penataan ruang dan kurikulum pendidikan prof dr h arief rachmanmpd
WACANA
PROFIL TOKOH
Nama: Prof. DR. H. Arief Rachman, M.Pd.
Tempat Tanggal Lahir: Malang, 19 Juni 1942 Pendidikan: Highland
Park High School, N.J, USA (1960), IKIP Jakarta Sarjana (19700, Victoria
University, N.Z. (1965), Tavistock House, London (1975), R.E.L.C,
Singapore (1982), Pasca Sarjana IKIP Jakarta (S2) sejak (1984), Doktor
Pendidikan IKIP Jakarta (1997) Sekilas Karir: Dosen Jurusan Bahasa
Inggris, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Jakarta
(1964 – sekarang), Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO
(sejak 2001 – sekarang), Kepala Pengembang Pendidikan Labschool (2001
– 2006), Board Executive UNESCO Paris (2003 – 2007), Kepala SMAN 81
(Sekolah Laboratorium Kependidikan) IKIP Jakarta (sekarang UNJ) (1985 –
1991), Kepala SMA Labschool Universitas Negeri Jakarta (1991 – 2001)
Sekilas Partisipasi Seminar: APEID Strategic Development Group
Meeting, Tokyo, 23-27 February (2004), 169th UNESCO Executive Board
Meeting, UNESCO Paris (14-29 April 2004), Asia-Pacific Regional
Consultation on the Draft Programme and Budget UNESCO 2006-2007,
Wellington, New Zealand
(22-27 May, 2004), 147th International
Conference on Education, ICE (8-11 September 2004), 170th UNESCO
Executive Board Meeting, Paris (28 September-14 October, 2004),
International Conference on Education for Shared Values for Intercultural
and Interfaith Understanding, Adelaide(28 November-3 December, 2004),
Asia-Pacific Conference on Dialogue among Cultures and Civilization for
Peace and Sustainable Development, Hanoi, Vietnam (20-21 December,
2004), Regional Strategy for the Decade of Education for Sustainable
Development in Asia-Pacific, Bangkok, Thailand (1-3 February, 2005)
Pemikiran bahwa perlunya pemahaman penataan ruang sejak dini dimaksudkan untuk
meningkatkan kepedulian dan kesadaran akan pentingnya penataan ruang. Tentu saja
peningkatan kepedulian dan kesadaran akan pentingnya penataan ruang ini dimulai dengan
pendidikan, yakni dengan membentuk karakter manusia yang disiplin dan tertib tata ruang.
Disadari bahwa untuk membentuk karakter tersebut, maka pendidikan menjadi faktor
terpenting. Oleh karena itu, dirasakan perlu untuk memuat aspek penataan ruang dalam
kurikulum pendidikan. Berikut hasil wawancara kami dengan Arief Rachman, salah seorang
pengamat pendidikan.
Penataan Ruang dan Kurikulum Pendidikan
Pendidikan bersumber dari agama, keluarga, sekolah formal, dan lingkungan
masyarakat sendiri. Hampir semua ilmu yang ada harus dikembangkan secara formal di dalam
kurikulum, yang bisa dikembangkan dalam intra maupun ekstra. “Jika semua ilmu kehidupan
dimuat di dalam kurikulum, saya pikir tidak efisien, sebab untuk dapat menjadi sebuah
kurikulum pendidikan, maka harus memenuhi empat persyaratan,” kata Arief Rachman.
Pertama, kurikulum harus dapat mendekatkan diri setiap anak didik dengan Tuhan.
Kedua, kurikulum harus relevan dengan cita-cita anak didik. Ketiga, kurikulum harus sesuai
dengan perkembangan usia biologis anak itu sendiri, dan keempat, kurikulum harus bisa
menjadi suatu ilmu yang menjamin kelangsungan hidupnya di masa yang akan datang.
Lalu kesadaran bertata ruang diperoleh seorang anak dari hubungannya dengan alam.
Alam merupakan suatu ruang yang terdiri dari gunung, laut, darat, yang di dalamnya hidup
1
manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, yang perlu diatur. Dalam pengaturannya, manusia tidak
boleh bertentangan dengan tata ruang yang sudah ada yang telah diberikan oleh Tuhan. Jika
hal-hal tersebut dilanggar, maka kehidupan manusia akan terancam.
Kesadaran anak-anak akan tata ruangnya dipelajari mulai dari tingkat keluarga, yakni
dari rumah masing-masing. Anak-anak belajar mengetahui lokasi dan fungsi dari masingmasing ruang yang ada di rumah. Misalnya, ruang tamu dan ruang kamar tidur tidak boleh
menjadi satu ruangan dan ruang tamu biasanya terletak di depan bagian rumah karena
fungsinya untuk menerima tamu. Dari fungsi ruang di rumah ini, akan anak-anak belajar untuk
menempatkan sesuatu sesuai dengan fungsinya. Akan tetapi hal ini akan sangat berbeda
dengan masyarakat berpenghasilan rendah (masyarakat marjinal) yang tidak mempunyai fungsi
ruang yang berbeda-beda. “Fungsi kamar tidur, ruang tamu, dapur bisa saja menjadi satu
ruangan, walaupun demikian fungsinya tidak campur aduk, masih terdapat pembagian fungsi
dalam satu ruangan tersebut,” katanya. Dari sini, anak-anak belajar untuk mengenal tata
ruangnya.
Kemudian di tingkat sekolah, anak-anak mengenali tata ruangnya dengan adanya
pembagian ruang-ruang yang lebih jelas sesuai dengan fungsinya untuk menanamkan
kurikulum-kurikulum tertentu. Pada beberapa sekolah, terdapat gereja, mesjid, atau musholla.
Hal ini dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai spritual anak didik. Sementara itu,
keberadaan ruangan yang lain seperti lapangan olahraga, laboratorium fisika, kimia, dan
biologi, komputer, perpustakaan, ruang UKS (Unit Kesehatan Sekolah), ruang gamelan, ruang
kantin, dan ruang-ruang lainnya digunakan sesuai fungsinya. Keberadaan ruang-ruang tersebut
dimaksudkan selain untuk pengembangan intrakurikuler juga ekstrakurikuler yang bertujuan
untuk kepentingan pembelajaran. Keberadaan ruang-ruang di sekolah mempunyai makna dan
tujuan, sehingga tepatlah istilah “put the right thing in the right place”. “Istilah ini hendaknya
menjadi landasan pemikiran anak-anak dalam menata ruangnya,” demikian Arief Rachman
menambahkan.
Penataan Kota dan Proses Pembelajaran
Melihat penataan kota di negara-negara maju, seperti Kota London dan Paris, kota
diatur menurut kaidah-kaidah yang mengutamakan ruang publik melalui penyediaan ruang
terbuka hijau dan taman kota. Hal ini berbeda dengan kota-kota besar umumnya di Indonesia,
khususnya
Kota
Jakarta
yang
lebih
mengutamakan
kepentingan
ekonomi,
dengan
pembangunan mall dan pusat-pusat perbelanjaan. Keberadaan taman kota selain dapat
menjadi tempat rekreasi bagi masyarakat, juga dapat berfungsi sebagai tempat belajar
bersosialisasi bagi anak-anak. Anak-anak dapat belajar mengenai interaksi dengan masyarakat
dan lingkungannya ketika mereka berada di taman. Taman yang bersih dan teratur menjadi
suatu ruang pembelajaran bagi anak-anak untuk membentuk perkembangan dan kepribadian
anak.
Adanya taman-taman kota dalam suatu kota mengindikasikan bahwa penataan ruang
dari kota tersebut telah memperhatikan tidak hanya kepentingan ekonomi, tetapi juga sosial
budaya dan lingkungan. Anak-anak belajar mengenai tata ruang ketika mereka berada di
2
lingkungan kotanya. Mereka melihat fungsi-fungsi ruang yang ada di suatu kota, yakni fungsi
untuk tempat tinggal, tempat untuk berusaha, tempat untuk bermain, dan sebagainya.
Penataan kota tidak perlu dijadikan sebagai mata pelajaran khusus dalam kurikulum
pendidikan di tingkat SD, SMP, dan SMU. “Ilmu tentang penataan ruang secara khusus
hendaknya dikembangkan pada level perguruan tinggi, sementara itu, di level SD, SMP, dan
SMU hanya dikembangkan ilmu-ilmu dasar,” demikian kata Arief Rachman. Kesadaran bertata
ruang sendiri dapat dikembangkan melalui kegiatan kurikuler di sekolah, yakni dengan
mengembangkan lingkungan ruang sekolah yang bersih, rapi, dan sehat. Dengan ilmu-ilmu
dasar yang diterima di level SD hingga SMU, anak dapat belajar menghadapi lingkungannya dan
mempunyai pengalaman dalam menghadapi lingkungannya. Dengan demikian, faktor yang
menentukan suatu kurikulum pendidikan bukanlah masalah-masalah yang ada di luar, akan
tetapi kurikulum diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang ada di luar.
Ditjen Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum sebagai pembina penataan
ruang di tingkat nasional hendaknya dapat memetakan kota-kota di Indonesia yang telah
melakukan penataan ruang dengan baik. Hal ini diharapkan dapat mendorong pemerintah
daerah dapat menyelenggarakan penataan ruang dengan baik, demikian disampaikan Arief
Rachman mengakhiri pembicaraan. ***
Sekilas Tentang Perguruan Diponegoro
Lingkungan sekolah yang baik tidak mesti identik dengan
sekolah unggulan atau sekolah mahal. Meskipun suatu
sekolah mempunyai keterbatasan keuangan, tetapi tata
lingkungan harus rapi, bersih dan indah sehingga dapat
menunjang proses pendidikan dan pembelajaran. Salah
satu contoh adalah Sekolah Perguruan Diponegoro di
Rawamangun Jakarta Timur.
Perguruan ini hanya dibatasi dengan tanaman hidup yang berfungsi
sebagai pagar. Jelas terlihat bahwa lingkungan sekolah ini sangat
asri dan bersih. Keberadaan tanaman hidup yang berfungsi sebagai
pagar mencerminkan bahwa sekolah ini terbuka untuk umum, tanpa
membedakan latar belakang ekonomi dan sosial yang berbeda. Dari
penataan ruang sekolah yang teratur, asri, dan bersih diharapkan
anak didik dapat mengembangkan diri menata ruang di keluarga
masing-masing dengan hal yang sama. Kebiasaan ini diharapkan
dapat membentuk perkembangan dan karakter anak yang memiliki
kesadaran pada tata ruangnya.
3
PROFIL TOKOH
Nama: Prof. DR. H. Arief Rachman, M.Pd.
Tempat Tanggal Lahir: Malang, 19 Juni 1942 Pendidikan: Highland
Park High School, N.J, USA (1960), IKIP Jakarta Sarjana (19700, Victoria
University, N.Z. (1965), Tavistock House, London (1975), R.E.L.C,
Singapore (1982), Pasca Sarjana IKIP Jakarta (S2) sejak (1984), Doktor
Pendidikan IKIP Jakarta (1997) Sekilas Karir: Dosen Jurusan Bahasa
Inggris, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Jakarta
(1964 – sekarang), Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO
(sejak 2001 – sekarang), Kepala Pengembang Pendidikan Labschool (2001
– 2006), Board Executive UNESCO Paris (2003 – 2007), Kepala SMAN 81
(Sekolah Laboratorium Kependidikan) IKIP Jakarta (sekarang UNJ) (1985 –
1991), Kepala SMA Labschool Universitas Negeri Jakarta (1991 – 2001)
Sekilas Partisipasi Seminar: APEID Strategic Development Group
Meeting, Tokyo, 23-27 February (2004), 169th UNESCO Executive Board
Meeting, UNESCO Paris (14-29 April 2004), Asia-Pacific Regional
Consultation on the Draft Programme and Budget UNESCO 2006-2007,
Wellington, New Zealand
(22-27 May, 2004), 147th International
Conference on Education, ICE (8-11 September 2004), 170th UNESCO
Executive Board Meeting, Paris (28 September-14 October, 2004),
International Conference on Education for Shared Values for Intercultural
and Interfaith Understanding, Adelaide(28 November-3 December, 2004),
Asia-Pacific Conference on Dialogue among Cultures and Civilization for
Peace and Sustainable Development, Hanoi, Vietnam (20-21 December,
2004), Regional Strategy for the Decade of Education for Sustainable
Development in Asia-Pacific, Bangkok, Thailand (1-3 February, 2005)
Pemikiran bahwa perlunya pemahaman penataan ruang sejak dini dimaksudkan untuk
meningkatkan kepedulian dan kesadaran akan pentingnya penataan ruang. Tentu saja
peningkatan kepedulian dan kesadaran akan pentingnya penataan ruang ini dimulai dengan
pendidikan, yakni dengan membentuk karakter manusia yang disiplin dan tertib tata ruang.
Disadari bahwa untuk membentuk karakter tersebut, maka pendidikan menjadi faktor
terpenting. Oleh karena itu, dirasakan perlu untuk memuat aspek penataan ruang dalam
kurikulum pendidikan. Berikut hasil wawancara kami dengan Arief Rachman, salah seorang
pengamat pendidikan.
Penataan Ruang dan Kurikulum Pendidikan
Pendidikan bersumber dari agama, keluarga, sekolah formal, dan lingkungan
masyarakat sendiri. Hampir semua ilmu yang ada harus dikembangkan secara formal di dalam
kurikulum, yang bisa dikembangkan dalam intra maupun ekstra. “Jika semua ilmu kehidupan
dimuat di dalam kurikulum, saya pikir tidak efisien, sebab untuk dapat menjadi sebuah
kurikulum pendidikan, maka harus memenuhi empat persyaratan,” kata Arief Rachman.
Pertama, kurikulum harus dapat mendekatkan diri setiap anak didik dengan Tuhan.
Kedua, kurikulum harus relevan dengan cita-cita anak didik. Ketiga, kurikulum harus sesuai
dengan perkembangan usia biologis anak itu sendiri, dan keempat, kurikulum harus bisa
menjadi suatu ilmu yang menjamin kelangsungan hidupnya di masa yang akan datang.
Lalu kesadaran bertata ruang diperoleh seorang anak dari hubungannya dengan alam.
Alam merupakan suatu ruang yang terdiri dari gunung, laut, darat, yang di dalamnya hidup
1
manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, yang perlu diatur. Dalam pengaturannya, manusia tidak
boleh bertentangan dengan tata ruang yang sudah ada yang telah diberikan oleh Tuhan. Jika
hal-hal tersebut dilanggar, maka kehidupan manusia akan terancam.
Kesadaran anak-anak akan tata ruangnya dipelajari mulai dari tingkat keluarga, yakni
dari rumah masing-masing. Anak-anak belajar mengetahui lokasi dan fungsi dari masingmasing ruang yang ada di rumah. Misalnya, ruang tamu dan ruang kamar tidur tidak boleh
menjadi satu ruangan dan ruang tamu biasanya terletak di depan bagian rumah karena
fungsinya untuk menerima tamu. Dari fungsi ruang di rumah ini, akan anak-anak belajar untuk
menempatkan sesuatu sesuai dengan fungsinya. Akan tetapi hal ini akan sangat berbeda
dengan masyarakat berpenghasilan rendah (masyarakat marjinal) yang tidak mempunyai fungsi
ruang yang berbeda-beda. “Fungsi kamar tidur, ruang tamu, dapur bisa saja menjadi satu
ruangan, walaupun demikian fungsinya tidak campur aduk, masih terdapat pembagian fungsi
dalam satu ruangan tersebut,” katanya. Dari sini, anak-anak belajar untuk mengenal tata
ruangnya.
Kemudian di tingkat sekolah, anak-anak mengenali tata ruangnya dengan adanya
pembagian ruang-ruang yang lebih jelas sesuai dengan fungsinya untuk menanamkan
kurikulum-kurikulum tertentu. Pada beberapa sekolah, terdapat gereja, mesjid, atau musholla.
Hal ini dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai spritual anak didik. Sementara itu,
keberadaan ruangan yang lain seperti lapangan olahraga, laboratorium fisika, kimia, dan
biologi, komputer, perpustakaan, ruang UKS (Unit Kesehatan Sekolah), ruang gamelan, ruang
kantin, dan ruang-ruang lainnya digunakan sesuai fungsinya. Keberadaan ruang-ruang tersebut
dimaksudkan selain untuk pengembangan intrakurikuler juga ekstrakurikuler yang bertujuan
untuk kepentingan pembelajaran. Keberadaan ruang-ruang di sekolah mempunyai makna dan
tujuan, sehingga tepatlah istilah “put the right thing in the right place”. “Istilah ini hendaknya
menjadi landasan pemikiran anak-anak dalam menata ruangnya,” demikian Arief Rachman
menambahkan.
Penataan Kota dan Proses Pembelajaran
Melihat penataan kota di negara-negara maju, seperti Kota London dan Paris, kota
diatur menurut kaidah-kaidah yang mengutamakan ruang publik melalui penyediaan ruang
terbuka hijau dan taman kota. Hal ini berbeda dengan kota-kota besar umumnya di Indonesia,
khususnya
Kota
Jakarta
yang
lebih
mengutamakan
kepentingan
ekonomi,
dengan
pembangunan mall dan pusat-pusat perbelanjaan. Keberadaan taman kota selain dapat
menjadi tempat rekreasi bagi masyarakat, juga dapat berfungsi sebagai tempat belajar
bersosialisasi bagi anak-anak. Anak-anak dapat belajar mengenai interaksi dengan masyarakat
dan lingkungannya ketika mereka berada di taman. Taman yang bersih dan teratur menjadi
suatu ruang pembelajaran bagi anak-anak untuk membentuk perkembangan dan kepribadian
anak.
Adanya taman-taman kota dalam suatu kota mengindikasikan bahwa penataan ruang
dari kota tersebut telah memperhatikan tidak hanya kepentingan ekonomi, tetapi juga sosial
budaya dan lingkungan. Anak-anak belajar mengenai tata ruang ketika mereka berada di
2
lingkungan kotanya. Mereka melihat fungsi-fungsi ruang yang ada di suatu kota, yakni fungsi
untuk tempat tinggal, tempat untuk berusaha, tempat untuk bermain, dan sebagainya.
Penataan kota tidak perlu dijadikan sebagai mata pelajaran khusus dalam kurikulum
pendidikan di tingkat SD, SMP, dan SMU. “Ilmu tentang penataan ruang secara khusus
hendaknya dikembangkan pada level perguruan tinggi, sementara itu, di level SD, SMP, dan
SMU hanya dikembangkan ilmu-ilmu dasar,” demikian kata Arief Rachman. Kesadaran bertata
ruang sendiri dapat dikembangkan melalui kegiatan kurikuler di sekolah, yakni dengan
mengembangkan lingkungan ruang sekolah yang bersih, rapi, dan sehat. Dengan ilmu-ilmu
dasar yang diterima di level SD hingga SMU, anak dapat belajar menghadapi lingkungannya dan
mempunyai pengalaman dalam menghadapi lingkungannya. Dengan demikian, faktor yang
menentukan suatu kurikulum pendidikan bukanlah masalah-masalah yang ada di luar, akan
tetapi kurikulum diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang ada di luar.
Ditjen Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum sebagai pembina penataan
ruang di tingkat nasional hendaknya dapat memetakan kota-kota di Indonesia yang telah
melakukan penataan ruang dengan baik. Hal ini diharapkan dapat mendorong pemerintah
daerah dapat menyelenggarakan penataan ruang dengan baik, demikian disampaikan Arief
Rachman mengakhiri pembicaraan. ***
Sekilas Tentang Perguruan Diponegoro
Lingkungan sekolah yang baik tidak mesti identik dengan
sekolah unggulan atau sekolah mahal. Meskipun suatu
sekolah mempunyai keterbatasan keuangan, tetapi tata
lingkungan harus rapi, bersih dan indah sehingga dapat
menunjang proses pendidikan dan pembelajaran. Salah
satu contoh adalah Sekolah Perguruan Diponegoro di
Rawamangun Jakarta Timur.
Perguruan ini hanya dibatasi dengan tanaman hidup yang berfungsi
sebagai pagar. Jelas terlihat bahwa lingkungan sekolah ini sangat
asri dan bersih. Keberadaan tanaman hidup yang berfungsi sebagai
pagar mencerminkan bahwa sekolah ini terbuka untuk umum, tanpa
membedakan latar belakang ekonomi dan sosial yang berbeda. Dari
penataan ruang sekolah yang teratur, asri, dan bersih diharapkan
anak didik dapat mengembangkan diri menata ruang di keluarga
masing-masing dengan hal yang sama. Kebiasaan ini diharapkan
dapat membentuk perkembangan dan karakter anak yang memiliki
kesadaran pada tata ruangnya.
3