KARYA TULIS ILMIAH Karya Tulis Ilmiah Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Tendinitis Supraspinatus Dextra Di Rs. Al. Dr. Ramelan Surabaya.

KARYA TULIS ILMIAH
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI
TENDINITIS SUPRASPINATUS DEXTRA DI RS. AL. DR.
RAMELAN SURABAYA

Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi
Syarat-Syarat untuk Menyelesaikan Program
Pendidikan Diploma III Fisioterapi

Disusun oleh :
Catur Maimunah
J100110036

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

ABSTRACT
MANAGEMENT IN THE CASE PHYSIOTHERAPY OF SUPRASPINATUS TENDINITIS
DEXTRA HOSPITAL AL. Dr. RAMELAN SURABAYA

SCIENTIFIC WRITING
CONTENTS PAGE 44, LIST OF PICTURE 2, LIST OF TABLE 6, ATTACHMEN 2

Background : supraspinatus tendinitis is an inflamation of the tendons of the
supraspinatus muscle caused by the supraspinatus muscle tendons overlapping
with caput longus tendon biceps. The presence of friction and repeated emphasis
in the long term by the biceps tendon will result in damage to the supraspinatus
muscle tendon.
Objective : to know management of physiotherapy in reducing pain and
improving joint move scope in the case of supraspinatus tendinitis with use of
modalities micro wave diathermy (MWD) and therapeutic exersice (TL).
Results : after treatment for six times reduction of the assessment results obtained
tenderness T1: mild pain becomes T6: no pain, T1: motion pain is becoming T6:
very mild pain, range of motion assesment T1: (S: 450-00-1500), (F: 900-00-450),
(R (f90): 400-00-900) to T6: (S: 450-00-1800), (F: 1400-00-450), (Rf90: 600-00-900),
the assesment of the ability of functional activity of T1: 33,75% up to T6: 17,5%.
Conclusion : micro wave diathermy can reduce pain. Exersice therapy can
improve range of motion and improve functional activity in conditions
supraspinatus tendinitis.
Keywords : supraspinatus tendinitis, micro wave diathermy (MWD), exersice

therapy (TL).

3

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sendi bahu merupakan sendi yang komplek terdiri dari beberapa sendi
antara lain yaitu : (1) sendi glenohumeral, (2) sendi acromioclavicular, (3) sendi
sternoclavicularis, (4) sendi scapulothoracalis, dimana gerakannya saling

ketergantungan satu dengan yang lainnya (Wibowo,2009).
Tendon ini sering mengalami cedera olahraga dimana lengan harus
digerakkan melampaui kepala secara berulang, bisa menyebabkan puncak dari
tulang lengan bergesekan dengan sebagian sendi bahu dan tendon sehingga
menyobek serat-seratnya. Tendinitis Supraspinatus adalah penyebab tersering
keluhan nyeri bahu (Hasibuan, 2007).
Adapun modalitas fisioterapi yang dapat diberikan pada kondisi tendinitis
supraspinatus antara lain yaitu micro wave diathermy dan terapi latihan. Efek dari
micro wave diathermy akan mengurangi nyeri dan terapi latihan akan


meningkatkan luas gerak sendi (Rochman, 1989).
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas diperoleh beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Adakah manfaat penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi tendinitis
supraspinatus dextra terhadap penurunan nyeri?

4

2. Adakah manfaat penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi tendinitis
supraspinatus dextra terhadap peningkatan lingkup gerak sendi dan

peningkatan kemampuan aktivitas fungsional?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai penulis antara lain :
1. Untuk mengetahui manfaat penatalaksanaan fisioterapi pada
kondisi tendinitis supraspinatus dextra terhadap penurunan nyeri.
2. Untuk mengetahui manfaat penatalaksanaan fisioterapi pada
kondisi tendinitis supraspinatus dextra terhadap peningkatan

lingkup gerak sendi dan peningkatan kemampuan aktivitas
fungsional.
D. Manfaat
1. Bagi penulis
Menambah pengetahuan dan menambah wawasan dalam
melaksanakan

proses

fisioterapi

pada

kondisi

Tendinitis

Supraspinatus.

2. Bagi fisioterapi

Untuk mendapatkan metode yang tepat dan bermanfaat
dalam

melakukan

penanganan

Supraspinatus.

5

pada

kondisi

Tendinitis

KERANGKA TEORI
A. Definisi Tendinitis Supraspinatus
Tendinitis Supraspinatus adalah suatu peradangan pada tendon otot

supraspinatus (Hasibuan,2007).

1. Anatomi
a. Persendian
Sendi bahu adalah sendi yang kompleks dan termasuk dalam
klasifikasi sendi ball and socket. Caput humeri yang berbentuk hampir
setengah bola berhubungan dengan fossa glenoidalis scapula, sendi bahu
memiliki beberapa sendi yang

saling tergantung satu dengan yang

lainnya, gerakan pada bahu akan melibatkan persendian yang terdiri dari :
(1) sendi glenohumeralis, (2) sendi acromioclavicularis, (3) sendi
sternoclavicularis dan (4) sendi scapulothoracal (Wibowo, 2009).

b. Otot
Terdapat 15 buah otot yang menggerakkan sendi bahu yaitu : (1)
penggerak

sendi


glenohumeral

antara

lain

m.

deltoideus,

m.

supraspinatus, m. infraspinatus, m. subscapularis, m. teres minor, m.
latisimus dorsi, m. teres mayor, m. coracobracialis dan pectoralis mayor,
m. trapezius, m. seratus anterior, m. rhomboideus mayor, m.
rhomboideus minor, m. Levatir scapula dan m. pectoralis mayor

(Syaifuddin,2011).


6

2. Etiologi
Dalam melakukan aktivitas kerja tendon otot dari supraspinatus sering
tergencet antara caput humeri dan acromion atau ligamentum coracoacromiale.
Hal tersebut sering dirasakan oleh para pekerja yang selalu bekerja dengan
melibatkan sendi bahu yang sering terangkat (abduksi). Karena bekerja terlalu
berat dan berkepanjangan dengan lengan yang harus mengangkat (kontraksi
isometrik) atau harus mendorong, menyangga dan sebagainya maka otot
supraspinatus dapat mengalami gangguan dan kerusakan (Sidharta, 1984).

3. Patologi
Tendinitis supraspinatus ini disebabkan oleh kerusakan akibat gesekan

atau penekanan yang berulang-ulang dan berkepanjangan oleh tendon otot biceps
dalam melakukan gerakan lengan. Tendon otot supraspinatus dan tendon otot
biceps bertumpang tindih dalam melewati terowongan yang dibentuk oleh kaput
humeri yang dibungkus oleh kapsul sendi glenohumeral sebagai lantainya dan
ligamentun coracoacromiale serta acromion sebagai atapnya (Sidharta, 1984).


4. Tanda dan gejala
Penderita tendinitis supraspinatus biasanya datang dengan keluhan nyeri
disekitar bahu yang disertai dengan keterbatasan gerak pada sendi bahu. Rasa
nyeri ini dapat kumat-kumatan, pada malam hari nyeri ini dirasakan terusmenerus, dan bertambah nyeri pada saat lengan diabduksikan (Rochman, 1989).
5.

Diagnosa Banding Tendinitis Supraspinatus

7

a. Tendinitis bicipitalis adalah tendon otot biceps yang mengalami
kerusakan secara tersendiri karena adanya trauma akibat jatuh dengan
lengan posisi adduksi serta lengan bawah supinasi (Kuntono, 2004).
b. Bursitis subacromialis adalah peradangan pada bursa karena degenerasi
rotator cuff (Kuntono, 2004).
c. Ruptur rotator cuff adalah otot rotator cuff robek karena trauma hebat
akibat kecelakaan dan langsung merasakan nyeri pada daerah
persendian bahu bagian atas (Kuntono, 2004).
d. Capsulitis adhesiva adalah keterbatasan luas gerak sendi glenohumeral
yang nyata baik aktif dan pasif. Penyebab karena tendinitis,

immobilisasi dan trauma (Kuntono, 2004).
PROSES FISIOTERAPI
A. Diagnosa Fisioterapi
1. Impairment
Terdapat adanya nyeri saat melakukan gerakan aktif abduksi dan
eksorotasi pada lengan dekstra, nyeri tekan pada tuberculum humeri dan nyeri

gerak melawan tahanan pada otot supraspinatus. Adanya keterbatasan lingkup
gerak sendi pada saat melakukan aktivitas keseharian. Adanya spasme pada otot
upper trapezius, midle trapesiuz, dan otot deltoideus dekstra .

2. Functional limitation
Pasien mengalami kesulitan aktivitas keramas, menyisir ramut, memakai
dan melepas kaos dalam, menggosok punggung, mengambil dompet disaku

8

belakang, mengambil barang yang berada diatas dan mengalami hambatan dalam
mengangkat beban yang cukup berat.
3. Disability

Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti kegiatan kemiliteran
dan sebagainya. Hanya saja pasien merasa terganggu dengan nyeri yang dirasakan
saat ini.
B.

Pelaksanaan Fisioterapi

1. Microwave Diathermy (MWD)
Pasang elektroda glass pada bahu kanan. Beri jarak dengan kulit antara 3-5
cm. Atur waktu selama 10 menit kemudian naikan intensitas sampai pasien
merasa hangat, intensitas 50 mA. Terapis selalu mengecek keadaan pasien dengan
rasa hangat yang dirasakan. Setelah terapi selesai intensitas dikmbalikan ke posisi
nol dan matikan alat. Elektroda dan kabel dirapikan seperti semula.
2. Terapi Latihan
a. Over Head pulley
1). Gerakan fleksi
Cara melakukan teknik ini adalah pasien duduk tegak lurus
dengan pulley, kemudian kedua tangan pasien diminta untuk
memegang gagang pada ujung tali katrol, sisi lengan yang satunya
dalam posisi bahu fleksi dan siku ekstensi, sisi lengan yang satunya
dalam posisi siku fleksi, kemudian saling menarik katrol secara
bergantian sehingga lengan bergerak ke arah fleksi, tahan 5 detik.
Waktu terapi 5-10 menit.

9

2). Gerakan abduksi
Cara melakukan teknik ini adalah sebagai berikut : posisi
pasien duduk tegak lurus dengan pulley, kemudian kedua tangan
pasien diminta untuk memegang gagang pada ujung tali katrol, sisi
lengan yang sehat dalam posisi siku fleksi, kemudian lengan yang
sehat menarik katrol sehingga lengan yang nyeri bergerak ke arah
abduksi, tahan 5 detik pada akhir jangkauan. Waktu terapi 5-10 menit.
b. Finger ladder
1). Gerakan fleksi
Cara melakukan tehnik ini mula-mula pasien menghadap ke
dinding. Terapis berada disamping pasien. Lalu secara perlahan jarijari digerakkan seolah memanjat di dinding sampai batas toleransi
pasien kemudian menurunkan jari-jari secara perlahan. Lakukan
sebanyak 10 kali pengulangan.
2). Gerakan abduksi
Cara melakukan tehnik ini mula-mula pasien menghadap ke
dinding dengan lengan lurus disamping badan pasien, lalu jari-jari
menyentuh dinding. Kemudian tubuh diputar dengan posisi lengan
tetap. Terapis berada disamping pasien. Lalu secara perlahan jari-jari
digerakkan seolah memnjat di dinding sampai batas toleransi pasien
kemudian

diturunkan

perlahan.

pengulangan.

10

Lakukan

sebanyak

10

kali

HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Nyeri
Setelah dilakukan 6 kali terapi didapatkan penurunan nyeri tekan pada terapi
ke-3 yang semula 3 (nyeri ringan) menjadi 1 (tidak nyeri). Begitu juga dengan
nyeri gerak yang semula 4 (nyeri tidak begitu berat) menjadi 2 (nyeri sangat
ringan). Hasil evaluasi nyeri dengan Visual Desdriptive scales (VDS).
2. Lingkup Gerak Sendi dan kemampuan aktivitas fungsional
Perubahan luas gerak sendi dan kemampuan aktivitas fungsional dari (T1)
sampai evaluasi terakhir (T6) dapat dilihat bahwa setelah 6 kali terapi. Terjadi
peningkatan lingkup gerak sendi shoulder dari terapi awal S : 450-00-1500, F :
900-00-450, R(f90): 400-00-900 sampai terapi akhir S : 450-00-1800, F : 1400-00-450,
R(f90): 600-00-900. Terjadi peningkatan kemampuan aktifitas fungsional dari
terapi awal 33,75% sampai terapi akhir menjadi 17,5%.
B. PEMBAHASAN
1. Nyeri
Efek termal yang dihasilkan MWD dapat menaikkan ambang rangsang
nyeri dari serabut saraf disekitar lutut sehingga menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah, sirkulasi darah ke jaringan akan meningkat dan diikuti dengan
pembuangan substansi nyeri, sehingga akan didapatkan efek sedatif
jaringan.

11

pada

2. Lingkup Gerak Sendi dan kemampuan aktivitas fungsional
Dengan adanya nyeri maka akan mempengaruhi pergerakan sendi yang
mengakibatkan keterbatasan gerak pada sendi dan jaringan lunak akan berkurang
elastisitasnya. Dengan pemberian terapi latihan yang dilakukan secara bertahap
dengan latihan over head pulley dan finger ladder menyebabkan penguluran
struktur jaringan lunak seperti otot dan tendon yang nantinya akan memelihara
fleksibilitas dari jaringan tersebut sehingga mempengaruhi peningkatan lingkup
gerak sendi dan meningkatkan kemampuan fungsional. Dari pemberian terapi
enam kali pasien mengalami peningkatan lingkup gerak sendi dan dapat
memperingan pasien dalam kemampuan aktifitas fungsional.

KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN

Tendinitis

Supraspinatus

adalah

peradangan

padatendon

otot

supraspinatus. Dengan pemberian modalitas micro wive diathermy dan terapi
latihan berupa over head pulley dan ladder finger pada kasus tersebut, akan
membantu dalam meminimalkan keluhan yang dihadapi pasien, dan setelah
dilakukan terapi sebanyak 6 kali pertemuan, pasien merasakan adanya
penurunan nyeri, bertambahnya luas gerak sendi, dan berkurangnya kesulitan
dalam beraktifitas.

12

B. Saran

1.

Bagi Fisioterapis
Untuk senantiasa berusaha meningkatkan pengetahuan sehingga untuk

mengidentifikasi masalah-masalah yang dapat muncul pada penderita dan dapat
melakukan intervensi fisioterapi yang tepat untuk keberhasilan terapi.
2.

Bagi Pasien
Diharapkan ketekunan dan ketelatenan dalam melakukan terapi dan latihan di

rumah secara teratur dapat menghasilkan terapi yang optimal. Sehingga
permaslahan pasien dapat terpecahkan.

13

DAFTAR PUSTAKA

Wibowo, DS. 2009 ; Anatomi Tubuh Manusia; Wisland house I, Singapore.
Helmi Noor, Zairin. 2012 ;Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal; Jakarta :
Salemba medika
Kuntono, H. P. 2004 ; Aspek Fisioterapi Syndroma nyeri Bahu; disampaikan
dalam Kupas Tuntas Frozen Shoulder, Surabaya.
Hasibuan, Junianto. P,2007; Tanda dan Gejala
Supraspinatus;
di
akses
tanggal
www.physioroom.com/injury/shoulder.

Penyebab Tendinitis
17/04/2014
dari

Rochman, Fatchur, 1989 ; Sindroma Nyeri Bahu Intrinsik dalam Makalah TITAFI
VII tentang Nyeri Bahu, Surabaya.
Prasetya, Hudaya, 2002. Rematologi, Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan
Fisioterapi.
Syaifuddin, 2011; Anatomi Fisiologi. Jakarta : EGC.
Syatibi, M. 2002; Pemeriksaan Regio Bahu Joint Play Movement; Pelatihan
Fisioterapi VII Terapi Manipulasi Ekstremitas, Surakarta.
Sidharta, Priguna, 1984. Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek Umum,
Cetakan PT Dian Rakyat.
Luklukaningsih, Zuyina. 2009. Sinopsis Fisioterapi untuk Terapi Latihan.
Yogyakarta : Mitra Cendika offset.
Sujatno, et al 2002. Sumber Fisis. Akademi Fisioterapi Surakarta.
Kisner. C and Colby, L. A, 1996, Therapeutik Exercise Educations and
Techniques ; Third Edition, F. A. Davis Company, Philadelphia.
Roach, 1991 ; Shoulder Pain and Disability (SPADI); di akses tanggal 23/4/2014
dari http://www.biomedcentral.com
Slamet, Parjoto, 2006. Terapi Listrik untuk Modulasi Nyeri. IFI cabang
Semarang.
Mardiman, S, 1989 ; Nyeri Bahu, disampaikan pada TITAFI VII, Surabaya
Russe, A. Otto, M. D. And Gerhardt, J. John, M. D. 1975 ; International SFTR
Method of Measuring and Recording Joint Motion, Hans Huber Plubisher,
Bern Stuttergart Vienna.

14

Dokumen yang terkait

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME BILATERAL DI RUMKITAL dr. RAMELAN SURABAYA.

0 5 17

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME BILATERAL DI RUMKITAL dr. RAMELAN SURABAYA.

0 3 15

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Fraktur 1/3 Proximal Dextra Dengan Modalitas Infra Red, Dan Terapi Latihan Di RS Al DR.Ramelan Surabaya.

0 3 15

PENDAHULUAN Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Post Fraktur 1/3 Distal Fibula Sinistra Dengan Pemasangan Wire Di Rsud Sukoharjo Karya Tulis Ilmiah Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Tendinitis Supraspinatus Dextra Di Rs. Al. Dr. Ramelan Surabaya.

0 2 4

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI Karya Tulis Ilmiah Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Tendinitis Supraspinatus Dextra Di Rs. Al. Dr. Ramelan Surabaya.

0 1 14

KARYA TULIS ILMIAH Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Fraktur Collum Humeri Sinistra Dengan Pemasangan Plate And Screw Di RS Al Dr. Ramelan Surabaya.

0 1 14

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Carpal Tunnel Syndrome Dextra Di RS AL Dr. Ramelan Surabaya.

0 2 15

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST OPERASI TENDON ACHILLES DEXTRA Karya Tulis Ilmiah Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Post Operasi Tendon Achilles Dextra.

0 1 12

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST OPERASI TENDON ACHILLES DEXTRA Karya Tulis Ilmiah Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Post Operasi Tendon Achilles Dextra.

0 2 19

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Tendinitis Patellaris Sinistra Di RST Dr. Soedjono Magelang.

0 1 16