KAJIAN STRUKTURAL-SEMIOTIK ROMAN UNE FILLE DANS LA VILLE KARYA FLORE VASSEUR.

KAJIAN STRUKTURAL-SEMIOTIK
ROMAN UNE FILLE DANS LA VILLE KARYA FLORE VASSEUR
SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh
Wahyu Apriyani
NIM 09204241010

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA PRANCIS
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015

PERSETUJUA}I

Skripsi yang berjudul Kajian Stnrktural-Semiotik Roman Une Fllle Dans La


WeKtrya

Flore Vasseuryang disusun olehWahyu Apriyani,

N[tlI. t92042414010 ini telah diperiksa

dan disetujui oleh dosen

untuk diujikan.

ogyakata,5 Juni 2015
Pembimbirg

r\m. 19710413 twl02-2 001

11

PENGESAHAN


Skripsi yang berjudul'Kajian Struktural-semiotlk Roman IIne Fille Dans La

We l{arya Flore Vasseur'

O92O424L010

yang disusun oleh Wahyu Apriyani, NIM.

ini telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 19

Juni 2015 dan dinyatakan lulus.

DEWAN PENGUJI

Nama

Tanda Tangan

Siti Perdi Rahayu, M.


.?.il.uv

Nuning Catur Sri

V4A{i 2oY

Yeni Artanti, M.

14

ili:rts

Dian Swandajani,

,- 4

\{5
t,

li:

"

fi{s
i

i..oia o

W,ffi'"

Sgyararh, . .9-

eI..3:..

Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri
Yogyakarta

#6*

Dekaq


. 19550505 198011

iii

I 001

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama

Wahyu Apriyani

NIM

09204241orc

Program Studi Pendidikan Bahasa Prancis


Fakultas

: Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

menyatakan bahwa karya ilmiah ini adalah hasil pekedaan saya sendiri. Sepanjang
pengetahuan saya, karya ilmiah ini tidak berisi materi yang ditulis oleh orang lain,

kecuali bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan mengikuti
tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim.

Apabila terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi
tanggungjawab saya.

Yogyakarta, 5 Juni 2015
Penulis,

M

Wahyu Apriyani


1V

MOTTO

“Dan perumpamaan-perumpamaan ini
Kami buat untuk manusia, dan tidak
ada yang akan memahaminya kecuali
mereka yang berilmu.”
(QS. Al-‘Ankabūt: 43)
Apabila kamu tidak dapat memberikan
kebaikan kepada orang lain dengan
kekayaanmu, berilah mereka kebaikan
dengan wajahmu yang berseri-seri,
akhlak baik dan ilmu yang bermanfaat.
(HR. Muslim dalam shahihnya)
Semoga jalan keluar terbuka, semoga
kita bisa mengobati jiwa kita dengan
doa.
Janganlah engkau berputus asa
manakala kecemasan yang

menggenggam jiwa menimpa.
Saat paling dekat dengan jalan keluar
adalah ketika telah terbentur pada putus
asa.
-Ali bin Abi ThalibI walk slowly, but never walk backward.
-Abraham LincolnThe greatest accomplishment is not in
never falling, but in rising again after
you fall.
- Vince Lombardi –
Jika dengan semangatmu menyelesaikan tugas akhir mengembangkan senyum
orang-orang tercinta, maka jangan kau tunda.
Kamu (teramat) bisa!
-Wahyu Apriyani-

v

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan,
Teruntuk Ayahanda yang telah berpulang, kertas berlembar-lembar yang ku

sebut skripsi ini terselesaikan. Maafkan, belum sempat mengajakmu ke
kampus tercinta.
Dear, Bunda yang tak lelah mendoa untukku, putri kecilmu yang kini
sudah mendewasa, skripsi ini belum berarti apa-apa berbanding dengan
pengorbananmu yang luar biasa.
Untuk Mas dan keluarga kecilnya yang kerap kali menyemangati dibalik
tanya saat aku mudik:
“Sampun dugi pundi, Yan skripsine?”

Untuk adik bungsu Fataung, kelak kau pun akan merasakan perjuangan
menumpahkan ide dalam kertas putih berlembar-lembar ini, aku tahu kamu
kelak bisa lebih cepat. Fighting, brother!
dan,
Teruntuk seseorang yang belum ku tahu ‘siapa’ nama dan ‘dari mana’
asalnya yang kujadikan moodbuster-ku untuk segera menyelesaikan tugas
akhir ini, agar segera pula kau menjemputku. Semoga Rabb Allah swt
mempertemukan kita di dunia dan akhirat-Nya.
~~
vi


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nyu, sehingga penulisan skripsi yang berjudul
'Kajian Struktural-Semiotik Roman (/ne Fille Dans La VilleKaryaFlore Vasseur'
dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam bagi Muhammad saw,
keluarga dan para pejuang sunnahnya.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian
persyaratan guna memperoleh atau mencapai gelar sarjarra pada Program Studi
Pendidikan Bahasa Prancis Universitas Negeri yogyakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya Tugas Akhir
Skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari beberapa pihak. Oleh
karena itu sepantasnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr.

2.
3.


Rochmat Wahab selaku Rektor Universitas Negeri
Yogyakarta.
Bapak Prof. Dr. Zamzani, M. Pd selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Yogyakarta.
Ibu Alice Armini, M. Hum selaku Ketua program studi pendidikan
Bahasa Prancis, Universitas Negeri yogyakarta.

4. Bapak Roirali, M. Hum selaku penasehat Akademik.
5. Ibu Dian Swandayani, M. Hum yang telah mernbimbing

dalam
penyusunan skripsi ini dengan kesabaran, kearifan, dan kebijaksanaan.

6. Alm. Ibu
7.

Indraningsih,

M. Hum yang telah membimbing dan

mengarahkan penulis dengan kesabaran.
Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis, Universitas
Negeri Yogyakart a ir ang telah memberikan bekal ilmu.

8. Alm. Bapak

dan Ibu, Mas Abu Mukhtaris dan adik bungsu Fatakhul

Mukhlis serta keluarga besar yang telah memberikan doa, dukungan dan
semangat.

9.

Admin jurusan yang cantik dan baik, Mba Anggi
10. Teman-teman kelas B regular 2oog, serta seluruh angkatan 2009, 2010,
2011,2012 jurusan Pendidikan Bahasa prancis.

11. Keluarga Taqiyyah, Anatiyya, Jannah Square dan

Flg

yarrg telah memberi

semangat penulis dalam penyusunan skripsi. uhibbukum
shalihah.

vii

fillah,

ukhtt

KL{ Al-Huda, Tipe-X, forum ukhuwah L9, Takmir Masjid Al-Munawwar,
terima kasih diberi kesempatan bertemu dan menjadi bagian daikalian. Je
vous aime grdce d Allah.
13. Jeni (Ipin-ku), Eka, Olpi, Aprid, Teh Rin, Nensi, Teh Anggi, Mba Widi,
12.

Mba Diena, Bu Pipit bertemu kalian adalah anugerah, sungguh.
14. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga Allah swt gantikan
kebaikan kalian dengan hal yang lebih baik.

Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi
ini masih terdapat banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Kritik dan saran
senantiasa penulis nantikan demi perbaikan di masa yang akan datang. Meskipun
demikian, penulis tetap mengharapkan agar penelitian ini tetap bermanfaat.

Yogyakarta, 19 Juni 2015
Penulis

W

Wahyu Apriyani

vlll

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………..
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………..
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………...
LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………..
MOTTO ………………………………………………………………..
PERSEMBAHAN ……………………………………………………..
KATA PENGANTAR ………………………………………………...
DAFTAR ISI …………………………………………………………..
DAFTAR GAMBAR …………………..……………………………...
DAFTAR LAMPIRAN …………………………...…………………..
DAFTAR TABEL ………….………………………………………….
ABSTRAK …………………………………………………………….
ÉXTRAIT ……………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………….
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………
B. Identifikasi Masalah ………………………………………………...
C. Batasan Masalah …………………………………………………….
D. Rumusan Masalah …………………………………………………..
E. Tujuan Penelitian …………………………………………………...
F. Manfaat Penelitian ………………………………………………….
BAB II KAJIAN TEORI …………….……………………………….
A. Roman Sebagai Karya Sastra ………………………………………
B. Analisis Struktural Roman …………………………………………
1. Alur ……………………………………………………………..
2. Penokohan ……………………………………………………...
3. Latar …………………………………………………………….
4. Tema ……………………………………………………………
C. Keterkaitan antarunsur Karya Sastra ………………………………
D. Semiotik dalam Karya Sastra ………………………………………
BAB III METODE PENELITIAN ….……………………………….
A. Jenis Penelitian …………………………………………………….
B. Teknik Penelitian …………………………………………………..
C. Prosedur Analisis Konten ………………………………………….
D. Validitas dan Realibilitas …………………………………………..
BAB IV UNSUR-UNSUR INTRINSIK DAN WUJUD SEMIOTIK
ROMAN UNE FILLE DANS LA VILLE KARYA FLORE
VASSEUR ……………………………………………………………..
A. Unsur Intrinsik Roman Une Fille Dans La Ville Karya Flore
Vasseur…………………..……………………………….................
ix

i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
xi
xii
xiii
xiv
xv
1
1
4
5
5
6
6
7
7
8
9
13
17
18
19
20
27
27
27
27
29
31
31

1. Alur….. …………………………………………………………….
2. Penokohan ………………………………………………………….
3. Latar ………………………………………………………..............
a. Latar Tempat ……………………………………………….............
b. Latar Waktu ………………………………………………..............
c. Latar Sosial ………………………………………………...............
4. Tema ……………………………………………………………….
B. Keterkaitan antarunsur Intrinsik dalam Roman Une Fille Dans
La Ville Karya Flore Vasseur……………………………………..
C. Wujud Semiotik dalam Roman Une Fille Dans La Ville Karya
Flore Vasseur ……………………………………………………...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………
A. Kesimpulan …………………………………………………………
B. Saran ………………………………………………………..............
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………
LAMPIRAN …………………………………………………………..

x

31
46
57
57
65
72
73
75
76
93
93
94
96
98

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Gambar 1: Skema Aktan/Penggerak Lakuan ……………………... 13
2. Gambar 2: Skema Aktan/Penggerak Lakuan ……………………... 45
3. Gambar 3: Sampul depan roman Une Fille Dans La Ville karya
Flore Vasseur ……………………………………………………... 78

xi

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Tabel 1: Tahapan alur dalam roman Une Filla Dans La Ville karya
Flore Vasseur …………………………………………………………..
2. Tabel 2: Penokohan Berdasarkan Intensitas Kemunculan Tokoh dalam
Sekuen ………………………….………………………………………
3. Tabel 3: Penokohan Berdasarkan Peran dan Fungsi Penampilan Tokoh
4. Tabel 4: Penokohan Berdasarkan Perwatakannya ……………………..
5. Tabel 5: Penokohan Berdasarkan Deskripsi Fisiologis, Psikologis, dan
Sosiologis ………………………………………………………………
6. Tabel 6: Latar tempat dalam roman Une Fille Dans La Ville …………
7. Tabel 7: Latar waktu dalam roman Une Fille Dans La Ville ………….
8. Tabel 8: Wujud Tanda Kebahasaan yang berupa Ikon, Indeks, dan
Simbol ………………………………………………………………….

xii

34
47
48
48
48
57
65
76

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Lampiran 1: Resume …………………………………………………. 98
2. Lampiran 2: Sekuen roman Une Fille Dans La Ville karya Flore
Vasseur ………………………………………………………………. 108

xiii

KAJIAN STRUKTURAL-SEMIOTIK
ROMAN UNE FILLE DANS LA VILLE KARYA FLORE VASSEUR
Oleh:
Wahyu Apriyani
09204241010
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik
yang berupa alur, penokohan, latar, dan tema, (2) mendeskripsikan keterkaitan
antarunsur intrinsik, (3) mengidentifikasi wujud hubungan antara tanda dan
acuannya yang berupa ikon, indeks, dan simbol yang terdapat di roman Une Fille
Dans La Ville karya Flore Vasseur.
Subjek penelitian ini adalah roman Une Fille Dans La Ville karya Flore
Vasseur yang diterbitkan oleh Édition des Équateurs pada tahun 2006. Objek
penelitian yang dikaji adalah: (1) unsur-unsur intrinsik roman, yaitu alur,
penokohan, latar, dan tema, (2) keterkaitan antarunsur intrinsik, (3) wujud
hubungan antara tanda dan acuannya yang berupa ikon, indeks, dan simbol.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif dengan pendekatan
analisis konten (content analysis). Validitas data diperoleh dan diuji dengan
validitas semantis. Sedangkan reliabilitas data diperoleh dengan reliabilitas
expert-judgement.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) roman Une Fille Dans La
Ville beralur maju (progresif) dengan lima tahapan penceritaan yaitu la situation
initiale, l’action se déclenche, l’action se développe, l’action se dénoue, dan la
situation finale. Tokoh utama dalam cerita ini adalah tokoh aku, dan tokoh-tokoh
tambahan: Nicolas, Marco, dan Susan. Latar tempat dominan adalah New York.
Latar waktu penting dalam cerita ini adalah 11 September 2001. Latar sosial
dalam roman ini adalah masyarakat kelas atas modern, (2) unsur-unsur intrinsik
tersebut saling berkaitan diikat oleh tema yaitu perjuangan gadis muda di kota
pusat perekonomian dunia untuk menggapai mimpi, (3) wujud hubungan antara
tanda dan acuannya terlihat pada ikon (ikon topologis, ikon diagram, dan ikon
metaforis), indeks (l’indice trace dan l’indice empreinte), dan simbol (symbole
emblême, symbole allégorie, dan symbole echtèse). Makna yang terkandung
dalam roman ini yaitu proses untuk menggapai mimpi selalu memiliki hambatan
dan rintangan. Perjuangan dan kegigihan itu sangat diperlukan dalam upaya
menggapai mimpi dan cita-cita.

xiv

L’ANALYSE STRUCTURALE-SÉMIOTIQUE
DU ROMAN UNE FILLE DANS LA VILLE DE FLORE VASSEUR
Par:
Wahyu Apriyani
09204241010
Extrait
Cette recherche a pour but: (1) de décrire les éléments intrinsèques du
roman Une Fille Dans La Ville de Flore Vasseur, (2) de décrire la relation entre
ces éléments formant une unité textuelle liée par le thème, (3) de révéler la
relation entre des signes et ses références sur l’icône, l’indice, et le symbole dans
ce roman.
Le sujet de recherche est le roman Une Fille Dans La Ville de Flore
Vasseur qui a été publié par Edition des Equateurs en 2006. Les objets de la
recherche sont (1) les éléments intrinsèques du roman comme l’intrigue, les
personnages, l’espace, et le thème, (2) la relation entre ces éléments, et (3) la
relation entre les signes et les références comme l’icône, l’indice, et le symbole.
La méthode utilisée est la méthode descriptive-qualitative avec la technique
d’analyse du contenu. La validité se fonde sur la validité sémantique. Alors que la
fiabilité fondée sur un expert-jugement.
Les résultats montrent que (1) le roman Une Fille Dans La Ville a une
intrigue progressive qui a cinq étapes. Ce sont la situation initiale, l’action se
déclenche, l’action se développe, l’action se dénoue, et la situation finale. Le
personnage principal de ce roman est "Je" et les personnages supplémentaires sont
Nicolas, Marco, et Susan. Le lieu dominant est à New York. Le temps important
de ce roman est 11 septembre 2001. Les sociétés dans ce roman est la haute
société moderne, (2) ces éléments intrinsèques s’enchainent pour former l’unité
textuelle liée par le thème la lutte d’une fille pour gagner les rêves (3) la relation
entre les signes et les références est montrée par l’icône (l’icône image, l’icône
diagramme, et l’icône métaphorique), l’indice (l’indice trace et l’indice
empreinte), et le symbole (le symbole emblême, le symbole allégorie, dan le
symbole echtèse). Le sens de l’histoire de ce roman est pour gagner le rêve, on
doit le lutter. Il y a beaucoup d’obstacle pendant la lutte.

xv

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan sebuah karya seni yang disajikan dengan
menggunakan media bahasa. Karya sastra merupakan hasil imajinasi pengarang
berdasarkan pengalaman-pengalaman batin dan gejala-gejala sosial yang ada di
sekitar pengarang yang dituangkan dengan menggunakan bahasa. Pengarang
mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap
kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan
tujuannya yang sekaligus memasukkan unsur hiburan dan penerangan terhadap
pengalaman kehidupan manusia.
Dalam Nouvelle Encyclopédie Bordas dikatakan bahwa "Littérature est
l’ensemble des œuvres, écrites ou orales, d’un pays, d’une époque, qui recourent
au langage comme moyen à la fois de communication, de représentation et
d’expression." (Pascal, 1988: 3054). Sastra merupakan kumpulan karya, baik
tertulis maupun lisan dari suatu negara, suatu zaman yang disampaikan dalam
bahasa yang lazim digunakan untuk sarana komunikasi, perwujudan, dan
ungkapan hati.
Sastra mengungkapkan yang-tak-terungkapkan (Luxemburg, 1984: 6).
Roman sebagai salah satu bentuk karya sastra mengandung makna yang tidak
dapat dipahami begitu saja. Terlebih lagi untuk roman berbahasa asing. Hal ini

1

2
dikarenakan oleh perbedaan kultur antara pengarang dan pembaca. Selain itu,
roman merupakan objek yang kompleks dan rumit. Roman memiliki struktur
pembangun yang memiliki relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara
bagian dengan keseluruhannya. Dengan demikian diperlukan pengkajian untuk
memahami makna dari tanda-tanda yang disampaikan pengarang.
Roman yang akan dikaji dalam penelitian ini merupakan salah satu karya
Flore Vasseur. Ia adalah salah satu penulis muda Prancis yang lahir pada tahun
1973

di

kota

kecil

Annecy,

Prancis

bagian

selatan

(http://www.babelio.com/auteur/Flore-Vasseur/7241, diakses pada 11 Maret
2013). Beberapa roman karya Flore Vasseur, antara lain: Une Fille Dans La Ville
(2006), Comment J’ai Liquide Le Siècle (2010), dan En Bande Organisée (2013).
Peristiwa 11 September 2001 menjadi salah satu latar waktu yang digunakan
Flore Vasseur dalam membangun kisah dan karakter tokoh utama dalam roman
ini (http://www.florevasseur.com/fr/books, diakses pada tanggal 1 Maret 2013).
Une Fille Dans La Ville merupakan karyanya yang pertama dan telah
menerima penghargaan Découvert Figaro Magazine/Fouquet’s 2006. Roman ini
dicetak pertama kali pada tahun 2006 oleh Édition des Équateurs. Selain itu,
roman tersebut mendapat ulasan positif dari pembaca yang diterbitkan oleh
majalah Elle dan Le Monde 2. Berikut adalah kutipan komentar dari Oliva de
Lamberterie dalam majalah Elle, “Le Premier roman épatant de Flore Vasseur”.
Di dalam majalah Le Monde 2, Emilie Grangeray berkomentar seperti berikut
“On pense à Tom Wolfe et à son Bûcher des vanités. À Bret Easton Ellis et à son
monde peuplé de néo-yuppies. À Douglas Coupland et à sa Génération X. À 33

3
ans,

Flore

Vasseur

fait

une

entrée

fracassante

en

littérature”

(http://florevasseur.com/fr/books/1/une-fille-dans-la-ville/, diakses pada tanggal 1
Maret 2013)
Roman ini mengisahkan tentang seorang gadis muda yang memiliki hasrat
mengejar mimpi. Baginya, Paris terlalu kecil dan sempit. Ia hijrah ke New York
untuk

mewujudkan

mimpinya.

menggemparkan dunia

Peristiwa

internasional,

turut

11

September

(9/11)

yang

menentukan sikapnya dalam

memandang masa depan, mimpi-mimpinya. Gadis tersebut melakukan perjalanan
ke Meksiko, Seoul, Moskow, dan Kabul (Vasseur, 2006).
Roman Une Fille Dans La Ville memiliki struktur pembangun cerita yang
berupa alur, penokohan, latar, dan tema. Untuk itu diperlukan analisis dengan
menggunakan pendekatan struktural. Menurut Nurgiyantoro (2007: 37), analisis
struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan
mendeskripsikan

fungsi

dan

hubungan

antarunsur

intrinsik

fiksi

yang

bersangkutan. Analisis struktural bermaksud untuk memaparkan hubungan
antarunsur intrinsik tersebut.
Strukturalisme tidak dapat dipisahkan dari semiotik. Hal ini sejalan dengan
penuturan Pradopo (1995 : 118), karya sastra itu merupakan struktur tanda-tanda
yang bermakna. Tanpa memperhatikan sistem tanda, tanda dan konvensi tanda,
struktur karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal. Untuk itu
diperlukan pengkajian lanjutan menggunakan pendekatan Semiotik. Menurut
Hoed (dalam Nurgiyantoro, 2007: 40), semiotik adalah ilmu atau metode analisis
untuk mengkaji tanda. Tanda yang memiliki makna perlu dianalisis dan diuraikan

4
supaya makna yang tersembunyi dapat dimengerti oleh pembaca. Teori Semiotik
yang digunakan adalah teori semiotik Peirce. Peirce membedakan hubungan
antara tanda dengan acuannya ke dalam tiga jenis hubungan, yaitu (1) ikon, (2)
indeks, dan (3) simbol.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan yang ada di latar belakang, dapat diidentifikasikan
beberapa permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimana wujud unsur-unsur intrinsik yang berupa alur, penokohan, latar,
dan tema dalam membangun roman “Une Fille Dans La Ville” karya Flore
Vassseur.
2. Bagaimana keterkaitan antarunsur intrinsik dalam roman “Une Fille Dans La
Ville” karya Flore Vasseur.
3. Bagaimana wujud hubungan antara tanda dan acuannya yang berupa ikon,
indeks, dan simbol yang terdapat di roman “Une Fille Dans La Ville” karya
Flore Vasseur.
4. Bagaimana makna cerita yang terkandung dalam roman “Une Fille Dans La
Ville” karya Flore Vasseur melalui penggunaan tanda dan acuannya yang
berupa ikon, indeks, dan simbol.
5. Bagaimana fungsi tanda dan acuannya tersebut dalam menjelaskan makna
dalam roman “Une Fille Dans La Ville” karya Flore Vasseur.
6. Bagaimana penggunaan tanda dan acuannya tersebut dalam roman “Une Fille
Dans La Ville” karya Flore Vasseur.

5

C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis membatasi permasalahan
yang akan dikaji untuk memperoleh hasil yang lebih fokus, sebagai berikut.
1. Wujud unsur-unsur intrinsik yang berupa alur, penokohan, latar, dan tema
dalam roman “Une Fille Dans La Ville” karya Flore Vassseur.
2. Keterkaitan antarunsur intrinsik dalam roman “Une Fille Dans La Ville” karya
Flore Vasseur.
3. Wujud hubungan antara tanda dan acuannya yang berupa ikon, indeks, dan
simbol dalam roman “Une Fille Dans La Ville” karya Flore Vasseur.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yang akan diteliti dalam roman Une Fille Dans La Ville karya Flore
Vasseur adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah wujud unsur-unsur intrinsik yang berupa alur, penokohan, latar,
dan tema dalam roman “Une Fille Dans La Ville” karya Flore Vassseur ?
2. Bagaimanakah keterkaitan antarunsur intrinsik dalam roman “Une Fille Dans
La Ville” karya Flore Vasseur ?
3. Bagaimanakah wujud hubungan antara tanda dan acuannya yang berupa ikon,
indeks, dan simbol dalam roman “Une Fille Dans La Ville” karya Flore
Vasseur ?

6
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik yang berupa alur, penokohan, latar, dan
tema dalam membangun roman “Une Fille Dans La Ville” karya Flore
Vassseur.
2. Mendeskripsikan keterkaitan antarunsur intrinsik dalam roman “Une Fille
Dans La Ville” karya Flore Vasseur.
3. Mengidentifikasi wujud hubungan antara tanda dan acuannya yang berupa
ikon, indeks, dan simbol yang terdapat di roman “Une Fille Dans La Ville”
karya Flore Vasseur.

F. Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Penelitian terhadap roman Une Fille Dans La Ville karya Flore Vasseur ini,
diharapkan dapat digunakan dalam memahami dan mengambil pelajaran yang
terdapat dalam cerita yaitu kegigihan tokoh utama dalam memperjuangkan
mimpinya.
2. Hasil dari penelitian terhadap roman Une Fille Dans La Ville karya Flore
Vasseur

ini

diharapkan

dapat

memotivasi

memperjuangkan mimpi dan cita-cita yang dimiliki.

generasi

muda

untuk

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Roman sebagai Karya Sastra
Roman yang berarti cerita merupakan karya sastra yang hadir pada abad
pertengahan. Pada awalnya roman ditulis dalam bahasa Roman, yaitu bahasa
rakyat Prancis di masa itu. Roman bersifat dinamis, berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman dan kondisi masyarakat dan latar belakang pengarang.
Schmitt & Viala (1982: 215) memberi batasan istilah roman sebagai
berikut:
«Genre narratif long en prose (il était vérifié jusqu’au XIVe siècle). Au
moyen âge roman renvoie à la langue employée: le roman, par opposition
au latin. Cette forme peu contraignant n’a cessé de se développer, et est
aujourd’hui le genre plus prolifique. Peut aborder tous les sujets et
registres, avoir toutes sorte de fonction. Très nombreuses subdivisions
(roman d’aventure, d’amour, policier, de science-fiction, fantastique,
réaliste, etc.) auxquelles s’ajoute celles qui tiennent au mode de diffusion
(roman-photo, roman feuilleton, etc.). Genres voisins: nouvelle, conte,
récit, portrait, épopée.»
Karya narasi dalam bentuk prosa panjang pada abad pertengahan yang
merujuk pada bahasa yang digunakan pada masa itu: roman sebagai lawan
dari bahasa latin. Bentuk ini tidak pernah berhenti berkembang sehingga
kini menjadi jenis prosa yang paling produktif. Roman mampu mengambil
berbagai topik dan masalah serta memiliki beragam fungsi dalam
kehidupan bermasyarakat. Roman mempunyai banyak subdivisi seperti
roman petualangan, roman cinta, roman detektif, roman fantastik, roman
realis, dll, yang di dalamnya masih ditambahkan beberapa jenis seperti
roman-foto, roman-feuilleton. Jenis yang lain: cerita pendek, cerita,
dongeng, potret, epos.
Laroussse dalam La Grande Encyclopédie (1976: 10501), memberikan
pengertian roman sebagai berikut.

7

8
À un premier niveau, le roman est un genre narratif prosaïque. À un
second niveau, cette narration est une histoire fictive; en même temps
qu’une fiction de caractère profondément historique.
Pada pengertian pertama, roman adalah sebuah teks naratif yang prosais.
Pada pengertian yang kedua, narasi tersebut adalah cerita fiktif; seiring
dengan fiksi sejarah yang mendalam.
Roman didefinisikan sebagai teks naratif yang berbentuk prosa panjang
bersifat fiksi. Kehadirannya bermula pada abad Pertengahan dan berkembang
produktif sampai sekarang. Roman terlahir dari pengalaman batin pengarang,
gejala sosial dan pengaruh atas fenomena-fenomena yang terjadi di sekeliling
pengarang.

B. Analisis Struktural Roman
Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan
gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya secara bersama
membentuk kebulatan yang indah (Abrams via Nurgiyantoro, 2007: 36). Untuk
memahami makna karya sastra, karya sastra harus dikaji berdasarkan strukturnya
sendiri, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat penulis, dan lepas
pula dari efeknya pada pembaca (Beardsley via Jabrochim, 2001: 55).
Memahami karya sastra berarti memahami unsur-unsur atau anasir yang
membangun struktur atau prinsip yang lebih tegas, analisis struktural bertujuan
membongkar dan memaparkan dengan cermat keterikatan semua anasir karya
sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Analisis struktural
bukanlah penjumlahan anasir-anasirnya, melainkan yang penting adalah

9
sumbangan apa yang diberikan oleh semua anasir pada keseluruhan makna dalam
keterikatan dan keterjalinannya (Teeuw dalam Jabrochim, 2001: 56).
Unsur-unsur intrinsik dalam sebuah roman antara lain alur (plot),
penokohan, latar, dan tema. Di bawah ini penjelasan dari alur (plot), penokohan,
latar dan tema.
1. Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa di dalam sebuah cerita.
Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara
kausal. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal yang fisik saja seperti ujaran
atau tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap karakter, kilasan
pandangannya, keputusan-keputusannya, dan segala yang menjadi variabel
pengubah dalam dirinya (Stanton, 2007: 26). Hal ini seperti yang dikemukakan
oleh Schmitt dan Viala (1982: 62) sebagai berikut:
“L’action est l’ensemble des faits relatés dans un récit constitue son
action. Cette action comprend: des actes, des états (qui affectent ces
participants), des situations, des événements (naturels ou sociaux, qui
surviennent indépendamment de la volonté des participants).”
Alur merupakan keseluruhan kejadian atau peristiwa yang saling berkaitan
dalam sebuah cerita. Alur ini dapat berupa: interaksi dari aksi-aksi,
suasana yang dirasakan para tokoh, situasi-situasi dan peristiwa- peristiwa
alamiah atau sosial yang menjadi latarbelakang kehidupan para tokoh.
Alur adalah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan
peristiwa yang secara logik dan kronologik saling berkaitan dan yang diakibatkan
atau dialami oleh para pelaku (Luxemburg, 1984: 149).

Menurut Wellek &

Warren (1990: 285), alur (atau struktur naratif) itu sendiri terbentuk atas sejumlah
struktur naratif yang lebih kecil (episode, kejadian). Struktur sastra yang lebih

10
besar dan lebih luas cakupannya, secara historis berkembang dari bentuk-bentuk
awal yang lebih sederhana, lelucon, pepatah, anekdot, surat.
Menentukan alur suatu roman tidaklah mudah. Penentuan alur dapat
dilakukan dengan penyusunan sekuen. Sekuen terdiri atas satuan-satuan cerita.
Untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai sekuen atau satuan cerita terlebih
dahulu.
Schmitt & Viala (1982: 63) memberikan pengertian tentang sekuen yang
membentuk relasi tak terpisahkan dalam suatu cerita, seperti kutipan berikut:“Une
séquence est, d’une façon générale, un segment de texte qui forme un tout
cohérent autour d’un même centre d’intérêt. Une séquence narrative correspond
à une série de faits représentant une étape dans l’évolution de l’action.” Sekuen
secara umum merupakan bagian dari teks yang membentuk satu kesatuan pada
suatu cerita. Sekuen terdiri dari urutan peristiwa- peristiwa yang menunjukkan
bagian dari pengembangan cerita.
Schmitt & Viala (1982: 27) membatasi sekuen dengan kriteria sebagai
berikut.
a. Elles doivent correspondre à une même concentration de l’intérêt (ou
focalisation); soit qu’on y observe un seul et même objet (un même fait, un
même personnage, une même idée, un même champ de réflexion).
b. Elles doivent former un tout cohérent dans le temps ou dans l’espace: se
situer en un même lieu ou un même moment, ou rassembler plusieurs lieux
et moments en une seule phase: une période de la vie d’une personne, une
série d’exemples et de preuves à l’appui d’une même idée.
a. Sekuen haruslah terpusat pada satu titik (fokalisasi); yang diamati
adalah objek yang sama dan tunggal, tokoh, gagasan dan bidang pemikiran
yang sama.
b. Sekuen haruslah merupakan satu kurun waktu dan ruang yang koheren;
menggambarkan sesuatu yang terjadi pada suatu tempat atau peristiwa
yang sama, menyatukan beberapa tempat dan kejadian pada satu fase

11
(misalnya satu masa dalam kehidupan seorang tokoh, pembuktian dalam
suatu gagasan yang sama).
Menurut Nurgiyantoro (2007: 149) ada lima bagian dalam penahapan alur.
Kelima tahapan itu adalah sebagai berikut.
1. Tahap Penyituasian
Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan
lain-lain, yang terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita yang
dikisahkan pada tahap berikutnya.
2. Tahap Pemunculan Konflik
Tahap ini merupakan tahan awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri
akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik tahap
berikutnya.
3. Tahap Peningkatan Konflik
Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang
dan dikembangkan kadar intensitasnya.
4. Tahap Klimaks
Konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang diakui dan
ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak.
5. Tahap Penyelesaian
Konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan
dikendorkan.
Jenis plot bermacam-macam, Sayuti (2000: 57) menjelaskan jenis plot
berdasarkan segi penyusunan peristiwa atau bagian-bagian yang membentuknya.
Berdasarkan segi penyusunan peristiwa, dikenal adanya (1) plot kronologis atau

12
progresif, dan (2) plot regresif atau flashback atau back-tracking atau sorot balik.
Dalam plot kronologis, awal cerita benar-benar merupakan “awal”, tengah benarbenar merupakan “tengah”, dan akhir cerita juga benar-benar merupakan “akhir”.
Dalam plot kronologis, cerita benar-benar dimulai dari eksposisi, melampaui
komplikasi dan klimaks yang berawal dari konflik tertentu, dan berakhir pada
pemecahan atau denoument.
Sebaliknya, dalam plot regresif, awal cerita bisa saja merupakan akhir,
tengah dapat merupakan akhir dan akhir dapat merupakan awal atau tengah. Di
dalam plot jenis ini, cerita dapat dimulai dengan konflik tertentu, kemudian diikuti
eksposisi lalu diteruskan komplikasi tertentu, mencapai klimaks dan menuju
pemecahan; dan dapat pula dimulai dengan bagian-bagian lain yang divariasikan.
Greimas melalui Ubersfeld (1996: 50) menggambarkan aksi tokoh dalam
skema penggerak lakuan yang terdiri dari; (1) Le destinateur atau pengirim yaitu
sesuatu yang menjadi sumber ide dan berfungsi sebagai penggerak cerita; (2) Le
destinataire atau penerima yaitu segala hal yang digunakan subjek sebagai alat
bantu untuk merealisasikan aksinya; (3) Le sujet atau subjek yaitu tokoh cerita
yang merealisasikan ide dari pengirim untuk mendapatkan objek; (4) L’objet atau
objek yaitu sesuatu yang ingin dicapai subjek; (5) L’adjuvant atau pendukung
yaitu sesuatu atau seseorang yang membantu subjek untuk mendapatkan objek;
(6) L’opposant atau penentang yaitu sesuatu atau seseorang yang menghalangi
usaha subjek untuk mendapatkan objek.

13
Adapun gambar skema penggerak lakuan menurut Greimas sebagai berikut:
Destinateur
(D1)

Adjuvant
(Adj)

Objek
(O)

Sujet
(S)

Destinataire
(D2)

Opposant
(Op)

Gambar 1: Skema Aktan/Penggerak Lakuan
Dari skema di atas dapat dijelaskan bahwa le destinateur adalah penggerak
cerita yang menugasi le sujet untuk mendapatkan l’objet. Untuk mendapatkan
l’objet, le sujet dibantu oleh l’adjuvant dan dihambat oleh l’opposant. Kemudian
le destinataire akan menerima l’objet sebagai hasil dari bidikan le sujet.
2. Penokohan
Penokohan adalah unsur intrinsik yang penting dalam membangun sebuah
karya fiksi. Roman tidak akan memiliki cerita jika tidak memiliki tokoh.
Penokohan dan perwatakan merupakan penggerak cerita di dalam roman. Konflik
yang dapat melahirkan cerita dikarenakan hadirnya tokoh yang dapat
menghidupkan cerita.
Schmitt & Viala (1982: 69) menjelaskan tentang pengertian tokoh sebagai
berikut:

« Les participants de l’action sont ordinairement les personnages du

récit. Il s’agit très souvent d’humains; mais une chose, an animal ou une entité (la
Justice, la Mort, etc.) peuvent être personnifiés et considérés alors comme des
personnages ». Tokoh adalah para pelaku aksi dalam suatu cerita yang

14
dimanusiakan dan bisa berwujud benda, binatang, ataupun entitas tertentu
(hukuman, kematian, dsb) yang bisa diumpamakan sebagai tokoh.
Ditinjau dari segi keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi
dibedakan menjadi dua, yakni tokoh sentral atau tokoh utama dan tokoh periferal
atau tokoh tambahan (bawahan). Tokoh utama atau tokoh sentral dapat ditentukan
dengan 3 cara. Pertama, tokoh itu yang paling terlibat dengan makna atau tema.
Kedua, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain. Ketiga,
tokoh itu yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan (Sayuti, 2000: 74).
Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa
jenis penamaan berdasarkan dari sudut pandang dan tinjauan, sebagai berikut.
a. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah
cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga
terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh-tokoh yang
hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin
dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah
tokoh utama cerita (central character, main character), dan yang kedua adalah
tokoh tambahan (peripheral character).
Pada umumnya tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu
berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot
secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan
konflik, penting yang mempengaruhi perkembangan plot. Di pihak lain,
pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, dan

15
kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung
maupun tidak langsung. Tokoh utama dalam sebuah roman, mungkin saja lebih
dari seorang, walau kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan mereka
ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap
perkembangan plot secara keseluruhan.
b. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh
protagonis dan tokoh antagonis. Membaca sebuah roman, pembaca sering
mengidentifikasikan diri dengan tokoh-tokoh tertentu, memberikan simpati dan
empati, melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh tersebut. Tokoh yang
disikapi demikian oleh pembaca disebut sebagai tokoh protagonis (Altenbernd &
Lewis dalam Nurgiyantoro, 2007: 178). Tokoh protagonis menampilkan sesuatu
yang sesuai dengan pandangan dan harapan-harapan pembaca. Sebuah fiksi harus
mengandung konflik, ketegangan, khususnya konflik dan ketegangan yang
dialami oleh tokoh protagonis. Tokoh penyebab terjadinya konflik disebut tokoh
antagonis. Tokoh antagonis, barangkali dapat disebut beroposisi dengan tokoh
protagonis, secara langsung ataupun tidak langsung, bersifat fisik ataupun batin
(Nurgiyantoro, 2007: 179). Konflik yang dialami oleh tokoh protagonis tidak
harus hanya disebabkan oleh tokoh antagonis seorang atau beberapa orang
individu yang dapat ditunjuk secara jelas. Ia dapat disebabkan oleh hal-hal lain
yang di luar individualitas seseorang, misalnya bencana alam, kecelakaan,
lingkungan alam dan sosial, aturan-aturan sosial, nilai-nilai moral, kekuasaan dan
kekuatan yang lebih tinggi, dan lain-lain. Penyebab konflik yang tidak dilakukan

16
oleh seorang tokoh disebut sebagai kekuatan antagonistis (Altenbernd & Lewis
dalam Nurgiyantoro, 2007: 179). Konflik bahkan mungkin sekali disebabkan oleh
diri sendiri, misalnya seorang tokoh akan memutuskan sesuatu yang penting yang
masing-masing menuntut konsekuensi sehingga terjadi pertentangan dalam diri
sendiri. Namun, biasanya ada juga pengaruh kekuatan antagonistis yang di luar
diri walau secara tidak langsung. Pembedaan antara tokoh utama dan tokoh
tambahan dengan tokoh protagonis dan tokoh antagonis sering digabungkan,
sehingga menjadi tokoh utama-protagonis, tokoh utama-antagonis, tokoh
tambahan-protagonis, dan seterusnya. Pembedaan secara pasti antara tokoh utama
protagonis dengan tokoh utama antagonis juga sering tidak mudah dilakukan.
Pembedaan itu sebenarnya lebih bersifat penggradasian. Apalagi tokoh cerita pun
dapat berubah, khususnya pada tokoh yang berkembang, sehingga tokoh yang
semula diberi rasa antipati belakangan justru menjadi simpati, atau antipati
menjadi berkurang, atau bertambah dari semula.
c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Forster (Nurgiyantoro, 2007: 181) berpendapat bahwa, berdasarkan
perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh sederhana (simple
atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat (complex atau round
character). Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh yang
hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja.
Sebagai seorang tokoh manusia, ia tidak diungkap berbagai kemungkinan
sisi kehidupannya. Ia memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek
kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat

17
datar, monoton, hanya menceminkan satu watak tertentu. Watak yang telah pasti
itulah yang mendapat penekanan dan terus-menerus terlihat dalam fiksi yang
bersangkutan. Perwatakan tokoh sederhana yang benar-benar sederhana, dapat
dirumuskan hanya dengan sebuah kalimat, atau bahkan sebuah frase saja
(Nurgiyantoro, 2007: 182).
Tokoh bulat, kompleks, berbeda halnya dengan tokoh sederhana, adalah
tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi
kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat
diformulasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku
bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Oleh
karena itu, perwatakannya pun pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat.
Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan
manusia yang sesungguhnya, karena di samping memiliki berbagai kemungkinan
sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan (Abrams via Nurgiyantoro,
2007: 183).
3. Latar
Latar memberikan gambaran yang jelas atas peristiwa-peristiwa yang
diceritakan. Pembaca dapat merasakan cerita seutuhnya melalui latar yang
meliputi latar tepat, waktu dan suasana. Latar atau setting yang disebut juga
sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan
lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams
dalam Nurgiyantoro, 2007: 216).

18
Secara garis besar deskripsi latar terbagi menjadi 3, yakni latar tempat,
latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat adalah hal yang berkaitan dengan
masalah geografis, latar waktu berkaitan dengan masalah historis, dan latar sosial
berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan. Latar fiksi terbentuk atas 4 elemen
unsur, yaitu

(1) lokasi geografis yang sesungguhnya, termasuk di dalamnya

topografi, pemandangan tertentu, bahkan detail-detail interior sebuah kamar
ruangan, (2) pekerjaan dan cara-cara hidup tokoh sehari-hari, (3) waktu terjadinya
tindakan atau peristiwa, termasuk periode historis, musim, tahun, dan sebagainya,
(4) lingkungan religius, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh-tokohnya
(Sayuti, 2000: 126 -128).
4. Tema
Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya
sastra dan yang terkandung di dalam kelas sebagai struktur semantik dan yang
menyangkut persamaan-persamaan maupun perbedaan-perbedaan. Tema sering
disebut sebagai sub judul sebuah roman (Hartoko, 1986: 142). Sebuah tema bukan
merupakan hasil dari seperangkat elemen yang spesifik, melainkan wujud-wujud
kesatuan yang dapat kita lihat di dalam teks atau bagi cara-cara yang kita lalui
agar beraneka kode dapat terkumpul dan koheren (Budiman, 1999: 116).
Berdasarkan tingkat keutamaannya, tema dibedakan menjadi dua, yaitu (1)
tema Mayor dan (2) tema Minor. Tema mayor adalah tema pokok, makna pokok
cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu. Makna pokok cerita
tersirat dalam sebagian besar, untuk tidak dikatakan dalam keseluruhan cerita,

19
bukan makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita saja. Tema
minor adalah makna-makna tambahan (Nurgiyantoro, 2007: 82-83).

C. Keterkaitan antarunsur Karya Sastra
Unsur-unsur intrinsik dalam karya sastra yang berupa alur, penokohan,
latar dan tema dianggap mampu membangun makna yang menyatu, utuh dan
menyeluruh jika memiliki keterkaitan antarunsur. Senada dengan yang
diungkapkan oleh Nurgiyantoro (2007: 36), struktur karya sastra menyaran pada
pengertian hubungan antarunsur (intrinsik) yang bersifat timbal-balik, saling
menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu
kesatuan yang utuh. Secara sendiri, terisolasi dari keseluruhannya, bahan, unsur,
atau bagian-bagian tersebut tidak penting, bahkan tidak ada artinya. Tiap bagian
akan menjadi penting setelah ada hubungannya dengan bagian lain, bukan saat
berdiri sendiri.
Hubungan antarunsur adalah relasi antara alur, penokohan, serta latar yang
diikat oleh tema sebagai kerangka dasar pembentukan sebuah karya. Alur cerita
terbentuk
diwujudkan

dari

rangkaian-rangkaian

melalui

perbuatan,

peristiwa.

tingkah

laku,

Peristiwa-peristiwa

cerita

serta

tokoh

sikap

para

(Nurgiyantoro, 2007: 114). Oleh sebab itulah alur sangat berkaitan erat dengan
penokohan.
Penokohan juga memiliki hubungan yang erat dengan latar. Aspek dalam
latar yaitu tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial, ketiganya selalu
menyertai peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tokoh. Latar akan mempengaruhi

20
perwatakan, menggambarkan tema, dan mewakili nada atau suasana emosional
yang mengelilingi tokoh (Stanton dalam Pradopo, 1995: 43).
Keterkaitan antarunsur intrinsik seperti alur, penokohan dan latar dengan
diikat oleh tema akan membentuk sebuah keutuhan cerita. Tema merupakan
wujud kesatuan unsur intrinsik sebuah karya sastra. Dengan adanya keterkaitan
antarunsur tersebut akan menghasilkan sebuah karya sastra yang memiliki makna
penuh dan utuh.

D. Semiotik dalam Karya Sastra
Semiotika memiliki beberapa pengertian yang sama. Peirce appelle
«sémiotique» ce qu’en France, à la suite de Saussure, on appelle «sémiologie»
(Deledalle, 1978: 210). Peirce menyebutnya ‘semiotik’ dalam bahasa Prancis,
menurut Saussure disebut sebagai ‘semiologi’.
Semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan
dengannya:

cara

berfungsinya,

hubungannya

dengan

tanda-tanda

lain,

pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Zoest
dalam Sudjiman, 1996: 5).
Tokoh pendiri semiotik adalah Charles Sanders Peirce (1839-1914) dan
Ferdinand de Saussure (1857-1913). Keduanya tidak saling mengenal, Pierce
tinggal di Eropa dan Saussure tinggal di Amerika. Charles Sanders Peirce adalah
seorang yang ahli di bidang filsafat serta ahli logika, Saussure adalah cikal bakal
linguistik umum. Perbedaan yang mendasar tersebut pun menyebabkan
perbedaan-perbedaan yang penting, terutama dalam hal konsep-konsep, antarhasil

21
karya para ahli semiotika yang berkiblat pada Peirce dan Saussure (Pradopo,
2003: 119).
Saussure mengembangkan dasar-dasar teori linguistik umum. Saussure
mengusulkan nama semiologi dan diikuti oleh para pengikutnya. Peirce
memusatkan perhatiannya pada berfungsinya tanda pada umumnya dan
menghendaki agar teorinya tersebut dapat diterapkan pada segala macam tanda.
Peirce dan pengikutnya menyebut semiologi dengan istilah lain, yaitu semiotika
(Sudjiman, 1996: 2-3).
Peirce (melalui Deledalle, 1978: 139) menyatakan bahwa jenis tanda dalam
hubungan antara tanda dengan yang ditandakan, terbagi atas ikon, indeks dan
simbol.
1. Ikon (Icône)
Peirce memaparkan pengertian ikon (icône) sebagai berikut. Une icône est
un signe qui posséderait le caractère qui le rend signifiant, même si son objet
n‘existait pas. Exemple un trait au crayon représentant une ligne géométrique
(Peirce via Deledalle, 1978: 139). Ikon merupakan tanda yang didasarkan atas
« kemiripan » di antara representamen dan objeknya, entah objek tersebut ada atau
tidak.
Ikon adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan yang bersifat
alamiah antara penanda dan petanda. Hubungan ini adalah hubungan persamaan,
misalnya gambar kuda sebagai penanda yang menandai kuda (petanda) sebagai
artinya. Potret menandai orang yang dipotret, gambar pohon menandai pohon

22
(Pradopo, 1995: 120). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ikon
adalah hubungan antara tanda dengan acuannya yang memiliki kemiripan sifat.
Peirce membagi ikon menjadi 3 jenis, yaitu:
a. L’icône image atau ikon topologis
Ikon topologis adalah tanda yang menunjukkan suatu objek karena kemiripan
objek tersebut. Ikon topologis didasarkan pada kemiripan spatial (profil atau
garis bentuk) dari objek acuannya. Misalnya: gambar grafis, denah, dan foto.
b. L’icône diagramme atau ikon diagramatik
Ikon diagramatik adalah ikon yang menampilkan relasi diadik atau
menganggap sama, bagian dari suatu hal melalui hubungan analogis dengan
bagian aslinya. Ikon diagramatik dapat pula menunjukkan hubungan relasional
atau struktural. Ikon diagramatik yang menunjukkan hubungan relasional
contohnya keadaan tokoh, tempat asal, dan latar belakang serta pemberian
nama sesuai dengan peristiwa yang dihadapi. Ikon diagramatik yang
menunjukkan hubungan struktural contohnya bentuk diagram dan susunan hari.
c. L’icône métaphore atau ikon metafora
Ikon metafora adalah ikon yang menunjukkan karakter yang khas dari sebuah
representamen atau tanda yang mewakili paralelisme beberapa hal lain. Ikon
ini diacu oleh tanda yang sama misalnya bunga mawar dan gadis dianggap
mempunyai kemiripan (kecantikan, kesegaran). Namun kemiripan itu tidak
total sifatnya.

23
2. Indeks (l’indice)
Peirce memberikan pengertian indeks (indice) sebagai berikut. Un indice est
un signe qui renvoie à l’objet qu’il dénote parce qu’il est réellement affecté par
cet objet (Peirce, 1978: 140). Indeks merupakan tanda yang kemba