1 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KEPUTIHAN PADA SISWI SMPN 13 BANJARMASIN SIXTIA KUSUMAWATI, S.SiT AKADEMI KEBIDANAN BUNGA KALIMANTAN LATAR BELAKANG - Tampilan GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KEPUTIHAN PADA SISWI SMPN 13 BANJARMASIN

  

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KEPUTIHAN PADA SISWI

SMPN 13 BANJARMASIN

SIXTIA KUSUMAWATI, S.SiT

AKADEMI KEBIDANAN BUNGA KALIMANTAN

LATAR BELAKANG

  Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata- mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural (Widyastuti dkk, 2009). Kendati kesehatan reproduksi remaja di Indonesia telah memperoleh komitmen politik dari pemerintah dan parlemen, serta telah menjadi program nasional sejak tahun 2000, namun pengetahuan dan pengalaman para pengelola program ini masih rendah. Padahal, jika tidak ditangani dengan baik, kesehatan reproduksi remaja dapat menjadi masalah serius, karena tahun 2000 lalu kaum remaja telah menjadi kelompok populasi terbesar dalam piramida penduduk Indonesia. Saat ini di Indonesia

  

1

  terdapat sekitar 47 juta orang remaja (10-19 tahun) atau 23 % dari seluruh penduduk, lebih besar dibanding kelompok bayi dan anak-anak, dewasa, serta lanjut usia (Gsianturi, 2001).

  Permasalahan kesehatan reproduksi yang sering ditemui dalam siklus kehidupan wanita menurut Chery (1999) adalah bermacam-macam, salah satunya keputihan. Keputihan merupakan salah satu alasan yang paling sering mengapa perempuan memeriksakan diri ke dokter, khususnya dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan (Indarti, 2005).

  Menurut Ocviyanti (2007), adanya berbagai keluhan dari vagina akan menyebabkan gejala awal dari penyakit kandungan mulai dari iritasi, alergi, hingga infeksi pada vagina sebanyak 45 % wanita akan mengalami keputihan yang berulang. Keputihan ini terjadi akibat ketidakseimbangan bakteri dalam flora vagina untuk menjaga derajat keasaman (pH).

  Tingkat keasaman normal vagina berkisar antara 3,6

  • – 4,2 dengan tingkat keasaman tersebut,

  

lactobacilus akan tumbuh subur dan bakteri patogen akan mati. Pada kondisi tertentu, kadar

  pH bisa berubah menjadi lebih tinggi atau lebih rendah dari normal yang nantinya akan menimbulkan keputihan.

  Kenyataannya hampir sebagian besar wanita tua maupun muda bahkan anak-anak dan bayi bisa mengalami keluhan keputihan. Keputihan bagi wanita bisa dianggap sesuatu yang wajar namun bisa juga menjadi sesuatu yang serius. Bila keputihan tidak segera diobati akan timbul penyakit radang panggul yang berlarut-larut dan dapat menyebabkan kemandulan (infertilitas) serta gangguan reproduksi lainnya (Thamrin, 2005).

  Sedikitnya 90% wanita Indonesia mempunyai potensi untuk terserang keputihan, termasuk didalamnya keputihan juga dapat menyerang remaja puteri. Banyak wanita di Indonesia yang tidak mengetahui bagaimana mengobati keputihan dengan bijak. Mereka menggunakan obat-obat yang beredar di pasaran tanpa konsultasi lebih dulu. Begitu pula dalam membersihkan vagina yang salah, yaitu dengan membersihkan vagina mereka dengan cairan pembersih bahwa vagina yang kesat adalah vagina yang sehat. Padahal cairan pembersih tersebut justru membunuh bakteri yang sangat berguna untuk menjaga derajat keasaman vagina. Disisi lain mereka tidak menerapkan gaya hidup sehat untuk organ reproduksinya (Elistiawaty, 2006).

  Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih rendah, di antaranya tentang mengakibatkan minimnya pengetahuan tentang bagaimana seharusnya wanita menjaga alat kelaminya, sehingga infeksi atau penyakit yang berkaitan mampu dihindari (Saeroni, 2008).

  Globalisasi di bidang informasi yang dalam hal ini dapat diakses sampai ke pelosok desa melalui media cetak maupun perangkat elektronik sangat besar pengaruhnya dalam mempengaruhi terbentuknya nilai-nilai baru bagi remaja baik di desa maupun di kota. Sementara itu upaya untuk memberikan informasi yang tepat dan bertanggung jawab tentang masalah kesehatan reproduksi juga masih sangat kurang.

  Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 16 siswi di SMPN 13 Banjarmasin didapatkan data sebanyak 11 orang (68,75%) mengatakan bahwa mereka mendapatkan informasi tentang keputihan 15 orang (93,75%) dan sudah mengalami keputihan, tidak bisa membedakan antara keputihan yang normal dan tidak normal sebanyak 10 orang (62,5%), dan yang tidak tahu penanganan keputihan sebanyak 9 orang (56,25%).

  Pengetahuan yang dimiliki Siswi SMPN 13 Banjarmasin tentang keputihan hanya sebatas secara umum saja belum sampai pada penatalaksanaan ataupun pengobatan tentang keputihan.

  Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan tentang keputihan pada Siswi SMPN 13 Banjarmasin tahun 2012.

  METODE

  Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan

  cross sectional dimana tiap subyek hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan

  terhadap status karakter atau variabel subyek pada saat pemeriksaan. Populasi dalam yang berjumlah 129 orang pada bulan Januari 2012. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampling jenuh, sehingga sampel dalam penelitian ini sebanyak 129 siswi SMPN 13 Banjarmasin. Penelitian ini dilakukan di SMPN 13 Banjarmasin dan waktu penelitian pada bulan Januari

  • – Februari 2012. Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data dengan membagikan kuesioner pada responden untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan tentang keputihan pada siswi kelas 1 dan 2 di SMPN 13 Banjarmasin, kemudian untuk mengetahui jumlah siswi dengan teknik dokumentasi yaitu dengan melihat daftar nama siswa siswa. Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner tentang gambaran tingkat pengetahuan terhadap keputihan pada siswi SMPN 13 Banjarmasin yang kemudian kuesioner tersebut akan diisi oleh responden yang bersedia untuk diteliti. Kuesioner terdiri dari 22 pernyataan, yang terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif. Pernyataan positif terdapat pada nomor 1,3,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,16,17,18, 21,22 dan pernyataan negatif terdapat pada nomor 2,4,15,19,20.

  a.

  Uji Validitas Uji validitas dilakukan di SMPN 13 Banjarmasin, dengan jumlah responden 20 siswi kelas 1 dan 2. Dalam uji Validitas yang peneliti lakukan terhadap responden dengan jumlah pertanyaan 25 item yang tidak valid sebanyak 3 item yaitu pertanyaan nomor 2, 14 dan 25, sehingga jumlah pertanyaan valid yang digunakan dalam penelitian berjumlah 22 item.

  b.

  Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan di SMPN 13 Banjarmasin, dengan jumlah responden 20 siswi kelas 1 dan 2. Dalam uji reliabilitas yang peneliti lakukan terhadap responden

  0,965 > r tabel 0,444 sehingga menunjukan data yang reliabel, dan siap sebagai alat penelitian.

  HASIL Analisa Univariat 1. Tingkat pengetahuan siswi tentang pengertian keputihan.

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan tentang pengertian keputihan siswi SMPN 13 Banjarmasin pada tahun 2012.

  Pengetahuan tentang No Frekuensi Persentase (%) pengertian keputihan

  1. Tinggi 95 76,3

  2. Rendah 34 26,4 Total 129 100.0

  Dari tabel di atas didapatkan data, bahwa tingkat pengetahuan siswi tentang pengertian keputihan di SMPN 13 Banjarmasin yang pengetahuanya tinggi sebanyak 34 siswi (26,4 %), dan rendah sebanyak 95 siswi (73,6 %).

  2. Tingkat pengetahuan siswi tentang penyebab keputihan

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan tentang penyebab keputihan siswi SMPN 13 Banjarmasin pada tahun 2012.

  Pengetahuan tentang No Frekuensi Persentase (%) penyebab keputihan

  1. Tinggi 33 25,6

  2. Sedang 25 19,4

  3. Rendah 71 55,0 Total 129 100.0

  Dari tabel di atas didapatkan data, bahwa tingkat pengetahuan siswi tentang siswi (25,6 %), sedang sebanyak 25 siswi (19,4%) dan rendah sebanyak 71 siswi ( 55,0 %).

  3. Tingkat pengetahuan siswi tentang jenis dan tanda keputihan

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan tentang jenis dan tanda-tanda keputihan siswi SMPN 13 Banjarmasin pada tahun 2012.

  Pengetahuan tentang No jenis dan tanda-tanda Frekuensi Persentase (%) keputihan

  1. Tinggi 52 40,3

  2. Sedang 47 36,4

  3. Rendah 30 23,3 Total 129 100.0

  Dari tabel di atas didapatkan data, bahwa tingkat pengetahuan siswi tentang jenis dan tanda-tanda keputihan di SMPN 13 Banjarmasin yang pengetahuanya tinggi sebanyak 52 siswi (40,3 %), sedang sebanyak 47 siswi (36,4 %) dan rendah sebanyak 30 siswi (23,3 %).

  4. Tingkat pengetahuan siswi tentang pencegahan keputihan

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan tentang pencegahan keputihan siswi SMPN 13 Banjarmasin pada tahun 2012.

  Pengetahuan tentang No Frekuensi Persentase (%) pencegahan keputihan

  1. Tinggi 42 32,6

  2. Sedang 44 34,1

  3. Rendah 43 33,3 Total 129 100.0

  Dari tabel di atas didapatkan data, bahwa tingkat pengetahuan siswi tentang pencegahan keputihan di SMPN 13 Banjarmasin yang pengetahuanya tinggi sebanyak 42 siswi (32,6 %), sedang sebanyak 44 siswi (34,1 %) dan rendah sebanyak 43 siswi (33,3 %) 5.

  Tingkat pengetahuan siswi tentang penatalaksanaan dan pengobatan keputihan.

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan siswi tentang penatalaksanaan dan pengobatan keputihan di SMPN 13 Banjarmasin pada tahun 2012.

  No Pengetahuan tentang penatalaksanaan dan Frekuensi Persentase (%) pengobatan

  1. Tinggi 6 4,7

  2. Sedang 33 25,6

  3. Rendah 90 69,8 Total 129 100.0

  Dari tabel di atas didapatkan data, bahwa tingkat pengetahuan siswi tentang penatalaksanaan dan pengobatan keputihan di SMPN 13 Banjarmasin yang pengetahuanya tinggi sebanyak 6 siswi (4,7 %), sedang sebanyak 33 siswi (25,6 %) dan rendah sebanyak 90 siswi (69,8 %).

  PEMBAHASAN Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang Keputihan pada Siswi SMPN 13 Banjarmasin.

1. Tingkat pengetahuan responden tentang pengertian keputihan

  Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar siswi di SMPN 13 Banjarmasin, tingkat pengetahuan tentang pengertian keputihan mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi yaitu sebanyak 95 responden (73,6 %). Siswa yang mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah mengenai pengertian keputihan

  Tingginya tingkat pengetahuan mereka terhadap pengertian keputihan dikarenakan pengertian keputihan hanya membahas sekilas apa itu keputihan dan siswi sering mendengar dari lingkungan keluarga, sosial bahkan pengalaman yang dialaminya. Hampir semua wanita pernah mengalami keputihan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ocviyanti (2007), yang menyatakan Sekitar 75% dari seluruh wanita di dunia pernah mengalami keputihan dan sebanyak 45% wanita akan mengalami keputihan yang berulang.

  Di SMPN 13 Banjarmasin siswa terbanyak adalah perempuan dimana hal ini bisa mempermudah mereka dalam memperoleh informasi yaitu dengan bertukar pengalaman tentang keputihan yang pernah mereka alami dan pengetahuan dari berbagai sumber sehingga dapat menambah pengetahuan mereka tentang keputihan. Secara teori dijelaskan bahwa lingkungan memberikan pengaruh sosial pertama bagi seseorang dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya (Notoatmodjo, 2003).

  Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2005). Tingkat pengetahuan manusia berbeda-beda, hal tersebut bisa disebabkan oleh banyak faktor seperti keadaan jasmani, rohani, faktor ekonomi, kultur, pendidikan dan lain-lain.

  Kurangnya pengetahuan seseorang akan berdampak kurang baik bagi dirinya (Notoadmodjo, 2002). Seperti halnya dengan kurangnya pengetahuan terhadap pengertian keputihan.

2. Tingkat pengetahuan responden tentang penyebab terjadinya keputihan

  Keputihan merupakan gejala yang sangat sering dialami oleh sebagian besar wanita. Gangguan ini merupakan masalah kedua sesudah gangguan haid. Oleh karena itu, remaja putri harus membekali dirinya dengan pengetahuan yang cukup tentang penyebab dari keputihan. (Kissanti, 2008).

  Menurut Ocviyanti ( 2007) keputihan muncul karena di dalam vagina terdapat berbagai bakteri yang diantaranya 95% bakteri lactobacillus dan selebihnya bakteri patogen (bakteri yang menyebabkan penyakit). Hal lain yang dapat menyebabkan keputihan di antaranya personal hygiene yang kurang, akibat gaya hidup separti pemakaian celana dalam yang terlalu ketat, dan keadaan yang stres pun dapat memunculkan keputihan pada wanita.

  Dari hasil penelitian pada 129 siswi SMPN 13 Banjarmasin menunjukan bahwa paling banyak siswi mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah tentang penyebab keputihan, yaitu 71 responden (55,0 %). Siswi yang mempunyai pengetahuan sedang tentang penyebab keputihan sebanyak 25 responden (19,4 %) dan 33 responden (25,6 %) berpengetahuan tinggi.

  Rendahnya pengetahuan siswi tentang penyebab keputihan dikarenakan siswi kurang peka terhadap masalah kewanitaan yang dialalminya, kurangnya peranan orang tua dan keluarga dalam pendidikan kesehatan juga berpengaruh, karena keadaan di desa masih menganggap bahwa membahas masalah kewanitaan masih di anggap tabu, sehingga informasi yang di dapat siswi mengenai penyebab keputihan kurang. Selain itu masih minimnya sumber informasi yang ada di SMPN 13 Banjarmasin yang membahas tentang penyebab keputihan, sebagaimana dijelaskan oleh Notoatmodjo (2003), bahwa memadai, jika sumber informasi sangat sedikit, maka akan membuat pengetahuan seseorang menjadi terbatas.

  Dalam hal ini keadaan guru di sekolah sangat berpengaruh untuk menyampaikan pendidikan kesehatan tentang penyebab keputihan agar siswi dapat memahami akan penyebab keputihan sehingga dapat mencegah terjadinya keputihan tersebut.

3. Tingkat pengetahuan responden tentang tanda dan jenis keputihan

  Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 52 responden (40,3 %) mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang tanda dan jenis keputihan, 25 responden (19,4 %) mempunyai tingkat pengetahuan sedang dan 33 responden (25,6 %) mempunyai tingkat pengetahuan rendah.

  Dari 129 responden paling banyak mempunyai pengetahuan tinggi tentang jenis dan tanda keputihan, hal tersebut disebabkan karena dalam tanda dan jenis keputihan hanya terdapat dua kategori yaitu normal dan tidak normal. Keadaan yang yang positif menunjukan keputihan yang normal dan keadaan yang negatif menunjukan keputihan yang tidak normal. Selain itu teman sebaya juga mempengaruhinya yaitu dengan saling bertukar pengalaman dan pengetahuan. Secara teori dijelaskan bahwa lingkungan memberikan pengaruh sosial pertama bagi seseorang dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik atau buruk tergantung pada sifat kelompoknya (Notoatmodjo, 2003).

  Pengetahuan tentang jenis dan tanda keputihan penting untuk diketahui oleh siswi agar siswi dapat mendeteksi dini gejala awal bila terjadi keputihan sehingga dapat mencegah dan mengobati lebih awal agar tidak terjadi keputihan berkelanjutan.

  4. Tingkat pengetahuan siswi tentang pencegahan keputihan Dari hasil penelitian di dapatkan responden yang mengetahui tentang pencegahan keputihan hampir rata, dari 129 responden yang mempunyai tingkat pengetahuan tinggi tentang keputihan adalah 42 responden (32,6 %), pengetahuan yang sedang 44 responden (34,3 %) dan pengetahuan rendah, 43 responden (33,3 %). Tingkat pengetahuan yang bervariasi pada siswi disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah pendidikan, lingkungan, pengalaman dan lain-lain. Siswi yang mempunyai tingkat pengetahuan rendah, pendidikan yang didapat mengenai pengetahuan pencegahan keputihan adalah kurang dan juga kurang aktifnya para siswi dalam menggali pengetahuan tentang keputihan baik dari media elektronik ataupun cetak, hal ini juga disebabkan masih minimnya sumber informasi yang ada. Kurangnya peranan orang tua terhadap putrinya mengenai pendidikan kesehatan terutama tentang keputihan karena masih di anggap tabu untuk membicarakan hal tersebut.

  Pengetahuan yang tinggi tentang keputihan dapat membantu siswi dalam mencegah terjadinya keputihan. Siswi lebih banyak mengetahui tentang pencegahan keputihan karena lingkungan sosial, yaitu saling bertukar pengetahuan dengan teman sebayanya. Secara teori dijelaskan bahwa lingkungan memberikan pengaruh sosial pertama bagi seseorang dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya (Notoatmodjo, 2003).

  5. Tingkat pengetahuan siswi tentang penatalaksanaan dan pengobatan keputihan Tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan dan pengobatan keputihan pada siswi kelas 1 dan 2 SMPN 13 Banjarmasin sebagian besar mempunyai tingkat kurangnya pengetahuan siswi tentang penatalaksanaan keputihan sehingga pengetahuan tentang penatalaksanaan keputihan rendah. Pengetahuan pengobatan keputihan dilakukan oleh tenaga medis sehingga siswi tidak mengetahui secara jelas pengobatan yang dilakukan, dan pengetahuan yang rendah tentang pengobatan keputihan dapat mengakibatkan siswi tidak dapat mengatasi keadaan dirinya bila terjadi keputihan dan dimana harus melakukan pengobatan keputihan.

  Di sekolah tidak diberikan materi mengenai keputihan, dalam pelajaran biologi pun belum pernah membahas tentang keputihan secara khusus. Penyuluhan atau seminar mengenai kesehatan reproduksi khususnya keputihan pada wanita juga belum pernah ada di sekolah tersebut, sehingga siswa belum mendapatkan informasi yang jelas mengenai keputihan khususnya cara pengobatan apabila terjadi keputihan. Kenyataan ini dapat dipahami mengingat sampai saat ini hanya sedikit informasi yang dapat diperoleh tentang keputihan. Masih minimnya sumber informasi tentang keputihan ini menyebabkan siswi mempunyai sumber pengetahuan yang terbatas. sebagaimana dijelaskan oleh Notoatmodjo (2003), yang menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah sumber informasi yang memadai, jika sumber informasi sangat sedikit, maka akan membuat pengetahuan seseorang menjadi terbatas.

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN 1.

  95 responden (73,6 %) mempunyai pengetahuan yang tinggi terhadap pengertian keputihan, hal ini dikarenakan dalam pengertian keputihan hanya membahas sekilas apa itu keputihan sedangkan 34 responden (26,4 %) mempunyai pengetahuan yang rendah mengenai pengertian keputihan.

  2. Sebagian besar siswi yaitu sebanyak 71 responden (55,0 %) mempunyai pengetahuan yang rendah tentang penyebab keputihan, hal ini disebabkan masih minimnya sumber informasi mengenai penyebab keputihan. 25 responden (19,4 %) mempunyai tigkat pengetahuan sedang, dan sebanyak 33 responden (25,6 %) mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang penyebab keputihan.

  3. Sebanyak 52 responden (40,3 %) memiliki pengetahuan tinggi tentang tanda dan jenis keputihan, 25 responden (19,4 %) memiliki pengetahuan sedang dan 33 responden (25,6 %) memiliki pengetahuan rendah tentang tanda dan jenis keputihan.

  4. Pengetahuan tentang pencegahan keputihan hampir rata, yaitu yang berpengetahuan tinggi sebanyak 42 responden (32,6 %), berpengetahuan sedang sebanyak 44 responden (34,1 %) dan yang berpengetahuan rendah sebanyak 43 responden (33,3 %). Tingkat pengetahuan yang bervariasi pada siswi disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah pendidikan, lingkungan, pengalaman dan lain-lain.

5. Tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan dan pengobatan keputihan siswi SMPN 13

  Banjarmasin sebagian besar mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah yaitu 90 responden (69,8 %). Tingkat pengetahuan sedang sebanyak 33 responden (25,6 %) dan tinggi sebanyak 6 responden (4,7 %). Hal tersebut dikarenakan minimnya sumber informasi yang dimiliki oleh siswi.

  SARAN 1.

  Diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan agar institusi pengajar di SMPN 13 Banjarmasin, dapat memberikan KIE tentang kesehatan melalui Bimbingan Konseling (BK) dan Memperkaya sumber bacaan dan gambaran tentang pengetahuan keputihan pada wanita.

2. Petugas kesehatan hendaknya memberikan penyuluhan/ informasi setiap sekolah – sekolah agar mengenal lebih jauh terhadap kesehatan khususnya tentang keputihan.

  DAFTAR PUSTAKA Agoes, Dariyo. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor: Ghalia Indonesia.

  Ahmad,M. (1999). Ilmu dan keinginan tahu epistemologi dalam filsafat. Bandung: Trigenda Karya Al-Migwar.(2006). Psikologi remaja petunjuk bagi guru dan orang tua. Bandung: Pustaka Setia.

  Anggoro Hadi, 2007. tip cara menjaga kesehatan payudara. http: // kesehatan. blogspot.com/search/label/Tips%20Kesehatan

  Arikunto S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka cipta, hal:245. Ariyani (2007).Tips Jitu Rawat Payudara . /index. php?act=detail_c&id=185214

  Budioro. (1998). Pengantar Pendidikan (penyuluhan) Kesehatan Masyarakat. Semarang: Badan Penerbit UNDIP Djiwandono. S. E. W. (2002). Psikologi Pendidikan. Jakarta: grasindo.

  Diananda, Rama. (2007). Mengenal Seluk-Beluk Kanker. Jogyakarta: AR

  • – Ruzz Media Diana Sari, Irine. (2008). Manajemen Pemasaran Usaha Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.

  Gunawan, W. (2007). Lebih percaya diri dong. Available from:Republika online. com

  Machfoedz, I. (2005). Pendidikan Kesehatan bagian dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Fitramaya.

  rd Mansjoer, A. (2000). Kapita selekta kedokteran. (3 ed). Jakarta : Media Aesculapius FKUI.

  Maramis, W.F. (1998). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press. Mardiana, L. (2004). Kanker pada Wanita. Jakarta: Penebar Swadaya Munks, F.J, knoers., & haditono, S. (2002). Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai bagiannya . Yogyakarta.UGM.

  Notoadmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan (ed). Jakarta : Rieneka Cipta. Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu kesehatan masyarakat (edisi revisi). Jakarta : PT Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : Salemba Medika. Notoadmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian kesehatan (ed). Jakarta : Rieneka Cipta. Nursalam. (2001). Metodelogi Riset Keperawatan. Jakarta : Intomedika Nursalam (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman

  Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika, hal:56. Hidayat, Aziz Alimul. (2003). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah (edisi I). Jakarta : Salemba Medika. Hurlock, E. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga Indrawati. (2007). Cara mengencangkan payudara. blogspot.com/2008_03_25_archive.html

  Pardede. (2002). Remaja in: tumbuh kembang anak dan remaja. Jakarta: Sagung Ceto Saeful Imam. (2007).

  .

  Latih Otot Dada, Kencangkan Payudara

  ac.id/~anita/memperbesar_payudara_mungkinkah.htm Santrock. J.W. (2002). Life-Span development perkembangan masa hidup. Jakarta: Erlangga. Soekanto, S. (2003). Sosiologi sebagai Pengantar.Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soetjiningsih. ( 2004 ). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagungseto Sukardja, I.. Dewa Gede. (2001). Kumpulan Makalah Lokakarya Penanggulangan Kanker

Dokumen yang terkait

EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN THINK-PAIR-SHARE DALAM PENINGKATAN MINAT BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI DI KELAS XI IPA.1 SMA NEGERI 1 KINALI Mirdayanti SMAN 1 Kinali Email. midrayantigmail.com

0 0 8

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF BAMBOO DANCING DI KELAS XI IPA.1 SMAN 1 KINALI Kusuma Winanto SMAN 1 Kinali

0 0 12

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENJASKES MELALUI METODE DRILL DI KELAS XII IPA.3 SMAN 1 KINALI

0 0 10

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN SEJARAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) PADA SISWA KELAS XII IPS.5 SMAN 1 KINALI Delfimar SMAN 1 Kinali

1 1 12

PENINGKATAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU DALAM MENYUSUN LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS MELALUI MODEL PEMBINAAN CLCK (CONTOH, LATIHAN, CONTROL, KERJA MANDIRI) BERBASIS MENTORING DI SMAN 2 PASAMAN DAN SMAN 1 LEMBAH MELINTANG Khaidir Emai. khaidir876gmail.

1 1 12

PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENGGUNAKAN MEDIA PEMBELAJARAN MELALUI PENDAMPINGAN BERBASIS BIMBINGAN INDIVIDU DI SDN 13 SUNGAI PINANG Syafrizal SDN 13 Sungai Pinang Email: syafrizal042gmail.com

0 0 10

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN TEMA KEGIATAN SEHARI-HARI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INSTANT ASSESMENT DENGAN MEDIA CHOOSE NUMBER DI KELAS IV SDN 24 BARUNG-BARUNG BELANTAI

0 2 10

Kata Kunci: Kompetensi Guru, Supervisi Akademik, Silabus Dan RPP PENDAHULUAN - UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DALAM MENYUSUN SILABUS DAN RPP MELALUI SUPERVISI AKADEMIK YANG BERKELANJUTAN DI SDN 09 KOTO PULAI KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR

0 0 8

PENINGKATAN KUALITAS PENYUSUNAN RPP MELALUI MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM SEKOLAH OLEH GURU DI SMPN 3 LUHAK NAN DUO

0 0 8

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MENDESKRIPSIKAN RANGKIANG DISAMPING RUMAH GADANG DALAM MATA PELAJARAN BAM MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIVE TIPE TIME TOKEN PADA SISWA KELAS VIII.1 SMPN 4 PASAMAN

0 0 12