Cara Guru Jepang Mengoptimalkan Papan Tulis dalam Proses Argumentasi di Kelas

Tulisan ini telah dimuat di Tabloid Aksara Edisi 109 September 2016 h.8
Serial Pendidikan dan Kehidupan di Jepang

Cara Guru Jepang Mengoptimalkan Papan Tulis dalam Proses Argumentasi
di Kelas

Oleh Yanti Herlanti*

Selama tiga tahun saya mendapat kesempatan bergabung dalam proyek
pengembangan kurikulum pendidikan lingkungan bersama Indonesia Education
Promoting Foundation (IEPF) Japan didukung oleh Japan Cooperation
International Agency (JICA). Kali ini saya akan menggambarkan pemanfaatan
papan tulis oleh guru di Jepang. Semoga bermanfaat bagi bapak dan ibu,
terutama di Sekolah Dasar.

Media pembelajaran apa yang paling banyak digunakan oleh guru SD di kelas?
Papan tulis! Ya, papan tulis merupakan media pembelajaran utama di kelas.

Papan tulis merupakan salah satu penemuan revolusioner dalam dunia. Dahulu
papan tulis digunakan para pelajar Babilionia dan Sumeria kuno serta juga
ditemukan di India berbentuk batu sabak. Abad ke-18 di Eropa batu sabak

digantikan dengan papan, karena lebih murah dari kertas dan tinta. Walaupun
terjadi perdebatan siapa yang punya ide papan tulis pertama, namun diketahui
tahun 1801 James Pillans seorang kepala sekolah dan guru geografi dari Old
High School in Edinburgh, Scotland pertama kali menggunakan papan tulis besar
yang digantungkan di dinding yang kemudian secara massif pada tahun 1960-an
digunakan sebagai standar yang harus ada di setiap kelas.

Bagaimana sebagaian besar guru di Indonesia memanfaatkan papan tulis? Ada
beberapa tindakan guru dalam memanfaatkan diantaranya adalah:

Tipe pertama, Guru menuliskan hari dan tanggal lalu menuliskan tujuan
pembelajaran di papan tulis. Selanjutnya guru memanfaatkan media presentasi
seperti LCD proyektor atau mengintruksikan siswa membuka buku/LKS dan
sama-sama membaca dan mengerjakan LKS. Papan tulis pun bersih tak terlihat
tulisan apapun.

Tipe kedua, Guru menuliskan atau meminta siswa menuliskan setiap kata dari
materi dari buku atau ringkasan materi ataupun contoh soal yang sudah dibuat
guru di papan tulis. Peserta didik diminta menulis kembali seperti yang tertera
di papan tulis di buku tulis masing-masing. Setelah papan tulis penuh, guru

menjelaskan maksud dari yang ditulis, kemudian setelah selesai menjelaskan
dan tak ada pertanyaan, tulisan dihapus untuk diganti tulisan lanjutan.
Seterusnya seperti itu. Walhasil papan tulis pun penuh dengan tulisan.

Tipe ketiga, Guru menuliskan tujuan pembelajaran di papan tulis. Lalu
menjelaskan materi melalui berbagai media, dan setiap point penting dari

* Dr. Yanti Herlanti, M.Pd dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta

Tulisan ini telah dimuat di Tabloid Aksara Edisi 109 September 2016 h.8
penjelasannya dituliskan dipapan tulis. Walhasil kita akan melihat resume pada
papan tulis berupa point-point penting pembelajaran hari itu.

Seperti halnya di Indonesia, pakar pendidikan di Jepang pun menyadari peran
vital dari papan tulis. Lalu bagaimana guru di Jepang memanfaatkan papan tulis?

Di Jepang satu jam pelajaran setara 50 menit. Setiap guru mata pelajaran
akan menyampaikan materi di kelas selama 50 menit yang meliputi pembukaan
sampai penutupan. Apa saja yang disampaikan oleh guru selama 50 menit

tersebut dapat dilihat di papan tulis. Papan tulis dimanfaatkan secara optimal
sebagai media pembelajaran. Gambar 1 memperlihatkan sekitar pukul 13.50
guru menempelkan selembar kertas berisi sebuah pertanyaan di papan tulis.
“Ada peristiwa apa di Hokaido setiap hari selasa ke-4 pada bulan oktober?”
Beberapa siswa menjawab dan guru menuliskan jawaban siswa menggunakan
kapur tulis. Selama kurang lebih lima menit, siswa diminta menebak jawaban
pertanyaan tersebut.



Gambar 1. Guru Hasimoto dari Toyama University Affiliated Elementary School
menempelkan pertanyaan di papan tulis dan menuliskan jawaban dari siswanya
[Foto Dokumen Prof. Negishi Toyama University].

Gambar 2 memperlihatkan guru menggunakan kapur berwarna putih
untuk menuliskan jawaban siswa. Penggunaan warna kapur merah digunakan
untuk menandai kata-kata kunci yang mengarah pada jawaban. Guru menandai
dengan kapur merah bahwa jawaban yang benar terkait dengan “rusa” dan
“makan”. Anak menebak bahwa “Selasa ke-4 bulan Oktober sebagai hari dimana
masyarakat Hokaido dilarang makan rusa!” namun jawabanya salah ternyata

sebaliknya yaitu “Hari bebas makan daging rusa sepuasnya. Guru pun
menuliskan dengan menggunakan kapur warna kuning sebagai jawaban yang
tepat. Lalu guru menempelkan selembar kertas lagi bergambar kesukaan anakanak terhadap daging rusa. Guru menggambarkan dari muka tersenyum sampai
cemberut untuk meunjukkan kesukaan sampai ketidaksukaan terhadap daging
rusa.


Tulisan ini telah dimuat di Tabloid Aksara Edisi 109 September 2016 h.8


Gambar 2. Guru Hasimoto dari Toyama University Affiliated Elementary School
menuliskan jawaban para siswa, kapur berwarna digunakan untuk menandai
kata-kata kunci yang mengarah pada jawaban dan jawaban terhadap jawaban
[Foto Dokumen Prof. Negishi Toyama University].



Gambar 3 menunjukkan guru menuliskan alasan peserta didik mengapa
tidak suka dan suka terhadap daging rusa. Alasan bermacam-macam misalnya
tak tega karena lucu, nanti rusanya habis, dan lainnya. Lalu guru membawa

daging rusa yang dibelinya di Hokaido. Peserta didik diminta mencobanya,
parameter kesukaan pun ditempelkan kembali untuk menjaring perubahan
kesukaan setelah peserta didik mencicipi daging rusa. Tampak di papan tulis
terjadi perubahan, peserta didik yang sangat menyukai daging rusa bertambah
dari 7 menjadi 21.



Gambar 3. Guru Hasimoto dari Toyama University Affiliated Elementary School
menuliskan jumlah siswa yang menyukai sampai yang tidak menyukai daging
rusa dan menuliskan alasan peserta didik mengapa menyukai dan tidak
menyukai [Foto Dokumen Prof. Negishi Toyama University].

Gambar 4 memperlihatkan guru menggali mengapa ada perubahan
persepsi? Siswa mengemukakan alasannya, dan guru menuliskan alasan di
papan tulis. Alasan peserta didik yang berubah dari tidak suka menjadi suka
karena ternyata setelah dicicipi daging rusanya enak. Ada juga yang bertahan
tidak menyukainya karena alasan rusa bisa habis padahal harusnya dilindungi.

Tulisan ini telah dimuat di Tabloid Aksara Edisi 109 September 2016 h.8

Lalu guru menempelkan grafik yang dibuat sendiri dari kertas karton. Grafik
kerusakan lahan pertanian di Hokaido dari tahun ke tahun.



Gambar 4. Guru Hasimoto dari Toyama University Affiliated Elementary School
menuliskan alasan perubahan pendapat siswa dan menempelkan grafik
kerusakan lahan pertanian di Hokaido [Foto Dokumen Prof. Negishi Toyama
University]

Gambar 5 menunjukkan guru menempelkan satu grafik lagi yaitu
pertumbuhan rusa di Hokaido dari tahun ke tahun. Siswa memikirkan hubungan
antara grafik kerusakan lahan pertanian dari tahun ke tahun dan pertumbuhan
rusa pada tahun yang sama di Hokaido. Dari dua grafik ini guru meminta para
siswa memikirkan alasan mengapa Hokaido masyarakat beramai-ramai
memakan daging rusa tiap selasa keempat bulan Oktober.





Gambar 5. Guru Hasimoto dari Toyama University Affiliated Elementary School
menempelkan grafik kedua yaitu pertumbuhan rusa di Hokaido [Foto Dokumen
Prof. Negishi Toyama University]


Gambar 6 menunjukkan kegiatan inti berlangsung selama 40 menit. Kita
bisa melihat rangkaian kegiatan selama 40 menit di papan tulis dari kanan ke
kiri. Apa yang dibelajarkan guru dan bagaimana proses argumentasi yang terjadi
di kelas terlihat di papan tulis.


Tulisan ini telah dimuat di Tabloid Aksara Edisi 109 September 2016 h.8



Gambar 6. Guru Hasimoto dari Toyama University Affiliated Elementary School
menempelkan kesimpulan dan pada pukul 14.30 kegiatan inti pembelajaran
berakhir. Seluruh pembelajaran yang dilakukan terlihat di papan tulis [Foto
Dokumen Prof. Negishi Toyama University]




Tidak hanya Guru Hasimoto, hampir semua guru di Toyama Jepang
mempunyai pola yang sama. Sebuah topik pembelajaran yang diberikan guru
selama satu jam pelajaran di kelas dapat dilihat pada papan tulis. Gambar 6
memperlihatkan selembar pertanyaan yang diberika guru dan proses
argumentasi yang terjadi selama pembelajaran di kelas. Warna kuning yang
ditempelkan adalah nama peserta didik yang memberikan pendapat. Garis
panah menunjukkan kaitan antara pendapat siswa yang satu dengan yang lain.



Gambar 7. Papan Tulis di sebuah kelas SD Jinzu Midori Jepang memuat apa yang
telah dibelajaran selama satu jam pembelajaran [Foto Dokumen Penulis].

Guru Jepang telah memanfaatkan papan tulis sebagai media pembelajaran
secara optimal. Selepas pembelajaran papan tulis dapat dipotret, dijadikan

Tulisan ini telah dimuat di Tabloid Aksara Edisi 109 September 2016 h.8
sebagai bahan refleksi. Bagaimana Guru Indonesia? Mari kita mulai

mengoptimalkan papan tulis sebagai media pembelajaran di kelas! #Yuk, Kita
Buat Indonesia Bagus! [YH].