KEMERDEKAAN DAN NASIONALISME EKONOMI

KEMERDEKAAN DAN NASIONALISME EKONOMI
Oleh: Hardiwinoto
Lima puluh tujuh tahun sudah Indonesia pernah memproklamasikan kemerdekaan. Dalam teks
proklamasi yang dibacakan oleh Boeng Karno Hatta adalah "....... hal-hal mengenahi pemindahan
kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkatsingkatnya", Artinya secara cekatan dibidang ekonomi menasionalisasi aset-aset negara yang
semula dikuasai Belanda atau Jepang ke penguasaan oleh negara Republik Indonesia. Tapi sampai
sekarang, pemindahan kekuasaan ekonomi atau alat produksi justru ke tangan asing. Jika dikritisi
maka pemindahan kekuasaan hanyalah dalam arti administrasi belaka, selainnya tidak.
Boeng Karno memaksudkan kemerdekaan adalah terbebasnya bangsa dari segala bentuk
imperialisme dan kolonialisme bukan semata-mata merdeka dari Belanda, Jepang, NICA atau
yang lain. Kalau toh kemerdekaan adalah pemindahan kekuasaan dari kolonialisme Belanda dan
Jepang, itu hanyalah kebetulan. Jadi semangat kemerdekaan adalah bukan semata-mata karena
kekuasaan asing atas dalam negeri melainkan bentuk eksploitasi disegala bidang kehidupan,
termasuk menyangkut harga diri bangsa. Inilah yang kami sebut sebagai semangat nasionalisme.
Yaitu semangat yang menjiwai untuk melepaskan negeri atau bangsa dari segala bentuk
eksploitasi dalam bentuk kolonialisme atau imperialisme dari negara manapun, sehingga mampu
mempertahankan harga diri sebuah bangsa yang merdeka. Hal-hal yang harus dipindahkan
kekuasaannya adatah tidak hanya kewilayahan administrasi, birokrasi, politik dan hukum saja
melainkan termasuk pemindahan penguasaan alat produksi, sumber-sumber ekonomi,
permodalan, dan investasi.
Bagaimana yang terjadi? Sebaliknya. Kita masih ingat ketika Megawati mengusung poster Boeng

Karno besar-besar sepanjang jalan, di sudut-sudut kota, kaos oblong, baliho, sepanduk dan mediamedia yang lain. Potret Megawati selalu berlatar belakang Boeng Karno. Megawati memikat
massa dengan karismatik bapaknya karena menggunakan sebutan Megawati Soekarno Putri
bukan Megawati Taufiq Kiemas.
Tiba-tiba kita terperanjat ketika BUMN yang diperoleh dari proses nasionalisasi dengan
pembayaran pertumpahan darah serta merta satu persatu dijualnya. Amien Rais geram berat
mensikapi penjualan BUMN-BUMN, sampai berkata andaikan Boeng Karno mendengar dari
alam kuburnya niscaya akan menangis. Sementara itu Faisal Basri mengungkapkan bahwa ada
manipulasi opini yang dibuat para pakar, pengamat dan ahli ekonomi untuk membuat wacana
bahwa penjualan BUMN adalah rasional secara ilmiah. Disinyalir bahwa ada pembiayaan dalam
pembuatan artikel dengan nilai jutaan rupiah bagi siapa saja yang berpendapat bahwa BUMN
layak dijual (Republika , 11 April 2002). Masya Allah.
Inilah yang dimaksud bahwa terjadi proses kemunculan kolonialis-kolonialis atau imperialisimperialis baru sebagaimana masa penjajahan Belanda lewat persekutuan dagang yang diberi
nama VOC telah mengusai alat-alat produksi yang mana pada waktu itu koloninya berbentuk
wilayah pertanian dan perkebunan beserta hasil-hasilnya. Sekarang bentuk koloninya adalah asetaset negara yang dikuasai oleh MNC. Toh namanya tidak berubah sebutannya, masih
menggunakan singkatan huruf C dibelakangnya yaitu dengan dialeg Jawa adalah kompeni
(sebutan untuk penjajah waktu itu Belanda).
Jika dianalogikan sebagaimana sekarang adalah dalam terminologi hutang luar negeri dan arus
modal asing ditambah ketergantungan terhadap IMF dan Bank Dunia. Didik J.Rachbini
menunjukkan fakta bahwa hubungan negara maju atas negara berkembang termasuk Indonesia
adalah hubungan eksploitatif. Pola konsumsi dan produksi yang boros energi di negara-negara

maju menyedot sumber daya alam negara Dunia Ketiga. Negara maju yang berjumlah sepertiga
dan jumlah penduduk dunia mengkonsumsi sekitar 87% - 90% sementara penduduk negaranegara miskin berjumlah dua kalinya hanya mengkonsumsi 10% sumber daya dunia (Rakhmat

Bowo S, Perlindungan Hak Dunia Ketiga atas Sumber Daya Alam, 2001). Dengan demikian
terjadi adanya surplus ekonomi lari ke negara pemilik modal atau negara pemberi pinjaman.
John A. Hobson mendefinisikan tentang imperialisme dan kolonialisme berdasarkan motivasi
ekonominya. Yaitu dorongan untuk mencari pasar dan investasi yang lebih menguntungkan. Hal
demikian inclusive (menyatu) dalam bentuk dan peran kapitalisme. Jika demikian imperialis
dan kolonialis bukanlah penjajahan Belanda semata-mata melainkan siapa saja dari negara
manapun (temasuk pribumi) yang mengekspioitasi pasar, wilayah dan alat roduksi. Sebagaimana
Lenin mengatakan bahwa imperialisme adalah puncak tertinggi dari perkembangan kapitalisme
(Arif Boediman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, 1996).
Jika demikian kita sebenarnya belum menikmati masa-masa kemerdekaan ekonomi, karena
sadar atau tidak kita sedang berada dalam jeratan kapitalisme global.
Pengkhianatan Nasionalisme Ekonomi
Di masa penjajahan Belanda yang dimaksud pengkhianat yaitu londo ireng sebutan bagi pribumi
yang pro Belanda. Mereka adalah centeng-centeng bayaran Belanda. Mereka dapat berasal rakyat
biasa, intetektual, pamong praja atau rajanya itu sendiri, yang diadu untuk menghadapi para
pejuang dengan model penjajahan devide at impera. Sementara itu masa kini banyak anggota
bangsa kita yang berperilaku sebagaimana centeng Belanda yaitu diambil perannya oleh IMF,

Bank Dunia, MNC dan lain-iain. Mereka berasal dari semua sektor profesi yaitu konglomerat,
pejabat, pengamat maupun diplomat. Mereka bersama-sama sesuai dengan perannya masingmasing menjadi tangan panjang "kompeni” masa kini. Konglomerat mempermainkan aset
(kekayaan negara), pejabat mempermainkan perangkat (peraturan dan perundang-undangan),
pengamat mempermainkan angket (metode penelitian) dan diplomat mempermainkan surat-surat
(dokumen diplomatik) sehingga rakyat tetap melarat.
Beberapa catatan sejarah mengatakan bahwa pertempuran atau peperangan jarang terjadi antara
tentara Belanda dengan laskar pejuang. Melainkan laskar pejuang berhadapan dengan centengcenteng bayaran Belanda. Begitu juga seperti di masa kini jarang kita temukan pertempuran
ekonomi kerakyatan nasional langsung berlawanan dengan kekuatan kompeni asing melainkan
lewat tangan panjangnya berupa para konglomerat nakal.
Masih dari peringatan Boeng Karno kepada bangsanya tentang Jas Merah: "Jangan sekali-kali
meninggaikan sejarah". Boeng Karno sangat paham bahwa bangsa yang tidak mengenal dan sadar
akan sejarah, akan mudah mengulang kesalahan masa lalu, tertipu oleh kelicikan para imperialis
dan kolonialis dan akhirnya terperosok kembali dalam jebakan dan cengkeraman para penindas
(Ahmad Munief dan Susan George, Indonesia Baru Penjajahan Baru, 1999).
Jika demikian maka melihat ketidak berdayaannya Megawati melawan imperialis dan kolonialis
gaya baru membuktikan Soekarno putri bukan anak ideologis melainkan anak biologis belaka.
Poster besar Megawati dengan latar belakang Boeng Karno adalah sekedar vote getter dalam
proses pemenangan pemilu. Jika Megawati bercorak smile girl general tidak ubahnya cocok
sebagai anak Soeharto sang smile man general itu.
Boeke dalam penelitiannya memberikan gambaran bahwa di setiap negara berkembang terdapat

dualisme ekonomi yaitu secara bersamaan terdapat peran ekonomi kerakyatan dan ekonomi
kekonglomeratan (kapitalis). Keduanya dapat berbarengan saling bekerjasama atau malah
dimanfaatkan oleh kompeni masa kini untuk saling berlawanan. Dengan demikian kapitalisme
dalam negeri seperti Belanda menyetir raja nakal dan sekarang menyetir konglomerat nakal. Dan
Megawati belum berbuat secara signifikan.
Kita masih ingat kasus BLBI dan segala macam bentuk kenakalan-kenakalan konglomerat yang
lain seperti write off kredit macet, investasi fiktif, capital out fligth dan pendirian bank tanpa
modal. Kwik Kian Gie (analisis ekonominya menunjukkan sebagai anak ideologis Boeng Karno)
sampai mensinyalir bahwa bisa-bisa negara kita akan bangkrut karena tidak mampu membayar
hutang-hutangnya disebabkan pendapatan yang semestinya didapat dari hutang-hutang
konglomerat nakal tak kunjung lunas. (Suara Merdeka, 1 Mei 2002). Inilah yang kami maksud

sebagai pengkianat ekonomi nasional. Meskipun demikian, pengkianatan tersebut tidak bisa
dibebankan hanya kepada para konglomerat tetapi juga para konsultan, pengawas, dewan dan
menterinya. Juga tidak bisa dikambinghitamkan masa Orde Baru karena toh di masa reformasi
dijadikan kesempatan untuk mengambil keuntungan secara pribadi dalam pengobatan ekonomi
tersebut. BPPN dibentuk untuk menjaga aset negara, kalau boleh diibaratkan malahan pagar
mangan tanduran. Suatu contoh Indonesia runtuh nasionalisme ekonominya.
Untuk membangun Nasionalisme ekonomi perlu direvitalisasi ajaran Boeng Hatta tentang
"ekonomi Rakyat" yang menunjuk pada gejala perekonomian atau perilaku ekonomi yang tidak

terdapat pada mode perekonomian kolonial atau imperial. Sedangkan ekonomi kerakyatan adalah
sebuah konsep pembangunan yang berorientasi kepentingan rakyat kecil. Jika di masa kolonial,
ekonomi rakyat dilawankan dengan ekonomi kolonial asing yang merupakan sektor modern pada
waktu itu, maka dewasa ini ekonomi rakyat dilawankan dengan ekonomi konglomerat (Mubyarto
dalam Dawam Raharjo, Ekonomi Kerakyatan berdasarkan pasal 33 UUD 1945, 2002).
Mudah-mudahan segera lahir "nasionalis-nasionalis" ekonomi di negeri ini.

Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 20-02