Swasembada untuk Siapa?

Pikiran Rakyat
o Senin
1

2

17

18

OJan

3

19

OPeb

0
4


20

0

Se/asa

~

6

21

o Kamis

Rabu

8
23

7


22

o Mar OApr

9
24

OJun

OMei

0
10

Jumat
11

25


OJul

.

26

o

Sabtu

12

27

0 Ags' OSep

Mlnggu

14


13

15
29

28

16
30

31

OHov .Des

OOkt

Swasembada untuk Siapa?
-

Oleh ROCHADI TAWAF

ENYIMAK
opini
Sdr. Rachmat Setiadi tentang "Mampu-.
kah Jabar Berswasembada Daging?" ("PR", 17/11), yang secara terperinci telah menguraikan bahwa Jawa Barat akan
sangat sulit berswasembada
daging. Karena sebagai sentra
konsumen daging di Indonesia, yang lebih layak dikembangkan di J awa Barat adalah
usaha penggemukan sapi potong ketimbang perbibitan.
Demikian juga halnya jika kita
simak mengenai pencanangan
yang dilakukan pemerintah
(Ditjen Peternakan Departemen Pertanian) pada 20002005, yaitu "swasembada daging on trend" dan pada 20052009 tentang P2SDS (program
percepatan swasembada daging sapi), kedua program tersebut telah dinyatakan "gagal"
yang diakui sendiri oleh pemerintah. Padahal, sebelumnya
berbagai organisasi profesi dan
masyarakat peternakan telah
banyak memberikan masukan.
Namun, kini pemerintah masih juga menetapkan program
"swasembada dagingjilid III"
lanjutannya, yaitu swasembada

daging sapi akan dapat dicapai
pada 2014. Kali ini yang dipertaruhkan adalah "kredibilitas"
seorang menteri pertanian
yang juga plerupakan saIjana
peternakan. Sehingga, wajar jika muncul pertanyaan "swasembada daging sapi sebenarnya untuk siapa?"
Belajar dari dua kali kegagalan program berswasembada
daging sapi 2000-2009, penulis mengidentifikasi akar masalahnya. Pertama, kegagalan
dua kali program swasembada
daging sapi lebih disebabkan
antara lain ka~na !>~p~e~tkan

M

r ".
i

r

.


"#dVii., ",..,.n..

.,...
' i"
...

. ',.i

,
..

Pertanian (Ditjen Peternakan)
asyik bermain di kandangnya
sendiri tanpa melibatkan kegiatan lintas sektor. Artinya, hanya dengan pendanaan yang
ada di Deptan dan sangat terbatas harus melaksanakan
program yang memerlukan dana besar.
Kedua, berbagai data dan
asumsi yang digunakan "sangat bias" sehingga tolok ukurnya tidak sesuai dengan realita
lapangan.
Ketiga, program tersebut tidak memiliki landasan hukum

kuat, hanya dengan surat keputusan menteri pertanian dan
baru diterbitkan pada 2007,
seharusnya
di awal tahun
program pencanangan. Padahal, operasionalnya melibatkan
kegiatan lintas sektor dan lintas wilayah (daerah).
Keempat, pedoman operasionalnya tidak membumi. Pada kasus ini pendapat Sdr.
Rachmat Setiadi melukiskan
secara kronologis implementasi sulitnya mendatangkan sejuta ekor bibit sapi dan meningJ2roduktivitas ~ernak sa-

pi di dalam negeri dari sisi teknis secara gamblang.
Kelima, terlalu banyak kebijakan yang dibuat pemerintah
pusat dan daerah yang kontraproduktif terhadap program
tersebut. Sebut saja salah satunya, membuka selebarnya pemasukan daging impor dari
negara yang belum terbebas
penyakit mulut dan kuku dan
pelarangan penggunaan hormon pertumbuhan di dalam
negeri.
Kelima, pola pikir yang seolah memisahkan pengembangan peternakan sapi potong dengan komoditas daging. Sehingga Departemen Pertanian
yang seharusnya mengurusi

produksi yang berpihak pada
produsen (peternak), menjadi
mengurusi komoditas yang
berpihak pada konsumen.
Dari uraian tersebut, sebenarnya kita dapat menjawab
bahwa "swasembada daging
sapi" adalah milik seluruh rakyat dan bangsa Indonesia bukan milik Departemen Pertanian yang secara kebetulan ope.ratornya adalah Departemen
Pertanian. Hal ini disebabkan
menurut
penelitian
Irsa
(2008), industri daging danjeroan serta olahannya memiliki
keterkaitan dengan 120 industri lainnya ke hulu dan ke hilir.
Selain itu, angka pengganda
daging dan jeroan (menurut
data I/O, 2005) berada pada
urutan pertama dari 175 sektor. Hal ini merupakan indikator bahwa peternakan sapi potong memiliki kemampuan
yang sangat tinggi untuk menciptakan pengganda output dalam perekonomian nasional.
Selain itu, daging sapi memiliki elastisitas pendapatan atas
permintaan (Ed> +1), artinya

semakin baik tingkat pendapatan semakin tinggi permintaannya.
Daging
sapi termasuk
:JI!I
.:::
komoditas yang bersifat price
leader; yaitu kenaikan harga
daging akan mendorong kenaikan komoditas pangan lainnya. Pangsa pasar daging sapi,
lebih dari 60% adalah industri
bakso yang mampu menembus

golonganmasyarakat kelas ba-

---

Kllping

Humos

wah. Jadi, sebenarnya komoditas daging sapi dikonsumsi juga oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Oleh karena

itu, menjaga dan mengembangkan usaha ternak sapi potong akan memberikan implikasi luas terhadap pembaI n~nan ekonomi nasional.

-

- Berdasarkaii hal tersebut, jika program swasembada ini
akan terus dilanjutkan, langkah strategis yang perlu dilakukan adalah, (1i) Gunakan
asas kelestarian, kesinambungan, dan kesejahteraan dalam
membangun peternakan nasional. Asas ini akan mengubah mindset para penentu kebijakan karena bermakna bahwa peningkatan produksi kompatibel dengan kesejahteraan
peternak dan ternak bukan hanya komoditas, tet~fi juga merupakan sumber daya (berkelanjutan). (2) LakuJ{an harmonisasi kebijakan dari mulai pemerintah pusat, provinsi, dan
kabupatenfkota. Landasan hukum di tingkat naslonal harus
berupa "keputusan presiden"
yang dikukuhkan If>PRRI dalam mendukung aspek regulasi dan pembiayaannya. Demikian pula di daerah dalam bentuk keputusan gubernur, bupati, dan wali kota. Tanpa kebijakan ini, Departemen Pertanian akan mengalariii kesulitan
dalam kegiatan yang bersifat
lintas sektoral. (3) Gunakan
data kondisi saat ini (current
condition) karena diduga data
yang ada "diragukan" keakuratannya. (4) Lakukan monitoring dan evaluasi yang kontinu

- -

~

serta beIjangka sehingga akan
mampu mengawal program
tersebut secara utuh. Disertai
kebijakan punishment and reward bagi para pelaku pembangunan. (5) Berikan insentif
yang memadai bagipelaku bisnis yang melakukan program
breeding, seperti yang dilakukan di negara lain. Hal ini guna
meningkatkan daya saing usaha peternak rakyat di dalam
negeri.
Kiranya tulisan ini mampu
menginspirasi para penentu
kebijakan, guna merealisasikan
"swasembada
daging sapi
2014" yang akan berdampak
terhadap peningkatan
roda
ekonomi pembangunan secara
nasional. Semoga. w**
Penulis, dosen Fapet Unpad dan Ketua II PB ISPI.

=-

------

.