Latar Belakang - PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (wana)
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Latar BelakangPembelajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah mempunyai tujuan umum yaitu: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah. (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5). memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (Soedjadi, 1999:44).
Menurut Suherman (2003:58), tujuan pendidikan matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah antara lain: 1). mempersiapkan peserta didik agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan nyata yang selalu berubah, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, efektif, efisien dan jujur, 2). mempersiapkan peserta didik agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematis dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Berdasarkan tujuan tersebut tampak bahwa arah atau orientasi pembelajaran matematika adalah kemampuan pemecahan masalah matematika, penekanan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa, juga pada keterampilan dalam penerapan matematika baik dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya.
Pengajaran matematika di sekolah juga dimaksudkan untuk pembentukan
sikap yang positif terhadap matematika, yaitu merasa tertarik untuk mempelajari
matematika. Sikap positif terhadap matematika ini merupakan prasyarat keberhasilan belajar matematika dan meningkatnya minat siswa terhadap matematika pada kelas-kelas selanjutnya. Dengan kata lain jika penguasaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika di kelas-kelas awal sangat rendah disertai dengan sikap negatif terhadap pelajaran matematika, sulit diharapkan siswa akan berhasil dengan baik dalam pembelajaran matematika di kelas-kelas selanjutnya.
Untuk mencapai tujuan agar siswa mempunyai minat dan kemampuan
yang baik terhadap matematika berimplikasi pada tugas dan tanggung jawab yang
sangat strategis pada guru-guru matematika di kelas-kelas awal di sekolah.
Mereka dituntut membantu siswa untuk mendapatkan pemahaman yang baik
terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika untuk memudahkan
mereka mempelajari matematika di kelas yang lebih tinggi. Di samping itu guru di
kelas-kelas awal diharapkan dapat menumbuhkan sikap positif terhadap
matematika serta membangkitkan minat mereka terhadap matematika. Ini berarti
proses pembelajaran matematika yang dilakukan guru hendaknya memungkinkan
terjadinya pengembangan pemahaman konsep, sikap, dan meningkatkan minat
siswa terhadap pelajaran matematika.Kenyataan yang ada, masih banyak pembelajaran yang dilakukan oleh
guru tidak dimulai dari pengamatan fenomena matematika atau penalaran secara
kualitatif dalam pengembangan konsep-konsep/prinsip-prinsip penting. Masih
banyak guru yang tidak memahami metode penyelesaian masalah-masalah atau
soal-soal secara sistematis, hanya mengikuti apa yang ada di buku yang belum
tentu cocok dengan lingkungan siswa. Bentuk-bentuk tes ujian akhir sekolah/ujian
akhir nasional yang umumnya hanya mengukur aspek kognitif siswa, telah
mengilhami guru untuk tidak melaksanakan pembelajaran yang mengembangkan
aspek afektif dan psikomotor. Guru lebih tertarik pada jawaban siswa yang benar
tanpa menganalisis kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dan prosedur
penyelesaiannya. Sehingga target kurikulum dapat tercapai, namun tidak dapat
mengembangkan kemampuan belajar siswa.Secara umum partisipasi siswa dalam pembelajaran relatif rendah.
Sebagian besar siswa cenderung hanya mampu meniru apa yang dikerjakan guru.
Siswa tidak mampu menggunakan buku teks secara efektif, mereka cenderung
mencatat kembali konsep-konsep yang sudah ada dalam buku teks, sehingga
menghabiskan banyak waktu dan pembelajaran menjadi tidak efisien. Siswa
cenderung tidak men unjukkan minat yang baik terhadap pelajaran matematika.
Motivasi belajar mereka tampak sangat rendah dapat dilihat dari hasil belajar yang
ditunjukkan oleh hasil ulangan yang masih tergolong rendah.Akar-akar masalah di atas dapat diatasi dalam waktu yang segera dan
berlanjut dalam batas kewenangan, komitmen dan tanggung jawab guru. Oleh
karena itulah, guru perlu melakukan perbaikan pada proses pembelajaran yakni
dengan memperbaiki model pembelajaran.Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan membentuk sikap positif siswa terhadap matematika adalah model pembelajaran berbasis masalah.
Pembelajaran berdasarkan masalah membantu siswa mengembangkan
kemampuan berfikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual berupa
belajar berbagai peran orang dewasa dan melalui keterlibatan mereka dalam
pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pebelajar otonom.Kemampuan berfikir telah dimiliki oleh siswa sejak lahir. Makin sering
orang berhadapan dengan sesuatu yang menuntutnya untuk berfikir makin
berkembang dan makin meningkat kemampuan berfikirnya. Seseorang yang tidak
memiliki pendidikan formal sekalipun, kemampuan berfikirnya akan meningkat
apabila dia sering berhadapan dengan berbagai masalah yang harus difikirkannya.
Jika proses belajar hanya melatih siswa menghafal atau memecahkan soal tertulis
saja, maka kemampuan berfikir siswa hanya akan meningkat dalam kemampuan
menghafal atau mengerjakan soal tertulis saja. Untuk dapat menghadapi masalah-
masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari maka siswa dalam proses
belajarnya harus dilatih berfikir untuk memecahkan masalah-masalah autentik yang ada disekitarnya. Pembelajaran Berbasis Masalah yang dalam bahasa Inggris diistilahkan
Problem-based instruction adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham
konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik. Dalam pemerolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.
Secara garis besar Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) menyajikan suatu masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Model Pembelajaran Berbasis Masalah diterapkan untuk membantu siswa belajar dan memperoleh keterampilan pemecahan masalah dengan melibatkan mereka dalam situasi masalah dalam kehidupan nyata.
1. Sintaks, Sistem Sosial, Sistem Sosial, Prinsip Reaksi, Dampak
Pembelajaran dan Dampak Pengiringa. Sintaks
Menurut Ismail (dalam Ratnaningsih,2003) pembelajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama, yaitu:
1. Orientasi siswa pada masalah dengan cara guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar dengan cara guru membantu siswa dalam mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3. Membimbing penyelidikan individual dan kelompok dengan cara guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya dengan cara guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan.
5. Manganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah dengan cara guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan siswa dan proses yang digunakan.
Lima langkah pembelajaran Model PBM menurut Arend et al., (dalam Santyasa:2007) yaitu:
1. Guru mendefisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang berkaitan (masalah bisa untuk satu unit pelajaran atau lebih, bisa untuk pertemuan satu, dua, atau tiga minggu, bisa berasal dari hasil seleksi guru atau dari eksplorasi siswa),
2. Guru membantu siswa mengklarifikasi masalah dan menentukan bagaimana masalah itu diinvestigasi (investigasi melibatkan sumber-sumber belajar, informasi, dan data yang variatif, melakukan surve dan pengukuran),
3. Guru membantu siswa menciptakan makna terkait dengan hasil pemecahan masalah yang akan dilaporkan (bagaimana mereka memecahkan masalah dan apa rasionalnya),
4. Pengorganisasian laporan (makalah, laporan lisan, model, program komputer, dan lain-lain), dan
5. Presentasi (dalam kelas melibatkan semua siswa, guru, bila perlu melibatkan administator dan anggota masyarakat).
b. Sistem Sosial
Sistem Sosial yang mendukung model ini adalah kedekatan guru dengan siswa dalam proses teacher-asisted instruction, minimnya peran guru sebagai transmitter pengetahuan, adanya interaksi sosial yang efektif dan latihan investigasi masalah kompleks.
c. Prinsip Reaksi
Prinsip reaksi yang dapat dikembangkan adalah peranan guru sebagai pembimbing dan negosiator. Peran-peran tersebut dapat ditampilkan secara lisan selama proses pendefinisian dan pengklarifikasian masalah.
d. Dampak Pembelajaran
Dampak pembelajaran adalah pemahaman tentang kaitan pengetahuan dengan dunia nyata, dan bagaimana menggunakan pengetahuan dalam pemecahan masalah kompleks.
e. Dampak Pengiring
Dampak pengiringnya adalah mempercepat pengembangan self-regulated
learning, menciptakan lingkungan kelas yang demokratis, dan efektif dalam
mengatasi keragaman siswa.2. Ciri-Ciri Khusus Pembelajaran Berbasis Masalah
Ibrahim dan Nur (2005) mengemukakan beberapa ciri dari model PBM, sebagai berikut Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua- duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagi macam solusi untuk situasi itu. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun PBM digunakan pada mata pelajaran tertentu, masalah yang dipilih benar-benar nyata, agar dalam pemecahannya siswa dapat meninjau hal itu dari banyak mata pelajaran. Penyelidikan autentik. PBM mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan, bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari. Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya. PBM menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk dapat berupa laporan, model fisik, atau video. Karya nyata dan peragaan direncanakan oleh siswa untuk didemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif laporan atau makalah. Kerjasama. PBM dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog serta untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir.
3. Lingkungan Belajar dan Sistem Manajemen
Lingkungan belajar dan sistem manajemen pada PBM dicirikan oleh terbuka, proses demokrasi dan peranan siswa aktif. Dalam kenyataan keseluruhan proses membantu siswa untuk mandiri, siswa yang otonom yang percaya pada keterampilan intelektual mereka sendiri, memerlukan keterlibatan aktif dalam lingkungan berorientasi inkuiri yang aman secara intelektual. Meskipun guru dan siswa melakukan tahapan pembelajaran PBM yang terstruktur dan dapat diprediksi, norma di sekitar pelajaran adalah norma inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat. Lingkungan belajar menekankan pada peranan sentral siswa bukan guru.
4. Melaksanakan Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Konsep tentang PBM adalah sangat jelas. Tidak sulit untuk memahami ide secara efektif lebih sulit. Hal ini membutuhkan banyak latihan dan perlu membuat keputusan-keputusan khusus pada saat fase-fase perencanaan, interaksi, dan fase setelah pembelajarannya. Berikut ini diberikan ciri unik model PBM.
a. Tugas-tugas perencanaan
Pada tingkat paling mendasar, PBM dicirikan oleh siswa bekerja dalam pasangan atau kelompok kecil untuk melakukan penyelidikan masalah-masalah kehidupan nyata yang belum terdefinisi dengan baik. Perencanaan untuk PBM seperti halnya dengan pembelajaran interaktif yang lain dimana pendekatan berpusat pada siswa, membutuhkan supaya perencanaan yang lebih banyak dari pembelajaran konvensional. Perencanaan guru ini memudahkan pelaksanaan fase- fase PBM dan pencapaian tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Penetapan tujuan
Penetapan tujuan pembelajaran untuk PBM merupakan bagian penting dalam perencanaan. PBM direncanakan untuk membantu mencapai tujuan-tujuan seperti keterampilan intelektual dan keterampilan menyelidiki, memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri. Beberapa pembelajaran dalam model PBM mungkin diarahkan untuk mencapai semua tujuan ini secara bersamaan. Bagaimanapun juga, kemungkinan guru akan memberikan penekanan pada satu atau dua tujuan pada pembelajaran tertentu.
Merancang situasi masalah yang sesuai
PBM didasarkan pada anggapan dasar bahwa situasi teka-teki dan masalah yang tidak terdefinisi secara ketat akan merangsang rasa ingin tahu siswa sehingga melibatkan mereka pada inkuiri. Merancang situasi masalah yang sesuai atau merencanakan cara-cara untuk memberikan kemudahan proses perencanaan adalah tugas perencanaan yang penting bagi guru. Beberapa pengembang PBM yakin bahwa siswa seharusnya memilki keleluasaan dalam mendefinisikan masalah yang akan dipelajarinya, sebab proses ini akan menumbuhkan rasa memiliki atas masalah tersebut. Sementara itu pengembang lain memberi bantuan siswa mempertajam masalah-masalah yang terlebih dahulu diseleksi yang berasal dari kurikulum sekolah dan peralatan yang cukup.
Situasi masalah yang baik harus memenuhi paling sedikit lima kriteria penting. Pertama, masalah itu harus autentik. Ini berarti bahwa masalah harus lebih berakar pada pengalaman dunia nyata siswa daripada berakar pada prinsip- prinsip disiplin ilmu tertentu. Kedua, permasalahan seharusnya tak terdefinisi secara ketat dan menghadapkan suatu makna misteri atau teka-teki. Masalah yang tidak terdefinisi secara ketat mencegah jawaban sederhana dan menghendaki alternatif pemecahan, yang masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan. Hal ini sudah barang tentu, menyediakan umpan untuk dialog dan debat. Ketiga, masalah itu seharusnya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual mereka. Keempat, masalah seharusnya cukup luas untuk memungkinkan guru menggarap tujuan instruksional mereka dan masih cukup terbatas untuk membuat suatu pelajaran layak dalam waktu, tempat, dan sumber daya yang terbatas. Kelima, masalah yang baik haruslah memperoleh keuntungan dari usaha kelompok dan tidak terhambat oleh masalah itu.
b. Tugas interaktif
Berikut adalah kegiatan guru dan siswa yang diinginkan berkait dengan setiap tahap PBM yang diberikan pada tabel di bawah:
Tahap Kegiatan Guru
Tahap - 1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Orientasi siswa pada masalah menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
Tahap – 2 Guru membantu siswa mendefinisikan dan
Mengorganisasi siswa untuk mengorganisasikan tugas belajar yang belajar berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap – 3 Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
Membimbing penyelidikan informasi yang sesuai melaksanakan pemecahan masalah.
Tahap – 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Tahap – 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka laksanakan.
Orientasi siswa pada masalah
Pada saat pembelajaran berdasarkan masalah dimulai, sama dengan tipe pembelajaran yang lain terlebih dahulu mengkomunikasikan tujuan pelajaran secara jelas, menumbuhkan sikap-sikap positif terhadap pelajaran, dan memberikan apa yang diharapkan untuk dilakukan oleh siswa. Kepada siswa yang lebih muda atau siswa yang belum pernah terlibat dalam PBM, guru harus memberikan penjelasan tentang proses-proses dan prosedur-prosedur model tersebut secara rinci. Tegaskan bahwa yang membutuhkan elaborasi meliputi hal- hal berikut. Tujuan utama dari pelajaran adalah tidak untuk mempelajari sejumlah informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah- masalah penting dan bagaimana menjadi pebelajar yang mandiri. Untuk siswa yang lebih muda, konsep ini mungkin dapat dijelaskan sebagai pelajaran tersendiri di mana mereka akan diminta untuk mengungkapkan sesuatu hal menurut pendapat mereka sendiri. Pertanyaan atau masalah yang diselidiki tidak memiliki jawaban mutlak
“benar,” sebuah masalah yang kompleks memiliki banyak penyelesaian dan seringkali saling bertentangan. Selama tahap penyelidikan dari pelajaran ini, siswa akan didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang menyediakan bantuan, namun siswa harus berusaha untuk
Selama tahap analisis dan penjelasan dari pelajaran ini, siswa harus didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan bebas. Tidak ada ide yang akan ditertawakan oleh guru atau teman sekelas. Semua siswa akan diberi kesempatan untuk menyumbang kepada penyelidikan dan mengemukakan ide mereka.
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
PBM membutuhkan pengembangan keterampilan kolaborasi di antara siswa dan membantu mereka untuk menyelidiki masalah secara bersama. Oleh karena itu mereka juga membutuhkan bantuan untuk merencanakan penyelidikan mereka dan tugas-tugas pelaporan.
Kelompok studi. Banyak saran untuk mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok belajar kooperatif. Dengan sendirinya, bagaimana tim siswa dibentuk akan berbeda tergantung kepada tujuan yag ditetapkan guru untuk proyek tertentu. Seringkali guru dapat menentukan bahwa penting bagi tim penyelidikan untuk mewakili berbagi tingkat kemampuan, keragaman ras, dan etnis atau jenis kelamin. Bila keragaman ini penting, guru akan membutuhkan untuk membuat tugas kelompok. Pada waktu lain guru dapat memutuskan mengorganisasikan siswa sesuai dengan kesamaan minat atau jalinan persahabatan. Jadi tim penyelidikan dapat dibentuk secara sukarela. Selama tahap pelajaran ini guru seharusnya membekali siswa dengan alasan yang kuat tentang mengapa siswa harus dikelompokkan seperti itu.
Perencanaan kooperatif. Setelah siswa diorientasikan kepada situasi
masalah dan telah membentuk kelompok studi, guru dan siswa harus menyediakan waktu yang cukup untuk menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, jadwal waktu. Untuk beberapa proyek, tugas perencanaan utama adalah akan membagi situasi masalah lebih umum menjadi subtopik-subtopik yang sesuai kemudian membantu siswa menentukan subtopik mana yang akan mereka selidiki.
Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
Penyelidikan, apakah dilakukan secara mandiri, dalam pasangan, atau dalam tim studi kecil adalah inti teknik-teknik penyelidikan yang berbeda, kebanyakan melibatkan pengumpulan data dan eksperimentasi, berhipotesis dan menjelaskan dan memberikan pemecahan.
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Assesmen dan evaluasi
Prosedur assesmen harus selalu disesuaikan dengan tujuan instruksional model yang dimaksudkan untuk dicapai, dan itu selalu merupakan hal penting bagi guru untuk mengumpulkan informasi assesmen yang valid dan reliable. Tugas-tugas assesmen untuk pembelajaran PBM tidak dapat semata-mata terdiri dari tes kertas dan pensil. Kebanyakan teknik assesmen dan evaluasi yang sesuai untuk PBM adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil penyelidikan mereka.
P E N U T U P
1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah diterapkan untuk membantu siswa belajar dan memperoleh keterampilan pemecahan masalah dengan melibatkan mereka dalam situasi masalah dalam kehidupan nyata.
2. Lingkungan belajar PBM ditandai dengan keterbukaan, siswa aktif terlibat, dan atmosfir kebebasan intelektual.
3. Model pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan membentuk sikap positif siswa terhadap matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, Muslimin dan Nur, Mohammad. 2005. Pembelajaran Berdasarkan
Masalah. Surabaya: UNESA Press
Ratnaningsih, N. (2003). Pengembangan Kemampuan Berfikir Matematik Siswa
SMU Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis Program Pasca Sarjana UPI: Tidak diterbitkan.
Santyasa, I Wayan. 2008. Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Kooperatif. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2009. Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.