HUBUNGAN ANTARA PROBLEM SOLVING APPRAISAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI NAPI ANAK : Studi Korelasi pada Napi Anak Penghuni Lapas di Bandung.

(1)

HUBUNGAN ANTARA PROBLEM SOLVING APPRAISAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI NAPI ANAK

(Studi Korelasi pada Napi Anak Penghuni Lapas di Bandung) Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Jurusan Psikologi

Oleh: Novi Septiani

0800930

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

HUBUNGAN PROBLEM SOLVING APPRAISAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA NAPI ANAK

(Studi Korelasi pada Napi Anak Penghuni Lapas di Bandung)

Oleh: Novi Septiani

0800930

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Novi Septiani 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang. Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari


(3)

(4)

(5)

Novi Septiani (0800930). Hubungan Antara Problem Solving Appraisal dengan Penyesuaian Diri Napi Anak. Skripsi. Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung (2013).

Bagi remaja, masuk ke penjara merupakan kehilangan yang berat. Napi anak akan mengalami kehilangan kontrol, kehilangan keluarga, kurangnya stimulasi, bahkan gangguan psikologis. Permasalahan ini akan menyulitkan untuk dapat dihadapi terutama saat mereka berada di dalam penjara. Untuk menyesuaikan diri dengan permasalahan dan situasi tersebut, napi anak membutuhkan problem solving appraisal untuk mendukung penyelesaian masalah yang mereka hadapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat adakah hubungan antara problem solving appraisal dan penyesuaian diri pada napi anak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara antara problem solving appraisal dan penyesuaian diri pada napi anak penghuni Lapas dengan tingkat korelasi sebesar +0,379. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diartikan bahwa napi anak yang meyakini dirinya sebagai ineffective problem solvers cenderung sulit untuk menyesuaikan diri di Lapas dan napi anak yang meyakini dirinya sebagai

effective problem solvers cenderung dapat menyesuaikan diri yang baik di Lapas.


(6)

ABSTRACT

Novi Septiani (0800930). Relationship between problem solving appraisal and young inmates. Thesis. Department of Psychology Faculty of Education University of Education Indonesia. Bandung (2013).

For young offenders, imprisonment is severe loss periode. Young inmates would face loss of control, loss of family, lack of stimulation, and even psychological disturbance. All these problems would cause difficulties and being inside prison make them even harder to cope with. To adjust with that kind of problems and situations, young inmates need problem solving appraisal to support them to cope with all of losses. Purpose of this study is to explores ties between problem solving appraisal and adjustment of young inmates. In explore ties between this two variable, author used correlation method with quantitive approach. The Results from this study indicate that problem solving appraisal contribute to young inmates adjustment in correctional institution (prison) with correlation score +0,379. Result of this research means young inmates who believe he is ineffective problem solvers tend to less adjusted in correctional institution (prison) and effective problem solvers tend to have well-adjustment in correctional institution (prison).


(7)

HALAMAN PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR GRAFIK ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. ... Latar Belakang ... 1

B. ... Identifikasi Masalah ... 8

C. ... Tujuan Penelitian ... 9

D. ... Metode Penelitian ... 10

E. ... Manfaat Penelitian………. ... 10

F. ... Struktur Organisasi Skripsi ... 12


(8)

Pustaka ... 14 1. ... Teori

Problem Solving Appraisal ... 14 a. ... Definisi

Problem Solving Appraisal ... 15 b. ...

Aspek-aspek Problem Solving Appraisal……… ... 16 c. ... Effective

Problem Solvers dan

Ineffective Problem Solvers………. 19 d. ...

Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Problem Solving Appraisalpada Remaja………. 20 2. ... Teori

Penyesuaian Diri……… ... 23 a. ... Definisi

Penyesuaian Diri……… ... 25 b. ...

Well-adjusted dan Maladjusted……… ... 26

c. ... Karakteristi

k Penyesuaian Diri yang Efektif………… ... 28 d. ...

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses

Penyesuaian Remaja……… ... 31 3. ... Lembaga

Pemasyarakatan (Lapas)……… ... 36 a. ... Hukum


(9)

Narapidana Anak……… ... 37

c. ... Permasalah an yang Dihadapi Napi Anak di

Lembaga Pemasyarakatan……….... 39

4. ... Penelitian Terdahulu yang Relevan dengan

Problem Solving Appraisal dan Penyesuaian Diri ... 45

B. ... Kerangka Berpikir ... 47

C. ... Hipotesis Penelitian ... 51

BAB III METODE PENELITIAN

A. ... Lokasi dan Subjek Penelitian ... 50

B. ... Desain Penelitian ... 51 C. ... Metode

Penelitian ... 52 D. ... Definisi

Operasional ... 52

E. ... Instrumen Penelitian ... 54

F. ... Proses Pengembangan Instrumen Penelitian ... 60 G. ... Teknik


(10)

Data ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. ... Hasil Penelitian ... 71

1. ... Gambaran

Problem Solving Appraisal pada Napi Anak

Penghuni Lapas di Bandung ... 71 2. ... Gambaran

Penyesuaian Diri pada Napi Anak

Penghuni Lapas di Bandung ... 85 3. ... Hubu

ngan Antara Problem Solving Appraisal

dan Penyesuaian Diri Napi Anak Penghuni Lapas

di Bandung ... 104 B. ... Pembahasa

n Hasil penelitian ... 109 1. ... Gambaran

Problem Solving Appraisal pada Napi Anak

Penghuni Lapas di Bandung ... 109 2. ... Gambaran

Penyesuaian Diri pada Napi Anak


(11)

dan Penyesuaian Diri Napi Anak Penghuni Lapas

di Bandung ... 128 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. ... Kesimpulan ... 135 B. ... Saran

... 136 DAFTAR PUSTAKA ... 140 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 145 RIWAYAT PENULIS


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kriminalitas adalah sebuah permasalahan yang sering disajikan di berbagai media, baik itu media elektronik sampai media cetak, yang terjadi baik di kota besar sampai kota kecil, dari tindak kriminal ringan hingga berat, yang meresahkan masyarakat. Tindak kriminal merupakan segala sesuatu tindakan yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan.

Meskipun tingkat kriminalitas di Indonesia sudah menurun hingga 20,28%, dari 344.942 kasus di tahun 2009 menjadi 274.999 kasus di tahun 2010 (tekno.kompas.com, 2011). Saat ini tingkat kriminalitas di kota-kota besar masih tetap tinggi. Di kota Bandung, kondisi keamanan masih sangat meresahkan masyarakat. Berdasarkan hasil catatan Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar), sepanjang Januari hingga Juli 2012 tercatat angka kriminalitas wilayah hukum Polrestabes Bandung menduduki peringkat tertinggi dibanding kota-kota lainnya di Jawa Barat diantaranya adalah kasus pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian dengan pemberatan (curat), dan pencurian kendaraan bermotor (curanmor) atau biasa disebut dengan istilah C3 maupun kasus berandalan bermotor (tribunjabar.co.id, 2012).


(13)

Kriminolog Erlangga Masdiono (2011) mengungkapkan bahwa tingginya angka kriminalitas di Indonesia disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain kemiskinan, disfungsi norma dan hukum, ketidakharmonisan unsur terkait serta karakter bangsa yang sudah bergeser, ditambah dengan sistem pendidikan yang tidak lagi mengajarkan nilai-nilai etika termasuk pendidikan agama yang hanya menekankan pada aspek kognitifnya (hankam.kompasiana.com, 2012).

Kriminalitas tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tapi bahkan oleh anak sekalipun. Anak dalam hukum adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya (UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia). Anak akan dijatuhi hukuman pidana jika anak telah mencapai usia lebih dari 12 tahun yang dalam istilah psikologi sudah memasuki masa remaja (Soetedjo, 2006). Berdasarkan laporan yang masuk ke Direktorat III Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri, tercatat 967 kasus anak yang berhadapan dengan hukum pada tahun 2011. Dari jumlah tersebut, perkara yang paling banyak menyeret anak ke rimba hukum adalah penganiayaan (236 kasus). Tiga tindak pidana lain yang paling banyak berturut-turut adalah pencurian (166 kasus), perbuatan cabul menurut KUHP (128), dan pengeroyokan (64). Jumlah kasus pencurian bisa bertambah jika digabung dengan percobaan pencurian (5) dan pencurian dengan kekerasan (36). Angka ini bisa bertambah jika digabung dengan tindak pidana pencabulan menurut Undang-Undang Perlindungan Anak (9), percobaan pemerkosaan (5), dan pemerkosaan (15) (hukumonline, 2012).


(14)

Di Indonesia pelaku tindak kriminalitas yang mendapatkan hukuman pidana dihukum dengan memasukan mereka dalam penjara. Penjara di Indonesia saat ini menganut falsafah pembinaan narapidana yang dikenal dengan nama “pemasyarakatan”. Sehingga istilah penjara kini telah diubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, fungsi sistem pemasyarakatan adalah menyiapkan orang-orang yang dibina agar dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang baik dan bertanggung jawab (wikipedia.org, 2011).

Data terbaru dari sistem database pemasyarakatan, jumlah penghuni Lembaga Permasyarakatan (Lapas) di Indonesia baik yang berstatus masih tahanan dan napi saat ini mencapai 153.224 dan 5.532 diantaranya adalah anak. Sedangkan anak yang berstatus napi anak saat ini sudah mencapai 3.335 anak, yaitu 3.282 diantaranya napi anak lelaki dan 73 napi anak perempuan (smslap.ditjenpas.go.id, 2013). Berdasarkan data bulan Januari 2013, jumlah napi anak yang berada baik di Lapas maupun di Rutan (Rumah Tahanan) Bandung saat itu sudah mencapai 54 orang.

Masuk ke Lapas bagi napi anak berarti kehilangan kebebasan fisik, kehilangan kontrol atas hidup, kehilangan keluarga, kehilangan barang dan jasa, kehilangan keamanan, kehilangan hubungan heteroseksual, kurangnya stimulasi, dan gangguan psikologis (Cooke dkk., 1990; Sykes, 1958). Napi juga akan menghadapi berbagai masalah yang tidak hanya berasal dari dalam Lapas, misalnya seperti fasilitas yang tidak memadai dan kekerasan, baik oleh napi lain atau petugas lapas namun juga permasalahan di luar Lapas, misalnya masalah keluarga (Cookie dkk., 1990: 55).


(15)

Menurut Irwanto (2011), Direktur Pusat Kajian Perlindungan Anak Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, kondisi lembaga pemasyarakatan di Indonesia sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan karena masih banyak Lapas yang belum memiliki sarana dan prasarana yang layak, sanitasi, layanan kesehatan hingga kapasitas Lapas melampaui batas (vivanews.com, 2011). Selain itu, berdasarkan data dari KPAI menunjukkan bahwa 80% anak yang masuk ke Lapas pernah mengalami kekerasan (kompas.com, 2010). Salah satu contohnya adalah kasus kematian seorang napi anak yang terjadi di Lapas Tulungagung bernama Hisyam Dayu Firmansyah (15 tahun). Korban merupakan napi yang menempati Blok F berada bersama 11 tahanan anak-anak lainnya dan polisi menduga korban tewas akibat pengeroyokan (tempo.co, 2012).

Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (2012) di di Rumah Tahanan Pondok Bambu, LAPAS Kelas IIA Anak Pria Tangerang, dan LAPAS Wanita Kelas IIB Tangerang. Hampir semua tahanan anak mengalami kekerasan, bahkan pelecehan seksual, sebelum sampai di persidangan. Sebanyak 98 persen anak mengaku disiksa saat menjalani pemeriksaan, 97 persen mengaku dipukuli ketika penangkapan, dan 74 persen dihajar saat di dalam tahanan (tempo.co, 2012). Penelitian ini menambah daftar panjang permasalahan yang harus dihadapi napi anak saat berada di Lapas.

Fenomena di atas menunjukkan bahwa kondisi lingkungan Lapas dengan peraturan-peraturan, sarana dan prasarana yang kurang memadai, juga lingkungan yang keras akan membuat napi anak akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian


(16)

diri di lingkungan tersebut. Lingkungan Lapas yang menjauhkan napi dari kebebasan dan dukungan sosial dari orang terdekat, seperti keluarga dan teman terdekat, akan membuat napi semakin rentan terhadap berbagai gangguan psikologis. Sehingga

tidak mengherankan beberapa napi anak di Indonesia memilih untuk bunuh diri saat masih berada dalam tahanan karena penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental ((jurnaliswarga.com, 2011; Mu’tadin, 2002).

Menurut Schneider (1964: 51), penyesuaian diri merupakan suatu proses, yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan. Individu berusaha keras agar berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustrasi, dan konflik secara sukses, serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup. Haber dan Runyon (1984: 10) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses yang akan terus berlangsung selama hidup. Efektivitas penyesuaian diri dilihat dari bagaimana seseorang mengatasi situasi yang terus berubah. Kualitasnya akan bervariasi dari waktu ke waktu dan dari situasi ke situasi.

Salah satu aspek yang mempengaruhi penyesuaian diri di Lapas adalah kemampuan napi anak dalam memecahkan permasalahan (problem solving). Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang menyatakan bahwa kemampuan untuk memecahkan masalah hidup dapat berpengaruh baik dalam penyesuaian psikologis maupun perilaku individu. Selain itu, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa


(17)

individu yang kurang memiliki kemampuan dalam problem solving baik pribadi dan sosial cenderung mengembangkan penyesuaian yang menyimpang (maladjustment) (Foster dan Ritchey, 1979; Jahoda, 1958; Spivack, Latt, dan Shure, 1967 dalam Biggam dan Power, 1999).

Problem solving tidak akan efektif jika individu tidak melakukan penilaian

terlebih dahulu terhadap permasalahannya. Menurut Butler dan Meichenbaum (dalam Heppner dkk, 2004) dalam penelitian mereka mengenai proses problem

solving, problem solving tidak hanya difokuskan pada proses pengaplikasian

pengetahuan sebagai solusi dalam memecahkan permasalahan tetapi pada variabel yang mempengaruhi bagaimana mereka akan menyelesaikan permasalahan. Menurut mereka, penilaian individu terhadap kemampuan mereka dalam problem solving

tidak hanya akan mempengaruhi pelaksaan problem solving itu sendiri (problem

solving performance) tetapi juga berbagai variabel yang mempengaruhi proses

problem solving.

Berdasarkan gagasan Butler dan Meichenbaum tersebut, Heppner dkk (1987) mengembangkan konsep problem solving appraisal. Problem solving appraisal

didefinisikan sebagai proses seseorang dalam merespon masalah hidupnya, khususnya bagaimana mereka menilai kemampuan pemecahan masalah dan apakah mereka cenderung menyelesaikannya atau menghindari permasalahan. (Lee dan Heppner, 2002).

Individu yang menilai dirinya sebagai effective problem solvers akan mampu untuk beradaptasi dengan mudah dalam berbagai kondisi lingkungan seperti apapun,


(18)

mampu menghadapi berbagai stressor, dan mampu untuk mengembangkan metode yang efektif untuk meraih berbagai kebutuhan dan tujuan-tujuan hidupnya Sebaliknya, individu yang menilai dirinya sebagai ineffective problem solvers akan membawa seseorang pada ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri (Heppner, Witty, dan Dixon, 2004).

Dalam konteks kehidupan di Lapas, napi yang menilai dirinya sebagai

effective problem solvers akan mampu menyesuaikan diri dengan berbagai

tuntutan-tuntutan atau situasi di dalam Lapas. Sebaliknya, napi yang menilai dirinya sebagai

ineffective problem solvers akan memiliki kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan

kehidupan di Lapas.

Berdasarkan uraian fenomena di atas peneliti bermaksud untuk meneliti

“Hubungan Problem Solving Appraisal dan Penyesuaian Diri Napi Anak” karena masuknya remaja ke Lapas sebagai napi anak akan membawa berbagai perubahan pada kehidupan mereka yang akan membuat mereka sulit untuk melakukan penyesuaian diri. Dalam melakukan penyesuaian diri tersebut, napi menggunakan

problem solving appraisal sebagai bentuk upaya mereka dalam menghadapi berbagai


(19)

B. Identifikasi Masalah

Penyesuaian diri merupakan suatu proses, yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan, individu berusaha keras agar berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustrasi, dan konflik secara sukses, serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup (Schneiders, 1964: 51). Penyesuaian diri adalah kemampuan individu dalam mengatasi situasi dan lingkungan yang terus berubah (Haber dan Runyon, 1984: 10). Sedangkan problem solving appraisal didefinisikan sebagai proses penilaian seseorang dalam merespon masalah hidup, khususnya bagaimana individu menilai kemampuan pemecahan masalah dan apakah mereka cenderung menyelesaikannya atau menghindari permasalahan. (Lee dan Heppner, 2002).

Masuknya remaja ke dalam Lembaga Permasyarakatan (Lapas) sebagai napi anak akan membuat mereka mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri. Perubahan lingkungan dari yang penuh dengan kebebasan dan dukungan sosial dari orang sekitarnya ke lingkungan Lapas yang tidak bebas, keras, dan jauh dari dukungan orang-orang terdekat akan membuat napi anak semakin rentan mengalami berbagai gangguan psikologis. Tidak mengherankan jika mereka mungkin akan mengalami stres, kecemasan, dan depresi.

Dalam mengatasi perubahan-perubahan tersebut napi anak menggunakan

problem solving appraisal sebagai proses penilaian baik dalam memecahkan berbagai


(20)

dirinya sebagai effective problem solvers akan mampu menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan atau situasi di dalam Lapas. Sebaliknya, napi yang menilai dirinya sebagai ineffective problem solvers akan memiliki kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kehidupan di Lapas.

Berdasarkan pernyataan di atas rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran problem solving appraisal pada napi anak penghuni Lapas di Bandung?

2. Bagaimana gambaran penyesuian diri pada napi anak penghuni Lapas di Bandung?

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan antara problem solving appraisal

dengan penyesuaian diri napi anak di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Bandung?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan antara problem solving appraisal dengan penyesuaian diri napi anak penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Bandung.


(21)

D. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian korelasional. Metode penelitian korelasi ini mengacu pada upaya menghubungkan variabel dengan variabel lain (Latipun, 2002: 5). Prinsip dalam penelitian korelasi adalah peneliti menghubungkan sejumlah variabel tetapi tidak melakukan manipulasi terhadapnya (D’amato, 1970 dalam Latipun, 2002: 5).

Dalam variabel ini terdapat variabel X dan Y. Variabel X adalah problem solving appraisal dan variabel Y adalah penyesuaian diri di Lapas. Pengujian hipotesis akan dilakukan dengan teknik statistik korelasi Product Moment Pearson. Instrumen yang akan digunakan meliputi intrumen problem solving appraisal yang dimodifikasi dari Problem Solving Inventory (PSI) dari Heppner (1982) dan instrumen penyesuaian diri di Lapas yang didasarkan pada karakteristik penyesuaian diri Haber dan Runyon (1984).

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini akan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu psikologi terutama psikologi forensik dan memperkaya pengetahuan mengenai psikologi di setting penjara atau Lapas Indonesia. Selain itu penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan teori problem solving appraisal


(22)

dan penyesuaian diri terutama problem solving appraisal dan penyesuaian diri di Lapas.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

a. Bagi Pihak Lembaga Permasyarakatan

Melalui penelitian ini diharapkan pihak Lapas dapat mengembangkan pelatihan-pelatihan atau pemberian jasa konseling baik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan permasalahan dan untuk dapat mendukung penyesuaian diri napi anak. Pelatihan dan konseling ini diharapkan dapat mencegah berkembangnya berbagai gangguan psikologis yang tidak diharapkan dan mungkin akan merugikan bagi perkembangan mereka di masa dewasa nanti mengingat mereka tetap berpotensi untuk menjadi penerus bangsa.

b. Bagi Orang Tua

Melalui penelitian ini diharapkan orang tua dapat memberikan dukungan sosial dan emosional yang lebih bagi napi anak dalam mendukung napi anak menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi di Lapas demi tercapainya penyesuaian yang positif.


(23)

F. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi atau rincian urutan penelitian skripsi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Judul

Halaman Pengesahan

Pernyataan tentang Keaslian Karya Tulis Kata Pengantar

Ucapan Terima Kasih Abstrak

Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Identifikasi Masalah C. Tujuan Penelitian D. Metode Penelitian E. Manfaat Penelitian

F. Struktur Organisasi Skripsi BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka B. Kerangka Berpikir


(24)

C. Hipotesis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian B. Desain Penelitian

C. Definisi Operasional D. Instrumen Penelitian

E. Proses Pengembangan Instrumen F. Teknik Pengumpulan Data G. Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

B. Pembahasan Hasil Penelitian BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Daftar Pustaka Lampiran


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian dilakukan di tiga Lapas di Bandung, yaitu Rutan Tahanan Negara Klas I Bandung, dan Lapas Sustik Klas IIA Bandung, dan Lapas Wanita Bandung Klas IIA. Populas dalam penelitian ini adalah 48 napi anak laki-laki dan napi anak wanita di Rutan Tahanan Negara Klas I Bandung, Lapas Sustik Klas IIA Bandung, dan Lapas Wanita Bandung Klas IIA, yang memiliki karakteristik sampel penelitian sebagai berikut:

a. Napi anak berumur 15-18 tahun karena pada umur tersebut individu diasumsikan sudah masuk ke dalam tahap pemikiran operasional formal yang dianggap lebih bersifat abstrak dibandingkan dengan pemikiran anak di usia lainnya, sehingga mereka dapat melakukan penalaran induktif yang berperan dalam pemecahan permasalahan (Santrock, 1983:11),

b. Menjalani warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) atau Rumah Tahanan (Rutan) sebagai napi anak.

Teknik sampling yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Teknik

purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan ciri-ciri tertentu yang dipandang memiliki sangkut paut erat dengan populasi yang diketahui sebelumnya (Zuriah, 2006).


(26)

B. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas (X)

Variabel yang mempengaruhi atau variabel bebas dalam penelitian ini adalah

problem solving appraisal.

2. Variabel terikat (Y)

Variabel yang dipengaruhi atau variabel terikat dalam penelitian ini adalah penyesuaian diri di Lapas.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menguji sejauh mana variabel bebas mempengaruhi variabel terikat atau dalam penelitian ini sejauh mana variabel

problem solving appraisal mempengaruhi variabel penyesuaian diri (lihat gambar 3.1). Analisa data yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini adalah dengan statistik korelasional Product Moment Pearson yang didasarkan pada data yang dikumpulkan melalui kuesioner yang mengukur problem solving appraisal dan penyesuaian diri.

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Hubungan antara Problem Solving Appraisal dan Penyesuaian Diri pada Napi Anak Penghuni Lapas di Bandung

Problem Solving Appraisal

X

Penyesuaian Diri Y


(27)

C. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif menekankan analisis pada data-data numerikal yang diolah dengan statistik inferensial atau pengujian hipotesis sehingga diperoleh signifikansi hubungan antara variabel yang diteliti (Azwar, 2004).

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Metode penelitian korelasi ini mengacu pada upaya menghubungkan satu variabel dengan variabel lain (Latipun, 2002: 5). Prinsip dalam metode penelitian korelasi adalah peneliti menghubungkan sejumlah variabel tetapi tidak melakukan manipulasi terhadapnya (D’amato, 1970 dalam Latipun, 2002: 5).

D. Definisi Operasional

Definisi operasional dari dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Problem solving appraisal merupakan penilaian napi anak terhadap kepercayaan dirinya dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah di Lapas, kecenderungan untuk menghindari atau menyelesaikan masalah di Lapas, dan kemampuan mengontrol diri dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah di Lapas yang tergambar dari skor keseluruhan dari instrumen problem solving appraisal. Skor keseluruhan yang tinggi menunjukkan bahwa napi anak merupakan individu yang meyakini dirinya sebagai effective problem solvers, sedangkan skor keseluruhan yang rendah menunjukkan bahwa napi


(28)

anak merupakan individu yang meyakini dirinya sebagai ineffective problem solvers. Aspek-aspek yang tercakup dalam problem solving appraisal adalah sebagai berikut:

a. Problem solving confidence, b. The approach-avoidance style, dan

c. Personal control.

2. Penyesuaian diri merupakan kemampuan napi anak dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi ketegangan, frustrasi, serta konflik yang dihadapinya di LAPAS yang tergambar dari instrumen penyesuaian diri napi anak di LAPAS. Skor keseluruhan yang tinggi menunjukkan bahwa napi anak dapat menyesuaikan diri dengan baik di LAPAS (well-adjustment), sebaliknya skor keseluruhan yang rendah menunjukkan bahwa napi anak belum dapat menyesuaikan diri dengan baik di LAPAS (maladjustment). Aspek-aspek yang tercakup dalam penyesuaian diri adalah sebagai berikut:

a. Persepsi terhadap kenyataan,

b. Kemampuan untuk mengatasi stres dan kecemasan, c. Citra diri (self-image),

d. Kemampuan untuk mengekspresikan perasaan, dan e. Hubungan interpersonal.


(29)

E. Instrumen Penelitian

Berikut instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian mengenai “hubungan antara problem solving appraisal dan penyesuaian diri pada napi anak penghuni Lapas di Bandung”.

1. Instrumen Problem Solving Appraisal

Untuk mengukur problem solving appraisal, peneliti menggunakan instrumen berupa questionnaire yang dimodifikasi dari The Problem Solving Inventory (PSI) yang dibuat oleh Heppner (1982) untuk mengukur kesadaran individu pada kemampuan problem solving secara umum. The Problem Solving Inventory (PSI) merupakan inventory yang menggunakan tipe skala likert dengan sistem penyekoran dari 1= sangat setuju sampai 6= sangat tidak setuju dan item-item terdiri dari pernyataan-pernyataan yang bersifat positif dan negatif atau disebut pula dengan istilah favorable dan unfavorable.

Tabel 3.1

Penyekoran Instrumen Problem Solving Appraisal

Item Nilai Pernyataan

SS CS AS ATS CTS STS

Favorable 6 5 4 3 2 1

Unfavorable 1 2 3 4 5 6

Keterangan:

SS : Sangat Setuju CS : Cukup Setuju AS : Agak Setuju ATS : Agak Tidak Setuju


(30)

CTS : Cukup Tidak Setuju STS : Sangat Tidak Setuju

Instrumen yang digunakan dimodifikasi dari Problem Solving Inventory

(PSI). Instrumen terdiri dari 33 item yaitu 11 item untuk mengukur problem solving confidence, 16 item untuk mengukur the approach-avoidance style, dan 6 item untuk mengukur personal control. Tingginya nilai PSI diartikan bahwa individu tidak yakin bahwa dirinya dapat memecahkan permasalahan secara efektif (ineffective problem solvers) (Heppner dan Petersen, 1982).

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Problem Solving Appraisal

No. Dimensi Indikator Item Jumlah

favorable unfavorable

1. Problem solving confidence

Napi anak percaya terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan

permasalahan-permasalahan yang dihadapinya di LAPAS

5, 6, 10, 12, 19, 20, 23, 24, 27, 28, 33.

- 11 item

2. The approach-avoidance style

Napi anak cenderung memilih menyelesaikan masalah atau menghindari masalah saat menghadapi permasalahan di LAPAS

2, 7, 13, 15, 16, 17, 18, 22, 29, 31.

1, 4, 14, 21, 26, 30

16 item

3. Personal control Napi anak percaya bahwa ia dapat mengendalikan emosi dan perilakunya saat mencoba untuk menyelesaikan

permasalahan di LAPAS.

3, 11, 25, 32, 9, 8

6 item


(31)

2. Instrumen Penyesuaian Diri di Lapas

Instrumen yang mengukur penyesuaian diri di Lapas merupakan instrumen

berupa questionnaire yang dibuat berdasarkan pada teori karakteristik penyesuaian diri dari Harber dan Runyon (1984). Instrumen ini dibuat dengan menggunakan pendekatan summated rating atau skala likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial karena skala ini berpusat kepada subyek atau orang (Sugiyono, 2010: 93; Ihsan, 2009). Kisi-kisi dalam instrumen penyesuaian diri sebelum dilakukan uji coba, yaitu:

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Penyesuaian Diri di Lapas

Dimensi Indikator Item Jumlah

Favorable Unfavorable*

Persepsi terhadap kenyataan

Napi anak mampu mengenali konsekuensi dari setiap tindakan yang dilakukannya di LAPAS.

2,3,4,5,6,7,8 1, 9 9 item

Kemampuan untuk mengatasi

stres dan

kecemasan

Napi anak mampu mengatasi stres dan kecemasan yang dialaminya dalam menghadapi

permasalahan di LAPAS

14,15 10,11,12,13, 16,17

8 item

Citra diri (self-image) yang positif

Napi anak percaya diri dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dia hadapi di LAPAS.

18, 20,23 19, 21, 22 6 item

Napi anak jujur dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dia hadapi di LAPAS.

24,26,27 25,28 5 item

Napi anak mandiri dalam menyelesaikan


(32)

masalah-masalah yang dia hadapi di LAPAS. Napi anak berani dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dia hadapi di LAPAS.

34,35 36,37,38 5 item

Kemampuan untuk

mengekspresikan perasaan

Napi anak mampu memperlihatkan

perasaan-perasaan negatifnya saat menghadapi

permasalahan di LAPAS secara terkendali

39,40 41,42,43,44, 45,46

8 item

Hubungan interpersonal

Napi anak mampu berhubungan dengan teman-temannya sesama penghuni LAPAS

47,48,49, 50,52

51 6 item

Napi anak mampu berhubungan dengan petugas-petugas

LAPAS.

53,54,55, 57

56 5 item

Jumlah 57 item

Item-item dibuat peneliti dengan pernyataan-pernyataan yang bersifat positif dan negatif atau disebut pula dengan istilah favorable dan unfavorable. Setiap pernyataan memiliki 5 alternatif jawaban berdasarkan kecenderungan yang dirasakan oleh napi anak dalam melakukan proses penyesuaian diri di LAPAS, yaitu:

Tabel 3.4

Format Penyekoran Instrumen Penyesuaian Diri

Item Nilai Pernyataan

SS S J TS STS

Favorable 5 4 3 2 1


(33)

Keterangan:

SS : Sering Sekali S : Sering J : Jarang P : Pernah TP : Tidak Pernah

3. Kategorisasi Skala

Kategorisasi merupakan suatu usaha untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut tertentu. Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan variabel yang diukur (Azwar, 2008: 107). Dalam penelitian ini peneliti mengelompokkan hasil total skor subjek menjadi dua kategori baik untuk problem solving appraisal dan untuk penyesuaian diri.

Tabel 3.5

Kategorisasi Skala Rumus Dua Level

Kriteria Kategori

X ≥ µ (rata-rata populasi) Tinggi X < µ (rata-rata populasi) Rendah

(Ihsan, 2009: 77) Keterangan:

X = skor subjek µ = rata-rata baku σ = deviasi standar baku


(34)

Kategorisasi dihitung berdasarkan analisis statistik deskriptif dari skor mentah yang diperoleh oleh subjek di masing-masing variabel baik variabel

problem solving appraisal dan penyesuaian diri di Lapas. Analisis deskriptif diolah dengan bantuan software SPSS 15,0 sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.6

Statistik Deskriptif Problem Solving Appraisal dan Penyesuaian Diri

N Minimal Maksimal

Rata-rata Std. Deviation Problem Solving

Appraisal 48 49 106 76.31 13.811

Penyesuaian Diri 48 49 118 86.54 18.861

Valid N (listwise) 48

Dari tabel 3.6 di halaman sebelumnya, maka didapat hasil pengkategorisasian untuk problem solving appraisal dan penyesuaian diri di Lapas adalah sebagai berikut:

Tabel 3.7

Kategorisasi Problem Solving Appraisal

Kriteria Kategori

X ≥ 76,31 (rata-rata populasi) Effective problem solvers

X < 76,31 (rata-rata populasi) Ineffective problem solvers

Tabel 3.8

Kategorisasi Penyesuaian Diri

Kriteria Kategori

X ≥ 86,54 Well Adjustment


(35)

F. Proses Pengembangan Instrumen Penelitian

Pengembangan instrumen penelitian dilakukan dengan uji coba untuk mengukur sejauh mana instrumen penelitian dapat mengungkap dengan tepat variabel yang akan diukur. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian “hubungan antara problem solving appraisal dan penyesuaian diri pada napi anak penghuni Lapas di Bandung” adalah instrumen yang mengukur problem solving appraisal dan penyesuaian diri napi anak di Lapas.

Uji coba instrumen dilaksankan pada 48 napi anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan di daerah Bandung diantaranya adalah Rutan Tahanan Negara Klas I Bandung, dan Lapas Sustik Klas IIA Bandung, dan Lapas Wanita Bandung Klas IIA. Data kemudian diolah untuk dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji coba instrumen dalam penelitian ini bersifat uji coba terpakai sehingga pengambilan data dilakukan hanya satu kali. Data yang terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data dengan menghilangkan item-item yang tidak valid ataupun reliabel. Uji coba terpakai dilakukan karena mengingat populasi penelitian yang jumlahnya sangat terbatas. Berikut langkah-langkah yang dilakukan dalm analisis dan seleksi item.

1. Analisis dan Seleksi Item

Dalam prosedur seleksi atau pemilihan item menyangkut beberapa tahap kerja. Tahap pertama adalah analisis dan seleksi item berdasakan evaluasi kualitatif atau validitas isi yang kedua adalah prosedur seleksi item melalui analisis kuantitatif yang dalam hal ini peneliti dibantu dengan SPSS versi15.0for Windows.


(36)

a. Uji Validitas Isi

Pelaksanaan validitas isi diawali dengan menerjemahkan salah satu intrumen modifikasi terlebih dahulu, yang dalam hal ini adalah instrumen

problem solving appraisal dengan bantuan salah satu dosen bahasa inggris, yaitu Dr. Doddy Rusmono, MLIS.

Setelah penerjemahan salah satu instrumen selesai, peneliti melakukan validitas isi melalui professional judgement yaitu pada dua dosen psikologi Siti Chotidjah, MA.,Psi, dan Sri Maslihah, M.Psi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement (Azwar, 1997: 48).

b. Analisis Item

Analisis item merupakan prosedur untuk meningkatkan validitas dan reabilitas suatu alat tes dengan cara memilih item-item yang sesuai dengan tujuan alat tes (Crocker dan Agina, 2005). Analisis item didasarkan dari data empiris dengan melakukan analisis kuantitatif terhadap parameter-parameter item seperti indeks kesukaran item, indeks diskriminasi item, analisis reabilitas dan validitas alat ukur tersebut (Azwar, 2010: 56).

Setelah melakukan mengambilan data, peneliti melakukan pemilihan item melalui pengujian daya diskriminasi item yang akan menghendaki dilakukannya komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi skor skala itu sendiri yang akan menghasilkan corrected item-total correlation atau daya beda item (Azwar, 2010: 59). Suatu item dikatakan


(37)

layak jika memiliki koefisien korelasi r ≥ 0,30 tetapi jika jumlah item yang lolos masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka koefisien korelasi dapat diturunkan dari 0,30 menjadi 0,25. Hal yang tidak disarankan adalah jika menurunkan batas koefisien korelasi dibawah 0,20 (Azwar, 2010: 65).

Tabel 3.9

Kriteria Evaluasi Indeks Diskriminasi

Indeks Diskriminasi Evaluasi

> 0,40 Bagus sekali

0,30 ≥ 0,39 Lumayan bagus tapi masih perlu peningkatan

0,20 ≥ 0,29 Belum memuaskan, perlu diperbaiki < 0,20 Jelek dan harus dibuang

(Ebel, 1979 dalam Azwar, 1996: 140) Berdasarkan hasil analisis item secara kuantitatif melalui pengujian daya diskriminasi item atau daya beda item yang dibantu dengan SPSS versi 15.0 for Windows maka terdapat 18 item yang layak dari 33 item pada variabel problem solving appraisal dan 25 item yang layak dari 57 item pada variabel penyesuaian diri.

Tabel. 3.10

Item-item yang Layak Instrumen Problem Solving Appraisal

No. Dimensi Item-item yang layak Total

Problem Solving Confidence 10,12,19,28,33 5 item

The Approach-Avodance 1,2, 4, 14,16,18,30,29 8 item

Personal Control 3,8,11,25,32 5 item


(38)

Tabel 3.11

Item-item yang Layak Instrumen Penyesuaian Diri

No Dimensi Item-item yang Layak Total

1. Persepsi terhadap kenyataan 1,3,9 3 item 2. Kemampuan untuk mengatasi

stres dan kecemasan

10,11,12,13,16,17 6 item 3. Citra diri (self-image) yang

positif

19, 21,22,25,28, 29,34,35

8 item 4. Kemampuan untuk

mengekspresikan perasaan

41,42,43,45,44,46 6 item

5. Hubungan interpersonal 51,56 2 item

Jumlah Total 25 item

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran sehingga reliabilitas dapat diartikan sebagai tingkat keterpercayaan hasil suatu pengukuran (Azwar, 2010). Reliabilitas menunjukkan sejauhmana konsistensi hasil pengukuran apabila pengukuran dilakukan ulang pada kelompok subjek yang sama (Azwar, 2009: 8). Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx) yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2010: 83). Dalam penelitian ini, koefisien reliabilitas dihitung menggunakan SPSS versi 15.0 for Windows. Menurut Guilford (Sugiyono, 2012: 184), kriteria koefisien reliabilitas Alpha Cronbach


(39)

Tabel 3.12

Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach

Kriteria Koefisien

Sangat Reliabel >0,900

Reliabel 0,700-0,900

Cukup Reliabel 0,400-0,700 Kurang Reliabel 0,200-0,400

Tidak Reliabel <0,200

Tabel 3.13

Reliabilitas Instrumen Problem Solving Appraisal Sebelum Dilakukan Seleksi Item

Cronbach's

Alpha N of Items

.686 33

Tabel 3.14

Reliabilitas Instrumen Problem Solving Appraisal Setelah Dilakukan Seleksi Item

Pada tabel 3.13 dan 3.14 di atas, dapat dilihat hasil uji reliabilitas pada instrumen problem solving appraisal sebelum dilaksanakannya seleksi item yaitu sebesar 0,686 dan setelah seleksi item sebesar 0,785. Hal ini menunjukkan bahwa reliabilitas instrumen problem solving appraisal mengalami perubahan dari instrumen yang cukup reliabel menjadi instrumen yang reliabel.

Cronbach's

Alpha N of Items


(40)

Tabel 3.15

Reliabilitas Instrumen Penyesuaian Diri Sebelum Dilakukan Seleksi Item

Cronbach's

Alpha N of Items

.822 57

Tabel 3.16

Reliabilitas Instrumen Penyesuaian Diri Setelah Dilakukan Seleksi Item

Pada tabel 3.15 dan 3.16 di atas, dapat dilihat hasil uji reliabilitas pada instrumen penyesuaian diri sebelum dilaksanakannya seleksi item yaitu sebesar 0,822 dan setelah seleksi item sebesar 0,902. Hal ini menunjukkan bahwa reliabilitas instrumen penyesuaian diri mengalami perubahan dari instrumen yang reliabel menjadi instrumen yang sangat reliabel.

G. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa pemberian kuesioner. Kuesioner adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian pernyataan mengenai suatu masalah atau bidang yang akan diteliti (Narbuko dan Achmadi, 2010). Dalam penelitian ini, peneliti memberikan responden dua kuesioner yang

Cronbach's

Alpha N of Items


(41)

mengukur problem solving appraisal yang dikembangkan dari Problem Solving Inventory (PSI) (Heppner dan Petersen, 1982) dan penyesuaian diri di Lapas yang dibuat berdasarkan teori karakteristik penyesuaian diri dari Harber dan Runyon (1984).

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert dengan pilihan jawaban masing-masing 6 pilihan jawaban untuk problem solving appraisal dan 5 pilihan jawaban untuk penyesuaian diri. Responden diminta untuk memilih salah satu dari keenam dan kelima jawaban dari masing-masing instrumen penelitian.

H. Analisis Data

Berikut ini pelaksanaan analisis data dalam penelitian mengenai hubungan antara problem solving appraisal dengan penyesuaian diri.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji untuk mengukur apakah data berdistribusi normal sehingga dapat dipakai statistik parametrik (statistik inferensial). Apabila data berdistribusi normal maka teknik yang digunakan adalah teknik parametrik sedangkan data yang berdistribusi tidak normal maka teknik yang digunakan adalah teknik nonparametrik. Data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai probabilitasnya > 0,05. Sedangkan data berdistribusi tidak normal apabila nilai probabilitasnya ≤ 0,05 (Sugiyono, 2008: 2010). Uji normalitas dilaksanakan oleh peneliti dengan bantuan SPSS versi15.0for Windows.


(42)

Tabel 3.17

Hasil Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smi rnov Test

48 48 76.31 86.54 13.811 18.861 .075 .113 .075 .058 -.066 -.113 .523 .783 .947 .572 N Mean

Std. Dev iation Normal Parametersa,b

Absolute Positiv e Negat iv e Most Extreme

Dif f erences

Kolmogorov -Smirnov Z Asy mp. Sig. (2-t ailed)

problemsolv i ngappraisal

peny esua iandiri

Test distribution is Normal. a.

Calculated f rom data. b.

Pada tabel 3.17 di atas dapat dilihat nilai p (Asymp. Sig) untuk problem solving appraisal 0,947 dan penyesuaian diri sebesar 0,572. Kedua hasil tersebut memiliki nilai > 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel problem solving appraisal dan penyesuaian diri berdisribusi normal.

2. Uji Linearitas

Uji linear digunakan untuk melihat apakah variabel problem solving appraisal dan penyesuaian diri linear atau tidak dan digunakan untuk dapat mengetahui taraf signifikansi penyimpangan dari linearitas hubungan tersebut. Suatu hubungan dapat dikatakan linear apabila adanya kesamaan variabel, baik penurunan maupun kenaikan yang terjadi pada kedua variabel tersebut.


(43)

Tabel 3.18 Hasil Uji Linearitas

Model

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 2395.365 1 2395.365 7.692 .008(a)

Residual 14324.552 46 311.403

Total 16719.917 47

a Predictors: (Constant), Problem Solving Appraisal

b Dependent Variable: Penyesuaian Diri

Berdasarkan hasil analisis linearitas pada tabel 3.18 di atas, antara variabel

problem solving appraisal dan penyesuaian diri menunjukkan bahwa signifikansi yang dihasilkan adalah sebesar 0,008 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa

problem solving appraisal berpengaruh pada penyesuaian diri napi anak di Lapas. 3. Uji Korelasi

Uji korelasi merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menguji ada atau tidaknya hubungan serta arah hubungan dari dua variabel atau lebih. Dalam penelitian ini dilakukan uji korelasi untuk melihat apakah terdapat hubungan antara variabel problem solving appraisal dan penyesuaian diri. Untuk data yang berdistribusi normal dan linear digunakan uji korelasi product moment Pearson

sedangkan untuk data yang tidak berdistribusi normal dan linear maka digunakan uji korelasi rank spearman.

Berdasarkan hasil uji normalitas dan linearitas variabel problem solving appraisal dan penyesuaian diri menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan linear sehingga uji korelasi menggunakan uji korelasi Product Moment Pearson.


(44)

Korelasi Product Moment digunakan untuk menguji hipotesis hubungan antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Setelah nilai koefisien korelasi didapatkan, maka untuk menginterpretasikan koefisien korelasi tersebut digunakan pedoman sebagai berikut (Arikunto, 2010):

Tabel 3.19 Interpretasi Nilai r

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,000 – 0,199 Sangat rendah

0,200 – 0,399 Rendah

0,400 – 0,599 Sedang

0,600 – 0,799 Kuat

0,800 – 1,000 Sangat kuat

Uji korelasi ini kemudian akan dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS versi 15.0for Window.

4. Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi adalah seberapa besar kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan varians dari variabel terikatnya. Biasanya digunakan untuk menganalisis seberapa besar kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat yang dinyatakan dalam persentase (%). Secara sederhana koefisien determinasi dihitung dengan menkuadratkan koefisien korelasi.

(Sudjana,2005)

Keterangan:

KD = Koefisien Determinasi r = Koefisien Korelasi Pearson


(45)

5. Uji Signifikansi

Uji signifikansi merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi yang signifikan antara variabel pertama dengan variabel kedua. Berikut ini kriteria signifikansi korelasi:

Tabel 3.20

Kriteria Signifikansi Variabel Kriteria

Probabilitas > 0,05 Ho diterima Probabilitas ≤ 0,05 Ho ditolak


(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara problem solving appraisal dan penyesuaian diri napi anak penghuni Lapas di Bandung dapat disimpulkan bahwa:

1. Sebagian besar napi anak penghuni Lapas di Bandung meyakini dirinya sebagai ineffective problem solvers. Hal ini menunjukkan bahwa napi anak sebagian besar yang kurang mampu beradaptasi dengan mudah dalam berbagai kondisi lingkungan seperti apapun, menghadapi berbagai

stressor, dan mengembangkan metode yang efektif untuk meraih berbagai

kebutuhan dan tujuan-tujuan hidupnya.

2. Sebagian besar napi anak penghuni Lapas di Bandung mampu menyesuaikan diri dengan baik atau berperilaku well-adjusted. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar sudah mampu menyelesaikan sebagian besar konflik, frustrasi, dan kesulitan-kesulitan baik yang ada di dalam diri dan sosialnya di Lapas.

3. Problem solving appraisal memiliki kontribusi dalam mendukung

penyesuaian napi anak di Lapas terutama dengan empat dari lima aspek penyesuaian diri yaitu hubungan interpersonal, persepsi terhadap


(47)

kenyataan, self image, dan hubungan dengan kemampuan mengekspresikan perasaan. Napi anak yang menganggap dirinya mampu memecahkan permasalahan secara efektif akan mampu untuk beradaptasi dengan mudah dalam berbagai kondisi lingkungan Lapas, mampu menghadapi berbagai konflik, frustrasi, dan stressor, dan mampu untuk mengembangkan metode yang efektif untuk meraih berbagai kebutuhan dan tujuan-tujuan hidupnya. Sebaliknya, napi anak yang tidak memiliki kepercayaan diri dalam menyelesaikan permasalahan, cenderung menghindari masalah, kurang mampu untuk mengontrol baik emosi dan perilakunya, dan dia akan memiliki kesulitan dalam menyesuaikan diri.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara problem solving appraisal dan penyesuaian diri napi anak penghuni Lapas di Bandung, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi napi anak

a. Sebaiknya napi anak berupaya untuk membangun rasa kepercayaan diri terutama dalam menghadapi permasalahan dan dalam mengontrol dirinya. Meningkatkan kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah dan kontrol diri akan dapat mendorong napi anak untuk mengurangi


(48)

kecenderungan untuk menghindari masalah yang nantinya akan mengganggu penyesuaian diri mereka di Lapas.

b. Masuk ke Lapas merupakan transisi yang sulit bagi napi anak sehingga penyesuaian diri akan sangat diperlukan. Sebaiknya napi anak lebih membangun berbagai aspek-aspek yang dapat mendorong penyesuaian diri mereka menjadi lebih baik seperti membangun hubungan interpersonal yang baik dengan penghuni Lapas lain, meningkatkan persepsi mereka terhadap kenyataan yang akan mendukung mereka dalam menilai situasi, masalah, atau keterbatasannya, dan tepat atau tidaknya tindakan dalam menyelesaikan permasalahan di Lapas, membangun citra diri yang positif, dan meningkatkan kemampuannya untuk mengontrol emosi.

2. Bagi Orang Tua

a. Sebaiknya orang tua, lebih rajin untuk memberikan dukungan sosial dan emosional pada anaknya di Lapas karena dukungan sosial dan emosional akan dapat mendukung bagi peningkatan keyakinan diri napi anak dalam menghadapi masalah dan menyesuaikan diri di Lapas. 3. Bagi Pihak Lembaga Pemasyarakatan

a. Pihak Lapas sebaiknya menyediakan sebuah pembinaan yang dapat mendukung peningkatan problem solving appraisal karena problem solving appraisal pada hakekatnya terfokus pada bagaimana individu


(49)

menyelesaikan permasalahan hidup. Pembinaan ini akan menjadi bekal dan bermanfaat bagi napi anak dalam menghadapi kehidupan tidak hanya di dalam Lapas bahkan di luar Lapas.

b. Pihak Lapas sebaiknya menyediakan pelayanan konseling untuk menggali permasalahan yang dihadapi oleh napi anak selama mereka menjalani hidup di Lapas. Konseling akan membantu mengurangi stres dan kecemasan yang napi anak hadapi di Lapas sehingga penyesuaian diri yang optimal dapat tercapai.

c. Pihak Lapas sebaiknya menyediakan fasilitas berupa pelatihan,

permainan, atau keterampilan, yang disesuaikan dengan hobi dan kesenangan napi anak atau disesuaikan dengan karakteristik remaja. Fasilitas seperti ini dapat bermanfaat selain bagi penyesuaian diri, namun juga untuk mengasah kemampuan mereka dalam memecahkan permasalahan dalam pelatihan, permainan, atau keterampilan sehingga dapat bermanfaat bagi mereka kelak di luar Lapas.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian kualitatif untuk lebih menggali secara mendalam permasalahan napi anak di Lapas, problem solving appraisal, dan penyesuaian diri napi anak di Lapas.


(50)

b. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk menggali aspek-aspek lain selain problem solving appraisal yang dapat mendukung terciptanya penyesuaian diri yang optimal bagi napi anak di Lapas. c. Instrumen diharapkan dapat dikembangankan dan dimodifikasi agar

lebih sesuai dan lebih menggali dan mengukur baik problem solving appraisal dan penyesuaian diri napi anak di Lapas.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., dan Asrori, M. (2011). Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara

Animasahun, R.A. (2010). “Intelligent Quotient, Emotional Intelligence and Spiritual Intelligence as Correlates of Prison Adjustment among Inmates in Nigeria Prisons”. Journal Social and Science, 22(2), 121-128.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., dan Hilgard. E.R. (1996). Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Azwar, S. (2010). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, S. (2009). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, S. (1996). Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bandura, A. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W. H. Freeman and company

Biggam, F.H., dan Power, K.G. (1999). “A Comparison of the Problem Solving Abilities and Psychological Distress of Suicidal, Bullied, and Protected Prisoners”. Criminal Justice and Behavior, 26, 196-216.

Calhoun, J.F., Acocella, J.R. (1990). Psychology of Adjustment and Human Relationship 3rd Edition. New York : Mac Graw-Hill. Inc.

Cooke, D. J., Baldwin, P. J., dan HowisonJ. (1990). Psychology in prisons. London: Routledge.

Darmawan, I. (2011). Penjara Anak di Indonesia Memprihatikan Vivanews [Online]. Tersedia: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/235306-7000-ribu-anak-anak-dipenjara-tiap-tahun. [14 Desember 2011].


(52)

Dian, N. (2012, 13 Januari). Kematian Tahanan Anak di Lapas Tulung Agung.

Tempo [Online]. Tersedia:

http://www.tempo.co/read/news/2012/01/13/058377188/Kematian-Tahanan-Anak-di-Lapas-Tulungagung-Diusut. [19 Januari 2012].

Dic. (2012, 5 Agustus). Bandung Tertinggi Angka Kriminalistas: Tribun Jabar

[Online]. Tersedia: http://m.tribunjabar.co.id/2012/08/05/bandung-tertinggi-angka-kriminalitas. [26 Desember 2012].

Ditjen.PAS. (2013). Data Terakhir Jumlah Penghuni Per-UPT pada Kanwil. Sistem

Data Base Pemasyarakatan [Online]. Tersedia:

http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly/kanwil/db5e00e0-6bd1-1bd1-913c-313134333039. [21 Desember 2013]

Furhmann, B. S. (1990). Adolescence Adolescents (2rd). London : Brown Higher Education.

Gate, I., dan Gersild, A. (1983). “Meaning of Adjustment. In: RN Sarona (Ed)”.

Abnormal Psychological. New Delhi: Anand Publisher, 23-24.

Haber, A.,dan Runyon, R. P. (1984). Psychology of adjustment. Illinois:The Dorsey Press.

Hall, C., dan Lindzey, G. (1985). Introduction to Theories of Personality. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Heppner, P.P., dan Lee, D.G. (2002). “Problem Solving Appraisal and Psychological Adjustment”. Handbook of Positive Psychology. NC : Oxford University Press.

Heppner, P.P., dan Petersen, C. (1982). “A Personal Problem Solving Inventory”. The Annual Convention of the American Psychological Association. Los Angeles: APA


(53)

Heppner, P.P., Witty, T.E., dan Dixon, W.A. (2004). “Problem Solving Appraisal and Human Adjustment : A review of 20 years of research using the problem solving inventory”. The Counseling Psychologist, 32, 344-428.

Heppner, P.P., dan Krauskopf, C.J. (1987). “An Information-Processing Approach to Personal Problem Solving”. The Counseling Psychologist, 15, 371-447

Hurlock, E.B. (1980). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga

Ihsan, H. (2009). Metode Skala Psikologi. Bandung: Tidak Diterbitkan

Kinanthi, M.R. (2011). “Problem Solving Appraisal: The Contribution of Family Protective Factors”. The International Conference on Psychology of Resilience, 175-178. Depok: Universitas Indonesia.

Latipun. (2010). Psikologi Eksperimen. Malang: UMM Press

Lazarus. (1976). Pattern of Adjustment (Third Edition). New York: McGraw-Hill. Listyawati, R. (2011). Napi Anak Banyak, Salah Kepolisian. Waspada [Online].

Tersedia:

http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=20733 5:-napi-anak-banyak-salah-kepolisian&catid=14:medan&Itemid=27. [14 Desember 2011].

Makitan, A., dan Mustika, G. (2012). LBH: Hampir Semua Tahanan Anak Disiksa.

Tempo [Online]. Tersedia:

http://www.tempo.co/read/news/2012/04/12/173396497/LBH-Hampir-Semua-Tahanan-Anak-Disiksa. [21 Desember 2013]

Mu’tadin, Z. (2002). Penyesuaian Diri Remaja [Online]. Tersedia: http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=390. [14 Desember 2011]


(54)

MYS. (2012). Empat Perkara yang Paling Banyak Menyeret Anak. Hukumonline

[Online]. Tersedia:

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f3a36c521913/empat-perkara-yang-paling-banyak-menyeret-anak. [21 Desember 2013]

Purmiati., Supatimi, S.M., dan Tinduk, N.M.M. (2002). Analisis Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Jakarta: UNICEF Indonesia.

Sanderson, C.A. (2004). Health Psychology. New York: John Wiley & Sons, Inc. Santrock, J.W. (1983). Life Span Development Jilid II. Jakarta : Erlangga.

Schneider, A.A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York : Holt, Rinehart, Winston.

Silawaty, I., dan Ramdhan, M. (2007). Peran Agama Terhadap Penyesuaian Diri Narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Jurnal Ilmiah Universitas Indonesia, 13, No.3, 225-234.

Snyder, C.R., dan Lopez, S.J. (2002). Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University Press.

Soebijoto, H. (2011, 20 Januari). Angka Kejahatan di Indonesia Turun. Kompas

[Online]. Tersedia:

http://tekno.kompas.com/read/2011/01/20/10434465/angka.kejahatan.di.indon esia.turun. [16 Desember 2011].

Soetodjo, W. (2006). Hukum Pidana Anak. Bandung: Refika Aditama. Steinberg, L. (1993). Adolescence. New York : McGraw-Hill, Inc. Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.


(55)

Suryanto. (2011, 25 Februari). Penghuni Lapas di Indonesia 135 ribu Orang. Antara

News [Online]. Tersedia :

http://www.antaranews.com/berita/1298649268/penghuni-lapas-di-indonesia-135-ribu-orang. [16 Desember 2011].

Tanpa Nama. (2011). Pidana. [online]. Tersedia:

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_pidana. [16 Desember 2011].

Tongeren, D.R.V., dan Klebe, K.J. (2009). “Reconceptualizing Prison Adjustment: A Multidimensional Approach Exploring Female Offenders Adjustment to Prison Life”. The Prison Journal, 90 (1), 48-68.

Tanpa Nama. (2011). Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) [online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan. [18 Desember 2011]. Randan, P. (2012, 4 Januari). Indonesia dalam Bingkai Kriminalitas. Analisa Daily

[Online]. Tersedia di :

http://www.analisadaily.com/news/read/2011/11/15/21724/indonesia_dalam_ bingkai_kriminalitas/ [19 Januari 2012].

Yusuf, S. (2009). Mental Hygene : Nutrisi Psikospiritual untuk Hidup Sehat Berkualitas. Bandung: Maestro.

Vembriarto, S.T. 1993. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: BPK Gunung Agung.

Wulan, W.S.A (2010). 80 Persen Anak Alami Kekerasan di Lapas. Kompas [Online]. Tersedia:

http://nasional.kompas.com/read/2010/03/22/14044936/80.Persen.Anak.Alam i.Kekerasan.di.Lapas. [14 Desember 2011].

Zuriah, N .(2006). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara


(1)

b. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk menggali aspek-aspek lain selain problem solving appraisal yang dapat mendukung terciptanya penyesuaian diri yang optimal bagi napi anak di Lapas. c. Instrumen diharapkan dapat dikembangankan dan dimodifikasi agar

lebih sesuai dan lebih menggali dan mengukur baik problem solving appraisal dan penyesuaian diri napi anak di Lapas.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., dan Asrori, M. (2011). Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara

Animasahun, R.A. (2010). “Intelligent Quotient, Emotional Intelligence and Spiritual Intelligence as Correlates of Prison Adjustment among Inmates in Nigeria Prisons”. Journal Social and Science, 22(2), 121-128.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., dan Hilgard. E.R. (1996). Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Azwar, S. (2010). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, S. (2009). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, S. (1996). Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bandura, A. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W. H. Freeman and company

Biggam, F.H., dan Power, K.G. (1999). “A Comparison of the Problem Solving Abilities and Psychological Distress of Suicidal, Bullied, and Protected Prisoners”. Criminal Justice and Behavior, 26, 196-216.

Calhoun, J.F., Acocella, J.R. (1990). Psychology of Adjustment and Human Relationship 3rd Edition. New York : Mac Graw-Hill. Inc.

Cooke, D. J., Baldwin, P. J., dan Howison J. (1990). Psychology in prisons. London: Routledge.

Darmawan, I. (2011). Penjara Anak di Indonesia Memprihatikan Vivanews [Online]. Tersedia: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/235306-7000-ribu-anak-anak-dipenjara-tiap-tahun. [14 Desember 2011].


(3)

Dian, N. (2012, 13 Januari). Kematian Tahanan Anak di Lapas Tulung Agung.

Tempo [Online]. Tersedia:

http://www.tempo.co/read/news/2012/01/13/058377188/Kematian-Tahanan-Anak-di-Lapas-Tulungagung-Diusut. [19 Januari 2012].

Dic. (2012, 5 Agustus). Bandung Tertinggi Angka Kriminalistas: Tribun Jabar [Online]. Tersedia: http://m.tribunjabar.co.id/2012/08/05/bandung-tertinggi-angka-kriminalitas. [26 Desember 2012].

Ditjen.PAS. (2013). Data Terakhir Jumlah Penghuni Per-UPT pada Kanwil. Sistem

Data Base Pemasyarakatan [Online]. Tersedia:

http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly/kanwil/db5e00e0-6bd1-1bd1-913c-313134333039. [21 Desember 2013]

Furhmann, B. S. (1990). Adolescence Adolescents (2rd). London : Brown Higher Education.

Gate, I., dan Gersild, A. (1983). “Meaning of Adjustment. In: RN Sarona (Ed)”.

Abnormal Psychological. New Delhi: Anand Publisher, 23-24.

Haber, A.,dan Runyon, R. P. (1984). Psychology of adjustment. Illinois: The Dorsey Press.

Hall, C., dan Lindzey, G. (1985). Introduction to Theories of Personality. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Heppner, P.P., dan Lee, D.G. (2002). “Problem Solving Appraisal and Psychological Adjustment”. Handbook of Positive Psychology. NC : Oxford University Press.

Heppner, P.P., dan Petersen, C. (1982). “A Personal Problem Solving Inventory”. The Annual Convention of the American Psychological Association. Los Angeles: APA


(4)

Heppner, P.P., Witty, T.E., dan Dixon, W.A. (2004). “Problem Solving Appraisal and Human Adjustment : A review of 20 years of research using the problem

solving inventory”. The Counseling Psychologist, 32, 344-428.

Heppner, P.P., dan Krauskopf, C.J. (1987). “An Information-Processing Approach to

Personal Problem Solving”. The Counseling Psychologist, 15, 371-447

Hurlock, E.B. (1980). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga

Ihsan, H. (2009). Metode Skala Psikologi. Bandung: Tidak Diterbitkan

Kinanthi, M.R. (2011). “Problem Solving Appraisal: The Contribution of Family

Protective Factors”. The International Conference on Psychology of Resilience, 175-178. Depok: Universitas Indonesia.

Latipun. (2010). Psikologi Eksperimen. Malang: UMM Press

Lazarus. (1976). Pattern of Adjustment (Third Edition). New York: McGraw-Hill. Listyawati, R. (2011). Napi Anak Banyak, Salah Kepolisian. Waspada [Online].

Tersedia:

http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=20733 5:-napi-anak-banyak-salah-kepolisian&catid=14:medan&Itemid=27. [14 Desember 2011].

Makitan, A., dan Mustika, G. (2012). LBH: Hampir Semua Tahanan Anak Disiksa.

Tempo [Online]. Tersedia:

http://www.tempo.co/read/news/2012/04/12/173396497/LBH-Hampir-Semua-Tahanan-Anak-Disiksa. [21 Desember 2013]

Mu’tadin, Z. (2002). Penyesuaian Diri Remaja [Online]. Tersedia: http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=390. [14 Desember 2011]


(5)

MYS. (2012). Empat Perkara yang Paling Banyak Menyeret Anak. Hukumonline

[Online]. Tersedia:

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f3a36c521913/empat-perkara-yang-paling-banyak-menyeret-anak. [21 Desember 2013]

Purmiati., Supatimi, S.M., dan Tinduk, N.M.M. (2002). Analisis Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Jakarta: UNICEF Indonesia.

Sanderson, C.A. (2004). Health Psychology. New York: John Wiley & Sons, Inc. Santrock, J.W. (1983). Life Span Development Jilid II. Jakarta : Erlangga.

Schneider, A.A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York : Holt, Rinehart, Winston.

Silawaty, I., dan Ramdhan, M. (2007). Peran Agama Terhadap Penyesuaian Diri Narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Jurnal Ilmiah Universitas Indonesia, 13, No.3, 225-234.

Snyder, C.R., dan Lopez, S.J. (2002). Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University Press.

Soebijoto, H. (2011, 20 Januari). Angka Kejahatan di Indonesia Turun. Kompas

[Online]. Tersedia:

http://tekno.kompas.com/read/2011/01/20/10434465/angka.kejahatan.di.indon esia.turun. [16 Desember 2011].

Soetodjo, W. (2006). Hukum Pidana Anak. Bandung: Refika Aditama. Steinberg, L. (1993). Adolescence. New York : McGraw-Hill, Inc. Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.


(6)

Suryanto. (2011, 25 Februari). Penghuni Lapas di Indonesia 135 ribu Orang. Antara

News [Online]. Tersedia :

http://www.antaranews.com/berita/1298649268/penghuni-lapas-di-indonesia-135-ribu-orang. [16 Desember 2011].

Tanpa Nama. (2011). Pidana. [online]. Tersedia:

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_pidana. [16 Desember 2011].

Tongeren, D.R.V., dan Klebe, K.J. (2009). “Reconceptualizing Prison Adjustment: A Multidimensional Approach Exploring Female Offenders Adjustment to

Prison Life”. The Prison Journal, 90 (1), 48-68.

Tanpa Nama. (2011). Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) [online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan. [18 Desember 2011]. Randan, P. (2012, 4 Januari). Indonesia dalam Bingkai Kriminalitas. Analisa Daily

[Online]. Tersedia di :

http://www.analisadaily.com/news/read/2011/11/15/21724/indonesia_dalam_ bingkai_kriminalitas/ [19 Januari 2012].

Yusuf, S. (2009). Mental Hygene : Nutrisi Psikospiritual untuk Hidup Sehat Berkualitas. Bandung: Maestro.

Vembriarto, S.T. 1993. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: BPK Gunung Agung.

Wulan, W.S.A (2010). 80 Persen Anak Alami Kekerasan di Lapas. Kompas [Online]. Tersedia:

http://nasional.kompas.com/read/2010/03/22/14044936/80.Persen.Anak.Alam i.Kekerasan.di.Lapas. [14 Desember 2011].

Zuriah, N .(2006). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara