| membacaruang Vol 2 Fiksi Jendela

#11
FIKSI
JENDELA . WINDOW

RUANG
Ivan Nasution - Purwanti Wulandari - Margaret Arni - Oudyse Samodra
PHL Architects - Fath Nadizti - Lukman Hakim - Rifandi Nugroho
Siti Amrina Rosada

RUANG #11
juli 2017

edisi #11: Fiksi

2

RUANG #11: FIKSI
v o l. 2 : J e n d e l a
tidak akan terwujud tanpa kontribusi dari:
Ivan Nasution
Purwanti Wulandari

Margaret Arni
Oudyse Samodra
PHL Architects
Fath Nadizti
Lukman Hakim
Rifandi S Nugroho
Siti Amrina Rosada

edisi #11: Fiksi

RUANG

PEMBUKA
Pada akhirnya, beragam teknik untuk mengolah iksi berpotensi untuk menjadi alat kritik
realitas atau alat advokasi atas masa depan yang diharapkan. Dalam level yang lebih subtil,
ia membuat pembaca lebih awas terhadap kebaikan atau kekejaman realitas. Fiksi dalam
konteks arsitektur akan membuka ruang yang lebih bebas terhadap interpretasi arsitektur
dan kota, melalui imajinasi-imajinasi baru.
Setelah merenungkan bersama relasi antara iksi dan arsitektur lewat “Cermin”, kita
melangkah menuju volume kedua, “Jendela”. Di dalam kompilasi ini, delapan kontributor

mengajak pembaca untuk masuk ke dalam dunia rekaan mereka. Mereka menggunakan iksi
untuk menyampaikan isu-isu arsitektur secara lebih subtil, yang diwujudkan dalam berbagai
media. Dari komik, cerita pendek hingga karya arsitektur utopis.
Ivan Nasution dan Purwanti Wulandari akan membuka “Jendela” dengan “Almari
Kuriositas” yang berisi dialog antara arsitektur dan biologi yang terjadi dalam tiga babak.
Kemudian Margaret Arni akan mengajak kita melihat “Kota Taman” yang berisi imajinasi
radikal tentang Garden City untuk mencapai kota ideal masa kini. Setelah itu ada komik
“Paduraksa” dari Oudyse Samodra yang membayangkan lenturnya batasan ruang dan
waktu di kota masa depan.
Masih tentang kota yang akan datang, PHL Architects mengusulkan sebuah megastruktur
mandiri untuk komunitas tepi sungai Ciliwung dalam “Envisioning Tatlin’s Tower”. Setelah itu,
Fath Nadizti akan membagi ceritanya ketika berusaha “Kabur Dari Bandara”.
Selanjutnya ada kolaborasi antara Lukman Hakim, fotografer dan dua penulis iksi,
Theoresia Rumthe dan Puti Karina Puar, yang menghasilkan”Interpretasi dalam
Ruang”. Rifandi Nugroho kemudian mengajak kita untuk menikmati “Makan Malam
Bersama Randu” untuk membahas ketahanan pangan dan permakultur. Dan sebagai penutup,
rangkaian perjalanan volume ini berakhir dalam “Mencari Tanah Surga” karya Siti Amrina
Rosada yang menceritakan anjing untuk membahas kegelisahannya tentang arsitektur dan
kehidupan.
Setelah “Cermin” mengajak kita untuk mereleksikan hal-hal keruangan, perkotaan dan

lingkungan binaan melalui kerangka iksi, kini “Jendela” akan mengajak kita tenggelam dalam
narasi-narasi iksional. Fiksi tidak lagi digunakan sebagai kacamata, melainkan ruh yang
menstimulasi pengalaman dan imajinasi serta membangkitkan keberanian untuk mengritisi
keseharian kita dalam ruang, kota, dan lingkungan binaan.
Selamat menikmati dunia-dunia baru di dalam “Jendela”. Dan, sampai jumpa di edisi RUANG
yang selanjutnya!
2

ISI
vol.2: Jendela

8

Almari Kuriositas

esai Ivan Nasution & Purwanti Wulandari

20

Kota Taman


esai Margaret Arni

28

Paduraksa

komik Oudyse Samodra

42

Envisioning Tatlin’s Tower

essay PHL Architects

50

Kabur dari Bandara

esai Fath Nadizti


60

Ruang dalam Interpretasi

68

Makan Malam Bersama Randu

fotograi, Lukman Hakim, Puti Karina Puar, Theoresia
esai Rumthe

esai Rifandi S. Nugroho

80

Mencari Tanah Surga

esai Siti Amrina Rosada


K O N T R I B U T O R
IVAN NASUTION
Ivan Nasution lulus dari Arsitektur

IN

ITB pada tahun 2006 lalu bekerja

seperti proyek ‘Enhancement of
Global Carbon Sequestration
From Indonesian Tropical

di Park+Associates Architect,

Forest’ yang didanai oleh Islamic

Singapura. Di tahun 2011, Ia

Development Bank. Selain


menyelesaikan pendidikan penelitian

menyukai berwisata, ia juga peduli

pascasarjana di Berlage Institute

dengan pendidikan anak-anak

Rotterdam. Saat ini Ivan bekerja

sehingga sempat berkecimpung

sebagai peneliti di Centre for

di Komunitas Sahabat Kota,

Sustainable Asian Cities, National

Bandung. Saat ini tinggal di


University Singapore. Di sela waktu

Singapura sebagai seorang ibu

luangnya, Ia aktif menjadi fasilitator
bagi Participate in Design, sebuah
organisasi nirlaba yang bergerak di

dari satu putri dan perencana
PW

keuangan paruh waktu.

bidang desain, perencanaan, dan
pendidikan.

MARGARET ARNI
Margaret Arni Bayu Murti
menyelesaikan jenjang S1 di


PURWANTI

Jurusan Arsitektur Universitas

WULANDARI lulus dari

Pancasila pada tahun 2003.

Biologi ITB pada tahun 2006,

Lalu menyelesaikan jenjang S2

lalu bekerja sebagai koordinator

di Program Pascasarjana Kajian

acara bertema lingkungan hidup
sekaligus manajer keuangan di
Greeners Media Lestari yang
bekerja sama dengan Oxfam GB.

Setelah menyelesaikan pendidikan
pascasarjana Magister Sains
Manajemen di Sekolah Bisnis dan
Manajemen ITB, ia menjadi peneliti

MA

Pengembangan Perkotaan
Universitas Indonesia pada tahun
2006. Saat ini, penulis menjadi
dosen tidak tetap di jurusan
Arsitektur, Fakultas Teknik,
Universitas Pancasila peminatan
perancangan kawasan dan

muda untuk beberapa proyek

terlibat dalam jasa konsultan bagi

pemerintah maupun internasional


pemerintah daerah di Indonesia.

PHL ARCHITECTS
OS

PHL Architects is an award
winning architectural irm with
specialisation in sustainable
tall buildings, commercial,
hospitality, ofice, leisure and

OUDYSE SAMODRA

cultural buildings, including urban

Lulus dari jurusan Arsitektur ITS

design. Since its formation, PHL

di tahun 2015. Hijrah ke Pulau

Architects has won several

Dewata dari sebelum wisuda

awards and their works have

untuk program internship,
yang akhirnya setelah kelulusan

been published and exhibited
PHL

memutuskan untuk bekerja

in numerous events such as in
Tokyo, Hong Kong and The

dan menetap di Bali. Memiliki

Hague in Netherlands.

minat pada media presentasi
visual karena dapat menciptakan
beragam makna tanpa terikat satu

FATH NADIZTI

pengertian. Pernah menjuarai

Alumnus program double-degree

kompetisi “The Fake Movement”

Arsitektur ITS Surabaya dan

yang diselenggarakan PIN
Architecture pada September
2015.

Urban Design Saxion Hogeschool
FN

Belanda tahun 2013. Kemudian
melanjutkan program magister
Urban Studies di University
College London karena penasaran
dengan sistem kehidupan berkota.
Saat ini aktif berkomunitas dan
berarsitektur di Bandung.

LH

RIFANDI S . NUGROHO
Rifandi Septiawan Nugroho
adalah penggemar wacana

LUKMAN HAKIM

dan ar sip ar sitektur. Saat ini

Lukman Hakim, menyelesaikan

bekerja par uh waktu di OMAH

studi sarjana Teknik Lingkungan

Librar y dan ar sitek junior di

ITB pada tahun 2012, lalu

RAW Architects. Pada tahun

mulai ber kar ya pada bidang
visual dan menelur kan video

2015 menyelenggarakan
RSN

pamer an ar sip Harjono Sigit

klip per tamanya untuk Tulus-

ber sama teman-temannya di

Teman Hidup. Selama dua

Surabaya.

tahun ber ikutnya ia bekerja
di per usahaan retail asal
Jepang sebagai Store Manager.

SITI AMRINA ROSADA

Kemudian hingga kini ia

Tahun 2013 lalu menjadi

kembali belajar di dunia visual

lulusan Ar sitektur Brawijaya,

dengan menjadi asisten salah
satu fotografer Indonesia,
Davy Linggar..

saat ini menetap di
SAR

Palangka Raya. Sampai saat
ini kebanyakan ber kar ya
lewat fotogr afi, tulisan, dan
ar sitektur.

RUANG
Editorial Board :
Ivan Kurniawan Nasution
Mochammad Yusni Aziz
Roianisa Nurdin
Fath Nadizti
Laras Primasari

web : www.membacaruang.com
facebook : /ruangarsitektur
twitter : @ruangarsitektur
email: membacaruang@gmail.com

segala isi materi di dalam majalah elektronik ini
adalah hak cipta dan tanggung jawab masing-masing
penulis. penggunaan gambar untuk keperluan
tertentu harus atas izin penulis.

Desain Sampul
Ivan Nasution

RUANG | kreativitas tanpa batas

ALMARI
KURIOSITAS
Ivan Nasution & Purwanti Wulandari

Almari Kuriositas (Cabinets of Curiosities) ialah suatu ruang berisi koleksi
berbagai macam benda alam tak lazim yang menanti untuk dikategorikan.
Batas-batasnya yang ambang membuka ruang-ruang keingintahuan.

Babak 1: Pertanyaan Besar
Singapura, 2014.
"Aku punya pertanyaan untukmu,”
ujarnya seraya mengeluarkan kertas
kusam yang berisi coretan kata-kata
dari saku roknya. Dia menarik nafas,
terdiam sejenak, mengamati kertas
tadi, lalu dengan hati-hati bertanya:
"Apakah kamu percaya dengan
kehidupan?” - "Tentu saja!” Aku
tertawa, "Pertanyaan macam apa
itu! Apakah kehidupan merupakan
sesuatu yang harus dipercaya?” Dia
mempertanyakan sesuatu yang
janggal di lokasi yang banal, di tempat
duduk seberang sungai menghadap
barisan rumah toko di bawah

gedung-gedung pencakar langit
Boat Quay. "Faktanya kita hidup dan
melihat orang-orang yang hidup pula.
Bukankah kehidupan itu menjadi
suatu hal yang harus dipercaya oleh
seseorang yang hidup?” pikirku.
Dia lantas tersenyum, seperti lega
mendengar jawabanku. Kemudian dia
kembali membuka mulutnya, "Lalu,
menurutmu, apa yang manusia harus
lakukan untuk terus hidup dalam
kehidupan ini?”

Babak 2: Neri
Paris, 2023.
Burgundy de Bruno baru saja
merampungkan artikel yang berjudul
9

Kiri: Die Wunderkammer ou la Chambre
des merveilles (Erik
Desmazières, 1997)

edisi #11: Fiksi

Neri, or the Life of Architecture. Dalam
tulisan itu Bruno berpendapat
bahwa kini arsitektur hidup. Neri
Oxman, seorang arsitek-ilmuwan,
telah meniupkan nyawa pada tubuh
arsitektur. "Arsitektur yang hidup"
tak lagi sebatas metafora tentang
bagaimana kehidupan lain mencipta
arsitektur yang dinamis, tumbuh
dan berkembang. Arsitektur tidak
lagi hanya sebuah benda mati
yang berasal dari bahan baku yang
pernah hidup, kini ia hidup dan
mampu membusuk kembali ke alam.
Neri muncul pada saat yang
tepat bersama eksperimen BioArsitekturnya. Eksperimen tersebut
mematikan dilema produksi benang
sutra yang telah ada sejak ribuan
tahun lalu – perdebatan antara
komoditas dan moralitas. Sutra
telah menjadi komoditas unggulan
pendiri globalisasi kuno melalui Jalur
Sutra. Namun, proses produksinya
melibatkan pengorbanan kehidupan
sebuah spesies makhluk hidup
– kepompong-kepompong ulat
sutra direbus hidup-hidup untuk
menghasilkan benang sutra. Neri
menemukan cara untuk merekayasa
sistem struktur hidup yang sekuat
baja itu, sekaligus jalan untuk
memanen benang sutra tanpa harus
merebus satu organisme pun.
Lantas bagaimana cara arsitektur
memperoleh
hidup
dari
organisme lain?

Babak 3: Alba Si Kelinci
Teheran, 2010.
Hal pertama yang Fallan lihat ketika
memasuki ruangan Aramis, sang
10

ahli genetika, ialah sepenggal artikel
lama di dinding, bertajuk kontroversi
organisme transgenik – organisme
yang memperoleh unsur kehidupan
(gen) dari orgaisme lain.
"Alba yang malang, hidup hanya 2.5
tahun. Ia mati karena sengketa kedua
orang tuanya, seorang ilmuwan dan
seorang seniman. Hingga kini, dunia

October 2000

Meet Alba. Shown here with Chicago artist
Eduardo Kac, she looks like a typical albino
rabbit. But under ultraviolet light, Alba
takes on a whole new look.
Alba is a transgenic rabbit-scientists
genetically altered her DNA by inserting
a jellyish gene that produces a protein
responsible for the luorescent green glow.
She's also the center of a custody dispute
between Kac and the National Institute of
Agronomic Research in France, where Alba
was born. Kac had approached the Institute

RUANG | kreativitas tanpa batas

hanya mengetahuinya sebatas foto.
Tidak ada yang benar-benar tahu
apakah ia benar-benar hidup atau
hanya hidup di cerita sang seniman,”
ujar Aramis sambil berjalan masuk
dari lubang pintu.

"Semoga Anda tidak menunggu lama.
Silakan duduk, Tuan Fallan.” Aramis
lalu duduk di kursinya, "Boleh Anda
jelaskan mengenai konsep "perabot
hidup" yang Anda singgung lewat
surel tiga hari yang lalu.”

"Tadi salah satu peneliti Anda
meminta saya untuk menunggu di
ruangan ini.”

Fallan, sang arsitek, mengeluarkan
lembaran sketsa dan kolase foto,
“Baiklah, sebaiknya kita tidak buang
waktu. Ya. "Perabot hidup" saya
artikan sebagai sebuah objek yang
memperoleh kemampuan dari
makhluk hidup, ia akan menjadi
bagian dari peralatan kebutuhan
sehari-hari manusia. Bayangkan
ketika kota tidak lagi memerlukan
listrik untuk penerangan. Tapi, halhal keseharian yang tidak terduga,
misalnya tanaman rambat, akan
berpendar untuk menerangi jalanjalan, dinding-dinding bangunan,
dan langit-langit ruangan. Sebut saja,
sebuah Parthenocissus... ummm...
albae.”
Aramis
tersenyum,
mempersilahkan
Fallan
bercerita lebih jauh.

about designing a luorescent rabbit.
However, animal rights activists and some
religious leaders have denounced Alba's
creators for exploiting the animal and
tampering with nature. he rabbit has made
international headlines and has provoked
a debate about the ethics of genetically
engineering a creature in order to make
an artistic statement. In this sense, at least,
Kac's vision for transgenic art has been
fulilled.

dan
untuk

"Kita bisa menguji dari skala kecil,misalnya
interior rumah. Dengan keahlian
Anda, kita rekayasa Parthenocissus
agar hanya hidup di medium tertentu,
juga memiliki sifat yang berbeda
dengan alaminya. Pertama, ia akan
diselipi gen green luorescent protein
(protein pendar hijau) atau GFP dari
ubur-ubur, Aequorea victoria, agar
memiliki kemampuan berpendar. Sama
seperti Alba, tapi kali ini pendarannya
tergantung pada cahaya matahari.
Ketika cahaya tersebut absen, GFP
akan aktif dan memendarkan daun-daun
11

edisi #11: Fiksi

Parthenocissus, dan meredup ketika
terang. Kita juga perlu memodiikasi
jam biologisnya untuk memiliki sifat
dorman dari sebuah rangsangan,
sentuhan misalnya. Parthenocissus
albae ini akan mengurai GFP tadi
ketika disentuh, jadi pendaran tadi
akan hilang. ON/OFF button. C'est
facile, Mademoiselle Aramis?”
Aramis nampak makin penasaran,
"Menarik. Menarik, Tuan Fallan…
Apakah ini serupa dengan konsep
yang mendasari Rumah Biophilia Tuan
yang masyhur itu? Saya membaca
sebuah artikel yang bercerita tentang
bagaimana Anda membuat kerangka
bangunan yang dibiarkan tidak selesai,
kecuali elemen infrastrukturnya.
Rangka itu akan disisipi secara
oportunistis oleh ruang hidup
manusia atau liarnya alam. Seolah
mereka hidup berdampingan, tapi
sedang berkompetisi untuk hidup di
alam, antara memakan atau dimakan,
12

memangsa atau dimangsa.”
"Ha ha ha… Nona Aramis, Anda
terlalu banyak membaca jurnal
yang selalu ingin berpolemik,
beretorika segar, dan hal-hal aneh
lainnya.” Fallan sejenak terdiam lalu
selanjutnya berkata, "Saya seorang
pragmatis, Nona. Hal terpenting
bagi saya adalah bagaimana
kehidupan manusia tetap berjalan
dan bagaimana hal-hal di sekitar
kita bermanfaat. Jadi, rumah yang
tadi Nona sebut, adalah usaha
meletakkan alam dan bentuk
kehidupan di dalamnya bersama
dengan ruang hidup manusia. Hal ini
semata-mata untuk meningkatkan
produktivitas, mengurangi stres,
juga merawat manusia.” Fallan
menyingkirkan kertas-kertas tadi ke
tepi meja, menyandarkan tubuhnya,
menaruh kedua lengannya di
pegangan kursi, dan menyilangkan
jemarinya, menunjukkan gerak-

RUANG | kreativitas tanpa batas

masing-masing tentang arsitektur.”
Aku menjawab dengan yakin.
"Lalu, bagaimana dengan deinisimu
sendiri?”, air mukanya berubah serius.
"Ahem!”,
aku
membersihkan
tenggorokanku. "Bagiku arsitektur
itu berwajah majemuk. Ia adalah
keindahan juga anti-keindahan.
Ia instrumen ideologis sekaligus
pembongkar norma. Ia narasi,
kadang-kadang propaganda. Ia juga
hanya sebuah latar belakang. Tidak
ada yang benar-benar melihat
arsitektur kecuali sang arsitek
sendiri.”

isyarat siap berdiskusi.
"Tuan Fallan memiliki pandangan
yang sangat unik. Dengan ilosoi
ini, menurut Tuan, apa pengertian
"kehidupan"
bagi
disiplin
arsitektur?

Babak 4: Hidup dan
Kehidupan

"Kalimat terakhirmu unik ya, kami
mempelajari disiplin ilmu biologi
untuk menemukan dan mengamati
berbagai kehidupan alam ini.
Sementara
kalian
mempelajari
arsitektur untuk menemukan apa
arsitektur itu sendiri. Apakah hanya
itu makna hidup arsitektur, atau ada
unsur hidup atau kehidupan lain?”
ujarnya ketus.

"Kami sangat percaya dengan
kehidupan. Disiplin ilmu kami
menyelidiki sesuatu yang hidup serta
karakteristik kehidupannya. Bios dan
logos,” katanya sambil memasukkan
kertas catatan tadi kembali ke dalam
saku roknya.

"Tentu saja! Kami memperhatikan
kehidupan
manusia.
Kami
mempelajari kebutuhan, keinginan,
perilaku, dan kebiasaan manusia.
Pengetahuan ini berguna untuk
merupa ruang-ruang hidupnya.
Dengan kata lain arsitektur bisa
dikatakan sebuah kontainer yang
berisi kehidupan penghuninya.”

Dia lalu bertanya soal 'apa itu
arsitektur?' "Hmmmm… Arsitektur
tidak sesederhana archi (kepala)
dan tekton (pembangun). Mustahil
untuk mencapai deinisi tunggal,
karena setiap arsitek punya deinisi

"Ironis. Bukankah hidup itu dinamis.
Bagaimana hidup bisa ditampung?
Seperti kelinci percobaan yang
hidup dan dikurung dalam lab,
diisolasi dari kehidupan lain
sekitarnya.”

Singapura, 2014.

13

edisi #11: Fiksi

Babak 5: Jaringan

tengah ruangan. Walau memiliki
pengkondisian udara, ia tetap
terekspos cahaya matahari –
Langkah pertama Neri meminjam
sebuah kombinasi buatan dan alami.
kehidupan untuk arsitektur ialah
Pergerakan sinar matahari digunakan
dengan
membuka
penutup
untuk memandu pergerakan ulat
laboratorium
yang
kemudian
sutra yang bergerak ke daerah
membawanya ke peternakan ulat
yang lebih gelap dan dingin. 6.500
sutra. Neri mengambil beberapa
ulat didatangkan dari peternakan
spesimen
ulat
sutra
untuk
untuk melengkapi paviliun sutra
melakukan dua observasi. Pertama,
sintetis tadi. Ulat-ulat itu melengkapi
Neri
memetakan
pergerakan
struktur setengah bola tadi dengan
ulat saat memintal protein sutra
memberi protein perekat dengan
menjadi kepompong. Kedua, ia
sulaman sutra biologis dengan total
bereksperimen dengan berbagai
sepanjang 6.500 kilometer. Kini
bentuk wadah (kotak, datar,
buatan menginspirasi alam.
melingkar bahkan tak berbentuk)
untuk memediasi metamorfosis ulat Eksperimen ini produktif, ngengat
sutra. Ada dua temuan kunci dari dari ulat sutra pekerja paviliun
eksperimen itu. Pertama, pemetaan memroduksi 1.5 juta telur yang
mengisi
250
paviliun
arsitektur kepompong yang jelimet. dapat
tambahan.
Neri
mengklaim
bahwa
Rupanya kepompong tersusun
dengan
membangun
jaringan
aktordari satu jenis protein dengan dua
aktor
(petani,
ulat
sutra,
cetakan,
konsentrasi yang berbeda, satu
bertindak sebagai struktur yang tangan robot) ini, kita dapat
lain sebagai perekat. Kedua, proses meningkatkan produktivitas
pemintalan dan bentuk kepompong tanpa harus mengeksploitasi
dipengaruhi oleh bentuk lingkungan alam.
sekitarnya. Dua hal ini menjadi basis
bagi Neri untuk mengimitasi protein Babak 6: Etika
struktur sutra menjadi cetakan- Teheran, 2010.
cetakan yang dibuat oleh tangan"Oh, Tuan Fallan. Mengapa kehidupan
tangan robotik dari benang-benang
kita selalu berujung pada produktivitas,
sutra alami. Alam menginspirasi
dan alam selalu dieksploitasi agar
buatan.
memberi keuntungan bagi manusia.
Dengan habitat-habitat artiisial ini, Aneh memang ketika konsep ekonomi
Neri lalu mengontaminasi lab-nya dikawinkan dengan ekologi. Kehidupan
dengan dunia luar. Ia memindahkan lora dan fauna dalam berbagai
lab-nya ke sebuah ruang antara, ekosistem
dipaksa
mendukung
sebuah galeri. Cetakan-cetakan kehidupan manusia dalam basis untung
struktur sutra buatan tadi dipasang rugi. Kami, ilmuwan, semua memegang
menjadi
kerangka
berbentuk satu tujuan, mencari kebenaran bukan
setengah bola yang diletakkan di pembenaran.”
Paris, 2023.

14

RUANG | kreativitas tanpa batas

Aramis
menarik
napas
dan
melanjutkan, "Kita hidup di era
postfaktisch dan ada hal yang lebih
menarik dari sekedar mencari
kebenaran, yaitu bagaimana sesuatu
diterima oleh masyarakat sebagai
kebenaran. Dalam kontroversi Alba,
ada hal-hal menarik yang jarang
dibahas, tertutup oleh kesuksesan
organisme transgenik. Berpendarnya
Alba hanya tahap awal dari proyek
sang dalang, Eduardo Kac. Dua
tahapan berikutnya merupakan hal
yang paling menantang bagi Alba,
dialog publik dan integrasi sosial.
Ia akan menjadi subjek sosial yang
digiring dari ruang laboratorium
ke ruang publik untuk didiskusikan
status ketransgenikannya.

luas. Seolah-olah temuan kita,
bangunan yang kita usulkan, ide
atau gagasan kita tak terbantahkan
karena keilmiahan metode, kelogisan
pola pikir, keahlian merupa, dan
kebaruan temuan. Absolut. Kita jadi
memperoleh kuasa bukan karena
kesetaraan temuan kita dengan
masyarakat, tapi karena keabsolutan
gravitasi dan ilmu pengetahuan yang
terjadi di ruang ideal dan hampa.”

Etiskah percepatan proses evolusi
kehidupan ini? Apakah sesuatu yang
menantang akal ini akan diterima
atau ditolak oleh masyarakat?
Siapkah masyarakat hidup bersama
organisme
transgenik
dalam
kehidupan sehari-hari?”
"Nona Aramis, perlukah dialog itu?
Bukankah jika sesuatu membuahkan
hasil bagi manusia, tidak perlu ada
penjelasan berikutnya? Lagi pula,
masyarakat hanya mengekor para
penemu.”

Neri menolak keabsolutan kuasa
keilmuan. Ia malah bekerja untuk
menjaga keseimbangan dalam sebuah
jaringan yang labil dan tak tentu. Ia
menjadi juru bicara dan penerjemah
dari berbagai kepentingan aktor
dan aktan – pertanian dan petani
sutra, pasar dan kapital, moralitas
dan komoditas, dan arsitekturstruktur dan biologi. Tugas Neri ialah
merekayasa relasi dan aliansi mereka
secara halus dan spesiik untuk
merespon kepentingan bersama dari
aktor-aktan tersebut.

"Tuan Fallan, membangun dialog
dengan masyarakat selalu menjadi
tanggung jawab etis para ilmuwan.
Arsitektur mungkin memiliki banyak
kesempatan untuk hubungan dialog
ini, tapi entah kenapa sepertinya kita
selalu masuk pada perangkap yang
sama. Kita, arsitek dan ilmuwan, abai
untuk membangun hubungan antara
temuannya dengan masyarakat

Di tahap ketiga dari paviliun
sutra, Neri memproduksi massal
cetakan-cetakan struktur sutra
sintetis
dan
mengirimkannya
kembali ke peternakan. Cetakan ini
menjadi habitat baru bagi ulat-ulat
sutra. Mereka dapat memilin sutra,
bermetamorfosis, dan berkembang
biak tanpa menjadi korban
komoditas. Petani sutra tetap dapat

Aramis menarik napas panjang,
"Keabsolutan Kuasa seperti ini
absurd, Tuan.”

Babak 7: Kesejajaran Hidup
dan Kuasa Keilmuan
Paris, 2023.

15

edisi #11: Fiksi

memanen benang-benang sutra
yang terpilin di cetakan-cetakan
struktur tadi, tidak lagi harus
merebus kepompong sutra hiduphidup. Bentuk per tanian sutra
mengalami perubahan drastis,
karena batas antara buatan dan
alami melebur bersama. Hal ini juga
mengubah pola produksi sutra. Ia
tetap menjadi komoditas andalan
dan kapitalisme global tetap dapat
berjalan. Simetri
kepentingan
berbagai aktor ini
membuat
keilmuan kembali mempunyai
kuasa untuk mempengaruhi dan
memberi arah kepada masyarakat.
Neri melampaui kategori arsitek atau
ilmuwan dengan menjadi seorang
aktor sosial. Muatan pengetahuan
dikembalikan ke dan dikaitkan dengan
masyarakat dan kehidupan alam.
Dengan menyeberangi perbatasan
antara biologi dan arsitektur,
ilmuwan dan arsitek-insinyur, ia
menyetarakan hubungan antara ulat
sutra, struktur sutra sintetis-biologis,
pertanian dan petani sutra, moralitas
dan komoditas, pasar dan kapital, dan
arsitektur-struktur dan biologi. Neri
'mengubah dunia sekitar' agar
menyesuaikan dengan kondisikondisi di dalam laboratorium.

Babak 8: Evolusi
Teheran, 2010.
"Setelah dikondisikan di laboratorium
dan ruang publik, pada tahap akhir,
Alba akan diintegrasikan ke sebuah
dunia baru, ruang privat keluarga
Kac. Ia akan diberi perhatian, kasih
sayang dan dipastikan tumbuh
dan bersosialisasi dengan spesies
16

lain. Dengan begitu, ia menjadi
'normal', layaknya hewan-hewan
domestik
lainnya.
Implikasinya,
percepatan evolusi dan rekayasa
genetika akan menjadi sesuatu yang
lumrah dalam kehidupan seharihari. Chimaera bisa jadi bagian dari
masyarakat, Tuan Fallan.” Aramis
menyandarkan punggungnya ke
kursi dan memandang langit-langit,
lalu melanjutkan, "Tuan bilang,
kota terbentuk dari perkumpulan
manusia, pertukaran pengetahuan,
dan transaksi untuk pemenuhan
kehidupannya. Manusia sebagai
pusat kehidupan kota. Antroposentris.
Sementara alam dan kehidupan
sekitarnya
akan
menyesuaikan
dengan kehidupan manusia.
Umat manusia memang istimewa,
Tuan Fallan. Manusia adalah spesies
paling muda, namun mampu merupa
wajah bumi. Bahkan sangat drastis
jika dibandingkan dengan spesiesspesies lain. Bukan karena akalnya,
tapi karena obsesinya terhadap
kendali dan ketakutannya terhadap
acaknya alam. Manusia berkembang
dan berinovasi semata-mata untuk
mengukuhkan kendali terhadap
kehidupan. Kota, jaringan jalan,
air, dan listrik, pola pengelolaan
tanah dan pengaturan perumahan,
atau penggambaran batas-batas
geopolitik lahir guna mengatur dan
menaklukkan alam. Menggambar
dan memetakan setiap jengkal bumi,
tanah, dan air agar semua terlihat.
Tidak ada yang tersembunyi. Lalu
manusia mengklaim kepemilikan.
Tapi ada satu hal yang dilupakan,
Tuan Fallan. Manusia lupa berevolusi.

RUANG | kreativitas tanpa batas

Manusia tak lagi mampu beradaptasi
dengan lingkungan. Sehingga selama
ribuan tahun, yang dilakukan
hanyalah mengubah lingkungan
dan kehidupan sekitar agar dapat
mendukung keberlangsungan hidup.
Memaksa lingkungan berevolusi
dengan
eksplorasi,
eksploitasi,
domestikasi, dan mutasi. Manusia
menciptakan temuan-temuan yang
memperpanjang fungsi isik dan
mental, agar bisa berjalan dengan
lebih cepat, berkomunikasi dengan
lebih singkat, mengingat dengan lebih
akurat, dan menghitung dengan lebih
cermat.”
"Memang apa salahnya dengan tidak
berevolusi, Nona Aramis?”
"Makhluk hidup telah mengalami
beberapa kali kepunahan di bumi
ini, Tuan Fallan. Selama ini alasan
terjadinya kepunahan adalah sesuatu
yang di luar kendali dan kuasa
manusia – perubahan komposisi
senyawa kimia di bumi, kenaikan
permukaan laut yang drastis,
supervolcano, atau bahkan supernova
dalam skala semesta. Sementara,
era kepunahan, antroposen yang
sedang berjalan sejak puluhan ribu
tahun lalu hingga saat ini, disebabkan
oleh kehidupan manusia. Bukankah
probabilitasnya
besar
bahwa
manusia akan mengalami kepunahan
berikutnya, bahkan mungkin dalam
waktu dekat?”

Babak 9: Kota
Singapura, 2014.
"Jika kehidupan manusia dan
alam tidak ingin punah, kita harus
meninggalkan kota! Bagaimana

kita bisa hidup di tempat yang
tidak pernah hidup ini?” Dia mulai
meracau di luar nalar.
"Kota ini hidup! Semua kota yang
ada dihidupkan dan menghidupi
manusia. Coba, ceritakan apa ciri-ciri
sesuatu yang hidup?”
"Setidaknya,
ada
delapan
kualitas: (1) memiliki organisasi
sel, (2) berkembang biak, (3)
bermetabolisme,
(4)
mampu
meregulasi kondisi internal tubuh,
(5) mewariskan karakter genetis, (6)
merespons stimulus, (7) tumbuh dan
berkembang, serta (8) beradaptasi
melalui evolusi.”
"Kalau hanya itu, kota jelas-jelas
sebuah organisme yang hidup. Ia
memiliki organisasi ruang-ruang
dan bangunan. Ia juga memiliki
struktur kunci yang satu dimiliki
oleh setiap kota: misalnya, jalan,
ruang terbuka, dan pemukiman. Ia
tumbuh dan berkembang. Tentunya
ia beradaptasi dan berevolusi
sesuai
dengan
perkembangan
perilaku penghuninya. Jelas-jelas ia
bermetabolisme, setidaknya, sesuatu
yang diterima oleh kota akan diolah
dan diproses menjadi sampah atau
emisi. Ia juga merespons pergerakan
ekonomi, jika ekonomi itu bisa
dikatakan stimulus.”
“Ayolah, itu semua hanya metafora.
Kita selalu terjebak dalam dua kubu
realitas, objektif dan iktif. Secara
objektif kita melihat sungai ini,
gedung-gedung di seberang sungai,
jalan-jalan yang menuntun manusia
ke sana, dan pepohonan yang
mengiringinya. Tapi, kita semua juga
percaya dengan narasi realitas iktif
17

edisi #11: Fiksi

yang kita karang tentang mengapa
kota adalah bentuk yang ideal untuk
kehidupan manusia. Mengganti alam
hidup dengan lingkungan binaan
yang tak bernyawa. Terinspirasi dari
sesuatu yang hidup, tidak serta
merta membuatnya hidup. Coba
jelaskan, apakah kota bereproduksi?”
“Tenang-tenang...
Hmmmm...
tentunya perkembangan ekonomi di
satu kota akan mempengaruhi kota
lainnya, kadang kala hubungan antara
desa dan kota dapat memicu dan
memacu desa menjadi kota. Jadi ya,
sebuah kota akan melahirkan kota
yang lain. Reproduksi aseksual!”
“Konyol!”
“Ha ha ha... ummm... Menurutmu,
kalau kota ini hidup, apakah ia
akan mati? Lihatlah semua orang

18

di gedung-gedung pencakar itu,
sepertinya ia tidak akan mati.”
"Omong kosong! Oke, kalau ia
memang hidup, maka aturan ini
berlaku: tidak ada sesuatu hidup
yang tak mati. Kalau tidak mati,
berarti memang ia tidak pernah
hidup. Lihatlah semua bangunan
di depanmu, mereka semua
menampung beribu kehidupan
manusia yang dinamis, tapi mereka
sendiri statis dan putus asa…
menunggu giliran kapan mereka
akan… mati – lalu terdekomposisi
dan entah terlahir kembali dalam
bentuk apa.”

RUANG | kreativitas tanpa batas

“...itu semua hanya
metafora. Kita selalu
terjebak dalam dua kubu
realitas, objektif dan
iktif. Kita semua percaya
dengan narasi realitas
iktif yang kita karang
tentang mengapa kota
adalah bentuk yang ideal
untuk kehidupan
manusia. Terinspirasi
dari sesuatu yang hidup,
tidak serta merta membuatnya hidup.”
Ivan Nasution &
Purwanti Wulandari

19

RUANG | kreativitas tanpa batas

KOTA TAMAN
Margaret Arni
“Konon, seringkali ada wanita yang menjelma pohon di sepanjang Loftus Road,
sebuah jalan yang di kanan-kirinya dipenuhi baris pepohonan seperti hutan
buatan, jalan itu terus memanjang ke arah barat, menuju matahari terbenam.
Pohon-pohon itulah, entah siapa yang memulainya, kemudian dicurigai dan
diyakini sebagai jelmaan manusia.”

Potongan cerita pendek berjudul
‘Sebatang Pohon di Loftus Road’
karya Sungging Raga akan menyisakan mata basah terutama bagi mereka yang terlalu sentimentil. Benarkah
ada perempuan yang menjadi pohon karena janji dengan seorang pria
tidak terbukti? Saya sempat berpikir,
kenapa pohon? Kenapa bukan batu
seperti kutukan Ibu Si Malin Kundang?

menipis akibat penebangan hutan
atau kebakaran serta sulitnya memenuhi kebutuhan ruang terbuka
hijau di kota-kota besar, , saya menyetujui mitos ala Kota London itu. Bisa
kau bayangkan, jika semakin banyak
laki-laki yang tidak tepat janji, betapa
hijaunya kota itu. Tunggu, saya tidak
boleh menggunakan jenis kelamin
tertentu sebagai dan melabelinya sebagai penipu atau bukan. Bagaimana
jika, pengingkar janji setiap - terNamun, melihat bumi kondisi hutan masuk penipu, dan siapa punberdi Indonesia yang rusak semakin ru- jenis kelamin apapun ia, akan dikutuk
sak karena jumlah pohon semakin berubah menjadi pohon?, k. Koruptor
21

“Among”, karya
Diptya Anggita

edisi #11: Fiksi

termasuk di dalamnya. Jika jumlah
penipu terus meningkat, saya kira,
bumi akan kembali hijau. Saya bukannya menyumpahi setiap orang berubah menjadi penipu supaya jumlah
pohon bertambah, namun hal “gila”
harus dilakukan hal “gila” untuk menyelamatkan alam, paling tidak untuk
kota-kota di negeri ini.
***
Adalah Ebenezer Howard, perancang kota taman asal Inggris, yang
telah memikirkan konsep sebuah
kota mandiri seluas 405 hektare
yang mampu menampung 32.000
jiwa penghuni pada 1902. Hunian
akan mengelilingi lapangan besar
berupa taman yang terpusat. Area
pertokoan diletakkan di tepi dalam
kota, mengelilingi taman tadi, sedangkan pasar dan industri diletakkan di
bagian lingkaran paling luar. Setelah
area itu, kota dikelilingi oleh hamparan tanah pertanian seluas 2.023
hektare.
Taman publik yang berada di pusat
kota itu tentulah bisa disambangi
oleh siapa pun. Di satu sudutnya
terdapat taman bunga yang sedang
dipandangi oleh lansia yang duduk
di kursi roda, ditemani oleh anaknya
yang masih mengenakan pakaian
kerja. Lalu terdengar tawa anak-anak
yang kesenangan bermain ayunan
atau papan luncur. Para ibu menemani anak-anaknya, bersenda gurau
dengan sesamanya sambil menikmati
kue yang mereka buat tadi siang.
Cuitan burung gereja di dahan pohon kersen semakin menambah
keramaian di taman itu. Lebah dan
22

kupu-kupu berlomba mengisap bunga
pohon tabebuya, sementara laba-laba
asyik menganyam sarang di antara
dedaunan semak, juga para semut
yang sibuk mengangkut remah kue
yang terjatuh di tanah.
Taman itu memiliki beberapa kolam
untuk menampung air hujan yang turun pada musimnya. Di dalam kolamkolam itu terdapat ikan air tawar dan
di permukaan airnya tumbuh beberapa kelompok bunga teratai berwarna ungu yang memanjakan mata.
Capung berwarna kuning terbang
bebas mendekati air kolam, terdiam
beberapa detik lalu pergi. Di tepian
salah satu kolam kecil, para remaja
duduk-duduk membaca buku atau
membuka laptop. Sore itu, mereka
berdiskusi tentang ‘masyarakat ekologis’. Di sebuah halaman buku, terbaca
ciri-ciri masyarakat ekologis. Salah satunya adalah menciptakan pendidikan
lingkungan untuk anak-anak. Remajaremaja tadi tampak asyik menulis
ringkasan dan menggambar beberapa
sketsa untuk menunjukkan kegiatan
yang telah dilakukan oleh keluarga
masing-masing: memilah, mendaur ulang, atau mengolah sampah menjadi
kompos.
Di sudut lain terdapat ruang terbuka
berlantai konblok sebagai tempat
pedagang kaki lima berjualan. Dengan gerobak berbahan bambu dan
kayu, para penjual menjajakan es
krim atau makanan ringan. Beberapa
pasangan muda duduk di bangku taman yang diteduhi pohon Ketapang
Kencana sambil menikmati roti sarikaya atau es krim vanila. Di setiap 50
meter diletakkan tempat sampah 3R:

RUANG | kreativitas tanpa batas

Reuse, Reduce and Recycle. Semua
orang sudah hafal kode warna pada
masing-masing tempat dan kemana
harus membuang sampah yang ada
di tangannya.
Ketika mata beralih ke arah rumahrumah, kau bisa melihat petak yang
tidak penuh dengan bangunan. Koeisien dasar bangunan hanya berkisar
30 persen dari keseluruhan lahan.
Rumah-rumah berpagar tanaman di
bagian depan dan memiliki pohon
tanjung yang menaungi jalan lingkungan. Mereka meneduhkan orang
yang berjalan di siang hari. Sedangkan pada lahan di bagian belakang ditanami dengan pohon buah mangga,
rambutan, atau belimbing. Pun tanaman sayuran seperti tomat, cabai,
kacang panjang tampak ranum, siap
dipanen dan dimasak untuk makan
malam. Rumah-rumah membangun
resapan air hujan di dalam tanah

dan bak penampung air hujan yang
diletakkan di dekat teras belakang.
Wadah-wadah tadi menampung air
cadangan untuk menyiram tanaman
atau mencuci alat dapur. Walikota
kota tersebut juga menyediakan panel
surya yang diletakkan di beberapa titik pada atap untuk warganya sebagai
upaya pemanfaatan energi terbarukan. Warga dapat membeli panel-panel tersebut dengan harga terjangkau
atau mencicilnya. Cadangan listrik dari
panel tersebut akan dipakai untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga,
sehingga warga tidak perlu membayar
tagihan yang terlampau mahal setiap
bulannya.
Bangunan umum seperti sekolah diletakkan tidak jauh dari permukiman.
Taman Kanak-kanak atau Sekolah
Dasar dapat dicapai dengan berjalan
kaki melalui sebuah jalur. Sementara
itu, sekolah tingkatan lebih tinggi da23

Garden City karya
Ebenezer Howard.
Sumber: http://urbanplanning.library.
cornell.edu/

edisi #11: Fiksi

pat dicapai dengan sepeda atau bus
sekolah. Di suatu pagi, para anak
berkelompok dan berjalan menuju
sekolahnya. Sambil bersenda gurau
mereka melangkah dengan pasti
tanpa khawatir akan terserempet
kendaraan bermotor. Jalur pejalan
kaki di kota taman itu dibatasi oleh
jalur hijau dengan pohon semak dan
peneduh. Ketika menyeberang, terdapat jalur penyeberangan khusus
anak-anak dan para pengasuh yang
mengantar mereka ke sekolah.
Para pedagang melakukan jual-beli di
perbatasan kota. Di situ, orang dari
berbagai tujuan datang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Bus pengantar dari rumah-rumah
berhenti di terminal. Kemudian, para
penumpang berjalan di jalur pejalan kaki yang mengantar mereka
ke bangunan pasar atau pertokoan.
Sayur-mayur dan daging dipanen
dari pertanian lokal dan kota lainnya.
Tidak jauh dari sana, tampak bangunan-bangunan kantor dan sebuah
pusat perbelanjaan yang menjadi
pendukung ekonomi kota. Bangunan-bangunan setinggi 10 lantai itu
tampak ramah dengan kaca yang
bercorak dipadukan dengan bingkai beton agar burung-burung tidak
terkecoh dan menabraknya. Ketika
menengok ke dalam bangunan, kau
akan menemukan meja-meja kerja
yang bersih karena sejumlah laporan
tidak lagi dicetak di atas kertas. Pendingin ruangan diatur pada suhu 25
derajat Celcius saja. Lampu-lampu
hanya dinyalakan jika perlu. Ruangruang kerja menjadi lingkungan yang
menyehatkan karena cahaya matahari dipersilakan masuk, namun dalam
24

batasan tertentu melalui sirip-sirip di
dinding bangunan.
Di bagian atas bangunan terdapat
roof garden yang dipakai sebagai
ruang terbuka hijau. Di pekarangan
atap ini terdapat pula panel-panel
surya yang menghasilkan energi cadangan bagi kantor tersebut. Parkir
didominasi oleh sepeda dan minim
roda empat. Kota ini juga dilalui

oleh kereta bawah tanah yang berhenti di perbatasan kota. Kereta ini
mengangkut seperempat jumlah
warga untuk bekerja di kota lain,
juga para pendatang yang bekerja
di kota ini. Stasiun kereta terhubung
dengan terminal bus yang mengangkut para penumpang ke rumah atau
perkantoran.

RUANG | kreativitas tanpa batas

Sepeda menjadi aset penting yang dimiliki oleh setiap warga. Kau akan dihormati jika memiliki sepeda; bukan
karena mobil murah atau mewah!
Jalur sepeda yang diiringi oleh jalur
hijau membuat pesepeda tidak kepanasan, walau kota ini beriklim tropis
lembap. Jalur–jalur itu memiliki lebar
1,5 meter dan dicat kuning dengan
simbol sepeda yang membuat kendaraan roda empat enggan parkir di

atasnya. Ingat, jalur sepeda juga dihormati sama seperti jalur pejalan kaki.
Jalur pejalan kaki yang menjadi jalur
utama anak-anak pergi ke sekolah
memiliki lebar 4 meter. Disediakan
pula jalur tuna netra dan kursi roda
untuk orang tua atau kelompok difabel. Setiap pagi, kau bisa melihat pemandangan dimana para tuna netra
berjalan beriringan dengan anak-anak

yang sedang bersenda gurau atau
pemuda-pemudi yang berjalan cepat
takut tertinggal bus.
Industri sedang dan ringan pendukung Kota Taman diletakkan di
pinggiran kota. Zona ini tidak berbatasan langsung dengan permukiman, melainkan dengan hutan kota.
Di dalam kawasan industri terdapat
berbagai fasilitas seperti hunian untuk pekerja, perkantoran, dan ruang
terbuka. Industri pun menerapkan
tema hijau, sehingga tidak berlimbah yang membahayakan, juga tidak
merusak lingkungan sekitarnya. Tempat pembuangan akhir sampah kota
terletak tidak jauh dari zona perindustrian itu. Sampah-sampah diolah
dengan menggunakan alat penghancur berteknologi tinggi. Panas yang
dikeluarkan dialirkan menjadi tenaga
listrik; ampas sampah dibuat sebagai
campuran bahan untuk jalan. Pengolahan ini menjadi mudah karena tiap
warga sudah memilah sampah rumah tangga antara organik dan non
organik.
Sebuah kota tentu harus mampu
bertahan dalam hal pangan, sehingga jalur pertanian akan terhampar
mengelilingi kota. Permukiman untuk
pengelola sawah, kebun, dan ternak
diletakkan di dalam kawasan pertanian itu. Teori Gideon Golany bahwa
kota hanya menampung perdagangan, bisnis, dan jasa seakan usang.
“Saya tidak mau warga mati kelaparan karena lahan persawahan habis
diganti oleh pusat perbelanjaan atau
perkantoran! Pertanian harus tetap
ada dan hidup berdampingan dengan kehidupan modern kota,” kata
25

“Kehidupan Hening”,
karya Diptya Anggita.

edisi #11: Fiksi

Walikota. Memang, hasil tidak terlampau besar, namun cukup untuk
memenuhi hidup 32.000 jiwa penduduk kota itu. Kelengkapan hasil
pertanian lainnya diperoleh dari kota
lain. Kerjasama para walikota menjadi salah satu kesuksesan kota taman.
Mereka tidak berpikir bahwa, ’kota
saya yang paling baik’ atau ‘kota kamu
yang mendapat untung, kota saya
tidak’, namun bagaimana cara menyatukan keberadaan mereka sehingga
kota-kota tetap memiliki dasar penghijauan dan ketahanan pangan.
Setelah Kota Taman itu berhasil, berbagai kota-kota lain di dunia kemu“Among”, karya
Diptya Anggita

kan luas ruang-ruang terbuka publik,
dan mendukung wisata dalam kota.
Wisata seperti ini akan mengurangi
keinginan warga kota untuk terbang
dengan pesawat, yang menggunakan
energi tak terbarukan, ke kota-kota
atau negara-negara lain demi untuk melihat air terjun, misalnya. Para
pemimpin dunia saling berjabat tangan dan sepakat untuk mengurangi
limbah dan sampah. Hutan dihijaukan kembali; perbaikan tanah bekas
tambang atau kebun sawit dilakukan
secara intensif. Jual-beli karbon tidak
berlaku, sebab masing-masing negara
sudah bertanggungjawab menjaga
hutannya.
‘Gerakan bumi hijau’ akan diinisiasi
dan digalakkan hingga pada taraf
hukum. Setiap murid yang terlambat masuk sekolah harus membawa
sebuah tanaman untuk ditanam di
sekolah. Atau, di ekstrim lain, seorang
narapidana diharuskan bercocok
tanam dan merawat taman di kawasan lembaga permasyarakatan.
Koruptor akan dihukum sekaligus
membayar denda untuk menanami
hutan kota.

dian menyadari kekurangan masingmasing dan mengubah cara hidup
warga dan tatanan kota. Mereka
memiliki target untuk mengurangi
pemakaian kendaraan pribadi, meningkatkan jumlah transportasi massal serta pemakaiannya, meningkat26

Pada suatu masa, manusia menjadi
pengasuh alam. Binatang dan pepohonan menjadi teman dalam hidupnya. Anak-anak hidup bahagia di antara
pepohonan dan ruang terbuka sehinga tidak perlu takut kehabisan air
bersih. Kemudian tidak perlu ada lagi
tangis para perempuan untuk merimbunkan London (atau Jakarta). Kotakota taman itu telah menjadi juru selamat bagi bumi dari kehancuran..

RUANG | kreativitas tanpa batas

“Pada suatu
masa, manusia
menjadi
pengasuh alam.
Binatang dan
pepohonan
menjadi teman
dalam hidupnya.”
Margaret Arni

27

edisi #11: Fiksi

28

RUANG | kreativitas tanpa batas

PADURAKSA
Oudyse Samodra

Oudyse Samodra invites us to enter his new world, Paduraksa. In this dystopian
future, technology blurs the boundary between the past and the present, as
well as the truth and our memory. A giant megastructure is erected in Kuta
Beach, where it stands not only to protect the land from the rising sea level,
but also becomes the gate for any tourist who would like to meet those who
already left, and will never returned.

29

Foto: Megastruktur
dalam Paduraksa
©Oudyse Samodra

edisi #11: Fiksi

30

RUANG | kreativitas tanpa batas

31

edisi #11: Fiksi

32

RUANG | kreativitas tanpa batas

33

edisi #11: Fiksi

34

RUANG | kreativitas tanpa batas

35

edisi #11: Fiksi

36

RUANG | kreativitas tanpa batas

37

edisi #11: Fiksi

38

RUANG | kreativitas tanpa batas

39

edisi #11: Fiksi

40

RUANG | kreativitas tanpa batas

“You take delight
not in a city's
seven or seventy
wonders, but in
the answer it gives
to a question of
yours.”

From Invisible Cities
by Italo Calvino

41

edisi #11: Fiksi

42

RUANG | kreativitas tanpa batas

ENVISIONING
TATLIN’S
TOWER
PHL Architects
A sustainable megastructure for the Ciliwung River. In this utopia, PHL Architects rethink and redesign the Tatlin’s Tower to become a self-sustaining megastructure that will give time for the earth to recover itself from the concrete
developments.
Most cities around the world are
facing environmental problems as a
result of rapid population growth.
Industrial urbanization has also
worsened the effect of the increasing population. To fulill the need for
more space, many forest and farmlands have been cleared for housing,
high-rise buildings and commercial
areas, resulting in a poorer environment in cities and at large. With
lesser farmlands comes a lack of
steady food production to support
the needs of highly populated cities. The loss of forests also increases

global air temperature and pollutants,
further deteriorating our living conditions.
The Third International Tatlin’s Tower
was designed in 1919 by Russian architect, Vladimir Tatlin. A tremendous
structure that was meant to serve as
a political propaganda hub for the city,
state and the world beyond. It was
the result of the nation’s ego in competing against big developed countries to gain worldwide recognition
and inluence. They want to challenge
modernity at that time so the
43

Market perspective.
©PHL Architects

edisi #11: Fiksi

Top left:
Farm perspective
©PHL Architects
Top right:
Residential area
perspective ©PHL
Architects
Middle right:
Program relationship diagram ©PHL
Architects

tower could surpass other countries’ fered the effects of an expanding
monuments, such as Eiffel tower and population and urbanization.The river
the statue of Liberty.
used to support a rich ecosystem, but
that is no longer the case. The river
Alas, the tower is only known as an today has a high-density area – with
utopian symbol because it was nev- an estimated 472 people per hectare
er built. As the ideology of the tow- – causing the decrease of river width
er has appealed to many over the and rough water low. Therefore,
years, we try to rethink on its design many problems such as loods (1 to 3
and reuse possibilities to solve cur- meters high every year); water popurent problems. We look to nature as lation and sanitation; poor air quality;
a basis for us to create new thoughts electricity deicit; and a lack of pubin this modern society –to establish lic space have become major issues
new sustainable system, concepts in the neighborhoods along Ciliwung
and technological improvements; river.
and to invent a livable and sustainable city of tomorrow.
Tatlin’s tower is almost 400 meters
in height and consists of a declined
“NEW” TATLIN’S TOWER AT
“backbone and skeleton” structure
CILIWUNG RIVER, JAKARTA
surrounded by two helices that support the podiums inside– a massive
Our research project is set near to box, a pyramid, a tube and hemithe Ciliwung River, the longest pol- sphere. By studying the spaces creatluted river in Jakarta. Many buildings ed by the structure, it can be inferred
have been built along its riverbanks, that the tower has the potential to
and as such, Ciliwung river has suf- support various activities, programs,
44

RUANG | kreativitas tanpa batas

45

edisi #11: Fiksi

Top:
Concept diagram
©PHL Architects
Bottom right:
Ventilation diagram
©PHL Architects

and technologies. Additional structures and vertical transportations
can be incorporated and its vast
surfaces will be utilized in many different ways.
In order to enable the Earth to recover its ecosystem, the proposed
design intends to clear the land on
the Ciliwung riverside by moving
people into the tower.The proposed
programs in the tower includes
housing livestock farming; ish and
insects farming; public spaces; energy production; water and air treatments; and puriier plants.
There are three main zones: public, residential and production areas. Public areas are located on the
ground and in each of the podiums.
46

The market in the tree conservation
area is set aside to sell the farming’s
excess production; each space rises
above the ground and is connected
by bridges. The residential areas are
located inside the core of each space
and are surrounded by farming, which
is located in spaces between the residential area and skeleton structure
throughout the tower. The main purpose of farming is to ensure a continuous availability of food supplies for
those in residence – vegetables, meat,
ish and dairy products – the excess
will be sold in the fresh produce
market. At least 10 percent surplus
can be generated for each product.
One tower can be occupied by 9000
people, and hence allows 19 hectares
of land to be restored to its natural
state.

RUANG | kreativitas tanpa batas

47

edisi #11: Fiksi

Top:
Tower exterior
persepective ©PHL
Architects

Together with the wind-generated
propellers, the photovoltaic panels that cover the tower’s surfaces
will be able to generate a constant
supply of electricity. The water turbine also generate electricity by using gravity- Ciliwung river water is
pumped up through the backbone
structure and runs down the double
helix. During this time, the water will
be puriied and stored in a reservoir
beneath. The cleaned water will also
be distributed along its way down to
the residential and farming areas.

48

In the end, by rethinking and redesigning the Tatlin’s Tower, we try to
propose new spaces in the city where
communities can come together to
live and work in self-sustaining towers.
By envisioning the tower after 100
years, we offer a different provocative
thought on how new modern societies can adapt with the development
of technology and new spaces that
will change urban concepts and social
relationships, while healing our nature.

RUANG | kreativitas tanpa batas

“We try to propose
new spaces in
the city where
communities can
come together to
live and work in
self-sustaining
towers.”

PHL Architects

49

edisi #11: Fiksi

50

RUANG | kreativitas tanpa batas

KABUR
DARI BANDARA
Fath Nadizti
Ketika sebuah sistem pengawasan begitu rapi dan terstruktur,
masih mampukah kita melawan?

Akhirnya pesawat yang aku tumpangi mendarat di Surabaya siang itu. Setelah
pramugari mengumumkan bahwa kami sudah bisa keluar dari pesawat, aku
segera berdiri di lorong untuk ikut antri keluar bersama para penumpang
lain yang juga sudah siaga. Tidak banyak yang bisa dilakukan ketika terhimpit
dalam antrian seperti ini. Paling hanya melihat gedung terminal yang berada
di luar, atau memperhatikan orang-orang disekitarku dengan seksama. Seperti mengintip layar sentuh ponsel yang tampak bercahaya dari balik bahu
laki-laki yang berdiri beberapa senti didepanku. Posturnya tidak terlalu tinggi,
tapi badannya berisi. Ia mengenakan kemeja putih, sedangkan jas berwarna
gelap yang senada dengan celananya menggantung di tangan kanannya. Jemarinya bergerak di atas layar, mencari nomor seseorang. Ia berhenti pada
satu nama, kemudian menekan layar untuk menelepon. “Halo,” katanya, “Saya
sudah mendarat nih. Tolong jemput di kedatangan domestik ya.” Hening sejenak. Lalu ia melanjutkan, “Iya, didepan Rumah Makan Padang Salero aja,
kayak biasanya.” Lalu pembicaraan berakhir. Enak juga ada yang menjemput,
pikirku. Sem