PENGARUH BASA NaOH DAN KANDUNGAN ALB CPO TERHADAP KUALITAS MINYAK KELAPA SAWIT PASCA NETRALISASI The Effect of NaOH and Content of Free Fatty Acid (FFA) on CPO To The Quality of Palm Oil Post Neutralization

  

PENGARUH BASA NaOH DAN KANDUNGAN ALB CPO TERHADAP KUALITAS

MINYAK KELAPA SAWIT PASCA NETRALISASI

The Effect of NaOH and Content of Free Fatty Acid (FFA) on CPO To The Quality

of Palm Oil Post Neutralization

  1*

  1 Yeni Kurniati , Wahono Hadi Susanto

  1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145

  • Penulis Korespondensi, Email: yeni.kurniati@ymail.com

  ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi NaOH dan asam lemak bebas bahan baku pada proses netralisasi terhadap kualitas mutu minyak sawit kasar (CPO) dan interaksinya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor yaitu faktor pertama konsentrasi basa NaOH dan faktor kedua kadar asam lemak bebas CPO. Data dianalisis dengan menggunakan metode analisis ragam (ANOVA) dilanjutkan dengan uji lanjut BNT atau DMRT dengan selang kepercayaan 5 %. Hasil penelitian terbaik ditunjukkan pada penggunaan konsentrasi NaOH 18°Be, dimana kadar ALBnya rata-rata turun hingga 0.0844% dan kadar airnya yaitu 0.0249%. Jika ditinjau dari segi efisiensi, penggunaan konsentrasi NaOH rendah (14°Be) lebih efisien karena rata-rata CPO yang dinetralisasi dengan konsentrasi NaOH 14°Be rendemennya lebih tinggi yaitu ± 75%. Kadar ALB dan kadar air dalam minyak kelapa sawit pasca netralisasi menunjukkan adanya korelasi.

  Kata Kunci: Konsentrasi NaOH, Kadar ALB, Netralisasi

  ABSTRACT This studied aims to determine the effect of NaOH concentration and FFA on the quality of

raw material quality CPO and their interactions. The method used in this studied was a

randomized block design with two factors: the first factor concentration and the second NaOH

alkaline levels of FFA CPO. Analyzed data by used Analysis of Variance (ANOVA) followed by

  LSD or DMRT further test with 5% confidence interval.The best results of research showed on

  

NaOH 18 ° Be, where the levels of ALB average down to 0.0844% and water content average

down to 0.0249%. If viewed in terms of efficiency, the used of lower concentrations of NaOH (14

° Be) is more efficient because the average neutralized CPO with NaOH 14 ° Be had higher

yield is ± 75%. FFA levels and water content in palm oil after neutralization showed a

correlation. Keywords: Concentration of NaOH, FFA, Neutralization

  

PENDAHULUAN

  Penggunaan minyak kelapa sawit kasar atau crude palm oil (CPO) sebagai bahan baku pembuatan produk olahan diantaranya yaitu industri pangan, mengalami peningkatan sekitar 500000-650000 ton/tahun seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia. Konsumsi CPO dalam negeri sebagian besar digunakan untuk industri minyak goreng, sebagai konsumen utama CPO di Indonesia. Distribusi penggunaan CPO tahun 2010 tercatat untuk kepentingan ekspor 4.84 juta ton (30.25%), minyak goreng 9.705 juta ton (60.65%), margarine dan shortening 0.695 juta ton (4.34%), serta oleochemical 0.761 juta ton (4.76%) [1].

  Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilaksanakan di pabrik pengolahan sawit Kalimantan Tengah, didapatkan bahwa asam lemak bebas pada CPO akan mengalami kenaikan sebesar 0.2404 % perhari. CPO yang disimpan dalam oil tank selama 6 hari menunjukkan adanya kenaikan kadar asam lemak bebas yaitu sekitar 0.247 % perharinya [2]. Penyebab kenaikan ALB pada CPO, disebabkan oleh adanya proses hidrolisa selama penyimpanan. selama proses hidrolisa, trigliserida akan bereaksi dengan adanya air dan membentuk gliserol dan ALB [3]. Kenaikan asam lemak bebas selama penyimpanan, akan mempengaruhi hasil rendemen minyak dari pengolahan CPO. Minyak kelapa sawit kasar yang memiliki asam lemak bebas tinggi, cenderung akan menurunkan rendemen minyak kelapa sawit murni (hasil refining) yaitu sekitar ± 5-13% [4].

  Netralisasi dengan kaustik soda (NaOH) banyak dilakukan dalam skala industri karena kerjanya lebih efisien dan ongkos lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu netralisasi dapat membantu dalam menghilangkan zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lender dalam minyak dan lemak [3]. Pemakaian larutan kaustik soda (NaOH) dengan konsentrasi yang terlalu tinggi, akan bereaksi sebagian dengan trigliserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk. Oleh karena itu harus dipilih konsentrasi dan jumlah kaustik soda yang tepat untuk menyabunkan asam lemak bebas dalam minyak. Dengan demikian penyabunan trigliserida dan terbentuknya emulsi dalam minyak dapat dikurangi, sehingga dihasilkan minyak netral dengan rendemen yang lebih besar dan mutu minyak yang lebih baik [5]. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap pengaruh penggunaan basa NaOH dan kadar ALB bahan baku CPO terhadap kualitas minyak kelapa sawit pasca netralisasi.

BAHAN DAN METODE

  Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Gunung Makmur PT. Karya Makmur Bahagia (KMB) yang terletak di Jl. Yusmin Km. 08 Desa Rantau Tampang, Kecamatan Telaga Antang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah pada bulan bulan Agustus 2013 hingga September 2013. Hasil penelitian dianalisis di Laboratorium Genetika, jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Penelitian ini dilaksanakan mulai 15 September 2013 – 30 September 2013.

  Bahan

  Bahan baku yang digunakan dalam proses penelitian adalah Crude Palm Oil (CPO) dengan beberapa variasi asam lemak bebas yaitu ± 3%,4%, dan 5% yang didapat dari PT.Karya Makmur Bahagia, Kalimantan Tengah. Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH 14° Be ;16° Be; dan 18°Be, HCl 0.5 N, KOH 0.5N, NaOH 0.1N, Alkohol absolute, aquades, dan Penolptalein (PP) yang dibeli di toko Makmur.

  Alat

  Alat-alat yang digunakan yaitu pipet 1 ml, gelas becker merk pyrex, gelas ukur merk

  

pyrex, buret, erlenmeyer merk pyrex, spatula kaca merk pyrex, pipet volume 10 ml pyrex,

  corong pemisah 500 ml pyrex, hot plate stirrer merk IKA, centrifuge merk Hettich, thermometer merk Polygreen, timbangan analitik merk HWH Tipe Dj 203 A , bola hisap, kertas saring, seperangkat alat pendingin balik dan desicator merk pyrex.

  Desain Penelitian

  Sebelum melakukan penelitian utama, dilakukan penelitian pendahuluan yaitu penyimpanan CPO selama 4 hari, untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap asam lemak bebas CPO. CPO dianalisis setiap 2 jam sekali selama 96 jam untuk mengetahui pergerakan kenaikan asam lemak bebas. Kemudian dilakukan pengambilan sampel CPO yang memiliki kadar asam lemak bebas 3% ± 0.05 , 4% ± 0.05, dan 5% ± 0.05 dari storage tank PT.Karya Makmur Bahagia. Dilanjutkan dengan penelitian utama yaitu menetralisasi CPO dengan menggunakan senyawa kaustik soda NaOH dengan beberapa konsentrasi (14° Be, 16° Be, dan 18°Be). Sampel CPO yang terdiri dari 3 level kadar ALB yaitu 3% ± 0.05, 4% ± 0.05, dan 5% ± 0.05 akan dinetralisasi dengan menggunakan NaOH 14° Be, 16° Be, dan 18°Be yang dihitung terlebih dahulu kebutuhan NaOH. Langkah awal untuk menghitung kebutuhan NaOH yang ditambahkan adalah mengetahui seberapa banyak minyak yang akan dinetralisasi dan kandungan ALBnya. Kemudian dihitung kebutuhan NaOH total dengan menambahkan jumlah NaOH yang diperlukan untuk menetralilasikan ALB yang terdapat dalam minyak dengan penambahan NaOH ekses. Kebutuhan NaOH dalam ml dihitung sesuai dengan konsentrasi NaOH (dikonversi dalam bentuk gram yang dilarutkan dalam 100 ml aquades atau air) yang digunakan dan total kebutuhan NaOH yang diperlukan.

  Tahapan Penelitian

  CPO dengan masing-masing konsentrasi ditimbang ± 200 gram dan dipanaskan diatas hot plate sambil diaduk dengan menggunakan magnetik stirrer. Setelah suhu mencapai ± 60°C ditambahkan sejumlah larutan NaOH 14° Be, 16° Be, dan 18°Be dan diaduk selama ± 20 menit. Hot plate dan stirrer dimatikan dan didiamkan selama ± 25 menit untuk mengoptimalkan pemisahan. Untuk memisahkan minyak dengan sabun yang terbentuk dilakukan sentrifugasi. Minyak yang telah disentrifugasi dimasukkan kedalam corong pemisah, lalu dicuci dengan menggunakan air hangat dengan cara disemprotkan. Penyemprotan dilakukan hingga air buangan terlihat jernih. Setelah tahap pemisahan fase air dan fase minyak dengan corong pemisah, dilanjutkan dengan tahap pengeringan dengan oven pada suhu ± 80°C selama ± 20 menit untuk menguapkan sisa air yang masih terdapat pada minyak.

  Metode

  Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor yaitu faktor pertama konsentrasi basa NaOH dan faktor kedua kadar asam lemak bebas CPO. Didapatkan 9 kombinasi perlakuan, yang masing-masing dilakukan ulangan sebanyak 3 kali ulangan. Data dianalisis dengan menggunakan metode analisis ragam (Analysis of variant atau ANOVA) dilanjutkan dengan uji lanjut BNT atau DMRT dengan selang kepercayaan 5 %.

  Prosedur Analisis

  Analisis pada penelitian ini dilakukan pada sampel CPO sebelum dinetralisasi dan sesudah dinetralisasi menggunakan basa (NaOH) : analisis Kimia yaitu kadar asam lemak bebas metode titrimetri [6] dan bilangan penyabunan metode titrimetri [5], serta pengamatan fisik yaitu berat jenis [7], kadar air metode oven [7], kadar kotoran [5] dan rendemen [5].

  

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis awal karakteristik fisiko-kimia Crude Palm Oil (CPO)

  CPO yang digunakan sebagai bahan baku penelitian ini berwarna kuning kemerah- merahan dan memiliki bau minyak CPO yang khas. Sampel CPO yang akan dianalisis dan dilakukan proses netralisasi didapatkan langsung dari PT. KMB Kalimantan Tengah, dengan 3 level ALB yaitu 3% ± 0.05, 4% ± 0.05, dan 5% ± 0.05. Hasil analisis sifat fisik dan kimia CPO tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

  Tabel 1. Analisis sifat fisik dan kimia CPO

  

Hasil Analisis

SNI (01- 2901 Sifat fisik dan kimia

  Rata-Rata 2006)

  1

  

2

  3 Asam Lemak Bebas (%)

  2.957 4.121 5.052 4.0433 < 5 b/b Kadar Air (%) b/b 0.195 0.247 0.269 0.2950 < 0.5

  Kadar Kotoran (%) b/b 0.056 0.061 0.066 0.0610 < 0.5 Berat Jenis (g/ml)

  • 0.921 0.934 0.936 0.9303 Bilangan Penyabunan 200.8721 201.0897 201.1521 201.0379 -

  (mg KOH/g) Keterangan : (1.2.3 = sampel CPO )

  Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil analisis ketiga sampel CPO diatas, jika dirata-rata hasil analisis kadar asam lemak bebas, kadar air, kadar kotoran, dan berat jenisnya telah sesuai dengan standart yang ditetapkan oleh SNI 01-2901-2006 yaitu tentang standart mutu CPO. Kadar asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam CPO akan sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas tersebut dapat mengakibatkan penurunan rendemen pada hasil olahan CPO. Salah satu proses yang dapat menurunkan kadar asam lemak bebas pada CPO yaitu proses netralisasi.

  Karakteristik Fisik-Kimia CPO Pasca Netralisasi

1.1. Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)

  Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata kadar asam lemak bebas minyak kelapa sawit pasca netralisasi menurun hingga 0.084 % dari kadar asam lemak bebas sebelumnya yang berkisar antara 2.957%, 4.121%, dan 5.052%. Kadar ALB terendah adalah 0.084% yang diperoleh dari perlakuan kadar asam lemak bebas 3% ± 0.05 dan konsentrasi basa NaOH 18°Be, sedangkan tertinggi yaitu 0.3310% dari perlakuan kadar asam lemak bebas 5% ± 0.05 dan konsentrasi basa NaOH 14°Be.

  6 5,5

  5 as %

  4,5 b

  4 e B 3,5

  3 3% ± 0.05 ak

  2,5 m

  2 4% ± 0.05 1,5

   Le

  1 0,5 5% ± 0.05 sam A

  Tanpa perlakuan 14°Be (N1) 16°Be (N2) 18°Be (N3) Konsentrasi Larutan NaOH (°Be)

  Gambar 1. Histogram Hubungan Antara Kadar ALB (%) dan Konsentrasi Basa NaOH (°Be) terhadap Kadar Asam lemak bebas (%) Minyak Kelapa Sawit Pasca Netralisasi.

  Gambar 1 menunjukkan kadar ALB minyak kelapa sawit pasca netralisasi cenderung menurun dengan peningkatan konsentrasi basa NaOH dan penggunaan kadar ALB CPO yang rendah. Semakin rendah kadar ALB CPO dan semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan untuk pasca netralisasi, maka kadar asam lemak bebas minyak kelapa sawit pasca netralisasi akan semakin rendah. Hal tersebut menunjukkan adanya suatu pengaruh antara kadar ALB CPO (awal) dan konsentrasi basa NaOH yang digunakan dengan kadar ALB akhir minyak kelapa sawit pasca netralisasi. Konsentrasi alkali yang digunakan tergantung dari jumlah asam lemak bebas minyak. Makin besar jumlah asam lemak bebas, makin besar pula konsentrasi alkali yang digunakan [8].

  2. Kadar Air

  Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata kadar air minyak kelapa sawit pasca netralisasi mengalami penurunan antara 0.0249% - 0.0557% dari kadar air sebelumnya yang berkisar antara 0.195%, 0.247%, dan 0.269%. Rata-rata kadar air minyak kelapa sawit pasca netralisasi akan semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi basa NaOH (Tabel 1). Rata- rata kadar air terendah diperoleh dari penggunaan konsentrasi basa NaOH 18°Be yaitu 0.0252% lebih kecil dari standart mutu minyak kelapa sawit netral yaitu maksimal 0.1% [9]. Sedangkan rata-rata kadar air tertinggi diperoleh dari penggunaan konsentrasi basa NaOH 14°Be yaitu 0.0544%, kadar tersebut masih dibawah kadar maksimal yang telah ditentukan PORIM yaitu 0.1% [9].

  Tabel 2. Rata-rata Kadar Air (%) Minyak Kelapa Sawit Pasca Netralisasi yang Diperoleh dari Perlakuan Perbedaan Konsentrasi Basa NaOH (N)

  Konsentrasi Basa NaOH (N) Kadar Air (%)

  14°Be 0.0544 c 16°Be 0.0318 b 18°Be 0.0252 a

  Keterangan : Angka yang didampingi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (BNT 5% : 0.0025)

  Penggunaan larutan alkali NaOH yang lebih rendah menyebabkan terbentuk emulsi antara minyak dan sabun. Emulsi tersebut memerangkap air dari larutan alkali NaOH dan air dari sampel, sehingga tersebar dalam emulsi dan sulit dipisahkan. Pada konsentrasi larutan alkali NaOH yang lebih tinggi tidak terjadi emulsi, larutan alkali NaOH bersama asam lemak bebas membentuk sabun yang mengendap dengan kompak sehingga udah dipisahkan dan kadar air minyak hasil netralisasi lebih rendah [10].

  3. Kadar Kotoran

  Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata kadar kotoran minyak kelapa sawit pasca netralisasi mengalami penurunan antara 0.0009% - 0.0015% dari kadar kotoran sebelumnya yang berkisar antara 0.056%, 0.061%, dan 0.066%. Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata kadar kotoran minyak kelapa sawit pasca netralisasi akan semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi basa NaOH. Rata-rata kadar kotoran terendah diperoleh dari penggunaan konsentrasi basa NaOH 18°Be yaitu 0.0010% lebih kecil dari standart mutu minyak kelapa sawit netral yaitu maksimal 0.002% [9]. Sedangkan rata-rata kadar kotoran tertinggi diperoleh dari penggunaan konsentrasi basa NaOH 14°Be yaitu 0.0014%, kadar tersebut masih dibawah kadar maksimal yang telah ditentukan PORIM [9] yaitu 0.002%. Penggunaan kaustik soda (NaOH) konsentrasi tinggi akan membuat terjadinya pembentukan soap stock, dimana

  

soap stock tersebut akan membentuk emulsi dan menyerap kotoran yang ada pada minyak,

  sehingga kadar kotoran yang dihasilkan setelah netralisasi lebih rendah dari kadar kotoran awal

  [8]. Selain itu penggunaan kaustik soda membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir dalam minyak [11].

  Tabel 3. Rata-rata Kadar Kotoran (%) Minyak Kelapa Sawit Pasca Netralisasi yang Diperoleh dari Perlakuan Perbedaan Konsentrasi Basa NaOH (N)

  Konsentrasi Basa NaOH (N) Kadar Kotoran (%)

  14°Be 0.0014 c 16°Be 0.0012 b 18°Be 0.0010 a

  Keterangan : Angka yang didampingi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (BNT 5% : 0.0002)

  4. Berat Jenis

  Berdasarkan hasil analisis, rata-rata berat jenis minyak kelapa sawit pasca netralisasi mengalami penurunan antara 0.9018 g/ml - 0.9097 g/ml dari kadar kotoran sebelumnya yang berkisar antara 0.921 g/ml, 0.934 g/ml, dan 0.936 g/ml.

  Tabel 4. Rata-rata Berat Jenis (g/ml) Minyak Kelapa Sawit Pasca Netralisasi yang Diperoleh dari Perlakuan Perbedaan Konsentrasi Basa NaOH (N)

  Konsentrasi Basa NaOH (N) Berat Jenis (g/ml)

  14°Be 0.9095 c 16°Be 0.9041 b 18°Be 0.9019 a

  Keterangan : Angka yang didampingi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (BNT 5% : 0.0006)

Tabel 4.5. menunjukkan bahwa rata-rata berat jenis minyak kelapa sawit pasca netralisasi akan semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi basa NaOH. Rata-

  rata berat jenis terendah diperoleh dari penggunaan konsentrasi basa NaOH 18°Be yaitu 0.9019 g/ml, sedangkan rata-rata kadar air tertinggi diperoleh dari penggunaan konsentrasi basa NaOH 14°Be yaitu 0.9095 g/ml. Penggunaan konsentrasi basa NaOH 14°Be - 18°Be dapat menurunkan berat jenis minyak kelapa sawit pasca netralisasi hingga rata-rata 0.9019 g/ml. Semakin tinggi konsentrasi larutan NaOH, minyak kelapa sawit yang dihasilkan mempunyai BM yang semakin tinggi dan derajat ketidakjenuhan yang semakin rendah sehingga berat jenis minyak menurun. Hal ini sesuai pernyataan Wiwit [12] semakin tinggi BM maka berat jenis menurun dan hasil penelitian Wirastuti [13] menunjukkan dengan semakin kecilnya derajat ketidakjenuhan minyak berat jenis menjadi semaki n menurun. Dalam penelitian Mas’ud [14] juga menyatakan bahwa berat jenis minyak hasil netralisasi cenderung menurun dengan peningkatan konsentrasi larutan alkali NaOH. Hal ini karena semakin tinggi konsentrasi larutan alkali NaOH maka soap stock yang terbentuk semakin banyak sehingga semakin banyak pula air dan senyawa-senyawa yang terabsorbsi [15].

  5. Bilangan Penyabunan

  Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata angka bilangan penyabunan CPO mengalami penurunan setelah dilakukan proses netralisasi . Bilangan penyabunan terendah didapat pada perlakuan dengan konsentrasi basa NaOH 14°Be dengan nilai 194.6785 mg KOH/g. Sedangkan bilangan penyabunan tertinggi pada perlakuan dengan konsentrasi basa NaOH 18°Be dengan nilai 199.2375 mg KOH/g. Rata-rata bilangan penyabunan minyak kelapa sawit pasca netralisasi telah sesuai dengan standart mutu minyak sawit netral yaitu 190.00

  • – 201.00 mg KOH/g [9]. Tabel 4,6 menunjukkan bahwa bilangan penyabunan minyak kelapa sawit pasca netralisasi cenderung meningkat dengan peningkatan konsentrasi basa NaOH. Semakin tinggi konsentrasi larutan alkali NaOH, bilangan penyabunan minyak kelapa sawit pasca netralisasi mengalami peningkatan. Hal ini karena semakin banyak senyawa asam lemak penyusun minyak yang memiliki berat molekul lebih besar dapat diserap oleh alkali sehingga berat molekul minyak berkurang [10].

  Tabel 5. Rata-rata Bilangan Penyabunan (mg KOH/g) Minyak Kelapa Sawit Pasca Netralisasi yang Diperoleh dari Perlakuan Perbedaan Konsentrasi Basa NaOH (N)

  

Konsentrasi Basa NaOH (N) Bilangan Penyabunan (mg KOH/g)

  14°Be 194.6785 a 16°Be 196.1324 b 18°Be 199.2375 c

  Keterangan : Angka yang didampingi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (BNT 5% : 3.3650)

  Menurut Akoh [16] menyatakan bahwa besarnya bilangan penyabunan tergantung dari berat molekul. Minyak dan lemak yang mempunyai berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi dari pada minyak dan lemak yang mempunyai berat molekul tinggi. Bilangan penyabunan merupakan ukuran berat molekul rata-rata campuran gliserida yang membentuk minyak dan lemak tersebut, meskipun

  “range” nya tidak terlalu besar

  apabila dibandingkan dengan bilangan iod. Bilangan penyabunan ini merupakan konstanta yang penting, terutama untuk minyak dan lemak yang dapat dimakan (“edible oil”) [17].

6. Rendemen

  Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata rendemen minyak kelapa sawit pasca netralisasi menurun hingga 70.7799 % (b/b) dari rendemen sebelumnya.

  150 % n

  100 e

  3% ± 0.05 m e

  50 d

  4% ± 0.05 n e R

  5% ± 0.05 Tanpa perlakuan 14°Be (N1) 16°Be (N2) 18°Be (N3) Kosentrasi Larutan NaOH (°Be)

  Gambar 2. Histogram Hubungan Antara Kadar ALB (%) dan Konsentrasi Basa NaOH (°Be) terhadap Rendemen (%) Minyak Kelapa Sawit Pasca Netralisasi Rendemen terendah adalah 70.7799 % yang diperoleh dari perlakuan kadar asam lemak bebas 3% ± 0.05 dan konsentrasi basa NaOH 18°Be, sedangkan tertinggi yaitu

  75.1167% dari perlakuan kadar asam lemak bebas 3% ± 0.05 dan konsentrasi basa NaOH 14°Be. Kadar ALB CPO yang lebih rendah (3% ± 0.05) jika dinetralisasi dengan konsentrasi basa NaOH tinggi, akan menghasilkan rendemen minyak kelapa sawit pasca netralisasi yang lebih rendah (Gambar 2). Kadar ALB yang rendah (3% ± 0.05) jika dinetralisasi dengan larutan basa NaOH rendah (14°Be) akan menghasilkan rendemen minyak yang cukup optimal yaitu 75.1167% (Gambar 2). Konsentrasi dari alkali yang digunakan tergantung dari jumlah asam lemak bebas atau derajat keasaman dalam minyak. Makin besar kadar asam lemak bebas, maka makin besar pula konsentrasi alkali yang digunakan [18].

  Rendemen miyak kelapa sawit pasca netralisasi cenderung menurun dengan penigkatan konsentrasi basa NaOH dan penggunaan kadar ALB CPO yang rendah. Semakin rendah kadar ALB CPO dan semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan untuk pasca netralisasi, maka rendemen minyak kelapa sawit pasca netralisasi akan semakin rendah. Konsentrasi alkali yang digunakan tergantung dari jumlah asam lemak bebas minyak [19].

  Tabel 6. Nilai Refining Faktor Minyak Kelapa Sawit Pasca Netralisasi yang Diperoleh dari Perlakuan Perbedaan Kadar ALB CPO (A) dan Konsentrasi Basa NaOH (N)

  Kadar ALB Konsentrasi Basa Refining Faktor CPO (%) (A) NaOH (°Be) (N) 14°Be 8.4150 3% ± 0.05 16°Be 8.6119 18°Be 9.8817 14°Be 6.0451

  4% ± 0.05 16°Be 6.3646 18°Be 6.8786 14°Be 5.4554 5% ± 0.05 16°Be 5.5280 18°Be 5.6297

  Efisiensi netralisasi dinyatakan dalam refining faktor, yaitu perbandingan antara kehilangan total karena netralisasi dan jumlah asam lemak bebas dalam lemak kasar. Tabel 4.8 menunjukkan bahwa konsentrasi basa NaOH yang digunakan untuk netralisasi mempengaruhi nilai refining faktor. Pada masing-masing CPO yang dinetralisasi dengan konsentrasi basa NaOH 18°Be, nilai refining faktor yang dihasilkan lebih besar jika dibanding dengan CPO yang dinetralisasi dengan konsentrasi basa NaOH 14°Be dan 16°Be. Nilai refining faktor menunjukkan adanya kenaikan seiring dengan kenaikan konsentrasi basa NaOH yang digunakan untuk netralisasi. Semakin tinggi konsentrasi basa NaOH yang digunakan maka nilai refining faktor semakin besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susanto [5] yang menyatakan bahwa makin besar konsentrasi larutan alkali yang digunakan, maka kemungkinan jumlah trigliserida yang tersabunkan semakin besar sehingga nilai refining faktor semakin besar. Makin kecil nilai refining faktor, maka efisiensi netralisasi makin tinggi.

7. Korelasi Antara Kadar Asam Lemak Bebas dan Kadar Air

  Kadar air (%) dengan kadar ALB (%) minyak kelapa sawit pasca netralisasi menunjukkan adanya korelasi antara keduanya, namun relatif rendah (tidak kuat). Hal tersebut ditunjukkan dengan terbentuknya grafik korelasi mengarah keatas dengan titik korelasi yang saling berdekatan dan nilai R² yaitu 0.5821 (kurang dari 1) (Gambar 4.6). Nilai R² menunjukkan bahwa kadar air bukan faktor utama yang menyebabkan kenaikan kadar ALB. Kadar air dalam minyak kelapa sawit pasca netralisasi merupakan faktor pemicu terjadinya reaksi hidrolisis dan tumbuhnya sejumlah mikroorganisme yang dapat memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas. Ketika kandungan air didalam minyak tinggi, reaksi hidrolisis akan berjalan semakin cepat dan mikroorganisme penghasil enzim lipolitik akan memecah trigliserida membentuk asam lemak bebas. Jika hal tersebut dibiarkan dalam kurun waktu yang cukup lama, maka akan menyebabkan kadar ALB dalam minyak menjadi semakin meningkat. Kadar air akan memicu terjadinya proses hidrolisis dalam minyak, sehingga terbentuk asam lemak bebas dan gliserol [16].

  0,35 0,3

  y = 4,4131x - 0,0012

  0,25 %

  R² = 0,5821

  0,2 ALB ar 0,15 ad

  0,1 K

  0,05 0,0000 0,0100 0,0200 0,0300 0,0400 0,0500 0,0600 Kadar Air %

  Gambar 3. Grafik Hubungan Kadar Air (%) Terhadap Kadar ALB (%) Minyak Kelapa Sawit Pasca Netralisasi

  Tingginya kadar air dalam minyak kelapa sawit akan memicu tumbuhnya sejumlah mikroorganisme yang dapat memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas. Mikroba dalam proses metabolism (jamur, ragi, dan bakteri) membutuhkan air, senyawa nitrogen dan garam mineral. Menurut Ketaren [7] minyak yang telah dimurnikan biasanya masih mengandung mikroba berjumlah maksimum 10 organisme setiap 1 gram lemak, dapat dikatakan streril. Mikroba yang menyerang bahan pangan berlemak biasanya termasuk tipe mikroba pathologi, tapi umumnya dapat merusak lemak dengan menghasilkan cita rasa tidak enak, disamping menimbulkan perubahan warna (dis-coloration) [10].

  

SIMPULAN

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar ALB CPO berpengaruh nyata (α = 0.05 ) terhadap kadar ALB dan rendemen minyak kelapa sawit pasca netralisasi. Konsentrasi basa NaOH berpengaruh nyata (α = 0.05 ) terhadap kadar ALB, rendemen, kadar air, kadar kotoran, berat jenis, dan bilangan penyabunan minyak kelapa sawit pasca netralisasi. Sedangkan interaksi antara kedua perlakuan terse but berpengaruh nyata (α = 0.05 ) terhadap kadar ALB dan rendemen minyak kelapa sawit pasca netralisasi. Jika ditinjau dari segi efisiensi, penggunaan konsentrasi NaOH rendah (14°Be) lebih efisien karena rata-rata CPO yang dinetralisasi dengan konsentrasi NaOH 14°Be rendemennya lebih tinggi. Tetapi jika ditinjau dari segi efektifitas NaOH dalam menurunkan kadar ALB pada CPO, penggunaan konsentrasi NaOH 18°Be lebih efektif dalam menurunkan kadar ALB CPO karena rata-rata CPO yang dinetralisasi dengan NaOH 18°Be kadar ALBnya dapat turun hingga 0.0844%. Kadar air (%) dengan kadar ALB (%) minyak kelapa sawit pasca netralisasi menunjukkan adanya korelasi antara keduanya, namun relatif rendah (tidak kuat).

DAFTAR PUSTAKA

  1) BPS (2010). Statistik Industri Pengolahan Kelapa Sawit Indonesia.Badan Pusat Statistik, Jakarta.

  2) Adanan. Ikhwal. 2012. Pengaruh Waktu Penyimpanan CPO Terhadap Kenaikan Asam Lemak Bebas (ALB) pada Oil Tank, Oil Purifier dan Vacum Dryer. Skripsi. Jurusan Kimia Industri. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.

  Medan. 3) Lawson, H. 2008. Food Oils and Fats. Champman and Hall, ITP an International Thompson Publishing Co. New York.

  4) Mahatta. T. L. 2005. Technology and Refining of Oils and Fats. Small Business Publications. New Delhi. 5) Susanto, W.H. 1999. Teknologi Lemak Minyak Makan. Fakultas Teknologi Pertanian.

  Universitas Brawijaya. Malang. 6) SNI. 2006. Standar Nasional Indonesia Minyak Kelapa Sawit Mentah (Crude Palm Oil) 01- 2901-2006. BSN. Jakarta.

  7) Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia. 8) Bhosle, B.M. and Subramanian, R. 2004. New approaches in deacidification of edible oil-a review. J of Food Engineering. 02:09, 19-26. 9) PORIM (Palm Oil Research Institute of Malasyia). 2005. PORIM Test Method. Malasyia: Palm Oil Research Institute of Malasyia. Ministry of Primary Industries. 10) Ooi CK, Choo YM, Yap SC, Ma AN. 2006. Refining Red Palm Oil (Elaesis, jacq). 08:01, 20- 28. 11) Rondang, Tambun. 2007. Hidrolisa Buah Kelapa Sawit Secara Enzimatik. Jurnal Teknologi Pangan. 6:1, 22-25. 12) Wiwit, Angger Putri. 2009. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Kaustik Soda NaOH terhadap

  Mutu Minyak Kacang. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. 13) Wirastuti, Imawati .2001. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Kaustik Soda dan Suhu Pada

  Proses Netralisasi Disertai Bleaching Minyak Goreng Bekas Penggorengan Keripik Tempe Terhadap Karakteristik Minyak Goreng yang Dihasilkan. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya.

  14) Mas’ud F. 2007. Kendali Proses Deasidifikasi untuk Meminimalkan Kerusakan Karetenoid dalam Pemurnian Minyak Sawit (Elaeis guineensis, jacq). Jurnal Teknologi Pangan. 5:2, 32-

  41. 15) Rangkuti, Lahuddin. 2007. Analisis Kadar Asam Lemak Bebas (ALB), Kadar Air, dan Kadar Kotoran Pada Minyak Kelapa Sawit (CPO) Hasil Olahan PT. Mopoli Raya Aceh Tamiang.

  Jurnal Teknologi Pangan. 3:5, 22-29. 16) Akoh, CC and D.B. Min. 2002. Food Lipids. Chemistry. Nutrition. And Biotechnology. Marcel Dekker. New York.

  17) Anderson D.2005. A Primer on Oils Processing Technology. Dalam Shahidi F.

  Bailey’s (ed.). Industrial Oil and Fat Product. A John Wiley and Sons.Inc. Canada. 18) Widarta. I. Wayan.R. 2012. Optimasi Proses Deasidifikasi dalam Pemurnian Minyak Sawit Merah Skala Pilot Plant. Jurnal Teknologi Pangan. 23:01, 41-46.

  19) Sumarna. Deny. 2007. Keuntungan Proses Wett Degumming dibanding Dry Degumming pada Pemurnian Minyak Sawit Kasar. Jurnal Teknologi Pertanian. 3:01, 37-42. .

Dokumen yang terkait

PEMBUATAN SAKE BERBASIS UBI KAYU (Manihot esculanta crantz) (KAJIAN PENGARUH KONSENTRASI STARTER Saccharomyces cereviceae) The Effects of Starter Concentration (Saccharomyces cereviceae) in Sake Production Using Cassava as the Basic Ingridient (Manihot es

0 0 9

Hydrolysis of Sago ( Metroxylon Sago Rottb.) Starch by β-Amylase for Making Dextrin

0 0 10

PENGARUH KARAGENAN DAN LAMA PEREBUSAN DAUN SIRSAK TERHADAP MUTU DAN KARAKTERISTIK JELLY DRINK DAUN SIRSAK Effect of Carrageenan and Soursop Leaf Duration Boiling Time on the Quality and Characteristics of Soursop Leaf Jelly Drink

0 0 11

PENGARUH PENAMBAHAN ANTIINVERSI DAN SUHU IMBIBISI TERHADAP TINGKAT KESEGARAN NIRA TEBU Effect of Concentration of Anti-inversion and Temperature of The Water Imbibition to The Freshness of Sugarcane

0 0 10

PENGARUH PROPORSI KACANG TANAH DAN PETIS DENGAN LAMA PEMANASAN TERHADAP KARAKTERISTIK BUMBU RUJAK CINGUR SELAMA PENYIMPANAN Effect Proportion Peanut and Petis and Heating Time On Characteristics Rujak Cingur Seasoning During Storage

0 2 12

PENGARUH PENAMBAHAN SARI ANGGUR (Vitis vinifera L.) DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKO KIMIA YOGHURT The Effect of Grape Juice (Vitis vinifera L.) Addition and Different Fermentation Period Toward Physic-Chemical Properties of Yogurt

0 1 11

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRAT PROTEIN DAUN KELOR DAN KARAGENAN TERHADAP KUALITAS MIE KERING TERSUBSTITUSI MOCAF Effect of Addition Moringa Protein Concentrate and Carrageenan For Quality Properties of Dried Noodle Substitued By Mocaf

0 0 11

PENGARUH PENGGUNAAN LESITIN DAN CMC TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN ORGANOLEPTIK MARGARIN SARI APEL MANALAGI (Malus sylfertris Mill) TERSUPLEMENTASI MINYAK KACANG TANAH The Effect of Lecithin and CMC Against Physical, Chemical and Organoleptic Apple Mana

0 0 11

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

0 0 11

PENGARUH PENAMBAHAN PANDAN WANGI DAN KAYU MANIS PADA TEH HERBAL KULIT SALAK BAGI PENDERITA DIABETES Effect of Addition of Fragant Pandannus and Cinnamon in Herbal Tea by Peel of Snake Fruit for Diabetic

0 0 12