tenaga penjual
ompetensi
spesifikasi
adalah segala
tenaga
produk.
kelengkapan yang penjualan
2. Kemampuan
dibutuhkan tenaga adalah segala
dalam
penjualan dalam
kelengkapan
mempengaruhi
melakukakan
yang dimiliki
orang lain
pekerjaannya agar oleh tenaga
3. Kemampuan
efektif.
penjualan,
dalam
CXLII.
berupa
presentasi
CXLIII.
(Pe kemampuan
penjualan
ranginangin,
atau keahlian, 4. Kemampuan
2016:17)
dalam
dalam
melakukan
menyelesaikan
aktivitas
masalah
pemasaran
CXLV. (Piercy et
yang dilandasi
al., 1998)
atas
CXLVI.
keterampilan
dan
29
pengetahuan
serta didukung
oleh sikap
kerja dari
tenaga
penjualan Indo
Makmur.
CXLVII.
CXLVIII.
B. Teknik Analisis Data
1. Pengukuran Variabel Penelitian
CXLIX. Untuk mengukur variabel dibutuhkan pengukuran skala.
Skala pengukuran digunakan sebagai standar acuan untuk menentukan
panjang interval sehingga akan menghasilkan data kuantitatif. Dengan
skala pengukuran ini, nilai dari variabel diukur oleh instrumen tertentu
dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga akan lebih akurat, efisien
dan komunikatif
(Sugiyono, 2015:164). Penelitian ini menggunakan
pengukuran dengan Rating Scale. Dalam skala ini, responden tidak akan
menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi
menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan
(Sugiyono, 2015:172). Pertanyaan dalam kuesioner dibuat dalam bentuk
pernyataan dengan menggunakan skala 1-10 dan diberi skor atau nilai
sebagai berikut:
CL.
Untuk kategori pernyataan dengan jawaban sangat tidak
setuju atau setuju :
CLI.
2.
Setuju
CLII.
CLIII.
12345678910
CLIV.
Teknik Analisis: Partial Least Square
Tidak
Sangat Setuju
30
CLV.
Dalam penelitian ini analisis data menggunakan pendekatan
Partial Least Square (PLS). PLS adalah salah satu metode statistika SEM
berbasis varian yang didesain untuk menyelesaikan regresi berganda
ketika terjadi permasalahan spesifik pada data, seperti ukuran sampel
penelitian sangat kecil, adanya data yang hilang (missing values) dan
multikolinearitas (Jogiyanto dan Abdilah, 2009:11). Menurut Jogiyanto
dan Abdillah, (2009:57-63), tahapan dalam PLS adalah sebagai berikut:
a. Model Pengukuran (Outer Model)
CLVI. Outer Model merupakan model pengukuran untuk menilai
validitas, parameter model pengukuran (validitas konvergen,
validitas diskriminan, composite reliability dan cronbach’s alpha)
termasuk nilai R2 sebagai parameter ketepatan model prediksi.
Model pengukuran sendiri digunakan untuk:
1) Uji Validitas
CLVII.
Convergent validity dari model pengukuran dengan
model reflektif indikator dinilai berdasarkan loading factor
(korelasi antara item score atau component score dengan
construct score) yang dihitung dengan smartPLS. Ukuran
reflektif dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan
konstruk yang ingin diukur. Discriminant validity dari model
pengukuran dengan reflektif indikator dinilai berdasarkan cross
loading pengukuran dengan konstruk. Model mempunyai
discriminant validity yang cukup jika akar average variance
extracted (AVE) untuk setiap konstruk lebih besar dari pada
korelasi antar konstruk dengan konstruk lainnya dalam model.
31
Metode lain untuk menilai discriminant validity adalah
membandingkan nilai square root of Average Variance
Extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara variabel
lainnya dalam model. Model memiliki validitas yang cukup jika
nilai akar AVE setiap konstruk lebih besar dari pada nilai
korelasi antar konstruk dengan konstruk lainnya dalam model.
CLVIII.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3
berikut ini.
CLIX.
Tabel 3. Paramater Uji Validitas dalam Model
Pengukuran PLS
CLX. Uji
CLXII.Rule of
CLXI. Parameter
Validitas
Thumbs
CLXIV. Loading factor
CLXV. Lebih dari
0,7
CLXVII.
Average
CLXIII.
CLXVIII.
Lebih
variance extracted
Convergent
dari 0,5
(AVE)
CLXX. Communality
CLXXI.
Lebih
dari 0,5
CLXXIII.
Akar
CLXXIV.
Akar
AVE dan korelasi
AVE > Korelasi
variabel laten
variabel laten
CLXXII.
Discriminant CLXXVI.
Cross
CLXXVII.
Lebih
loading
dari 0,7 dalam satu
variabel
CLXXVIII. Sumber: Chin dalam Jogiyanto dan Abdillah
(2009:61)
CLXXIX.
CLXXX.
CLXXXI.
2) Uji Realibilitas
CLXXXII. Uji reliabilitas dalam PLS dapat menggunakan dua
metode, yaitu Cronbach’s alpha dan Composite reliability.
Cronbach’s alpha mengukur batas bawah nilai reliabilitas suatu
konstruk sedangkan composite reliability mengukur nilai
32
sesungguhnya reliabilitas suatu konstruk. Suatu konstruk
dikatakan reliabel jika nilai Cronbach’s alpha harus lebih dari
0,6 dan nilai composite reliability harus lebih dari 0,7.
CLXXXIII.
b. Model Struktural (Inner Model)
CLXXXIV.
Model struktural dalam smartPLS dievaluasi dengan
menggunakan R2 untuk konstruk dependen, Nilai R2 digunakan
untuk mengukur tingkat variasi perubahan variabel independen
terhadap variabel dependen. Semakin tinggi nilai R2 berarti semakin
c.
baik model prediksi dari model penelitian yang diajukan.
CLXXXV.
Pengujian Hipotesis
CLXXXVI.
Jogiyanto dan Abdillah (2009:87) menjelaskan
bahwa ukuran signifikansi keterdukungan hipotesis dapat digunakan
perbandingan nilai t-table dan t-statistic. Hipotesis terdukung atau
diterima apabila t-statistic lebih tinggi dibandingkan nilai t-table.
Untuk tingkat keyakinan 95 persen (α = 0,05) maka nilai t-table
untuk
hipotesis dua ekor (two-tailed) adalah ≥ 1,96 dan untuk
hipotesis satu ekor (one-tailed) adalah ≥ 1,64.
CLXXXVII.
d. Uji Efek Mediasi
CLXXXVIII. Efek mediasi menunjukkan
hubungan
antara
variabel independen dan dependen melalui variabel penghubung atau
mediasi. Pengaruh variabel terhadap variabel dependen tidak secara
langsung terjadi tetapi melalui proses transformasi yang diwakili
oleh variabel mediasi (Baron dan Kenney, 1986 dalam Hartono dan
Abdillah, 2009:117). Pengujian efek mediasi dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik regresi tetapi pada model yang komplek atau
33
hipotesis model, maka teknik regresi menjadi tidak efisien (Hartono
dan Abdillah, 2009:118). Menurut Sholihin dan Ratmono (2013:81)
metode Variance Accounted For (VAF) yang dikembangkan oleh
Preacher dan Hayes (2008) serta bootstraping dalam distribusi
pengaruhtidak langsung dipandang lebih sesuai karena tidak
memerlukan asumsi apapun tentang distribusi variabel sehingga
dapat diaplikasikan pada ukuran sampel kecil. Pendekatan ini paling
tepat untuk PLS yang menggunakan metode resampling dan
mempunyai statistical power yang lebih tinggi dari metode Sobel
(Hair et al, 2013). Langkah-langkah dalam pengujian mediasi adalah
sebagai berikut (Sholihin dan Ratmono, 2013:82):
1) Pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel
dependen harus signifikan.
2) Pengaruh tidak langsung harus signifikan, setiap jalur yaitu
variabel independen terhadap variabel mediasi dan variabel
mediasi terhadap variabel dependen harus signifikan untuk
memenuhi kondisi ini. Pengaruh tidak langsung ini diperoleh
dengan formula pengaruh variabel independen pada variabel
mediasi dikalikan dengan pengaruh variabel mediasi pada
variabel dependen (Hair et al, 2013). Apabila pengaruh tidak
langsung signifikan, maka hal ini menunjukkan bahwa variabel
pemediasi mampu menyerap atau mengurangi pengaruh
langsung pada pengujian pertama.
3) Menghitung VAF dengan formula dalam sebagai berikut (Hair
et al, 2013):
34
CLXXXIX.
VAF=
CXC.
pengaruh tidak langsung
pengaruhlangsung+ pengaruh tidak langsung
Jika nilai VAF diatas 80%, maka menujukkan peran
X2 sebagai pemediasi penuh (full mediation). X2 dikategorikan
sebagai pemediasi parsial apabila nilai VAF berkisar antara 20%
sampai dengan 80%, namun jika nilai VAF kurang dari 20%
dapat disimpulkan bahwa hampir tidak ada efek mediasi.
CXCI.
35
CXCII.
DAFTAR PUSTAKA
CXCIII.
CXCIV. Anderson, Erin dan Richard L. Oliver. 1987. “Perspective on
Behavior-Based Versus
Outcome-Based
Salesforce
Control
Systems”. Journal of Marketing.
Volume 51: 76-88.
CXCV. Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
CXCVI._______ , 2013. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
CXCVII. Baldauf, Artur dan David W. Cravens. 2002. “The Effect of
Moderators on the Salesperson Behavior Performance and Salesperson
Outcome Performance and Sales Organization Effectiveness
Relationships”. European Journal of
Marketing.
Volume
36.
Nomor 11/12: 1367-1388.
CXCVIII. Baldauf, Artur., David W. Cravens dan Nigel F. Piercy. 2001.
“Examining
Business Strategy, Sales Management, and
Salesperson Antecedents of
Sales Organization Effectiveness”.
The Journal of Personal Selling and
Sales Management. Volume
XXI. Nomor 2: 109-122.
CXCIX. Challagalla, Goutam N. dan Tasadduq A. Shervani. 1996.
“Dimensions And Types of Supervisory Control: Effects on
Salesperson Performance and
Satisfaction”. Journal of Marketing.
Volume 60: 89-105.
CC. Cravens, David W. et al. 1993. “Behaviour-Based and Outcome-based
Salesforce Control System”. Journal of Marketing. Volume 57: 47-59.
CCI. Cravens, David W. dan Nigel F. Piercy. 2013. Strategic Marketing.
New York: McGraw-Hill Education.
CCII. Daft, Richard L. 2002. Manajemen, diterjemahkan Emil Salim dkk.
Jakarta: Erlangga.
CCIII. Djauhari dan Yanuar Rachmansyah. 2010. “Strategi Meningkatkan
Kinerja
Penjualan Asuransi Jiwa (Studi Di AJB BUMIPUTERA
1912 Kantor
Cabang Semarang)”. Prestasi. Volume 6. Nomor 1:
146-177.
CCIV. Grant, Ken et al. 2001. “The Role of Satisfaction With Territory
Design on the
Motivation, Attitudes, and Work Outcomes of
Salespeople”. Academy ofMarketing Science. Volume 29. Nomor 2:
165-178
CCV. Handoko, T. Hani. 2003. Manajemen. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
CCVI. Jogiyanto, H.M. dan Abdillah, W. 2009. Konsep dan Aplikasi PLS
(Partial Least
Square) untuk Penelitian Empiris. Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta
CCVII.Kotler, Phillip. Kevine L. Keller. 2007. Manajemen Pemasaran Jilid 2
diterjemahkan Benyamin Molan. Jakarta: PT Indeks.
CCVIII. Manning, Gerarald L. dan Barry L. Reece. 2006. “Selling Today
Membangun
Kemitraan Berkualitas diterjemahkan Harry Slamet.
Jakarta: PT Indeks
36
CCIX. Mulatsih, Retno. 2011. STUDI TENTANG KINERJA TENAGA
PENJUALAN
(Study of Performance of Sales Persons) Kasus
Empiris Pada PT. Sinar Niaga Sejahtera Area Distribusi Jawa
Tengah I”. Fokus Ekonomi.
Volume 6. Nomor 1: 19-39
CCX. Mulia, Elvie. 2015. Power Sales: Rahasia Sukses Memimpin Tim
Penjual. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
CCXI. Mulyadi 2011. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen
(Sistem
Pelipat Ganda Kinerja Peneliti). Jakarta: Salemba Empat.
CCXII.Peranginangin, Jasanta. 2016. The Handbook of Salespeople Konsep
dan Aplikasi:
Manajemen
Penjulan.
Sidoarjo:
JP
Publishing.
CCXIII. Piercy, Nigel F., David W. Cravens dan Neil A. Morgan. 1998.
“Salesforce
Performance and Behaviour-Based Management
Processes in Business-to -Business Sales Organizations”. European
Journal of Marketing. Volume 32. Nomor 1/2: 79-100.
CCXIV. Piercy, Nigel F., David W. Cravens dan Neil A. Morgan. 1999.
“Relationships
between Sales Management Control, Territory
Design, Salesforce
Performance and Sales Organization
Effectiveness”. British Journal of
Management. Volume 10: 95111.
CCXV. Setiawan, Andi. 2003. “Analisis Kinerja Tenaga Penjualan
Berdasarkan Sistem
Kontrol dan Sinergi Aktivitas Tenaga
Penjualan (Studi Empiris Tenaga Penjualan pada Distributor Farmasi
di Kota Semarang)”. Jurnal Sains
Pemasaran
Indonesia.
Volume II. Nomor 1: 33-52
CCXVI. Sholihin, Mahfud dan Dwi Ratmono. Analisis SEM-PLS dengan
WarpPLS 3.0.
Yogyakarta: Penerbit ANDI
CCXVII. Sugiyono. 2015. Metode Penelitian dan Pengembangan (Research
and
Development/R&D). Bandung: Alfabeta.
CCXVIII. Suhermini. 2010. “Efektifitas Penjualan Perusahaan Penerbitan dan
Kinerja
Tenaga Penjualan.” Jurnal Dinamika Manajemen. Volume
1. Nomor 1: 47- 53
CCXIX. Supriyanto. 2009. Metodologi Riset Bisnis. Jakarta: PT Indeks.
CCXX. Swastha, Basu. 2015. Manajemen Penjualan Edisi Ketiga.
Yogyakarta: BPFEYogyakarta.
CCXXI. Wibowo. 2014. Manajemen Kinerja Edisi Keempat. Jakarta:
Rajawali Pers.
37
CCXXII. Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
CCXXIII.
No Responden :
CCXXIV.
CCXXV.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI,
DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS
NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
CCXXVI. FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
CCXXVII. Alamat : Jl. Prof. H. R. Boenyamin Grendeng
UNSOED Kampus, Purwokerto Utara 53122 Telp.
(0281) 639726
CCXXVIII.
www.feb.unsoed.ac.id
CCXXIX.
CCXXX.
CCXXXI. Kepada Yth.
CCXXXII.Responden
CCXXXIII.Tenaga Penjual Indo Makmur
CCXXXIV.
di Tempat
CCXXXV.
CCXXXVI.
CCXXXVII.
Dengan Hormat,
Dalam rangka penyusunan tugas akhir untuk memproleh
gelar sarjana di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman,
saya bermaksud melakukan penelitian mengenai “Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kinerja Tenaga Penjualan Dan Hubungannya Terhadap
Efektifitas Penjualan Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Indo Makmur)”.
Dengan ini saya mohon kesediaan Saudara/i untuk mengisi kuesioner yang telah
saya sediakan.
CCXXXVIII.
Demi keberhasilan penelitian ini, saya mengharapkan peran
serta dan objektivitas Anda dengan mengisi sebaik-baiknya, tanpa melewati satu
pun pertanyaan. Jawablah sesuai dengan pendapat Anda. Jawaban dan data yang
Saudara/i berikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian ini saja. Partisipasi Saudara/i akan sangat membantu kelancaran
penelitian saya.
38
CCXXXIX.
Atas partisipasi dan kesediaan Saudara/i dalam meluangkan
waktu untuk mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima kasih.
CCXL.
CCXLI.
.
Hormat
Saya,
CCXLII.
CCXLIII.
CCXLIV.
Pahlevi
CCXLV.
C1B012048
Akbar
39
A. Data Responden
CCXLVI.
Mohon isikan data diri Anda dan berikan tanda c
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ketatnya persaingan antar perusahaan pada saat ini menuntut perusahaan
untuk selalu menjadi yang terdepan dan terbaik dalam memberikan pelayanan
yang memuaskan konsumen. Persaingan yang terjadi merupakan suatu bagian
yang tidak terpisahkan dari perusahaan. Hal ini dapat menjadi salah satu
pendorong bagi perusahaan dalam menyusun strategi pemasaran yang tepat, serta
dapat memberikan keuntungan positif bagi perusahaan untuk mencapai tujuannya
yaitu meningkatkan volume penjualan dan pangsa pasar sehingga mampu
memenangkan persaingan di pasar. Untuk itulah dibutuhkan marketing mix atau
bauran pemasaran bagi perusahaan agar mencapai tujuannya (Kotler dan Keller,
2007:23)
Di dalam bauran pemasaran tidak hanya mengembangkan produk yang baik,
menetapkan harga yang menarik dan membuat produk itu secara mudah dijangkau
oleh konsumen yang dijadikan sasaran, tetapi perusahaan juga harus mampu
memberikan
pelayanan
yang
baik
dalam
mengkomunikasikan
dan
memperkenalkan produknya. Dalam mengkomunikasikan dan memperkenalkan
produknya, perusahaan lazimnya memanfaatkan sarana bauran komunikasi
pemasaran yang meliputi: iklan, promosi penjualan, acara khusus dan
pengalaman, humas dan pemberitaan, pemasaran langsung, serta penjualan pribadi
untuk menjangkau saluran dagang dan pelanggan sasarannya. (Kotler dan Keller,
2007:204-205).
2
Personal selling, menurut Kotler dan Keller (2007:205) adalah interaksi tatap
muka dengan satu atau beberapa calon pembeli dengan maksud untuk melakukan
presentasi, menjawab pertanyaan, dan memperoleh pemesanan. Permasalahan
tenaga penjual sering dianggap
sangat
penting. Karena tenaga penjual
merupakan ujung tombak perusahaan yang berhubungan langsung dengan
konsumen.
Salah satu strategi yang dapat digunakan perusahaan sebagai pendukung
keberhasilan perusahaan yaitu sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam hal
ini tenaga penjual merupakan salah satu sumber daya manusia perusahaan yang
cukup memiliki peranan dalam pencapaian tujuan perusahaan.
Dalam penelitian ini peneliti akan menganalisis hal-hal yang mempengaruhi
kinerja tenaga penjualan yang berpengaruh terhadap efektifitas penjualan.
Mengacu pada penelitian terdahulu dengan judul “Efektifitas Penjualan
Perusahaan Penerbitan Dan Kinerja Tenaga Penjualan” yang dilakukan oleh
Suhermini (2010) mengungkapkan bahwa variabel desain wilayah penjualan
berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjualan di perusahaan penerbitan di
Jawa Tengah dan DIY. Begitu pula dengan variabel sistem kontrol manajemen
yang berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjualan di perusahaan
penerbitan di Jawa Tengah dan DIY. Dan juga variabel kinerja tenaga penjualan
juga berpengaruh positif terhadap efektifitas penjualan di tempat yang sama. Di
mana efektivitas menurut Handoko (2003:7) adalah kemampuan dalam memilih
target atau tujuan serta peralatan yang sesuai agar dapat mencapai tujuan yang
3
ditetapkan. Menurut Drucker dalam Handoko (2003:7) efektivitas juga diartikan
melakukan pekerjaan yang benar.
Daft (2002:15) mengartikan kinerja sebagai kemampuan organisasi untuk
meraih tujuan-tujuannya melalui pemakaian sumber daya secara efisien dan
efektif. Kinerja yang tinggi merupakan tanggung jawab akhir manajer. Kinerja
tenaga penjualan secara konseptual berguna untuk menguji kinerja dalam hal
perilaku atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan tenaga penjualan, dan hasil yang
yang dapat diberikan untuk usaha mereka. Kinerja tenaga penjual memberikan
sumbangan besar bagi suatu perusahaan. Kinerja tenaga penjual merupakan hal
yang penting untuk di perhatikan karena di pundak tenaga penjual image
perusahaan di pertaruhkan.
Desain wilayah menurut Swastha (2015:97) merupakan salah satu tugas
manajer penjualan yaitu membagi daerah pasar yang ada ke dalam daerah-daerah
penjualan yang efisien.
Wilayah penjualan dapat berupa daerah geografis kecil dengan batas-batas
nyata disertai dengan tanggung jawab atas semua pelanggan di wilayah itu,
atau berupa wilayah yang lebih luas dan khusus melayani industri atau
produk tertentu. Desain wilayah penjualan menurut Grant, et al., (2001) dapat
mempengaruhi kinerja perilaku tenaga penjualan, karena tenaga penjualan
mempunyai tanggung jawab kerja yang lebih jelas dan beban pekerjaan yang
seimbang melalui desain wilayah.
Cravens
dan
Piercy
(2013:386-387)
mendefinisikan
sistem
kontrol
manajemen penjualan sebagai tingkat aktivitas monitoring, directing, evaluating,
4
dan rewarding yang dilakukan oleh manajer penjualan dalam perusahaannya.
Disini peran serta kontrol manajer terhadap kinerja penjualan menjadi hal yang
sangat penting. Peran manajer sangat penting apabila seorang tenaga penjualan
tidak memenuhi harapan, manajer penjualan akan melatih tenaga penjualan itu
dengan berbagai cara untuk meningkatkan kinerjanya (Suhermini, 2010).
Berdasarkan simpulan yang diperoleh, penulis memberikan saran bagi
penelitian yang akan datang terkait dengan efektifitas penjualan dengan
menambahkan variabel tentang kompetensi tenaga penjualan. Maka peneliti
berusaha menambahkan variabel kompetensi tenaga penjualan karena dalam
penelitian yang dilakukan Mulatsih (2011) mengemukakan bahwa kompetensi
tenaga penjualan berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjualan. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi kompetensi tenaga penjualan semakin tinggi
pula kinerja tenaga penjualan.
Kompetensi merupakan kemampuan menjalankan tugas dan tanggung jawab
sesuai dengan role yang diberikan (Mulia, 2015:3). Sedangkan menurut
Peranginangin (2016:17) kompetensi tenaga penjual adalah segala kelengkapan
yang dibutuhkan tenaga penjualan dalam melakukakan pekerjaannya agar efektif.
Kompetensi dapat diperoleh dari keahlian, hasil pendidikan, pelatihan,
pengalaman, dan kemauan individu untuk belajar dan beradaptasi. Kemampuan
tenaga penjualan biasanya lebih sering ditunjukkan melalui solusi yang
diberikannya dalam melayani pelanggannya. Kemampuan tenaga penjualan
mengindikasikan adanya nilai tambah yang diberikan pada pelanggan. Hal
ini berarti semakin tinggi kemampuan tenaga penjualan maka semakin tinggi
5
pula nilai tambah yang diberikannya kepada pelanggan tersebut. Kemampuan
tenaga penjualan ditunjukkan dengan kinerja yang dihasilkannya selama ini.
Tenaga penjualan merupakan ujung tombak bagi banyak perusahaan, begitu
juga dengan Perusahaan Indo Makmur. Perusahaan Indo Makmur adalah sebuah
perusahaan yang bergerak di bidang furniture yang berkantor pusat di Purwokerto
dan memiliki cabang di Purbalingga serta Brebes. Selain memiliki showroom di
kota-kota tersebut, perusahaan ini juga mengandalkan tenaga penjualan sebagai
strategi utama dalam meningkatkan penjualan.
Selama ini kinerja tenaga penjualan di perusahaan Indo Makmur bekerja
cukup baik, tetapi mengalami penurunan penjualan pada semester kedua pada
tahun 2015, seperti terlihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Penjualan Furniture Indo Makmur pada tahun 2015
Semester
Jumlah (dalam Rupiah)
Semester I
Rp 2.373.649.000
Semester II
Rp 1.800.981.000
Karena penurunan tersebut, perusahaan melakukan beberapa langkah
perbaikan diantaranya faktor desain wilayah penjualan yang diterapkan oleh
perusahaan. Perusahaan membagi tenaga penjualan yang bekerja di Indo Makmur
ke dalam beberapa wilayah yang potensial. Selain desain wilayah penjualan,
sistem kontrol manajemen perusahaan Indo Makmur juga diperbaiki, di mana
manajer penjualan dituntut untuk melaksanakan tugasnya dengan lebih baik yaitu
dengan melakukan pengaturan, pengawasan, pengarahan dan pemberian
penghargaan kepada tenaga penjualan, seperti melakukan briefing kepada tenaga
6
penjualan
sebelum
berjualan
pada
pagi
harinya
atau
memberikan
nasihat/pengarahan kepada tenaga penjualan yang memiliki masalah.
Selain itu faktor kompetensi tenaga penjualan yang dimiliki oleh perusahaan
juga mengalami perbaikan. Perusahaan meningkatkan kemampuan tenaga
penjualan dalam berkomunikasi sehari-hari dan dalam melakukan presentasi
penjualan yang dilakukan tenaga penjualan.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Pengaruh Desain Wilayah Penjualan, Sistem Kontrol
Manajemen dan Kompetensi Tenaga Penjual Terhadap Kinerja Tenaga
Penjualan untuk Meningkatkan Efektivitas Penjualan”
B. Rumusan Masalah
Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suhermini (2010) yang
berjudul “Efektifitas Penjualan Perusahaan Penerbitan Dan Kinerja Tenaga
Penjualan” ditemukan hasil bahwa variabel desain wilayah penjualan dan sistem
kontrol manajemen berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjualan di
perusahaan penerbitan di Jawa Tengah dan DIY. Dan juga variabel kinerja tenaga
penjualan juga berpengaruh positif terhadap efektifitas penjualan di perusahaan
penerbitan di Jawa Tengah dan DIY.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suhermini (2010) disarankan untuk
menambahkan variabel kompetensi tenaga penjualan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Mulatsih (2011) dengan judul “Studi Tentang Kinerja Tenaga Penjualan
Kasus Empiris pada PT. Sinar Niaga Sejahtera Area Distribusi Jawa Tengah I”
7
menunjukkan bahwa kompetensi tenaga penjualan berpengaruh positif terhadap
kinerja tenaga penjualan, sehingga dalam penelitian ini peneliti menambahkan
variabel kompetensi tenaga penjualan sebagai anteseden terhadap kinerja
penjualan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah :
1.
Apakah desain wilayah berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga
penjualan?
2.
Apakah sistem kontrol manajemen berpengaruh positif terhadap kinerja
tenaga penjualan ?
3.
Apakah kompetensi tenaga penjualan berpengaruh positif terhadap
kinerja tenaga penjualan?
4.
Apakah kinerja tenaga penjualan berpengaruh positif terhadap efektivitas
penjualan?
C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, maka diperlukan batasan masalah
penelitiannya yaitu sebagai berikut :
Variabel yang akan diteliti dibatasi menjadi empat variabel : desain wilayah,
sistem kontrol manajemen,
kompetensi tenaga penjualan, kinerja tenaga
penjualan, dan efektivitas penjualan.
8
D. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisa pengaruh desain wilayah penjualan, sistem kontrol manajer
penjualan, dan kompetensi tenaga penjualan terhadap kinerja tenaga
penjualan serta menganalisis pengaruh kinerja tenaga penjualan terhadap
efektifitas penjualan.
2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahui dan menganalisis desain wilayah penjualan
terhadap kinerja tenaga penjualan.
b.
Untuk mengetahui dan menganalisis menganalisis sistem kontrol
manajemen terhadap kinerja tenaga penjualan.
c.
Untuk mengetahui dan menganalisis menganalisis
pengaruh
kompetensi tenaga penjualan terhadap kinerja tenaga penjualan.
d.
Untuk mengetahui dan menganalisis menganalisis kinerja tenaga
penjualan terhadap efektivitas penjualan.
E. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan
bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan pengetahuan tentang
peningkatan efektivitas penjualan, serta dapat digunakan untuk
mengembangkan penelitian sebelumnya.
9
2.
Manfaat Praktis
Manfaat praktis adalah hasil dari penelitian yang bisa secara langsung
dirasakan oleh perusahaan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan konstribusi praktis dan bermanfaat bagi perusahaan Indo
Makmur, sehingga perusahaan dapat memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja tenaga penjualan yang dapat mempengaruhi
efektivitas penjualan.
II.
TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN
A. Telaah Pustaka
1. Efektivitas Penjualan
III.
Penjualan menurut Swastha (2015:8) adalah ilmu dan seni
mempengaruhi pribadi yang dilakukan oleh penjual untuk mengajak
orang lain agar bersedia membeli barang/jasa yang ditawarkannya.
IV.
Sedangkan efektivitas menurut Handoko (2003:7) adalah
kemampuan dalam memilih target atau tujuan serta peralatan yang sesuai
agar dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Sedangkan menurut Daft
(2002:14) Efektivitas adalah seberapa jauh organisasi meraih sasaran
yang ditetapkan.
V.
Menurut Drucker dalam Handoko (2003:7) efektivitas juga
diartikan melakukan pekerjaan yang benar. Sedangkan menurut (Cravens
et al., 1993) efektivitas penjualan merupakan ringkasan evaluasi dari
keseluruhan kinerja perusahaan.
VI.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa definisi efektivitas penjualan adalah ringkasan evaluasi dari
keselurahan kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan atau sasaran yang
ditetapkan.
VII.
Efektifitas
penjualan
dan
kinerja
tenaga
penjualan
merupakan konstruk yang berbeda secara konseptual, walaupun
berhubungan (Suhermini, 2010). Menurut Walker et al., (1979) dalam
Piercy et al,. (1999) efektivitas penjualan merupakan penilaian
keseluruhan dari hasil perusahaan yang ditentukan oleh keterampilan dan
upaya tenaga
11
VIII. penjualan, manajemen penjualan dan faktor organisasi lainnya,
serta faktor lingkungan seperti potensi pasar dan intensitas persaingan.
Sedangkan kinerja tenaga penjualan hanya berhubungan dengan faktor
yang dapat dikontrol langsung oleh tenaga penjualan (Piercy et al., 1999).
IX.
Menurut Cravens et al., (1993) variabel efektivitas
2.
penjualan dapat diukur dengan indikator sebagai berikut:
a. Pertumbuhan penjualan
b. Volume penjualan
c. Profitabilitas
X.
Kinerja Tenaga Penjualan
XI.
Daft (2002:15) mengartikan kinerja sebagai kemampuan
organisasi untuk meraih tujuan-tujuannya melalui pemakaian sumber
daya secara efisien dan efektif. Sedangkan menurut. Wibowo (2014:2)
kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari
pekerjaan tersebut.
XII.
Menurut Mulatsih (2011) Kinerja merupakan indikatorindikator keberhasilan kerja atau prestasi kerja sesungguhnya yang
dicapai oleh seseorang atau organisasi karena melaksanakan tugasnya
dengan baik.
XIII.
Sedangkan menurut Peranginangin (2016:206) kinerja
tenaga penjualan adalah hasil penjualan yang diperoleh tenaga penjualan.
Menurut Swastha (2015:171) kinerja tenaga penjualan adalah beberapa
indikator yang ditujukan untuk mengendalikan/mengawasi bagian
penjualan dalam perusahaan dan untuk menentukan secara tepat tentang
tugas dan kegiatan pada bagian penjualan. Cravens et al., (1993) juga
berpendapat bahwa kinerja tenaga penjualan merupakan penilaian
kontribusi dari tenaga penjualan untuk mencapai objektivitas organisasi.
12
XIV.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa definisi kinerja tenaga penjualan merupakan indikator-indikator
keberhasilan kinerja atau prestasi kinerja yang dicapai oleh tenaga
penjualan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
XV.
Kinerja tenaga penjualan secara konseptual berguna untuk
menguji kinerja dalam hal perilaku atau aktivitas-aktivitas yang
dilakukan tenaga penjualan, dan hasil yang yang dapat diberikan untuk
usaha mereka. Kinerja tenaga penjual memberikan sumbangan besar
bagi suatu perusahaan.
Kinerja tenaga penjual merupakan hal yang
penting untuk di perhatikan karena di pundak tenaga penjual image
perusahaan di pertaruhkan.
XVI.
Menurut Cravens et al., (1993) variabel kinerja tenaga
3.
penjualan dapat diukur dengan indikator sebagai berikut:
a. Memenuhi target penjualan
b. Menghasilkan tingkat penjualan yang tinggi
c. Menjual produk dengan marjin keuntungan yang tinggi.
XVII.
XVIII.
XIX.
Desain Wilayah Penjualan
XX.
Berbagai organisasi pemasaran menyadari bahwa sangat
membantu untuk membagi total pasar ke dalam unit yang dapat dikelola
yang disebut wilayah penjualan. Wilayah (territory) adalah area geografis
tempat tinggal calon prospek dan pelanggan (Manning dan Reece,
2006:361).
XXI.
Menurut Peranginangin (2015:87) desain wilayah penjualan
adalah merancang target sasaran berdasarkan wilayah pemasaran yang
menjadi wewenang tenaga penjualan
13
XXII.
Desain wilayah menurut Swastha (2015:97) merupakan
salah satu tugas manajer penjualan yaitu membagi daerah pasar yang ada
ke dalam daerah-daerah penjualan yang efisien.
XXIII. Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa definisi desain wilayah penjualan adalah pembagian daerah
geografis ke dalam daerah yang efisien yang dipercayakan kepada tenaga
penjualan.
XXIV.
Desain wilayah penjualan sebenarnya merupakan tugas
manajer penjualan yang tidak pernah berakhir karena para pembeli,
produk, dan tenaga penjualan selalu berubah-ubah sedangkan batas-batas
wilayahnya harus dengan kondisi baru tersebut. Desain
wilayah
penjualan menurut Grant, et al., (2001) dapat mempengaruhi kinerja
perilaku
tenaga
penjualan,
karena tenaga
penjualan
mempunyai
tanggung jawab kerja yang lebih jelas dan beban pekerjaan yang
seimbang melalui desain wilayah.
XXV. Terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk
menentukan wilayah penjualan (Swastha, 2015:97), yaitu:
a. Metode build-up
XXVI. Metode ini merupakan teknik yang paling populer untuk
menentukan wilayah penjualan, Wilayah penjualannya dapat dibagi
ke dalam kabupaten-kabupaten dengan tujuan membatasi sejauh
mungkin agar mudah dijangkau oleh tenaga penjualan. Untuk
menentukan kabupaten mana yang harus dipilih bergantung pada
faktor-faktor sebagai berikut:
1) Data penduduk
2) Data penjualan
3) Data calon pembeli pada masing-masing daerah
14
XXVII. Faktor kemampuan dan kesukaan tenaga penjualan juga
ikut mempengaruhi penentuan kombinasi wilayah penjualan
tersebut.
b.
Metode workload
XXVIII. Metode workload atau beban kerja merupaka metode lain
untuk menentukan wilayah penjualan. Beban kerja yang dimaksud
adalah beban kerja tenaga penjualan dalam hubungannya dengan
penjualan yang dihasilkan. Kunci utama salam metode ini adalah
penentuan frekuensi kunjungan yang optimal pada kelompok
pembeli tertentu.
XXIX. Dalam metode ini, jumlah pembeli yang ada maupun
pembeli potensial akan menentukan wilayah penjualan bagi
perusahaan dengan mempertimbangkan tugas penjualan tenaga
penjualan.
XXX.
XXXI. Menurut Piercy et al. (1998) variabel desain wilayah
penjualan dapat diukur dengan indikator berdasarkan level kepuasan
4.
terhadap:
a. Potensi pasar di wilayah tenaga penjual ditetapkan.
b. Ukuran geografis di wilayah penugasan tenaga penjual.
c. Kesetaraan beban kerja di seluruh wilayah.
d. Desain keseluruhan di wilayah penugasan.
XXXII.
Sistem Kontrol Manajemen
XXXIII. Pada banyak perusahaan, tenaga penjual merupakan alat
pemasaran
terpenting
yang
menghubungkan
perusahaan
dengan
pelanggannya. Bahkan di beberapa perusahaan, tenaga penjual seringkali
merupakan satu-satunya fungsi yang dapat menghasilkan penjualan. Oleh
karena itu, desain yang tepat dan sesuai dari sistem kontrol manajemen
15
terhadap tenaga penjual merupakan hal yang vital bagi suatu perusahaan.
Seorang manajer penjualan hendaknya dapat
mengkombinasikan
berbagai elemen kontrol yang berbeda, seperti intensitas supervisi,
pemberian komisi, dan berbagai tipe kontrol yang dapat mempengaruhi
perilaku tenaga penjualnya secara langsung.
XXXIV. Pengertian sistem kontrol manajemen menurut Mulyadi
(2011:3) adalah suatu sistem yang digunakan untuk merencanakan
sasaran masa depan yang hendak dicapai oleh organisasai, merencanakan
kegiatan untuk mencapai sasaran tersebut serta mengimplementasikan
dan memantau pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan.
XXXV. Cravens dan Piercy (2013:386-387) mendefinisikan sistem
kontrol manajemen penjualan sebagai tingkatan aktivitas yang dilakukan
oleh manajer penjualan seperti: monitoring, directing, evaluating, dan
rewarding.
XXXVI. Sedangkan Anderson
dan
Oliver (1987) berpendapat
bahwa, sistem kontrol tenaga penjualan merupakan seperangkat alat
untuk
mencapai
tujuan melalui
memonitor
dan
mengevaluasi
kemajuan, memberikan umpan, memperkuat tenaga penjualan sebagai
basis dari kinerja penjualan.
XXXVII.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa definisi sistem kontrol manajemen adalah suatu
sistem yang digunakan dalam perencanaan berbagai kegiatan perusahaan
dalam rangka mencapai tujuannya yang meliputi aktivitas seperti:
monitoring, directing, evaluating, dan rewarding.
XXXVIII.
Kontrol perlu diterapkan dan mendorong perilaku
yang diharapkan dari individu-individu dalam organisasi tersebut,
16
sehingga tujuan organisasi tercapai. Ada dua penyebab mengapa individu
tidak
mau
kepentingan
melakukan
terbaik
ketidaksesuaian
perilaku-perilaku
perusahaan
tujuan
individu
yang
(Mulyadi,
dengan
diharapkan
2011:771)
tujuan
demi
yaitu
(1)
organisasi,
(2)
ketidakmampuan individu dalam mencapai tujuan organisasi melalui
perilaku yang diharapkan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang
penyebab diperlukannya kontrol akan menjadi dasar yang menentukan
efektivitas tipe kontrol yang didesain dan dilaksanakan dalam organisasi.
XXXIX. Menurut Mulyadi (2011:771-776) tipe kontrol dibagi 2,
yaitu :
a.
b.
Kontrol utama, yang merupakan kontrol terhadap personel.
Kontrol tambahan, yang meliputi kontrol terhadap keluaran atau
hasil, tindakan tertentu dan penghindaran organisasi dari perilaku
individu yang tidak diharapkan.
XL.
Sumber utama penyebab masalah kontrol adalah personel.
Oleh karena itu, jika manajemen ingin melaksanakan fungsi kontrol
efektif, fokus utama kontrol perlu dipusatkan pada penyebab timbulnya
masalah kontrol, yaitu : ketidaksesuaian tujuan individu dengan tujuan
organisasi, dan ketidakmampuan individu dalam mencapai tujuan
organisasi melalui perilaku yang diharapkan.
XLI.
Tenaga penjualan dalam menjalankan pekerjaannya kadang
akan melampaui batas kewenangan yang dimilikinya sehingga efektivitas
organisasi penjualan tidak tercapai. Disini peran serta kontrol manajer
terhadap kinerja penjualan menjadi hal yang sangat penting. (Suhermini,
2010).
17
XLII.
Anderson dan Oliver (1987) mengidentifikasikan sistem
kontrol penjualan sebagai suatu rangkaian kisaran dari orientasi perilaku
(behavior-based) dan orientasi hasil (outcome-based). Sistem kontrol
tenaga penjualan berorientasi perilaku menekankan pada penggunaan
manajer penjualan di lapangan (field sales manager) dan pada
kompensasi gaji tetap untuk mengarahkan dan mengontrol tingkah laku
tenaga penjual. Sedangkan orientasi hasil sebaliknya, menggantikan
kontrol perilaku oleh manajer penjualan di lapangan dan kompensasi
tetap dengan satu fokus pada pengontrolan hasil akhir tenaga penjual
melalui kompensasi insentif (Cravens et al., 1993).
XLIII. Cravens et al. (1993) mengemukakan bahwa sikap
mengasumsikan superioritas kedua sistem kontrol ini satu sama lain
tidaklah bijaksana. Tiap pendekatan kontrol manajemen penjualan
tersebut dapat efektif jika sesuai dengan situasi penjualan yang dihadapi
dan kontingensi yang berasosiasi dengan kesesuaian filosofi kontrol yang
berbeda dalam fokus perhatian manajemen. Menurut Piercy et al (1998),
sistem kontrol yang diadopsi oleh suatu organisasi seharusnya sesuai
dengan tujuan manajemen penjualan dan strategi penjualan yang
dijalankan. Fokus dalam penelitian ini adalah kontrol manajemen
berorientasi perilaku.
XLIV. Menurut Cravens et al., (1993) variabel sistem kontrol
dapat diukur dengan indikator sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
Pengawasan kepada tenaga penjual.
Pengarahan kepada tenaga penjual.
Pengevaluasian kepada tenaga penjual.
Penghargaan kepada tenaga penjual.
18
XLV.
XLVI.
XLVII.
5.
Kompetensi Tenaga Penjualan
XLVIII. Menurut Wibowo (2014:271) Kompetensi adalah suatu
kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau
tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung
oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dengan demikian,
kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan
oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai sesuatu yang
terpenting, sebagai unggulan bidang tersebut.
XLIX. Kompetensi merupakan kemampuan menjalankan tugas
dan tanggung jawab sesuai dengan role yang diberikan (Mulia, 2015:3).
Sedangkan menurut Peranginangin (2016:17) kompetensi tenaga penjual
adalah segala kelengkapan yang dibutuhkan tenaga penjualan dalam
melakukakan pekerjaannya agar efektif.
L.
Menurut Djauhari dan Rachmansyah (2010) Kompetensi
tenaga penjualan dapat diartikan sebagai kemampuan atau keahlian
tenaga penjualan dalam melakukan aktivitas pemasaran.
LI.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa definisi kompetensi tenaga penjualan adalah segala kelengkapan
yang dimiliki oleh tenaga penjualan, berupa kemampuan atau keahlian,
dalam melakukan aktivitas pemasaran yang dilandasi atas keterampilan
dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja.
LII.
Kompetensi juga merupakan kemampuan menjalankan
tugas dan tanggung jawab sesuai dengan role yang diberikan.
19
Kompetensi dapat diperoleh dari keahlian, hasil pendidikan, pelatihan,
pengalaman, dan kemauan individu untuk belajar dan beradaptasi.
LIII.
Menurut Wibowo (2014:273) terdapat lima
tipe
karakteristik kompetensi, yaitu:
a. Motif, merupakan sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau
diinginkan orang yang menyebabkan tindakan. Motif mendorong,
mengarahkan, dan memilih perilaku menuju tindakan atau tujuan
b.
tertentu.
Sifat, merupakan karakteristik fisik dan respons yang konsisten
c.
d.
terhadap situasi atau informasi.
Konsep diri, merupakan sikap, nilai-nilai, atau citra diri seseorang.
Pengetahuan, merupakan informasi yang dimiliki orang dalam
bidang spesifik.
e.
Keterampilan, merupakan kemampuan mengerjakan tugas fisik atau
mental tertentu.
LIV.
ditunjukkan
Kemampuan tenaga penjualan biasanya lebih sering
melalui
solusi yang diberikannya dalam melayani
pelanggannya. Kemampuan tenaga penjualan mengindikasikan adanya
nilai tambah yang diberikan pada pelanggan. Hal ini berarti semakin
tinggi kemampuan tenaga penjualan maka semakin tinggi pula nilai
tambah yang diberikannya kepada pelanggan tersebut. Kemampuan
tenaga penjualan ditunjukkan dengan kinerja yang dihasilkannya selama
ini.
LV.
Menurut Piercy et al., (1998) variabel kompetensi tenaga
penjualan menjual dapat diukur dengan indikator sebagai berikut:
a. Memahami spesifikasi produk.
b. Kemampuan dalam mempengaruhi orang lain
20
c.
d.
Kemampuan dalam presentasi penjualan
Membantu pelanggan menyelesaikan masalah
LVI.
B. Perumusan Model Penelitian dan Hipotesis
1. Desain Wilayah Penjualan Terhadap Kinerja Tenaga Penjualan
LVII.
Pada penelitian Suhermini (2010) diperoleh hasil bahwa
desain wilayah penjualan berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga
penjualan di perusahaan penerbitan di Jawa Tengah dan DIY. Hal ini
berarti semakin tinggi tingkat kepuasan tenaga penjualan terhadap desain
wilayah penjualan maka semakin tinggi maka kinerja tenaga penjualan
akan semakin tinggi.
LVIII. Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian yang
dilakukan oleh Piercy et al., (1999); Piercy et al., (1998); Mulatsih
(2011); Baldauf dan Cravens (2002) yang menyebutkan bahwa desain
wilayah penjualan mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja
tenaga penjualan. Hal ini dikarenakan desain wilayah penjualan
merupakan elemen kunci yang mampu mendorong atau memotivasi
tenaga penjualan untuk semakin efektif dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab tenaga penjualan.
LIX. H1: Desain wilayah penjualan berpengaruh positif terhadap kinerja
2.
tenaga penjualan
LX.
Sistem Kontrol Manajemen Terhadap Kinerja Tenaga Penjualan
LXI.
Pada penelitian Suhermini (2010) diperoleh hasil bahwa
sistem kontrol manajemen berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga
penjualan di perusahaan penerbitan di Jawa Tengah dan DIY. Hal ini
21
berarti semakin baik sistem kontrol manajemen tenaga penjual maka
semakin tinggi kinerja tenaga penjualan.
LXII. Hasil yang sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan
oleh Piercy et al., (1999); Piercy et al., (1998); Setiawan (2003);
Challagalla dan Shervani (1996) yang menyebutkan bahwa sistem
kontrol manajemen berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga
penjualan. Hal ini dikarenakan sistem kontrol menjamin motivasi melalui
adanya penyeliaan yang ketat dan memperlancar kemampuan bawahan
untuk berkinerja baik melalui penerapan prosedur operasi.
LXIII.
H2: Sistem kontrol manajemen berpengaruh positif
terhadap kinerja tenaga penjualan
3.
LXIV.
Kompetensi Tenaga Kerja Terhadap Kinerja Tenaga Penjualan
LXV.
Pada penelitian yang dilakukan Mulatsih (2011)
mengemukakan bahwa kompetensi tenaga penjualan berpengaruh positif
terhadap kinerja tenaga penjualan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi kompetensi tenaga penjualan semakin tinggi pula kinerja tenaga
penjualan.
LXVI.
Hasil yang sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan
oleh Piercy et al., (1998); Djauhari dan Rachmansyah (2010); Baldauf, et
al., (2001) yang menyebutkan bahwa kompetensi tenaga kerja
berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjualan. Kompetensi
tenaga penjualan dapat
LXVII.
diartikan sebagai kemampuan atau keahlian tenaga
penjualan dalam melakukan aktivitas
pemasaran (Djauhari dan
Rachmansyah, 2010). Keahlian dapat mempermudah dan membentuk
22
sebuah pemahaman serta implementasi atas hubungan strategi antara
perusahaan dengan pelanggannya. Oleh sebab itu, menegaskan bahwa
tenaga penjualan yang memiliki keahlian tenaga penjualan dalam
aktivitas penjualan yang bermutu akan dapat memberikan kontribusi
yang positif bagi kondisi perusahaan untuk tetap bertahan dan
menghasilkan laba bagi perusahaan.
LXVIII.
H3: Kompetensi tenaga kerja berpengaruh positif terhadap
kinerja tenaga penjualan
LXIX.
4.
Kinerja Tenaga Penjualan Terhadap Efektivitas Penjualan
LXX. Pada penelitian Suhermini (2010) yang
berjudul
“Efektifitas Penjualan Perusahaan Penerbitan Dan Kinerja Tenaga
Penjualan” diperoleh hasil bahwa kinerja tenaga penjualan berpengaruh
positif terhadap efektifitas penjualan di perusahaan penerbitan di Jawa
Tengah dan DIY. Semakin tinggi kinerja tenaga penjualan maka semakin
tinggi efektivitas penjualan.
LXXI. Hasil yang sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan
oleh Piercy et al., (1999) dan Cravens (1993) yang menebutkan bahwa
kinerja tenaga penjualan berpengaruh positif terhadap efektifitas
penjualan. Hal ini dikarenakan efektivitas penjualan merupakan
ringkasan evaluasi dari keseluruhan kinerja perusahaan, yang mana
kinerja tenaga penjualan termasuk di dalamnya.
LXXII.
H4: Kinerja tenaga penjualan berpengaruh positif terhadap
efektivitas penjualan
23
LXXIII.
Berdasarkan tinjauan landasan teori dan penelitian disusun
suatu kerangka pemikiran dalam penelitian ini seperti yang disajikan dalam
gambar dibawah ini:
LXXIV.
LXXV.Wilayah
Desain
Penjualan
LXXVII.
LXXVIII.
LXXIX.
Sistem Kontrol
LXXX.
LXXXI.
Manajemen
LXXVI.
H1
H2
Kinerja Tenaga
H4
Penjualan
LXXXII.
LXXXIII.
H3
LXXXIV.
Kompetensi
Tenaga Penjualan
LXXXV. Gambar 1. Model Penelitian
Efektivitas
Penjualan
LXXXVI. METODE PENELITIAN DAN TEKNIK ANALISIS DATA
LXXXVII.
A. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
LXXXVIII. Jenis penelitian ini adalah studi kasus dengan menggunakan
2.
3.
4.
metode survey.
Lokasi Penelitian
LXXXIX. Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Indo Makmur
Purwokerto, Purbalingga dan Brebes.
Waktu Pelaksanaan Penelitian
XC. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2016.
Objek Penelitian
XCI. Objek penelitian ini adalah desain wilayah penjualan, sistem
kontrol manajemen, kompetensi tenaga penjual, kinerja tenaga penjualan,
5.
serta efektivitas penjualan.
Subjek Penelitian
XCII. Subjek penelitian ini adalah tenaga penjual yang bekerja di
6.
Perusahaan Indo Makmur Purwokerto, Purbalingga dan Brebes.
Populasi dan Sampel
XCIII. Populasi dalam penelitian ini adalah tenaga penjual yang
bekerja di Perusahaan Indo Makmur Purwokerto, Purbalingga dan Brebes
yang berjumlah 26 orang. Jika jumlah anggota subjek dalam populasi
kurang dari 100, sebaiknya diambil seluruhnya (Arikunto, 2013:95)
25
XCIV.
Menurut Sugiyono (2014:143) apabila jumlah populasi
relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat
generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil maka penelitian yang
digunakan adalah penelitian populasi. Penelitian populasi adalah
penelitian yang dilakukan untuk meneliti semua elemen yang ada dalam
7.
wilayah penelitian (Arikunto, 2013:173).
Sumber Data
a. Data Primer
XCV. Data primer yang digunakan dalam peneltian ini adalah
data yang berisi tentang desain wilayah penjualan, sistem kontrol
manajemen, kompetensi tenaga penjual, kinerja tenaga penjualan,
serta efektivitas penjualan dari kuesioner yang telah diisi oleh tenaga
penjual yang bekerja di Perusahaan Indo Makmur Purwokerto,
Purbalingga dan Brebes yang berjumlah 26 orang.
b. Data Sekunder
XCVI. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang
bersifat tertulis yang bersumber dari pustaka acuan, artikel-artikel
ilmiah, jurnal-jurnal ilmiah, dan sumber-sumber lainnya. Selain itu
data sekunder didapat dari pihak yang berhubungan dengan
penelitian ini yaitu Perusahaan Indo Makmur berupa data jumlah
8.
tenaga penjualan.
XCVII.
XCVIII.
XCIX.
Teknik Pengumpulan Data
C.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
a. Kuesioner adalah metode pengumpulan data secara langsung dengan
cara membagikan daftar pertanyaan yang akan diisi oleh responden
26
mengenai masalah yang diteliti. Peneliti mendampingi responden
selama pengisian kuesioner, sehingga apabila responden mengalami
kesulitan dalam mengisi, maka dapat dijelaskan oleh peneliti.
b. Studi Pustaka adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan cara
membaca literatur, jurnal-jurnal ilmiah, artikel-artikel ilmiah,
penelitian terdahulu yang berhubungan dengan masalah yang diteliti
serta sumber-sumber lainnya yang diperoleh melalui internet yang
9.
berhubungan dengan penelitian ini
CI.
CII.
CIII.
CIV.
CV.
CVI.
CVII.
CVIII.
CIX.
CX.
CXI.
CXII.
CXIII.
CXIV.
CXV. .
Definisi Konseptual dan Operasional Variabel
CXVI.
Tabel 2. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel
CXX. Def
inis
CXVIII. Def
i
CXVII.
inisi
CXXI. Indika
Op
Variabel
CXIX. Konsep
tor
era
tual
sio
nal
CXXII.
CXXIII.
Efe CXXIV.
E 1. Pertumbuhan
Efektivitas ktivitas penjualan fektivitas
penjualan
Penjualan
adalah ringkasan
penjualan
setahun
evaluasi dari
adalah
terakhir
keseluruhan
ringkasan
2. Volume
kinerja
evaluasi dari
penjualan
perusahaan.
keselurahan
setahun
(Cravens et al.,
kinerja
terakhir
27
1993)
CXXVI.
Kinerja
Tenaga
Penjualan
CXXX.
Desain
Wilayah
Penjualan
penjualan
3. Profitabilitas
perusahaan
setahun
Indo Makmur
terakhir
dalam
CXXV.(Cravens
mencapai
et al., 1993)
tujuan/sasaran
yang
ditetapkan.
CXXVII.
Kin CXXVIII.
K 1. Memenuhi
erja tenaga
inerja tenaga
target
penjualan adalah
penjualan
penjualan
beberapa indikator merupakan
2. Menghasilkan
yang ditujukan
indikatortingkat
untuk
indikator
penjualan
mengendalikan/me keberhasilan
yang tinggi
ngawasi bagian
kinerja atau
3. Menjual
penjualan dalam
prestasi
produk yang
perusahaan dan
kinerja yang
memiliki
untuk menentukan dicapai oleh
marjin
secara tepat
tenaga
keuntungan
tentang tugas dan
penjualan
yang tinggi
kegiatan pada
perusahaan
CXXIX. (C
bagian penjualan.
Indo Makmur
ravens
(Swastha,
per bulan
et al.,
2015:171)
dalam rangka
1993)
mencapai
tujuan
organisasi.
CXXXI.
Des CXXXIII.
D 1. Potensi pasar
ain wilayah
esain wilayah
di wilayah
penjualan adalah
penjualan
tenaga
salah satu tugas
adalah
penjual
manajer penjualan pembagian
ditetapkan.
yaitu membagi
daerah
2. Ukuran
daerah pasar yang geografis ke
geografis di
ada ke dalam
dalam daerah
wilayah
daerah-daerah
yang efisien
penugasan
penjualan yang
yang
tenaga
efisien.
dipercayakan
penjual.
CXXXII.
(Sw kepada tenaga 3. Kesetaraan
astha, 2015:97)
penjualan
beban kerja di
perusahaan
seluruh
Indo Makmur.
wilayah.
4. Desain
keseluruhan
di wilayah
28
CXXXV.
Sistem
Kontrol
Manajemen
CXL. Ko
mpetensi
Tenaga
Penjualan
CXXXVI.
Sist
em kontrol
manajemen
penjualan adalah
tingkatan aktivitas
yang dilakukan
oleh manajer
penjualan seperti:
monitoring,
directing,
evaluating, dan
rewarding.
CXXXVII.
(Cr
avens dan Piercy,
2013:386-387)
penugasan.
CXXXIV.
(P
iercy et al., 1998)
S 1. Pengawasan
kepada tenga
penjual.
2. Pengarahan
kepada tenga
penjual.
3. Pengevaluasia
n kepada
tenaga
penjual.
4. Penghargaan
kepada tenaga
penjual.
CXXXIX.
(C
ravens et al.,
1993)
CXXXVIII.
istem kontrol
manajemen
adalah suatu
sistem yang
digunakan
dalam
perencanaan
berbagai
kegiatan
perusahaan
Indo Makmur
dalam rangka
mencapai
tujuannya
yang meliputi
aktivitas
seperti:
monitoring,
directing,
evaluating,
dan
rewarding.
CXLI. Kompetens CXLIV.
K1. Memahami
i tenaga penjual
ompetensi
spesifikasi
adalah segala
tenaga
produk.
kelengkapan yang penjualan
2. Kemampuan
dibutuhkan tenaga adalah segala
dalam
penjualan dalam
kelengkapan
mempengaruhi
melakukakan
yang dimiliki
orang lain
pekerjaannya agar oleh tenaga
3. Kemampuan
efektif.
penjualan,
dalam
CXLII.
berupa
presentasi
CXLIII.
(Pe kemampuan
penjualan
ranginangin,
atau keahlian, 4. Kemampuan
2016:17)
dalam
dalam
melakukan
menyelesaikan
aktivitas
masalah
pemasaran
CXLV. (Piercy et
yang dilandasi
al., 1998)
atas
CXLVI.
keterampilan
dan
29
pengetahuan
serta didukung
oleh sikap
kerja dari
tenaga
penjualan Indo
Makmur.
CXLVII.
CXLVIII.
B. Teknik Analisis Data
1. Pengukuran Variabel Penelitian
CXLIX. Untuk mengukur variabel dibutuhkan pengukuran skala.
Skala pengukuran digunakan sebagai standar acuan untuk menentukan
panjang interval sehingga akan menghasilkan data kuantitatif. Dengan
skala pengukuran ini, nilai dari variabel diukur oleh instrumen tertentu
dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga akan lebih akurat, efisien
dan komunikatif
(Sugiyono, 2015:164). Penelitian ini menggunakan
pengukuran dengan Rating Scale. Dalam skala ini, responden tidak akan
menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi
menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan
(Sugiyono, 2015:172). Pertanyaan dalam kuesioner dibuat dalam bentuk
pernyataan dengan menggunakan skala 1-10 dan diberi skor atau nilai
sebagai berikut:
CL.
Untuk kategori pernyataan dengan jawaban sangat tidak
setuju atau setuju :
CLI.
2.
Setuju
CLII.
CLIII.
12345678910
CLIV.
Teknik Analisis: Partial Least Square
Tidak
Sangat Setuju
30
CLV.
Dalam penelitian ini analisis data menggunakan pendekatan
Partial Least Square (PLS). PLS adalah salah satu metode statistika SEM
berbasis varian yang didesain untuk menyelesaikan regresi berganda
ketika terjadi permasalahan spesifik pada data, seperti ukuran sampel
penelitian sangat kecil, adanya data yang hilang (missing values) dan
multikolinearitas (Jogiyanto dan Abdilah, 2009:11). Menurut Jogiyanto
dan Abdillah, (2009:57-63), tahapan dalam PLS adalah sebagai berikut:
a. Model Pengukuran (Outer Model)
CLVI. Outer Model merupakan model pengukuran untuk menilai
validitas, parameter model pengukuran (validitas konvergen,
validitas diskriminan, composite reliability dan cronbach’s alpha)
termasuk nilai R2 sebagai parameter ketepatan model prediksi.
Model pengukuran sendiri digunakan untuk:
1) Uji Validitas
CLVII.
Convergent validity dari model pengukuran dengan
model reflektif indikator dinilai berdasarkan loading factor
(korelasi antara item score atau component score dengan
construct score) yang dihitung dengan smartPLS. Ukuran
reflektif dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan
konstruk yang ingin diukur. Discriminant validity dari model
pengukuran dengan reflektif indikator dinilai berdasarkan cross
loading pengukuran dengan konstruk. Model mempunyai
discriminant validity yang cukup jika akar average variance
extracted (AVE) untuk setiap konstruk lebih besar dari pada
korelasi antar konstruk dengan konstruk lainnya dalam model.
31
Metode lain untuk menilai discriminant validity adalah
membandingkan nilai square root of Average Variance
Extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara variabel
lainnya dalam model. Model memiliki validitas yang cukup jika
nilai akar AVE setiap konstruk lebih besar dari pada nilai
korelasi antar konstruk dengan konstruk lainnya dalam model.
CLVIII.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3
berikut ini.
CLIX.
Tabel 3. Paramater Uji Validitas dalam Model
Pengukuran PLS
CLX. Uji
CLXII.Rule of
CLXI. Parameter
Validitas
Thumbs
CLXIV. Loading factor
CLXV. Lebih dari
0,7
CLXVII.
Average
CLXIII.
CLXVIII.
Lebih
variance extracted
Convergent
dari 0,5
(AVE)
CLXX. Communality
CLXXI.
Lebih
dari 0,5
CLXXIII.
Akar
CLXXIV.
Akar
AVE dan korelasi
AVE > Korelasi
variabel laten
variabel laten
CLXXII.
Discriminant CLXXVI.
Cross
CLXXVII.
Lebih
loading
dari 0,7 dalam satu
variabel
CLXXVIII. Sumber: Chin dalam Jogiyanto dan Abdillah
(2009:61)
CLXXIX.
CLXXX.
CLXXXI.
2) Uji Realibilitas
CLXXXII. Uji reliabilitas dalam PLS dapat menggunakan dua
metode, yaitu Cronbach’s alpha dan Composite reliability.
Cronbach’s alpha mengukur batas bawah nilai reliabilitas suatu
konstruk sedangkan composite reliability mengukur nilai
32
sesungguhnya reliabilitas suatu konstruk. Suatu konstruk
dikatakan reliabel jika nilai Cronbach’s alpha harus lebih dari
0,6 dan nilai composite reliability harus lebih dari 0,7.
CLXXXIII.
b. Model Struktural (Inner Model)
CLXXXIV.
Model struktural dalam smartPLS dievaluasi dengan
menggunakan R2 untuk konstruk dependen, Nilai R2 digunakan
untuk mengukur tingkat variasi perubahan variabel independen
terhadap variabel dependen. Semakin tinggi nilai R2 berarti semakin
c.
baik model prediksi dari model penelitian yang diajukan.
CLXXXV.
Pengujian Hipotesis
CLXXXVI.
Jogiyanto dan Abdillah (2009:87) menjelaskan
bahwa ukuran signifikansi keterdukungan hipotesis dapat digunakan
perbandingan nilai t-table dan t-statistic. Hipotesis terdukung atau
diterima apabila t-statistic lebih tinggi dibandingkan nilai t-table.
Untuk tingkat keyakinan 95 persen (α = 0,05) maka nilai t-table
untuk
hipotesis dua ekor (two-tailed) adalah ≥ 1,96 dan untuk
hipotesis satu ekor (one-tailed) adalah ≥ 1,64.
CLXXXVII.
d. Uji Efek Mediasi
CLXXXVIII. Efek mediasi menunjukkan
hubungan
antara
variabel independen dan dependen melalui variabel penghubung atau
mediasi. Pengaruh variabel terhadap variabel dependen tidak secara
langsung terjadi tetapi melalui proses transformasi yang diwakili
oleh variabel mediasi (Baron dan Kenney, 1986 dalam Hartono dan
Abdillah, 2009:117). Pengujian efek mediasi dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik regresi tetapi pada model yang komplek atau
33
hipotesis model, maka teknik regresi menjadi tidak efisien (Hartono
dan Abdillah, 2009:118). Menurut Sholihin dan Ratmono (2013:81)
metode Variance Accounted For (VAF) yang dikembangkan oleh
Preacher dan Hayes (2008) serta bootstraping dalam distribusi
pengaruhtidak langsung dipandang lebih sesuai karena tidak
memerlukan asumsi apapun tentang distribusi variabel sehingga
dapat diaplikasikan pada ukuran sampel kecil. Pendekatan ini paling
tepat untuk PLS yang menggunakan metode resampling dan
mempunyai statistical power yang lebih tinggi dari metode Sobel
(Hair et al, 2013). Langkah-langkah dalam pengujian mediasi adalah
sebagai berikut (Sholihin dan Ratmono, 2013:82):
1) Pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel
dependen harus signifikan.
2) Pengaruh tidak langsung harus signifikan, setiap jalur yaitu
variabel independen terhadap variabel mediasi dan variabel
mediasi terhadap variabel dependen harus signifikan untuk
memenuhi kondisi ini. Pengaruh tidak langsung ini diperoleh
dengan formula pengaruh variabel independen pada variabel
mediasi dikalikan dengan pengaruh variabel mediasi pada
variabel dependen (Hair et al, 2013). Apabila pengaruh tidak
langsung signifikan, maka hal ini menunjukkan bahwa variabel
pemediasi mampu menyerap atau mengurangi pengaruh
langsung pada pengujian pertama.
3) Menghitung VAF dengan formula dalam sebagai berikut (Hair
et al, 2013):
34
CLXXXIX.
VAF=
CXC.
pengaruh tidak langsung
pengaruhlangsung+ pengaruh tidak langsung
Jika nilai VAF diatas 80%, maka menujukkan peran
X2 sebagai pemediasi penuh (full mediation). X2 dikategorikan
sebagai pemediasi parsial apabila nilai VAF berkisar antara 20%
sampai dengan 80%, namun jika nilai VAF kurang dari 20%
dapat disimpulkan bahwa hampir tidak ada efek mediasi.
CXCI.
35
CXCII.
DAFTAR PUSTAKA
CXCIII.
CXCIV. Anderson, Erin dan Richard L. Oliver. 1987. “Perspective on
Behavior-Based Versus
Outcome-Based
Salesforce
Control
Systems”. Journal of Marketing.
Volume 51: 76-88.
CXCV. Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
CXCVI._______ , 2013. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
CXCVII. Baldauf, Artur dan David W. Cravens. 2002. “The Effect of
Moderators on the Salesperson Behavior Performance and Salesperson
Outcome Performance and Sales Organization Effectiveness
Relationships”. European Journal of
Marketing.
Volume
36.
Nomor 11/12: 1367-1388.
CXCVIII. Baldauf, Artur., David W. Cravens dan Nigel F. Piercy. 2001.
“Examining
Business Strategy, Sales Management, and
Salesperson Antecedents of
Sales Organization Effectiveness”.
The Journal of Personal Selling and
Sales Management. Volume
XXI. Nomor 2: 109-122.
CXCIX. Challagalla, Goutam N. dan Tasadduq A. Shervani. 1996.
“Dimensions And Types of Supervisory Control: Effects on
Salesperson Performance and
Satisfaction”. Journal of Marketing.
Volume 60: 89-105.
CC. Cravens, David W. et al. 1993. “Behaviour-Based and Outcome-based
Salesforce Control System”. Journal of Marketing. Volume 57: 47-59.
CCI. Cravens, David W. dan Nigel F. Piercy. 2013. Strategic Marketing.
New York: McGraw-Hill Education.
CCII. Daft, Richard L. 2002. Manajemen, diterjemahkan Emil Salim dkk.
Jakarta: Erlangga.
CCIII. Djauhari dan Yanuar Rachmansyah. 2010. “Strategi Meningkatkan
Kinerja
Penjualan Asuransi Jiwa (Studi Di AJB BUMIPUTERA
1912 Kantor
Cabang Semarang)”. Prestasi. Volume 6. Nomor 1:
146-177.
CCIV. Grant, Ken et al. 2001. “The Role of Satisfaction With Territory
Design on the
Motivation, Attitudes, and Work Outcomes of
Salespeople”. Academy ofMarketing Science. Volume 29. Nomor 2:
165-178
CCV. Handoko, T. Hani. 2003. Manajemen. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
CCVI. Jogiyanto, H.M. dan Abdillah, W. 2009. Konsep dan Aplikasi PLS
(Partial Least
Square) untuk Penelitian Empiris. Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta
CCVII.Kotler, Phillip. Kevine L. Keller. 2007. Manajemen Pemasaran Jilid 2
diterjemahkan Benyamin Molan. Jakarta: PT Indeks.
CCVIII. Manning, Gerarald L. dan Barry L. Reece. 2006. “Selling Today
Membangun
Kemitraan Berkualitas diterjemahkan Harry Slamet.
Jakarta: PT Indeks
36
CCIX. Mulatsih, Retno. 2011. STUDI TENTANG KINERJA TENAGA
PENJUALAN
(Study of Performance of Sales Persons) Kasus
Empiris Pada PT. Sinar Niaga Sejahtera Area Distribusi Jawa
Tengah I”. Fokus Ekonomi.
Volume 6. Nomor 1: 19-39
CCX. Mulia, Elvie. 2015. Power Sales: Rahasia Sukses Memimpin Tim
Penjual. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
CCXI. Mulyadi 2011. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen
(Sistem
Pelipat Ganda Kinerja Peneliti). Jakarta: Salemba Empat.
CCXII.Peranginangin, Jasanta. 2016. The Handbook of Salespeople Konsep
dan Aplikasi:
Manajemen
Penjulan.
Sidoarjo:
JP
Publishing.
CCXIII. Piercy, Nigel F., David W. Cravens dan Neil A. Morgan. 1998.
“Salesforce
Performance and Behaviour-Based Management
Processes in Business-to -Business Sales Organizations”. European
Journal of Marketing. Volume 32. Nomor 1/2: 79-100.
CCXIV. Piercy, Nigel F., David W. Cravens dan Neil A. Morgan. 1999.
“Relationships
between Sales Management Control, Territory
Design, Salesforce
Performance and Sales Organization
Effectiveness”. British Journal of
Management. Volume 10: 95111.
CCXV. Setiawan, Andi. 2003. “Analisis Kinerja Tenaga Penjualan
Berdasarkan Sistem
Kontrol dan Sinergi Aktivitas Tenaga
Penjualan (Studi Empiris Tenaga Penjualan pada Distributor Farmasi
di Kota Semarang)”. Jurnal Sains
Pemasaran
Indonesia.
Volume II. Nomor 1: 33-52
CCXVI. Sholihin, Mahfud dan Dwi Ratmono. Analisis SEM-PLS dengan
WarpPLS 3.0.
Yogyakarta: Penerbit ANDI
CCXVII. Sugiyono. 2015. Metode Penelitian dan Pengembangan (Research
and
Development/R&D). Bandung: Alfabeta.
CCXVIII. Suhermini. 2010. “Efektifitas Penjualan Perusahaan Penerbitan dan
Kinerja
Tenaga Penjualan.” Jurnal Dinamika Manajemen. Volume
1. Nomor 1: 47- 53
CCXIX. Supriyanto. 2009. Metodologi Riset Bisnis. Jakarta: PT Indeks.
CCXX. Swastha, Basu. 2015. Manajemen Penjualan Edisi Ketiga.
Yogyakarta: BPFEYogyakarta.
CCXXI. Wibowo. 2014. Manajemen Kinerja Edisi Keempat. Jakarta:
Rajawali Pers.
37
CCXXII. Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
CCXXIII.
No Responden :
CCXXIV.
CCXXV.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI,
DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS
NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
CCXXVI. FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
CCXXVII. Alamat : Jl. Prof. H. R. Boenyamin Grendeng
UNSOED Kampus, Purwokerto Utara 53122 Telp.
(0281) 639726
CCXXVIII.
www.feb.unsoed.ac.id
CCXXIX.
CCXXX.
CCXXXI. Kepada Yth.
CCXXXII.Responden
CCXXXIII.Tenaga Penjual Indo Makmur
CCXXXIV.
di Tempat
CCXXXV.
CCXXXVI.
CCXXXVII.
Dengan Hormat,
Dalam rangka penyusunan tugas akhir untuk memproleh
gelar sarjana di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman,
saya bermaksud melakukan penelitian mengenai “Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kinerja Tenaga Penjualan Dan Hubungannya Terhadap
Efektifitas Penjualan Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Indo Makmur)”.
Dengan ini saya mohon kesediaan Saudara/i untuk mengisi kuesioner yang telah
saya sediakan.
CCXXXVIII.
Demi keberhasilan penelitian ini, saya mengharapkan peran
serta dan objektivitas Anda dengan mengisi sebaik-baiknya, tanpa melewati satu
pun pertanyaan. Jawablah sesuai dengan pendapat Anda. Jawaban dan data yang
Saudara/i berikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian ini saja. Partisipasi Saudara/i akan sangat membantu kelancaran
penelitian saya.
38
CCXXXIX.
Atas partisipasi dan kesediaan Saudara/i dalam meluangkan
waktu untuk mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima kasih.
CCXL.
CCXLI.
.
Hormat
Saya,
CCXLII.
CCXLIII.
CCXLIV.
Pahlevi
CCXLV.
C1B012048
Akbar
39
A. Data Responden
CCXLVI.
Mohon isikan data diri Anda dan berikan tanda c