PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN “7E” BERBANTUAN PERTANYAAN METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 4 SUKSA

  

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN “7E”

BERBANTUAN PERTANYAAN METAKOGNITIF

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

KELAS VII B SMP NEGERI 4 SUKSASDA

  

Evi Dwi Krisna

  Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas MIPA Universitas Pendidikan Ganesha

  

email : evidwikrisna@gmail.com

ABSTRACT

  

This study aims to determine the improvement of students' mathematics learning outcomes of

the learning model application "7E" aided metacognitive question. This type of research is

classroom action research involving subjects as many as 32 students of classVIIB inSMP4

Sukasada. This research was conducted in three cycles, each of which consists of planning,

action, observation and evaluation, and reflection. The results showed that the application

of learning models "7E" aided metacognitive question succeeded in improving learning

outcomes math class VII B SMP Negeri 4 Sukasada. This is evident from the average score

of students' mathematics learning outcomes for cognitive domains, namely 54.25 in early

reflection stage increased by 9.51% to 59.41 in the first cycle, increased by 15.09% to 68.38

on the second cycle and increased by 12.92% to 77.22 in the third cycle. While the average

score of students' mathematics learning outcomes for the affective domain that is 2,81 (good

enough category) at the stage of early reflections increased by 11.39% to 3.13 (both

categories) in the first cycle, increased by 15.01% to 3.60 (both categories) in the second

cycle, and increased by 13.61% to 4.09 (very good category) in the third cycle.

  Keywords: 7E, metacognitive question,learning outcomes

ABSTRAK

  

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika siswa dari

model pembelajaran aplikasi "7E" dibantu pertanyaan metakognitif. Jenis penelitian ini

adalah penelitian tindakan kelas yang melibatkan subyek sebanyak 32 siswa kelas VIIB di

SMP4 Sukasada. Penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus, yang masing-masing terdiri dari

perencanaan, tindakan, observasi dan evaluasi, dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa penerapan model pembelajaran "7E" dibantu pertanyaan metakognitif berhasil

meningkatkan hasil belajar matematika kelas VII B SMP Negeri 4 Sukasada. Hal ini terbukti

dari rata-rata skor hasil belajar matematika siswa untuk domain kognitif, yaitu 54,25 pada

tahap refleksi awal meningkat sebesar 9,51% menjadi 59,41 pada siklus I, meningkat

15,09% menjadi 68,38 pada siklus kedua dan meningkat 12,92% menjadi 77,22 pada siklus

ketiga. Sedangkan nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa untuk domain afektif yaitu

2,81 (kategori cukup baik) pada tahap refleksi awal meningkat sebesar 11,39% menjadi 3,13

(kedua kategori) pada siklus I, meningkat sebesar 15,01% menjadi 3,60 (kedua kategori)

pada siklus kedua, dan meningkat sebesar 13,61% menjadi 4,09 (kategori sangat bagus)

pada siklus ketiga.

  Kata Kunci: 7E, Pertanyaan Metakognitif, Hasil Belajar

  PENDAHULUAN

  Perkembanganilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini meningkat dengan sangat cepat. Untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut, dituntut adanya sumber daya yang handal dan berkompetensi sehingga diperlukan keterampilan tinggi yang melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis, dan kreatif. Cara berpikir seperti itu dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika.Berbagai upayatelah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan khususnya pendidikan matematika. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah menyempurnakan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) kemudian disempurnakan kembali menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

  Dengan diterapkannya KTSP, menuntut terjadinya perubahan paradigma pembelajaran dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Tugas dan peran guru tidak hanya sebagai pemberi informasi, tetapi juga untuk memberikan motivasi dan memfasilitasi siswa agar dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas yang menuntut peran aktif siswa. Hal ini sejalan dengan pandangan Mohamad Nur dkk (1998) yang menyatakan bahwa tugas pendidikan tidak hanya menuangkan sejumlah informasi ke dalam benak siswa tetapi mengusahakan bagaimana agar konsep dapat tertanam di benak siswa. Ini berarti mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa (transmission of knowledge), melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran matematika di beberapa sekolah belum mencapai hasil yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya hasil belajar matematika siswa di beberapa sekolah. Rendahnya hasil belajar matematika siswa juga terjadi di kelas

  VII B SMP N

  4 Sukasada.Berdasarkan hasil observasi didapatkan hasil sebagai berikut.

  (1) Dalam proses pembelajaran guru nampak menguasai materi yang akan diajarkan dengan baik, namun guru hanya terfokus pada upaya untuk menyampaikan materi yang ada dalam kurikulum tanpa menanyakan terlebih dahulu kepada siswa sejauh mana pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan dipelajari. Hal ini dapat menjadi penghambat bagi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam pembelajaran yang dilaksanakan. Pemahaman siswa terhadap materi ajar pun tidak optimal.(2)Guru terlihat cukup antusias dalam penyampaian materi pembelajaran, namun cenderung bersifat monoton dan konvensional (ceramah, contoh dan tugas). Artinya dalam ceramahnya guru hanya menerangkan hal-hal yang telah ada dalam buku paket serta guru terlihat dominan dalam pembelajaran sehingga kurang memberikan kesempatan siswa untuk bekerja dan berpikir secara mandiri. Sedangkan contoh soal yang diberikan hanya merupakan aplikasi dari rumus yang ada sehingga kurang mengarahkan siswa untuk berpikir, begitu juga dengan tugas yang diberikan serupa dengan contoh tanpa ada pengayaan. (3) Di samping itu dalam kegiatan pembelajaran lebih ditekankan pada langkah-langkah penyelesaian soal matematika tanpa melibatkan siswa membentuk konsep sehingga sebagai implikasinya siswa kurang memahami konsep matematika dan berdampak pada hasil belajar siswa yang rendah.(4)Sebagian besar dari siswa kurang aktif dalam pembelajaran, baik dalam hal menjawab pertanyaan guru ataupun menanggapi jawan dari temannya.Dari informasi di atas, tampaknya siswa belum memiliki pengalaman atau keterampilan dalam menyelesaikan masalah matematika yang lebih bervariasi. Hal ini berakibat kemampuan siswa dalam memecahkan permasalahan matematika masih rendah.Selain itu sesuai hasil wawancara yang dilakukan secara mendalam dengan guru matematika didapatkan informasi sebagai berikut: (1)Guru memandang bahwa sebagian besar siswa kurang memiliki minat dan motivasi belajar. Hal ini mengakibatkan pembelajaran belum maksimal, bahkan guru sering mengeluh siswa kurang antusias dalam pembelajaran matematika dikelas.

  (

  2)Siswa kurang mampu untuk merumuskan penyelesaian dari permasalahan-permasalahan yang diberikan. Analisis terhadap masalah yang diberikan sangat sulit dilakukan oleh siswa.(3)Guru juga mengungkapkan dalam pembelajaran siswa masih malu atau segan dalam bertanya mengenai hal-hal yang belum dimengerti yang menyebabkan guru susah memprediksi pemahaman siswa terhadap suatu materi. Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa minat dan perhatian siswa terdapat pembelajaran matematika rendah dan menyebabkan pemahaman terhadap materi pun kurang optimal sehingga mengakibatkan siswa kurang mampu untuk merumuskan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan dan mengakibatkan hasil belajar yang dicapai belum maksimal.

  Berdasarkan beberapa informasi di atas, tampaknya proses pembelajaran di kelas VII B SMP N 4 Sukasada masih mengalami kendala, sehingga hasil belajar matematika siswa masih sangat jauh dari harapan. Untuk itu pembelajaran matematika di kelas VII B SMP 4 Sukasada harus diperbaiki dengan model pembelajaran yang konstruktivis, memperhatikan pengetahuan awal siswa, mampu memberikan stimulus bagi siswa dan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran itu adalah model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif. Model pembelajaran “7E” adalah pengembangan dari model pembelajaran “5E” (Eisekraft, 2003) yang merupakan perwujudan dari filosofi konstruktivisme, bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran pemelajar.

  Model pembelajaran “7E” megandung tujuh fase pembelajaran yang meliputi fase Elicit,

  Engagement, Exploration, Explanation, Elaboration, Evaluation, dan Extend (Eisenkrfat, 2003).

  Keunggulan model pembelajaran “7E” adalah: (1)Proses pembelajarannya memperhatikan pengetahuan awal siswa. Karena menurut Ausubel (1978) pembelajaran yang tidak memperhatikan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa akan dapat menyebabkan miskonsepsi siswa semakin kompleks dan stabil. Hal ini sesuai pula dengan pendapat yang menyatakan bahwa jika guru tidak mengingat dan memperhatikan pengetahuan awal siswa sebelum membelajarkan konsep-konsep baru maka pengetahuan awal itu justru dapat menimbulkan kesulitan belajar yang sangat berdampak negatif pada hasil belajar siswa (Ratna Willis Dahar, 1998). (2)Menghindarkan siswa dari cara belajar tradisionalyang cenderung menghafal ,(3) Proses pembelajarannya dapat membantu siswa untuk dapat mengkomunikasikan ide-ide atau gagasan yang dimilik siswa. Karena model pembelajaran “7E” adalah model pembelajaran yang menitik beratkan pada terjadinya diskusi yang mendalam mengenai konsep-konsep matematika baik secara refleksif dalam diri pebelajar sendiri maupun secara eksternal dengan kelompok pemelajar.

  Melalui model pembelajran “7E”, siswa akan dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran melalui kegiatan diskusi secara mendalam yang dapat mengantarkan siswa untuk sampai pada konsep matematika yang benar dan substansial serta dapat membentuk siswa yang aktif, kritis, dan kreatif.

  Melalui tujuh fase dalam model pembelajar an “7E” maka diharapkan dapat memfasilitasi siswa untuk meningkatkan kemampuan ranah koginitfnya melalui pengkontruksian pengetahuan yang lebih bermakna. Ini juga didukung oleh temuan dalam penelitian yang dilakukan oleh Setiawati (2008) yang menyatakan bahwa pemahaman siswa terhadap materi meningkat dengan menerapkan model pembelajaran “7E” karena melalui pembelajaran ini siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan secara optimal.

  Sedangkan menurut Zemira R. Mevarech dan B. Kramarski (dalam Suparta Wiratha, 2006) pertanyaan metakognitif adalah pertanyaan- pertanyaaan yang didalamnya terdapat tiga jenis pertanyaan yaitu, pertanyaan pemahaman, pertanyaan koneksi dan pertanyaan strategi.

  Pertanyaan ini dirancang untuk membantu siswa agar menyadari proses pemecahan masalah yang ditempuhnya dan dapat mengatur sendiri kemajuan dalam proses pemecahan masalah tersebut. Dengan diberikannya pertanyaan metakognitif dapat membantu siswa dalam memahami, mengembangkan, menerapkan dan menjelaskan proses matematika. Selain itu kita juga dapat melihat sejauh mana siswa memahami materi yang dipelajari sehingga kita bisa menekankan pada bagian yang belum dimengerti siswa. Akibatnya, kegiatan pembelajaran akan lebih efektif. Dengan demikian tampak bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas, ditemukan fakta bahwa permasalahan yang dihadapi di kelas VII B mendesak untuk dipecahkan sehingga peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran “7E”

  Berbantuan Pertanyaan Metakognitif untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas

  VII B SMP Negeri

  Penelitian yang akan dilaksanakan termasuk jenis penelitian tindakan kelas (PTK) yang secara umum bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII B SMP Negeri 4 Sukasada. Penelitian ini direncanakan dalam 3 siklus dimana setiap siklus melibatkan 4 tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi serta refleksi.

  Data dan Teknik Pengumpulan Data

  Dalam penelitian ini, hasil belajar yang diukur hanya dibatasi pada ranah kognitif dan afektifnya saja. Data hasil belajar yang diambil dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika dan sikap siswa. Tes hasil belajar yang digunakan adalah tes dalam bentuk uraian yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus atau tindakan. Pemberian tes yang dilaksanakan bertujuan untuk mendeskripsikan hasil belajar matematika siswa setelah diberikan tindakan pada masing-masing siklus. Data hasil belajar ranah afektif siswa dalam penelitian ini terdiri atas 5 indikator yang akan dituangkan dalam lembar observasi ranah afektif siswa. Adapun indikator dari ranah afektif hasil belajar matematika yang digunakan adalah (1) Kehadiran, (2) Membawa buku pelajaran, (3) Ketepatan waktu mengerjakan tugas, (4) Santun dalam komunikasi, dan (5) Mandiri mengerjakan tes.

  Teknik Analisis Data

  Indikator keberhasilan yang digunakan untuk melakukan interpretasi terhadap data hasil belajar siswa pada ranah kognitif adalah meningkatnya rata- rata skor hasil belajar siswa dan memenuhi KKM di sekolah yakni tercapainya rata- rata kelas ≥ 60 , daya serap  60%, dan ketuntasan belajar ≥ 75%. Data ranah afektif siswa setelah diterapkannya model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif juga dianalisis dengan statistik deskriptif, yaitu dengan menghitung skor rata-rata ranah afektif siswa.

  Prosedur Penelitian

  Penelitian ini diawali dengan melaksanakan refleksi awal yang dilanjutkan dengan persiapan untuk melaksanakan tindakan penelitian. Pelaksanaan tindakan dirancang dalam tiga siklus dan masing-masing siklus terdiri atas empat tahapan: (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi hasil observasi. Sebelum melaksanakan siklus terlebih dahulu diadakan refleksi awal di sekolah tempat penelitian berlangsung.

  Refleksi Awal

  Refleksi awal ini meliputi pencarian data-data terkait dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukandikelas VII B SMP Negeri 4 Sukasada dengan observasi, menggunakan angket, tes awal dan wawancara. Pengumpulan data- data tersebut bertujuan untuk memperoleh suatu gambaran yang jelas mengenai masalah yang dihadapi saat pelaksanaan proses pembelajaran matematika di kelas yang bersangkutan.

  Berdasarkan observasi, pemberian angket, tes awal dan wawancara tersebut diperoleh suatu gambaran tentang hasil belajar siswa kelas VII B SMP N 4 Sukasada masih rendah sebagaimana yang telah dipaparkan pada latar belakang.

  Berdasarkan hasil observasi kelas dan wawancara, diperoleh kesepakatan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa Kelas VII B SMP N

  4 Sukasada diterapkan model pembelajaran “7E“ berbantuan pertanyaan metakognitif.

  Siklus I

  Siklus I dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan. Dari 4 kali pertemuan yang dilakukan, 3 kali digunakan sebagai pelaksanaan tindakan sedangkan 1 kali pertemuan terakhir untuk pemberian tes hasil belajar. Materi yang dibahas pada siklus I adalah Segitiga.

  a) Perencanaan I

  Dalam tahap perencanaan ini dilaksanakan beberapa kegiatan, yaitu : (1)pembuatan rencana pembelajaran yang didasarkan atas model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif. Rencana pembelajaran ini dapat disusun dengan berkolaborasi kepada guru matematika di sekolah. Dengan demikian rencana pembelajaran ini merupakan skenario dari model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.(2) Pembuatan atau pengadaan alat peraga pembelajaran yang diperlukan.(3) Penyusunan instrumen penelitian berupa lembar observasi untuk hasil belajar sisiwa pada ranah afektif, tes untuk mengukur hasil belajar pada ranah kognitif matematika siswa, serta angket untuk mengumpulkan data tentang respons siswa.(4) Penyamaan persepsi dengan guru mengenai model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif.(5)merancang pembentukan kelompok diskusi.(6)Penyusunan kisi-kisi tes hasil belajar matematika.

  b. Pelaksanaan tindakan Pada tahap pelaksanaan tindakan siklus

  I ini, guru melaksanakan pembelajaran berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disusun pada tahap perencanaan yaitu rencana pembelajaran yang mengaju pada model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif kaitannya untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Pada tahap pelaksanaan digunakan acuan sintak model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif. Pada pertemuan kedua dan ketiga, langkah-langkah kegiatan yang dilakukan selama proses pembelajaran sama dengan langkah-langkah pada pertemuan pertama, hanya saja materi atau konsep yang akan dipelajari adalah lanjutan dari materi dari pertemuan pertama.Pada pertemuan keempat siswa diberikan tes untuk mengetahui hasil belajar siswa yang telah dicapai selama proses pembelajaran.

  c) Observasi dan Evaluasi Observasi di kelas dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai hasil belajar yang dicapai siswa dari penerapan pembelajaran yang telah disepakati dengan guru. Dalam observasi juga dicatat kendala-kendala yang dialami dalam proses pertemuan yaitu tiga kali pertemuan pembelajaran. untuk pelaksanaan tindakan dan satu Evaluasi dilaksanakan pada kali pertemuan untuk pelaksanaan tes akhir siklus, dalam hal ini yang hasil belajar matematika. dievaluasi adalah hasil belajar SIKLUS III matematika siswa selama Siklus III dilaksanakan dalam 4 mengikuti kegiatan pembelajaran. kali pertemuan. Dari 4 kali pertemuan Hasil belajar siswa dievaluasi yang dilakukan, 3 kali digunakan menggunakan tes uraian dengan sebagai pelaksanaan tindakan materi sesuai yang dibahas pada sedangkan 1 kali pertemuan terakhir siklus I. untuk pemberian tes hasil belajar dam d) angket respons siswa. Materi yang

Refleksi

  Refleksi siklus I dilaksanakan di dibahas pada siklus

  III adalah akhir siklus I untuk memeriksa bangunbelah ketupat dan layang- kembali tindakan yang telah dilakukan layang. sehingga dapat dilihat hambatan-

  a)

Perencanaan Tindakan hambatan dan kekurangan-kekurangan Pada dasarnya perencanaan

  yang terjadi selama pelaksanaan tindakan pada siklus III tidak jauh tindakan di siklus I. Acuan yang berbeda dengan perencanaan tindakan digunakan dalam tahap refleksi ini pada siklus I dan siklus II, hanya saja adalah hasil observasi dan evaluasi perencanaan pada siklus

  III yang telah dilakukan sebelumnya. disesuaikan dengan hasil refleksi yang Hasil refleksi ini digunakan sebagai dilakukan pada siklus

  II dan dasar perencanaan dan pelaksanaan merupakan hasil penyempurnaan tindakan pada siklus II. terhadap tindakan yang telah dilaksanakan pada siklus

  II. Siklus II Pelaksanaan Tindakan

  Seperti pada siklus I, pada Pada tahap pelaksanaan siklus II juga dilaksanakan langkah- tindakan siklus III, guru melaksanakan langkah perencanaan tindakan, pembelajaran berdasarkan rencana pelaksanaan tindakan, observasi dan pembelajaran yang telah disusun pada evaluasi, serta refleksi. Siklus II tahap perencanaan yaitu rencana dilaksanakan dalam empat kali pembelajaran yang mengacu pada penerapan model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif sebagaimana yang telah disepakati pada saat penyamaan persepsi. Dalam pelaksanaan tindakan, guru mencermati kembali hambatan- hambatan yang dialami pada siklus I dan siklus II sehingga tidak terjadi lagi pada siklus III.

  c) Observasi dan Evaluasi III Sebagaimana halnya pada siklus I dan siklus II, observasi kelas dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kendala-kendala yang dihadapi serta kemajuan- kemajuan yang didapat selama proses pembelajaran. Pada siklus III juga dilakukan evaluasi yang dilaksanakan pada akhir siklus. Pelaksanaan evaluasi pada siklus ini pada dasarnya sama dengan pelaksanaan evaluasi pada siklus I dan siklus II, dalam hal ini yang dievaluasi adalah hasil belajar matematika siswa (ranah kognitif) selama mengikuti kegiatan pembelajaran menggunakan tes uraian dengan materi sesuai yang dibahas pada siklus

  III. Evaluasi yang dilakukan pada siklus III untuk mengetahui perubahan hasil belajar dari siklus II ke siklus III. Pada akhir pelaksanaan tindakan, siswa diberi angket respons siswa untuk mengetahui respons siswa terhadap penerapan model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif.

  a)

Refleksi

  Dalam refleksi pada siklus III ini digambarkan tentang perkembangan hasil belajar siswa setelah dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan dalam pembelajaran yang ditemukan pada siklus I, siklus II, dan siklus III. Hasil refleksi pada akhir siklus III digunakan sebagai dasar untuk rekomendasi bagi guru mata pelajaran matematika yang ingin menerapkan model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Tabel 01 Ringkasan Data Hasil Belajar Matematika Siswa Ranah Kognitif

  No Kategori R. Awal Siklus I Siklus II Siklus III

  F P F P F P F P

  1. Belum Tuntas 15 46,88% 12 37,50% 9 28,12% 2 6,25%

  2. Tuntas 17 53,12% 20 62,50% 23 71,88% 30 93,75% Jumlah 32 100% 32 100% 32 100% 32 100% Rata-Rata Skor 54,25 59,41 68,38 77,22

  Daya Serap 54,25% 59,41% 68,38% 77,22% Keterangan : F : Frekuensi P : Persentase

   Tabel 02Ringkasan Data Hasil Belajar Matematika Siswa Ranah Afektif

  No Kategori R. Awal Siklus I Siklus II Siklus III

  F P F P F P F P

  1. Sangat Kurang Baik 2 6,25%

  • – – – – – –

  2. Kurang Baik 7 21,87% 3 9,37% 2 6,25%

  • – –

  3. Cukup Baik 0% 5 15,63% 2 6,25% 1 3,13%

  4. Baik 19 59,38% 20 62,5% 11 34,37% 7 21,87 %

  5. Sangat Baik 4 12,5% 4 12,5% 17 53,13% 24 75% Jumlah 32 100% 32 100% 32 100% 32 100% Rata-Rata 2,81 3,13 3,60 4,09 Kategori Cukup Baik Baik Sangat

  Baik

  Pembahasan

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan selama tiga siklus menunjukkan terjadinya peningkatan hasil belajar matematika siswa dengan penerapan model pembelajaran

  “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif. Berdasarkan analisis data, pemberian tindakan pada siklus I menunjukkan adanya peningkaan hasil belajar matematika dibandingkan sebelumnya (refleksi awal), meskipun peningkatan tersebut belum memenuhi KKM. Hal ini dapat dilihat dari perolehan rata-rata skor hasil belajar matematika siswa ranah kognitif adalah 59,41, daya serap siswa secara klasikal adalah 59,41% dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal adalah 62,50%, sedangkan rata-rata skor hasil belajar matematika siswa ranah afektif adalah 3,13 dan termasuk dalam kategori baik.

  Ranah afektif hasil belajar matematika siswa telah memenuhi kriteria keberhasilan karena telah sesuai dengan indikator yang ditetapkan yaitu mencapai kategori baik, namun hasil belajar ranah kognitif, daya serap siswa secara klasikal, dan ketuntasan belajar secara klasikal belum sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan yakni rata-rata skor hasil belajar ranah kognitif ≥ 60, daya serap ≥ 60% dan ketuntasan belajar siswa yang tercapai ≥ 75%.

  Persentase peningkatan rata- rata skor hasil belajar matematika siswa ranah kognitif dari refleksi awal samapai siklus I adalah 9,51% dan persentase peningkatan rata-rata skor hasil belajar matematika siswa ranah afektif dari refleksi awal samapai siklus I adalah 11,39%

  Untuk mengatasi kendala- kendala dan permasalahan yang ditemui pada siklus I seperti yang telah dipaparkan pada hasil refleksi siklus I, dilakukan tindakan perbaikan sebagai berikut.

  Pertama, menjelaskan kembali strategi pembelajaran yang sedang diterapkan. Hal ini dilakukan agar siswa lebih paham dengan prosedur pembelajaran yang harus dilakukan sehingga membiasakan siswa mengikuti pembelajaran ”7E” berbantuan pertanyaan metakognitif.

  Serta meningkatkan bimbingan dan pengawasan kepada kelompok ataupun siswa yang sering membuat keributan di dalam kelas

  Kedua, untuk mengatasi rendahnya keaktifan siswa dalam diskusi yakni dengan memberikan dorongan kepada siswa yang sudah memahami masalah yang diberikan untuk dapat memberikan bimbingan kepada teman anggota kelompoknya.

  Pemberian motivasi agar siswa bekerja sama dalam kelompok terus dilakukan. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa ”hasil belajar akan optimal jika ada motivasi yang tepat” (Sardiman, 2004:75). Karena itu motivasi dilakukan terus-menerus untuk merangsang siswa menjadi lebih aktif. Untuk siswa yang enggan bertanya, guru mendekati siswa tersebut dan mendorong siswa untuk mau mengungkapkan masalah yang dialami. Hal ini akan melatih keberanian siswa untuk bertanya, menyampaikan pendapat maupun dalam memberikan tanggapan terhadap pendapat yang disampaikan oleh temannya.

  Ketiga, memberikan bimbingan yang lebih intensif dengan cara mendatangi setiap kelompok sesering mungkin serta memotivasi siswa untuk melakukan kerja sama antar anggota kelompok. Hal ini dilakukan dengan cara menjelaskan bahwa dalam pembelajaran aktivitas kelompok sangatlah penting, sebab dengan berdiskusi dengan anggota kelompok, permasalahan yang dihadapi dapat lebih mudah untuk diselesaikan.

  Keempat, memfasilitasi siswa dengan cara memberikan pertanyaan- pertanyaan metakognitif agar dapat mengarahkan pendapat siswa pada jawaban yang benar. Pertanyaan metakognitif yang sering muncul pada siklus I adalah

  “Pernahkah kamu menemui permasalahan seperti itu sebelumnya?” dan “Apa kamu mengerti dengan masalah yang ingin dipecahkan atau yang ingin dicari solusinya dalam soal yang diberikan?”. Pertanyaan metakognitif ini terbukti membantu siswa untuk memahami lebih mendalam mengenai permasalahan matematika yang sedang dipelajari, karena siswa dibiasakan untuk memahami permasalahan matematika tersebut sebelum mengerjakannya dan menghubungkannya dengan permasalahan yang pernah di selelesaikan sebelumnya.

  Kelima, membimbing siswa dalam mengerjakan soal pemecahan masalah dengan lengkap dari mengumpulkan informasi-informasi yang diketahui kemudian merencanakan penyelesaiannya dan mengunakan rencana tersebut untuk menyelesaikan masalah matematika.

  Berdasarkan perbaikan proses pembelajaran yang dilaksanakan, ternyata cukup berhasil meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada siklus II, yaitu dari rata-rata skor 59,41 menjadi 68,38 dengan persentase peningkatan sebesar 15,09% dari rata-rata skor pada siklus

  I. Daya serap siswa secara klasikal adalah 68,38% dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal adalah 71,88%, sedangkan rata-rata skor hasil belajar matematika siswa ranah afektif adalah 3,60 atau termasuk dalam kategori baik dengan persentase peningkatan sebesar 15,09% dari rata-rata skor pada siklus I.

  Dari data tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata skor hasil belajar matematika siswa ranah kognitif, daya serap siswa secara klasikal, dan rata-rata skor hasil belajar matematika siswa ranah afektif sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan yakni rata-rata hasil belajar ranah kognitif ≥ 60, daya serap ≥ 60% dan hasil belajar ranah afektif termasuk kategori baik namun ketuntasan belajar siswa secara klasikal belum juga sesuai dengan indikator yang ditetapkan yakni ketuntasan belajar siswa ≥ 75%, sehingga perlu kiranya dilaksanakan siklus III. Selama pelaksanaan siklus II ditemui beberapa kendala seperti yang telah dipaparkan pada refleksi siklus

  II. Untuk mengatasi kendala-kendala dan permasalahan yang ditemui pada siklus II, dilakukan tindakan perbaikan sebagai berikut.

  Pertama, dengan cara terus menerus memberikan motivasi kepada siswa yang belum mempunyai keberanian dalam menyampaikan ide, pendapat ataupun gagasannya agar aktif selama diskusi.

  Kedua, memberikan dorongan kepada siswa untuk bertanya dan berdiskusi dengan teman satu kelompoknya sehingga masalah yang diberikan di dalam LKS dapat dipecahkan secara bersama-sama. Guru juga menunjuk salah satu perwakilan kelompok secara acak untuk dapat mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya di depan kelas

  Ketiga, memberikan bimbingan terhadap siswa yang masih mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal pengembangan dengan tepat serta memberikan pertanyaan-pertanyaan metakognitif agar jawaban siswa mengarah pada jawaban yang benar dan merangsang siswa untuk melakukan pemikiran lebih mendalam saat proses penyelesaian masalah.

  Pertanyaan metakognitif yang sering muncul pada siklus II adalah(1) mengapa kamu memilih menggunakan strategi ini?; (2) mengapa strategi, taktik atau prinsip dipandang paling sesuai bagi masalah tersebut?;(3) dapatkah kamu memikirkan strategi lain yang dapat digunakan?; dan sebaran pertanyaan metakognitif pada siklus II.

  Hasil refleksi siklus

  III menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran sudah berlangsung dengan baik. Kondisi pembelajaran tampak lebih kondusif. Siswa menjadi lebih aktif dan semangat dalam mengikuti pembelajaran. Siswa sudah menunjukkan hal yang positif pada saat bekerja dalam kelompok. Hal ini terlihat dari antusiasme yang ditunjukkan setiap anggota kelompok dalam kegiatan diskusi. Setiap anggota kelompok sudah mampu memposisikan dirinya bukan hanya sebagai pelengkap dikelompoknya. Intensitas pertanyaan metakognitif yang diajukan oleh guru semakin meningkat yang telah terbukti membantu siswa dalam memahami, mengembangkan, menerapkan dan menjelaskan proses matematika. Jadi, secara umum kegiatan pembelajaran sudah dapat berlangsung dengan baik sesuai yang diharapkan.

  Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan pada pembelajaran siklus III. Hal ini terlihat dari rata-rata skor hasil belajar matematika ranah kognitif siswa pada siklus III meningkat dari68,38menjadi 77,22 dengan persentase peningkatan sebesar 12,92% dari rata-rata skor pada siklus II. Daya serap siswa secara klasikal adalah 77,22% dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal adalah 93,75%, sedangkan rata-rata skor hasil belajar matematika siswa ranah afektif adalah 4,09 atau termasuk dalam kategori sangat baik. Dengan demikian, semua indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini sudah tercapai pada siklus III yakni rata-rata skor hasil belajar ranah kognitif tidak kurang dari 60, nilai hasil belajar aspek afektif minimal kategori baik, daya serap siswa tidak kurang dari 60%, dan ketuntasan belajar secara klasikal minimal 75%.

  Disamping itu, analisis data respons siswa menunjukkan bahwa rata-rata skor respons siswa adalah sebesar 41,47. Berdasarkan kriteria penggolongan respons siswa yang telah ditetapkan maka respons siswa kelas VII B SMP Negeri 4 Sukasada terhadap penerapan model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif tergolong kategori positif. Hal ini berarti bahwa siswa dapat mengakomodasi pembelajaran dengan baik setelah diterapkannya model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif. Siswa memandang “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif cocok diterapkan dalam pembelajaran matematika.

  Berdasarkan penelitian tersebut maka penerapan model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIIB SMP Negeri 4 Sukasada Peningkatan tersebut terjadi karena dengan 7 fase kegiatan yang diberikan dalam model pembelajaran ”7E” yaitu (1) Elicit adalah fase penggalian pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan diajarkan, (2) Enggagement adalah fase memotivasi siswa, (3) Exploration adalah fase pengumpulan informasi oleh siswa, (4) Explanation penjelasan oleh siswa terkait hasil kerjanya, (5)

  Elaboration adalah fase

  pengembangan konsep yang telah didapatkan oleh siswa, (6) Evaluation adalah fase penilaian dengan memberikan tes lisan maupun tulisan,

  (7) Extend fase untuk merangkum atau menyimpulkan hasil pembelajaran dan mengaitkan ke dalam kehiduan sehari- hari yang lebih kompleks.

Dengan penerapan model pembelajaran “7E”

  proses pembelajarannya memperhatikan pengetahuan awal siswa. Jika guru tidak mengingat dan memperhatikan pengetahuan awal siswa sebelum membelajarkan konsep-konsep baru maka pengetahuan awal itu justru dapat menimbulkan kesulitan belajar yang sangat berdampak negatif pada hasil belajar siswa. Siswa juga dibiasakan untuk melakukan diskusi yang mendalam mengenai konsep matematika yang sedang dipelajari serta mendorong siswa dalam kelompoknya untuk berperan aktif dalam mengajukan argumentasinya, mendengar pendapat temannya, mencermati apa yang disampaikan temannya, bertukar pikiran, membenahi konsep yang masih keliru serta melengkapi pengetahuannya sehingga konsep tersebut akan dapat dipahami oleh siswa dengan benar.

  Temuan dalam penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang yang dilaksanakan oleh Setiawati (2008) yang menyatakan bahwa pemahaman siswa terhadap materi meningkat dengan menerapkan model pembelajaran “7E. Hasil penenitian yang dilakukan oleh Purnami (2008) juga menunjukkan bahwa implementasi model pembelajaran “7E” dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

  Melalui pertanyaan metakognitif, siswa diarahkan untuk dapat memecahkan masalah-masalah matematika yang pada dasarnya akan dapat meningkatkan kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi karena menurut Slavin (1994) pertanyaan metakognitif merupakan suatu strategi yang dapt membantu siswa untuk meninjau dan memeriksa ulang alur jawaban yang sudah dibuat. Dengan cara seperti ini siswa dapat mendiskusikan dan dapat menemukan kekeliruan yang terjadi selama penyelesaian tugas-tugas yang diberikan secara individu atau kelompok sehingga akan berdampak pada pemahaman materi yang baik yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

  Dari paparan di atas, penelitian ini secara umum telah mampu menjawab rumusan masalah sekaligus telah mampu memecahkan permasalahan rendahnya hasil belajar matematika siswa kelas VIIB di SMP Negeri 4 Sukasada.Penerapan model pembelajaran“7E”berbantuan pertanyaan metakognitif dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas

  VIIB di SMP Negeri 4 Sukasada. Hal ini juga didukung oleh respons positif siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan. Dengan kata lain penelitian tindakan kelas yang dilakukan sudah berhasil.

  (Tidak Diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha. Eisenkraf, A. (2003). The Science

  Depdiknas. Pusat Kurikulum. (2003). Standar

  Universitas Pendidikan Ganesha. Pusat Kurikulum. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta.

  Strategi Simulasi Computer Berbantuan Pertanyaan- Pertanyaan Resitasi Dan Konstruksi Untuk Meningkatkan Minat, Aktivitas Dan Hasil Belajar Dalam Mata Kuliah Biokimia Lanjut (Implementasi Model Pembelajaran Konstruktivis) . Laporan Penelitian. (Tidak Diterbitkan).

  Surabaya. Parwata, I Putu dan I Gusti Ngurah Agung Suryaputra. (2007).

  PendekatanKonstruktivis dalam Pembelajaran . Surabaya : IKIP

  Jakarta: Rineka Cipta Nur, Mohamad, dkk. (1998).

  Belajar dan Pembelajaran .

  Mudjiono dan Dimyanti. (2006).

  planner . Geelong victoria: Deakin university.

  (1998). The action research

  Kemis, W. C., & Taggart, R. M.

  Belajar Matematika . Jakarta : Depdikbud Dirjen Dikti.

  Teacher ”5E Model Expanding A Proposed 7E Model Emphazies” transfer of learning and the importance of eliciting Prior Understanding. about- time.com /html/ap/eisenkraftts.pdf. Hudojo, Herman. (1998). Mengajar

  Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 6 Singaraja Laporan Penelitian.

  Depdiknas. (2004). Penelitian

  Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle “5E” Berbantuan LKS Terstruktur untuk Meningkatkan

  (2005). Permen 23 Tahun 2005. Jakarta:Depdiknas Deyanti, Ni Putu. (2008).

  Departemen Pendidikan Nasional.

  Jakarta : Rineka Cipta. Depdiknas. (2002). Kurikulum dan Hasil Belajar . Jakarta.

  Belajar dan Pembelajaran .

  Journal of Chemical Education.63(10) Dimyati dan Mudjiono. (2006).

  Bodner, GM. (1986). Constructivism : A Theory Of Knowledge .

  Permen 41 Tahun 2007, Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah . Jakarta: BSNP.

  . New York : Holt Rinchart and Winsstone. Badan Nasional Pendidikan. (2007).

  2 nd

  Psychology : A Cognitive View

  Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian . Jakarta: Rineka Cipta. Ausubel, D P, et al.(1978). Education

  Tindakan Kelas . Jakarta: Depdiknas.

  Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas. Rahman, Taufik. (2007). Efek Nasional (tidak diterbitkan)

  Petanyaan Pengarah Terhadap Universitas Pendidikan Ganesha Pembelajaran Sains dalam Suherman, Erman. dkk. (2003). Penguasaan Konsep Pada Siswa Stretegi Pembelajaran SLTP . Matematika Kontenporer .

  Diakses tanggal 17 januari 2010 Bandung: Universitas Pendidikan Ratumanan, Tanwey Gerson. (2002). Indonesia.

  Belajar dan Pembelajaran . Sudjana, Nana.(1989). Penilaian Hasil

  Surabaya: Unessa University Proses Belajar Mengajar , Press.

  Bandung: PT Remaja Ratumanan, T.G. dan Theresia L. Rosdakarya. (2003). Evaluasi Hasil Belajar Sunarto dan Hartono. (1995).

  Yang Relevan dengan Kurikulum Perkembangan Peserta Didik. Berbasis Kompetensi. Surabaya : Jakarta : Rineka Cipta.

  Unesa University Press. Sardiman. (2004). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar .

  Jakarta : Raja Grafindo Persada Setiawati,Kadek. (2008). Implementasi

  model pembelajaran 7E dengan pendekatan Kontekstual sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa kelas

  VII B3 SMP N 6 Skripsi (tidak

  diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha. Setyono.(2008) Diakses tanggal 10 januari 2010. Slavin, R.E. (1994). Educational Psychologi: Theory and Practice .

  Massachusetts: Paramount Publishing. Slameto. (2003). Belajar dan Faktor- Faktor Yang Mempengaruhinya .

  Jakarta : Rineka Cipta.

  • . (2008). Persepekif Baru

  Penelitian pendidikan Matematika . Singaraja:

  Universitas Pendidikan Ganesha.

  • . (2010). Implementasi model

  pembelajaran Metakognitif Berlandaskan kearifan matematika Veda untuk Mengembangkan Kompetensi Matematis tingkat tinggi siswa SD Provinsi Bali . Hibah Strategi

Dokumen yang terkait

La Siteni ABSTRAK - PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJAMENGAJAR GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

0 0 9

PENERAPAN TEKNIK MEMINDAI DALAM MEMBACA PEMAHAMAN SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V SEMESTER GANJIL SD NO.1 KUTUH

0 0 6

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR IPS SEJARAH DENGAN PENGGUNAAN MODUL MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS (THINK, PAIR AND SHARE)

0 0 19

INSTRUMEN OBSERVASI KEGIATAN INTI PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PENDEKATAN SAINTIFIK (5M) DI SMA

0 6 22

PENERAPAN COMPETITIVE SIMULTANEOUS ROUNDTABLE DALAM UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS

0 0 7

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TSTS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA

1 3 11

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE TALKING STICK PADA SISWA KELAS VIII 6 SMP NEGERI 4 DENPASAR TAHUN AJARAN 2015/2016

1 2 9

POLITIK HUKUM PENGUATAN FUNGSI NEGARA UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT (Studi Tentang Konsep Dan Praktik Negara Kesejahteraan Menurut UUD 1945) LEGAL POLICY OF STRENGTHENING STATE FUNCTIONS FOR PEOPLE’S WELFARE (Concepts And Practices Study Of Welfare State Bas

0 0 24

PENERAPAN REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL BAGI PRAJURIT TNI DALAM PUTUSAN PENGADILAN THE IMPLEMENTATION OF MEDICAL AND SOCIAL REHABILITATION FOR INDONESIAN NATIONAL ARMED FORCES PERSONNEL IN COURT DECISION

0 0 20

PERANAN HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT UNTUK MENCEGAH TERJADINYA PENYIMPANGAN PADA PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN THE ROLE OF SUPERVISORY JUDGE TO PREVENT THE DISCRETION IN COURT DECISION IMPLEMENTATION

0 1 22