RESILIENSI NARAPIDANA DEWASA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA SRAGEN Resiliensi Narapidana Dewasa Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sragen.
RESILIENSI NARAPIDANA DEWASA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KLAS IIA SRAGEN
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan
dalam Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi
Diajukan oleh:
REFI RISTIANA PURBA DEVI
F 100 110 100
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
RESILIENSI NARAPIDANA DEWASA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KLAS IIA SRAGEN
Naskah Publikasi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana (S-1) Psikologi
Diajukan oleh :
REFI RISTIANA PURBA DEVI
F 100 110 100
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
ii
RESILIENSI PADA NARAPIDANA DEWASA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KLAS IIA SRAGEN
Refi Ristiana Purba Devi
Aad Satria Permadi, S.Psi, MA
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
refirpd@yahoo.com
Abstraksi
Resiliensi pada narapidana dewasa merupakan kemampuan yang terdapat
dalam diri seorang narapidana dewasa untuk beradaptasi dengan lingkungan
secara positif dan mampu bangkit dari kemalangan yang menimpanya sehingga
menjalani kehidupan sehari- hari di Lembaga Pemasyarakatan dengan tanpa
beban. Resiliensi seseorang tidak muncul dengan sendirinya, melainkan adanya
motivasi dari dalam maupun luar individu tersebut untuk mampu survive. Status
sebagai narapidana bukan suatu hal yang dengan mudah dapat diterima oleh
seseorang, namun secara tidak langsung narapidana dituntut untuk
mempertanggungjawabkan tindak pidana yang ia lakukan, introspeksi diri,
menjaga hubungan baik dengan orang lain, dan optimis memandang masa depan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan dinamika
resiliensi narapidana dewasa di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sragen.
Informan penelitian ini sebanyak 10 orang yang dipilih secara purposive sampling
dengan karakteristik, antara lain: a) narapidana berusia 21 sampai 50 tahun, b)
narapidana sedang menjalani setengah atau lebih masa hukuman, dan c)
narapidana pertama kali menghuni lapas, bukan residivis. Penelitian ini
menggunakan metode wawancara dan observasi. Hasil dari penelitian ini adalah
narapidana dewasa di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sragen yang pada
awalnya mengalami kemalangan atas perkara, vonis, dan perbedaan lingkungan,
memiliki potensi resiliensi yang terbentuk ketika mereka memiliki interaksi sosial
yang terjalin harmonis, baik dengan sesama warga binaan, petugas, keluarga dan
memiliki harapan yang ia rencana dan telah diusahakan mulai dari sekarang untuk
diraih di masa depan dan kembali menjadi bagian masyarakat.
Kata kunci : Resiliensi, Narapidana, Dewasa
v
tidak mengulangi tindak pidana,
PENDAHULUAN
Seseorang
yang
sehingga
melanggar
sebagai
di sebuah Lembaga Pemasyarakatan
berbeda
yang
dibandingkan
juga
merupakan
akan
menjadikan
baiknya
masyarakat
dan
peraturan
martabatnya sebagai manusia.
Kondisi
pembinaan
mental
bagi
tekanan
mempengaruhi
keadaan
Lembaga Pemasyarakatan dan atau
setelah
pembinaan
membentuk
dengan
psikis narapidana saat berada dalam
Pemasyarakatan
kembali
Bartollas
kepribadian dan kemandirian dengan
untuk
undangan
berlebih dan tidak merendahkan
(WBP) sesuai dengan peraturan yang
tujuan
perundang-
dengan tidak memberikan derita
Pemasyarakatan di wilayah Sragen
diantaranya
setelah
dan perasaan tertekan narapidana
satu Unit Pelaksanaan Teknis (UPT)
berlaku,
proses
untuk menghilangkan rasa bersalah
sendiri,
IIA Sragen yang merupakan salah
Binaan
suatu
hukum adat, serta aspek psikologis
Lembaga Pemasyarakatan Klas
Warga
itu
resosialisasi, pemenuhan pandangan
begitupula sebaliknya.
melaksanakan
Selain
dengan ketentuan bertujuan untuk
status
dengan
dirinya
dan
sanksi pidana yang terdapat dalam
negatif.
narapidananya sebagai penghalang
hubungan
jawab.
baik
dijatuhkannya putusan hakim atas
Apabila orang dengan kepribadian
lemah,
yang
menurut Bakhri (2009), pemidanaan
dengan
pola hidup bagi narapidana selain
positif
warga
bertanggung
jauh
kehidupan di masyarakat. Perubahan
berdampak
pada
pembangunan, hidup secara wajar
pidana dan menjalani kesehariannya
keadaan
kembali
masyarakat, berperan aktif dalam
norma hukum lalu dijatuhi hukuman
mengalami
dapat
(dalam
ke
masyarakat.
Azani,
2012)
menyatakan bahwa kehidupan di
warga
penjara merusak kondisi psikologis
binaan agar menjadi manusia yang
seseorang
lebih baik, menyadari kesalahan, dan
diantaranya
kehilangan
kepribadian atau identitas diri, rasa
1
aman, kemerdekaan individual untuk
penerimaan
seseorang
terhadap
beraspirasi dan berkomunikasi, dll.
keadaan,
keinginan
untuk
Tekanan yang dialami narapidana
beradaptasi,
dan
tersebut tidak menutup kemungkinan
keterpurukan setiap orang berbeda-
ia
beda
akan
melakukan
membahayakan
hal
dirinya
yang
bangkit
tergantung
dari
bagaimana
sendiri
memaknai keberadaan di Lembaga
maupun orang lain, seperti kabur dari
Pemasyarakatan. Kemampuan yang
Lapas, membuat kerusuhan di Lapas,
harus
depresi bahkan bunuh diri. Selain itu,
keadaan seperti itu adalah resiliensi.
narapidana juga mampu menerima
Menurut Reivich dan Shatte (2002),
dan beradaptasi dengan keadaan,
resiliensi adalah kemampuan untuk
sehingga
apresiasi
mengatasi dan beradaptasi terhadap
positif dari orang lain termasuk
kejadian yang berat atau masalah
petugas seperti halnya remisi umum I
yang terjadi dalam kehidupan.
memperolah
maupun II diberikan setiap tahun
memiliki
disiplin yang tinggi dalam mengikuti
dan
dalam
dan Ike (2013), narapidana yang
baik, telah menunjukkan prestasi,
pembinaan
individu
Menurut penelitian oleh Riza
kepada narapidana yang berkelakuan
program
dimiliki
resiliensi
yang
tinggi
digambarkan memiliki rencana yang
telah
akan dilakukan setelah keluar dari
memenuhi syarat administratif.
Lembaga Pemasyarakatan. Rencana
tersebut meliputi memulai hidup baru
Hal tersebut di atas merupakan
yang
dengan keluarga dan masyarakat.
muncul pada kehidupan narapidana
Dalam Lembaga Pemasyarakatan, ia
dalam menjalani masa pidana. Sesuai
mampu menjalani segala aktifitasnya
dengan survei di lapangan dan
tanpa
berbagai media, pada awal masa
narapidana dengan resiliensi rendah,
tahanan, narapidana merasa tertekan
cenderung stress dan depresi dengan
dengan
segala kegiatan di Lapas karena
sekelumit
permasalahan
keadaan
yang
harus
terbebani.
dijalaninya. Penelitian Azani (2012)
ketidakmampuannya
menunjukkan
dengan lingkungan.
bahwa
tingkat
2
Sedangkan
beradaptasi
Resiliensi
merupakan
hal
dapat
beradaptasi
dengan
baik
penting yang harus ada dalam diri
meskipun
seorang narapidana dewasa, karena
keadaan yang sulit. Reivich dan
dengan sikap resilien, ia
akan
Shatte (2002) memaparkan tentang
berjuang untuk beradaptasi, bertahan,
tujuh kemampuan yang membentuk
dan
resiliensi, antara lain sebagai berikut:
bangkit
Narapidana
dari
yang
kemalangan.
resilien
akan
dihadapkan
dengan
Regulasi emosi
mendapat bekal ilmu pengetahuan,
Regulasi
pengalaman, dan ketrampilan yang
emosi
dimanfaatkan menjalani kehidupan
kemampuan
kembali ke masyarakat.
dalam kondisi yang menekan. Orang
Berdasarkan
pemaparan
untuk
dewasa dalam menjalani kehidupan
jauh
dari
masyarakat,
keluarga
mengalami
psikis
dan
dan
kembali.
Maka
hubungan
dengan
membangun
orang
lain.
individu
mengontrol
Pengendalian impuls adalah
kemampuan untuk mengendalikan
keinginan, dorongan, kesukaan, serta
“Bagaimana dinamika resiliensi pada
di
kesulitan
Pengendalian terhadap impuls
fokus pada penelitian ini adalah
dewasa
mengalami
emosi
mengurangi stres.
pertanyaan yang muncul dan menjadi
narapidana
regulasi
emosi, menjaga fokus pikiran, serta
sikap
agar mampu beradaptasi, bertahan,
bangkit
mengatur
membantu
pentingnya
resilien kepada narapidana dewasa
dan
tenang
Ketrampilan tenang dan fokus akan
tekanan
menumbuhkembangkan
tetap
yang kurang memiliki kemampuan
di
atas, betapa perjuangan narapidana
yang
untuk
adalah
tekanan yang muncul dari dalam diri.
Lembaga
Individu yang dapat mengendalikan
Pemasyarakatan Klas IIA Sragen?”
dorongan dapat mencegah terjadinya
kesalahan pemikiran sehingga dapat
RESILIENSI
memberikan respon yang tepat pada
Menurut Stein (2005),resiliensi
permasalahan.
adalah kemampuan individu untuk
Kemampuan menganalisis penyebab
3
Kemampuan individu untuk
Optimisme adalah pandangan
mengidentifikasikan secara akurat
dan keyakinan atas cemerlangnya
penyebab dari permasalahan yang
kehidupan
mereka hadapi.
Individu
yang
yang
akan
datang.
resilien
adalah
individu yang optimis. Sikap optimis
Empati
haruslah realistis dimana adanya
Empati erat kaitannya dengan
kemampuan
individu
kepercayaan akan terwujudnya masa
dalam
depan
membaca tanda- tanda kondisi dan
yang
lebih
baik
dengan
diiringi usaha untuk mewujudkan.
situasi emosional dan psikologis
METODE PENELITIAN
orang lain. individu yang memiliki
kemampuan
memiliki
berempati
hubungan
cenderung
sosial
Penelitian
yang
ini
menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode
wawancara sebagai metode utama
positif.
dan
Efikasi diri
observasi
pendukung.
sebagai
Pemilihan
metode
informan
Efikasi diri yaitu keyakinan
penelitian sebanyak 10 orang yang
dalam diri seseorang untuk mampu
dilakukan secara purposive sampling
memecahkan masalah yang dihadapi
dengan karakteristik, antara lain: a)
dan
narapidana berusia 21 sampai 50
mencapai
kesuksesan
dan
mampu memecahkan masalah.
tahun,
b)
narapidana
sedang
menjalani setengah atau lebih masa
Pencapaian
hukuman, dan c) narapidana pertama
resiliensi selain kemampuan
kali menghuni lapas, bukan residivis.
mengatasi kemalangan dan bangkit
HASIL PENELITIAN
dari keterpurukan, juga merupakan
kemampuan individu meraih aspek
Penelitian dilaksanakan pada
positif dari kemalangan, percaya diri
tanggal 5 sampai 10 Februari 2015.
dalam menggali potensi.
Informan penelitian berjumlah 10
orang. Peneliti memberikan rapport
Optimisme
terlebih dahulu bertujuan terjalin
4
keakraban dan kepercayaan antara
peneliti
dan
informan
Adapun pengumpulan data
sehingga
penelitian, adalah sebagai berikut:
proses penelitian berjalan lancar.
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Wawancara dan Observasi
NO.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
INFORMAN
FZ
NA
LE
SS
GYT
AS
BH
N
ADK
WDY
TANGGAL
5 Februari 2015
5 Februari 2015
5 Februari 2015
5 Februari 2015
9 Februari 2015
9 Februari 2015
9 Februari 2015
9 Februari 2015
10 Februari 2015
10 Februari 2015
dalam
ini
Data
penelitian
WAKTU
08.44-09.35
09.40-10.28
10.30-11.11
11.14-11.50
09.40-10.32
10.45-11.10
11.20-11.55
12.05-12.46
10.37-11.15
11.20-11.53
narapidana
diperoleh dari 10 informan yaitu
TEMPAT
LP Sragen
LP Sragen
LP Sragen
LP Sragen
LP Sragen
LP Sragen
LP Sragen
LP Sragen
LP Sragen
LP Sragen
dewasa
di
Lembaga
pemasyarakatan Klas IIA Sragen.
Tabel 2. Data Demografi Informan Penlitian
NO
INFORMAN
USIA
1.
2.
3.
FZ
NA
LE
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
SS
GYT
AS
BH
NS
ADK
WDY
AGAMA
PERKARA
44 tahun
21 tahun
36 tahun
STATUS
PERNIKAHAN
Menikah
Belum Menikah
Menikah
Islam
Islam
Islam
Penipuan
Perl Anak
Narkoba
30 tahun
38 tahun
40 tahun
22 tahun
34 tahun
27 tahun
42 tahun
Belum Menikah
Menikah
Menikah
Belum Menikah
Belum Menikah
Belum menikah
Menikah
Islam
Islam
Islam
Islam
Kristen
Islam
Islam
Narkoba
Narkoba
Narkoba
Perl Anak
Pembunuhan
Perl Anak
Narkoba
Hasil wawancara dan observasi
dan
harapan.
MASA
PIDANA
4 tahun
2 tahun
4 tahun 6
bulan
4 tahun
5 tahun
4 tahun
4 tahun
15 tahun
5 tahun
1 tahun 2
bulan
Berdasarkan
hasil
penelitian menghasilkan pendapat
wawancara
yang
dilakukan,
sementara
keseluruhan
informan
penelitian
tentang
faktor
yang
mempengaruhi resiliensi narapidana
menyebut dan menjelaskan tentang
dewasa yaitu interaksi sosial positif
harapan yang ingin diraih di masa
5
depan setelah mereka bebas dan
hasil observasi, mayoritas informan
beberapa usaha telah mereka lakukan
terlihat senang dan bersemangat
mulai saat ini demi terealisasinya
ketika
keinginan mereka. Harapan para
kehidupan sosial mereka selama
informan penelitian meliputi menulis
menghuni
buku yang berisi tentang indahnya
keramahan dan keakraban dengan
bertaubat,
merantau
petugas dan warga binaan. Namun
memperoleh
penghidupan
penghasilan
yang
lebih
untuk
dan
menceritakan
Lapas,
beberapa
baik,
tentang
menunjukkan
informan
penelitian
menunjukkan sikap yang kurang
menekuni tas songket, berwirausaha
bersemangat
dengan kerajinan songket, menikah,
menjelaskan hubungan sosial. Hal
mengelola warung makan, warung
tersebut
kopi,
kebun
dan
singkat
ditunjukkan
ketika
berdasarkan
kelapa
sawit,
hasil wawancara dan observasi yang
pekerjaan
sesuai
menunjukkan bahwa 10 dari 10
dengan keahlian dan potensinya,
informan memiliki harapan yang
menjadi pendeta, security, kembali
akan diraih di masa depan dan 7 dari
menjadi perangkat desa, menikah,
10 informan penelitian berinteraksi
dan naik haji. Selain itu, berdasar
sosial yang positif.
mendapatkan
Tabel 3. Faktor Perbedaan Antara Informan Resilien dan Tidak Resilien
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Informan
FZ
NA
LE
SS
GYT
AS
BH
NS
ADK
WDY
Harapan
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan: √ = memiliki harapan
6
Interaksi Sosial
Baik
Baik
Tidak baik
Tidak baik
Baik
Baik
Tidak baik
Baik
Baik
Baik
Resilien/ Tidak
Resilien
Resilien
Tidak resilien
Tidak resilien
Resilien
Resilien
Tidak resilien
Resilien
Resilien
Resilien
dengan pengertian dewasa menurut
PEMBAHASAN
Hurlock (2004), yaitu individu yang
Penelitian ini bertujuan untuk
telah
mendiskripsikan
siap
menerima
kedudukan
memahami
dan
dinamika
psikologis
resiliensi
dalam masyarakat. Narapidana yang
narapidana
dewasa
Lembaga
mampu beradaptasi dengan keadaan
Pemasyarakatan Klas IIA Sragen.
di Lapas dapat meraih aspek positif
Berstatus
kemalangan dan mengembangkan
di
sebagai
narapidana
membuat informan merasa stress,
potensi.
depresi, kehilangan semangat hidup,
dengan pengertian resiliensi menurut
menyesali
dan
Stein (2005) bahwa resiliensi adalah
memikirkan banyak kemungkinan
kemampuan individu untuk dapat
negatif yang terjadi pada mereka
beradaptasi
maupun keluarga. Informan berusaha
dihadapkan dengan keadaan sulit.
kesalahan,
Kemampuan
dengan
ini
baik
sesuai
meski
menerima kenyataan yang harus
Pengalaman menghuni Lapas
dihadapi dan berusaha menyesuaikan
dengan keadaan yang berbeda dari
diri terhadap keadaan dan lingkungan
sebelumnya
Lembaga Pemasyarakatan dengan
mendapatkan banyak pengetahuan,
segala keterbatasan, keyakinan diri,
pengalaman,
dan
Mereka
kemampuan
yang
dimiliki.
mebuat
narapidana
ketrampilan
diperlakukan
baru.
layaknya
Seperti hasil penelitian dari Azani
masyarakat pada umumnya, diberi
(2012) bahwa penerimaan setiap
kebebasan berpikir, menyampaikan
individu satu dengan individu lain
pendapat, menganut,beribadah sesuai
atas kehidupan di dalam Lembaga
kepercayaan, dan berkegiatan sosial
Pemasyarakatan berbeda, tergantung
dengan ruang gerak fasilitas dan
bagaimana
memaknai
gaya hidup yang terbatas. Menurut
pengalaman dan keputusan yang
Bakhri (2009), pemidanaan suatu
dijatuhkan kepadanya. Narapidana
proses setelah dijatuhkannya vonis
memiliki pengharapan terhadap masa
atas sanksi pidana dalam peraturan
depan, menjalin hubungan sosial
perundang-
yang positif, memandang pentingnya
ketentuan
sikap optimis. Hal tersebut sesuai
resosialisasi, pemenuhan pandangan
individu
7
undangan
yang
bertujuan
dengan
untuk
hukum adat, serta aspek psikologis
berinteraksi
dengan
untuk perasaan tertekan narapidana
Berdasar
dengan tidak memberikan derita
observasi, informan LE, SS, dan BH
berlebih dan tidak merendahkan
memiliki interaksi sosial yang tidak
martabatnya sebagai manusia.
terjalin
hasil
orang
lain
wawancara
dan
dengan
baik.
Mereka
Warga binaan saling memberi
cenderung individual, bersikap acuh,
semangat untuk kuat menjalani masa
kesalahpahaman, diskriminasi sosial.
hukuman, saling menasehati untuk
Keadaan tersebut membuat informan
kebaikan
merasa tidak percaya diri melakukan
sesama
warga
binaan,
dan
kegiatan
sesama warga binaan, memberikan
sehingga
perhatian kepada warga binaan yang
berkembang
terlihat cemas, sedih, dan bertikai
kesulitan dalam berhubungan sosial.
dengan warga binaan atau petugas.
Sarwono
Seperti
bahwa tingkah laku sosial seseorang
saling
menghargai
petugas
penjelasan
McClelland
pembinaan
di
kemampuan
dan
dan
Lapas
tidak
mengalami
Meinarno
(dalam Sarwono, 2009), kebutuhan
dipengaruhi
berinteraksi adalah suatu keadaan
tentang siapa dirinya baik evaluasi
dimana seseorang berusaha untuk
secara positif maupun negatif, jika
mempertahankan suatu hubungan,
orang menilai secara positif terhadap
bergabung
kelompok,
dirinya maka ia menjadi percaya diri
kegiatan,
dalam mengerjakan hal- hal yang ia
dalam
berpartisipasi
dalam
oleh
(2009)
menikmati aktivitas bersama, saling
kerjakan
bekerja
positif dan sebaliknya.
sama,
mendukung,
dan
dan
pengetahuan
memperoleh
hasil
7
Selain interaksi sosial yang
informan yang nyaman berinteraksi
terjalin dengan baik ataupun tidak,
ketika
narapidana dewasa memiliki harapan
konformitas.
Berbeda
stres
dan
dengan
menjalani
keseharian, 3 informan lain memilih
serta
rencana
menyendiri
untuk
memperoleh
penghidupan yang lebih baik di masa
ketenangan
dan
menghilangkan
depan. Schaefer (2012), harapan
pikiran serta emosi negatif. Mereka
hidup
melakukan kegiatan sendiri tanpa
kesempatan
8
seseorang
untuk
positif
akan
merupakan
menyediakan
barang, materiil, kondisi hidup yang
informan
yang
resilien
mampu
positif, dan pengalaman hidup yang
mengintrospeksi diri, mawas diri
menguntungkan.
atau berhati- hati dalam memilih dan
Berdasarkan tabel 1, informan
menentukan tujuan hidup, yakin
yang memiliki interaksi sosial yang
terhadap kemampuan diri dan kuasa
baik dan harapan yang diraih di masa
Allah SWT, lebih mendekatkan diri
depan
yang
pada Allah SWT, memiliki hubungan
resilien. Sedangkan, informan yang
sosial yang baik, mampu mengatur
interaksi sosialnya tidak terjalin baik,
dan
meskipun mereka memiliki harapan
mengoptimalkan
di masa depan termasuk individu
menjalani keseharian dengan tanpa
yang tidak resilien. Sesuai dengan
beban. Sedangkan, informan yang
pemaparan Everal (2006), resiliensi
tidak resilien cenderung individual,
erat kaitannya dengan kemampuan
tidak percaya diri dalam melakukan
untuk menyampaikan sesuatu lewat
kegiatan
maupun
bahasa yang tepat, berkomunikasi
Lapas,
potensi
verbal dan nonverbal, selain itu
berkembang, mengalami kesulitan
resiliensi
dengan
dalam beradaptasi, dan waspada
kemampuan melepaskan pikiran dan
terhadap kemungkinan buruk yang
kemalangan dengan menggunakan
akan terjadi di masa depan terutama
harapan yang ditumbuhkan pada diri
setelah
individu, dan individu dikatakan
penerimaan
resilien
masyarakat. Sesuai dengan hasil
termasuk
individu
dihubungkan
apabila
faktor
tersebut
mengekspresikan
mereka
emosi,
kemampuan,
pembinaan
diri
bebas
di
tidak
termasuk
keluarga
dan
penelitian Riza dan Ike (2013),
terpenuhi dan saling membutuhkan.
Keadaan psikologis informan
individu dengan tingkat resiliensi
yang memenuhi dan tidak memenuhi
tinggi cenderung dapat mengetahui
faktor
menunjukkan
cara mengembalikan mental yang
adanya perbedaan yang dirangkum
sempat jatuh karena kemalangan,
berdasarkan hasil penelitian bahwa
beradaptasi dengan kenyataan, dan
memperjuangkan diri untuk bangkit,
resiliensi rendah cenderung rentan
namun
dengan dampak psikologis
resiliensi,
individu
dengan
tingkat
9
yang
untuk
Sragen untuk menambah pembinaan
dengan
kemandirian guna menunjang masa
lingkungan di Lapas, merasakan
depan warga binaan, memberikan
penyesalan
motivasi dan berinteraksi positif
cukup lama seperti
menyesuaikan
sulit
diri
dan
berkepanjangan
stres
bahkan
yang
kepada
merasa
warga
binaan
motivasi
guna
depresi.
meningkatkan
mereka
KESIMPULAN DAN SARAN
dalam menjalani masa pidana dengan
tertib dan nyaman.
Berdasarkan hasil analisis data
Bagi
dan pembahasan penelitian, maka
peneliti
selanjutnya,
dapat disimpulkan bahwa narapidana
penelitian dapat diperdalam dengan
dewasa di Lembaga Pemasyarakatan
melakukan
Klas IIA Sragen yang pada awalnya
dahulu pada informan agar mereka
mengalami kemalangan atas perkara,
tidak
vonis, dan perbedaan lingkungan,
canggung sehingga informasi yang
memiliki
diberikan memunculkan kesan lebih
potensi
resiliensi
yang
pendekatan
merasa
ragu,
terbentuk ketika mereka berinteraksi
terbuka dan informatif.
sosial dengan baik dan harmonis dan
DAFTAR PUSTAKA
memiliki
harapan
yang
telah
terlebih
takut,
dan
Azani.
(2012).
Gambaran
Psychological
WellBeing
Mantan Narapidana. Empathy , 1
(01),
1-18.
direncana dan usahakan sekarang
untuk diraih di masa depan.
Bagi infroman penelitian yang
Bakhri, S. (2009). Perkembangan
Stelsel
Pidana
Indonesia.
Yogyakarta: Total Media.
menjadi warga binaan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Sragen
disarankan untuk berinteraksi sosial
Everal, R. D., Altrows, K. J., &
Paulson, B. (2006). Creating a
Future: A Study of Resilience in
Suicidal Female Adolescent.
Journal of Counseling and
Development , 84, 461- 470.
positif dengan orang lain agar lebih
memotivasi menjadi individu yang
lebih baik, menaati peraturan Lapas,
dan merasa nyaman serta tertib
dalam menjalani masa pidana.
Reivich, K., & Shatte. (2002). The
Resilience Factor. New York:
Broadway Books.
Bagi pemerintah dan petugas
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA
10
Sarwono, S. W., & Meinarno, E. A.
(2009). Psikologi Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika.
Riza, M., & Ike, H. (2013).
Resiliensi pada Narapidana LakiLaki di Lapas Kelas I Madaeng.
Jurnal Psikologi Kepribadian dan
Sosial , 2 (01), 1-6.
Schaefer, R. T. (2012). Sosiologi.
Jakarta: Salemba Humanika.
Sarwono,
J.
(2006).
Metode
Penelitian
Kuantitatif
&
Kualitatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Stein, M. (2005). Resilience and
Young People Leaving Care. New
York: York Publishing Services
Ltd.
11
PEMASYARAKATAN KLAS IIA SRAGEN
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan
dalam Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi
Diajukan oleh:
REFI RISTIANA PURBA DEVI
F 100 110 100
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
RESILIENSI NARAPIDANA DEWASA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KLAS IIA SRAGEN
Naskah Publikasi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana (S-1) Psikologi
Diajukan oleh :
REFI RISTIANA PURBA DEVI
F 100 110 100
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
ii
RESILIENSI PADA NARAPIDANA DEWASA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KLAS IIA SRAGEN
Refi Ristiana Purba Devi
Aad Satria Permadi, S.Psi, MA
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
refirpd@yahoo.com
Abstraksi
Resiliensi pada narapidana dewasa merupakan kemampuan yang terdapat
dalam diri seorang narapidana dewasa untuk beradaptasi dengan lingkungan
secara positif dan mampu bangkit dari kemalangan yang menimpanya sehingga
menjalani kehidupan sehari- hari di Lembaga Pemasyarakatan dengan tanpa
beban. Resiliensi seseorang tidak muncul dengan sendirinya, melainkan adanya
motivasi dari dalam maupun luar individu tersebut untuk mampu survive. Status
sebagai narapidana bukan suatu hal yang dengan mudah dapat diterima oleh
seseorang, namun secara tidak langsung narapidana dituntut untuk
mempertanggungjawabkan tindak pidana yang ia lakukan, introspeksi diri,
menjaga hubungan baik dengan orang lain, dan optimis memandang masa depan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan dinamika
resiliensi narapidana dewasa di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sragen.
Informan penelitian ini sebanyak 10 orang yang dipilih secara purposive sampling
dengan karakteristik, antara lain: a) narapidana berusia 21 sampai 50 tahun, b)
narapidana sedang menjalani setengah atau lebih masa hukuman, dan c)
narapidana pertama kali menghuni lapas, bukan residivis. Penelitian ini
menggunakan metode wawancara dan observasi. Hasil dari penelitian ini adalah
narapidana dewasa di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sragen yang pada
awalnya mengalami kemalangan atas perkara, vonis, dan perbedaan lingkungan,
memiliki potensi resiliensi yang terbentuk ketika mereka memiliki interaksi sosial
yang terjalin harmonis, baik dengan sesama warga binaan, petugas, keluarga dan
memiliki harapan yang ia rencana dan telah diusahakan mulai dari sekarang untuk
diraih di masa depan dan kembali menjadi bagian masyarakat.
Kata kunci : Resiliensi, Narapidana, Dewasa
v
tidak mengulangi tindak pidana,
PENDAHULUAN
Seseorang
yang
sehingga
melanggar
sebagai
di sebuah Lembaga Pemasyarakatan
berbeda
yang
dibandingkan
juga
merupakan
akan
menjadikan
baiknya
masyarakat
dan
peraturan
martabatnya sebagai manusia.
Kondisi
pembinaan
mental
bagi
tekanan
mempengaruhi
keadaan
Lembaga Pemasyarakatan dan atau
setelah
pembinaan
membentuk
dengan
psikis narapidana saat berada dalam
Pemasyarakatan
kembali
Bartollas
kepribadian dan kemandirian dengan
untuk
undangan
berlebih dan tidak merendahkan
(WBP) sesuai dengan peraturan yang
tujuan
perundang-
dengan tidak memberikan derita
Pemasyarakatan di wilayah Sragen
diantaranya
setelah
dan perasaan tertekan narapidana
satu Unit Pelaksanaan Teknis (UPT)
berlaku,
proses
untuk menghilangkan rasa bersalah
sendiri,
IIA Sragen yang merupakan salah
Binaan
suatu
hukum adat, serta aspek psikologis
Lembaga Pemasyarakatan Klas
Warga
itu
resosialisasi, pemenuhan pandangan
begitupula sebaliknya.
melaksanakan
Selain
dengan ketentuan bertujuan untuk
status
dengan
dirinya
dan
sanksi pidana yang terdapat dalam
negatif.
narapidananya sebagai penghalang
hubungan
jawab.
baik
dijatuhkannya putusan hakim atas
Apabila orang dengan kepribadian
lemah,
yang
menurut Bakhri (2009), pemidanaan
dengan
pola hidup bagi narapidana selain
positif
warga
bertanggung
jauh
kehidupan di masyarakat. Perubahan
berdampak
pada
pembangunan, hidup secara wajar
pidana dan menjalani kesehariannya
keadaan
kembali
masyarakat, berperan aktif dalam
norma hukum lalu dijatuhi hukuman
mengalami
dapat
(dalam
ke
masyarakat.
Azani,
2012)
menyatakan bahwa kehidupan di
warga
penjara merusak kondisi psikologis
binaan agar menjadi manusia yang
seseorang
lebih baik, menyadari kesalahan, dan
diantaranya
kehilangan
kepribadian atau identitas diri, rasa
1
aman, kemerdekaan individual untuk
penerimaan
seseorang
terhadap
beraspirasi dan berkomunikasi, dll.
keadaan,
keinginan
untuk
Tekanan yang dialami narapidana
beradaptasi,
dan
tersebut tidak menutup kemungkinan
keterpurukan setiap orang berbeda-
ia
beda
akan
melakukan
membahayakan
hal
dirinya
yang
bangkit
tergantung
dari
bagaimana
sendiri
memaknai keberadaan di Lembaga
maupun orang lain, seperti kabur dari
Pemasyarakatan. Kemampuan yang
Lapas, membuat kerusuhan di Lapas,
harus
depresi bahkan bunuh diri. Selain itu,
keadaan seperti itu adalah resiliensi.
narapidana juga mampu menerima
Menurut Reivich dan Shatte (2002),
dan beradaptasi dengan keadaan,
resiliensi adalah kemampuan untuk
sehingga
apresiasi
mengatasi dan beradaptasi terhadap
positif dari orang lain termasuk
kejadian yang berat atau masalah
petugas seperti halnya remisi umum I
yang terjadi dalam kehidupan.
memperolah
maupun II diberikan setiap tahun
memiliki
disiplin yang tinggi dalam mengikuti
dan
dalam
dan Ike (2013), narapidana yang
baik, telah menunjukkan prestasi,
pembinaan
individu
Menurut penelitian oleh Riza
kepada narapidana yang berkelakuan
program
dimiliki
resiliensi
yang
tinggi
digambarkan memiliki rencana yang
telah
akan dilakukan setelah keluar dari
memenuhi syarat administratif.
Lembaga Pemasyarakatan. Rencana
tersebut meliputi memulai hidup baru
Hal tersebut di atas merupakan
yang
dengan keluarga dan masyarakat.
muncul pada kehidupan narapidana
Dalam Lembaga Pemasyarakatan, ia
dalam menjalani masa pidana. Sesuai
mampu menjalani segala aktifitasnya
dengan survei di lapangan dan
tanpa
berbagai media, pada awal masa
narapidana dengan resiliensi rendah,
tahanan, narapidana merasa tertekan
cenderung stress dan depresi dengan
dengan
segala kegiatan di Lapas karena
sekelumit
permasalahan
keadaan
yang
harus
terbebani.
dijalaninya. Penelitian Azani (2012)
ketidakmampuannya
menunjukkan
dengan lingkungan.
bahwa
tingkat
2
Sedangkan
beradaptasi
Resiliensi
merupakan
hal
dapat
beradaptasi
dengan
baik
penting yang harus ada dalam diri
meskipun
seorang narapidana dewasa, karena
keadaan yang sulit. Reivich dan
dengan sikap resilien, ia
akan
Shatte (2002) memaparkan tentang
berjuang untuk beradaptasi, bertahan,
tujuh kemampuan yang membentuk
dan
resiliensi, antara lain sebagai berikut:
bangkit
Narapidana
dari
yang
kemalangan.
resilien
akan
dihadapkan
dengan
Regulasi emosi
mendapat bekal ilmu pengetahuan,
Regulasi
pengalaman, dan ketrampilan yang
emosi
dimanfaatkan menjalani kehidupan
kemampuan
kembali ke masyarakat.
dalam kondisi yang menekan. Orang
Berdasarkan
pemaparan
untuk
dewasa dalam menjalani kehidupan
jauh
dari
masyarakat,
keluarga
mengalami
psikis
dan
dan
kembali.
Maka
hubungan
dengan
membangun
orang
lain.
individu
mengontrol
Pengendalian impuls adalah
kemampuan untuk mengendalikan
keinginan, dorongan, kesukaan, serta
“Bagaimana dinamika resiliensi pada
di
kesulitan
Pengendalian terhadap impuls
fokus pada penelitian ini adalah
dewasa
mengalami
emosi
mengurangi stres.
pertanyaan yang muncul dan menjadi
narapidana
regulasi
emosi, menjaga fokus pikiran, serta
sikap
agar mampu beradaptasi, bertahan,
bangkit
mengatur
membantu
pentingnya
resilien kepada narapidana dewasa
dan
tenang
Ketrampilan tenang dan fokus akan
tekanan
menumbuhkembangkan
tetap
yang kurang memiliki kemampuan
di
atas, betapa perjuangan narapidana
yang
untuk
adalah
tekanan yang muncul dari dalam diri.
Lembaga
Individu yang dapat mengendalikan
Pemasyarakatan Klas IIA Sragen?”
dorongan dapat mencegah terjadinya
kesalahan pemikiran sehingga dapat
RESILIENSI
memberikan respon yang tepat pada
Menurut Stein (2005),resiliensi
permasalahan.
adalah kemampuan individu untuk
Kemampuan menganalisis penyebab
3
Kemampuan individu untuk
Optimisme adalah pandangan
mengidentifikasikan secara akurat
dan keyakinan atas cemerlangnya
penyebab dari permasalahan yang
kehidupan
mereka hadapi.
Individu
yang
yang
akan
datang.
resilien
adalah
individu yang optimis. Sikap optimis
Empati
haruslah realistis dimana adanya
Empati erat kaitannya dengan
kemampuan
individu
kepercayaan akan terwujudnya masa
dalam
depan
membaca tanda- tanda kondisi dan
yang
lebih
baik
dengan
diiringi usaha untuk mewujudkan.
situasi emosional dan psikologis
METODE PENELITIAN
orang lain. individu yang memiliki
kemampuan
memiliki
berempati
hubungan
cenderung
sosial
Penelitian
yang
ini
menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode
wawancara sebagai metode utama
positif.
dan
Efikasi diri
observasi
pendukung.
sebagai
Pemilihan
metode
informan
Efikasi diri yaitu keyakinan
penelitian sebanyak 10 orang yang
dalam diri seseorang untuk mampu
dilakukan secara purposive sampling
memecahkan masalah yang dihadapi
dengan karakteristik, antara lain: a)
dan
narapidana berusia 21 sampai 50
mencapai
kesuksesan
dan
mampu memecahkan masalah.
tahun,
b)
narapidana
sedang
menjalani setengah atau lebih masa
Pencapaian
hukuman, dan c) narapidana pertama
resiliensi selain kemampuan
kali menghuni lapas, bukan residivis.
mengatasi kemalangan dan bangkit
HASIL PENELITIAN
dari keterpurukan, juga merupakan
kemampuan individu meraih aspek
Penelitian dilaksanakan pada
positif dari kemalangan, percaya diri
tanggal 5 sampai 10 Februari 2015.
dalam menggali potensi.
Informan penelitian berjumlah 10
orang. Peneliti memberikan rapport
Optimisme
terlebih dahulu bertujuan terjalin
4
keakraban dan kepercayaan antara
peneliti
dan
informan
Adapun pengumpulan data
sehingga
penelitian, adalah sebagai berikut:
proses penelitian berjalan lancar.
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Wawancara dan Observasi
NO.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
INFORMAN
FZ
NA
LE
SS
GYT
AS
BH
N
ADK
WDY
TANGGAL
5 Februari 2015
5 Februari 2015
5 Februari 2015
5 Februari 2015
9 Februari 2015
9 Februari 2015
9 Februari 2015
9 Februari 2015
10 Februari 2015
10 Februari 2015
dalam
ini
Data
penelitian
WAKTU
08.44-09.35
09.40-10.28
10.30-11.11
11.14-11.50
09.40-10.32
10.45-11.10
11.20-11.55
12.05-12.46
10.37-11.15
11.20-11.53
narapidana
diperoleh dari 10 informan yaitu
TEMPAT
LP Sragen
LP Sragen
LP Sragen
LP Sragen
LP Sragen
LP Sragen
LP Sragen
LP Sragen
LP Sragen
LP Sragen
dewasa
di
Lembaga
pemasyarakatan Klas IIA Sragen.
Tabel 2. Data Demografi Informan Penlitian
NO
INFORMAN
USIA
1.
2.
3.
FZ
NA
LE
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
SS
GYT
AS
BH
NS
ADK
WDY
AGAMA
PERKARA
44 tahun
21 tahun
36 tahun
STATUS
PERNIKAHAN
Menikah
Belum Menikah
Menikah
Islam
Islam
Islam
Penipuan
Perl Anak
Narkoba
30 tahun
38 tahun
40 tahun
22 tahun
34 tahun
27 tahun
42 tahun
Belum Menikah
Menikah
Menikah
Belum Menikah
Belum Menikah
Belum menikah
Menikah
Islam
Islam
Islam
Islam
Kristen
Islam
Islam
Narkoba
Narkoba
Narkoba
Perl Anak
Pembunuhan
Perl Anak
Narkoba
Hasil wawancara dan observasi
dan
harapan.
MASA
PIDANA
4 tahun
2 tahun
4 tahun 6
bulan
4 tahun
5 tahun
4 tahun
4 tahun
15 tahun
5 tahun
1 tahun 2
bulan
Berdasarkan
hasil
penelitian menghasilkan pendapat
wawancara
yang
dilakukan,
sementara
keseluruhan
informan
penelitian
tentang
faktor
yang
mempengaruhi resiliensi narapidana
menyebut dan menjelaskan tentang
dewasa yaitu interaksi sosial positif
harapan yang ingin diraih di masa
5
depan setelah mereka bebas dan
hasil observasi, mayoritas informan
beberapa usaha telah mereka lakukan
terlihat senang dan bersemangat
mulai saat ini demi terealisasinya
ketika
keinginan mereka. Harapan para
kehidupan sosial mereka selama
informan penelitian meliputi menulis
menghuni
buku yang berisi tentang indahnya
keramahan dan keakraban dengan
bertaubat,
merantau
petugas dan warga binaan. Namun
memperoleh
penghidupan
penghasilan
yang
lebih
untuk
dan
menceritakan
Lapas,
beberapa
baik,
tentang
menunjukkan
informan
penelitian
menunjukkan sikap yang kurang
menekuni tas songket, berwirausaha
bersemangat
dengan kerajinan songket, menikah,
menjelaskan hubungan sosial. Hal
mengelola warung makan, warung
tersebut
kopi,
kebun
dan
singkat
ditunjukkan
ketika
berdasarkan
kelapa
sawit,
hasil wawancara dan observasi yang
pekerjaan
sesuai
menunjukkan bahwa 10 dari 10
dengan keahlian dan potensinya,
informan memiliki harapan yang
menjadi pendeta, security, kembali
akan diraih di masa depan dan 7 dari
menjadi perangkat desa, menikah,
10 informan penelitian berinteraksi
dan naik haji. Selain itu, berdasar
sosial yang positif.
mendapatkan
Tabel 3. Faktor Perbedaan Antara Informan Resilien dan Tidak Resilien
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Informan
FZ
NA
LE
SS
GYT
AS
BH
NS
ADK
WDY
Harapan
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan: √ = memiliki harapan
6
Interaksi Sosial
Baik
Baik
Tidak baik
Tidak baik
Baik
Baik
Tidak baik
Baik
Baik
Baik
Resilien/ Tidak
Resilien
Resilien
Tidak resilien
Tidak resilien
Resilien
Resilien
Tidak resilien
Resilien
Resilien
Resilien
dengan pengertian dewasa menurut
PEMBAHASAN
Hurlock (2004), yaitu individu yang
Penelitian ini bertujuan untuk
telah
mendiskripsikan
siap
menerima
kedudukan
memahami
dan
dinamika
psikologis
resiliensi
dalam masyarakat. Narapidana yang
narapidana
dewasa
Lembaga
mampu beradaptasi dengan keadaan
Pemasyarakatan Klas IIA Sragen.
di Lapas dapat meraih aspek positif
Berstatus
kemalangan dan mengembangkan
di
sebagai
narapidana
membuat informan merasa stress,
potensi.
depresi, kehilangan semangat hidup,
dengan pengertian resiliensi menurut
menyesali
dan
Stein (2005) bahwa resiliensi adalah
memikirkan banyak kemungkinan
kemampuan individu untuk dapat
negatif yang terjadi pada mereka
beradaptasi
maupun keluarga. Informan berusaha
dihadapkan dengan keadaan sulit.
kesalahan,
Kemampuan
dengan
ini
baik
sesuai
meski
menerima kenyataan yang harus
Pengalaman menghuni Lapas
dihadapi dan berusaha menyesuaikan
dengan keadaan yang berbeda dari
diri terhadap keadaan dan lingkungan
sebelumnya
Lembaga Pemasyarakatan dengan
mendapatkan banyak pengetahuan,
segala keterbatasan, keyakinan diri,
pengalaman,
dan
Mereka
kemampuan
yang
dimiliki.
mebuat
narapidana
ketrampilan
diperlakukan
baru.
layaknya
Seperti hasil penelitian dari Azani
masyarakat pada umumnya, diberi
(2012) bahwa penerimaan setiap
kebebasan berpikir, menyampaikan
individu satu dengan individu lain
pendapat, menganut,beribadah sesuai
atas kehidupan di dalam Lembaga
kepercayaan, dan berkegiatan sosial
Pemasyarakatan berbeda, tergantung
dengan ruang gerak fasilitas dan
bagaimana
memaknai
gaya hidup yang terbatas. Menurut
pengalaman dan keputusan yang
Bakhri (2009), pemidanaan suatu
dijatuhkan kepadanya. Narapidana
proses setelah dijatuhkannya vonis
memiliki pengharapan terhadap masa
atas sanksi pidana dalam peraturan
depan, menjalin hubungan sosial
perundang-
yang positif, memandang pentingnya
ketentuan
sikap optimis. Hal tersebut sesuai
resosialisasi, pemenuhan pandangan
individu
7
undangan
yang
bertujuan
dengan
untuk
hukum adat, serta aspek psikologis
berinteraksi
dengan
untuk perasaan tertekan narapidana
Berdasar
dengan tidak memberikan derita
observasi, informan LE, SS, dan BH
berlebih dan tidak merendahkan
memiliki interaksi sosial yang tidak
martabatnya sebagai manusia.
terjalin
hasil
orang
lain
wawancara
dan
dengan
baik.
Mereka
Warga binaan saling memberi
cenderung individual, bersikap acuh,
semangat untuk kuat menjalani masa
kesalahpahaman, diskriminasi sosial.
hukuman, saling menasehati untuk
Keadaan tersebut membuat informan
kebaikan
merasa tidak percaya diri melakukan
sesama
warga
binaan,
dan
kegiatan
sesama warga binaan, memberikan
sehingga
perhatian kepada warga binaan yang
berkembang
terlihat cemas, sedih, dan bertikai
kesulitan dalam berhubungan sosial.
dengan warga binaan atau petugas.
Sarwono
Seperti
bahwa tingkah laku sosial seseorang
saling
menghargai
petugas
penjelasan
McClelland
pembinaan
di
kemampuan
dan
dan
Lapas
tidak
mengalami
Meinarno
(dalam Sarwono, 2009), kebutuhan
dipengaruhi
berinteraksi adalah suatu keadaan
tentang siapa dirinya baik evaluasi
dimana seseorang berusaha untuk
secara positif maupun negatif, jika
mempertahankan suatu hubungan,
orang menilai secara positif terhadap
bergabung
kelompok,
dirinya maka ia menjadi percaya diri
kegiatan,
dalam mengerjakan hal- hal yang ia
dalam
berpartisipasi
dalam
oleh
(2009)
menikmati aktivitas bersama, saling
kerjakan
bekerja
positif dan sebaliknya.
sama,
mendukung,
dan
dan
pengetahuan
memperoleh
hasil
7
Selain interaksi sosial yang
informan yang nyaman berinteraksi
terjalin dengan baik ataupun tidak,
ketika
narapidana dewasa memiliki harapan
konformitas.
Berbeda
stres
dan
dengan
menjalani
keseharian, 3 informan lain memilih
serta
rencana
menyendiri
untuk
memperoleh
penghidupan yang lebih baik di masa
ketenangan
dan
menghilangkan
depan. Schaefer (2012), harapan
pikiran serta emosi negatif. Mereka
hidup
melakukan kegiatan sendiri tanpa
kesempatan
8
seseorang
untuk
positif
akan
merupakan
menyediakan
barang, materiil, kondisi hidup yang
informan
yang
resilien
mampu
positif, dan pengalaman hidup yang
mengintrospeksi diri, mawas diri
menguntungkan.
atau berhati- hati dalam memilih dan
Berdasarkan tabel 1, informan
menentukan tujuan hidup, yakin
yang memiliki interaksi sosial yang
terhadap kemampuan diri dan kuasa
baik dan harapan yang diraih di masa
Allah SWT, lebih mendekatkan diri
depan
yang
pada Allah SWT, memiliki hubungan
resilien. Sedangkan, informan yang
sosial yang baik, mampu mengatur
interaksi sosialnya tidak terjalin baik,
dan
meskipun mereka memiliki harapan
mengoptimalkan
di masa depan termasuk individu
menjalani keseharian dengan tanpa
yang tidak resilien. Sesuai dengan
beban. Sedangkan, informan yang
pemaparan Everal (2006), resiliensi
tidak resilien cenderung individual,
erat kaitannya dengan kemampuan
tidak percaya diri dalam melakukan
untuk menyampaikan sesuatu lewat
kegiatan
maupun
bahasa yang tepat, berkomunikasi
Lapas,
potensi
verbal dan nonverbal, selain itu
berkembang, mengalami kesulitan
resiliensi
dengan
dalam beradaptasi, dan waspada
kemampuan melepaskan pikiran dan
terhadap kemungkinan buruk yang
kemalangan dengan menggunakan
akan terjadi di masa depan terutama
harapan yang ditumbuhkan pada diri
setelah
individu, dan individu dikatakan
penerimaan
resilien
masyarakat. Sesuai dengan hasil
termasuk
individu
dihubungkan
apabila
faktor
tersebut
mengekspresikan
mereka
emosi,
kemampuan,
pembinaan
diri
bebas
di
tidak
termasuk
keluarga
dan
penelitian Riza dan Ike (2013),
terpenuhi dan saling membutuhkan.
Keadaan psikologis informan
individu dengan tingkat resiliensi
yang memenuhi dan tidak memenuhi
tinggi cenderung dapat mengetahui
faktor
menunjukkan
cara mengembalikan mental yang
adanya perbedaan yang dirangkum
sempat jatuh karena kemalangan,
berdasarkan hasil penelitian bahwa
beradaptasi dengan kenyataan, dan
memperjuangkan diri untuk bangkit,
resiliensi rendah cenderung rentan
namun
dengan dampak psikologis
resiliensi,
individu
dengan
tingkat
9
yang
untuk
Sragen untuk menambah pembinaan
dengan
kemandirian guna menunjang masa
lingkungan di Lapas, merasakan
depan warga binaan, memberikan
penyesalan
motivasi dan berinteraksi positif
cukup lama seperti
menyesuaikan
sulit
diri
dan
berkepanjangan
stres
bahkan
yang
kepada
merasa
warga
binaan
motivasi
guna
depresi.
meningkatkan
mereka
KESIMPULAN DAN SARAN
dalam menjalani masa pidana dengan
tertib dan nyaman.
Berdasarkan hasil analisis data
Bagi
dan pembahasan penelitian, maka
peneliti
selanjutnya,
dapat disimpulkan bahwa narapidana
penelitian dapat diperdalam dengan
dewasa di Lembaga Pemasyarakatan
melakukan
Klas IIA Sragen yang pada awalnya
dahulu pada informan agar mereka
mengalami kemalangan atas perkara,
tidak
vonis, dan perbedaan lingkungan,
canggung sehingga informasi yang
memiliki
diberikan memunculkan kesan lebih
potensi
resiliensi
yang
pendekatan
merasa
ragu,
terbentuk ketika mereka berinteraksi
terbuka dan informatif.
sosial dengan baik dan harmonis dan
DAFTAR PUSTAKA
memiliki
harapan
yang
telah
terlebih
takut,
dan
Azani.
(2012).
Gambaran
Psychological
WellBeing
Mantan Narapidana. Empathy , 1
(01),
1-18.
direncana dan usahakan sekarang
untuk diraih di masa depan.
Bagi infroman penelitian yang
Bakhri, S. (2009). Perkembangan
Stelsel
Pidana
Indonesia.
Yogyakarta: Total Media.
menjadi warga binaan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Sragen
disarankan untuk berinteraksi sosial
Everal, R. D., Altrows, K. J., &
Paulson, B. (2006). Creating a
Future: A Study of Resilience in
Suicidal Female Adolescent.
Journal of Counseling and
Development , 84, 461- 470.
positif dengan orang lain agar lebih
memotivasi menjadi individu yang
lebih baik, menaati peraturan Lapas,
dan merasa nyaman serta tertib
dalam menjalani masa pidana.
Reivich, K., & Shatte. (2002). The
Resilience Factor. New York:
Broadway Books.
Bagi pemerintah dan petugas
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA
10
Sarwono, S. W., & Meinarno, E. A.
(2009). Psikologi Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika.
Riza, M., & Ike, H. (2013).
Resiliensi pada Narapidana LakiLaki di Lapas Kelas I Madaeng.
Jurnal Psikologi Kepribadian dan
Sosial , 2 (01), 1-6.
Schaefer, R. T. (2012). Sosiologi.
Jakarta: Salemba Humanika.
Sarwono,
J.
(2006).
Metode
Penelitian
Kuantitatif
&
Kualitatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Stein, M. (2005). Resilience and
Young People Leaving Care. New
York: York Publishing Services
Ltd.
11