Proses Pencapaian Kemampuan Literasi Dasar Anak Prasekolah dan Dukungan Faktor-Faktor dalam Keluarga

BAB I PENDAHULUAN

Undang-undang no. 2 tahun 2003 menyatakan pendidikan nasional berfungsi
mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapainya diselenggarakan pendidikan
mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai dengan perguruan tinggi (PT).
Pendidikan

anak

usia

dini

menjadi

perhatian

pemerintah

saat


ini

dengan

menjadikannya sebagai isu strategis selama 2010 sampai dengan 2014. Dalam
rencana strategis pendidikan nasional (RENSTRA) itu, pendidikan PAUD diupayakan
untuk dapat mencapai sasaran pada keluasan akses dan mutunya.
Dalam kaitannya dengan mutu, sampai saat ini PAUD berjalan dengan lebih
mengandalkan upaya parsial yang biasanya dilakukan oleh para guru dan pemilik
sekolah yang menawarkan kelebihan masing-masing sekolah. Dalam kaitannya
dengan akses, lebih banyak anak usia dini yang belum dapat mengakses PAUD.
Dengan demikian pendidikan anak usia dini dengan mengandalkan sekolah belumlah
menyelesaikan masalah pengembangan anak sejak dini. Salah satu solusi lain yang
tidak kalah potensialnya adalah pendidikan di rumah dengan mengoptimalkan peran
dan fungsi orangtua sebagai pendidik pertama bagi anaknya. Orangtua juga memiliki
posisi strategis mengingat waktu kebersamaan orangtua dengan anak juga lebih
banyak dibandingkan dengan guru PAUD, lebih jauh lagi ikatan orangtua dan anak
secara emosional juga lebih erat. Namun demikian, masih banyak orangtua yang
kurang


terlibat dalam pendidikan anaknya karena keterbatasan pengetahuan dan

keterampilan mendidik. Oleh karena itu dibutuhkan program yang dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan orangtua dalam mendidik anak usia dini terutama
terkait cara yang tepat dan materi apa yang harusnya diberikan.
Kenyataannya di Indonesia, belum ada program seperti ini sebagai upaya
terintegrasi yang sistimatis yang dikoordinasikan oleh pemerintah dengan didasarkan
pada hasil penelitian dan kajian mendalam seperti yang terjadi di negara lain. Amerika

1

bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk melakukan penelitian yang bertujuan
merumuskan dan mengevaluasi efektivitas pendidikan anak dalam kemampuan literasi
dasar dan dikenal dengan program yang disebut Early Head Start dan Head Star. Di
Israel dikenal Home Instruction for Parents of Preschool Youngsters (HIPPY), di
Malaysia dikenal program Nury.
Kenyataan lain yang sangat memprihatinkan adalah bahwa kemampuan literasi
dan minat baca tulis anak Indonesia masih tertinggal dibandingkan anak di negara lain.
Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Progress in International Reading Literacy
Study (PIRLS), yaitu studi internasional dalam bidang membaca pada anak-anak di

seluruh dunia pada tahun 2006 yg disponsori oleh The International Association for the
Evaluation Achievement. Hasil studi mengungkap lemahnya kemampuan siswa kelas
IV SD/MI, yang menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan literasi anak Indonesia
berada pada urutan keempat dari bawah dibandingkan dengan 45 negara di dunia
(www.iea.nl/pirls20060.html). Selain itu survei terhadap anak kelas 1 dan 2 sekolah
dasar dari 17 sekolah di wilayah kota Yogyakarta dan kabupaten Sleman DIY, masih
terdapat 12 % yang masih belum lancar membaca kalimat sederhana (Widyana, 2006).
Minat membaca dan menulis anak Indonesia berada pada posisi terendah
dibandingkan dengan negera Asia Tenggara. Bagan 1 menunjukkan jumlah peminat
baca dalam prosentase.
Menyadari kondisi di atas maka penting sekali adanya upaya menggalakkan
kerjasama antara peneliti, pendidik (orangtua dan guru), dan penentu kebijakan.
Kerjasama dalam upaya meningkatkan mutu PAUD agar upaya ini lebih efektif dan
lebih dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini kebijakan yang diambil dan
pelaksanaan pendidikan didasarkan pada hasil penelitian

(research based) di

lapangan yang realistis dan kontekstual sesuai budaya di Indonesia. Untuk tujuan itu
maka penelitian tentang anak usia dini atau prasekolah, terutama terkait literasi dasar

sebagai materi pertama bagi anak, harus lebih dikembangkan.

2

Bagan 1 Minat baca anak

Temuan dari penelitian peneliti sebelumnya yang merupakan hasil survei
terhadap orangtua dari 84 anak kelompok bermain dan taman kanak-kanak di sebuah
sekolah swasta di Surakarta menunjukkan bahwa: orangtua menghadapi hambatan
dalam mengembangkan potensi baca tulis anak berupa anak malas, kurang berminat
(37,5%), kurang konsentrasi (32,8%), dan masih suka bermain (10,9%), kurang waktu
(6,3%) dan sisanya hambatan fasilitas dan efektifitas pengajaran. Kurangnya minat
anak untuk belajar baca tulis sangat menuntut rangsangan dari orangtua. Sayangnya
cara orangtua ternyata juga kurang memotivasi karena 61,9% orangtua lebih
menggunakan cara mengajarkan langsung keterampilan yang sifatnya kurang
menyenangkan. Cara yang bersifat aktivitas bermain hanya dilakukan oleh 38%
orangtua. Dari aktivitas bermain ini hanya sedikit yang melakukan aktivitas membaca
buku cerita bersama anak (9%). Lima aktivitas yang paling banyak dipilih oleh orangtua
bersama anak adalah berturut-turut mewarnai, bernyanyi, menggambar, membaca
buku, mendongeng.

Dari data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya anak
membutuhkan dukungan dari luar untuk lebih tertarik pada kegiatan baca tulis, tetapi
ternyata orangtua kurang mampu memberikan dukungan yang dibutuhkan anak.
Mayoritas orangtua lebih berorientasi pada hasil belajar keterampilan baca tulis,

3

namun kurang terampil mengajak anak melakukan aktivitas yang menyenangkan.
Kebiasaan membaca di rumah juga masih kurang, padahal kebiasaan ini sangat
penting untuk mengembangkan kemampuan bahasa maupun pengetahuan tentang
tulisan. Data ini cukup mendukung fakta di lapangan bahwa anak lebih banyak dituntut
untuk mencapai target akademis berupa hasil keterampilan membaca menulis
dibandingkan proses belajar yang menarik dan bermakna dalam konteks kegiatan
sehari-hari. Pembelajaran literasi dasar, lebih fokus pada mengajarkan anak nama
alfabet, mengeja huruf, membaca kata dan kalimat. Anak lebih banyak latihan
membaca suku kata dan kata, yang bahkan kata-kata itu tanpa makna dan lepas dari
konteks cerita. Salah satu teknik pengajaran seperti ini terdapat dalam buku Anak
Islam Suka Membaca (AISM) yang banyak diacu oleh sekolah taman kanak-kanak di
Jawa Tengah. Selain itu mayoritas guru mulai mengajarkan anak dengan menghafal
nama alfabet secara berulang-ulang hanya dengan menggunakan cara anak melihat

tulisan di papan tulis dan menirukan guru menyebutkan huruf, suku kata atau kata.
Sama sekali tidak menggunakan media atau metode bermain yang lebih multisensoris
sehingga potensi yang terasah hanya penglihatan dan pendengaran. Hal ini tentu saja
mengabaikan potensi sensorik lainnya seperti indera pengecap, perabaan, penciuman.
Metode belajar yang dipilih lebih berorientasi pada mengajarkan langsung pada
keterampilan atau skill, kurang diimbangi dengan orientasi holistik yang menyenangkan
dan bermakna. Secara kongkrit lebih bersifat visual dan auditif tetapi kurang kinestetik,
padahal untuk usia anak prasekolah kemampuan untuk duduk dan berkonsentrasi
masih sangat terbatas. Anak prasekolah membutuhkan kesempatan melakukan
eksplorasi dan bergerak melatih koordinasi motorik halus dan motorik kasar. Mereka
memiliki kebutuhan besar untuk bermain, sehingga proses belajar lebih efektif bila
dilakukan sambil bermain.
Di sisi lain orangtua memandang lebih sekolah taman kanak-kanak yang
meluluskan anak-anak

yang sudah mampu membaca tanpa memperdulikan

bagaimana cara dan proses pembelajarannya. Kondisi ini mendorong sekolah untuk

4


menjadikan kemampuan baca tulis sebagai target yang harus dicapai dalam proses
pendidikan di sekolah taman kanak-kanak dan berakibat menekankan stimulasi kognitif
tetapi mengabaikan stimulasi aspek lain dari potensi anak seperti aspek motorik,
emosi, sosial, moral. Anak lebih dipandang oleh orangtua dan guru sebagai individu
yang pasif menerima informasi bukan subjek yang aktif mengoleh informasi dan
menghasilkan kreasi/inovasi.
Penelitian-penelitian terakhir tentang literasi dasar membuktikan pentingnya
kondisi atau lingkungan rumah yang kaya untuk menstimulasi kemampuan literasi
dasar anak prasekolah (Burgess, 2002; Melhuish, 2008, Park, 2008). Kemampuan
literasi dasar anak prasekolah dipengaruhi oleh faktor rutinitas keluarga (Churchil &
Stoneman, 2004; Johnson, 2008; Serpell dkk., 2002, Weigel dkk., 2010) juga
dipengaruhi oleh penggunaan multimedia (Moses, 2008; Lankshear & Knobel, 2003),
serta ditentukan oleh keyakinan yang dimiliki orangtua tentang cara tepat menolong
anak belajar baca tulis (Weigel dkk., 2008). Meski

demikian penelitian tentang

bagaimana faktor-faktor dalam keluarga mendukung proses pencapaian kemampuan
literasi dasar masih belum banyak dilakukan. Dengan latar belakang ini maka peneliti

terpanggil untuk melakukan pengkajian teoretis dan penelitian di lapangan untuk
memahami kondisi nyata bagaimana potret proses pendidikan anak usia dini yang
berjalan dalam konteks keluarga.
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat permasalahan baik dari
tataran praktis maupun teoretis. Permasalahan praktis yang dihadapi adalah masih
kurangnya mutu dan keluasan akses PAUD. Oleh karena itu mengoptimalkan
keterlibatan orangtua di rumah sebagai guru pertama dalam aktivitas literasi bersama
anak penting untuk dilakukan. Selain itu bagaimana faktor-faktor dalam keluarga yang
penting seperti rutinitas keluarga, penggunaan multimedia, keyakinan orangtua dan
aktivitas literasi anak-orangtua mendukung proses pencapaian kemampuan literasi
dasar. Permasalahan teoretis saat ini adalah masih kurangnya penelitian di Indonesia
yang meninjau kemampuan literasi dasar dan faktor-faktor dalam keluarga secara

5

kontekstual budaya Indonesia. Untuk itu maka rumusan masalah yang ingin dicari
jawabannya dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pencapaian kemampuan
literasi dasar anak dalam konteks keluarga? Bagaimana faktor-faktor penting dalam
keluarga mendukung proses tersebut?


6