PENDAHULUAN Pengaruh Terapi Guided Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Skizofrenia Di RSJD Surakarta.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Skizofrenia termasuk penyakit psikosis dengan cirinya berupa kekacauan
dalam pikiran dan kepribadian yakni adanya fantasi, regresi, halusinasi, delusi,
dan penarikan diri dari lingkungan (Semiun, 2006). Skizofrenia merupakan
sindrom klinik bervariasi, yang sangat mengganggu, dengan psikopatologi
terentang dari disfungsi kognitif, gangguan proses pikir, gangguan emosi,
gangguan persepsi, dan gangguan perilaku. Pasien skizofrenia umumnya
mengalami
penurunan
kemampuan
fungsional
sehingga
cenderung
memerlukan bantuan dan pertolongan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
(Sadock dan Sadock, 2007).
World Health Organisation (2008) telah memperkirakan ada sekitar 450
juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa, setiap tahun
sekitar 1 juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri, hampir satu per
tiga dari penduduk di wilayah Asia Tenggara. Penderita skizofrenia umumnya
dapat terjadi disebabkan oleh genetik, neuroanatomi, stres psikologi dan
hubungan antar manusia yang kurang harmonis. Prevalensi penderita
skizofrenia di Indonesia adalah 0,3-1% dan bisa timbul pada usia sekitar 18-45
tahun, namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita
skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa maka
1
2
diperkirakan sekitar 2 juta skizofrenia, dimana sekitar 99% pasien di Rumah
Sakit Jiwa adalah: penderita skizofrenia (Yosep, 2009).
Berdasarkan laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 bahwa
prevalensi nasional Gangguan Jiwa Berat adalah 0,5%. Sebanyak 7 provinsi
mempunyai prevalensi gangguan jiwa berat diatas prevalensi nasional, yaitu
DKI Jakarta (20,3%), Nanggroe Aceh Darussalam (18,5%), Sumatera Barat
(16,7%), Sumatera Selatan (9,2%), Bangka Belitung, (8,7%), Kepulauan Riau
(7,4%) dan Nusa Tenggara Barat (9,9%) (Depkes RI, 2013).
Penderita skizofrenia mengalami gangguan alam perasaan (affective)
yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam
dan berkelanjutan, sehingga menyebabkan gangguan dalam menilai realitas,
kepribadian utuh, perilaku dapat terganggu tapi masih dalam batas normal, ini
menandakan bahwa mereka mengalami gejala kecemasan (Hawari, 2007).
Menurut Nasir, (2011) gejala kecemasan, baik akut maupun kronis merupakan
komponen utama bagi semua gangguan psikiatri. Sebagian dari komponen
kecemasan itu bisa berupa gangguan panik, fobia, obsesi kompulsi, dan
sebagainya. Penyebab cemas diantaranya adanya perasaan takut tidak diterima
dalam lingkungan tertentu, adanya pengalaman traumatis, seperti trauma
perpisahan, kehilangan atau bencana alam, adanya frustasi akibat kegagalan
memenuhi kebutuhan fisiologis (kebutuhan dasar) dan adanya ancaman pada
konsep diri (Pieter, dkk, 2011), sehingga perlu adanya tindakan keperawatan
dalam mengatasi terjadinya kecemasan pada pasien. Tindakan keperawatan
untuk penanganan masalah kecemasan pasien yaitu dapat berupa tindakan
3
mandiri oleh perawat, contoh seperti tehnik relaksasi dan distraksi (Potter,
2005).
Skizofrenia merupakan suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama
pada proses berpikir serta disharmoni (perpecahan dan keretakan) antara
proses berpikir, emosi, kemauan, dan psikomotor dengan disertai distorsi
kenyataan yang terutama disebabkan karena waham dan halusinasi. Selama ini
skizofrenia menjadi salah satu sindrom klinis dan masyarakat awam malah
sering menyebutnya dengan istilah gangguan jiwa. Pada kenyataannya
skizofrenia sering menimbulkan ketakuatan, kesalahpahaman, baik bagi orangorang disekitar maupun bagi penderita itu sendiri. Dengan adanya konsepsi
yang terus menerus tidak menutup kemungkinan bahwa skizofrenia akan
menjadi virus akut yang sangat ditakuti (Maramis, 2004).
Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3%-1% dan
biasanya timbul pada usia sekitar 15–45 tahun, namun ada juga yang berusia
11–12 tahun sudah
menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia
sekitar 200 juta jiwa maka diperkirakan 2 juta jiwa menderita skizofrenia
(Widodo, 2003). Pada masyarakat umum terdapat 0,2%-0,8% penderita
skizofrenia (Maramis, 2004). Dengan jumlah penduduk di Indonesia yang
lebih dari 200 juta jiwa, maka jumlah penderita skizofrenia sebanyak 400 ribu
samapai 1,6 juta jiwa. Dengan jumlah yang sebesar ini peran perawat sangat
dibutuhkan dalam menangani pasien skizofrenia.
Salah satu teknik relaksasi yang digunakan untuk mengatasi kecemasan
pada pasien adalah dengan terapi guided imagery, karena tehnik relaksasi
4
merupakan tindakan untuk mengalihkan perhatian dan mengurangi rasa cemas
yang di alami pasien. Guided imagery merupakan suatu teknik yang
menggunakan imajinasi individu dengan imajinasi terarah untuk mengurangi
stres (Patricia dalam Kalsum, 2012). Penelitian Kalsum et al (2012)
menunjukkan bahwa teknik guided imagery dapat menurunkan tingkat
kecemasan pada klien dengan insomnia usia 20-25. Setelah dilakukan teknik
guided imagery diperoleh 81% subjek penelitian mengalami mengalami
penurunan
tingkat
kecemasan
dan
19%
subjek
penelitian
tingkat
kecemasannya tetap. Berdasarkan hasil uji statistik maka teknik guided
imagery dapat digunakan sebagai salah satu metode alternatif untuk
menurunkan tingkat kecemasan (Beebe & Wyatt, 2009).
Berdasarkan data Rekam Medis Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
angka kejadian skizofrenia menjadi jumlah kasus terbanyak dengan jumlah
1.782 dari pasien 2.432 pasien yang tercatat dari jumlah seluruh pasien pada
tahun 2014, itu berarti 71,7% dari jumlah kasus yang ada, dalam remisi 15
(Rekam Medik RSJD, 2014). Hasil studi pendahuluan pada pasien skizofrenia
di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta diketahui bahwa dari 15 pasien
skizofrenia didapatkan penderita dengan cemas berat 6 orang, cemas sedang 4
orang, cemas ringan 3 orang, tidak cemas 2 orang. Hasil studi tersebut
menunjukkan bahwa 80% penderita mengalami kecemasan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
tentang “Pengaruh Terapi Guided Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan Pada
Pasien Skizofrenia di RSJD Surakarta”.
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka didapatkan rumusan
masalah sebagai berikut: “Adakah pengaruh terapi guided imagery terhadap
tingkat kecemasan pada pasien skizofrenia di RSJD Surakarta?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adakah pengaruh pemberian terapi guided imagery
terhadap perubahan tingkat kecemasan pada pasien skizofrenia di RSJD
Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat kecemasan pasien skizofrenia sebelum diberikan
terapi guided imagery.
b. Mengetahui tingkat kecemasan pasien skizofrenia sesudah diberikan
terapi guided imagery.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi keilmuan atau teori
Menambah pengetahuan dan referensi mengenai penatalaksanaan tindakan
keperawatan terhadap tingkat kecemasan.
2. Bagi institusi pendidikan
Sebagai salah satu wawasan baru bagi mahasiswa dalam menurunkan
tingkat kecemasan secara teknik relaksasi terhadap tingkat kecemasan dari
pasien.
6
3. Bagi instansi rumah sakit
Sebagai salah satu terapi yang dapat diterapkan dengan mudah serta hemat
biaya bagi pasien dalam menurunkan kecemasan pasien.
4. Bagi pembaca
Menambah wawasan dalam menurunkan tingkat kecemasan di rumah sakit
maupun di rumah, juga merupakan terapi yang mudah diterapkan bagi
siapapun tanpa memandang latar belakang pendidikan pembaca.
5. Bagi peneliti
Menambahi referensi yang dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya,
serta peneliti dapat mengembangkan apa yang telah dilakukan dalam
penelitian ini. Misalnya, dengan mencari bentuk variabel lain.
E. Keaslian Penelitian
Sepanjang sepengetahuan penulis sudah ada beberapa penelitian tentang
pengaruh terapi guided imagery terhadap tingkat kecemasan pada pasien
skizofrenia. Penelitian yang memiliki kesamaan variabel dari penelitian ini,
antara lain:
1. Wahyuni (2007) yang melakukan penelitian tentang “Pengaruh Terapi
Relaksasi Progresif Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Lansia di
Panti Werdha Griya Asih Lawang Kabupaten Malang”. Hasil penelitian
ada pengaruh pemberian terapi relaksasi terhadap penurunan tingkat
kecemasan.
7
2. Purwaningtyas Lisa Dwi Ari dan Arum Pratiwi (2010) dengan penelitian
tentang “Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat Kecemasan Pada
Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh relaksasi progresif
terhadap tingkat kecemasan pasien skizofrenia di RSJD Surakarta.
3. Indy Setyanto dan Arina Maliya (2010) melakukan penelitian dengan
judul “Efektivitas Terapi Gerak terhadap Perubahan Tingkat Kecemasan
Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh terapi gerak terhadap
tingkat kecemasan pasien skizofrenia di RSJD Surakarta.
4. Umi Kalsum et al (2012) yang melakukan penelitian tentang “Pengaruh
Teknik Guided Imagery Dapat Menurunkan Tingkat Kecemasan Pada
Klien Dengan Insomnia Usia 20-25”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh teknik guided imagery dalam menurunkan tingkat
kecemasan pada klien dengan insomnia usia 20-25. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa teknik guided imagery dapat menurunkan tingkat
kecemasan pada klien dengan insomnia usia 20-25. Berdasarkan hasil uji
statistik maka sebaiknya teknik guided imagery dapat digunakan sebagai
salah satu metode alternatif untuk menurunkan tingkat kecemasan.
5. Intan Juwita Dewi, Dewa Gede Anom dan Kadek Eka Swedarma (2012)
dengan
penelitian
tentang
“Hubungan
Frekuensi
Pemberian
Electroconvulsive Therapy (ECT) Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien
Dengan Skizofrenia di RS Jiwa Provinsi Bali”. Hasil penelitian
8
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi
pemberian Electroconvulsive Therapy (ECT) terhadap tingkat kecemasan
pada pasien skizofrenia di RS Jiwa Provinsi Bali dengan nilai p= 0,003.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Skizofrenia termasuk penyakit psikosis dengan cirinya berupa kekacauan
dalam pikiran dan kepribadian yakni adanya fantasi, regresi, halusinasi, delusi,
dan penarikan diri dari lingkungan (Semiun, 2006). Skizofrenia merupakan
sindrom klinik bervariasi, yang sangat mengganggu, dengan psikopatologi
terentang dari disfungsi kognitif, gangguan proses pikir, gangguan emosi,
gangguan persepsi, dan gangguan perilaku. Pasien skizofrenia umumnya
mengalami
penurunan
kemampuan
fungsional
sehingga
cenderung
memerlukan bantuan dan pertolongan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
(Sadock dan Sadock, 2007).
World Health Organisation (2008) telah memperkirakan ada sekitar 450
juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa, setiap tahun
sekitar 1 juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri, hampir satu per
tiga dari penduduk di wilayah Asia Tenggara. Penderita skizofrenia umumnya
dapat terjadi disebabkan oleh genetik, neuroanatomi, stres psikologi dan
hubungan antar manusia yang kurang harmonis. Prevalensi penderita
skizofrenia di Indonesia adalah 0,3-1% dan bisa timbul pada usia sekitar 18-45
tahun, namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita
skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa maka
1
2
diperkirakan sekitar 2 juta skizofrenia, dimana sekitar 99% pasien di Rumah
Sakit Jiwa adalah: penderita skizofrenia (Yosep, 2009).
Berdasarkan laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 bahwa
prevalensi nasional Gangguan Jiwa Berat adalah 0,5%. Sebanyak 7 provinsi
mempunyai prevalensi gangguan jiwa berat diatas prevalensi nasional, yaitu
DKI Jakarta (20,3%), Nanggroe Aceh Darussalam (18,5%), Sumatera Barat
(16,7%), Sumatera Selatan (9,2%), Bangka Belitung, (8,7%), Kepulauan Riau
(7,4%) dan Nusa Tenggara Barat (9,9%) (Depkes RI, 2013).
Penderita skizofrenia mengalami gangguan alam perasaan (affective)
yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam
dan berkelanjutan, sehingga menyebabkan gangguan dalam menilai realitas,
kepribadian utuh, perilaku dapat terganggu tapi masih dalam batas normal, ini
menandakan bahwa mereka mengalami gejala kecemasan (Hawari, 2007).
Menurut Nasir, (2011) gejala kecemasan, baik akut maupun kronis merupakan
komponen utama bagi semua gangguan psikiatri. Sebagian dari komponen
kecemasan itu bisa berupa gangguan panik, fobia, obsesi kompulsi, dan
sebagainya. Penyebab cemas diantaranya adanya perasaan takut tidak diterima
dalam lingkungan tertentu, adanya pengalaman traumatis, seperti trauma
perpisahan, kehilangan atau bencana alam, adanya frustasi akibat kegagalan
memenuhi kebutuhan fisiologis (kebutuhan dasar) dan adanya ancaman pada
konsep diri (Pieter, dkk, 2011), sehingga perlu adanya tindakan keperawatan
dalam mengatasi terjadinya kecemasan pada pasien. Tindakan keperawatan
untuk penanganan masalah kecemasan pasien yaitu dapat berupa tindakan
3
mandiri oleh perawat, contoh seperti tehnik relaksasi dan distraksi (Potter,
2005).
Skizofrenia merupakan suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama
pada proses berpikir serta disharmoni (perpecahan dan keretakan) antara
proses berpikir, emosi, kemauan, dan psikomotor dengan disertai distorsi
kenyataan yang terutama disebabkan karena waham dan halusinasi. Selama ini
skizofrenia menjadi salah satu sindrom klinis dan masyarakat awam malah
sering menyebutnya dengan istilah gangguan jiwa. Pada kenyataannya
skizofrenia sering menimbulkan ketakuatan, kesalahpahaman, baik bagi orangorang disekitar maupun bagi penderita itu sendiri. Dengan adanya konsepsi
yang terus menerus tidak menutup kemungkinan bahwa skizofrenia akan
menjadi virus akut yang sangat ditakuti (Maramis, 2004).
Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3%-1% dan
biasanya timbul pada usia sekitar 15–45 tahun, namun ada juga yang berusia
11–12 tahun sudah
menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia
sekitar 200 juta jiwa maka diperkirakan 2 juta jiwa menderita skizofrenia
(Widodo, 2003). Pada masyarakat umum terdapat 0,2%-0,8% penderita
skizofrenia (Maramis, 2004). Dengan jumlah penduduk di Indonesia yang
lebih dari 200 juta jiwa, maka jumlah penderita skizofrenia sebanyak 400 ribu
samapai 1,6 juta jiwa. Dengan jumlah yang sebesar ini peran perawat sangat
dibutuhkan dalam menangani pasien skizofrenia.
Salah satu teknik relaksasi yang digunakan untuk mengatasi kecemasan
pada pasien adalah dengan terapi guided imagery, karena tehnik relaksasi
4
merupakan tindakan untuk mengalihkan perhatian dan mengurangi rasa cemas
yang di alami pasien. Guided imagery merupakan suatu teknik yang
menggunakan imajinasi individu dengan imajinasi terarah untuk mengurangi
stres (Patricia dalam Kalsum, 2012). Penelitian Kalsum et al (2012)
menunjukkan bahwa teknik guided imagery dapat menurunkan tingkat
kecemasan pada klien dengan insomnia usia 20-25. Setelah dilakukan teknik
guided imagery diperoleh 81% subjek penelitian mengalami mengalami
penurunan
tingkat
kecemasan
dan
19%
subjek
penelitian
tingkat
kecemasannya tetap. Berdasarkan hasil uji statistik maka teknik guided
imagery dapat digunakan sebagai salah satu metode alternatif untuk
menurunkan tingkat kecemasan (Beebe & Wyatt, 2009).
Berdasarkan data Rekam Medis Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
angka kejadian skizofrenia menjadi jumlah kasus terbanyak dengan jumlah
1.782 dari pasien 2.432 pasien yang tercatat dari jumlah seluruh pasien pada
tahun 2014, itu berarti 71,7% dari jumlah kasus yang ada, dalam remisi 15
(Rekam Medik RSJD, 2014). Hasil studi pendahuluan pada pasien skizofrenia
di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta diketahui bahwa dari 15 pasien
skizofrenia didapatkan penderita dengan cemas berat 6 orang, cemas sedang 4
orang, cemas ringan 3 orang, tidak cemas 2 orang. Hasil studi tersebut
menunjukkan bahwa 80% penderita mengalami kecemasan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
tentang “Pengaruh Terapi Guided Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan Pada
Pasien Skizofrenia di RSJD Surakarta”.
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka didapatkan rumusan
masalah sebagai berikut: “Adakah pengaruh terapi guided imagery terhadap
tingkat kecemasan pada pasien skizofrenia di RSJD Surakarta?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adakah pengaruh pemberian terapi guided imagery
terhadap perubahan tingkat kecemasan pada pasien skizofrenia di RSJD
Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat kecemasan pasien skizofrenia sebelum diberikan
terapi guided imagery.
b. Mengetahui tingkat kecemasan pasien skizofrenia sesudah diberikan
terapi guided imagery.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi keilmuan atau teori
Menambah pengetahuan dan referensi mengenai penatalaksanaan tindakan
keperawatan terhadap tingkat kecemasan.
2. Bagi institusi pendidikan
Sebagai salah satu wawasan baru bagi mahasiswa dalam menurunkan
tingkat kecemasan secara teknik relaksasi terhadap tingkat kecemasan dari
pasien.
6
3. Bagi instansi rumah sakit
Sebagai salah satu terapi yang dapat diterapkan dengan mudah serta hemat
biaya bagi pasien dalam menurunkan kecemasan pasien.
4. Bagi pembaca
Menambah wawasan dalam menurunkan tingkat kecemasan di rumah sakit
maupun di rumah, juga merupakan terapi yang mudah diterapkan bagi
siapapun tanpa memandang latar belakang pendidikan pembaca.
5. Bagi peneliti
Menambahi referensi yang dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya,
serta peneliti dapat mengembangkan apa yang telah dilakukan dalam
penelitian ini. Misalnya, dengan mencari bentuk variabel lain.
E. Keaslian Penelitian
Sepanjang sepengetahuan penulis sudah ada beberapa penelitian tentang
pengaruh terapi guided imagery terhadap tingkat kecemasan pada pasien
skizofrenia. Penelitian yang memiliki kesamaan variabel dari penelitian ini,
antara lain:
1. Wahyuni (2007) yang melakukan penelitian tentang “Pengaruh Terapi
Relaksasi Progresif Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Lansia di
Panti Werdha Griya Asih Lawang Kabupaten Malang”. Hasil penelitian
ada pengaruh pemberian terapi relaksasi terhadap penurunan tingkat
kecemasan.
7
2. Purwaningtyas Lisa Dwi Ari dan Arum Pratiwi (2010) dengan penelitian
tentang “Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat Kecemasan Pada
Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh relaksasi progresif
terhadap tingkat kecemasan pasien skizofrenia di RSJD Surakarta.
3. Indy Setyanto dan Arina Maliya (2010) melakukan penelitian dengan
judul “Efektivitas Terapi Gerak terhadap Perubahan Tingkat Kecemasan
Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh terapi gerak terhadap
tingkat kecemasan pasien skizofrenia di RSJD Surakarta.
4. Umi Kalsum et al (2012) yang melakukan penelitian tentang “Pengaruh
Teknik Guided Imagery Dapat Menurunkan Tingkat Kecemasan Pada
Klien Dengan Insomnia Usia 20-25”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh teknik guided imagery dalam menurunkan tingkat
kecemasan pada klien dengan insomnia usia 20-25. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa teknik guided imagery dapat menurunkan tingkat
kecemasan pada klien dengan insomnia usia 20-25. Berdasarkan hasil uji
statistik maka sebaiknya teknik guided imagery dapat digunakan sebagai
salah satu metode alternatif untuk menurunkan tingkat kecemasan.
5. Intan Juwita Dewi, Dewa Gede Anom dan Kadek Eka Swedarma (2012)
dengan
penelitian
tentang
“Hubungan
Frekuensi
Pemberian
Electroconvulsive Therapy (ECT) Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien
Dengan Skizofrenia di RS Jiwa Provinsi Bali”. Hasil penelitian
8
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi
pemberian Electroconvulsive Therapy (ECT) terhadap tingkat kecemasan
pada pasien skizofrenia di RS Jiwa Provinsi Bali dengan nilai p= 0,003.