Perkembangan kajian tafsir di Lembaga Pendidikan Pondok Pesatren Al Fithrah: dari tahun 2012-2016 melalui pendekatan historis dan metodenya.

PERKEMBANGAN KAJIAN TAFSIR DI LEMBAGA PENDIDIKAN
PONDOK PESANTREN AL-FITHRAH
Dari Tahun 2012-2016 Melalui Pendekatan Historis dan Metodenya
TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar
Magister dalam Program Studi al-Qur’a>n dan Tafsi>r

Oleh
IMRON HADI MUNAWAR
NIM. FO5214072

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017

ABSTRAK
Nama
JudulTesis


: Imron Hadi Munawar
: Perkembangan Kajian Tafsir Di Lembaga Pendidikan Pondok
Pesantren Al-Fithrah Dari 2012-2016 Melalui Pendekatan
Historis Dan Metodenya
Pembimbing : Dr. H. Masruchan, M.Ag.
Tesis ini berusaha membahas perkembangan kajian tafsir di pondok
pesantren khususnya pesantren al-Fithrah, dimana peran pesantren begitu besar
dalam urusan kajian ilmu agama. Begitu pula peran pesantren begitu besar dalam
mencetak kader cendekiawan muslim. Dalam perkembangannya, pesantren mulai
menunjukkan konsistensi dalam dunia pendidikan. Tak luput pula kajian kitab
kuning pun semakin berkembang dari kitab klasik, hingga kitab kontemporer.
Demikian pula kajian tafsir yang berkembang mengikuti kebutuhan, seiring
perkembangan dan tuntutan zaman.
Dalam pesantren kajian tafsir merupakan kajian wajib yang harus ada
dan merupakan suatu ciri khas dari pesantren itu sendiri. Kitab tafsir yang dikaji
pun begitu bermacam-macam, dari tafsir produk klasik hingga tafsir
kontemporer. Pemilihan kitab tafsir yang dibahas tak lepas dari latar belakang
pendiri pondok pesantren tersebut serta visi dan misi berdirinya ponpes tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitattif, dimana dari penelitian ini
dapat mengukur perkembangan kajian tafsir. Antara lain dengan melakukan

penelitian lapangan secara langsung, mengadakan wawancara yang nantinya akan
dikombinasikan juga dengan penelitian librarry research. Seperti kitab apa saja
yang dikaji, metode, corak dan aliran apa saja tafsir yang dikaji di Pondok
pesantren al-Fithrah.
Dalam perkembangan kajian tafsir tentunya juga ada kendala yang
muncul, berkaitan dengan metode pembelajran, perangkat belajar mengajar,
sumber daya manusia maupun yang berkaitan dengn waktu. Tentunya masalah
ini juga akan mempengaruhi dari perkembangan kajian tafsir itu sendiri. Untuk
itu perlu adanya penelitian lbih lanjut guna mengantisipasi serta memberi solusi
untuk bisa lebih baik kedepannya.
Penelitian ini tidak hanya berhenti di sini saja, tentunya akan
membutuhkan banyak sumbangsih dari peneliti berikutnya. Apalagi yang
berkaitan dengan perkembangan suatu kajian tafsir yang semakin lama akan
semakin dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Begitu juga sebuah solusi dari
peristiwa yang sudah berlalu setidaknya akan menjadi pelajaran untuk lebih
meningkatkan suatu kajian tafsir. Dan pada akhirnya penulis menyarankan agar
kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah lebih dikembangkan lagi terutama
dari sisi metode kajiannya, serta memberi waktu yang cukup luas untuk mengkaji
kitab tafsir. Selanjutnya, diharapkan dalam kajian tafsir banyak memberi
kesempatan kepada santri dan mahasiswa untuk mengeksplorasi kemampuannya.


vi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman Sampul Luar ( Hard Cover) .......................................................................i
Halaman Pernyataan Keaslian ................................................................................ ii
Halaman Persetujuan ............................................................................................. iii
Halaman Motto .......................................................................................................iv
Halaman Abstrak ..................................................................................................... v
Halaman Transliterasi.............................................................................................vi
Halaman Kata Pengantar ...................................................................................... vii
Halaman Daftar Isi..................................................................................................ix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah.........................................................4
C. Rumusan masalah..................................................................................5
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian..........................................................6
E. Penelitian Terdahulu.............................................................................7
F. Kerangka Teoritis.................................................................................8

G. Metode Penelitian...............................................................................11
H. Sistematika Pembahasan....................................................................16

x
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II : SEJARAH PERKEMBANGAN AL FITHRAH, VISI, MISI, DAN
BIOGRAFI PENDIRINYA
A. Sejarah Berdiri dan Perkembangannya...............................................18
B. Visi Pondok Pesantren al-Fithrah.......................................................20
C. Visi dan Misi Pondok Pesantren al-Fithrah........................................20
D. Biografi Pendiri Pondok Pesantren al-Fithrah....................................21
E. Latar Belakang Pendidikan KH. Ahmad Asrori.................................29
F. Karya- karya KH. Ahmad Asrori........................................................30
BAB III : GAMBARAN KAJIAN TAFSIR DI PONDOK PESANTREN ALFITHRAH
A. Kitab Tafsir Yang Dikaji Di al-Fithrah..............................................45
B. Metode Dan Corak Tafsir Yang Dikaji
1. Tafsir Jala>layn................................................................................48
2. Tafsir S{a>fwatu al-Tafa>si>r...............................................................58
3. Ibnu Kathi>r.....................................................................................73

4. Rawa>’iu al-Baya>n...........................................................................85

xi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

C. Metode Dan Teknik Kajian Tafsir Di Pondok Pesantren Al-Fithrah
tahun 2012 Sampai 2016.....................................................................95
D. Usaha Untuk Membantu Pengembangan Kajian Tafsir Di Pondok AlFithrah.................................................................................................99
BAB IV : ANALISIS PERKEMBANGAN KAJIAN TAFSIR DI PONDOK
PESANTREN Al-FITHRAH
A.

Kajian Tafsir Di Pondok Pesantren Al-Fithrah Dari Tahun 2012

Sampai
2016.....................................................................................................102
B.

Analisis Problematika dan Penghambat dalam Kajian Tafsir di


Pondok Pesantren Al-Fithrah Dari Tahun 2012- 2016.......................104
BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................107
B. Saran.........................................................................................................109
Daftar Pustaka................................................................................................110

xii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa pesantren merupakan lembaga
keagamaan yang menempatkan kajian-kajian keagamaan sebagai basis utama
pengajarannya. Disamping itu pesantren juga sebagai lembaga yang mendidik
santri santri untuk bisa menjadi manusia yang menjunjung tinggi etika
keagamaan. Dari dua sisi tersebut yaitu pendidikan akhlak dan pengajaran ilmu
ilmu keagamaan, pesantren ingin mengarahkan santrinya untuk menjadi ulama
dan orang orang yang mampu mewarisi risalah Nabi dan mengambil estafet

moralitas keagamaan untuk membimbing masyarakat menuju ke masyarakat
relijius yang menempatkan nilai nilai agama dalam kehidupan mereka.
Dilihat dari aspek pendidikan, pesantren relatif telah mampu mencetak
santri-santri yang mempunyai tingkat moralitas yang cukup memadai. Mereka
disegani oleh masyarakatnya. Hal itu dibuktikan dengan peranan mereka untuk
memimpin berbagai macam upacara keagamaan dilingkungan mereka.
Dilihat dari aspek pengajaran, pesantren terutama yang salaf tetap
mempertahankan kurikulumnya sebagaimana apa yang diajarkan oleh sesepuh
mereka terdahulu. Kajian kitab kuning merupakan menu harian yang tidak
banyak tersentuh oleh perubahan zaman, baik dari segi materi maupun cara
pengajarannya.
Pengajaran kitab kuning dengan cara sorogan maupun bandongan
merupakan ciri khas sebuah pesantren salaf. Tanpa itu ciri khas ‚salafiyah‛nya
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

menjadi hilang. Cara bandongan masih menempati peringkat pertama dalam
pengajaran kitab kitab kuning. Kiyai yang menangani cara ini memang harus

menguasai betul seluruh aspek yang ada dalam satu kitab, baik dari segi susunan
i’rabnya, maupun makna makna yang terkandung dalam sebuah kitab. Semakin
besar sebuah kitab dan semakin rumit persoalan yang dikaji, semakin tinggi pula
tingkat kemahiran seorang Kiyai. Fenomena ini sangat menantang dan sekaligus
membanggakan. Bagaimana tidak, kiyai yang model ini seakan menjadi kamus
arab yang berjalan. Hebatnya lagi mereka mampu menemukan kosa kata bahasa
‚jawa‛ untuk mengartikan semua kata yang ada dalam kitab kuning. Padahal
kosa kata bahasa jawa sangat kerdil bila dibandingkan dengan kosa kata Arab.
Bukan Cuma itu saja, tapi Kiyai harus mempraktekkan ilmu
nahwu/shorof, I’rab dan kajian balaghahnya setiap kali memberikan makna pada
satu ungkapan dalam kitab kuning tersebut. Kekaguman kita akan semakin tinggi
manakala seorang Kiyai mampu membaca sebuah kitab yang besar dengan cara
bandongan, dalam waktu yang relatif singkat. Seperti mengaji kitab ‚Sahih
Bukhari‛ atau lainnya dalam satu bulan, Pada saat itu kondisi spiritual dan
keilmuan Kiyai dan santri yang ikut pengajian tersebut betul betul dalam
keadaan ‚on‛ terus. Hal ini betul betul mengagumkan. Sebuah fenomena yang
langka di dunia islam. Sudah tentu keadaan semacam ini terjadi karena kecintaan
yang mendalam terhadap ilmu agama.Terhadap semua itu pesantren yang masih
menerapkan model itu perlu kita apresiasi.
Pada saat ini Kiyai atau santri yang masih mengamalkan dan mengikuti

pengajian model ini semakin hari semakin surut, kecuali beberapa pesantren

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

besar yang masih eksis mempertahankan model ‚salafiyah‛ . Jika masih ada
maka kajian kitab-kitab klasik.
Kajian kitab salaf dan sering juga disebut sebagai kitab kuning merupakan

proto type pesantren salafi. Dalam sebuah penelitian tentang ‚pergeseran
Literatur di Pondok Pesantren di Indonesia‛ yang dilakukan oleh tim Litbang
Depag baru baru ini (2004-2005), diperoleh kesimpulan bahwa pesantren
pesantren salaf tidak banyak yang mengadakan perubahan pada kajian kitab
klasik. Kitab kitab yang diajarkan pada masa kini tidak mengalami perubahan
dengan apa yang dikaji pada masa lalu. Namun disisi lain sikap konvensional ini
ada unsur positifnya. Pertama : pengkajian terhadap kitab kuning menunjukkan
adanya tradisi kesinambungan sanad yang selama ini masih dianggap sebagai
tradisi yang disegani. Kedua : Disamping nilai ilmiyah, nilai ketakwaan dan
keulamaan penulis kitab kitab kuning selalu menjadi acuan di dunia pesantren. Di

sini unsur ‚barakah‛ tidak terelakkan. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
pesantrenlah yang masih terus memepertahankan tradisi pengajian kitab salaf.
Pesantren masih banyak yang mengkaji kitab kitab Tafsir semcam tafsir
‚Ibn Katsir‛,‚Al-Kha>zin‛ dan lain lainnya. Begitu juga kitab kitab Hadith
semacam Sahih Bukhari, Sahih Muslim dan lain sebagainya. Selain pesantren
barangkali sudah tidak ada lagi yang mempertahankan tradisi mengkaji kitab
kuning ini. Tidak disangkal lagi bahwa arus modernisasi menjadi penyebab
banyak kalangan yang sudah tidak lagi mengaji kitab kitab kuning. Modernisasi
tidak lagi mempersoalkan siapa pengarang satu kitab, yang penting adalah
sistimatika, efesiensi waktu dan ‚instant‛.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Kitab klasik terutama kitab kitab yang ditulis pada abad abad
pertengahan, dari sisi materi masih menampakkan kekuatan ilmiahnya, walaupun
dari sisi warna kekinian dan aktualitas sudah banyak yang ketinggalan. Pembaca
harus pandai pandai memilah dalam membaca teks kitab kuning agar supaya
tetap hidup dan aktual. Dari sisi penyajiannya kitab salaf juga dipandang oleh

akademisi terasa ada kekurangan disana sini.
Pengkajian tafsir al-Qur’an dipondok pesantren sebagai bagian dari
semangat islam, meski dalam penyelenggaraannya tidak secara formal dengan
menggunakan sistem kelas layaknya madrasah, namun tetap didalamnya terdapat
unsur-unsur kegiatan pengkajian al-Qur’an. Salah satu unsur yang penting adalah
pengkajian materi yang digunakan. Tanpa metode, suatu materi kajian tidak akan
berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan kajian al-Qur’an, pengkajian
tafsir al-Qur’an yang dilaksanakan di pondok pesantren ini mempunyai tujuan
untuk memberikan pemahaman isi kandungan al-Qur’an kepada santri sehingga
al-Qur’an sebagai landasan kehidupan di dunia bahkan sampai akhirat dapat
dijadikan sebagai pedoman hidup yang utama.
Kajian ini sangat penting dilakukan atas dasar kebutuhan pemahaman
terhadap isi kandungan al-Qura’n yang semakin hari semakin meningkat, Maka
dari itu penulis tertarik untuk meneliti dan mencoba mencari jalan keluarnya dari
adanya problematika kegiatan kajian di Pondok Pesantren tersebut.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka identifikasi masalah
penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

1. Kitab- kitab tafsir yang dikaji di Pondok Pesantren al-Fithrah
2. Perkembangan kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah
3. Metode tafsir yang dikaji di Pondok Pesantren al-Fithrah
4. Kecenderungan dan corak tafsir yang dikaji di Pondok Pesantren alFithrah
5. Problematika kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah
Oleh karena itu, dalam penelitian ini hanya difokuskan pada kajian tafsir
di Pondok Pesantren al-Fithrah, agar penelitian ini tidak melebar ke mana-mana
sehingga dapat terfokus, maka Penelitian ini dibatasi pada perkembangan kajian
tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah Dari Tahun 2012 Sampai 2016. Masalahmasalah yang telah teridentifikasi kami batasi pada masalah pokok diantarnya:
1. Kitab- kitab tafsir yang dikaji di Pondok Pesantren al-Fithrah
2. Metode dan kecenderungan corak tafsir yang dikaji di Pondok
Pesantren al-Fithrah
3. Metode kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dalam penelitian ini ditentukan
beberapa rumusan masalah, yaitu sebagai berikut :
1. Apa saja kitab Tafsir yang dikaji di Pondok pesantren al- Fithrah dari
tahun 2012 sampai 2016 ?
2. Bagaimana metode, kecenderungan dan corak tafsir yang dikaji di Pondok
Pesantren al-Fithrah dari tahun 2012 sampai 2016 ?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

3. Bagaimana Metode kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah dari
tahun 2012 sampai 2016?
4. Apa saja kendala dalam kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah dari
tahun 2012 sampai 2016?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Setiap penelitian atau kajian pasti mempunyai tujuan yang mendasari
penelitian dan kajian tersebut. Adapun tujuan penelitian dalam tulisan ini sebagai
berikut:
1. Tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk menggambarkan secara mendalam proses perkembangan kajian
tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah dari tahun 2012 sampai 2016.
b. Untuk mendeskripsikan metode tafsir yang dikaji di Pondok Pesantren
al-Fithrah dari tahun 2012 sampai 2016.
c. Untuk mengetahui Kecenderungan aliran dan corak tafsir yang dikaji
di Pondok Pesantren al-Fithrah dari tahun 2012 sampai 2016.
2. Kegunaan penelitian ini adalah :
a. Memberikan gambaran tentang perkembangan kajian tafsir di Pondok
Pesantren al-Fithrah.
b. Sebagai sumbangsih dalam perkembangan kajian tafsir di Pondok
Pesantren al-Fithrah.
c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai
literatur dan dorongan bagi peneliti lain untuk mengkaji lebih lanjut
dengan metode dan pendekatan yang berbeda.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

E. Penelitian Terdahulu
Peneletian mengenai perkembangan kajian tafsir mungkian banyak
dilakukan oleh peneliti terdahulu, akan tetapi untuk yang lebih spesifik meneliti
perkembangan kajian tafsir di pondok pesantren al-Fithrah menurut penulis
ketahui adalah belum ada. Dalam penelitian terdahulu, di pondok pesantren alFithrah pernah ada yang meneliti tentang tasawuf, diantarnya:

1. Akhlak Muri>d kepada Murshid Menurut Perspektif KH. Ahmad Asra>ri alIsha>qy> dalam kitab khula>shoh al-Wa>fiyah, oleh Ahmad Faizin, skripsi
Sekolah Tinggi Agama Islam al-Fithrah Surabaya, tahun 2012.
2. Worldview Kaum Tarekat (Studi Pandangan Teologis Pengikut Tarekat

Qa>diriyah wa-Naqsyabandiyah di Surabaya), oleh Ahmad Amir Aziz,
disertasi IAIN Sunan Ampel Surabaya, tahun 2013.
3. Transformasi Kepemimpinan Kharismatik Menuju Demokratisasi (Studi

Kasus KH. Ahmad Asra>ri al-Isha>qy> sebagai pemimpin kharismatik
membuat institusi dengan sistem demokrasi guna mendelegasikan
otoritasnya), oleh Robith Hamdany, skripsi Universitas Airlangga
Surabaya, tahun 2011.
5. Dzikir Thari>qah Qa>diriyah wa-Naqsyabandiyah al-Usma>niyah dan

Suryalaya, oleh Ali Sofwan Muzani, skripsi Sekolah Tinggi Agama Islam
Al-Fithrah Surabaya, tahun 2012.
Dikarenakan Pondok Pesantren al- Fithrah terkenal dengan basic

tariqahnya. Sehingga daya tarik untuk meneliti dari sudut kajian tafsirnya belum
ada, meskipun menurut penulis sebenarnya menarik untuk diteliti. Karena

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

kemungkinan ketasawufan dari pondok al-Fithrah akan mempengaruhi dalam
pemilihan kitab tafsir tertentu untuk dikaji.
F. Kerangka Teoritis
Dalam sebuah penelitian kerangka teori sangat dibutuhkan, antara lain
untuk membantu memecahkan dan mengidentifikasi masalah yang hendak
diteliti. Selain itu kerangka teori juga dipakai untuk memperlihatkan ukuranukuran atau kriteria yang dijadikan dasar untuk membuktikan sesuatu.2
1. Metode tafsir
Metode tafsir adalah cara menafsirkan ayat- ayat al-Qur’an, baik
didasarkan atas pemakaian sumber- sumber penafsirannya, atau sistem penjelasan
tafsiran-tafsirannya, keluasan penjelasan tafsirannya, maupun yang didasarkan
atas sasaran dan tertib ayat-ayat yang ditafsirkan.3
Menurut Ridwan Nasir dalam bukunya ‚Perspektif Baru Metode Tafsir
Muqarin Dalam Memahami Al- Qur’an‛, metode tafsir al-Qur’an bila ditinjau
dari sumber penafsirannya, ada tiga macam, yaitu:4
a. Metode tafsir bi al- Ma’thu>r / bi al- Riwayah/ bi al- Manqul
Yaitu tata cara menafsirkan ayat-ayat al- Qur’an yang didasarkan atas sumber
penafsiran al-Qur’an, dari al- Hadith, dan riwayat dari sahabat dan tabi’in.
b. Metode tafsir bi al- Ra’yi/ bi al- Dirayah/ bi al-Ma’qul

2

Abdul Mustaqi>m, Epistimologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: LKiS, 2012), 20.
M. Ridwan Nasir, Prespektif Baru Metode Tafsir Muqarin Dalam Memahami AlQur’an, (Surabaya: Imtiyaz, 2011), 14.
4
Ibid, 14-17.
3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Yaitu tata cara menafsirkan ayat-ayat al- Qur’an yang didasarkan atas sumber
ijtihad, dan pemikiran mufassir terhadap tuntutan kaidah bahasa Arab dan
kesusasteraannya, teori ilmu pengetahuan setelah ia menguasai sumbersumber tadi.
c. Metode bi al-iqtirani
Yaitu tata cara menafsirkan ayat-ayat al- Qur’an yang didasarkan
atas perpaduan antara sumber tafsir riwayah yang kuat dan sahih dengan
sumber hasil ijtihad pikiran yang sehat.
Bila ditinjau dari segi cara penjelasannya terhadap tafsiran ayat-ayat alQur’an, maka metode tafsir dibagi menjadi:
1) Metode Bayani, yaitu penafsiran dengan cara menafsirkan ayat-ayat alQur’anhanya dengan memberikan keterangan secara deskripsi tanpa
membandingkan riwayat atau pendapat dan tanpa menilai (tarjih) antar
sumber.
2) Metode tafsir muqarrin, yaitu membandingkan ayat dengan ayat yang
berbicara dalam masalah yang sama, ayat dengan hadith (isi dan matan),
antara pendapat mufassir dengan pendapat mufassir laindengan
menonjolkan segi-segi perbedaan
Metode tafsir ditinjau dari segi keluasan penjelasan tafsirannya maka dibagi
menjadi:
1) Metode tafsir ijmaliy, yaitu penafsiran dengan cara menafsirkan ayat alQur’an hanya secara global saja.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

2) Metode tafsir ithnabi, yaitu penafsiran dengan cara menafsirkan ayat-ayat
al- Qur’an secara mendetail dan rinci.
Bila ditinjau dari segi sasaran dan tertib ayat-ayat yang ditafsirkan, maka metode
tafsir dibagi menjadi:
1) Metode tafsir tahliliy, yaitu menafsirkan ayat al-Qur’an dengan cara urut
sesuai dengan urutan mushaf, yaitu dari surat al-Fatihah sampe al-Na>s.
2) Metode

tafsir

maudu’iy,

yaitu

suatu

penafsiran

dengan

cara

mengumpulkan ayat mengenai suatu judul atau topok tertentu, dengan
memperhatikan masa turunnya dan asbabu nuzul ayat.
3) Metode tafsir Nuzuliy, yaitu menafsirkan ayat- ayat al-Qur’an dengan
cara urut dan tertib sesuai dengan urutan turunnya ayat al-Qur’an.
2. Corak Tafsir
Corak tafsir juga bisa disebut dengan kecenderungan atau aliran
penafsiran, serta al-Ittijah atau al-Nazi’ah. Yang artinya, sekumpulan dari

mabadi’ (dasar pijakan), pemikiran yang jelas yang tercakupdalam suatu terori
dan yang mengarah pada satu tujuan.5
M.Quraish Shihab6, mengatakan bahwa corak penafsiran yang dikenal
selama ini, antara lain:
a. corak sastra bahasa
b. corak filsafat dan teologi
c. corak penafsiran ilmiah
5

M. Ridwan Nasir, Prespektif Baru Metode Tafsir Muqarin Dalam Memahami Alqur’an,
(Surabaya: Imtiyaz, 2011), 18.
6
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan. 1992). 72.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

d. corak fiqih atau hukum
e. corak tasawuf
Bermula pada masa Syaikh Muhammad Abduh [1849-1905], corak-corak
tersebut mulai berkembang dan perhatian banyak tertuju kepada corak sastra
budaya kemasyarakatan. Yakni suatu corak tafsir yang menjelaskan petunjukpetunjuk ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan
masyarakat. Dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa
yang mudah dimengerti tapi indah didengar. Sebagai bandingan, Ahmad As,
Shouwy, dkk., menyatakan bahwa secara umum pendekatan yang sering dipakai
oleh para mufassir adalah:
a. Bahasa,
b. Konteks antara kata dan ayat, dan
c. Sifat penemuan ilmiah.
G. Metode Penelitian
Secara filosofis, apa yang dinamakan dengan metode penelitian adalah
bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari kerangka kerja dalam mencari
kebenaran. Kerangka kerja mencari kebenaran dalam filsafat dikenal sebagai
filsafat epistemologi.7
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengungkapkan gejala
7

Epistemologi menurut S. William dan Mabel Lewis Sahakian dalam Realism of
sebagaimana dilansir Jujun S. Suriasumantri adalah pembahasan mengenai
bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan?, apakah
hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan?, apakah manusia dimungkinkan untuk
mendapatkan pengetahuan?, sampai tahap mana yang mungkin ditangkap manusia. Lihat Jujun S.
Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003),
119.

philosophy

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

secara holistik-kontekstual melalui pengumpulan data yang diperoleh dari latar
alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrument kunci.8
Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati.9 Penelitian kualitatif pada hakikatnya ialah mengamati
orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha
mengenal dan memahami bahasa serta tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif-analisis,10 yakni menganalisa dan mendeskripsikan tentang
perkembangan kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah Surabaya Jawa
Timur.
Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan filosofis dan sosio-historis. Pendekatan filosofis digunakan agar
pokok penelitian mengenai perkembangan kajian tafsir di Pondok Pesantren
al-Fithrah tersebut dapat diketahui secara paripurna. Sedangkan pendekatan
sosio-historis dimaksudkan agar dapat terungkap segala sesuatu yang
berkaitan dengan metode kajian tafsir yang diterapkan serta jens kitab tafsir
yang dipilih untuk dikaji.
8

Tim Penyusun, Buku Pedoman Penulisan Skripsi Program S-1 (Surabaya: Fakultas
TarbiyahIAIN Sunan Ampel, 2008 ), 9.
9
Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2004), 3.
10
Moh.Nasir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), 55. Penelitian ini
juga disebut penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Baca Lexy J.Moeloeng, Metode Penelitian
Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009), 23.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

2. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan berhubungan
dengan fokus penelitian. Data-data tersebut terdiri atas dua jenis data, yaitu
data yang bersumber dari manusia dan data yang bersumber dari non
manusia. Data dari manusia diperoleh dari orang yang menjadi informan,
yang secara langsung menjadi subyek pebelitian. Sedangkan data non
manusia diperoleh dari dokumen-dokumen berupa catatan, rekaman gambar
atau foto dan hasil-hasil observasi.11
Adapun sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini tidak lepas
dari dua sumber data, yaitu sumber data primer (pokok) dan sumber data

sekunder (penunjang), yang masing-masing keduanya menjadi sumber
rujukan dan referensi dalam penggalian data penelitian ini. Sumber data
primer dalam penelitian ini ialah sumber data yang terkait langsung dengan
obyek lapangan penelitian, baik secara langsung dari orang-orang yang
bersangkutan, yaitu para pengurus, santri, mahasiswa serta para guru dan
dosen yang berada dalam struktur di Pondok Pesantren al-Fithrah Surabaya.
Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini ialah sumber
data yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan obyek penelitian,
yaitu sumber referensi penting yang dihasilkan dari data kepustakaan sebagai
penunjang untuk kelengkapan data yang ada. Berdasarkan dua sumber data
ini, maka penelitian yang dihasilkan lebih kuat dan akurat.

11

Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian Praktis (Yogyakarta: Teras, 2011), 58.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

Dalam penelitian ini sumber data dapat diklasifikasikan menjadi tiga
bagian, yaitu sumber data berupa orang (person), sumber data berupa tempat
atau benda (place) dan sumber data berupa simbol (paper).12 Sumber data
orang adalah mereka para guru ,dosen, santri dan mahasiswa . Dan sumber
data tempat yang dimaksud adalah Pondok Pesantren al-Fithrah Surabaya.
Sedangkan yang dimaksud dengan sumber data simbol adalah sumber data
yang diperoleh dari dokumen.
3. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan Jenis dan sumber data tersebut di atas, maka perlu
adanya suatu cara atau teknik dalam pengumpulan data. Adapun teknik
pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini di samping langsung
menggali data melalui wawancara dan observasi di lapangan, juga dengan
melakukan telaah kitab dan buku-buku referensi kepustakaan.
a. Observasi
Adalah pengamatan langsung, yaitu cara pengambilan data dengan
menggunakan komunikasi langsung tanpa alat atau pertolongan alat
standar lain untuk keperluan tersebut.13 Sedang menurut Nur Syam,

observasi

adalah serangkaian pencatatan terhadap gejala-gejala yang

menjadi obyek penelitian secara sistematis sesuai dengan tujuan
penelitian.14 Adapun observasi atau pengamatan dalam penelitian ini

12

Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian Praktis (Yogyakarta: Teras, 2011), 59.
Mohamad Nasir, Metode Penelitian ( Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999 ), 234.
14
Nur Syam, Metode Penelitian Dakwah ( Jakarta: Ramadhani, 1991 ), 108.
13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

dilakukan secara langsung di tempat, yaitu Pondok Pesantren al-Fithrah,
Jalan Kedinding Lor Surabaya.
b. Wawancara
Adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil berhadapan antara pewawancara dengan
responden dengan menggunakan alat yang dimaksud interview (panduan
wawancara).15 Dalam penelitian ini wawancara dilakukan secara interaktif
antara peneliti dengan pihak terkait (respondens) dengan cara Tanya jawab.
Respondens yang dimaksud adalah sejumlah santri ataupun mahasiswa yang
belajar di Pondok pesantren al-Fithrah Surabaya serta para guru dan TU yang
bersangkutan.
4. Teknik Analisa Data
Setelah data terkumpul, maka kemudian data tersebut dianalisa. Dalam
menganalisa data ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Deskriptif
adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek,
suatu sistem penelitian ataupun peristiwa pada masa sekarang. 16 Sedangkan

kualitatif adalah jenis penelitian deskriptif dengan pengamatan, wawancara
atau penelaahan dokumen.17 Dalam hal ini teknik analisa data tersebut penulis
gunakan untuk menganalisa perkembangan kajian tafsir di Pondok Pesantren
al-Fithrah.
15

Nasir Mohamad, Metode Penelitian, 234.
Ibid., 63.
17
Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif ( Bandung: Remaja Rosda Karya,
2006 ), 9.
16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

H. Sistimatika Pembahasan
Bab pertama adalah pendahuluan yang membahas tentang latar belakang
masalah, tujuan dan signifikasi penelitian yang memuat hal-hal prinsipil serta
kegunaan penelitian baik dari kalangan akademisi atau umum. Selanjutnya
adalah tinjauan pustaka dan dilanjutkan dengan mengungkap metode penelitian
yang digunakan baik dari segi model penelitian, sumber data dan teknik analisis
data.
Bab kedua merupakan tinjauan umum tentang profil Pondok pesantren alFithrah. Meliputi sejarah berdirinya pondok pesantren al-Fithrah, visi dan misi,
kegiatan yang ada dalam pondok pesantren, serta biografi pendiri pondok
pesantren al-Fithrah.
Bab ketiga merupakan data yang diperlukan dalam penelitian, diantaranya
adalah wawancara tentang kitab tafsir apa saja yang dikaji di Pondok pesantren
al-Fithrah, serta menjabarkan metode , corak, dan kecenderungan tafsir yang
dikaji satu persatu. Diawali dengan biografi pengarang kitab tafsir yang dikaji
satu persatu, serta mengklasifikasi berdasarkan meotode tafsir, corak tafsir dan
lain sebagainya.
Bab keempat merupakan analisis perkembangan kajian tafsir di pondok
pesantren al-Fithrah. Diawali dengan meneliti kitab tafsir yang dikaji di alFithrah, meneliti metode yang dipakai dalam mengkaji kitab tafsir, mewancarai
sejauh mana pengetahuan tentang kitab tafsir yang dikaji. Serta meneliti kendala
dan kesulitan yang dihadapi ketika mengkaji kitab tafsir.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

Bab kelima merupakan kesimpulan dari hasil analisis penelitian yang
dilakukan, berdasarkan data yang sudah diteliti. Rekomendasi kritik dan saran
untuk hasil penelitian yang maksimal.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN AL- FITHRAH, VISI MISI, DAN BIOGRAFI
PENDIRINYA
A. Sejarah Berdirinya Al-Fithrah Dan Perkembangannya
Bermula dari kawasan Pondok Pesantren al-Fithrah yang diasuh oleh KH.
Ahmad Asro>ri al-Isha>qy. Pondok Pesantren ini berdiri pertama kali hanyalah
merupakan sebuah mushola,yang kemudian menjadi sebuah masjid, dan terakhir
(sekarang) telah berubah menjadi sebuah tempat pesarean beliau, yang wafat pada
tanggal 18 Agustus 2009. Pada tahun 1985 M didirikanlah sebuah pondok pesantren
yang diberi nama Pondok Pesantren Assalafi al-Fithrah, yang letaknya di Jalan
Kedinding Lor 99 Surabaya.16
Keberadaan pondok pesantren tersebut awalnya belum begitu dikenal oleh
masyarakat setempat dan sekitarnya, disamping karena masih baru dirintis (dalam
tahap babat awal), juga karena pengasuhnya (KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy) saat itu
belum begitu dikenal jati dirinya secara umum oleh masyarakat setempat, sehingga
pendudukpun banyak yang belum mengetahui tentang keberadaan yang sebenarnya.
Mereka hanya mengetahui tentang ta>riqah yang ada di Jatipurwo, yang diasuh oleh
KH. Usman al-Isha>qy (Ayah KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy).
Banyaknya jama’ah tarekat yang datang dari luar daerah untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan ketarekatan, terutama dalam kegiatan besar seperti haul akbar,
memperingati hari-hari besar Islam dan lain-lain, dapat memberikan pengaruh besar
16

Wawancara dengan Ust. Wahdi Alawi, Imam Khususi T{a>riqah Qodiryah wa al-

Naqsyabandiyah, di Surabaya, pada tanggal 13 Mei 2012

18
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

terhadap masyarakat sekitar pondok pesantren, sehingga mereka tahu dan mengenal
tentang keberadaan pondok pesantren yang sebenarnya, terlebih pada sosok
karismatik pengasuhnya yang menjadi maghnit dan daya tarik tersendiri atas
berdirinya pondok pesantren. Dengan banyaknya kegiatan yang diadakan, maka
banyak pula masyarakat setempat dan sekitarnya yang ikut serta dalam kegiatan
tersebut, meskipun sebenarnya mereka bukan seluruhnya termasuk murid jama’ah
(pengikut) t}a>riqah17
Pada Tahun 1995 M. berkat kesabaran dan kegigihan KH. Ahmad Asro>ri alIsha>qy dalam menjalankan tugas amanat dan tanggung jawab dalam mensyiarkan
perjuangan

para

pendahulunya,

lambat

laun

T{{ar> iqah Qodiriyah wa al-

Naqshabandiyah di Pondok Pesantren Assalafi al-Fithrah ini mulai tumbuh dan
berkembang dengan pesat.18
Untuk menunjang kegiatan-kegiatan yang ada, kemudian masyarakatpun
mengusulkan agar di dirikan sebuah masjid. Akan tetapi karena disekitar pondok
tersebut sudah terdapat sebuah masjid, maka Beliau (KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy)
merasa enggan dan perlu adanya suatu pertimbangan-pertimbangan yang matang
untuk mendirikannya. Namun kenyataannya masyarakat tetap menghendaki adanya
sebuah

masjid

di

pondok

pesantren.

Akhirnya

setelah

dimusyawarahkan

17

Wawancara dengan H.Zainul Arif, Imam Khususi T{a>riqah Qodiryah wa alNaqshabandiyah, di Surabaya, pada tanggal 15 Maret 2012.
18
Wawancara dengan Khoiruddin, Pengurus T}ar> iqah Qodiryah wa-Naqsyabandiyah, di
Surabaya, pada tanggal 17 Maret 2012.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

bersama,masyarakatpun menyatakan kesetujuannya untuk didirikan sebuah masjid di
Pondok Pesantren Assalafi al-Fithrah.19
B. Visi Pondok Pesantren Al-Salafi Al-Fithrah20
Menanamkan akhlaqul karimah atau budi pekerti yang mulia sejak dini
sebagai bekal hidup dan kehidupan putra-putri dalam melanjutkan perjuangan
salafushsholeh untuk melestarikan dan mengembangkan suri tauladan, bimbingan
dan tuntunan dalam perjuangan dan hidup serta kehidupan Baginda Habibillah
Rasulillah Muhammad SAW.yang penuh akhlaqul karimah.
C. Misi Pondok Pesantren Al-Fithrah21
1. Menyelenggarakan pengajaran / pendidikan formal atau non formal yang
berorientasi pada kelestarian dan pengembangan suri teladan, bimbingan dan
tuntunan dalam perjuangan dan hidup, serta kehidupan Baginda Habibillah
Rasulillah Muhammad SAW. Yang penuh akhlaqul karimah.
2. Mempertahankan nilai-nilai salaf al-sha>lih dan mengambil nilai-nilai
baru yang positif dan lebih maslahah dalam hidup dan kehidupan, beragama dan
bermasyarakat.
3. Membentuk pola pikir sntri yang kritis, logis, obyektif, yang
berlandaskan kejujuran dan akhlaqul karimah.

19

Wawancara dengan Ust. H.Zainul Arif, Imam T}a>riqah Qodiryah wa-Naqsyabandiyah, di
Surabaya, pada tanggal 19 Maret 2012
20
Diambil dari dokumen al- Fithrah, serta sudah terlampir di dalam brosur pendaftaran
pondok pesantren.
21
Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

4. memberikan bekal keterampilan hidup, membangun jiwa santri yang
mempunyai semangat hidup tinggi dan mandiri serta mampu menghadapi tantangan
perubahan zaman.
E. Biografi Pendiri Pondok Pesantren Al-Fithrah
Mengawali kisah riwayat hidup KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy> dimulai dari
tempat tinggal dimana ia dilahirkan, yaitu Desa Jatipurwo, Kecamatan Semampir
Surabaya, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1951. Ia adalah salah satu putra kelima
dari sepuluh putra bersaudara. Ayahnya bernama KH. Muhammad Usman alIsha>qy>,22 dan ibunya bernama Nyai Hj. Siti Qomariyah binti KH. Munadi. Jika
diruntut latar belakang nasab KH. Ahmad Asrori al-Isha>qy> bersambung hingga Nabi
Muhammad Saw,maka bertemu pada urutan yang ke-38.23
KH. Ahmad Asro>ri Al-Isha>qy> lahir di tengah-tengah keluarga priagung
(terhormat), di samping ia sebagai putra kyai yang memiliki Pondok Pesantren, juga
yang memiliki maqa>m (kedudukan) yang tinggi sebagai murshid tarikat, bahkan
nasab keturunannya bersambung kepada Nabi Muhammad Saw. Maka lengkaplah
sudah apa yang ada pada dirinya. Berikut silsilah nasab KH. Ahmad Asro>ri AlIsha>qy> dari bawah ke atas: Ahmad Asro>ri – Muhammad Usman – Nyai Surati –
Kiyai Abdulla>h – Embah Dasha – Embah Salbeng – Embah Jarangan – Kiyai Ageng
22

Al-Isha>qy> adalah gelar yang dinisbatkan pada Shaikh Maulana Isha>q, ayah Sunan Giri,
sebab KH. Usman adalah keturunan ke-14 dari Sunan Giri.Sedangkan jalur nasab dari ibu, silsilah
nasab KH.Ahmad Asrori bersambung dengan Sunan Gunung Jati Cirebon.
23
Zainul ‘Arif (Abdi Dalem Pesantren), Wawancara, 3 April 2014. Terdapat beberapa versi
sumber keterangan tentang identitas tanggal lahir KH. Ahmad Asrori. Seperti yang tertera dalam
Kartu Tanda Pendududuk (KTP) yang dikeluarkan oleh Kantor Pemerintah Kecamatan Semampir
Surabaya Th 1991, tertulis tgl 20 November 1951.Pada KTP lain tertulis 1 Juni 1951.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

Mas – Kiyai Panembahan Bagus – Kiyai Ageng Pangeran Sadang Rono –
Panembahan Agung Sido Mergi – Pangeran Kawis Guwa – Shaikh Fadhlulla>h
(Sunan Prapen) – Shaikh Ali Sumadiro – Shaikh Muhammad ‘Ainul Yaqi>n (Sunan
Giri) – Shaikh Maulana Isha>q – Shaikh Ibro>him Akbar (Ibro>him Asmorokondi) –
Shaikh Jama>luddin Akbar ( Shaikh Juma>di al-Kubro) – Shaikh Ahmad Syah Jala>l
Amir – Shaikh Abdullah Khon – Shaikh ‘Alwi> – Shaikh Abdulla>h – Shaikh Ahmad
Muha>jir – Shaikh Isa> al-Ru>mi – Shaikh Muhammad Naqi>b – Shaikh ‘Ali al-Iridhi –
Shaikh Ja’far Sho>diq – Shaikh Muhammad al-Baqir - Sayyid ‘Ali Zainul ‘Abidi>n –
Sayyid Imam al-Husain – Sayyidah Fa>t}imah al-Zahro – Nabi Muhammad Saw.24
Tanda-tanda KH. Ahmad Asrori al-Isha>qy> kelak akan menjadi seorang tokoh
besar dan panutan bagi umat pada zamannya sudah nampak sejak masa mudanya.
Setelah menimba ilmu di beberapa Pondok pesantren di Jawa Timur, Jawa Tengah
dan Jawa Barat, ia berdakwah kepada anak-anak muda jalanan. Padahal di rumahnya
sendiri ia sangat diperlukan sekali oleh keluarga untuk membantu mengajar di
Pondok Pesantren Raudhatul Muta’allimi>n yang diasuh oleh ayahnya (KH.
Muhammad Usman al-Isha>qy>).25
Dengan caranya yang unik, model dakwah yang ia terapkan berbeda dengan
dakwah pada umumnya. Sesuai dengan kondisi anak jalanan ia senantiasa mengikuti
kebiasaan dan hobi mereka. Tidak jarang jika ia ikut langsung bersama mereka jalan-

24

2014.

Abdur Roshid (Ketua TQN), Wawancara, Kantor Sekretariat Pusat Surabaya, 5 April

25

Wahdi ‘Alawy (Kha>dim Ma’had al-Fithrah), Wawancara, PP. al- Fithrah Sby, 7 April 2014.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

jalan kesana-kemari hanya sekedar untuk duduk-duduk dan nongkrong bersenda
gurau sambil berlalu, sesekali bernyanyi dan bermain musik dan lain sebagainya.
Namun dibalik semua itu, tanpa disadari oleh mereka jika diri mereka sebenarnya
telah menjadi bagian dari proses pendekatan yang sedang berlangsung dalam
perubahan jiwa dan mental mereka, yang sedikit demi sedikit sedang ditanamkan
oleh gus Rori (panggilan akrab anak muda saat itu) tentang dasar-dasar ilmu dan
hikmah (sikap arif dan bijaksana).
Meski hanya dalam skala kecil, simpel dan sederhana, namun pendekatan
dakwah semacam ini lebih mengena dan terasa dalam kehidupan anak muda yang
lebih cenderung memilih kesenangan

dan berhura-hura. Maka tidak heran jika

banyak sekali para pemuda jalanan yang tertarik dan antusias untuk mengikutinya.
Di tengah pergumulan dan pergaulan bebas seperti anak-anak muda jalanan itulah
gus Rori memulai dakwah pertamanya.26
Awal yang menjadi cikal bakal dan langkah yang menjadi perjalanan dakwah
gus Rori tersebut ternyata menjadi catatan penting baginya, yang kelak pada saatnya
akan menjadi bekal dan harapan dikemudian hari dalam membimbing umat (para
pengikut tarikat) yang dibawanya sebagai penerus para guru tarikat pendahulunya,
terlebih dari ayahanda yang telah memilih dan mengangkatnya sebagai khali>fah

26

Doyok (Orong-orong Teman dekat KH. Ahmad Asrori), Wawancara, Gresik 9 April 2014.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

untuk meneruskan kemurshidan di bawah naungan T{ar> iqah Qa>diriyah waNaqshabandiyah.27
Jika diurut dan dianalisa lebih mendalam, perjalanan dakwah KH. Ahmad
Asrori al-Isha>qy sejak awal masa mudanya hingga saatnya ia duduk sebagai guru
murshid, tentu tersimpan hikmah dan pelajaran (‘ibroh ) yang sangat berharga.
Dibalik itu semua juga ada hubungan (korelasi) serta benang merah yang
mengingatkan kita semua kepada perjalanan dakwahnya para Wali Songo. Dimana,
misi pendekatan dakwah (missionaris a proac) yang dilakukan oleh Wali Songo
dalam mengajarkan agama Islam di Tanah Jawa penuh dengan kearifan dan
kelembutan melalui pendekatan-pendekatan sosial serta berakulturasi dengan
peradaban budaya pribumi yang pada saat itu sudah menganut ajaran animisme dan
dinamisme yang dikemas dengan ajaran Hindu-Budha.28
Tentu, bukan sesuatu yang mudah untuk merubah sifat, tabi’at (karakter)
seseorang, lebih-lebih akidah yang sudah tertanam dalam dan mengakar kuat dalam
hati mereka. Benar, jika dikatakan bahwa tidak semudah membalik tangan apa yang
kita kehendaki, akan tetapi perlu adanya suatu proses yang harus dilalui. Melalui
sentuhan lokal dan pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh para Wali Songo
dengan berbagai macam model dan cara, seperti wayangan, gendingan, syi’iran
(nyanyian lagu-lagu Jawa) dan lain sebagainya, menjadikan suasana menjadi penuh

2014.

27

Mas’ud Abu Bakar (Kha>dim KH. Muhammad Usman), Wawancara, Surabaya, 11 April

28

Hasanuddin (Ketua Jama’ah Al-Khidmah), Wawancara, Meteseh Semarang, 10 April

2014.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

dengan keakraban dan kedekatan. Maka kemudian tanpa disadari misi dakwah Wali
Songo lambat laun dapat masuk dan diterima dengan baik di tengah-tengah
mereka.29
Secara adat, memang model dan cara-cara tersebut di atas bukanlah budaya
Islami, akan tetapi itu semua hanya sekedar media untuk melakukan pendekatan.
Dan secara hakikat, isi dari esensi yang ada di dalamnya kemudian dirubah secara
Islami, sekalipun tanpa harus menghilangkan budaya aslinya sebagai catatan sejarah
dan kekayaan budaya lokal. Sarana dakwah sebagaimana yang dilakukan oleh para
Wali Songo adalah merupakan konsep jitu dalam menjalankan dakwah Islam, yang
tidak hanya mengandalkan intelektual semata, akan tetapi juga menggunakan
hubungan akulturasi sosial dan budaya. Hal itu dilakukan agar ada kedekatan dan
ikatan emosional demi untuk mencapai tujuan spiritual yang sesungguhnya.Dakwah
para Wali Songo lebih mengedepankan pada sentuhan-sentuhan penuh hikmah dan
memberi nasihat yang baik.30
Kurang lebih apa yang dilakukan oleh gus Rori semasa muda dalam
melakukan dakwahnya tidak jauh bedanya dengan apa yang telah dilakukan oleh
para Wali Songo dulu. Bedanya hanya sedikit, jika para Wali Songo dulu berdakwah
dalam rangka mengentaskan akidah yang sesat menjadi lurus dan benar, berbeda

2014.

29

Abdur Roshid (Ketua TQN), Wawancara, Kantor Sekretariat Pusat Surabaya, 11 April

30

Ibid, 13 April 2014.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

dengan gus Rori yang berdakwah dalam rangka mengentaskan moral yang rusak
menjadi moral yang baik dan berakhlak al-Kari>mah.31
Obyek dakwah sebenarnya tidak pandang pilih melihat pada satu sisi atau sisi
yang lain, akan tetapi sisi manapun manakala menjadi jalan untuk bisa masuk ke
dalamnya, maka itulah pintu masuk untuk bisa berdakwah, sekalipun terkadang
berlawanan dengan aturan, bahkan bertentangan dengan shari’at. Sebagai gambaran
misalnya, jika kita membawa lampu tentu untuk menerangi ruang atau tempat yang
gelap, maka menjadi teranglah keadaan tempat ruangan tersebut. Namun, jika
membawanya di ruang atau tempat yang sudah terang benderang maka sia-sialah,
karena tempat ruangan tersebut sudah tidak lagi memerlukan penerangan.Begitu
halnya dalam berdakwah, maka berdakwalah di suatu tempat di mana masih
diperlukan adanya pencerahan dan perbaikan sesuai dengan kondisi yang ada atau
kondisi apapun.32
Bagi gus Rori berkumpul dan bergaul dengan anak-anak jalanan bukanlah
sesuatu yang aneh, justru bersama mereka adalah merupakan kesempatan yang
sangat berharga, agar mereka dapat lebih dekat dan mengerti kepada kebaikan. Dan
jika menjauhinya, maka tentu jauh pula sinar cahaya kebaikan pada mereka.Oleh
karena itu, dalam beberapa kesempatan merekapun diajak pula untuk berkumpul dan
berdhikir bersama orang-orang saleh dalam majlis-majlis tertentu, seperti

2014.

31

Ali Tamim (Kha>dim Ma’had Jati Purwo), Wawancara, Sawah Pulo Surabaya, 15 April

32

Khoiruddin (Kha>dim Ma’had Al-Fithrah), Wawancara, Kedinding Surabaya, 17 April

2014.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

manaqiban, mauludan dan pengajian.Majlis pertama kali dilaksanakannya acara
tersebut adalah Gersik, tepatnya di kampung Bedilan, yang dikemudian hari tempat
tersebut dijadikan sebagai acara rutin majlis manaqiban yang dilaksanakan pada
setiap bulannya.33
Pada awalnya majlis tersebut dibentuk dan diberi nama jama’ah KACA yang
merupakan kepanjangan dari Karunia Cahaya Agung. Namun kemudian lebih
populer dengan sebutan orong-orong. Hal itu bukan tanpa alasan, akan tetapi karena
jama’ah ini pengikutnya lebih didominasi oleh kalangan anak-anak muda jalanan
yang hobi dan kesukaannya keluyuran diwaktu malam. Tentu nama atau istilah
tersebut sesuai dengan perilaku orong-orong yang menurut sebagian ahli bahasa
adalah nama bagi binatang melata yang kebiasaannya keluar diwaktu malam. Maka
secara majaz, kemudian nama itu diistilahkan bagi mereka yang memiliki persamaan
sifat dan perilaku yang serupa.34
Dalam

perkembangannya

nama

orong-orong

tersebut

lebih

dikenal

dibandingkan nama aslinya (KACA). Dan kelak, jama’ah orong-orong inilah yang
menjadi embrio dan y